Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KONSEP MAHABBAH ILAHIYAH

Oleh

Kelompok 5

OKI FERDI PRATAMA (210261017)

NOPRIYANTI (210261018)

SURIDHA PUTRI (210261030)

Program Studi : Ekonomi Syariah

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)

TULANGBAWANG LAMPUNG

1443 H / 2021
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, nikmat,
taufik, serta hidayah-Nya sehingga makalah kelompok ini dapat kami selesaikan
tepat pada waktumya. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada
nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita menuju zaman kemenangan.

Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman materi


tentang tasawuf yang sangat diperlukan dalam suatu harapan agar mahasiswa
khususnya kelompok kami, dapat memahami dan mengamalkan apa yang
dinamakan mahabbah, dikarenakan mahabbah ini sangat penting dan erat
kaitannya dengan kondisi rohaniah kita.

Kami menyadari bahwa pembuatan makalah ini mempunyai banyak


kekurangan. Maka dari itu, kami mengharapkan Kritik dan Saran dari semua
pihak untuk memperbaiki penelitian ini, guna kesempurnaan penyusun diwaktu
yang akan datang.

Cahyou Randu, 28 agustus 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER ....................................................................................................................

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................

A. Latar Belakang ........................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah...................................................................................... 1

C. Tujuan Makalah ......................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................

A. Pengertian, Tujuan dan Kedudukan Mahabbah .................................... 2

B. Alat untuk mencapai mahabbah .............................................................. 5

C. Tokoh yang mengembangkan Mahabbah ............................................... 7

D. Mahabbah Dalam Al-Qur’an Dan Hadis............................................... 10

BAB III PENUTUP ................................................................................................

A. Kesimpulan ............................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 12

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cinta memiliki eksistensi yang tak diragukan lagi, dikarenakan demi
cinta seseorang dapat melupakan waktu, masalah dan hakikat hidup di dunia
ini, seakan-akan tanpa ada penawarnya cinta telah membuat semua orang buta
karenanya.
Suatu cinta bukan hanya dimiliki oleh orang Kristen saja, tetapi agama
Islam juga memiliki cinta yang dicontohkan oleh nabi Muhammad saw.
Dalam penyebarannya beliau membawa misi sebagai kasih sayang bagi alam
semesta (rahmah lil ‘alamin). Lebih jauh lagi, tasawuf sebagai salah satu
bentuk pemahaman dalam Islam telah memperkenalkan betapa ajaran
cinta (mahabbah) menempati kedudukan yang tinggi.
Mahabbah adalah suatu kecintaan sepenuh hati yang mendalam
terhadap Tuhan, tahapan menumbuhkan cinta kepada Allah, yaitu: keikhlasan,
perenungan, pelatihan spiritual, interaksi diri terhadap kematian, sehingga
tahap cinta adalah tahap tertinggi oleh seorang ahli yang menyelaminya.
Didalamnya kepuasan hati (ridho) hub (cinta) dan kerinduan (syauq).
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Tujuan dan Kedudukan Mahabbah.
2. Alat untuk mencapai mahabbah.
3. Tokoh yang mengembangkan Mahabbah.
4. Mahabbah Dalam Al-Qur‟an Dan Hadis.
C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui pengertian, tujuan dan kedudukan mahabbah.
2. Untuk mengetahui alat untuk mencapai suatu mahabbah.
3. Untuk mengetahui siapa tokoh dalam mahabbah.
4. Untuk mengetahui mahabbah dalam al-Qur‟an dan al-Hadits.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian, Tujuan dan Kedudukan Mahabbah
Kata mahabbah berasal dari kata ahabba, yuhibbu,mahabatan,yang
secara harfiah berarti mencintai secara mendalam, atau kecintaan atau cinta
yang mendalam. Selain itu al-mahabbah dapat pula berarti kecenderungan
kepada sesuatu yang sedang berjalan. dalam Mu’jam al-falsafi,Jamil Shabila
mengatakan mahabbah adalah lawan dari al-baghd, yakni cinta lawan dari
benci. Al-mahabbah dapat pula berarti al-wadud, yakni yang sangat kasih atau
penyayang. Selain itu al-mahabbah dapat pula berarti kecenderungan kepada
sesuatu yang sedang berjalan , dengan Tujuan untuk memperoleh kebutuhan
yang bersifat material maupun spiritual, seperti cinta seorang anak pada orang
tuanya maupun sebaliknya, seorang pada sahabatnya, suatu bangsa terhadap
pada tanah airnya, atau seorang pekerja kepada pekerjaannya. Mahabbah pada
tingkat selanjutnya dapat pula berarti suatu usaha sungguh-sungguh dari
seseorang untuk mencapai tingkat rohaniah tertinggi dengan tercapainya
gambaran Yang Mutlak, yaitu cinta kepada Tuhan.1
Kata mahabbah tersebut selanjutnya digunakan untuk menunjukkan
pada suatu paham atau aliran dalam tasawuf. Dalam hubungan ini mahabbah
objeknya lebih ditujukan kepada Tuhan. Dari sekian banyak arti mahabbah
yang dikemukakan diatas, tampaknya ada juga yang cocok dengan arti
mahabbah yang di kehendaki dalam tasawuf, yaitu mahabbah yang artinya
kecintaan yang mendalam secara ruhian pada Tuhan.
Pengertian mahabbah dari segi tasawuf lebih lanjut dikemukakan al-
Qusyairi:
‫ف‬ ُ ‫ع ْن َم َحبَّتِ ِه ِل ْلعَ ْب ِد فَ ْال َح ُّق‬
َ ‫س ْب َحانَهُ ي ُْو‬
ُ ‫ص‬ َ ‫س ْب َحانَهُ ِب َها ِل ْل َع ْب ِد َوا َ ْخبَ َر‬ َ ٌ‫ا َ ْل َم َحبَّةُ َحالَةٌ ش َِر ْيفَة‬
ُ ‫ش ِه َداْل َح َّق‬
ُ ‫ف ِباَنَّهُ ي ُِحبُّ ْال َح َّق‬
ُ‫س ْب َحا نَه‬ ُ ‫ص‬ َ ‫ِباَنَّهُ ي ُِحبُّ ْال َع ْب َد َو ْال َع ْب ُد ي ُْو‬

