Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

FILSAFAT MAHABBAH

Dosen Pengampu: Muhamad Zaril Gapari, M.Pd.

Disusun Oleh:

MIRNAWATI (202200420015)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

STIT PALAPA NUSANTARA LOMBOK-NTB

TA. 2022-2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala
ni’mat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta
salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang
menjadi tauladan bagi kita semua.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Kritik dan saran penulis butuhkan untuk menjadi lebih
baik. Semoga makalah yang sederhana ini mampu memberi manfaat bagi penulis
dan teman-teman lainnya.
Selebung, 07 Januari 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................2
C. Tujuan.......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian, Tujuan dan Kedudukan Mahabbah........................................3
B. Macam-Macam Mahabbah.......................................................................5
C. Tujuan dan Kedudukan Mahabbah...........................................................7
D. Mahabbah Dalam Al-Qur’an Dan Hadis..................................................8
BAB III PENUTUP
Kesimpulan...............................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA

3
4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ajaran cinta kasih ternyata tidak hanya milik agama Kristen saja. Nabi
Muhammad diutus oleh Allah untuk membawa misi sebagai kasih sayang
bagi alam semesta (rahmah lil ‘alamin).1 Lebih jauh lagi, tasawuf sebagai
salah satu bentuk pemahaman dalam Islam telah memperkenalkan betapa
ajaran cinta (mahabbah) menempati kedudukan yang tinggi. Hal itu terlihat
dari bagaimana para ulama sufi, seperti al-Ghazali,
menempatkan mahabbah sebagai salah satu tingkatan puncak yang harus
dilalui para sufi.2
Wajah sejuk dan teduh tasawuf yang mendedahkan cinta, dari dulu sejak
zaman Rabi’ah al-Adawiyah hingga di zaman modern sekarang, tak pelak
menarik orang-orang yang tertarik dengan pencarian kebahagiaan dan
kebenaran hakiki. Apalagi di zaman modern sekarang ketika alienasi sosial
begitu banyak terjadi, terutama di masyarakat Barat. Alienasi tersebut terjadi
di antaranya karena kemajuan material ternyata banyak mengorbankan
penderitaan spiritual. Kemudahan-kemudahan hidup yang dihasilkan oleh
kemajuan teknologi modern membuat banyak orang jadi mengabaikan ruang
rohani dalam dirinya.
Mahabbah adalah cinta, atau cinta yang luhur  kepada Tuhan yang suci
dan tanpasyarat,tahapan menumbuhkan cinta kepada Allah, yaitu: keikhlasan,
perenungan, pelatihan spiritual, interaksi diri terhadap kematian, sehingga
tahap cinta adalah tahap tertinggi oleh seorang ahli yang menyelaminya.
Didalamnya kepuasan hati (ridho), kerinduan (syauq) dan keintiman (uns).

1 Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam.(QS. Al-Anbiya: 107).
2 Lihat, penjelasan al-Ghazali tentang hal ini dalam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-
Ghazali, Ihya Ulumiddin, (Beirut, Dar al-Ma’rifah, tt), juz IV, hal. 293 dan seterusnya.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian, tujuan dan kedudukan mahabbah?
2. Apa saja macam-macam mahabbah?
3. Apa tujuan dan kedudukan mahabbah?
4. Bagaimana penjelasan mahabbah dalam al-qur’an dan hadis?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa pengertian, tujuan dan kedudukan mahabbah;
5. Untuk mengetahui apa saja macam-macam mahabbah;
6. Untuk mengetahui apa tujuan dan kedudukan mahabbah;    
2. Untuk mengetahui bagaimana penjelasan mahabbah dalam al-qur’an dan
hadis.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian, Tujuan dan Kedudukan Mahabbah


