Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH TAZKIYATUN NUFUZ

TENTANG MAHABBATULLAH

Dosen Pengampu :

Nama Kelompok :

1. Herawati 14
2. Isna’in Nurwahidayah 141845
3. Ishmatul Izzah 14184500
4. Intan 14
5. lina jumiati yulanda 14184502

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

STIKES SURYA GLOBAL YOGYAKARTA

2021
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim, dengan menyebut nama Allah Yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang, Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,
yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga kami dapat
merampungkan penyusunan “Makalah TAZKIYATUN NUFUZ” dengan tepat
waktu.

Penulisan makalah ini telah semaksimal mungkin kami upayakan dan


didukung bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam
penyusunannya.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa
masih terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya.
Oleh karena itu, kami membuka pintu bagi yang ingin memberi saran dan kritik.

Kami sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini dapat


diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menambah wawasan bagi
pembaca sekalian.

Yogyakarta, 26 Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR............................................................................................2

DAFTAR ISI...........................................................................................................3

BAB I.......................................................................................................................4

PENDAHULUAN...................................................................................................4

A. latar belakang..............................................................................................4

َ َ‫ َوالَّ ِذينَ آ َمنُوا أ‬ ۖ ِ ‫ب هَّللا‬


‫ش ُّد ُحبًّا هَّلِل‬ ِّ ‫ُون هَّللا ِ أَ ْندَادًا يُ ِحبُّونَ ُه ْم ك َُح‬
ِ ‫س َمنْ يَتَّ ِخ ُذ ِمنْ د‬
ِ ‫ َو ِمنَ النَّا‬...............................4

B. Rumusan masalah.......................................................................................6

C. Tujuan..........................................................................................................6

BAB II.....................................................................................................................7

PEMBAHASAN.....................................................................................................7

1. Pengertian mahabbah.................................................................................7

2. Dasar-dasar Ajaran Mahabbah.................................................................7

3. Macam-macam mahabbah.......................................................................10

4. Doktrin-doktrin Mahabbah.....................................................................11

5. Tingkatan Cinta........................................................................................13

BAB III..................................................................................................................15

PENUTUP.............................................................................................................15

A. Kesimpulan................................................................................................15

B. Saran..........................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16
BAB I

PENDAHULUAN

A. latar belakang

Cinta Allah termasuk bagian penting dari beriman kepada-Nya.


Iman seseorang tidak akan benar kecuali bila ia telah mencintai Allah
dengan sebenar-benarnya. Seorang mukmin harus mencintai Allah
melibihi kecintaanya terhadap apapun selain Allah. Allah berfirman :

ۖ ِ ‫ُون هَّللا ِ أَ ْن\\\\\\ َدا ًدا يُ ِحبُّونَ ُه ْم َك ُح ِّب هَّللا‬


ِ ‫س َمنْ يَتَّ ِخ\\\\\\ ُذ ِمنْ د‬
ِ ‫َو ِم َن النَّا‬
َ َ‫ين آ َمنُوا أ‬
‫ش ُّد ُحبًّا هَّلِل‬ َ ‫والَّ ِذ‬ 
َ

