Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

MAHABBAH, AL HULUL, DAN WAHDATUL WUJUD

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah :

AKHLAK DAN TASAWUF

Dosen pengampu :

Didik Wahyudi, M.Pd

Disusun oleh :

Shandi Saputra (2111040220)

Syafira Azzahra (2111040273)

Tina Buroidah (2111040275)

PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT Yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga makalah yang berjudul "Mahabbah, Al-Hulul, dan Wahdatul Wujud”
ini dapat diselesaikan dengan baik.

Shalawat serta salam tidak lupa selalu di sanjung-agungkan untuk junjungan kita yaitu Nabi
Muhammad SAW. Semoga kita semua bisa bertemu dengan beliau di yaumil akhir kelak dan
tidak lupa untuk selalu bersyukur kepada Allah SWT yang telah memberi kita nikmat sehat
dan telah member kita petunjuk yang paling benar yakni Syariah agama Islam yang sempurna
dan merupakan satu-satunya karunia paling besar bagi seluruh alam semesta.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari bapak Didik
Wahyudi, M.Pd pada mata kuliah Akhlak dan Tasawuf.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ini.Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat terhadap
pembaca.
DAFTAR ISI

COVER…………………………………………………………………………………………

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………..

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………

1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………….

1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………………

1.3 Tujuan Penulisan………………………………………………………………………..

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………….

2.1 Mahabbah………………………………………………………………….....................

2.2 Al-Hulul………………………………………………………………………………...

2.3 Wahdatul Wujud………………………………………………………………………..

BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………..

3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………...

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………..
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia terdiri dari dua dimensi, yaitu raga dan jiwa. Oleh karena itu dalam upayanya
memenuhi kebutuhan jiwa itu, pembahasan tentang manusia selalu menarik, terutama dari
sisi jiwa, yaitu religius-spritualis. Cepat atau lambatnya perjalanan spiritual seseorang
ditentukan bukan hanya kuantitas, melainkan juga kualitas mujahadah dan riyadhah.

Bagi kaum Sufi itu dapat terjadi dengan melalui beberapa jalan yang panjang dan
berliku,dengan beberapa maqamat, di antaranya Mahabbah, Al-Hulul, dan Wahdat Al-Wujud.
Artinya, antara satu sufi dengan yang lain mempunyai jumlah maqam yang berbeda karena
maqamat itu terkait erat dengan pengalaman sufi itu sendiri.

Pencapaian maqam tertinggi yang diidamkan bagi seorang sufi tentu bersatunya sang
pencinta dan yang dicinta. Konsep penyatuan ini bagi Al-Hallaj dikenal dengan istilah Hulul
dan bagilbnu Arabi menyebutnyadenganistilahWahdat Al-Wujud. Namun demikian secara
konsepsi ada sedikit perbedaan yang mendasar diantara para sufi tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Mahabbah?


2. Apa yang dimaksud dengan Al-Hulul?
3. Apa yang dimaksud denganWahdatul Wujud?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Dapat memahami pengertian dari Mahabbah.


2. Dapat memahami pengertian dari Al-Hulul.
3. Dapat memahami pengertian dari Wahdatul Wujud.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Mahabbah

• Pengertian Mahabbah

Kata mahabbah berasal dari kata ahabba, yuhibbu, mahabatan, yang secara harfiah berarti
mencintai secara mendalam, atau kecintaan yang mendalam. Mahabbah adalah suatu keadaan
jiwa yang mencintai Tuhan sepenuh hati sehingga sifat-sifat yang dicintai (Tuhan) masuk ke
dalam diri yang mencintai.

Dalam kajian tasawuf, mahabbah berarti mencintai Allah dan mengandung arti patuh
kepada-Nya dan membenci sikap yang melawan kepada-Nya, mengosongkan hati dari
segala-galanya kecuali Allah SWT serta menyerahkan seluruh diri kepada-Nya.

