i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT. karena berkat limpahan
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini kami buat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Akhlak Tasawwuf.
Penyusunan makalah ini tidak berniat untuk mengubah materi yang sudah tersusun.
Namun, hanya membandingkan beberapa materi yang sama dari berbagai referensi.
Kami ucapkan terima kasih kepada bapak Drs. Sokon Saragih, M.Ag, sebagai
pengajar mata kuliah Akhlak Tasawuf yang telah membimbing kami. Dan tidak lupa
kepada rekan-rekan yang telah ikut berpartisipasi sehingga makalah ini selesai tepat
pada waktunya. Kami sebagai penyusun pastinya tidak pernah lepas dari kesalahan.
Begitu pula dalam penyusunan makalah ini yang mempunyai banyak kekurangan. Oleh
karena itu kami mohon maaf atas segala kekurangannya.
Kelompok I
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1) Apa itu pengertian, tujuann dan kedudukan mahabbah?
2) Apa alat atau media yang digunakan dalam proses mencapai mahabbah?
3) Siapa saja tokoh yang mengembangkan mahabbah?
4) Bagaimana mahabbah dalam pandangan Al-Qur’an dan hadits?
5) Apa itu pengertian, tujuann dan kedudukan ma’rifat?
6) Apa alat atau media yang digunakan dalam proses mencapai ma’rifat?
7) Siapa saja tokoh yang mengembangkan ma’rifat?
8) Bagaimana ma’rifat dalam pandangan Al-Qur’an dan hadits?
C. Tujuan
1) Untuk mengetahui pengertian, tujuann dan kedudukan mahabbah.
2) Untuk mengetahui alat atau media yang digunakan dalam proses mencapai
mahabbah.
3) Untuk mengetahui siapa saja tokoh yang mengembangkan mahabbah.
4) Untuk mengetahui mahabbah dalam pandangan Al-Qur’an dan hadits.
5) Untuk mengetahui pengertian, tujuann dan kedudukan ma’rifat.
4
6) Untuk mengetahui alat atau media yang digunakan dalam proses mencapai
ma’rifat.
7) Untuk mengetahui tokoh-tokoh yang mengembangkan ma’rifat.
8) Untuk mengetahui ma’rifat dalam pandangan Al-Qur’an dan hadits.
5
BAB II
PEMBAHASAN
1
Prof. Dr. H. Mahmud Yunus. Kamus Arab Indonesia. (Jakarta : PT. Mahmud Yunus Wa Dzurriyat.
2010). Hlm. 95
2
Drs. H. Sokon Saragih. Memahami Akhlak Tasawwuf Dalam Islam. Medan. 2023
3
Mina Wati. Konsep Mahabbah dan Ma’rifat dalam Tasawwuf. ( https://digilib.uin-
suka.ac.id/id/eprint/27053/2/13510011_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf ) Diakses pada 13
November 2023
6
B. Alat Proses Untuk Mencapai Mahabbah
Harun Nasution mengatakan bahwa dalam diri manusia ada tiga alat yang dapat
digunakan untuk berhubungan denga Tuhan; Pertama, hati, sebagai alat untuk
mengetahui sifat-sifat Tuhan. Kedua, roh, sebagai alat untuk mencintai Tuhan. Ketiga,
sir, alat untuk melihat Tuhan. Sir lebih halus daripada roh, dan roh lebih halus daripada
hati.4 Dari keterangan tadi dapat kita simpulkan bahwa alat utama untuk mencintai
Tuhan adalah roh. Roh yang sudah dibersihkan dari dosa dan maksiat, roh yang tidak
lagi memikirkan hal-hal yang berkaitan dengan hal-hal duniawi. Melainkan rih tersebut
hanya memikirkan Allah, mengisinya dengan hal-hal yang Allah cintai. Roh yang kita
gunakan untuk mencintai Tuhan ini telah dianugerahkan kepada kita sejak usia kita
empat bulan di dalam kandungan. Dan tidak ada yang mengetahui hakikat roh
sebenarnya kecuali Allah.
Nama Jalaluddin Rumi sudah tidak asing lagi di telinga kita. Nama lengkapnya
adalah Jalaluddin Muhammad al-Baikh al-Qunuwi. Ia mendapatkan julukan Rumi
karena ia menghabiskan banyak waktunya di Konya, dahulu dikenal dengan daerah
Rum (Roma), daerah Turki. Prof. Hamka menyebutkan bahwa nama lengkapnya
adalah Jalaluddin Muhammad bin Muhammad bin Husayn al-Khatibi al-Bakri. Ia
merupakan tokoh sufi sekaligus penyair. Di sepanjang sejarah ia telah menghabiskan
waktunya untuk mencari kebenaran-kebenaran dari agama. Banyak karya-karyanya
tertuang dalam bentuk syair maupun puisi yang sangat identik dengan agama serta
Tuhannya. 5Rumi lahir di Balkh yang sekarang lebih dikenal dengan nama Afghanistan.
