Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH TENTANG KOMUNIKASI ORGANISASI

Disusun oleh kelompok 7:

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MUHAMMADIYAH GOMBONG
TAHUN 2016

LEMBAR LENGESAHAN

Lembar pengesahan ini telah disyahkan pada :


Hari /Tanggal

Waktu

April 2016

Pembimbing

(....................................)
Nik :

MAKALAH TENTANG KOMUNIKASI ORGANISASI


PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Setiap organisasi baik organisasi perusahaan, organisasi sosial maupun
organisasi pemerintah mempunyai tujuan yang dapat dicapai melalui pelaksanaan
pekerjaan tertentu, dengan menggunakan seluruh sumber daya yang ada didalam
organisasi tersebut, termasuk sumber daya manusia sebagai alat utama. Berhasil
tidaknya suatu perusahaan tergantung pada kemampuan Sumber Daya Manusia
(SDM) dalam menjalankan aktivitasnya.
Salah satu organisasi yang dimaksud adalah organisasi yang bergerak dalam
bidang jasa pelayanan kesehatan, yaitu Rumah Sakit. Pelayanan kesehatan yang
baik dan berkualitas di Rumah Sakit tidak terlepas dari peran tenaga medis dan non
medis, salah satu diantaranya adalah tenaga perawat. Tenaga perawat mempunyai
kedudukan penting dalam menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah
sakit, karena pelayanan yang diberikannya melalui pendekatan bio-psiko-sosialspiritual dan dilaksanakan selama 24 jam secara berkontinue (Depkes RI, 2001).
Pelayanan keperawatan di berbagai rumah sakit belum mencerminkan
praktek pelayanan profesional dan belum sepenuhnya berorientasi pada upaya
pemenuhan kebutuhan klien, melainkan lebih pada pelaksanaan tugas. Selain itu,
uraian tugas, peran dan fungsi setiap kategori perawat berdasarkan jenjang
pendidikan belum diterapkan secara jelas dan kualifikasi tenaga perawat untuk
jenjang dan jenis keperawatan tertentu belum ada kejelasan, (Wasisto, 1994)
Salah satu unsur yang sangat menentukan mutu pelayanan kesehatan rumah
sakit adalah tenaga kesehatan. Dari tenaga kesehatan yang terdapat di rumah sakit
yang terutama memiliki peranan yang besar adalah perawat, hal ini disebabkan
profesi perawat memiliki proporsi yang relatif besar, yaitu hampir melebihi 50%
dari seluruh Sumber Daya Manusia (SDM) Rumah Sakit (Nursalam, 2002).
Maka mengenai hal diatas perlu dan penting menyangkut komunikasi organisasi.
2. Tujuan Penulisaan
Tujuan umum : mampu mengetahui komunikasi organisasi yang baik
Tujuan khusus:
- Mampu memahami komunikasi dilingkup organisasi rumah sakit
- Memahami kasus yang melibatakn organisasi

PEMBAHASAN
1. KOMUNIKASI
1

a) Pengertian Komunikasi
Effendi(1995) Komunikasi itu sendiri bisa diartikan sebagai suatu proses
penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberikan atau
untuk mengubah sikap, pendapat atu prilaku baik secara langsung (lisan) maupun
tak langsung (tulisan).
Hoyland,janis dan kelly (1953) Komunikasi adalah suatu proses melalui
mana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk
kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk prilaku orang lain
(khalayak).
Barelson dan steiner(1964) Komunikasi adalah proses penyampaian
informasi, gagasan, emosi, keahlian dan lain-lain melalui penggunaan simbolsimbol seperti kata-kata, gambar-gambar, angka-angka dan lain-lain.
Komunikasi

menurut

tappen

(1995)

dalam

nursalam

(2002:115)

komunikasi adalah suatu pertukaran pikiran, perasaan, dan pendapat dan


memberikan nasehat dimana dua atau lebih saling berkerjasama.
b)

Tipe-tipe Komunikasi
Pada dasarnya komunikasi di dalam organisasi, terbagi kepada tiga bentuk:
1. Komunikasi vertikal
Bentuk komunikasi ini merupakan bentuk komunikasi yang terjadi dari atas ke
bawah dan sebaliknya. Artinya komunikasi yang disampaikan pimpinan kepada
bawahan, dan dari bawahan kepada pimpinan secara imbale balik.
Fungsi komunikasi ke bawah digunakan pimpinan untuk:
a. Melaksanakan kebijaksanaan, prosedur kerja, peraturan, instruksi, mengenai
pelaksanaan kerja bawahan.
b. Menyampaikan pengarahan doktrinasi, evaluasi, teguran.
c.

Memberikan

informasi

mengenai

tujuan

organisasi,

kebijaksanaan-

kebijaksaan organisasi, insentif.


Seorang

pimpinan

harus

lebih

memperhatikan

komunikasi

dengan

bawahannya, dan memahami cara-cara mengambil kebijaksanaan, terhadap


bawahannya.
Keberhasilan organisasi dilandasi oleh perencanaan yang tepat, dan seorang
pimpinan organisasi yang memiliki jiwa kepemimpinan. Kedua hal terseut
merupakan modal utama untuk kemajuan organisasi yang dipimpinnya.
Fungsi komunikasi ke atas digunakan untuk:
2