Kata mahabbah berasal dari kata ahabba, yuhibbu,mahabatan,yang secara
harfiah berarti mencintai secara mendalam, atau kecintaan atau cinta yang
mendalam. Selain itu al-mahabbah dapat pula berarti kecenderungan kepada
sesuatu yang sedang berjalan. dalam Mu’jam al-falsafi,Jamil Shabila
mengatakan mahabbah adalah lawan dari al-baghd, yakni cinta lawan dari
benci. Al-mahabbah dapat pula berarti al-wadud, yakni yang sangat kasih
atau penyayang. Selain itu al-mahabbah dapat pula berarti kecenderungan
kepada sesuatu yang sedang berjalan , dengan Tujuan untuk memperoleh
kebutuhan yang bersifat material maupun spiritual, seperti cinta seorang anak
pada orang tuanya maupun sebaliknya, seorang pada sahabatnya, suatu
bangsa terhadap pada tanah airnya, atau seorang pekerja kepada
pekerjaannya. Mahabbah pada tingkat selanjutnya dapat pula berarti suatu
usaha sungguh-sungguh dari seseorang untuk mencapai tingkat rohaniah
tertinggi dengan tercapainya gambaran Yang Mutlak, yaitu cinta kepada
Tuhan.3
Kata mahabbah tersebut selanjutnya digunakan untuk menunjukkan pada
suatu paham atau aliran dalam tasawuf. Dalam hubungan ini mahabbah
objeknya lebih ditujukan kepada Tuhan. Dari sekian banyak arti mahabbah
yang dikemukakan diatas, tampaknya ada juga yang cocok dengan arti
mahabbah yang di kehendaki dalam tasawuf, yaitu mahabbah yang artinya
kecintaan yang mendalam secara ruhian pada Tuhan.
Menurut Harun Nasution mengatakan bahwa mahabbah adalah cinta dan
yang dimaksud cinta ialah cinta kepada Tuhan. Lebih lanjut Harun Nasution
mengatakan, pengertian yang diberikan kepada mahabbah antara lain yang
berikut:

3 Abuddin nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT RajaGrafindo persada, 2013), cet. XII, hlm.179.

3
1. Memeluk kepatuhan pada Tuhan dan membenci sikap melawan
kepadaNya.
2. Menyerahkan seluruh diri kepada yang dikasihi.
3. Mengosongkan hati dari segala-galanya kecuali dari yang dikasihi, yaitu
Tuhan.
Dilihat dari segi tingkatannya, mahabbah sebagai dikemukakan al-Sarraj,
sebagai dikutip Harun Nasution, ada tiga macam, yaitu mahabbah orang
biasa, mahabbah orang shidiq dan mahabbah orang yang arif. Mahabbah
orang yang biasa mengambil bentuk selalu mengingat Allah dengan zikir,
suka menyebut nama-nama Allah dan memperoleh kesenangandalam
berdialog dengan Tuhan, senantiasa memuji Tuhan. Selanjutnya mahabbah
orang shidiq adalah cinta orang yang kenal pada tuhan, pada kebesaran-Nya,
pada kekuasaan-Nya, pada ilmu-Nya dan lain-lain. Cinta yang dapat
menghilangkan tabir yang memisahkan diri seseorang dari Tuhan dan dengan
demikian dapat melihat rahasia-rahasia yang ada pada Tuhan. Ia mengadakan
dialog dengan Tuhan dan memperoleh kesenangan dari dialog itu. Cinta
tingkat kedua ini membuat orangnya sanggup menghilangkan kehendak dan
sifat-sifatnya sendiri, sedang hatinya penuh dengan perasaan cinta kepada
Tuhan dan selalu rindu pada-Nya. Sedangkan cinta orang yang arif adalah
cinta orang yang tahu betul pada Tuhan, Cinta serupa ini timbul karena telah
tahu betul pada Tuhan. Yang dilihat dan dirasa bukan lagi cinta, tetapi diri
yang dicintai. Akhirnya sifat-sifat yang dicintai masuk ke dalam diri yang
mencintai.4
Ketiga tingkat mahabbah tersebut tampak menunjukkan sesuatu proses
mencintai, yakni mulai dari mengenal sidat-sifat Tuhan dengan menyebut-
Nya melalui zikir, dlanjutkan dengan leburnya diri (fana) pada sifat-sifat
Tuhan itu, dan akhirnya menyatu kekal (baqi) dalam sifat Tuhan. Dari ketiga
tingkat ini tampaknya cinta yang tarakhirlah yang ingin dituju oleh
mahabbah.