1 Abuddin nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT RajaGrafindo persada, 2013), cet. XII, hlm.179.

2
“al-mahabbah adalah merupakan hal (keadaan) jiwa yang mulia yang
bentuknya adalah disaksikannya (kemutlakan) Allah SWT., oleh hamba,
selainjutnya yang dicintai itu juga menyatakan cinta kepada yang dikasihi-
Nya dan yang seseorang hamba mencintai Allah SWT”.
Mahabbah (kecintaan) Allah kepada hamba yang dicintai-Nya itu
selanjutnya dapat mengambil bentuk iradah dan rahmah Allah yang diberikan
kepada hamba-Nya dalam bentuk pahala dan nikmat yang melimpah.
Mahabbah berbeda dengan al-raghbah, karena mahabbah adalah cinta yang
tanpa dibarengi dengan harapan pada hal-hal yang bersifat duniawi,
sedangkan al-raghbah cinta yang disertai perasaan rakus, keinginan yang kuat
dan ingin mendapatkan sesuatu walaupun harus mengorbankan segalanya.2
Selanjutnya Harun Nasution mengatakan bahwa mahabbah adalah cinta dan
yang dimaksud cinta ialah cinta kepada Tuhan. Lebih lanjut Harun Nasution
mengatakan, pengertian yang diberikan kepada mahabbah antara lain yang
berikut:
1. Memeluk kepatuhan pada Tuhan dan membenci sikap melawan kepada-
Nya.
2. Menyerahkan seluruh diri kepada yang dikasihi.
3. Mengosongkan hati dari segala-galanya kecuali dari yang dikasihi, yaitu
Tuhan.
Dilihat dari segi tingkatannya, mahabbah sebagai dikemukakan al-
Sarraj, sebagai dikutip Harun Nasution, ada tiga macam, yaitu mahabbah
orang biasa, mahabbah orang shidiq dan mahabbah orang yang arif. Mahabbah
orang yang biasa mengambil bentuk selalu mengingat Allah dengan zikir, suka
menyebut nama-nama Allah dan memperoleh kesenangandalam berdialog
dengan Tuhan, senantiasa memuji Tuhan. Selanjutnya mahabbah orang shidiq
adalah cinta orang yang kenal pada tuhan, pada kebesaran-Nya, pada
kekuasaan-Nya, pada ilmu-Nya dan lain-lain. Cinta yang dapat
menghilangkan tabir yang memisahkan diri seseorang dari Tuhan dan dengan
demikian dapat melihat rahasia-rahasia yang ada pada Tuhan. Ia mengadakan