a. Memberikan pengertian mengenai laporan prestasi kerja, saran, usulan, opini,


permohonan bantuan, dan keluhan.
b. Memperoleh informasi dari bawahan mengenai kegiatan dan pelaksanaan
pekerjaan bawahan dari tingkat yang lebih rendah.
Bawahan tentulah berharap agar ide, saran, pendapat, tanggapan maupun
kritikannya dapat diterima dengan lapang dada, dan hati terbuka oleh pimpinan.
2. Komunikasi horizontal
Bentuk komunikasi secara mendatar, diantara sesama karyawan dsbnya.
Komunikasi horizontal sering kali berlangsung tidak formal.
Fungsi komunikasi horizontal/ke samping digunakan oleh dua pihak yang
mempunyai level yang sama. Komunikasi ini berlangsung dengan cara tatap
muka, melalui media elektronik seperti telepon, atau melalui pesan tertulis.
3. Komunikasi diagonal
Bentuk komunikasi ini sering disebut juga komunikasi silang. Berlangsung dari
seseorang kepada orang lain dalam posisi yang berbeda. Dalam arti pihak yang
satu tidak berada pada jalur struktur yang lain.Fungsi komunikasi diagonal
digunakan oleh dua pihak yang mempunyai level berbeda tetapi tidak
mempunyai wewenang langsung kepada pihak lain.
c) Prinsip komunikasi manajemen keperawatan
Komunikasi dalam organisasi sangat kompleks meliputi tahap dimana
Manajemen harus mengerti struktur organisasi, karena jaringan komunikasi baik
formal maupun informal harus dijalandan dengan baik. Agar tahu siapa yang akan
terkena dampak

dari kebijakan yang disepakati.

Selain itu dengan tidak

menjadikan komunikasi sebagai perantara tetepi sebagai proses. Jika bagian lain
terkena dampak komunikasi maka manajer harus berkonsultasi dan meminta
umpan balik dari orang yang kompeten sebelumnya. Nursalam (2002:116)
Komunikasi yang digali harus jelas, sederhana, dan tepat. Sebagai pemberi
pelayann kesehtana hendaknya memberikan atau melakukan komunikasi secara
lengkjap, akurat, cepat artinya bahwa komunikasi baik lisan maupun tetulis baik
dengan teman sejawat harus memiliki ketiga unsur diatas. Nursalam (2002:117)
Manajer harus mengerti dan meminta umpan balik jika komunikasi tersebut
terlah diterima. Caranya dengan bertanya kepada penerima pesan untuk
mengulangi intruksi yang disampaikan. Tidak hanya manajer juga menjadi
3

pendengar yang baik, Karena merupakan bagian yang penting dan menunjukan rasa
menghargai dan ingin tahu terhadap pesan yang disampaikan. Nursalam (2002:117)
d) Strategi komunikasi dalam praktik keperawatan dirumah sakit
Ada 3 komponen yang harus diperhatikan yakni struktur ,budaya, dan
teknologi. Pada struktur tujuan yang dicapai adalah status praktik komunikasi yang
direncanakan dan diterapkan oleh keompok kerja. Klompok kerja inisalah satunya
kelompok klinik yang dirancang untuk melaksanakan prinsip-prinsip asuhan
keperawatan kepada pasien, kertampilan, dan dapat menyelesaikan maslah pada
organisasi. (2002:119)
Perubahaahan suatu budaya dalam manajemen ialah aspek penting dalam
proses perubahan efektif. Memang budaya bukan sesautu yang bias mudah dirubah,
maka kita percaya pada lingkungan dan indivudu yang berbeda budaya . (2002:119.
Tidak hanya itu teknologi sangat penting komunikasi interpersonal
diperlukan suatu perantara media elektronik karena sangat bermanfaat dan ekektif
2. ORGANISASI
a) Pengertian Organisasi
James D. Money (1974) Organisasi adalah bentuk dari perserikatan manusia
untuk mencapai suatu tujuan bersama. Sedangkan menurut Ralph Currier Davis
(1951) Organisasi adalah kelompok orang-orang yang bekerja mencapai tujuan
bersama diabawah pimpinan.
John D. Millet (1954) Organisasi adalah sebuah kerangka struktur, sebagai
wahana dan wdah pelaksanaan pekerjaan banyak orang untuk mencapai suatu
tujuan bersama.Dwight Waldo (1956) Organisasi adalah struktur hubungan antar
manusia berdasarkan wewenang

dan bersifat tetap dalam suatu sistem

administrasi.

b) Tata Kerja Organisasi Rumah Sakit dalam Nugraheni (2016)


a. Dalam melaksanakan tugasnya Direktur Rumah Sakit Umum Daerah dibantu
oleh Kepala Bagian Tata Usaha dan Kepala Bidang sesuai dengan tugas yang
ditetapkan dan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Pimpinan.
4

b. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah dalam menjalankan tugas dan


fungsinya wajib memperhatikan, melaksanakan dan menerapkan prinsipprinsip organisasi dan manajemen, koordinasi, integrasi, sinkronisasi,
simplifikasi, kerjasama, efisiensi, efektifitas, transparansi dan akuntabilitas
publik.
c. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah melaksanakan sistem pengendalian
intern di lingkungan kerjanya, bertanggung jawab memimpin dan
mengkoordinasikan bawahan dan memberikan pengarahan dan petunjuk bagi
pelaksanaan tugas.
d. Sub Bagian dipimpin oleh Kepala Sub Bagian, Sub Bidang dipimpin oleh
Kepala Sub Bidang, yang dalam menjalankan tugasnya berada di bawah dan
bertanggung jawab secara hirarki kepada atasan yang bersangkutan.
e. Setiap

Unsur Pimpinan bertanggung

pendayagunaan

dan

pengawasan

jawab melakukan

terhadap

bawahannya,

pembinaan,
keuangan,

perlengkapan, organisasi di lingkungan kerjanya masing-masing serta


senantiasa menjamin kelancaran, keberhasilan dan tertib penyelenggaraan
wewenang, tugas, kewajiban dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya
dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang baik, pemberdayaan daerah
dan menyejahterakan masyarakat.
f. Rumah Sakit Umum Daerah wajib mentaati peraturan perundang-undangan
yang berlaku secara hirarki, prosedur serta tata kerja yang ditetapkan

3. KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI


5

a) Pengertian komunikasi organisasi


Pace & Faules, (2001: 31-33) menjelaskan bahwa komunikasi organisasi
merupakan perilaku pengorganisasian yang terjadi dan bagaimana mereka yang
terlibat dalam proses itu bertransaksi dan memberi makna atas apa yang terjadi.
Pengertian komunikasi organisasi yang lebih sederhana dikemukakan Arnold
& Feldman (1986: 154) bahwa komunikasi organisasi adalah pertukaran informasi
diantara orang-orang di dalam organisasi, dimana prosesnya secara umum meliputi
tahapan-tahapan: attention, comprehension, acceptance as true, dan retention.
Wiryanto juga mengungkapakan bahwa Komunikasi organisasi adalah
pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal
maupun informal dari suatu organisasi. Komunikasi formal adalah komunikasi yang
disetujui oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi kepentingan organisasi.
Isinya berupa cara kerja di dalam organisasi, produktivitas, dan berbagai pekerjaan
yang harus dilakukan dalam organisasi. Misalnya: memo, kebijakan, pernyataan,
jumpa pers, dan surat-surat resmi. Komunikasi informal adalah komunikasi yang
disetujui secara sosial. Orientasinya bukan pada organisasi, tetapi lebih kepada
anggotanya secara individual. Nugraheni (2016)
Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi
organisasi adalah suatu perilaku yang dilakukan di dalam organisasi untuk
pertukaran informasi seperti pengiriman dan penerimaan pesan di antara orangorang yang berada di dalam organisasi.
b) Fungsi Komunikasi dalam Organisasi dalam Nugraheni (2016)
Menurut Sendjaja
(1) Fungsi Informatif
Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan informasi.
Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh
informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu. Informasi yang didapat
memungkinkan setiap anggota organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya
secara lebih pasti. Orang-orang dalam tataran manajemen membutuhkan
informasi untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun guna mengatasi
konflik yang terjadi di dalam organisasi. Sedangkan karyawan (bawahan)
membutuhkan informasi untuk melaksanakan pekerjaan, di samping itu juga
informasi tentang jaminan keamanan, jaminan sosial dan kesehatan, izin cuti,
dan sebagainya. Contohnya direksi menginformasikan kepada karyawan tentang
revisi kebijakan tentang keselamatan pasien. Nugraheni (2016)
6

(2) Fungsi Regulatif


Fungsi ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu
organisasi. Terdapat dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif, yaitu:
1.

Berkaitan dengan orang-orang yang berada dalam tataran manajemen,


yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua
informasi yang disampaikan. Juga memberi perintah atau intruksi supaya
perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana semestinya. Nugraheni
(2016)

2.

Berkaitan dengan pesan. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi


pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan tentang
pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan. Nugraheni
(2016)

(3) Fungsi Persuasif


Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan
selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini,
maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya
daripada memberi perintah. Sebab pekerjaan yang dilakukan secara sukarela
oleh karyawan akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibanding
kalau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya.
Contohnya direksi meminta seluruh perawat hadir dalam rapat penting tepat
waktu lewat ketua bangsal. Nugraheni (2016)
(4) Fungsi Integratif
Setiap organisasi berusaha menyediakan saluran yang memungkinkan
karyawan dapat dilaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik. Ada dua
saluran komunikasi formal seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut
(newsletter, buletin) dan laporan kemajuan organisasi; juga saluran komunikasi
informal seperti perbincangan antarpribadi selama masa istirahat kerja,
pertandingan olahraga ataupun kegiatan darmawisata. Contoh setelah direksi
rapat kemudian saat istirahat dia berbincang-bincang terkait hasil rapat dengan
ketua bangsal.Nugraheni (2016)

c) Gaya Komunikasi dalam Organisasi


1.

The Controlling Style


controlling style communication ditandai dengan adanya satu kehendak atau
maksud untuk membatasi, memaksa dan mengatur perilaku, pikiran dan
tanggapan orang lain. Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi ini
dikenal dengan nama komunikator satu arah atau one-way communications.
Prasetya (2014)

2.

The equalitarian style


Dalam gaya komunikasi ini, tindak komunikasi dilakukan secara terbuka.
Artinya,

setiap

anggota

organnisasi The

Equalitarian

Style dapat

mengungkapkan gagasan ataupun pendapat dalam suasana yang rileks, santai


dan informal. Dalam suasana yang demikian, memungkinkan setiap anggota
organisasi mencapai kesepakatan dan pengertian bersama. Aspek penting gaya
komunikasi ini ialah adanya landasan kesamaan. The equalitarian style of
communication ini ditandai dengan berlakunya arus penyebaran pesan-pesan
verbal secara lisan maupun tertulis yang bersifat dua arah (two-way
communication). Prasetya (2014)
3.

The Structuring Style


Gaya komunikasi yang berstruktur ini, memanfaatkan pesan-pesan verbal
secara tertulis maupun lisan guna memantapkan perintah yang harus
dilaksanakan, penjadwalan tugas dan pekerjaan serta struktur organisasi.
Pengirim pesan (sender) lebih memberi perhatian kepada keinginan untuk
memengaruhi orang lain dengan jalan berbagi informasi tentang tujuan
organisasi, jadwal kerja, aturan dan prosedur yang berlaku dalam organisasi
tersebut mereka bahwa pemrakarsa (initiator) struktur yang efisien adalah
orang-orang yang mampu merencanakan pesan-pesan verbal guna lebih
memantapkan tujuan organisasi, kerangka penugasan dan memberikan jawaban
atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul. Prasetya (2014)

4.

The Dynamic style


Gaya komunikasi yang dinamis ini memiliki kecenderungan agresif, karena
pengirim pesan atau sender memahami bahwa lingkungan pekerjaannya
berorientasi

pada

tindakan

(action-oriented). The

dynamic

style

of

communication ini sering dipakai oleh para juru kampanye ataupun supervisor
yang membawa para wiraniaga (salesmen atau saleswomen). Prasetya (2014)
8

5.

The Relinguishing Style


Gaya komunikasi ini lebih mencerminkan kesediaan untuk menerima saran,
pendapat ataupun gagasan orang lain, daripada keinginan untuk memberi
perintah, meskipun pengirim pesan (sender) mempunyai hak untuk memberi
perintah dan mengontrol orang lain. Prasetya (2014)

6.