4 Harun Nasution, Falsafah dan ..., hlm. 63.

4
B. Macam-Macam Mahabbah
Dalam Qur’an cinta memiliki 8 pengertian berikut ini penjelasannya:5
1. Mahabbah mawaddah adalah jenis cinta mengebu-gebu, membara
dan“nggemesi”. Orang yang memiliki cinta jenis mawaddah, maunya
selaluberdua, enggan berpisah dan selalu ingin memuaskan dahaga
cintanya. Ia ingin memonopoli cintanya, dan hampir tak bisa berfikir lain.
2. Mahabbah rahmah adalah jenis cinta yang penuh kasih sayang,
lembut,siap berkorban, dan siap melindungi. Orang yang memiliki cinta
jenis rahmah ini lebih memperhatikan orang yang dicintainya
dibandingterhadap diri sendiri. Baginya yang penting adalah kebahagiaan
sangkekasih meski untuk itu ia harus menderita. Ia sangat memaklumi
kekurangan kekasihnya dan selalu memaafkan kesalahan kekasihnya.
Termasuk dalam cinta rahmah adalah cinta antar orang yang bertalian
darah, terutama cinta orang tua terhadap anaknya, dan sebaliknya. Dari
itu maka dalam al Qur’an , kerabat disebut al arham, dzawi al
arham ,yakni orang-orang yang memiliki hubungan kasih sayang secara
fitri, yang berasal dari garba kasih sayang ibu, disebut rahim (dari
katarahmah). Sejak janin seorang anak sudah diliputi oleh suasana
psikologis kasih sayang dalam satu ruang yang disebut rahim.Selanjutnya
diantara orang-orang yang memiliki hubungan darah dianjurkan untuk
selalu ber silaturrahim, atau silaturrahmi artinya menyambung tali kasih
sayang.Suami isteri yang diikat oleh cinta mawaddah dan rahmah
sekaligus biasanya saling setia lahir batin-dunia akhirat.
3. Mahabbah mail, adalah jenis cinta yang untuk sementara sangat
membara, sehingga menyedot seluruh perhatian hingga hal-hal lain
cenderung kurang diperhatikan. Cinta jenis mail ini dalam al Qur’an
disebut dalam konteks orang poligami dimana ketika sedang jatuh cinta
kepada yang muda (an tamilu kulla al mail), cenderung mengabaikan
kepada yang lama.

5 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf...,hlm. 210

5
4. Mahabbah syaghaf. Adalah cinta yang sangat mendalam, alami, orisinil
dan memabukkan. Orang yang terserang cinta jenis syaghaf (qad
syaghafaha hubba) bisa seperti orang gila, lupa diri dan hampir-hampir
tak menyadari apa yang dilakukan. Al Qur’an menggunakan term syaghaf
ketika mengkisahkan bagaimana cintanya Zulaikha, istri pembesar Mesir
kepada bujangnya, Yusuf.
5. Mahabbah ra’fah, yaitu rasa kasih yang dalam hingga
mengalahkannorma-norma kebenaran, misalnya kasihan kepada anak
sehingga tidak tega membangunkannya untuk salat, membelanya
meskipun salah. Al Qur’an menyebut term ini ketika mengingatkan agar
janganlah cinta ra`fah menyebabkan orang tidak menegakkan hukum
Allah, dalam hal ini kasus hukuman bagi pezina (Q/24:2).
6. Mahabbah shobwah, yaitu cinta buta, cinta yang mendorong
perilakupenyimpang tanpa sanggup mengelak. Al Qur’an menyebut term
ni ketikamengkisahkan bagaimana Nabi Yusuf berdoa agar dipisahkan
denganZulaiha yang setiap hari menggodanya (mohon dimasukkan
penjara saja),sebab jika tidak, lama kelamaan Yusuf tergelincir juga
dalam perbuatanbodoh, wa illa tashrif `anni kaidahunna ashbu ilaihinna
wa akun min aljahilin (Q/12:33)
7. Mahabbah syauq (rindu). Term ini bukan dari al Qur’an tetapi darihadis
yang menafsirkan al Qur’an. Dalam surat al `Ankabut ayat 5dikatakan
bahwa barangsiapa rindu berjumpa Allah pasti waktunya akantiba.
Kalimat kerinduan ini kemudian diungkapkan dalam doama’tsurdari
hadis riwayat Ahmad; wa as’aluka ladzzata an nadzori ila wajhikawa as
syauqa ilaliqa’ika,aku mohon dapat merasakan nikmatnya
memandang wajah Mu dan nikmatnya kerinduan untuk berjumpa dengan
Mu.Menurut Ibn al Qayyim al Jauzi dalam kitab Raudlat al Muhibbin
waNuzhat al Musytaqin, Syauq (rindu) adalah pengembaraan hati
kepadasang kekasih (safar al qalb ila al mahbub), dan kobaran cinta
yangapinya berada di dalam hati sang pecinta, hurqat al mahabbah wa
iltihab naruha fi qalbalmuhibbi