2 Ibid, hlm. 180.

3
dialog dengan Tuhan dan memperoleh kesenangan dari dialog itu. Cinta
tingkat kedua ini membuat orangnya sanggup menghilangkan kehendak dan
sifat-sifatnya sendiri, sedang hatinya penuh dengan perasaan cinta kepada
Tuhan dan selalu rindu pada-Nya. Sedangkan cinta orang yang arif adalah
cinta orang yang tahu betul pada Tuhan, Cinta serupa ini timbul karena telah
tahu betul pada Tuhan. Yang dilihat dan dirasa bukan lagi cinta, tetapi diri
yang dicintai. Akhirnya sifat-sifat yang dicintai masuk ke dalam diri yang
mencintai.3
Ketiga tingkat mahabbah tersebut tampak menunjukkan sesuatu proses
mencintai, yakni mulai dari mengenal sidat-sifat Tuhan dengan menyebut-Nya
melalui zikir, dlanjutkan dengan leburnya diri (fana) pada sifat-sifat Tuhan itu,
dan akhirnya menyatu kekal (baqi) dalam sifat Tuhan. Dari ketiga tingkat ini
tampaknya cinta yang tarakhirlah yang ingin dituju oleh mahabbah.
Dari uraian tersebut kita dapat memperoleh pemahaman bahwa
mahabbah adalah sesuatu keadaan jiwa yang mencintai Tuhan sepenuh hati,
sehingga yang sifat-sifat yang dicintai (Tuhan) masuk ke dalam diri yang
dicintai. Tujuannya adalah untuk memperoleh kesenangan batiniah yang sulit
dilukiskan dengan kata-kata, tetapi hanya dapat dirasakan oleh jiwa. Selain itu
uraian di atas juga menggambarkan bahwa mahabbah adalah
merupakan hal yaitu keadaan mental, seperti perasaan senang, perasaan sedih,
perasaan takut dan sebagainya. Hal pertalian dengan maqam, karena hal bukan
diperoleh atas usaha manusia, tetapi terdapat sebagai anugerah dan rahmat dari
Tuhan. Dan berlainan pula dengan maqam, hal bersifat sementara, datang dan
pergi bagi seorang sufi dalam perjalanan mendekati Tuhan.
Sementara itu ada pula pendapat yang mengatakan al-
mahabbah Adalah satu istilah yang hampir selalu berdampingan dengan
ma‟rifah, baik dalam kedudukannya maupun dalam pengertiannya. kalau
ma‟rifah adalah merupakan tingkat pengetahuan kepada Tuhan melalui mata
hati (al-qolb), maka mahabbah adalah perasaan kedekatan dengan Tuhan
melalui cinta (roh). Seluruh jiwanya terisi oleh rasa kasih dan cinta kepada