Dengan uraian tersebut kita dapat memperoleh pemahaman bahwa mahabbah adalah
suatu keadaan jiwa yang mencintai Tuhan sepenuh hati, Sehingga sifat-sifat yang dicintai
(Tuhan) masuk ke dalam diri yang dicintai. Tujuannya adalah untuk memperoleh kesenangan
batiniah yang sulit dilukiskan dengan kata-kata, tetapi hanya dapat dirasakan oleh jiwa.

• Dasar Hukum Mahabbah

Ajaran mahabbah memiliki dasar dan landasan, baik di dalam Al-quran maupun Sunah
Nabi SAW. Dalil-dalil dalam al-Qur’an, misalnya sebagai berikut:

ّ ّ ّ ً ‫ش ُّد ُح ّبا‬
‫ِّل َولَ ْو‬ َ َ ‫ّللا َو َّالذّينَ آ َمنُواْ أ‬
ّ ّ ّ ّ‫ّللا أَن َدادا ً ي ُّحبُّو َن ُه ْم َك ُحب‬ ّ ‫اس َمن َيتَّ ّخذُ ّمن د‬
ّ ّ ‫ُون‬ ّ ‫َو ّمنَ ال َّن‬
ّ ‫شدّي ُد ْالعَذَا‬
‫ب‬ ّ ّ ّ َ ‫اب أ َ َّن ْالقُ َّوة‬
َ ّ ‫ِّل َج ّميعا ً َوأ َ َّن‬
َ ‫ّللا‬ َ َ‫ظلَ ُمواْ إّ ْذ َي َر ْونَ ْالعَذ‬
َ َ‫َي َرى الَّذّين‬

Artinya : ”Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Tuhan selain Allah sebagai
tandingan, yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang -orang yang beriman
sangat besar cintanya kepada Allah. Sekiranya orang-orang yang berbuat zalim itu melihat,
ketika mereka melihat azab (pada hari Kiamat), bahwa kekuatan itu semuanya milik Allah
dan bahwa Allah sangat beratazab-Nya (niscaya mereka menyesal)”. (QS. Al Baqarah/2:
165)\=
• Tokoh Yang Mengembangkan Paham Mahabbah

Aliran mahabbah dipelopori dan dikembangkan oleh seorang sufi wanita yang bernama
Rabi’ah Al-‘Adawiah. Rabi’ah al-adawiyah adalah seorang zahid perempuan yang amat besar
dari bashrah, Irak. Ia lahir di Basrah pada tahun 714 M. Rabiah kehilangan kedua orang
tuanya waktu ia masih kecil. Ketiga orang kakaknya perempuan juga meninggal ketika
wabah kelaparan melanda basra. Ia sendiri jatuh ketangan orang yang kejam, dan orang ini
menjualnya sebagai budak belia dengan harga yang tidak seberapa.

Si kecil Rabiah menghabiskan waktunya dengan melaksanakan segala perintah


majikannya. Malam hari di laluinya dengan berdoa. Pada suatu malam, majikannya melihat
tanda kebesaran rohani Rabiah, ketika Rabiah berdoa kepada Allah “Ya Rabbi, Engkau telah
membuatku menjadi budak belian seorang manusia sehingga aku terpaksa mengabdi
kepadanya. Seandainya aku bebas, pasti aku persembahkan seluruh waktu dalam hidupku ini
untuk berdoa kepadaMu”.

Tiba-tiba tampak cahaya di dekat kepalanya, dan melihat itu majikannya menjadi sangat
ketakutan. Keesokan harinya Rabiah dibebaskan oleh majikannya tersebut. Setelah bebas,
Rabiah menghabiskan waktunya hanya untuk beribadah kepada Allah SWT. Cinta Rabi’ah
yang tulus tanpa mengharapkan sesuatu pada Tuhan, terlihat dari ungkapan doa-doa yang
disampikannya.

2.2 Al Hulul

• Pengertian Al - Hulul

Secara etimologi, “Hulul” berasal dari kata “Halla yahlul-hululan” yang berarti
menempati. Al hulul dapat berarti menempati suatu tempat. Jadi hulul secara bahasa berarti
“Tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu, yang telah lenyap sifat
kemanusiaannya melalui fana’. Adapun menurut istilah, hulul berarti paham yang
mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat
di dalamnya setelah sifat sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh manusia itu dilenyapkan.

