Anda di halaman 1dari 11

Tugas Kelompok Dosen Pembimbing

Akidah Akhlak Syarifuddin, M.Ag

MANUNGGALING KAWULA GUSTI

Oleh Kelompok 11

Jelita Mahardika SE (1155120054)


Khairul Azmi Riauan (11551100613)
Rahmelia Yarman (11551202665)

JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
2017
Kata Pengantar

Puji dan Syukur Penyusun Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyusun makalah ini tepat pada
waktunya. Makalah ini membahas mengenai Manunggaling Kawula Gusti (Ittihad,Hulul Dan
Sathohat & Para tokoh nya).

Dalam penyusunan makalah ini, penyusun banyak mendapat tantangan dan hambatan akan
tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya itu, penyusun
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan
Yang Maha Esa.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat penyusun harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.

Pekanbaru ,17 Maret 2017

Penulis
Daftar Isi

Kata Pengantar .............................................................................................................................................. 2


Daftar Isi ....................................................................................................................................................... 3
Bab I Pendahuluan ........................................................................................................................................ 4
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................................... 4
1.3 Tujuan ........................................................................................................................................... 4
Bab II Pembahasan ....................................................................................................................................... 5
2.1 MANUNGGALING KAWULA GUSTI ...................................................................................... 5
2.2 ITTIHAD ...................................................................................................................................... 6
2.3 AL-HULUL .................................................................................................................................. 7
2.4 SATHOHAH................................................................................................................................. 8
Bab III Penutup ........................................................................................................................................... 10
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................................. 10
Daftar Pustaka ............................................................................................................................................. 11
Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Banyak orang yang mungkin masih bingung mengenai apa itu faham manunggaling
kawula gusti. Dalam akhlak tasawuf manunggaling kawula gusti yang lebih mudah disebut
bersatunya antara Tuhan dengan makhluknya (manusia).

Akhlak Tasawuf merupakan disiplin ilmu murni dalam Islam. Akhlak dan Tasawuf
mempunyai hubungan yang sangat erat. Sebelum bertasawuf, seseorang harus berakhlak
sehingga bisa dikatakan bahwasanya At tashawwufu nihayatul akhlaq sedangkan al-akhlaqu
bidayatut tashawwuf. Dalam tasawuf, digunakan pendekatan suprarasional yaitu dengan intuisi /
wijdan. Intuisi disini maksudnya adalah mengosongkan diri dari dosa. Dalam makalah ini kami
akan membahas tentang MANUNGGALING KAWULA GUSTI, ITTIHAD, AL-HULUL dan
WAHDAT AL-WUJUD yang merupakan salah satu komponen dari akhlak tasawuf.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah yang dimaksud dengan faham manunggaling kaeula gusti?