“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-


tandingan selain Alloh; mereka mencintainya sebagaimana mereka
mencintai Alloh. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya
kepada Alloh.” ( QS. Al-Baqoroh : 165 )
Ayat diatas menunjukan bahwa mencintai Alloh adalah bagian dari
keimanan, dan tidak boleh kecintaannya terhadap Alloh disamakan atau
disetarakan dengan kecintaanya kepada selainNya.
Rabiah al-Adawiyyah termasyhur kerana pengalaman spiritualnya,
yaitu mahabbah atau penyerahan diri total kepada Allah s.w.t. Pengalaman
ini diperolehnya bukan melalui guru, melainkan melalui pengalamannya
sendiri. Jika sebelumnya Hasan al-Basri, ahli hadis dan fikh, telah merintis
kehidupan zuhud berdasarkan rasa takut dan harapan, makan Rabiah
melengkapinya dengan cinta kepada Tuhan. Cintanya kepada Allah s.w.t
telah memenuhi seluruh jiwa raganya, tidak menyisakan tempat di hatinya
untuk mencintai sesuatu selain Allah s.w.t. Baginya, dorongan mahabbah
berasal dari dirinya sendiri dan juga karena hak Allah s.w.t untuk dipuja
dan dicintai. Puncak pertemuan mahabbah antara hamba dan cinta kasih
Allah s.w.t yang menjadi akhir keinginan Rabiah.
Cinta Rabiah kepada Allah s.w.t merupakan cinta suci, murni, dan
sempurna seperti disenandungkan kepada syair ini: “Aku mencintaimu
dengan dua cinta; cinta kerana diriku, dan cinta kerana diri-Mu. Cinta
kerana diriku adalah keadaanku yang sentiasa mengingat-Mu yang
mengungkapkan tabir, sehingga Engkau kulihat. Baik untuk ini, maupun
untuk itu, pujianku bukanlah bagiku; bagi-Mulah pujian untuk semuanya.
Buah hatiku, hanya Engkaulah yang kukasihi, berilah keampunan pembuat
dosa yang datang ke hadirat-Mu. Engkaulah harapanku, kebahagiaanku,
dan kesenanganku, hatiku enggan mencintai selain Engkau”.
Rabiah mencurahkan seluruh hidupnya untuk mendekatkan diri
kepada Allah s.w.t. Kerana itu, ia memilih hidup zuhud agar bebas
daripada segala rintangan dalam perjalanan menuju Tuhan. Dalam
pandangannya, kenikmatan duniawi adalah hambatan menuju Tuhan. Dia
pernah memanjatkan doa: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu daripada
segala perkara yang menyibukkanku sehingga aku tidak sempat
menyembah-Mu dan daripada segala rintangan yang merenggangkan
hubunganku dengan-Mu.”
Dalam ayat yang lain Alloh memperingatkan orang-orang yang
menyetarakan kecintaaanya kepada Alloh dengan kecintaanya kepada
selainNya dengan akan datangnya suatu musibah yang akan menimpanya :

‫يرتُ ُك ْم‬
َ \\‫ش‬ ُ ‫\\ان آبَ\\ا ُؤ ُك ْم َوأَ ْبنَ\\ا ُؤ ُك ْم َوإِ ْخ\\ َوانُ ُك ْم َوأَ ْز َو‬
ِ ‫اج ُك ْم َو َع‬ َ ‫قُ\\ ْل إِنْ َك‬
‫ض\ ْونَ َها‬َ ‫س\ا ِكنُ ت َْر‬ َ ‫س\ا َد َها َو َم‬ َ ‫ارةٌ ت َْخش َْو َن َك‬ َ ‫َوأَ ْم َوا ٌل ا ْقت ََر ْفتُ ُمو َها َوتِ َج‬
‫صوا َحتَّ ٰى يَ\\أْتِ َي‬ ُ َّ‫سبِيلِ ِه فَتَ َرب‬
َ ‫سولِ ِه َو ِج َها ٍد فِي‬ َّ ‫أَ َح‬
ُ ‫ب إِلَ ْي ُك ْم ِم َن هَّللا ِ َو َر‬
‫ين‬َ ِ‫اسق‬ ِ َ‫ َوهَّللا ُ اَل يَ ْه ِدي ا ْلقَ ْو َم ا ْلف‬ ۗ ‫هَّللا ُ ِبأ َ ْم ِر ِه‬.

Katakanlah: “jika bapa-bapamu, anak-anak, saudara-saudara, isteri-


isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan,
perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang
kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Alloh dan Rosul-Nya dan dari
berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Alloh mendatangkan
keputusan-Nya”. Dan Alloh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
yang fasik.” (QS. At-Taubah : 24 )
Ayat diatas mempertegas bahwa tidak boleh kecintaan seseorang terhadap
selain Alloh melebihi kecintaannya kepada Alloh.