3 Ibid, hlm. 181.

4
Allah SWT. rasa cinta itu tumbuh karena pengetahuan dan pengenalan kepada
Tuhan sudah sagat jelas dan mendalam, sehingga yang dilihat dan dirasa
bukan lagi cinta, tetapi diri yang dicintai. Oleh karena itu, menurut al-Ghazali,
mahabbah itu maninfestasi dari ma‟rifah kepada Tuhan.
Pendapat yang terakhir ini ada juga benarnya jika dihubungkan dengan
tingkatan mahabbah sebagaimana dikemukakan di atas. Apa yang disebut
sebagai ma‟rifah oleh al-Ghazali itu pada hakikatnya sama dengan mahabbah
tingkat kedua sebagai dikemukakan al-Sarraj di atas, sedangkan mahabbah
yang dimaksud adalah mahabbah tingkat ketiga. Dengan demikian kedudukan
mahabbah lebih tinggi dari ma‟rifah.4
B. Alat untuk mencapai mahabbah
Para ahli tasawuf menggunakan pendekatan psikologi untuk mencapai
mahabbah, yaitu pendekatan yang melihat adanya potensi rohaniah yang ada
dalam diri manusia. Harun Nasution, dalam bukunya falsafah dan mistis
dalam islam mengatakan, bahwa alat untuk memperoleh ma‟rifah oleh sufi
disebut sir (‫) ِسر‬. Dengan mengutip pendapat al-Qusyairi, Harun Nasution
mengatakan, bahwa dalam diri manusia ada tiga alat yang dapat dipergunakan
untuk berhubungan dengan tuhan. Pertama, al-qolb (‫ )القلب‬hati sanubari,
sebagai alat untuk mengetahui sifat-sifat Tuhan. Kedua, roh (‫ )الروح‬sebagai
alat untuk mencintai Tuhan. Ketiga, sir (‫) ِسر‬, yaitu alat untuk mencintai Tuhan.
Sir lebih halus dari roh. Kelihatannya sir bertempat di roh, dan roh bertempat
di qolb, dan roh lebih halus dari qolb, dan sir timbul dan dapat menerima
iluminasi dari Allah, kalau qolb dan roh telah suci sesuci-sucinya dan kosong-
sekosongnya, tidak berisi apa pun.
Dengan keterangan tersebut, dapat diketahui bahwa alat untuk
mencintai Tuhan adalah roh, yaitu roh yang sudah dibersihkan dari dosa dan
maksiat, serta dikosongkan dari kecintaan kepada segala sesuatu, melaikan
hanya diisi oleh cinta kepada Tuhan.
Roh yang digunakan untuk mencintai Tuhan itu telah dianugerahkan
Tuhan kepada manusia sejak kehidupannya dalam kandungan ketika umur

4 Ibid, hlm. 182-183.

5
empat bulan. Dengan demikian, alat untuk mahabbah itu sebenarnya telah
diberikan Tuhan. Manusia tidak tahu sebenarnya hakikat roh itu. Yang
mengetahui hanyalah Tuhan. Allah berfirman5:
)٥٨( ‫الرو ُح ِم ْن أ َ ْم ِر َربِّي َو َما أُوتِيت ُ ْم ِمنَ ْال ِع ْل ِم إِال قَ ِليال‬
ُّ ‫الروحِ قُ ِل‬ َ َ‫َويَسْأَلُونَك‬
ُّ ‫ع ِن‬

dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang roh. Katakanlah:


"Roh itu Termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan
melainkan sedikit".(QS Al-Isra‟ [17]: 85).

)٩٢( َ‫اجدِين‬
ِ ‫س‬َ ُ‫وحي فَقَعُوا لَه‬
ِ ‫س َّو ْيتُهُ َونَفَ ْختُ فِي ِه ِم ْن ُر‬
َ ‫فَإ ِ َذا‬

Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah


meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya
dengan bersujud[796]. (QS Al-Hijr [15]: 29).

Dimaksud dengan sujud di sini bukan menyembah, tetapi sebagai


penghormatan.

Selanjutnya di dalam Hadits pun diinformasikan bahwa manusia itu


diberikan roh oleh Tuhan, pada saat manusia berada dalam usia empat bulan di
dalam kandungan. Hadits tersebut selanjutnya berbunyi:

َ‫علَقَ ِ ّمثْ َل ذَ لِكَ ث ُ َّم يَ ُك ْون‬


َ َ‫طفَةً ث ُ َّم يَ ُك ْون‬ْ ُ‫ط ِن ا ُ ِ ّم ِه ا َ ْر بَ ِعيْنَ يَ ْو ًما ن‬
ْ َ‫اس يُجْ َم ُع خ َْلقُهُ فِى ب‬ َ َّ‫ا َِّن الن‬
ُّ ‫س ُل اِلَ ْي ِه ْال َملَكَ فَيَ ْنفُ ُخ فِ ْي ِه‬
‫الر ْو ُح‬ َ ‫ضغَةً ِ ّمثْ َل َذلِكَ ث ُ َّم ي ُْر‬ْ ‫ُم‬
"Sesungguhnya manusia dilakukan pencipataannya dalam
kandungan ibunya, selama empat puluh hari dalam bentuk nutfah (segumpal
darah), kemudian menjadi alaqoh (segumpal daging yang menempel) pada
waktu yang juga empat puluh hari, kemudian dijadikan mudghoh (segumpal
daging yang telah berbentuk) pada waktu yang juga empat puluh hari,
kemudian Allah mengutus malaikat untuk menghembuskan roh kepada-
Nya. (HR. Bukhari-Muslim).”