2. Apa yang dimaksud dengan ittihad,hulul dan wahdat al-wujud?

3. Bagaimana pandangan al-qur’an tentang faham manunggaling kawula gusti?

4. Siapakah tokoh-tokoh yang menggagas pemahaman tersebut?

1.3 Tujuan
Adapun makalah ini disusun dengan harapan :

1. Dapat memahami PAHAM MANUGGALING KAWULA GUSTI

2. Dapat mengetahui arti attihad,hulul dan sathohat

3. Dapat mengetahui ayat-ayat alqur’an yang menjadi dalil tersebut

4. Dapat mengetahuai para penggagas pemahaman tersebut


Bab II Pembahasan

2.1 MANUNGGALING KAWULA GUSTI


Arti dari Manunggaling Kawula Gusti dianggap bukan bercampurnya Tuhan dengan
makhluk-Nya, melainkan bahwa Sang Pencipta adalah tempat kembali semua makhluk dan
dengan kembali kepada Tuhannya, manusia telah bersatu dengan Tuhannya.
Dalam ajarannya pula, Manunggaling Kawula Gusti bermakna bahwa di dalam diri manusia
terdapat roh yang berasal dari roh Tuhan sesuai dengan ayat Al-Quran yang menerangkan
tentang penciptaan manusia:
“Ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan
manusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan
kepadanya roh-Ku, maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya." Q.S. Shaad:
71-72
.[1]”
Dengan demikian ruh manusia akan menyatu dengan ruh Tuhan dikala penyembahan
terhadap Tuhan terjadi. Perbedaan penafsiran ayat Al-Qur’an dari para murid Syekh Siti jenar
inilah yang menimbulkan polemik bahwa di dalam tubuh manusia bersemayam ruh Tuhan, yaitu
polemik paham Manunggaling Kawula Gusti.
Tujuan
Dengan istilah apapun yang mungkin dipergunakan untuk melukiskan penghayatan
manunggal (dengan tuhan) adalah puncak penghayatan dengan mana pengamaln kejiwaan
meningkat keterasingannya dengan segala ynag bukan dirinya,dari apa ynag bukan Tuhan.
Dalam tasawuf penghayatan Manunggaling Kawula Gusti ini bisa mereka capai melalui
memuncaknya penghayatan fana hingga fana dalam zikir dan bisa juga dari pendalaman cinta
rindu yang memuncak pada mabuk cinta (sakar) didalam tuhan, atau dari kedua-duanya.
Perasaan manunggal dengan tuhan yang berasal dari gelora rasa cinta bisa difahami dari evolusi
dalam mengalami sepuluh tangga ahwal,yaitu dari cinta mendalam hingga mencapai
syauq(rindu-dendam) dan kemudian meningkat jadi pengalaman uns,yakni kegilaan dalam asyik-
maksyuk (intim) dengan tuhannya.[2]
Fana’ sendiri diartikan lenyapnya indrawi atau kebasyariahan, yakin sifat sebagai manusia
biasa yang suka pada syahwat dan hawa nafsu. Orang yang telah diliputi hakikat ketuhanan,
sehingga tiada lagi melihat daripada alam baharu, alam rupa dan alam wujud ini, maka dikatakan
ia telah fana dari alam cipta atau dari alam makhluk. Selain itu fana juga dapat berarti hilangnya
sifat-sifat buruk (maksiat) lahir batin.
Sedangkan sebagai akibat dari fana’ adalah baqa, yang secara harfiah berarti kekal yang
dimaksudkan adalah kekalnya sifat-sifat terpuji, dan sifat-sifat Tuhan dalam diri manusia.
Karena lenyapnya fana’ (sifat-sifat basyariah), maka yang kekal adalah sifat-sifat ilahiah.
Tokoh
Syekh Lemah Abang atau biasa dikenal dengan Syekh Siti Jenar. Pengaruh kebatinan yang
disebarkanya masih banyak berbekas di beberapa tempat di Yogyakarta dan Surakarta. Syekh ini
dimasa hidupnya berkedok sebagai Wali padahal sebenarnya seorang pembawa dan penyebar
ajaran Zindiq serta benih- benih tasawuf Al Hallaj yang keliru jalannya.
Berbicara tentang Kebatinan Syekh Lemah Abang berarti kita harus membicarakan sebuah
aliran yang berkembang sebelumnya, yaitu aliran Tantrayana[3] yang dianut dengan pesat di
zaman kerajaan Singosari (1222- 1292 M). Ken Arok salah seorang dari raja Singosari yang
berjasa dalam penyebaran Tantrayana ini.
Dengan demikian ajaranya telah memperoleh pengaruh- pengaruh yang subur sekali
dikalangan Pribumi Indonesia, terutama ditempat- tempat kerajaan Singosari.
Ciri khas dari ajaran- ajarannya ialah “menganggap suci dan kramat M Lima” yakni 1.
Mudra, 2. Matsya, 3. Maituna, 4. Mamsa, 5. Madya. Didalam Istilah bahasa Jawa, Mo Limo ini
dikenal dengan Main[4], Madat[5], Madon[6], dan Minum[7].
Aliran ini beranggapan bahwa tidak terdapat yang kotor pada yang suci (orang suci).
Drs. Wiji Saksono menjuluki aliran ini “Tantrayana Bairawa[8]”. Sedang Ibahiyah ajaran serba
boleh, adalah ciri- ciri khas dari ajaran tersebut. Ibadah dan Syari`at ala Syekh Siti Jenar adalah
hasil peleburan dari Tantarayana Bairawa/ Budha dan Hindu karena sifat dan ciri khas kedua
ajaran tersebut tidak ada bedanya. Masing- masing memandang kramat sesuatu yang dipandang
keji.