Menurut Abu Nasr al Tusi dalam al Luma’ sebagai dikutip Harun Nasution, Hulul adalah
paham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk
mengambil tempat di dalamnya setelah kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan.
Paham bahwa Allah dapat mengambil tempat pada diri manusia ini, bertolak dari dasar
pemikiran Al Hallaj yang mengatakan bahwa pada diri manusia terdapat dua sifat dasar, yaitu
lahut berasal dari perkataan ilah yang berarti Tuhan atau sifat ketuhanan. Sedangkan nasut
berasal dari perkataan nas yang berarti manusia atau sifat kemanusiaan. Ini dapat dilihat dari
teorinya mengenai kejadian manusia dalam bukunya yang bernama al Thawasin.

Menurut Al Hallaj, antara manusia dan Tuhan terdapat jarak sehingga masing-masing
mempunyai hakikat sendiri-sendiri. Akan tetapi, antara dua hakikat itu terdapat kesamaan.
Dengan demikian, bila kesamaan itu telah semakin mendekat, kaburlah garis pemisah antara
keduanya. Ketika itu terjadilah “persatuan” (hulul) antara Al Haqq dengan manusia.

• Firman dan Hadist Al - Hulul

Pemikiran Al Hulul dari Al Hallaj bermula dari pendapatnya yang mengatakan bahwa
dalam diri manusia sebenarnya ada sifat-sifat ketuhanan. Untuk dasar pemikiran itu, ia
menta’wilkan ayat Al Qur’an yang menyerukan agar malaikat bersujud untuk Adam. Karena
yang berhak untuk diberi sujud hanyalah Allah, maka Al Hallaj memahami bahwa dalam diri
Adam sebenarnya ada unsur ketuhanan.

Ia berpendapat demikian karena sebelum Tuhan menjadikan makhluk, Ia hanya melihat


diri-Nya sendiri. Dalam kesendirian-Nya itu terjadilah dialog antara Tuhan dengan diri-Nya
sendiri, yaitu dialog yang di dalamnya tidak terdapat kata ataupun huruf. Yang dilihat Allah
hanyalah kemuliaan dan ketinggian zat-Nya. Allah melihat kepada zat-Nya dan Ia pun cinta
pada zat-Nya sendiri, cinta yang tak dapat disifatkan, dan cinta inilah yang menjadi sebab
wujud dan sebab dari yang banyak ini. Ia pun mengeluarkan dari yang tiada bentuk copy dari
diri-Nya yang mempunyai sifat dan nama-Nya. Bentuk copy ini adalah Adam. Setelah
menjadikan Adam dengan cara itu, Ia memuliakan dan mengagungkan Adam. Ia cinta pada
Adam, dan pada diri Adam Allah muncul dalam bentuknya. Dengan demikian pada diri
Adam terdapat sifat-sifat yang dipancarkan Tuhan yang berasal dari Tuhan sendiri.

Dengan cara demikian maka manusia mempunyai sifat ketuhanan dalam dirinya. Hal ini
dipahami dari Firman Allah yang berbunyi :

‫ﺫﺍﻭ ﺎﻧﻟﻘ ﺔﻜﺋﻟﻣﻟﻟ ﺪﺠﺴﺍ ﺍﻮ ﺩﻷ ﻡ ﺩﺠﺴﻓ ﺍﻭ ﻻﺍ ﺲﻴﻟﺒﺍ ﻰﺒﺍ‬

﴿‫ﺮﺒﻜﺘﺴﺍﻭ ﻦﺎﻜﻭ ﻦﻤ ﻦﻴﺮﻓﻜﻠﺍ ﴾ﺓﺮﻗﺒﻠﺍ‬


Dan ingatlah ketika Kami berkata kepada malaikat : “Sujudlah kepada Adam”, semuanya
sujud kecuali Iblis, yang enggan dan merasa besar. Ia menjadi yang tidak percaya. (QS. Al
Baqarah : 34)

Paham bahwa Allah menjadikan Adam menurut bentuk-Nya, dapat dipahami dari hadits yang
berbunyi :

‫ﻦﺍ ﷲﺍ ﻖﻠﺨ ﺩﺍ ﻡ ﻰﻠﻋ ﻪﺗﺮﻮﺼ‬

Tuhan menciptakan Adam sesuai dengan bentuk-Nya.