B. Rumusan masalah
1. Apakah yang dimaksud mahabbah?
2. Apa saja dasar-dasar ajaran mahabbah?
3. Ada berapakah macam-macam mahabbah?
4. Apa saja doktrin-doktrin mahabbah?
5. Apa saja tingkatan cinta ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengetian mahabbah
2. Untuk mengetahui dasar-dasar ajaran mahabbah
3. Untuk mengetahui macam-macam mahabbah
4. Untuk mengetahui doktrin-doktrin mahabbah
5. Untuk mengetahui tingkatan cinta
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian mahabbah
Mahabbah berasal dari kata ahabba, yuhibbu, mahabbatan, yang
secara harfiah berarti mencintai secara mendalam. Dalam mu’jam al-
falsafi, Jamil Shaliba mengatakan mahabbah adalah lawan dari al-baghd,
yakni cinta lawan dari benci. Al mahabbah dapat pula berarti al wadud
yakni yang sangat kasih atau penyayang.
Pengertian mahabbah dari segi tasawwuf ini lebih lanjut
dikemukakan al Qusyairi sebagai berikut: “almahabbah adalah merupakan
hal (keadaan) jiwa yang mulia yang bentuknya adalah disaksikannya
(kemutlakkan) Allah swt oleh hamba, selanjutnya yang dicintainya itu juga
menyatakan cinta kepada yang dikasihi-Nya dan yang seorang hamba
mencintai Allah swt”.
Salah satu ciri keimanan yang benar adalah tumbuhnya cinta
kepada Allah Ta’ala. Dalam pembahasan sebelumnya kita berkali-kali
diingatkan dengan firman Allah Ta’ala berikut ini,

َ َ‫ب هَّللا ِ ۖ َوالَّ ِذينَ آ َمنُوا أ‬


ِ ‫ش ُّد ُحًبّ\ًّا هَّلِل‬ ِّ ‫ُون هَّللا ِ أَ ْندَادًا يُ ِحبُّونَ ُه ْم َك ُح‬
ِ ‫س َمنْ يَت َِّخ ُذ ِمنْ د‬
ِ ‫ۗ َو ِمنَ النَّا‬

“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-


tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka
mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada
Allah.” (QS. Al-Baqarah, 2 : 165)

2. Dasar-dasar Ajaran Mahabbah


a. Dasar Syara’
Ajaran mahabbah memiliki dasar dan landasan, baik di dalam Alquran
maupun Sunah Nabi SAW. Hal ini juga menunjukkan bahwa ajaran
tentang cinta khususnya dan tasawuf umumnya, dalam Islam tidaklah
mengadopsi dari unsur-unsur kebudayaan asing atau agama lain seperti
yang sering ditudingkan oleh kalangan orientalis.
Dalil-dalil dalam al-Qur’an, misalnya sebagai berikut:
1) QS. Al-Baqarah ayat 165
Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-
tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka
mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman, sangat besar cinta
mereka kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat
zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat),
bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat
berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).
2) QS. Al-Maidah ayat 54

Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang


murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu
kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya,
yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang
bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan
Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela.
Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-
Nya, dan Allah Maha luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.

3) QS. Ali Imran ayat 31


Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku,
niscaya Allah mencintai dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dalil-dalil dalam hadis Nabi Muhammad SAW, misalnya sebagai
berikut:
b. Dasar Filosofis
Dalam mengolaborasikan dasar-dasar filosofis ajaran tentang
cinta(mahabbah) ini, al-Ghazali merupakan ulama tasawuf yang
pernah melakukannya dengan cukup bagus. Menurut beliau, ada tiga
hal yang mendasari tumbuhnya cinta dan bagaimana kualitasnya, yaitu
sebagai berikut:
a. Cinta tidak akan terjadi tanpa proses pengenalan (ma’rifat)dan
pengetahuan (idrak)
Manusia hanya akan mencintai sesuatu atau seseorang yang telah ia
kenal. Karena itulah, benda mati tidak memiliki rasa cinta. Dengan
kata lain, cinta merupakan salah satu keistimewaan makhluk hidup.
Jika sesuatu atau seseorang telah dikenal dan diketahui dengan jelas
oleh seorang manusia, lantas sesuatu itu menimbulkan kenikmatan dan
kebahagiaan bagi dirinya, maka akhirnya akan timbul rasa cinta. Jika
sebaliknya, sesuatu atau seseorang itu menimbulkan kesengsaraan dan
penderitaan, maka tentu ia akan dibenci oleh manusia.
b. Cinta terwujud sesuai dengan tingkat pengenalan dan pengetahuan
Semakin intens pengenalan dan semakin dalam pengetahuan
seseorang terhadap suatu obyek, maka semakin besar peluang obyek
itu untuk dicintai. Selanjutnya, jika semakin besar kenikmatan dan
kebahagiaan yang diperoleh dari obyek yang dicintai, maka semakin
besar pula cinta terhadap obyek yang dicintai tersebut.
Kenikmatan dan kebahagiaan itu bisa dirasakan manusia melalui
pancaindranya. Kenikmatan dan kebahagiaan seperti ini juga dirasakan
oleh binatang. Namun ada lagi kenikmatan dan kebahagiaan yang
dirasakan bukan melalui pancaindra, namun melalui mata hati.
Kenikmatan rohaniah seperti inilah yang jauh lebih kuat daripada
kenikmatan lahiriah yang dirasakan oleh pancaindra. Dalam konteks
inilah, cinta terhadap Tuhan terwujud.

