Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH TASAWUF

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Metodologi Studi Islam


Dosen Pengampu: Dr.Mibtadin, S. Fil., M.S.I.

Disusun oleh :
Devy Harsanti
195221128

AKUNTANSI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
2020

1
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Sholawat dan salam semoga tercurahkan
kepada Nabi Muhamad SAW, para keluarganya, para sahabatnya dan seluruh
umatnya hingga akhir zaman. Perlu diketahui, bahwa makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Tasawuf.
Materi-materi bahasan yang terdapat dalam mata kuliah Pengantar Ilmu
Tasawuf ini mengambil sosok karakteristik Waliyullah (kekasih allah). Dengan
segala kerendahan hatisaran dan kritik demi perbaikan selanjutnya, penulis sambut
dengan senang hati.Dalam hal ini penulis mengaharapkan saran-saran yang
membangun ke arah yang positif demi perbaikan selanjutnya.
Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan
terima kasih kepada penyelesaian penulisan, penulis ucapkan banyak terima kasih
kepada Bp. Dr.Mibtadin, S. Fil., M.S.I, selaku dosen mata kuliah Ilmu Tasawuf
penulis mohon maaf dan maklum yang sebesar-besarnya apabila dalam menyusun
dan menyajikannya kurang berkenan. Dengan mengharap ridha Allah SWT, mudah-
mudahan makalah ini menjadi wasilah sebagai amal shaleh (‘ilmun yun tafa’u bihi).
Demikian kata pengantar ini penulis sampaikan kepada pembaca, saran dan
kritik membangun untuk perbaikan dan penyempurnaan karya ini akan penulis terima
dengan senang hati. Dan hanya kepada Allah SWT kita mengharapkan hidayah dan
taufik-Nya. Amin.
Sukoharjo, 13 September 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................4
A. Latar Belakang.................................................................................................4
B. Rumusan Masalah............................................................................................4
C. Tujuan Penulisan..............................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................6
A. Pengertian Tasawuf..........................................................................................6
B. Sejarah Perkembangan Tasawuf....................................................................8
1. Masa Pembentukan.........................................................................................8
2. Masa Pengembangan......................................................................................9
3. Masa Konsolidasi............................................................................................9
4. Masa Falsafi..................................................................................................10
5. Masa Pemurnian............................................................................................10
C. Madzab dalam Tasawuf.................................................................................11
1. Mahzab Tasawuf Falsafi...............................................................................11
2. Tasawuf Salafi..............................................................................................11
3. Tasawuf Akhlaqi/ Sunni...............................................................................12
D. Landasan Dalam Ilmu Tasawuf....................................................................12
BAB III PENUTUP..................................................................................................20
A. Kesimpulan......................................................................................................20
B. Saran................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................22

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam sebuah kehidupan kita sedang menikmati sebuah proses yang
menunjukkan sebuah ciri dari manusia yang dicuiptakan oleh Allah SWT.
Bersyukur kita diciptakan sebagai manusia yang bisa menikmati sebuah
perasaan, rasa kasih sayang, berfikir, mempunyai hidung, telinga, mulut, dan
kenikmatan lainnya.
Apakah kita berfikir tentang kebaikan itu, apakah kita masih
mengeluh, dari pemberian dari sang kuasa tersebut. Kita sebagai manusia
alangkah baiknya untuk senantiasa bersyukur kepada yang maha kuasa atas
pemberiannya. Bersyukur dengan apa yang kita butuhkan adalah sebuah
keikhlasan dari pemberian dan selalu bersabar disetiap ujian.
Kehidupan memanglah sulit dan banyak teki-teki serta ujian yang
harus kita lalui, dari situlah anugerah dari sang kuasa menyertai dari berbagai
hal yang terjadi, mengingat adanya rasa syukur maka yang kita lakukan yaitu,
beribadah kepada Tuhan karena dari hal tersebut kita menjalankan apa yang
diperintahkan.
Tasawuf yaitu sebuah perantara dari makhluk ke Tuhannya yang
meluruskan sebuah niat peribadahan kita yang bersih, suci serta menjadikan
diri kita untuk beribadah yang memang dengan keadaan hati yang rela. Jadi
tasawuf merupakan sebuah jalan untuk beribadah diantara makhluk dengan
Tuhannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan latar belakang diatas, maka dapat ditarik sebagai
rumusan makalah yaitu sebagai berikut.
1. Apa pengertian ilmu Tasawuf?
2. Bagaimana sejarah ilmu Tasawuf?
3. Apa saja madzab dalam ilmu Tasawuf?

