Anda di halaman 1dari 12

HUBB

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akhlaq Tasawuf


Dosen Pengampu: Dra. Maryatin, M.Pd.

Disusun oleh:
1. Ganjar Rizky Tirta Hardi (43010180009)
2. Fredella Kusuma Adicandra (43010180029)

KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2018

1
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah yang Maha Pengasih


dan Maha Penyayang. Atas segala berkah, nikmat kesehatan dan kesabaran yang
diberikannya, hingga pada akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah akhlak
tasawuf tentang hubb.
Shalawat dan salam tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW, teladan
mulia, inspirator cerdas, motivator tangguh dalam segala aspek kehidupan. Darinya,
pelajaran dan penyelesaian problematika kehidupan, agama maupun sosial, dapat kita
inplementasikan guna mempertahankan martabat kemanusiaan.
Makalah akhlak tasawuf tentang hubb ini adalah makalah yang membahas
tentang penjelasan hubb yang dapat menguatkan kita sebagai umat muslim sudah
semestinya untuk mempunyai rasa hubb yang tertanam dalam diri. Semoga makalah
ini bermanfaat bagi kami khususnya dan umumnya bagi para pembaca.
Bila terdapat dalam makalah ini kesalahan penulisan, kami selaku penulis
memohon maaf yang sebesar-besarnya, karena kami hanya makhluk yang dho’if yang
tidak punya apa-apa, dan kesempurnaan hanya milik Allah semata.

Salatiga, 04 Oktober 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

A. Latar Belakang ................................................................................................... 1

B. Rumusah Masalah .............................................................................................. 1

C. Tujuan ................................................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................. 3

A. Pengertian Hubb ................................................................................................. 3

B. Tingkatan Hubb .................................................................................................. 4

C. Tujuan Hubb ...................................................................................................... 6

D. Tanda-Tanda Hubb Kepada Allah ..................................................................... 6

BAB III PENUTUP ...................................................................................................... 8

A. Simpulan ............................................................................................................ 8

B. Saran ................................................................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tasawuf sebagai salah satu bentuk pemahaman dalam Islam telah
memperkenalkan betapa ajaran cinta (mahabbah) menempati kedudukan yang
tinggi. Hal itu terlihat dari bagaimana para ulama sufi, seperti al-Ghazali,
menempatkan mahabbah sebagai salah satu tingkatan puncak yang harus dilalui
para sufi.1 Banyak diantara kita yang mengatakan “Aku cinta kepada Allah”, tapi
ucapan tersebut hanyalah sebatas ucapan lisan tidak diterapkan dengan perbuatan
dan tindakan yang nyata. Banyak diantara kita yang masih melanggar aturan-
aturan-Nya, bahkan cinta kepada Allah bisa dikalahkan dengan cinta kepada
manusia. Padahal, cinta kepada Allah merupakan cinta yang paling utama dan
kekal di dalamnya.

B. Rumusah Masalah
1. Apakah pengertian Hubb?
2. Bagaimana tingkatan dan kedudukan Hubb terhadap Allah?
3. Apakah tujuan Hubb?
4. Apakah tanda-tanda Hubb kepada Allah?

C. Tujuan
1. Memahami arti Hubb
2. Untuk memperdalam pemahaman agar mempunyai pengetahuan tentang
tingkatan dan kedudukan orang yang Hubb terhadap Allah
3. Untuk memahami tujuan Hubb

1Lihat, penjelasan al-Ghazali tentang hal ini dalam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-
Ghazali, Ihya Ulumiddin, (Beirut, Dar al-Ma’rifah, tt), juz IV, hal 293 dan seterusnya.

1
4. Untuk mengetahui apa saja tanda-tanda Hubb kepada Allah

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hubb
Hubb adalah cinta. Hubb merupakan pendorong sang pencinta (muhibb)
untuk menatap sang kekasih (mahbub) dengan sepenuh tatapan.2 Cinta yang
dikenal dalam bahasa Arab Mahabbah berasal dari kata ahabbah – yuhibbu –
mahabbatan, yang secara bahasa berarti mencintai secara mendalam, kecintaan,
atau cinta yang mendalam.3 Al-Mahabbah dapat pula berarti Al-Wadud, yakni
sangat pengasih atau penyayang.4
Kata Mahabbah tersebut selanjutnya digunakan untuk menunjukkan suatu
paham atau aliran dalam tasawuf. Dalam hubungan ini, objek mahabbah lebih
ditunjukkan kepada Tuhan. Dari sekian banyak arti mahabbah yang
dikemukakan di atas, tampaknya ada juga yang cocok dengan arti mahabbah
yang dikehendaki dalam tasawuf, yaitu mahabbah yang artinya kecintaan yang
mendalam secara ruhani kepada Tuhan.5
Mahabbah berbeda dengan al-raghbah. Mahabbah adalah cinta yang tidak
dibarengi dengan harapan pada hal-hal yang bersifat duniawi, sedangkan al-
raghbah adalah cinta yang disertai dengan keinginan yang kuat untuk
mendapatkan sesuatu, meskipun harus mengorbankan segalanya.6 Mahabbah
(kecintaan) Allah kepada hamba yang mencintai-Nya itu selanjutnya dapat
mengambil bentuk iradah dan rahmah Allah yang diberikan kepada hamba-Nya
dalam bentuk pahala dan nikmat yang melimpah.7