The Withdrawal Style


Akibat yang muncul jika gaya ini digunakan adalah melemahnya tindak
komunikasi, artinya tidak ada keinginan dari orang-orang yang memakai gaya
ini untuk berkomunikasi dengan orang lain, karena ada beberapa persoalan
ataupun kesulitan antarpribadi yang dihadapi oleh orang-orang tersebut.
Prasetya (2014)

d) Aspek-aspek Komunikasi Organisasi


Pace dan Faules (2002:553) mengatakan komunikasi organisasi meliputi aspekaspek, yaitu:
Pertama, Peristiwa komunikasi, berkaitan dengan seberapa jauh informasi
diciptakan, ditampilkan, dan disebarkan ke seluruh bagian dalam organisasi. Dalam
konteks komunikasi organisasi mengolah dan memproses informasi tersebut
menurut Pace dan Faules (2002:553) ada lima faktor penting yang harus
diperhatikan agar organisasi berjalan efektif. Ke lima faktor tersebut, yaitu (1)
kualitas media informasi, (2) aksesibilitas informasi, (3) penyebaran informasi, (4)
beban informasi, dan (5) ketepatan informasi.
1) Kualitas media informasi
Kualitas media informasi berkaitan dengan penerbitan, petunjuk
tertulis, laporan, surat elektronik (e-mail), video conferencing, voice
messaging, faksimil, papan buletin komputer, dan media lainnya yang
dipergunakan dalam organisasi. Jika faktor-faktor tersebut dinilai menarik,
tepat, efisien, dan dapat dipercaya, lazimnya para pegawai cenderung
menyatakan kebanggaannya dalam bentuk kualitas output organisasi.
2) Aksesibilitas informasi
Aksesibilitas informasi berkaitan dengan seberapa jauh informasi
tersedia bagi para anggota organisasi dari berbagai sumber dalam organisasi.
Sumber-sumber informasi dalam organisasi yang dimaksud menurut Pace dan
Faules (2002:556) seperti rekan sekerja, bawahan, pimpinan langsung atau

tidak langsung, selentingan (grapevine) penyelia langsung, dan juga dari


informasi tertulis.
3) Penyebaran Informasi
Penyebaran informasi berkaitan dengan seberapa jauh informasi
disebarkan keseluruh bagian dalam organisasi dan bagaimana pula menerima
informasi dari seluruh bagian organisasi. Montana (da1am Purwanto,
2003:26) mengemukakan bagi organisasi yang berskala kecil yang hanya
memiliki beberapa pegawai, maka penyampaian informasi dapat dilakukan
secara langsung kepada para pegawainya, tetapi bagi organisasi yang berskala
besar yang memiliki ratusan bahkan ribuan pegawai, maka penyampaian
informasi kepada mereka merupakan suatu pekerjaan yang cukup rumit yang
pada pelaksanaannya akan membentuk suatu pola yang disebut pola
komunikasi (patterns of communications).
Pola komunikasi ini dapat dibedakan ke dalam saluran komunikasi
formal (.formal communications channel) dan saluran komunikasi non formal
(informal communications channel). Dalam kaitannya dengan proses
penyampaian informasi dari pimpinan kepada bawahan, maka pola
transformasi informasinya dapat berbentuk komunikasi dari atas ke bawah,
komunikasi dari bawah ke atas, komunikasi horizontal, dan komunikasi
diagonal.
4) Beban Informasi
Menurut Pace dan Faules (2002:498) beban informasi berkaitan
dengan seberapa jauh para anggota organisasi merasa bahwa mereka
menerima informasi lebih banyak atau kurang daripada yang dapat mereka
tangani atau yang mereka perlukan agar dapat berfungsi secara efektif.
5) Ketepatan Informasi
Menurut Pace dan Faules (2002:498) ketepatan informasi berkaitan
dengan seberapa jauh (berapa bit) informasi yang diketahui anggota
organisasi tentang suatu informasi tertentu dibandingkan dengan jumlah bit
informasi sesungguhnya di dalam suatu informasi. Ketepatan informasi
(information fidelity) dalam komunikasi organisasi berkaitan dengan
kecermatan. Artinya, sejauhmana para anggota organisasi memahami jumlah

10

informasi yang didistribusikan kepada mereka sesuai dengan jumlah


informasi yang sesungguhnya ada dalam pesan tertentu.
e)

Proses Komunikasi
Komunikasi terjadi dalam hubungan antara pengirim dengan penerima.
Komunikasi dapat mengalir dalam satu arah dan berakhir di sana. Atau sebuah
pesan dapat menimbulkan respon (yang secara formal dikenal dengan sebutan
umpan balik) dari penerima. Pengirim (sumber pesan) merupakan pihak yang
mengawali komunikasi. Dalam sebuah organisasi, pengirim dapat berupa seseorang
dengan

informasi,

kebutuhan,

atau

keinginan

dan

dengan

tujuan

mengkomunikasikannya kepada satu atau beberapa orang lain. Prasetya (2014)


Penerima adalah orang yang inderanya menerima pesan dari pengirim.
Mungkin terjadi jumlah penerima banyak, seperti kalau sebuah memo dikirimkan
kepada seluruh anggota organisasi, atau hanya satu orang, seperti kalau seseorang
mendiskusikan sesuatu secara rahasia kepada seorang rekan. Pesan harus
disesuaikan dengan latar belakang penerima. Manajer produksi seyogyanya
menghindari penggunaaan istilah yang sangat teknis dalam berkomunikasi dengan
seseorang di departemen pemasaran. Prasetya (2014)
Dari rangkaian pengertian tersebut, bila pesan tidak sampai kepada
penerima, maka komunikasi belum terjadi. Di sisi lain, kerap terjadi situasi
dimana pesan sudah sampai kepada penerima, tetapi penerima tidak mampu
memahaminya. Tiga faktor yang mempengaruhi efektifitas komunikasi meliputi
penyandian, pengartian dan gangguan. Prasetya (2014)
a.