4
4. Apa saja yang menjadi landasan dalam ilmu Tasawuf?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari makalah ini
yaitu sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui pengertian ilmu Tasawuf.
2. Untuk mengetahui bagaimana sejarah ilmu Tasawuf.
3. Untuk mengetahui apa saja madzab dalam ilmu Tasawuf.
4. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi landasan dalam ilmu Tasawuf.

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tasawuf
Dari segi kebahasaan, tasawuf adalah masdar bentuk ke-5 dari
berdasarkan tiga huruf yaitu s-w-f , yang mengindikasikan tempat pertama
orang yang menggunakan wol (shuf). Lalu orang yang melakukannya disebut
shufi atau mutashawwifun Isim Fa’il bentuk ke-5.1
Selain itu, shuf (wol) juga pernah digunakan oleh Nabi dan Sahabat
Badar sebagaimana dalam buku Al-Shuhrawardi, Awarif al-Ma’arif.2
Setidaknya terdapat 11 definisi tasawuf yang dimunculkan oleh para praktisi
tasawuf. Definisi tasawuf dalam puisi tersebut dapat diambil pemahaman
bahwa tasawuf adalah:
1. akhlak mulia dan muraqabah kepada Tuhan (Ihsan),
2. cinta dan kasih sayang (Mahabbah) kepada Tuhan,
3. inti atau akar agama guna mencapai kedamaian hati,
4. mengkonsentrasikan pikiran (sesuai ajaran Muhammad) kepada Allah
5. kontemplasi yang bertualang menuju tahta ketuhanan,
6. penjagaan seseorang terhadap imajinasi dan perkiraan guna
mendapatkan keyakinan atau kepastian
7. penyerahan jiwa kepada Tuhan,
8. jalan iman dan penegasan persatuan kepada Tuhan,
9. jalan yang halus dan diterangi untuk menuju surga yang paling mulia,
10. jalan untuk menemukan rasa agama (penghayatan mendalam), dan
11. syari’at.
Definisi tersebut juga termuat dalam puisi Persia disimpulkan bahwa
pengertian tasawuf adalah bagian dari syari’at islam yang memuat suatu
metode untuk mencapai kedekatan atau penyatuan antara hamba dan Tuhan
1
H.A.R.1986:313.
2
Syukur, hal.8-9.

6
dan juga untuk mencapai kebenaran atau pengetahuan hakiki (mak’rifat) dan
atau inti rasa agama (Abdul 2015:101).
Adapun tentang definisi tasawuf (sufi) yang dikemukakan oleh
sejumlah tokoh sufi, diantaranya adalah sebagai berikut:3
1. Bisyri bin Haris
Mengatakan bahwa Tasawuf adalah orang yang suci hatinya
menghadap Allah SWT.
2. Sahl at-Tustari
Orang yang bersih dari kekeruhan, penuh dengan renungan, putus
hubungan dengan manusia dalam menghadap Allah, baginya tiada beda
antara harga emas dan pasir.
3. Al-Junaid al-Baghdadi (Wafat 298 H)
Membersihkan hati dari sifat yang menyamai binatang, menekan sifat
basyariah (kemanusiaan), menjauhi hawa nafsu, berpegang pada ilmu
kebenaran dan mengikuti syari’at Rasulullah Saw.
4. Abu Qasim Abdul Karim al-Qusyairi
Menjabarkan ajaran-ajaram Al-Qur’an dan Sunnah, berjuang
mengendalikan nafsu, menjauhi perbuatan bid’ah, mengendalikan
syahwat dan menghindari sifat meringankan terhadap ibadah.
5. Abu Yazid al-Bustami
Melepaskan diri dari perbuatan tercela, menghiasi diri dengan akhlak
yang terpuji dan mendekatkan diri kepada Allah.
6. Ma’ruf al-Karkhi (Wafat 200 H)
Mengambil hakikat dan Tamak dari apa yang ada dalam genggaman
tangan makhluk.