Ia lahir pada tanggal 30 September 1207 dan meninggal pada tanggal 17 Desember
1273. Rumi juga sering dipanggil dengan nama maulana (Tuanku) oleh murid-murid
dan para sahabatnya karena ilmu-ilmu yang ia miliki baik itu maknawi maupun sosial.
4
Opcit, Hlm. 112
5
Abuddin Nata, MA., Ilmu Kalam, Filsafat Dan Tasawuf. Cet. V (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
2001). Hlm. 45
7
Selain sebagai seorang sufi, Rumi juga seorang yuridis, teolog, serta penyair yang
sangat masyhur di era abad ke-13 karena karya-karyanya ang luar biasa dan dapat
menarik para pencari kebenaran yang ada di seluruh dunia.
2) Ibn ’Arab
Ibn 'Arabῑ lahir pada tanggal 17 bulan Ramadhan 560 H / 28 Juli 1165 M, di
Mursia, Spanyol tenggara. Diceritakan pula bahwa pada suatu hari, ayah dari Ibnu
'Arabi, setelah belum memberkati anakanaknya, kemudian pergi ke Syaikh Abd al-
Qadir Jaylani untuk berdoa agar dia dikaruniai seoranganak laki-laki. Setelah beberapa
tahun Ibn 'Arabi lahir, dan sebelum Syaikh Abd al-Qadir hendak meninggal, dia
meminta untuk diberi nama "Muhy al-Din", dan dikatakan bahwa dalam satu kalimat
untuk cerita lain, Syaikh telah menggambarkan bahwa anak Ali yang lahir akan
menjadi seorang ulama besar dan penjaga ilmu Allah. 6
3) Rabi’ah Al-Adawiyah
Rabi'ah al-Adawiyah adalah sufi wanita yang memberi nuansa tersendiri dalam
dunia tasawuf dengan pengenalan konsep mahabbah. Sebuah konsep pendekatan diri
kepada Tuhan atas dasar kecintaan, bukan karena takut akan siksa neraka ataupun
mengharap surga. Cinta Rabiah merupakan cinta yang tidak mengharap balasan.
Rabiah adalah seorang zahidah sejati. Beliau merupakan pelopor tasawuf mahabbah,
yaitu penyerahan diri total kepada “kekasih” (Allah) dan ia pun dikenang sebagai ibu
para sufi besar (The Mother of The Grand Master).7 Rabiah diperkirakan lahir antara
tahun 713 - 717 Masehi, atau 95 - 99 Hijriah, di kota Basrah, Irakdan meninggal sekitar
tahun 801 Masehi / 185 Hijriah. Nama lengkapnya adalah Rabi'ah binti Ismail al-
Adawiyah al-Basriyah.
6
Ibid, Hlm. 55
7
Wasalmi. Mahabbah dalam Tasawwuf Rabi’ah Al-Adawiyah. (https://journal.uin-
alauddin.ac.id/index.php/sls/article/view/1302 ) Diakses pada 14 November 2023
8
D. Mahabbah dalam Pandangan Al-Qur’an dan Hadits
Menururt kami banyak sekali ayat-ayat al-qur’an dan hadits rasul yang
menjelaskan bahwa manusia mampu saling mencintai dengan Allah. Cara mendapati
cinta Allah itu melalui ruh kita. Ruh kita harus benar-benar suci dari hal-hal duniawi
agar cinta Allah mudah kita raih. Dan hal tersebut dicapai dengan melakukan ibadah
yang sungguh-sungguh.
Tujuan dari ma’rifah sudah jelas yaitu untuk mengenal Allah lebih jauh lagi
dengan mengetahui rahasia-rahasia agar dapat menumbuhkan rasa cinta yang sangat
dalam kepada-Nya. Dibandingkan dengan mahabbah, posisi ma’rifat berada setelah
mahabbah dalam tasawwuf. Mengapa demikian? Karena ma’rifat masih menggunakan
mata hati sedangkan mahabbah telah menggunakan ruh.
8
Prof. Dr. H. Mahmud Yunus. Kamus Arab Indonesia. (Jakarta : PT. Mahmud Yunus Wa Dzurriyat.