Dengan melihat ayat dan hadits tersebut, al Hallaj berkesimpulan bahwa dalam diri
manusia terdapat sifat ketuhanan (lahut) dan dalam diri Tuhan juga terdapat sifat
kemanusiaan (nasut). Jika sifat ketuhanan yang ada dalam diri manusia bersatu dengan sifat
kemanusiaan yang ada dalam diri Tuhan maka terjadilah Hulul. Untuk sampai ke tahap
seperti ini manusia harus terlebih dahulu menghilangkan sifat-sifat kemanusiaanya (al nasut).

Untuk melenyapkan sifat al nasut, seorang hamba harus memperbanyak ibadah.


Dengan membersihkan diri melalui ibadah dan berhasil usahanya dalam melenyapkan sifat
tersebut, maka yang tinggal dalam dirinya hanya sifat al lahut. Pada saat itulah sifat al nasut
Tuhan turun dan masuk ke dalam tubuh seorang sufi, sehingga terjadilah hulul dan peristiwa
ini terjadi hanya sesaat. Pernyataan al Hallaj bahwa dirinya tetap ada, yang terjadi adalah
bersatunya sifat Tuhan di dalam dirinya, sebagaimana ungkapan syairnya, maha suci zat yang
sifat kemanusiaan-Nya membukakan rahasia ketuhanan-Nya yang gemilang. Kemudian
kelihatan bagi makhluknya dengan nyata dalam bentuk manusia yang makan dan minim.

• Tokoh Yang Mengembangkan Paham Al-Hulul

Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa tokoh yang mengembangkan paham al


Hulul adalah al Hallaj. Nama Lengkapnya adalah Husein bin Mansur al Hallaj. Ia lahir tahun
244H (856M) di negeri Baidha, persia. Dia tinggal sampai dewasa di Wasith, dekat Baghdad,
dan dalam usia 16 tahun ia telah pergi belajar pada seorang sufi yang terbesar dan terkenal,
bernama Sahl bin Abdullah al Tustur di negeri Ahwaz. Selanjutnya ia berangkat ke Bashrah
dan belajar pada seorang sufi bernama Amr al Makki, dan pada tahun 264H ia masuk kota
Baghdad dan belajar pada al Junaid yang juga seorang sufi. Selain itu ia pernah juga
menunaikan ibadah haji di Mekkah selama tiga kali. Dengan riwayat hidup yang singkat ini
jelas bahwa ia memiliki dasar pengetahuan tentang tasawuf yang cukup kuat dan mendalam.
Dalam perjalanan hidup selanjutnya ia pernah keluar masuk penjara akibat konflik
dengan ulama fikih. Ibn Daud al Isfahani dikenal sebagai ulama fikih penganut mazhab
Zahiri, suatu mazhab yang hanya mementingkan zahir nas ayat belaka. Fatwa yang
menyesatkan yang dikeluarkan oleh Ibn Daud itu sangat besar pengaruhnya terhadap diri al
Hallaj, sehingga al Hallaj ditangkap dan dipenjarakan. Setelah satu tahun, dia dapat
meloloskan diri berkat bantuan seorang sifir penjara.