Terdapat berbagai pengertian dan juga berbagai makna yang


disampaikan karena perilaku dan status spiritual (Maqam) yang berbeda dan
3
Permadi, Pengantar Ilmu Tasawuf , Jakarta,2004, hal.28

7
dominan dalam diri mereka, seperti tawakkal, cinta kasih dan rambu-rambu
spiritual yang menjadi pengantar ke hadirat Tuhan semesta alam.4 Al-Thusi
(w. 378 H) melansir beberapa definisi tasawuf di dalam kitabnya yang
monumental al-Luma’, seolah-olah betapa sulitnya memberikan definisi yang
bersifat jami’ mani’.
Maka dapat dirumuskan bahwa Tasawuf memuat dan mengandung
setidaknya lima unsur, yaitu Ilmu (Pengetahuan), Amal (Pelaksanaan),
Tahaqquq (Penghayatan), Wajd (Perasaan) dan Fana’ (Peleburan).5
B. Sejarah Perkembangan Tasawuf
Dalam sejarah perkembangannya, terdapat masa atau tahapan yang
terjadi terhadap ilmu Tasawuf, beberapa masa tersebut adalah masa
pembentukan, pengembangan, konsolidasi, falsafi dan masa pemurnian.6
Berikut adalah penjelasan tiap-tiap perkembangan ilmu Tasawuf:
1. Masa Pembentukan
Masa ini terjadi dalam abad I dan II hijriah, (642-728 M) Ajaran-
ajaran yang muncul pada abad ini yakni khauf, raja‟, ju‟ (sedikit
makan), sedikit bicara, sedikit tidur, zuhud (menjauhi dunia) khalwat
(menyepi), shalat sunnah sepanjang malam dan puasa disiang harinya,
menahan nafsu, kesederhanaan, memperbanyak membaca alQur‟an dan
lain-lainnya. Para zahid ketika ini sangat kuat memegang dimensi
eksteral Islam (Syari‟ah) dan pada waktu yang sama juga menghidupkan
dimensi internal (Bathiniyyah)(Abdul 2015:104).

4
Moenir Nahrowi Tohir, menjelajahi eksistensi tasawuf : Meniti Jalan
Menuju Tuhan,Jakarta,2012, hal 3.
5
Ibid
6
Amin Syukur & Masyharuddin, Intelektualisme Tasawuf, Yogyakarta,2002.
Hal 17.

8
2. Masa Pengembangan
Masa ini terjadi dalam abad III dan IV, Abu Yazid berasal dari
Persia, dia memunculkan ajaran fana‟ (lebur atau hancurnya perasaan),
Liqa‟ (bertemu dengan Allah Swt) dan Wahdah al-Wujud (kesatuan
wujud atau bersatunya hamba dengan Allah Swt). Sementara Al-Hallaj
menampilkan teori Hulul (inkarnasi Tuhan), Nur Muhammad dan Wahdat
al-Adyan (kesatuan agmaagama). Selain itu, para sufi lainnya pada kurun
waktu ini juga membicarakan tentang Wahdat al-Syuhud (kesatuan
penyaksian), Ittishal (berhubungan dengan Tuhan), Jamal wa Kamal
(keindahan dan kesempurnaan Tuhan), dan Insan al-kamil (manusia
sempurna).7
Tasawuf pada masa ini, sudah berkembang menjadi madzhab,
bahkan seolah sebuah agama yang berdiri sendiri. Pada abad ke III dan IV
Hijriah ini terdapat dua aliran tasawuf, yakni tasawuf sunni yang
memagari diri dengan Al-Qur’an dan al-Hadits dengan mengaitkan
keadaan dan tingkatan rohani pada keduanya. Serta tasawuf semi falsafi
yang lebih cenderung pada ungkapan ganjil serta bertolak dari keadaan
fana’ terhadap pernyataan penyatuan penyatuan (ittihad atau hulul).
3. Masa Konsolidasi
Masa yang berjalan pada kurun abad V M. ini sebenarnya
kelanjutan dari pertarungan dua madzhab pada kurun sebelumnya. Pada
kurun ini pertarungan dimenangkan oleh madzhab tasawuf Sunni dan
madzhab saingannya tenggelam. Madzhab tasawuf Sunni mengalami
kegemilangan ini dipengaruhi oleh kemenangan madzhab teologi Ahl
Sunnah wa al-Jama‟ah yang dipelopori oleh Abu Hasan alAsy‟ari (w.
324 H). Al-Qusyairi adalah sufi pembela teologi Ahlu Sunnah dan
mampu mengompromikan syari‟ah dan hakikah.
7
Abdul 2005:104