c. Manusia tentu mencintai dirinya


Hal pertama yang dicintai oleh makhluk hidup adalah dirinya
sendiri dan eksistensi dirinya. Cinta kepada diri sendiri berarti
kecenderungan jiwa untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya
dan menghindari hal-hal yang bisa menghancurkan dan membinasakan
kelangsungan hidupnya.
Selanjutnya al-Ghazali juga menguraikan lebih jauh tentang hal-hal
yang menyebabkan tumbuhnya cinta. Pada gilirannya, sebab-sebab
tersebut akan mengantarkan seseorang kepada cinta sejati, yaitu cinta
kepada Tuhan Yang Maha Mencintai.

3. Macam-macam mahabbah
a. Pertama, al-mahabbatu at-thabi’i (cinta yang bersifat
thabi’i/tabiat/naluri). Yang mendasarinya adalah asy-syahwah
(keinginan); yang memang merupakan fitrah dan sunnatullah atas
seluruh manusia. Allah Ta’ala menyebutkan hal ini dengan firman-
Nya.

‫س\\ا ِء َوا ْلبَنِينَ َوا ْلقَنَ\\ا ِطي ِر ا ْل ُمقَ ْنطَ \ َر ِة‬ َ ِّ‫ت ِمنَ الن‬ ِ ‫الش\\ َه َوا‬ َّ ‫س ُح ُّب‬ ِ ‫ُزيِّنَ لِلنَّا‬
‫ع‬ُ ‫ث َذلِ\ َك َمتَ\\ا‬ ِ \‫س\ َّو َم ِة َواأْل َ ْن َع‬
ِ ‫\ام َوا ْل َح\ ْر‬ َ ‫ض\ ِة َوا ْل َخ ْي\ ِل ا ْل ُم‬
َّ ِ‫ب َوا ْلف‬ َّ \‫ِمنَ ال‬
ِ ‫\ذ َه‬
ِ ‫ا ْل َحيَا ِة ال ُّد ْنيَا َوهَّللا ُ ِع ْن َدهُ ُحسْنُ ا ْل َمآ‬
‫ب‬

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-


apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang
banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang
ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di
sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali Imran, 3:
14)

b. Kedua, al-mahabbatu as-syar’i (cinta yang sesuai syari’at). Yang


mendasarinya adalah al-iman (iman). Allah Ta’ala berfirman,

‫َشي َرتُ ُك ْم َوأَ ْم َوا ٌل‬ ُ ‫قُ ْل إِنْ َكانَ آبَا ُؤ ُك ْم َوأَ ْبنَا ُؤ ُك ْم َوإِ ْخ َوانُ ُك ْم َوأَ ْز َو‬
ِ ‫اج ُك ْم َوع‬
َّ ‫ض ْونَ َها أَ َح‬
‫ب إِلَ ْي ُك ْم‬ َ ‫سا ِكنُ ت َْر‬
َ ‫سا َدهَا َو َم‬ َ ‫ارةٌ ت َْخش َْونَ َك‬ َ ‫ا ْقت ََر ْفتُ ُموهَا َوتِ َج‬
ُ ‫صوا\ َحتَّى يَأْتِ َي هَّللا ُ بِأ َ ْم ِر ِه َوهَّللا‬
ُ َّ‫سبِيلِ ِه فَت ََرب‬ ُ ‫ِمنَ هَّللا ِ َو َر‬
َ ‫سولِ ِه َو ِج َها ٍد فِي‬
َ‫سقِين‬ ِ ‫ال يَ ْه ِدي ا ْلقَ ْو َم ا ْلفَا‬