Penyandian
Penyandian terjadi ketika pengirim menterjemahkan informasi untuk
dikirimkan menjadi serangkaian simbol. Penyandian itu diperlukan karena
informasi hanya dapat dikirimkan dari seseorang kepada orang lain lewat
perwakilan atau simbol. Prasetya (2014)
Karena komunikasi merupakan obyek dari penyandian, pengirim berusaha
menetapkan arti yang dapat dipahami bersama dengan penerima dengan cara
memilih simbol, biasanya dalam bentuk kata atau gerakan tubuh, yang
dipercaya oleh pengirim mempunyai arti yang sama dengan penerimanya. Kerap

11

dijumpai, kurangnya kerjasama adalah merupakan salah satu penyebab umum


dari salah pengertian atau kegagalan dalam berkomunikasi. Prasetya (2014)
b. Pengartian
Merupakan

proses

yang

dilakukan

oleh

penerima

untuk

menginterprestasikan pesan dan menterjemahkannya ke dalam informasi yang


mempunyai arti. Ini merupakan proses dua langkah, yaitu (1) menerima pesan,
dan kemudian (2) mengartikannya. Pengartian dipengaruhi oleh pengalaman
penerima, penilaian pribadi mengenai simbol dan gerakan tubuh yang dipakai,
harapan (orang cenderung mendengar apa yang ingin mereka dengar), dan
kesamaan arti dengan pengirimnya. Secara umum, semakin banyak pengartian
penerima yang sama dengan pesan yang dimaksud oleh pengirim, semakin
efektif komunikasi. Prasetya (2014)
c. Gangguan
Meliputi segenap faktor yang mengganggu, membingungkan, atau
mencampuri komunikasi. Gangguan dapat timbul dalam saluran komunikasi,
atau metode pengiriman. Gangguan dapat terjadi karena faktor internal
(misalnya penerima kurang mengindahkan) ataupun faktor eksternal (misalnya
pesan terganggu oleh suara lain dari lingkungan. Gangguan dapat terjadi pada
tahap manapun dari proses komunikasi, terutama pada tahap penyandian dan
pengartian. Prasetya (2014)
f)

Memperbaiki Proses Komunikasi


Efektifitas komunikasi dapat dideteksi melalui sampai seberapa jauh pihakpihak yang terlibat menangani empat aspek komunikasi yang meliputi : perbedaan
persepsi, emosi, ketidakkonsistenan antara komunikasi verbal dan non-verbal, dan
kepercayaan (maupun ketidakpercayaan) awal antara pihak yang terlibat.
a. Perbedaan Persepsi
Merupakan salah satu hambatan komunikasi yang lazim dijumpai. Orang yang
mempunyai latar belakang pengetahuan dan pengalaman berbeda kerap menerima
fenomena sama dari prespektif yang berbeda. Perbedaan bahasa sering berkaitan
dengan

perbedaan

dalam

persepsi

individu. Agar

suatu

pesan

dapat

dikomunikasikan secara tepat, kata-kata yang dipergunakan harus mempunyai arti


yang sama bagi pengirim maupun penerima. Untuk mengatasi hal tersebut, pesan

12

harus dijelaskan sehingga dapat dipahami oleh penerima yang mempunyai


pandangan dan pengalaman berbeda.
b. Emosi
Reaksi emosional (seperti marah, cinta, mempertahankan opini, cemburu, takut,
malu, dan lain-lain) akan berpengaruh terhadap cara orang memahami pesan dari
orang lain dan cara orang lain memahami pesan orang tersebut. Pendekatan
terbaik untuk berhubungan dengan emosi adalah menerimanya sebagai bagian
dari proses komunikasi dan mencoba memahaminya ketika emosi menimbulkan
masalah.
c. Ketidakkonsistenan
Banyak kalangan yang berpendapat bahwa bahasa lisan dan tertulis merupakan
medium utama komunikasi. Pada kenyataannya, pesan yang dikirimkan maupun
diterima kerap dipengaruhi oleh faktor non-verbal seperti gerakan tubuh, pakaian,
jarak fisik pelaku komunikasi, postur tubuh, gerakan anggota badan, ekspresi
wajah, gerakan mata, sentuhan badan, dan lain-lain. Kunci untuk mengatasinya
adalah dengan mewaspadainya dan berjaga-jaga agar tidak mengirimkan pesan
palsu. Untuk itu pesan verbal haruslah selalu selaras dengan aspek non-verbalnya.
d. Ketidakpercayaan awal
Tingkat kepercayaan penerima pesan pada umumnya merupakan fungsi
kredibilitas dari pengirim dalam benak penerima pesan tersebut. Kredibilitas
pengirim pesan sangat dipengaruhi oleh lingkungan dalam konteks yang
bersangkutan mengirimkan pesan. Disinilah sejarah hubungan kerja mempunyai
hubungan komunikasi. Kredibilitas merupakan hasil dari proses jangka panjang
yang mana kejujuran seseorang, niat baik dan keadilan dikenal dan dipahami oleh
orang lain. Hubungan yang baik dalam bekomunikasi hanya dapat dikembangkan
melalui tindakan yang konsisten.
g) Hambatan Komunikasi dalam Organisasi
1.

Hambatan dari Proses Komunikasi


a. Hambatan dari pengirim pesan, misalnya pesan yang akan disampaikan
belum jelas bagi dirinya atau pengirim pesan, hal ini dipengaruhi oleh
perasaan atau situasi emosional. Herman(2014)

13

b.

Hambatan dalam penyandian/simbol. Hal ini dapat terjadi karena bahasa


yang dipergunakan tidak jelas sehingga mempunyai arti lebih dari satu,
simbol yang dipergunakan antara si pengirim dan penerima tidak sama
atau bahasa yang dipergunakan terlalu sulit. Herman(2014)

c. Hambatan media, adalah hambatan yang terjadi dalam penggunaan media


komunikasi, misalnya gangguan suara radio dan aliran listrik sehingga
tidak dapat mendengarkan pesan. Herman(2014)
d.