Dari Baghdad ia melarikan diri ke Sus, suatu wilayah yang terletak di Ahwaz. Setelah
bersembunyi selama 4 tahun, dan tetap pada pendiriannya, akhirnya ia ditangkap kembali dan
dimasukkan ke penjara selama 8 tahun. Akhirnya pada tahun 309H (921M) diadakan
persidangan ulama di bawah pengawasan Kerajaan Bani Abbas, Khalifah Mu’tashim Billah.
Dan akhirnya pada tanggal 18 Zulkaidah 309H (921M) al Hallaj dijatuhi hukuman mati. Ia
dihukum bunuh, dengan terlebih dahulu dipukul dan dicambuk, lalu disalib, sesudah itu
dipotong kedua tangan dan kakinya, dipenggal lehernya, dan ditinggalkan tergantung bagian-
bagian tubuh itu di pintu gerbang kota Baghdad, dengan maksud untuk menjadi peringatan
bagi ulama lainnya yang berbeda pendirian

Dalam paham al Hulul yang dikemukakan al Hallaj tersebut ada dua hal yang dapat
dicatat, yaitu :

1. Paham al Hulul merupakan pengembangan atau bentuk lain dari paham mahabbah
sebagaimana disebutkan dibawa Rabi’ah al Adawiyah.
2. Paham al Hulul juga menggambarkan adanya ittihad atau kesatuan rohaniah dengan
Tuhan. Namun Harun Nasution membedakan kesatuan rohaniah yang dialami al
Hallaj melalui al Hulul, dengan kesatuan rohaniah yang dialami Abu Yazid dalam al
Ittihad.

Perbedaan antara Ittihad al Bustami dengan Hulul al Hallaj, dalam ittihad yang dilihat satu
wujud, sedang dalam hulul ada dua wujud, tetapi bersatu dalam satu tubuh.

2.3 Wahdatul Al-Wujud

• Pengertian Wahdatul Al-Wujud

Wahdat al-wujud adalah ungkapan yang terdiri dari dua kata, yaitu wahdat dan al-
wujud. Wahdat artinya sendiri, tunggal atau kesatuan, sedangkan al-wujud artinya ada.
Dengan demikian wahdat al-wujud berarti kesatuan wujud. Kata wahdah selanjutnya
digunakan untuk arti yang bermacam-macam. Di kalangan ulama klasik ada yang
mengartikan wahdah sebagai sesuatu yang zatnya tidak dapat dibagi-bagi pada bagian yang
lebih kecil. Selain itu kata al-wahdah digunakan pula oleh para ahli filsafat dan sufistik
sebagai suatu kesatuan antara materi dan roh, substansi (hakikat) dan forma (bentuk), antara
yang tampak (lahir) dan yang batin, antara alam dan Allah, karena alam dari segi hakikatnya
&adim dan berasal dari Tuhan.

• Faham Wahdatul Al-wujud


Faham wahdat al-wujud yang dikemukakan oleh ibn Arabi dapat dijelaskan bahwa wujud
yang hakiki itu hanyalah Satu, walaupun ada banyak macam penampakan keluarnya.
Artinya,bahwa makhluk & adalah aspek lahirnya, sedangkan aspek batin dari segala sesuatu
ini adalah Allah. Dengan demikian, dari segi hakekat tidak ada perbedaan antara Khalil &
dan makhluk & jika terlihat perbedaan antara khalil dan makhluk maka itu karena dilihat
dengan pandangan panca indra lahir dan karena keterbatasan akal dalam menangkap hakikat
yang ada Dzatnya dari kesatuan dzatiyah, yang semua yang ada terhimpun pada-Nya.

Faham wahdat al- wujud dilihat sebagai faham yang mempersamakan Tuhan dengan
makhluk yang terang bertentangan dengan perintah Tuhan untuk tidak mempersamakan-Nya
dengan suatu apapun juga. Disamping itu,konsep ini juga telah melahirkan penjelasan-
penjelasan (konsep- konsep) yang secara jelas bertentangan dengan ayat- ayat Al- Qur’an.
Diantara konsep- konsep tersebut adalah :