2 Drs. Totok Jumantoro, M.A. dan Drs. Samsul Munir Amin, M.Ag., Kamus Ilmu Tasawuf, (Amzah,
2005), hlm. 75.
3 Lihat Kamus Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta : Hidakarya Agung, 1990), hlm. 96.
4 Jamil Shaliba, Al-Mu’jam al-Falsafi Jilid 2, (Mesir : Dar al-Kairo, 1978), hlm 439.
5 Ibid, hlm. 440.
6 Ibid, hlm. 617.
7 Al-Qusyairi al-Naisaburi, Al-Risalah al-Qusyairiyah, (Mesir : Dar al-Kahir), hlm. 319.

3
Adapun istilah Hubb dunya (cinta dunia), diarahkan kepada segenap
aspirasi, kerinduan, dan cinta haruslah dipalingkan dari dunia dan ditunjukkan
kepada Allah jika sang penempuh jalan spiritual memang tulus dalam
pencariannya. Allah menginginkan diri pencinta-Nya seluruhnya dan bukan
sebagian saja.8

B. Tingkatan Hubb
Dikutip dari buku karya Ibnul Qayyim al-Jauziy, hubb memiliki enam
tingkatan. Enam tingkatan hubb ini adalah urutan-urutan mana yang harus kita
cintai pertama kali, mana yang menjadi prioritas dalam mencintai dari yang
utama hingga yang paling akhir. 6 tingkatan tersebut adalah:
1. Tatayyum
Tingkatan cinta yang paling tinggi dalam mencintai, ini hanya hak Allah
semata. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an “Dan diantara manusia ada
orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah mereka
mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang
yang beriman sangat cinta kepada Allah…” QS. Al-Baqarah; [2]:165
2. ‘Isyk
‘Isyk adalah cinta yang menjadi hak Rasulullah SAW, cinta kepada teladan
kita, yang melahirkan sikap hormat, patuh, ingin selalu membela, ingin
mengikuti dan mencontoh Rasulullah SAW. Namun, bukan untuk
menghambakan diri kepadanya. Kita mencintai Rasulullah dengan segenap
konsekuensinya, kita akan dengan bangga menjalankan sunnah-sunnahnya
dan mengikuti petunjuknya dalam mengamalkan agama Islam.’’katakanlah,
‘’jika kamu (benar-benar) mencintai allah, ikutilah aku, niscaya allah
mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’’ Allah maha pengampun maha
penyayang. QS. Ali-Imran; [3]:31

8Drs. Totok Jumantoro, M.A. dan Drs. Samsul Munir Amin, M.Ag., Kamus Ilmu Tasawuf, (Amzah,
2005), hlm. 76.

4
3. Syauq
Syauq adalah cinta antara satu mukmin dengan mukmin lainnya namun lebih
dekat secara kekeluargaan. Seperti cinta orangtua kepada anaknya, cinta
suami kepada istirnya dan cinta kakak kepada adiknya.
4. Shababah
Shababah merupakan cinta kepada sesama muslim dalam lingkup yang lebih
luas yang melahirkan ukhuwah islamiyah. Tidak saling mengenal, tidak ada
kedekatan secara darah, daerah bahkan bangsa sekalipun, namun dipersatukan
oleh satu kalimat Tauhid “Laa ilaha illallah”. Cinta ini menuntut sebuah
kesabaran untuk menerima perbedaan dan melihatnya sebagai sebuah hikmah
yang berharga. Seperti kita ketahui saat ini sedikit perbedaan saja seringkali
menimbulkan perpecahan. Berbeda takbiratul ihram, berbeda gerakan shalat,
berbeda hari Idul Fitri atau Idul Adha kadang tidak disikapi secara dewasa.
Bila cinta shababah ada, Insyaa Allah segala perbedaan bisa disinergikan.
Tidak semua perbedaan harus dipaksa sama, tapi kadang hanya membutuhkan
sedikit pengertian saja. Shababah harus dimunculkan sebagai bentuk upaya
untuk menciptakan kenyaman hubungan dalam tubuh umat Islam.
5. ‘Ithf (Simpati)
Pada tingkatan ini bagaimana kita bersimpati kepada sesame manusia tanpa
melihat apapun suku, bangsa bahkan agamanya sekalipun. Maka jika ada
orang lain dalam kesulitan, alasan sesama manusia cukup bagi kita untuk
memberikan bantuan serta pertolongan padanya.
6. Intifa
Intifa merupakan tingkatan cinta yang paling rendah dan sederhana dalam
tingkatan-tingkatan cinta. Intifa yaitu cinta atau keinginan pemanfaatan
kepada harta benda. Cinta jenis ini yang sering menggelincirkan manusia,
karena sifat harta memang selalu melenakan, terkadang membuat terlupa akan
cinta-cinta yang lebih utama, menempatkan cinta ini pada tingkatan tertinggi
melebihi cintanya pada Allah SWT. Kita harus cerdas, banyaknya harta benda

5
seharusnya tidak menjadikan kita terlena, namun menjadi sarana untuk meraih
cinta yang sebenarnya, yaitu cinta Allah Ta’ala.