5 Ibid, hlm. 183.

6
Dua ayat dan satu Hadits tersebut di atas selain menginformasikan
bahwa manusia dianugerahkan roh oleh tuhan, juga menunjukkan bahwa
roh itu pada dasarnya memiliki watak tunduk dan patuh pada Tuhan. Roh
yang wataknya demikian itulah yang digunakan para sufi untuk mencintai
Tuhan.6

C. Tokoh yang mengembangkan Mahabbah


Hampir seluruh literatur bidang tasawuf menyebutkan bahwa tokoh
yang memperkenalkan ajaran mahabbah ini adalah Rabiah al Adawiah. Hal ini
didasarkan pada ungkapan-ungkapannya yang menggambarkan bahwa ia
menganut faham tersebut.
Rabiah al Adawiah adalah seorang zahid perempuan yang amad besar
dari basrah Irak ia hidup antara tahun 713-801 H. sumber lain menyebutkan
bahwa ia meninggal dunia dalam tahun 185 H/796 M. menurut riwayatnya ia
adalah seorang hamba yang kemudian dibebaskan. Dalam hidup selanjutnya ia
banyak beribadat, bertaubat dan menjauhi hidup duniawi. Ia hidup dalam
kesederhanaan dan menolak segala bantuan material yang diberikan orang
kepadanya. Dalam berbagai doa yang dipanjatkannya ia tak mau meminta hal-
hal yang bersifat materi dari Tuhan. Ia betul-betul hidup dalam keadaan zuhud
dan hanya ingin berada dekat dengan Tuhan.7
Ia terkenal sebagai Ulama Shufi wanita yang mempunyai banyak
murid dari kalangan wanita pula. Rabi‟ah menganut ajaran zuhud dengan
menonjolkan falsafah hubb (cinta) dan syauq (rindu) kepada Allah. Salah satu
pernyataannya yang melukiskan falsafah hubb dan syauq yang mewarnai
kehidupannya adalah :

‫ش ْوقًااِلَ ْي ِه‬
َ ‫عبَ ْد تُهُ ُحبًّا لَهُ َو‬ ُّ ‫ط ْمعًافِ ْى َجنَّتِ ِه فَا َ ُك ْونَ َك ْاْل َ ِجي ِْرال‬
َ =‫س ْو ِء‬ َ ‫ام ْن نَا ِر ِه َو َال‬
ِ ً‫عبَ ْد تُهُ خ َْوف‬
َ َ ‫ما‬

6 Ibid, hlm. 184.


7 Ibid, hlm. 185.

7
Artinya: Saya tidak menyembah Allah karena takut kepada neraka-
Nya, dan tidak pula tamak (untuk mendapatkan) syurga; (karena hal itu)
akan menjadikan saya seperti pencuri imbalan yang berakhlaq buruk.
(Ketahuilah), bahwa saya menyembah-Nya karena cinta dan rindu kepada-
Nya.
Di antara ucapannya yang terkenal tentang zuhd ialah-sebagaimana
diriwayatkan oleh al-Hujwiri dalam kitabnya Kasyf al-Mahjub: “ Suatu
ketika aku membaca cerita bahwa seorang hartawan berkata pada Rabi‟ah:
„Mintalah kepadaku segala kebutuhanmu!‟ Rabi‟ah menjawab: „Aku ini
begitu malu meminta hal-hal duniawi kepada Pemiliknya. Maka bagaimana
bisa aku meminta hal itu kepada orang yang bukan Pemiliknya?”
Di antara ucapan-ucapannya yang menggambarkan tenteng
konsep zuhd yang dimotivasi rasa cinta adalah: “ Wahai Tuhan! Apa pun
bagiku dunia yang Engkau karuniakan kepadaku, berikanlah kepada musuh-
musuhMu. Dan apa pun yang Engkau akan berikan padaku kelak di akhirat,
berikan saja pada teman-temanMu. Bagiku, Engkau pribadi sudah cukup.”8
Riwayat lain menyebutkan bahwa ia selalu menolak lamaran-
lamaran pria sholih, dengan mengatakan: ”Akad nikah adalah bagi pemilik
kemaujud dan luar biasa. Sedangkan pada diriku hal itu tidak ada, karena
aku telah berhenti maujud dan telah lepas dari diri. Aku maujud dalam
Tuhan dan diriku sepenuhnya miliknya. Aku hidup dalam naungan
firmannya. Akad nikah mesti diminta darinya, bukan dariku”. Rabiah
tenggelam dalam kesadaran kedekatan dengan Tuhan. Ketika sakit ia
berkata kepada tamu yang menanyakan sakitnya: “demi Allah aku tak
merasa sakit, lantaran surga telah ditampakkan bagiku sedangkan aku
merindukannya dalam hati, dan aku merasa bahwa Tuhanku cemburu
kepadaku, lantas mencelaku. Dialah yang membuatku bahagia.”
Cinta Rabiah yang tulus tanpa mengharapkan sesuatu pada Tuhan,
terlihat dari ungkapan doa-doa yang disampaikannya. Ia misalnya berdoa
“Ya Tuhanku, bila aku menyembahmu lantaran aku takut kepada neraka,