2010). Hlm.263.
9
Drs. H. Sokon Saragih. Memahami Akhlak Tasawwuf Dalam Islam. Medan. 2023
9
F. Alat Proses untuk Mencapai Ma’rifat.
Untuk mencapai ma’rifat sebenarnya dimulai dari bertafakkur tentang diri
sendiri. Bagaimana Allah mampu menciptakan tubuh kita dengan sedemikian
sempurna. Maksudnya kita terus berfikir tentang ciptaan Allah guna untuk mengetahui
hikmah dibalik penciptaannya. Dan untuk berfikirnya juga memerlukan hati. Oleh
karena itu hari memiliki peran penting di dalam meraih ma’rifat. Megapa hati menjadi
peran penting dalam hal ini? Karena dengan hati manusia mampu mengetahui,
berhubungan dan berdialog dengan hal-hal ghoib, khususnya berhubungan dan
berdialog dengan Allah.
Nama lengkapnya Abu> H}a>mid Muhammad bin Muhammad bin Ahmad al-
Ghaza>li. Dia di lahirkan di desa Ghuzala daerah T}u>s, salah satu kota di Khurasan
Persia pada tahun 450 H/1085M. Ayahnya meninggal saat ketika ia masih kecil,
sebelum meninggal ayahnya mentipkannya kepada sahabatnya seorang sufi, supaya
diurus dan dididik besama adiknya. Diserahkan pula sejumlah uang simpanan.
Pesannya, jika bekal itu habis, ia berharap kedua anaknya hidup mandiri dengan jalan
mengajar. Semua pesan itu dipenuhi dengan baik oleh sahabatnya. Kemudian setelah
berumah tangga dan dikarunia seorang anak laki-laki yang diberi nama Hamid, maka
beliau dipanggil dengan sebutan akrab “Abu Hamid” (Ayah Hamid).10
Namanya adalah Abu Muhammad Abdul Qadir bin Abu Shalih Musa Janki
Dausat bin Abu Abdullah bin Yahya Az-Zahid bin Muhammad bin Dawud bin Musa
bin Abdullah bin Musa Al-Jun bin Abdullah Al-Mahad. Lahir pada bulan Ramadhan
tahun 470 H yang bertepatan dengan tahun 1077 M di Jilan, yaitu sebuah kota yang
termasuk dalam bagian Thaburistan. Nama Jailani sebenarnya diambil dari nama
10
J Renard. Biograafi Tokoh dan Pemikiran tentang Ma’rifat.
(https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/3952/4/094411001_Bab3.pdf ) Diakses pada 14 November
2023
10
daerah kelahirannya sehingga kemudian dikenal sebagai Syaikh `Abdul Qadir al-Jilani,
sedangkan nama yang sebenarnya adalah Abu Muhammad Abdul Qadir. 11
11
Ibid.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mahabbah dan ma’rifat memiliki persamaan, yaitu hanya bisa di raih oleh
orang-orang yang bersih hati dan ruhnya. Untuk membersihkan hati dan ruh itu
memerlukan usaha yang sungguh-sunggu. Kita bisa meniru salah satu tokoh yang telah
kami paparkan sebagai pedoman kita dalam mengambil mahabbah dan ma’rifat ini.
Kedudukan mahabbah lebihh tinggi daripada ma;rifat. Karena mahabbah
menggunakan ruh, sedangkan malrifat menggunakan mata hati. ,edia yang digunakan
untuk mendapatkan mahabbah ialah ruh kita, sedangkan untuk ma’rifat yaitu hati.
B. Saran
Ma;rifat dan mahabbah ini sudah jelas membutuhkan guru atau mursyid, jadi
jangan pernah kita mencoba-coba mahabbah atau ma’rifat ini tabpa adanya seorang
mursyid. Karena itu bisa membahayakan diri kita sendiri.
12
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata, MA., Ilmu Kalam, Filsafat Dan Tasawuf. Cet. V (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada. 2001)
Drs. H. Sokon Saragih. Memahami Akhlak Tasawwuf Dalam Islam. Medan. 2023.
J Renard. Biograafi Tokoh dan Pemikiran tentang Ma’rifat. Diakses pada 14 November
2023
Mina Wati. Konsep Mahabbah dan Ma’rifat dalam Tasawwuf. Diakses pada 13
November 2023
Prof. Dr. H. Mahmud Yunus. Kamus Arab Indonesia. (Jakarta : PT. Mahmud Yunus Wa
Dzurriyat. 2010).
13