9
4. Masa Falsafi
Pada masa (abad VI dan VII H) ini muncul dua hal penting yakni;
Pertama, kebangkitan kembali tasawuf semi-falsafi yang setelah
bersinggungan dengan filsafat maka muncul menjadi tasawuf falasafi, dan
kedua, munculnya orde-orde dala tasawuf (thariqah).
Ibn Khaldun dalam Muqaddimahnya menyimpulkan, bahwa
tasawuf falsafi mempunyai empat obyek utama, dan menurut Abu al-
Wafa bisa dijadikan karakter sufi falsafi, yaitu :
a. Latihan rohaniah dengan rasa, intuisi serta introspeksi yang timbul
darinya,
b. Iluminasi atau hakikat yang tersingkap dari alam ghaib,
c. Peristiwa-peristiwa dalam alam maupun kosmos berpengaruh terhadap
berbagai bentuk kekeramatan atau keluar biasaan,
d. Penciptaan ungkapan-ungkapan yang pengertiannya sepintas samar-samar
(syathahiyat).
5. Masa Pemurnian
Ibn Taimiyah antara lain: ajaran Ittihad, hulul, wahdat al-Wujud,
pengkultusan wali dan lain-lain yang dia anggap bid‟ah, khurafat, dan
takhayyul. Dia masih memberikan toleransi atas ajaran fana‟, namun
dengan pamaknaan yang berbeda. Dia membagi fana‟ menjadi tiga
bagian, yakni (1) fana‟ Ibadah, lebur dalam ibadah, (2) fana‟ syuhud al-
Qalb, fana‟ pandangan batil, dan (3) fana‟ wujud mas Siwa Allah, fana‟
wujud selain Allah (Nurcholis 200:257-266).
Ajaran tasawuf Ibn Taimiyah tidak lain ialah melakukan apa yang
pernah diajarkan oleh Rasulullah Saw, yakni menghayati ajaran Islam,
tanpa mengikuti madzhab tarekat tertentu, dan tetap melibatkan diri
dalam kegiatan social sebagaimana kalayak umum.

10
C. Madzab dalam Tasawuf
Secara garis besar madzhab tasawuf, berdasarkan kecenderungan
dan karakteristiknya, dapat dibagi menjadi tiga madzhab, yakni tasawuf
falsafi, tasawuf salafi, dan tasawuf sunni (akhlaqi/ amali).
1. Mahzab Tasawuf Falsafi
Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang bercampur dengan ajaran
filsafat, menggunakan tema-tema filsafat yang maknanya disesuaikan
dengan tasawuf, atau sering dikenal. madzhab “Mistikisme Islam” atau
madzhab yang sangat dekat dengan “Gnostisisme”. Tokoh-tokoh yang
masuk dalam kategori ini antara lain:
a. Abu Yazid al-Bustomi,
b. Abu Mansur al-Hallaj,
c. Ibn ‘Arabi,
d. Ibnu Sina,
e. Ibnu Sab’in,
f. Ibnu al-‘Afif,
g. Ibn al-Faridl,
h. al-Najm al-Israili, dan yang senada dengan mereka.8
2. Tasawuf Salafi
Tasawuf salafi adalah tasawuf yang selalu melandaskan
ajaranajarannya dengan al-Qur‟an dan al-Sunnah secara ketat. Apa yang
tidak diperintahkan atau diamalkan oleh Nabi bukan tasawuf Islam.
Tasawuf ini berusaha memurnikan tasawuf dari bid‟ah, khurafat dan
tahayul. Tokoh yang termasuk dalam madzhab ini mayoritas mereka
yang
dalam fiqih mengikuti Madzhab Hanbaliyah, seperti:
a. Ibn Taimiyah,
8
Abu al-‘Ala ‘Affifi, at-Tasawwuf ar Ruhiyyah fi al-Islam, (Kairo:
1962),hal.92.