6
8. Mahabbah kulfah. yakni perasaan cinta yang disertai kesadaran mendidik
kepada hal-hal yang positip meski sulit, seperti orang tua yang menyuruh
anaknya menyapu, membersihkan kamar sendiri, meski ada pembantu.
Jenis cinta ini disebut al Qur’an ketika menyatakan bahwa Allah tidak
membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya,
layukallifullah nafsan illa wus`aha (Q/2:286)

C. Tujuan dan Kedudukan Mahabbah


Al-mahabbah dapat berarti kecenderungan pada sesuatu yang sedang
berjalan, dengan tujuan untuk memperoleh kebutuhan yang bersifat material
maupun spiritual, seperti cintanya seseorang yang kasmaran pada sesuatu
yang dicintainya.Mahabbah pada tingkat selanjutnya berarti suatu usaha
sungguh-sungguh dari seseorang untuk mencapai tingkat rohaniah tertinggi
dengan tercapainya gambaran Yang Mutlak, yaitu cinta kepada Tuhan.Kata
mahabbah selanjutnya digunakan untuk menunjukkan suatu paham atau aliran
dalam tasawuf.Mahabbah obyeknya lebih ditujukan pada Tuhan.Jadi,
Mahabbah artinya kecintaan yang mendalam secara ruhiah pada Tuhan.6
Keutamaan mahabbah dijelaskan Rasul dalam haditsnya: “Diriwayatkan
dari Anas bin Malik r.a: Seorang lelaki yang berasal dari pedalaman
bertanya kepada Rasulullah s.a.w: Kapankah berlakunya Kiamat?
Rasulullah s.a.w bersabda: Apakah persediaan kamu untuk menghadapinya?
Ia menjawab: Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah s.a.w bersabda:
Kamu akan tetap bersama orang yang kamu cintai”. Selain itu Mahabbah
dapat mengantarkan hamba yang memiliki kecintaan tersebut di antara
penghuni langit.Sebab para malaikat akan selalu mencintai orang-orang yang
dicintai oleh Allah atas kedekatannya dengan-Nya, juga karena mereka selalu
memenuhi perintah Allah”.7

6 Muslim bin al-Hajjaj Abu al-Husain al-Qusyairi an-Naisaburi, Sahih Muslim, ed. Muhammad
Fuad Abd al-Baqi, (Beirut: Dar Ihya at-Turats al-Arabi, tt), juz 1, hal. 67.
7 Lihat, penjelasan al-Ghazali pada Kitab al-Mahabbah wa asy-Syauq wa ar-Ridha, dalam al-
Ghazali, Ihya Ulumiddin, op. cit., juz 4, hal. 296-300.

7
D. Mahabbah Dalam Al-Qur’an Dan Hadis
Paham mahabbah sebagaimana disebutkan di atas mendapatkan tempat di
dalam al-Qur’an. Banyak ayat-ayat dalam al-Qur’an yang menggambarkan
bahwa antara manusia dengan Tuhan dapat saling bercinta. Misalnya ayat
yang berbunyi:8

     ُ ‫هللا‬ َ ‫قُ ْل ِانْ ُك ْن ُت ْم ُت ِحب ُّْو َن‬


‫هللا َفا َّت ِبع ُْو ِنيْ يُحْ ِب ْب ُك ُم‬
Artinya: Jika kamu cinta kepada Allah, maka turutlah aku dan Allah akan
mencintai kamu. (QS. Ali ‘Imran, 3: 30)