2.2 ITTIHAD
Menurut Abu Yazid al-Bustami. Ittihad sendiri memiliki arti "bergabung menjadi satu",
sehingga paham ini berarti seorang sufi dapat bersatu dengan Allah setelah terlebih dahulu
melebur dalam sandaran rohani dan jasmani (fana) untuk kemudian dalam keadaan baqa, bersatu
dengan Allah. Dalam paham ini, seorang untuk mencapai Ittihad harus melalui beberapa
tingkatan yaitu fana dan baqa'. Fana merupakan peleburan sifat-sifat buruk manusia agar menjadi
baik. Pada saat ini, manusia mampu menghilangkan semua kesenangan dunia sehingga yang ada
dalam hatinya hanya Allah (baqa). Inilah inti ittihad, "diam pada kesadara ilahi" yang menurut
orang sufi sebagi konsep liqa al rabbi menemui Tuhan. Hal sejalan dengan firman Allah.
“Barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia
mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat
kepadanya”.[9]
Tujuan
Hal ini menjadikan petunjuk bahwasannya Allah telah memberi peluang kepada manusia
untuk bersatu dengan Tuhan secara rohaniah atau batiniah, yang caranya dengan beramal sholeh,
dan beribadah semata-mata karena Allah, menghilangkan kesadaran sebagai manusia,
meninggalkan dosa dan maksiat, dan kemudian menghias diri dengan sifat-sifat Allah.
Tokoh
Abu Yazid Al-busthami. Menurutnya manusia adalah pancaran Nur Ilahi, oleh karena itu
manusia hilang kesadaranya [sebagai manusia] maka pada dasarnya ia telah menemukan asal
mula yang sebenarnya, yaitu nur ilahi atau dengan kata lain ia menyatu dengan Tuhan.

2.3 AL-HULUL
Secara harfiah hulul berarti Tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu, yaitu
manusia yang telah dapat melenyapkan sifat-sifat kemanusiaanya melalui fana’.[10] menuut Abu
Nasr al-tusi dalam al-luma’ adalah paham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh
manusia tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya setelah kemanusiaan yang ada dalam
tubuh itu dilenyapkan.
Sebelum Tuhan menciptakan makhluk, ia hanya melihat diri-Nya sendiri, dengan begitu
munculnya dialog antara Tuhan dengan dirinya sendiri ysng tidak terdapat kata ataupun huruf
dalam percakapannya tersebut. Yang dilihat Allah hanya kemuliaan pada dirinya sendiri, ia pun
cinta terhadap zat-Nya sendiri, cinta yang tak dapat disifatkan, dan cinyta inilah yang menjadi
sebab. Ia pun mengeluarkan dari yang tiada copy dari diri-Nya yang mempunya sifat dan nama-
Nya dan bentuk copy tersebut adalah adam. Dan menjadikan adam dengan memuliakan dan
mengagungkannya. Ia cinta pada adam dan pada diri adam Allah muncul dalam bentuknya.
Dengan pada diri adam terdapat sifat-sifat yang dipancarkan Tuhan yang berasal dari Tuhan.
Seperti dalam ayat al-Qur’an
“Dan ingatlah ketika kami berkata kepada malaikat : “Sujudlah kepada adam”, semuanya
sujud kecuali iblis, yang enggan dan merasa besar, ia menjadi yang tidak percaya.”[11]
Paham yang menjadikan adam menurut bentukNya terdapat dalam hadits yang
berbunyi:“Tuhan menciptakan adam sesuai dengan bentuk-Nya”
Tujuan
Berdasarkan uraian tersebut, makna hulul dapat dikatakan sebagai suatu tahap diman manusia
dan Tuhan bersatu secara rohaniah dengan tujuan hulul untuk mencapai persatuan secara batin.
Tokoh
Al-Hallaj, nama lengkapnya Husein bin Mansur al-Hallaj, lahir pada tahun 244(858M) di
Baidha kota kecil di Persia. Pada usia 16 th ia belajar kepada seorang sufi terbesar dan terkenal,
bernama Sahl bin Abdullah al-Tustur di negeri awaz. Kemudian dia berangkat ke basrah dan
belajar pada seorang sufi bernama amr al-makki,dan pada tahun 264 H dia masuk kekota
baghdad.
Karena dikatakan dapat mambaca fikiran-fikiran manusia yang rahasia,maka terkenal
dengan hallaj al-asrar,penenun ilmu ghaib. Dia pergi ke baghdad dan disana sesudah mengalami
dipenjara yang cukup lama lantaran dipersalahkan mengajarkan ajaran sesat dia dihukum mati
dengan hukuman yang sadis.