11
b. Ibn Qayyim al-Jauziyah,
c. Syeikh Waliyullah al-Dihlawi, dan
d. Muahmmad Abduh.9
Inti ajaran tasawufnya ialah menghayati ajaran Islam dan
melakukan apa yang pernah diajarkan oleh Rasulullah Saw, seperti
shalat sunah, puasa sunah dan lain sebagainya, yang terpenting ada
sumber atau nash yang menerangkan hal itu.
3. Tasawuf Akhlaqi/ Sunni
Tasawuf Akhlaqi adalah yang mengikatkan diri dengan al-Qur’an
dan al-Hadis, namun diwarnai pula dengan interpretasiinterpretasi baru
dan menggunakan metode-metode baru yang belum dikenal pada masa
generasi awal, salaf. Tujuan akhir dari praktek tasawuf madzhab ini
adalah terbentuknya moralitas yang sempurna dan menuai Ma‟rifat
Allah. Oleh sebab tujuan inilah madzhab ini juga dikenal dengan tasawuf
akhlaqi. Kemudian, jika dilihat berdasarkan karakteristik bentuknya,
madzhab ini bias pula dikatakan sebagai madzhab moderat atau
penengah antara madzhab tasawuf falsafi yang cenderung bebas dan
madzhab tasawuf salafi yang cenderung kaku.10
D. Landasan Dalam Ilmu Tasawuf
Alquran merupakan kitab Allah yang didalamnya terkandung muatan-
muatan ajaran Islam, baik akidah, syarah maupun muamalah. Ketiga muatan
tersebut banyak tercermin dalam ayat-ayat yang termaktub dalam Alquran.
Ayat-ayat Alquran di satu sisi memang ada yang perlu dipahami secara
konstektual-rohaniah. Jika dipahami secara lahiriah saja, ayat-ayat tersebut

9
Masyharuddin, Pemberontakan Tasawuf: Kritik Ibn Taimiyah atas Rancang Bangun
Tasawuf, (Kudus: STAIN Kudus Press, 2007), hal. 12-13
10
Abd al-Qadir Mahmud, al-Falsafah at-Tasawwuf fi al-Islam, (Beirut: Dar alFikr, 1996),
hal.78.

12
akan terasa kaku, kurang dinamis, dan tidak mustahil akan ditemukan
persoalan yang tidak dapat diterima secara psikis.11
Secara umum ajaran Islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriah
dan batiniah. Pemahaman terhadap unsur kehidupan yang bersifat batiniah
pada gilirannya nanti melahirkan tasawuf. Unsur kehidupan tasawuf ini
mendapat perhatian yang cukup besar dari sumber ajaran Islam yaitu Alquran
dan hadis serta praktik kehidupan Nabi dan para sahabatnya.12
1. Ayat Alquran tentang tasawuf secara eksplisit.
Makna eksplisit adalah makna absolut yang langsung diacu oleh
bahasa. Konsep makna ini bersifat denotatif (sebenarnya) sebagai
representasi dari bahasa kognitif. Eksplisit: makna atau maksud yang
diajukan secara langsung dan jelas Makna eksplisit mengacu pada
informasi, sedangkan makna implisit mengacu pada emosi.13
Dalam Q.S. Al-Maidah ayat : 54

Artinya ; “Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu


yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu
kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang
bersikap lemah Lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap
keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang
tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah,

11
Jurnal At-Tibyan Volume 3 No. 1, Juni 2018
12
Rosihon Anwar dan Mukhtar Solihin, Ilmu Tasawuf, (Bandung : Pustaka Setia, 2006),
hal.16
13
Rosihon Anwar dan Mukhtar Solihin, Ilmu Tasawuf, (Bandung : Pustaka Setia, 2006),
hal.20