‫َيْأ تِى هللاُ ِب َق ْو ٍم ُّي ِح ُّب ُه ْم َو ُي ِحب ُّْو َن ُه‬


Artinya: Allah akan mendatangkan suatu umat yang dicintai-Nya dan
yang mencintai-Nya. (QS. Al-Maidah, 5: 54).
Di dalam hadis juga dinyatakan sebagai berikut:9

ُ ‫َواَل َي َزا ُل َع ْب ِد ى َي َت َقرَّ بُ ِإ َليَّ ِبا ل َّن َوا ف ِِل َح َّتى ا ُ ِح َّب ُه َو َمنْ اَحْ َب ْب ُت ُه ُك ْن‬
‫ت‬
‫صرً ا َو َي ًدا‬َ ‫ َسمْ عًا َو َب‬  ‫َل ُه‬
Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan perbuatan-
perbuatan hingga Aku cinta padanya. Orang yang Kucintai menjadi telinga,
mata dan tangan-Ku.
Kedua ayat dan satu hadis tersebut diatas memberitakan petunjuk bahwa
antara manusia dan Tuhan dapat saling mencintai, karena alat untuk
mencintai Tuhan, yaitu roh adalah berasal dari roh Tuhan. Roh Tuhan dan roh
yang ada pada manusia sebagai anugerah Tuhan bersatu dan terjadilah
mahabbah. Ayat dan hadis tersebut juga menjelaskan bahwa pada saat terjadi
mahabbah diri yang dicintai telah menyatu dengan yang mencintai yang
digambarkan dalam telinga, mata dan tangan Tuhan. Dan untuk mencapai
keadaan tersebut dilakukan dengan amal ibadah yang dilakukan dengan
sungguh-sungguh.10

BAB III
8 H. A Mustofa, Drs, Akhlak Tasawwuf, Pustaka Setia, Bandung, 2008
9 Hadits riwayat Ubaidah bin Shamit, dikeluarkan oleh Bukhari 11/308 dalam “Ar Raqaqq” bab “
orang-orang yang senang bertemu Allah.
10Hadits dikeluarkan oleh Ibnu Abu daud dalam bukunya, Al-Auliya’, Al-Hakim, Ibnu
Marduwaih, Abu Nua’im dalam Al-Asma’, dan Ibnu Aakir dari Anas.

8
PENUTUP

Kesimpulan
Mahabbah adalah mencintai secara mendalam, Kata mahabbah tersebut
selanjutnya digunakan untuk menunjukkan pada suatu paham atau aliran
dalam tasawuf, yaitu mahabbah yang artinya kecintaan yang mendalam
secara ruhian sepenuh hati pada Tuhan, sehingga yang sifat-sifat yang dicintai
(Tuhan) masuk ke dalam diri yang dicintai. Tujuannya adalah untuk
memperoleh kesenangan batiniah yang sulit dilukiskan dengan kata-kata,
tetapi hanya dapat dirasakan oleh jiwa..
Macam-macam mahabbah adalah:
1. Mahabbah mawaddah
2. Mahabbah rahmah
3. Mahabbah mail
4. Mahabbah syaghaf
5. Mahabbah ra’fah
6. Mahabbah shobwah
7. Mahabbah syauq (rindu)
8. Mahabbah kulfah
Manusia dan Tuhan dapat saling mencintai, karena alat untuk mencintai
Tuhan, yaitu roh adalah berasal dari roh Tuhan. Roh Tuhan dan roh yang ada
pada manusia sebagai anugerah Tuhan bersatu dan terjadilah
mahabbah.              .

9
DAFTAR PUSTAKA

Abu al-Wafa al-Ghanimi al-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman, Suatu


Pengantar tentang Tasawuf, terj. Ahmad Rofi’ Utsmani, (Bandung:
Pustaka, 1985
http://yestijasmine.blogspot.com/2014/01/mahabbah-menurut-konsep-
tasawuf.html
Muhammad bin Ismail Abu Abdillah al-Bukhari al-Ja’fi, al-Jami’ as-Shahih al-
Mukhtashar, ed.
Nata, Abuddin. 2013. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada
Nasution Harun, Falsafah dan Mistisisme dalam Islam, Bulan Bintang, Jakarta,
1983)

Anda mungkin juga menyukai