C. Tujuan Hubb
Tujuan Hubb untuk memperoleh kebutuhan, baik yang bersifat material
maupun spiritual untuk mencapai tingkat rohaniah tertinggi dengan tercapainya
gambaran yang mutlak, yaitu cinta kepada Allah SWT, untuk memperoleh
kesenangan batiniah yang sulit dilukiskan dengan kata-kata, tetapi hanya dapat
dirasakan oleh jiwa.9
Menumbuhkan rasa kejujuran dan komitmen yang kuat terhadap pencipta,
melaksanakan perintah-perintahnya dan menjauhi larangan-larangannya.
Komitmen yang jujur kepada allah menuntut adanya ketundukan dan kepasrahan
terhadap hukum-hukumnya. Artinya cinta manusia kepada allah menuntut
pelakunya memiliki niat yang kuat untuk tunduk terhadap hukum yang di buat
oleh dzat yang mencintainya

D. Tanda-Tanda Hubb Kepada Allah


Cinta kepada allah adalah kehidupan hati dan nutrisi ruhani. Tanpanya hati
tidak akan merasakan kenikmatan, mendapatkan keberungtungan, dan memiliki
kehidupan. Jika hati kehilangan allah, niscaya kepedihan lebih hebat daripada
mata kehilangan cahayanya atau telinga kehilangan pendengaranya.10
Salah satu tanda cinta kepada allah ialah ingin berjumpa pada Allah di surga.
Tanda lainya ialah lebih memprioritaskan apa yang di cintai allah daripada apa
yang di cintainya yang hanya bisa menghadirkan hawa nafsu, kemalasan, dan
bahkan lupa kepada allah, sehingga mendekatkan diri kepada allah dengan

9Abdul Halim Mahmud, At-Tasawuf Fi Al-Islam, (Bandung : CV. Pustaka Setia, 2002), hlm. 95.
10Ahmad Farid, Menejemen Qalbu Ulama Salaf, (Surabaya; PT elba fitrah mandiri sejahtera,
2008), hlm. 346.

6
melaksanakan ibadah-ibadah sunnah. Orang yang cinta kepada allah tidak akan
durhaka kepada nya.11

11 Ibid, hlm. 349.

7
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Hubb adalah suatu keadaan jiwa yang mencintai tuhan sehingga sifat dan
perilaku yang di cintai tuhan masuk kedalam diri yang sedang mencintai, yang
bertujuan untuk memperoleh kesenangan dan ketenangan batiniah yang sulit di
ungkapkan dengan kata-kata, melainkan hanya di rasakan oleh jiwa. Selain itu
hubb juga merupakan keadaan mental seperti senang, perasaan sedih, perasaan
takut, dan sebagainya.

B. Saran
Kita sebagai manusia sudah seharusnya memahami dan mengamalkan
tingkatan-tingkatan hubb yang diajarkan dalam tasawuf, bahwa tingkatan cinta
yang paling utama ialah cinta kepada Allah. Jangan sampai kita terlena sampai
tingkatan-tingkatan cinta menjadi berantakan manakala yang paling utama kita
cintai adalah bukan Allah melainkan manusia dan harta benda.

8
DAFTAR PUSTAKA

Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, (Beirut, Dar al-
Ma’rifah, tt), juz IV.

Drs. Totok Jumantoro, M.A. dan Drs. Samsul Munir Amin, M.Ag., Kamus Ilmu
Tasawuf, (Amzah, 2005).

Kamus Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta : Hidakarya Agung, 1990).

Jamil Shaliba, Al-Mu’jam al-Falsafi Jilid 2, (Mesir : Dar al-Kairo, 1978).

Al-Qusyairi al-Naisaburi, Al-Risalah al-Qusyairiyah, (Mesir : Dar al-Kahir).

Drs. Totok Jumantoro, M.A. dan Drs. Samsul Munir Amin, M.Ag., Kamus Ilmu
Tasawuf, (Amzah, 2005).

Abdul Halim Mahmud, At-Tasawuf Fi Al-Islam, (Bandung : CV. Pustaka Setia,


2002).

Ahmad Farid, Menejemen Qalbu Ulama Salaf, (Surabaya; PT elba fitrah mandiri
sejahtera, 2008).

Anda mungkin juga menyukai