13
diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha luas
(pemberianNya), lagi Maha Mengetahui”. (Q.S. Al-Maidah [5]
Ayat diatas secara ekplisit menjelaskan ciri-cirialiran tasawuf sebagai
berikut14 :
a. Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai Allah.
b. Bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mukmin dan
bersikap tegas terhadap orang-orang kafir.
Sifat ini merupakan hasil kecintaan kepada Allah.
Seorang yang cinta kepada Allah akan menjadi seorang yang
arif lagi bijaksana yang akan selalu gembira dan senyum,
bersikap lemah lembut karena jiwanya dipenuhi oleh sifat
Allah yang paling dominan, yaitu rahmat dan kasih sayang.
Inilah yang menghasilkan rasa persaudaraan seagama, yang
menjadikannya bersikap toleran terhadap kesalahannya, lemah
lembut dalam sikap dan perilakunya termasuk ketika menegur
atau menasehati.
Sikap ini yang mengantar seorang muslim merasakan
derita saudaranya, sehingga memenuhi kebutuhannya dan
melapangkan kesulitannya. Sedang sikap tegas kepada orang-
orang kafir, bukan berarti memusuhi pribadinya, atau
memaksakan mereka memeluk Islam, atau merusak tempat
ibadah dan menghalangi mereka melaksanakan tuntutan agama
dan kepercayaan mereka tetapi bersikap tegas, terhadap
permusuhan mereka dan upaya-upaya mereka melecehkan
ajaran agama dan kaum muslimin.

c. Mereka berjihad di jalan Allah


14
Rosihon Anwar dan Mukhtar Solihin, Ilmu Tasawuf, hal.22

14
Jihad disini tidak terbatas dalam bentuk mengangkat
senjata, tetapi termasuk upaya-upaya membela islam dan
memperkaya peradabannya dengan lisan dan tulisan, sambil
menjelaskan ajaran Islam dan menangkal ide-ide yang
bertentangan dengannya lebih-lebih yang memburukannya.
d. Tidak takut kepada celaan pencela.
Mereka tidak takut dicela bahwa mereka tidak toleran
misalnya jika mereka bersikap tegas terhadap orang kafir yang
memusuhi islam, tidak juga khawatir dituduh fanatik atau
fundamentalis jika menegakkan ukhwah islamiah.15
Dari ayat diatas para ahli sufi menafsirkannya bahwa akan datang suatu
kaum yang dicintai Allah dan mereka juga mencintai Allah, sebagaimana yang
tercantum didalam Tafsir al-Misbah karangan Quraish Shihab bahwa Allah
mencintai mereka dan merekapun mencintai Allah. Cinta Allah kepada hamba-
Nya dipahami para mufasir dalam arti limpahan kebaikan dan anugerah-Nya.
Cinta Allah dan karunianya tidak terbatas dan cinta manusia kepada Allah
bertingkat-bertingkat, tetapi yang jelas adalah cinta kepada-Nya merupakan
dasar dan prinsip perjalanan menuju Allah, sehingga semua peringkat (maqam)
dapat mengalami kehancuran kecuali cinta.
Cinta tidak bisa hancur dalam keadaan apapun selama jalan menuju Allah
tetap ditelusuri.16 Bahwa Allah memerintahkan manusia agar senantiasa
bertaubat membersihkan diri dan memohan ampunan kepada-Nya sehingga
memperoleh cahaya dari-Nya.Hal ini sesuai dengan Q.S. at-Tahrim ayat 8
yaitu:

15
Rosihon Anwar dan Mukhtar Solihin, Ilmu Tasawuf, h.122
16
Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta : Lentera Hati, 2001), h.121