“Katakanlah: ‘Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-


isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan,
perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal
yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya
dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah
mendatangkan keputusan-Nya.’ Dan Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang fasik.” (QS. At-Taubah, 9: 24)

4. Doktrin-doktrin Mahabbah
 Makna Cinta di Kalangan Sufi
Dalam tasawuf, konsep cinta (mahabbah) lebih dimaksudkan
sebagai bentuk cinta kepada Tuhan. Meski demikian, cinta kepada Tuhan
juga akan melahirkan bentuk kasih sayang kepada sesama, bahkan kepada
seluruh alam semesta. Hal ini bisa dilacak pada dalil-dalil syara’, baik
dalam Alquran maupun hadis yang menunjukkan tentang persoalan cinta.
Sebagian dalil tersebut telah disebutkan pada bagian sebelumnya dalam
makalah ini.
Secara terminologis, sebagaimana dikatakan al-Ghazali, cinta
adalah suatu kecenderungan terhadap sesuatu yang memberikan manfaat.
Apabila kecenderungan itu mendalam dan menguat, maka ia dinamakan
rindu. Sedangkan sebaliknya, benci adalah kecenderungan untuk
menghindari sesuatu yang menyakiti. Apabila kecenderungan untuk
menghindari itu mendalam dan menguat, maka ia dinamakan dendam.
Menurut Abu Yazid al-Busthami mengatakan bahwa cinta adalah
menganggap sedikit milikmu yang sedikit dan menganggap banyak milik
Dzat yang kau cintai. Sementara Sahl bin Abdullah al-Tustari menyatakan
bahwa cinta adalah melakukan tindak-tanduk ketaatan dan menghindari
tindak-tanduk kedurhakaan. Bagi al-Junaid, cinta adalah kecenderungan
hati. Artinya, kecenderungan hati seseorang kepada Allah dan segala
milik-Nya tanpa rasa beban.

 Cinta Sejati adalah Cinta kepada Allah

Bagi al-Ghazali, orang yang mencintai selain Allah, tapi cintanya


tidak disandarkan kepada Allah, maka hal itu karena kebodohan dan
kepicikan orang tersebut dalam mengenal Allah. Cinta kepada Rasulullah
SAW, misalnya, adalah sesuatu yang terpuji karena cinta tersebut
merupakan manifestasi cinta kepada Allah. Hal itu karena Rasulullah
adalah orang yang dicintai Allah. Dengan demikian, mencintai orang yang
dicintai oleh Allah, berarti juga mencintai Allah itu sendiri. Begitu pula
semua bentuk cinta yang ada. Semuanya berpulang kepada cinta terhadap
Allah.

Jika sudah dipahami dan disadari dengan baik lima sebab


timbulnya cinta yang telah diuraikan al-Ghazali sebelumnya, maka juga
bisa disadari bahwa hanya Allah yang mampu mengumpulkan sekaligus
kelima faktor penyebab cinta tersebut. Kelima faktor penyebab tersebut
terjadi pada diri manusia hanyalah bersifat metaforis (majazi), dan
bukanlah hakiki. Hanya Allah Yang Maha Sempurna. Ia tidak bergantung
kepada apapun dan siapa pun. Kesempurnaan itulah yang akan
mengantarkan seseorang kepada cinta sejati, yaitu cinta terhadap Allah.