Hambatan dalam bahasa sandi. Hambatan terjadi dalam menafsirkan


sandi oleh si penerima. Herman(2014)

e.

Hambatan dari penerima pesan, misalnya kurangnya perhatian pada saat


menerima /mendengarkan pesan, sikap prasangka tanggapan yang keliru
dan tidak mencari informasi lebih lanjut. Herman(2014)
f. Hambatan dalam memberikan balikan. Balikan yang diberikan tidak
menggambarkan

apa

adanya

akan

tetapi

memberikan

interpretative, Hambatan tidak tepat waktu atau tidak jelas dan sebagainya.
Herman(2014)
2.

Hambatan Fisik
Hambatan fisik dapat mengganggu komunikasi yang efektif, cuaca gangguan
alat komunikasi, dan lain lain, misalnya: gangguan kesehatan (cacat tubuh
misalnya orang yang tuna wicara), gangguan alat komunikasi dan sebagainya.

3.

Hambatan Semantik
Faktor pemahaman bahasa dan penggunaan istilah tertentu. Kata-kata
yang dipergunakan dalam komunikasi kadang-kadang mempunyai arti yang
berbeda, tidak jelas atau berbelit-belit antara pemberi pesan dan penerima
pesan. Misalnya : adanya perbedaan bahasa (bahasa daerah, nasional,
maupun internasional). Herman(2014)

4.

Hambatan Psikologis
Hambatan psikologis dan sosial kadang-kadang mengganggu komunikasi,
misalnya; perbedaan nilai-nilai serta harapan yang berbeda antara pengirim
dan penerima pesan, sehingga menimbulkan emosi diatas pemikiranpemikiran dari sipengirim maupun si penerima pesan yang hendak
disampaikan. Herman(2014)

5.

Hambatan Manusiawi
14

Terjadi karena adanya faktor, emosi dan prasangka pribadi, persepsi,


kecakapan atau ketidakcakapan, kemampuan atau ketidakmampuan alat-alat
pancaindera seseorang, dll. Herman(2014)
h) Cara Mengatasi Hambatan Komunikasi dalam Organisasi dalam Herman(2014)
1. Gunakan umpan-balik
Beri kesempatan pada orang orang lain untuk menyampaikan ide atau
gagasannya, sehingga tercipta dua iklim komunikasi dua arah.
2.

3.

Kenali si penerima berita


a.

Bagaimana latar belakang pendidikannya,

b.

Bagaimana pengetahuan tentang subyek pembicaraan,

c.

Sejauh mana minat dan perasaan.

Rencanakan secara teliti


Pertimbangkan baik-baik, misalnya : apa, mengapa, siapa, bagaimana, kapan.

4. KOMUNIKASI PERAWAT DALAM RUMAH SAKIT DAN KOMUNITAS


15

A. Komunikasi Antara Perawat Ssecara Vertikal Dengan Tenaga Kesehatan


1. Komunikasi antara Perawat dengan Dokter
Hubungan perawat-dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi yang telah
cukup lama dikenal ketika memberikan bantuan kepada pasien. Perawat bekerja sama
dangan dokter dalam berbagai bentuk. Perawat mungkin bekerja di lingkungan di mana
kebanyakan asuhan keperawatan bergantung pada instruksi medis. Perawat diruang
perawatan intensif dapat mengikuti standar prosedur yang telah ditetapkan yang
mengizinkan perawat bertindak lebih mandiri. Perawat dapat bekerja dalam bentuk
kolaborasi dengan dokter.
Contoh. Ketika perawat menyiapkan pasien yang baru saja didiagnosa diabetes
pulang kerumah, perawat dan dokter bersama-sama mengajarkan klien dan keluarga
begaimana perawatan diabetes di rumah.
Selain itu komunikasi antara perawat dengan dokter dapat terbentuk saat visit
dokter terhadap pasien, disitu peran perawat adalah memberikan data pasien meliputi
TTV, anamnesa, serta keluhan-keluhan dari pasien,dan data penunjang seperti hasil
laboraturium sehingga dokter dapat mendiagnosa secara pasti mengenai penyakit
pasien.
Pada saat perawat berkomunikasi dengan dokter pastilah menggunakan istilah-istilah
medis, disinilah perawat dituntut untuk belajar istilah-istilah medis sehingga tidak
terjadi kebingungan saat berkomunikasi dan komunikasi dapat berjalan dengan baik
serta mencapai tujuan yang diinginkan.
Komunikasi antara perawat dengan dokter dapat berjalan dengan baik apabila dari
kedua pihak dapat saling berkolaborasi dan bukan hanya menjalankan tugas secara
individu, perawat dan dokter sendiri adalah kesatuan tenaga medis yang tidak bisa
dipisahkan. Dokter membutuhkan bantuan perawat dalam memberikan data-data asuhan
keperawatan, dan perawat sendiri membutuhkan bantuan dokter untuk mendiagnosa
secara pasti penyakit pasien serta memberikan penanganan lebih lanjut kepada pasien.
Semua itu dapat terwujud dwngan baik berawal dari komunikasi yang baik pula antara
perawat dengan dokter.