15
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah
dengan taubat yang sebenar-benarnya, mudah-mudahan Tuhanmu akan
menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga
yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak
menghinakan Nabi dan orang-orang beriman bersama dengan dia ; sedang
cahaya mereka memancar dihadapan dan disebelah kanan mereka, sambil
mereka mengatakan,”Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya
kami ; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS.
AtTahrim [66] : 8)
Dalam tasawuf, kata taubat berasal dari kata taba-yatubu-taubatan
yang artinya kembali. Sebagaimana dikutip oleh Jalaluddin Rahmat dari kitab
Manajil Al-sairin bahwa taubat adalah maqam yang kedua. Sedangkan maqam
yang pertama adalah yaqzah atau kesadaran10. Dalam yaqzah itu, seseorang
tiba-tiba disadarkan oleh Allah SWT akan keburukan-keburukan yang pernah
ia lakukan selama menjauh dari Allah SWT. Bisa jadi ia disadarkan dengan
satu musibah yang menimpanya atau nasihat orang lain dan perenungannya
sendiri. Allah mempunyai cara untuk menyadarkan hamba-Nya. Tetapi dalam
tasawuf bahkan menurut Alquran, orang lebih banyak disadarkan oleh
musibah.17
Dalam Alquran juga dijelaskan tentang kedekatan manusia
dengan-Nya seperti yang tercantum dalam Q.S. al-Baqarah ayat 186,
yaitu :

17
Jalaluddin Rahmat, Meraih Cinta Ilahi ; Pencerahan Sufistik, (Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2001), h.8

16
Artinya:”Jika hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang diri-Ku,
Aku adalah dekat, Aku mengabulkan seruan orang yang memanggil jika ia
panggil Aku’. (QS. Al-Baqarah [2] : 186).
Dalam Q.S. Qaf ayat 16 juga disebutkan, yaitu:

Artinya:“Sebenarnya Kami ciptakan manusia dan Kami tahu apa yang


dibisikkannya kepadanya, Kami lebih dekat kepadanya daripada pembuluh
darahnya sendiri’. (QS. Qaf [50] :16)
2. Ayat Alquran Tentang Tasawuf Secara Implisit
Makna implisit adalah makna universal yang disembunyikan oleh
bahasa. Konsep makna ini bersifat konotatif (kias) sebagai representasi dari
bahasa emotif. Implisit: makna atau maksud yang diajukan tidak secara
langsung dan sembunyi-sembunyi.18 Ada pun ayat-ayat Alquran yang menjadi
landasan tasawuf secara inplisit dapat dilihat dari tingkatan (maqam) dan
keadaan (ahwal) para sufi yaitu :
Tingkatan Zuhud yakni tercantum dalam Q.S. An-Nisaa’ ayat 77
yaitu : “Katakanlah kesenangan didunia ini hanya sementara dan akhirat itu
lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa…”
a. Tingkatan Tawakkal yaitu dalam surah At-Thalak ayat 3 yaitu:

Artinya: “Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada


disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada

18
Anwar, Ilmu Tasawuf. . . h.16

17
Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya.
Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)
Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-
tiap sesuatu”. (QS. At-Thalak [65] : 3)

b. Tingkatan Syukur dalam Q.S. Ibrahim ayat 7 yaitu:

Artinya: “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu


memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami
akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari
(nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS.
Ibrahim [14] :7)
c. Tingkat Sabar berlandaskan Q.S. Al-Baqarah ayat 155 yaitu:

Artinya: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan


kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta,
jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang sabar”. (QS. AlBaqarah [2] :155)
d. Tingkatan Ridha berdasarkan Q.S. Al-Maidah ayat 119 yaitu:

Artinya: “Allah berfirman: "Ini adalah suatu hari yang


bermanfaat bagi orangorang yang benar kebenaran mereka. Bagi
mereka surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai; mereka

18
kekal di dalamnya selama-lamanya; Allah rida terhadap mereka
dan mereka pun rida terhadap-Nya. Itulah keberuntungan yang
paling besar". (QS. AlMaidah [5] : 119)
Demikianlah sebagian ayat-ayat Alquran yang dijadikan para sufi
sebagai landasan untuk melaksanakan praktek-praktek kesufiannya. Akan
tetapi masih banyak ayat-ayat yang lain yang tidak penulis cantumkan.