1. Fir’aun dikatakan mukmin yang sempurna imannya. Pemahaman seperti ini jelas
bertentangan dengan firman Allah SWT berikut : Dan sesungguhnya Kami telah
mengutus Musa dengan tanda- tanda (kekuasaan) Kami dan mukjizat yang
nyata,kepada firaun dan pemimpin kaumnya, tetapi mereka mengikuti perintah firaun,
padahal sekali- kali perintan firaun bukanlah (perintah yang benar).ia berjalan di
muka kaumnya di hari kiamat lalu memasukkan mereka kedalam neraka. Neraka itu
seburuk- buruknya tempat yang didatangi.dan mereka selalu diikuti dengan kutukan
di dunia ini dan dan ( begitu pula )di hari kiamat.laknat itu seburuk- buruk pemberian
yang diberikan.”
2. Semua orang kafir yang ada di muka bumi adalah orang mukmin yang
bertauhid,bermakrifat dan mencapai Tuhan. Faham seperti ini bertolak belakang
dengan substansi ajaran Al- Quran dan sunnah rasulullah SAW. Yang membersihkan
Allah dari segala yang tidak baik. Al-Quran dan sunnah tidak pernah menjelaskan
bahwa substansi kejelekan ,kebejatan dan kehinaan adalah Allah.Menganggap Allah
saja mempunyai anak sudah dinilai oleh Al-Quran sebagai kemungkaran yang
membuat langit hampir pecah,bumi terbelah dan gunung- gunung runtuh. Allah
berfirman : “Dan mereka berkata: Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil
(mempunyai) anak”. Sesungguhnya kamu telah mendatangkan suatu perkara
yang sangat mungkar, hampir- hampir langit pecah karena ucapan itu dan bumi
belah, dan gunung- gunung runtuh, karena mereka mendakwakan Allah Yang
Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak. Tidak ada seorangpun di langit dan di
bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan yang Maha Pemurah selaku seorang hamba.
Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka
dengan hitunga yang teliti. Dan tiap- tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari
kiamat dengan sendiri- sendiri”. Nabi Harun dikatakan bersalah karena melarang Bani
Israel untuk menyembah anak sapi, sedangkan patung anak sapi itu adalah salah
satu bentuk- bentuk sesembahan yang Hak. Kesalahan Nabi Harun adalah karena ia
tidak mengetahui kebenaran bahwa yang disembah bani Israel itu substansinya adalah
Tuhan.
3. Bersumber dari faham wahdat al-wujud,konsep pahala dan dosa tidak jelas.siapa yang
memberi pahala dan kepada siapa yang diberikan pada saat seseorang melakukan
kebaikan atau kebajikan. Siapa yang berdosa dan kepada siapa dosa itu disandarkan
pada saat seseorang melakukan pelanggaran atau kejahatan. Ini menjadi sebuah
pertanyaan yang besar, karena manusia itu sendiri adalah bahagianyang tidak
terpisahkan dari Tuhan. Faham seperti ini disamping mendobrak prinsip- prinsip
ajaran islam,juga dapat mengancam nilai - nilai moral umat manusia, sebab faham
seperti itu pada prinsipnya tidak lagi mengenal mana mana yang baik dan mana yang
buruk, mana yang benar dan mana yang salah. Bukankah semua adalah perbuatan
tuhan.karena itu, didalam literature tasawuf pernah dikenal seorang tokoh sufi
beraliran wahdat al- wujud. Faham seperti ini disamping mendobrak prinsip- prinsip
ajaran islam,juga dapat mengancam nilai - nilai moral umat manusia, sebab
faham seperti itu pada prinsipnya tidak lagi mengenal mana mana yang baik dan
mana yang buruk,mana yang benar dan mana yang salah.Bukankah semua
adalah perbuatan tuhan.karena itu, didalam literature tasawuf pernah dikenal seorang
tokoh sufi beraliran wahdat al- wujud, Ibn Al-Farid, yang mempunyai beberapa
wanita simpanan yang selalu ia datangi untuk berdansa dan bercumbu dengan mereka.
Semua agama sama. Ini adalah buah dari faham wahdat al-wujud. Karena semua
bersumber dari Tuhan dan bahkan semua hakikatnya adalah Tuhan Yang Maha
Benar, maka tidak ada satupun didunia ini yang tidak benar,termasuklah
agama atau kepercayaan. Memandang salah satu agama saja yang benar berarti
mempersempit arti kebenaran, padahal sebenarnya semua adalah kebenaran, sebab
semua adalah Tuhan Yang Maha Benar. Ini jelas bertolak belakang dengan Ayat —
ayat Al-Quran yang sangat banyak menerangkan mana yang benar dan mana yang
salah, mana yang hak dan mana yang batil. Para Rasul pun diutus untuk mengajak
kepada kepada kebenaran dan menghindari kebatilan atau kejahatan.