16

2. Komunikasi antara perawat dengan Ahli terapi respiratorik


Ahli terapi respiratorik ditugaskan untuk memberikan pengobatan yang dirancang
untuk peningkatan fungsi ventilasi atau oksigenasi klien. Perawat bekerja dengan
pemberi terapi respiratorik dalam bentuk kolaborasi. Asuhan dimulai oleh ahli terapi
(fisioterapis) lalu dilanjutrkan dengan dievaluasi oleh perawat. Perawat dan fisioterapis
menilai kemajuan klien secara bersama-sama dan mengembangkan tujuan dan rencana
pulang yang melibatkan klien dan keluarga. Selain itu, perawat merujuk klien ke
fisioterapis untuk perawatan lebih jauh.
Contoh. Perawat merawat seseorang yang mengalamai penyakit paru berat dan merujuk
klien tersebut pada ahli terapis respiratorik untuk belajar latihan untuk menguatkaan
otot-otot lengan atas, untuk belajar bagaimana menghemat energi dalam melakukan
aktivitas sehari-hari, dan belajar teknik untuk mempertahankan bersihan jalan nafas.
3. Komunikasi antara Perawat dengan Ahli Farmasi
Seorang ahli farmasi adalah seorang profesional yang mendapat izin untuk
merumuskan dan mendistribusikan obat-obatan. Ahli farmasi dapat bekerja hanya di
ruang farmasi atau mungkin juga terlibat dalam konferensi perawatan klien atau dalam
pengembangan sistem pemberian obat.
Perawat memiliki peran yang utama dalam meningkatkan dan mempertahankan
dengan mendorong klien untuk proaktif jika membutuhkan pengobatan. Dengan
demikian, perawat membantu klien membangun pengertian yang benar dan jelas
tentang pengobatan, mengkonsultasikan setiap obat yang dipesankan, dan turut
bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan tentang pengobatan bersama tenaga
kesehatan lainnya.

17

Perawat harus selalu mengetahui kerja, efek yang dituju, dosis yang tepat dan
efek smaping dari semua obat-obatan yang diberikan. Bila informasi ini tidak tersedia
dalam buku referensi standar seperti buku-teks atau formula rumah sakit, maka perawat
harus berkonsultasi pada ahli farmasi.

Saat komunikasi terjadi maka ahli farmasi memberikan informasi tentang obatobatan mana yang sesuai dan dapat dicampur atau yang dapat diberikan secara
bersamaan. Kesalahan pemberian dosis obat dapat dihindari bila baik perawat dan
apoteker sama-sama mengetahui dosis yang diberikan. Perawat dapat melakukan
pengecekkan ulang dengan tim medis bila terdapat keraguan dengan kesesuaian dosis
obat. Selain itu, ahli farmasi dapat menyampaikan pada perawat tentang obat yang
dijual bebas yang bila dicampur dengan obat-obatan yang diresepkan dapat berinteraksi
merugikan, sehingga informasinini dapat dimasukkan dalam rencana persiapan pulang.
Seorang ahli farmasi adalah seorang profesional yang mendapat izin untuk merumuskan
dan mendistribusikan obat-obatan. Ahli farmasi dapat bekerja hanya di ruang farmasi
atau mungkin juga terlibat dalam konferensi perawatan klien atau dalam pengembangan
sistem pemberian obat.
4. Komunikasi antara Perawat dengan Ahli Gizi
Kesehatan dan gizi merupakan faktor penting karena secara langsung berpengaruh
terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM). Pelayanan gizi di RS merupakan hak
setiap orang dan memerlukan pedoman agar tercapai pelayanan yang bermutu.
Agar pemenuhan gizi pasien dapat sesuai dengan yang diharapkan maka perawat harus
mengkonsultasikan kepada ahli gizi tentang obatan yang digunakan pasien, jika
perawat tidak mengkonunikasikannya maka dapat terjadi pemilihan makanan oleh ahli
gizi yang bisa saja menghambat absorbsi dari obat tersebut. Jadi diperlukanlah
komunikasi dua arah yang baik antara

18

B. KOMUNIKASI ANTARA PERAWAT SSECARA HORIZONTAL DENGAN


TENAGA KESEHATAN
1. Komunikasi antara Perawat dengan Perawat
Dalam memberikan pelayanan keperawatan pada klien komunikasi antar tenaga
kesehatan terutama sesama perawat sangatlah penting. Kesinambungan informasi
tentang klien dan rencana tindakan yang telah, sedang dan akan dilakukan perawat
dapat tersampaikan apabila hubungan atau komunikasi antar perawat berjalan dengan
baik.
Hubungan perawat dengan perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan dapat
diklasifikasikan menjadi hubungan profesional, hubungan struktural dan hubungan
intrapersonal.
Hubungan profesional antara perawat dengan perawat merupakan hubungan yang
terjadi karena adanya hubungan kerja dan tanggung jawab yang sama dalam
memberikan pelayanan keperawatan.
Hubungan sturktural merupakan hubungan yang terjadi berdasarkan jabatan atau
struktur masing- masing perawat dalam menjalankan tugas berdasarkan wewenang dan
tanggungjawabnya dalam memberikan pelayanan keperawatan. Laporan perawat
pelaksana tentang kondisi klien kepada perawat primer, laporan perawat primer atau
ketua tim kepada kepala ruang tentang perkembangan kondisi klien, dan supervisi yang
19

dilakukan kepala ruang kepada perawat pelaksana merupakan contoh hubungan


struktural.
Hubungan interpersonal perawat dengan perawat merupakan hubungan yang
lazim dan terjadi secara alamiah. Umumnya, isi komunikasi dalam hubungan ini adalah
hal- hal yang tidak terkait dengan pekerjaan dan tidak membawa pengaruh dalam
pelaksanaan tugas dan wewenangnya.
2. Komunikasi dalam komunitas diimana perawat sebagai ketua tim
a) Perencanaan:
1) Mengikuti serah terima pasien dari shift sebelumnya bersama kepala ruangan.
2) Bersama kepala ruangan melakukan pembagian tugas untuk anggota
tim/pelaksana.
3) Menyusun rencana asuhan keperawatan.
4) Menyiapkan keperluan untuk pelaksanaan asuhan keperawatan.
5) Memberi pertolongan segera pada pasien dengan masalah kedaruratan.
6) Melakukan ronde keperawatan bersama kepala ruangan.
7) Mengorientasikan pasien baru.
8) Melakukan pelaporan dan pendokumentasian

b) Pengorganisasian dan ketenagaan:


1) Merumuskan tujuan dari metode penugasan keperawatan tim.
2) Bersama kepala ruangan membuat rincian tugas untuk anggota tim/pelaksana
sesuai dengan perencanaan terhadap pasien yang menjadi tanggung jawabnya
dalam pemberian asuhan keperawatan.
3) Melakukan pembagian kerja anggota tim/ pelaksana sesuai dengan tingkat
ketergantungan pasien.
4) Melakukan koordinasi pekerjaan dengan tim kesehatan lain.
5) Mengatur waktu istirahat untuk anggota tim/ pelaksana.
6) Mendelegasikan tugas pelaksanaan proses keperawatan kepada anggota
tim/pelaksana.
7) Melakukan pelaporan dan pendokumentasian.
c) Pengarahan:
1) Memberi pengarahan tentang tugas setiap anggota tim/ pelaksana.
2) Memberikan informasi kepada anggota tim/ pelaksana yang berhubungan
dengan asuhan keperawatan.
3) Melakukan bimbingan kepada anggota tim/ pelaksana yang berhubungan
dengan asuhan keperawatan.
20

4) Memberi pujian kepada anggota tim/ pelaksana yang melaksanakan tugasnya


dengan baik, tepat waktu, berdasarkan prinsip, rasional dan kebutuhan pasien.
5) Memberi teguran kepada anggota tim/pelaksana yang melalaikan tugas atau
membuat kesalahan.
6) Memberi motivasi kepada anggota tim/pelaksana.
7) Melibatkan anggota tim/ pelaksana dari awal sampai dengan akhir kegiatan.
8) Melakukan pelaporan dan pendokumentasian.
d) Pengawasan:
1) Melalui komunikasi: mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan anggota
tim/ pelaksana asuhan keperawatan kepada pasien.
2) Melalui supervisi: melihat/ mengawasi pelaksanaan asuhan keperawatan dan
catatan keperawatan yang dibuat oleh anggota tim/ pelaksana serta menerima/
mendengar laporan secara lisan dari anggota tim/pelaksana tentang tugas yang
dilakukan.
3) Memperbaiki, mengatasi kelemahan atau kendala yang terjadi pada saat itu juga.
4) Memberi umpan balik kepada anggota tim/ pelaksana.
5) Mengatasi masalah dan menetapkan upaya tindak lanjut.
6) Memperhatikan aspek etik dan legal dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.
7) Melakukan pelaporan dan pendokumentasian.
e) Peran manajerial: informasional, interpersonal, decisional.

3. Komunikasi dalam komunitas dimana perawat sebagai sebagai anggota tim/ pelaksana:
1)

Perencanaan:
a) Bersama kepala ruang dan ketua tim mengadakan serah terima tugas.
b) Menerima pembagian tugas dari ketua tim.
c) Bersama ketua tim menyiapkan keperluan untuk pelaksanaan asuhan
keperawatan.
d) Mengikuti ronde keperawatan bersama kepala ruangan.
e) Menerima pasien baru.
f)
Melakukan pelaporan dan pendokumentasian
2) Pengorganisasian dan ketenagaan:
a) Menerima penjelasan tujuan dari metode penugasan keperawatan tim.
b) Menerima rincian tugas dari ketua tim sesuai dengan perencanaan terhadap
pasien yang menjadi tanggung jawabnya dalam pemberian asuhan
keperawatan.
c) Melaksanakan tugas yang diberikan oleh ketua tim.
d) Melaksanakan koordinasi pekerjaan dengan tim kesehatan lain.
e) Menyesuaikan waktu istirahat dengan anggota tim/ pelaksana lainnya.
f)
Melaksanakan asuhan keperawatan.

21

g)

b)

Menunjang pelaporan dan pendokumentasian tindakan keperawatan yang


dilakukan.
3) Pengarahan:
a) Menerima pengarahan dan bimbingan dari ketua tim tentang tugas setiap
anggota tim/ pelaksana.
b) Menerima informasi dari ketua tim berhubungan dengan asuhan
keperawatan.
c) Menerima pujian dari ketua tim.
d) Dapat menerima teguran dari ketua tim apabila melalaikan tugas atau
membuat kesalahan.
e) Mempunyai motivasi terhadap upaya perbaikan.
f)
Terlibat aktif dari awal sampai dengan akhir kegiatan.
g) Menunjang pelaporan dan pendokumentasian.
4) Pengawasan:
a) Menyiapkan dan menunjukkan bahan yang diperlukan untuk proses
evaluasi serta terlibat aktif dalam mengevaluasi kondisi pasien.
Menunjang pelaporan dan pendokumentasian.

PENUTUP
Organisasi adalah kelompok orang-orang yang bekerja mencapai tujuan
bersama diabawah pimpinan. Sedangkan komunikasi adalah suatu pertukaran
pikiran, perasaan, dan pendapat dan memberikan nasehat dimana dua atau lebih
saling berkerjasama.
komunikasi organisasi merupakan perilaku pengorganisasian yang terjadi dan
bagaimana mereka yang terlibat dalam proses itu bertransaksi dan memberi makna
atas apa yang terjadi. organisasi berjalan efektif dengan 5 faktor yakni kualitas
media informasi, aksesibilitas informasi, penyebaran informasi, beban informasi,
dan ketepatan informasi.

22

Referensi
Nursalam.2002.Manajemen Keperawatan Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan
Professional.Jakarta:Salemba Medika.
Departemen Kesehatan RI tahun 2001 tentang posyandu.
Herman.2014. Susunan Organisasi, Tugas Pokok dan
Fungsi.http://rsud.inhukab.go.id/susunan-organisasi-tugas-pokok-danfungsi/ diakses pada tanggal 22 April 2016
Nugraheni, Rizki Intansari.2016.Komunikasi Organisasi.Psikologi Manajemen
Prasetya, Angga.2014.Komunikasi Dalam Organisasi.Universitas Muhamadiyah
Sumatera Utara

23

Anda mungkin juga menyukai