8 http://yestijasmine.blogspot.com/2014/01/mahabbah-menurut-konsep-tasawuf.html

8
maka bakarlah diriku dalam neraka; dan bila aku menyembah-Mu karena
mengharapkan surga, maka jauhkanlah aku dari surga; Namun jika aku
menyembah-Mu demi engkau, maka janganlah engkau tutup keindahan
abadi-Mu.9
Kecintaan Dalam lariknya yang lain, lebih tampak lagi cintanya
Rabi‟ah terhadap Allah. Dalam mengungkapkan rasa cintanya ini, dia
bersenandung:

‫احبك حبين حب الهوى وحب ال نك أهل لذاكا فاما الذى هو حب الهوى فشغلنى بذ‬
‫كرك عمن سواك وأما الذى انت أهل له فكشفك لى الحجب حت اراكا فال احمد فى ذاوال‬
‫ذاكا لى ولكن لك احمد فى ذا و ذاكا‬
Aku cinta Kau dengan dengan dua model cinta, Cinta rindu dan cinta
karena Kau layak dicinta. Adapun cinta rindu, karena hanya Kau kukenang
selalu bukan selainMu. Adapun cinta karena Kau layak dicinta, karena Kau
singkapkan tirai sampai Kau nyata bagiku. Bagiku, tidak ada puji untuk ini
dan itu. Tapi sekalian puji, hanya bagiMu selalu.
Atas syair-syair tersebut, al-Ghazaali mengatakan: “Barangkali yang
ia maksud dengan cinta kerinduan itu ialah cinta kepada Tuhan, karena
kasih sayang, rahmat dan iradah Allah telah sampai kepadanya”. Karena
Allah telah menganugerahkan roh, sehuingga ia dapat menyebut dan dekat
dengan-Nya.
Syair-syair tersebut ia ucapkan pada saat telah datang keheningan
malam dengan gemerlapnya bintang, tertutupnya pintu-pintu istana raja dan
orang-orang telah terbui dalam tidurnya. Waktu malam sengaja dipilih
karena pada waktu itulah roh dan daya rasa yang ada dalam diri manusia
tambah meningkat dan tajam, tak ubahnya seorang yang bercinta yang
selalu mengharapkan waktu-waktu malam untuk selalu bersamaan.10

9 Abuddin nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT RajaGrafindo persada, 2013), cet. XII, hlm.186.
10 Abuddin nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT RajaGrafindo persada, 2013), cet. XII, hlm. 187.