• Tokoh Pembawa Ajaran Wahdat al-Wujud


Ibnu Arabi
Paham Wahdatul Wujud dibawa oleh Muhyiddin Ibn Arabi yang lahir di Murcia, Spanyol
di tahun 115. Setelah selesai studi di Seville, ia pindah ke Tunis di tahun 1185, dan di sana
ia masuk aliran sufi. Di tahun 122 M. ia pergi ke Mekkah dan meninggal di Damaskus di
tahun 128 M. Menurut Hamka, Ibn Arabi dapat disebut sebagai orang yang telah sampai
pada puncak wahdatul wujud. Dia telah menegakkan pahamnya dengan berdasarkan
renungan pikir dan filsafat dan zauf & tasawuf. la menyajikan ajaran tasawufnya dengan
bahasa yang agak berbelit-belit dengan tujuan untuk menghindari tuduhan, fitnah dan
ancaman kaum awam sebagaimana dialami al- Hallaj.
Dari kutipan-kutipan di atas, jelas sekali bahwa Ibn Arabi masih membedakan antara
Tuhan dan alam, dan wujud Tuhan itu tidak sama dengan wujud alam. Meskipun di satu sisi
terkesan menyamakan Tuhan dengan alam, di sisi lain ia menyucikan Tuhan dari adanya
persamaan. Penjelasan berikutnya dari Ibn Arabi mengenai proses kejadian penciptaan alam
dan hubungannya dengan kedua ajaran tersebut sebagai berikut; Pertama, wujud
Tuhan sebagai wujud mutlak, yaitu dzat yang mandiri dan tidak berhajat kepada suatu apa
pun. Kedua, wujud Haqiqah Muhammadiyyah sebagai emanasi (pelimpahan) pertama dari
wujud Tuhan dan dari sini muncul segala yang wujud dengan proses tahapan-tahapannya
sebagaimana yang dikemukakan di atas. Dengan demikian Ibn Arabi menolak ajaran
yang mengatakan bahwa alam semesta ini diciptakan dari tiada (cretio ex nihili). Selanjutnya,
ia mengatakan bahwa Nur Muhammad itu qadim dan merupakan sumber emanasi dengan
berbagai macam kesempurnaan ilmiah dan amaliah yang terealisasikan pada para nabi dan
semenjak adam.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Mahabbah berarti mencintai Allah. Aliran mahabbah dikembangkan oleh seorang sufi
wanita yang bernama Rabi’ah Al-‘Adawiah. Sedangkan Hulul secara bahasa berarti Tuhan
mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu, yaitu manusia yang telah dapat
melenyapkan sifat-sifat kemanusiaannya melalui fana. Tokoh yang mengembangkan paham
al-Hulul adalah Husein bin Mansur al-Hallaj. Ia lahir tahun (224 H/858 M). Yang terakhir,
Wahdatul wujud digunakan oleh para ahli filsafat dan sulfistik sebagai suatu kesatuan
antaramakhluk dan roh, lahir dan batin, antara alam dan Allah, karena pada hakikatnya alam
adalahQadim dan berasal dari Allah. Tokoh yang mengembangkan paham ini diantaranya
adalah MuhyAl-Din Ibnu Arabi dan Syekh Siti Jenar.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/37533760/MAKALAH_TASAWUF_Wahdatul_Wujud_Ittihad_d
an_Hulul

https://anaksuryono.blogspot.com/2017/09/makalah-tasawuf-mahabbah-fana-baqa.html

https://www.scribd.com/doc/250250964/Makalah-Wahdatul-Wujud-doc

Anda mungkin juga menyukai