19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari makalah ini kita tahu bahwa mengenai sebuah arti definisi secara
mendalam tentang materi/ilmu dari “Tasawuf”, dalam hal ini tasawuf berarti
kita mempelajari tentang adanya suatu ajaran dari yang tidak terlihat akan
tetapi bisa dirasakan yaitu mengenai tentang adanya sebuah Rasa yang positif
mengenai peribadahan, dalam arti kita sebelum, melakukan sebuah
peribadahan kita harus tahu dulu untuk ap akita ibadah, bukan hanya tentang
pahala, yang pertama adalah sebuah ketulusan yang akan menjadikan ibadah
yang diridhoi Allah SWT, untuk mencari sebuah ketrenangan di dalam Jiwa
manusia dengan Tuhannya yakni Allah SWT.
Dengan ajaran tasawuf ini kitab tahu untuk apa, kita ibadah, denga
napa kita ibadah, rasa apa saat sedang ibadah, serta bagaimana yang harus kita
lakukan saat sedang beribadah. Maka dari hal tersebut kita sebagai malhuk
ciptaan yang paling sempurna, yaitu sebagai manusia kita mempunyai jalan
yang amat Panjang untuk menempuh sebuah kehidupan dimana di dunia, serta
di akhirat. Dan juga untuk akhir kita sebagai orang Islam yang di kemudian
waktu akan bertemu di Surga, Allahumma aamiin.
Untuk itu mari kita mempergunakan waktu, hati, pikiran untuk sebuah
hal yang bijak serta melangkah dengan sebuah pertimbangan yang mana kita
pilih maka dari itu harus ikhlas untuk kita jalani seperti kita mempunyai
kewajiban yaitu sholat, maka dari hal ini kita mulai dengan awalan yang baik
serta untuk hal yang baik dan akan memiliki pengaruh yang baik pula.
B. Saran
Dalam penulisan makalah mungkin sangat banyak yang belum sesuai
dengan apa yang para pembaca pahami, dan juga makalah ini jauh dari kata
sempurna, apabila terdapat banyak kesalahan itu datangnya dari saya sendiri,

20
apabila terdapat kebenaran itu hanya karena Allah SWT. Saya sebagai penulis
dari makalah ini sangat terima kasih atas pembaca yang sudah membaca
dengan kelapangan hati, serta ketulusan dari sebuah perasaan serta pemikiran
yang baik dengan, semoga untuk para pembaca yang ikhlas membaca makalah
ini semoga ada hal baik untuk kedepannya, semoga selalu disayangi, dicintai,
dan dimudahkan segala urusan. Saran untuk membangun saya menulis
makalah gar lebih baik sangat dinantikan. Terimakasih

21
DAFTAR PUSTAKA
Permadi, Pengantar Ilmu Tasawuf , Jakarta,2004.
Moenir Nahrowi Tohir, menjelajahi eksistensi tasawuf : Meniti Jalan Menuju
Tuhan,Jakarta,2012.
Amin Syukur & Masyharuddin, Intelektualisme Tasawuf, Yogyakarta,2002
Abu al-‘Ala ‘Affifi, at-Tasawwuf ar Ruhiyyah fi al-Islam, (Kairo: 1962)
Masyharuddin, Pemberontakan Tasawuf: Kritik Ibn Taimiyah atas Rancang
Bangun Tasawuf, (Kudus: STAIN Kudus Press, 2007)
Abd al-Qadir Mahmud, al-Falsafah at-Tasawwuf fi al-Islam, (Beirut: Dar
AlFikr, 1996)
H.A.R. Gibb (Ed.), The Enciclopaedia of Islam Vol-X, (Leiden: E.J. BRILL,
1986)
Abdul, al-a’raf, jurnal pemikiran islam dan filsafat. Vol. XII, No. 1, Januari –
Juni 2015
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin Peradaban: Sebuah Tela‟ah Kritis tentang
Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemodernan, (Jakarta:
Paramadina, cet. Ke-4, 2000)
Rosihon Anwar dan Mukhtar Solihin, Ilmu Tasawuf, (Bandung : Pustaka
Setia, 2006)
Nata, Abuddin, Akhlak Tasawuf Cet. I, Jakarta; Raja Grafindo Persada, 2006.
Rahmat, Jalaluddin, Meraih Cinta Ilahi ; Pencerahan Sufistik, Bandung :
Remaja Rosdakarya, 2001.

22

Anda mungkin juga menyukai