9
D. Mahabbah Dalam Al-Qur’an Dan Hadis
Paham mahabbah sebagaimana disebutkan di atas mendapatkan tempat
di dalam al-Qur‟an. Banyak ayat-ayat dalam al-Qur‟an yang menggambarkan
bahwa antara manusia dengan Tuhan dapat saling bercinta. Misalnya ayat
yang berbunyi:

ُ‫قُ ْل ا ِْن ُك ْنت ُ ْم ت ُ ِحب ُّْونَ هللاَ فَا تَّبِعُ ْونِ ْي يُحْ بِ ْب ُك ُم هللا‬
Jika kamu cinta kepada Allah, maka turutlah aku dan Allah akan
mencintai kamu. (QS. Ali „Imran, 3: 30)
ُ‫َيأ ْ تِى هللاُ بِقَ ْو ٍم ي ُِّحبُّ ُه ْم َوي ُِحب ُّْو نَه‬
Allah akan mendatangkan suatu umat yang dicintai-Nya dan yang
mencintai-Nya. (QS. Al-Maidah, 5: 54).
Di dalam hadis juga dinyatakan sebagai berikut:
‫ص ًرا َويَدًا‬ َ ُ‫ي بِا لنَّ َوا فِ ِل َحتَّى ا ُ ِحبَّهُ َو َم ْن اَحْ بَ ْبتُهُ ُك ْنتُ لَه‬
َ َ‫س ْمعًا َو ب‬ َّ َ‫ب إِ ل‬ َ ‫َو َال يَزَ ا ُل‬
ُ ‫ع ْب ِد ى يَتَقَ َّر‬
Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan
perbuatan-perbuatan hingga Aku cinta padanya. Orang yang Kucintai
menjadi telinga, mata dan tangan-Ku.
Kedua ayat dan satu hadis tersebut diatas memberitakan petunjuk
bahwa antara manusia dan Tuhan dapat saling mencintai, karena alat untuk
mencintai Tuhan, yaitu roh adalah berasal dari roh Tuhan. Roh Tuhan dan
roh yang ada pada manusia sebagai anugerah Tuhan bersatu dan terjadilah
mahabbah. Ayat dan hadis tersebut juga menjelaskan bahwa pada saat
terjadi mahabbah diri yang dicintai telah menyatu dengan yang mencintai
yang digambarkan dalam telinga, mata dan tangan Tuhan. Dan untuk
mencapai keadaan tersebut dilakukan dengan amal ibadah yang dilakukan
dengan sungguh-sungguh.11

11 Ibid, hlm. 187.

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mahabbah adalah mencintai secara mendalam, Kata mahabbah
tersebut selanjutnya digunakan untuk menunjukkan pada suatu paham atau
aliran dalam tasawuf, yaitu mahabbah yang artinya kecintaan yang mendalam
secara ruhian sepenuh hati pada Tuhan, sehingga yang sifat-sifat yang dicintai
(Tuhan) masuk ke dalam diri yang dicintai. Tujuannya adalah untuk
memperoleh kesenangan batiniah yang sulit dilukiskan dengan kata-kata,
tetapi hanya dapat dirasakan oleh jiwa.

Alat untuk memperoleh ma‟rifah oleh sufi disebut sir (‫) ِسر‬. Dengan
mengutip pendapat al-Qusyairi, Harun Nasution mengatakan, bahwa dalam
diri manusia ada tiga alat yang dapat dipergunakan untuk berhubungan dengan
tuhan. Pertama, al-qolb (‫ )القلب‬hati sanubari, sebagai alat untuk mengetahui
sifat-sifat Tuhan. Kedua, roh (‫ )الروح‬sebagai alat untuk mencintai Tuhan.
Ketiga, sir (‫) ِسر‬, yaitu alat untuk mencintai
Tuhan. .

Rabiah al-Adawiah adalah seorang tokoh mahabbah Ia terkenal


sebagai Ulama Shufi dan seorang zahid wanita yang mempunyai banyak
murid dari kalangan wanita pula. Rabi‟ah menganut ajaran zuhud dengan
menonjolkan falsafah hubb (cinta) dan syauq (rindu) kepada Allah.

Manusia dan Tuhan dapat saling mencintai, karena alat untuk


mencintai Tuhan, yaitu roh adalah berasal dari roh Tuhan. Roh Tuhan dan roh
yang ada pada manusia sebagai anugerah Tuhan bersatu dan terjadilah
mahabbah. .

11
DAFTAR PUSTAKA
Nata, Abuddin. 2013. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada
http://yestijasmine.blogspot.com/2014/01/mahabbah-menurut-konsep-
tasawuf.html
https://bakaaynam19.blogspot.com/2016/03/tasawuf-mahabbah.html?m=1,
diakses pada 28 Agustus 2021, pukul 11:04

12

Anda mungkin juga menyukai