2.4 SATHOHAH
Wihdatul wujud
Wahdat al-wujud adalah ungkapan yang terdiri dari dua kata (wahdat dan al-
wujud), Wahdat yang artinya sendiri, tunggal atau kesatuan, sedangkan al wujudartinya
ada.[13] Dengan demikian wahdat al-wujud berarti kesatuan wujud.
Hingga terdapat paham bahwa antar makhluk (manusia) dan al-haqq (Tuhan) sebenarnya satu
kesatuan dari wujud Tuhan, dan yang ada sebenarnya ada adalah wujud Tuhan itu, sedangkan
wujud makhluk hanya bayang atau foto copy dari wujud Tuhan. Paham ini dibangun dari suatu
dasar pemikiran bahwa Allah sebagai diterangkan dalam al-hulul, ingin melihat dirinNya diluar
diriNya dan oleh karena itu dijadikannya alam ini.
Dalam manusia ada unsur lahir dan batin, dan pada Tuhanpun ada unsur lahir dan batin.
Unsur lahir manusia adalah wujud fisiknya yang tampak, sedangkan unsur batinnya adalah roh
atau jiwanya yang tidak tampak yang hal ini merupakan pancaran, bayangan atau copy Tuhan.
Selanjutnya unsur lahir pada Tuhan adalah sifat-sifat ketuhanannya yang tampak dialam ini , dan
unsur batinnya adalah zat Tuhan.
Selanjutnya petunjuk dalam Qur’an bahwa Tuahn memiliki unsur zahir dan batin
sebagaimana yang dikemukakan faham wahdatul wujud
“Dialah yang awal dan yang akhir yang zahir dan yang batin, dan Dia Maha mengetahui segala
sesuatu”[12]
“Dan menyempurnakan untukmu ni’mat-Nya lahir dan batin.”[13]
Namun dalam pandangan sufi bahwa yang dimaksud dengan zahir adalah sifat-sifat Allah
yang tampak, sedangkan yang batin adalah zat-Nya. Manusia dianggap mempunyai unsure
tersebut karena manusia berasal dari pancaran Tuhan. Selanjutnya pada surat Luqman di atas
dinyatakan bahwa yang lahir dan batin itu merupakan nikmat yang dianugrahkan Tuhan kepada
Manusia. Ayat yang demikian itu jelas bahwa pada manusia juga ada unsur Lahir dan Batin.
Tokoh
Paham wahdatul wujud dibawa oleh Muhyidin Ibn Arabi yang lahir di Murcia, Spanyol
di tahun 1165. Setelah selesai studi di Seville, beliau pindah ke Tunis di tahun1145, dan disana ia
masuk aliran sufi.
Bab III Penutup

3.1 Kesimpulan
Jadi dapat disimpulkan bahwa Hulul adalah suatu paham yang menyatakan bahwa tuhan
dapat mengambil tempat pada diri manusia. Hulul terjadi apabila manusia terlebih dahulu
melenyapkan sifat-sifat negatif, dosa dan kemanusiaannya secara fisik(fana). Sedangkan ittihad
adalah suatu paham yang menyatakan bahwa tuhan dan manusia dapat mencapai kesatuan
rohaniah setelah manusia melenyapkan sifat-sifat dirinya,akhlak yang buruk dan dosa.
Daftar Pustaka

Nata,Abuddin. 2003. Akhlak Tasawuf. (Jakarta: Raja Grafindo Persada), cet.V.


Simuh .1996. Tasawuf Dan Perkembangannya Dalam Islam. (Jakarta : Raja
Grafindo Persada), cet.I.
Sudarminta,J & Lili Tjahyadi. 2008. Dunia Manusia Dan Islam. (Yogyakarta:
Kanisius), cet.1
Machasin ,2003, Relasi Tuhan Dan Manusia, (Yogyakarta: Tiara Wacana
Yogya),cet II
Zoetmulder,P.J.,2000, Manunggaling Kawula Gusti, (Yogyakarta: Gramedia
Pustaka Utama)
Hafidy,As’ad el, 1982, Aliran-Aliran Kepercayaan Dan Kebatinan Indonesia,
(Jakarta: Yudhistira), cet II
http://zakiyatunnisakurniawan.blogspot.com/2012/12/konsep-tentang
ittihad-dan-hulul.html

[1] Al-Qur’anul karim, Shood:71-72


[2] Simuh, Tasawuf Dan Perkembangannya Dalam Islam,(Jakarta:Raja Grafindo Persada,1996),
hlm 139
[3] Tantrayana: adalah ajaran yang bercampur baur antara unsur- unsur Agama Hindu/ Budha
sekte Bairawa dengan unsur- unsur asli Indonesia.
[4] Berjudi
[5] Minum candu
[6] Serong, melacur. Dalam bahasa Jawa dapat juga diartikan pemborosan- pemborosan yang
dimaksudkan memuaskan hawa nafsu semata- mata.
[7] Minum- minuman keras sampai mabuk
[8] Artinya Berahi
[10] QS, al-Kahfi 18:110
[11] A. Qadir Mahmu d, hlm.337
[12] QS. al-Baqarah, 2:34
[13] Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung,1990),hlm.492&494.
[14] QS al-Hadid 57:3

Anda mungkin juga menyukai