 Mahabbah: antara Maqam dan Hal


Sebagaimana diketahui, dalam terminologi tasawuf ada
istilahmaqam (tingkatan) dan hal (keadaan, kondisi kejiwaan). Menurut as-
Sarraj ath-Thusi dalam kitabnya al-Luma’, maqam merujuk kepada
tingkatan seorang hamba di depan Tuhan pada suatu tingkat yang ia
ditempatkan di dalamnya, berupa ibadah, mujahadah, riyadhah, dan
keterputusan (inqitha’)kepada Allah.
Sedangkan hal adalah apa yang terdapat di dalam jiwa atau sesuatu
keadaan yang ditempati oleh hati. Sementara menurut al-Junaid,hal adalah
suatu “tempat” yang berada di dalam jiwa dan tidak statis.
Menurut al-Ghazali, cinta kepada Allah (mahabbah) merupakan
tingkatan (maqam) puncak dari rangkaian tingkatan dalam tasawuf. Tak
ada lagi tingkatan setelah mahabbah selain hanya sekedar efek sampingnya
saja, seperti rindu (syauq), mesra (uns), rela (ridla), dan sifat-sifat lain
yang serupa. Di samping itu, tidak ada satu tingkatan pun sebelum
mahabbahselain hanya sekedar pendahuluan atau pengantar menuju ke
arahmahabbah, seperti taubat, sabar, zuhud, dan lain-lain. Cinta
sebagaimaqam ini juga diamini oleh Ibn Arabi. Menurutnya, cinta
merupakanmaqam ilahi.
Berbeda dengan al-Ghazali, menurut al-Qusyairi,
mahabbahmerupakan termasuk hal. Bagi al-Qusyairi, cinta kepada Tuhan
(mahabbah)merupakan suatu keadaan yang mulia saat Tuhan bersaksi
untuk sang hamba atas keadaannya tersebut. Tuhan memberitahukan
tentang cinta-Nya kepada sang hamba. Dengan demikian, Tuhan disifati
sebagai yang mencintai sang hamba. Selanjutnya, sang hamba pun disifati
sebagai yang mencintai Tuhan.

5. Tingkatan Cinta
 Pertama, cinta orang-orang awam. Cina seperti ini muncul karena
kebaikan dan kasih sayang Tuhan kepada mereka. Ciri-ciri cinta ini
adalah ketulusan dan keteringatan(zikir) yang terus-menerus.
Karena jika orang mencintai sesuatu, maka ia pun akan sering
mengingat dan menyebutnya.
 Kedua, cinta orang-orang yang shadiq dan mutahaqqiq. Cinta
mereka ini timbul karena penglihatan mata hati mereka terhadap
kekayaan, keagungan, kebesaran, pengetahuan dan kekuasaan
Tuhan. Ciri-ciri cinta ini adalah “terkoyaknya tabir” dan
“tersingkapnya rahasia” Tuhan. Selain itu, ciri lain adalah
lenyapnya kehendak serta hilangnya semua sifat (kemanusiaan dan
keinginan duniawi).
 Ketiga, cinta orang-orang shiddiq dan arif. Cinta macam ini timbul
dari penglihatan dan pengenalan mereka terhadap ke-qadim-an
Cinta Tuhan tanpa sebab (illat) apapun. Menurut Zunnun al-Mishri,
sifat cinta ini adalah terputusnya cinta dari hati dan tubuh sehingga
cinta tidak lagi bersemayam di dalamnya, namun yang
bersemayam hanyalah segala sesuatu dengan dan untuk Allah.
Sedangkan menurut Abu Ya’qub as-Susi, cirinya alah berpaling
dari cinta menuju kepada Yang Dicintai. Sementara al-Junaid
menambahkan bahwa ciri cinta macam ini adalah meleburnya sifat-
sifat Yang Dicintai kepada yang mencintai sebagai pengganti sifat-
sifatnya.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Mahabbah artinya cinta, hal ini mengandung maksud cinta kepada


Tuhan lebih luas lagi Quran memiliki 8 pengertian, yaitu: (1) Mahabbah
mawaddah, (2) Mahabbah Rahmah, (3) Mahabbah Mail, (4) Mahabbah
Syaghaf, (5) Mahabbah Ra’fah, (6) Mahabbah Shobwah, (7) Mahabbah
Syauq, (8) Mahabbah Kulfah.

Aliran sufi mahabbah dipelopori dan dikembangkan oleh seorang


seorang sufi wanita bernama rabiah al-adawiyah ia lahir di basrah pada
tahun 714 M . rabiah meninggal pada tahun 801 M di barsrah.

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrasyid Ridha, Memasuki Makna Cinta, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,


2003).

Abu Bakr Muhammad al-Kalabadzi, at-Ta’arruf li Mazhab Ahl at Tashawwuf,


(tk.: Maktabah al-Kulliyat al-Azhariyyah, 1969).

As-Syariah Edisi 079, Jalan Meraih Manisnya Iman, Abu Ismail Muhammad
Rijal, Lc

Barnawi umari “ material akhlak” 1967; Ramadhani Semarang

Hamka, Prof, Dr, Tasawuf Perkembangan Dan Pemurniannya” 1980. Nurul


Islam. Jakarta

Mustofa, Drs”akhlak tasawuf” 1997; Pustaka Setia . Bandung

Anda mungkin juga menyukai