Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH FARMAKOLOGI

SISTEM INTEGUMEN

DIII KEPERAWATAN/ 2A
Disusun Oleh:

1. Anisa Nurrohmah

(A10401857)

2. Rizki Triana Sari

(A01401955)

3. Bibit Sufriyani

(A01502001)

4. Charis

(A01502002)

5. Septiyana

(A01502003)

6.Subahi Juliyanto

(A01502004)

7. Acep Sudibyo

(A01502005)

8. fahmi
PRODI D III KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG
2016/2017

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Alloh SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah
kepada kita,sehingga makalah ini dapat tersusun rapi dan selesai.Tidak lupa pula
kami mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak yang telah membantu kami
untuk melancarkan karya makalah ini baik materi maupun pikiran.
Kami juga ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada :
1. Kepada Alloh SWT yang sudah memberikan kelancaran dalam pembuatan artikel
ini.
2. Kedua Orang Tua yang sudah mendukung dan membantu
3. Dosen pembimbing Penulisan Ilmiah yang sudah membimbing dalam pembuatan
karya tulis ilmiah ini.
Semoga harapan kami makalah

ini bisa membantu untuk menambah

pengetahuan bagi para pembaca tentang obat sistem integumen.


Karena keterbatasan pengetahuan kami,kami menyadari bahwa makalah kami
banyak kesalahan dan kekurangan bagi dari segi kalimat atau tata bahasanya dari itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar makalah ini menjadi
lebih baik lagi.

Kebumen, 5 November 2016

Penyusun

DAFTAR ISI
Halaman Cover ........................................................................................... i
Kata Pengantar ............................................................................................ ii
Daftar Isi ..................................................................................................... iii
BAB 1 Pendahuluan .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................... 1
Bab 2 Pembahasan ...................................................................................... 2
2.1 Definisi Eksim ....................................................................................... 2
2.2 Pengobatan Eksim ................................................................................. 3
2.3 Steroid Topikal ..................................................................................... 3
2.4 Jenis Steroid Topikal.............................................................................. 4
2.5 Penggunaan Kortikosteroid Topikal pada Dermatitis Atopik Anak....... 5
2.6 Krim Permethrin 5% untuk Pengobatan Scabies .. 12
2.7 Penatalaksanaan Terapi Penyakit Impetigo .......................................... 16
2.8 Penggunaan Triamcinolon Topikal Dalam Terapi Dermatitis Atopik.... 11
2.9 Penggunaan Triamcinolon Topikal ....................................................... 20
2.10 Penggunaan Tacrolimus pada Atopic Dermatitis................................. 24
Bab 3 Kesimpulan dan Saran ..................................................................... 27
Daftar Pustaka ............................................................................................. 28

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obat topikal adalah obat yang diberikan melalui kulit dan membran mukosa pada
prinsipnya menimbulkan efek lokal. Pemberian topical dilakukan dengan
mengoleskannya di suatu daerah kulit, memasang balutan lembab, merendam bagian
tubuh dengan larutan, atau menyediakan air mandi yang dicampur obat.
Selain dikemas dalam bentuk untuk diminum atau diinjeksikan, berbagai jenis
obat dikemas dalam bentuk obat luar seperti lotion, liniment, pasta dan bubuk yang
biasanya dipakai untuk pengobatan ganggaun dermatologis misalnya gatal-gatal ,
kulit kering, infeksi dan lain-lain. Obat topical juga dikemas dalam bentuk obat tetes
(instilasi) yang dipakai untuk tetes mata, telinga, atau hidung serta dalam bentuk
untuk irigasi baik mata, telinga, hidung, vagina, maupun rectum.
Dalam memberikan pengobatan kita sebagai perawat harus mengingat dan
memahami prinsip enam benar agar kita dapat terhindar dari kesalahan dalam
memberikan obat, namun ada baiknya kita mengetahui peran masing-masing profesi
yang terkait dengan upaya pengobatan.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui macam macam farmakologi pada system integumen
2. Untuk mengetahui sediaan obat topical serta indikasi dan kontra-indikasi obat
topical pada system integumen
3. Untuk mengetahui farmakokinetik obat topical system Integumen

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Eksim
Eksim merupakan salah satu penyakit kulit yang banyak terjadi di Indonesia.
Eksim yang sering dijumpai di masyarakat antara lain eksim atopik (eksim bawaan),
iritan, dan alergi. Eksim atopik ini merupakan kondisi bawaan, biasanya berhubungan
dengan asma, alergi, dan demam. Eksim iritan disebabkan oleh bahan-bahan yang
mampu mengelupas lemak alami di kulit, seperti sabun, deterjen, dan disinfektan.
Sedangkan eksim karena alergi disebabkan oleh reaksi imun terhadap bahan yang
mengenai kulit dan baru muncul pada pemaparan kedua dan berikutnya. Pada eksim,
kulit menjadi sangat kering dan keras/berkerak karena ketidakmampuan kulit
menahan air di dalam sel-sel kulit, maka dapat dikatakan juga kemampuan kulit
sebagai barier kimia, fisik, dan biologik menurun karena keabnormalan dinding sel di
epidermis.
Tahap-tahap eksim dimulai dari kemerahan kulit yang bisa dipicu oleh iritan atau
alergen atau faktor-faktor lainnya. Saat kemerahan, mediator inflamasi dilepaskan di
kulit sehingga menyebabkan inflamasi/peradangan, sangat gatal, terasa perih, kering
dan terkadang hingga melepuh lalu pecah. Berikut adalah ciri-ciri pada eksim akut:
kemerahan dan membengkak, timbul papula berupa sebuah gelembung yang
melepuh, eksudasi, lapisan kulit menjadi keras permukaannya (kerak), dan bersisik.
Sedangkan pada eksim kronis, permukaan kulit lebih keras dan berkerak, lebih
berpigmen/gelap, lebih tebal (karena digosok dan digaruk terus menerus), eksudat
sudah berkurang tetapi justru berkembang hingga ke jaringan dalam kulit (lapisan
dermis).
Bagi sebagian pasien, dengan menggaruk dapat menghilangkan rasa gatal padahal
itu adalah gejala yang paling buruk. Dengan menggaruk justru turut meningkatkan
pelepasan mediator inflamasi di kulit dan memperparah rasa gatal dan juga akan
semakin membengkak. Ini juga membuat kulit semakin mudah dimasuki iritan
2

ataupun alergen sehingga membuat kulit kering, semakin meradang, dan juga gatal.
Begitulah siklus yang terjadi sehingga beberapa pengobatan dimaksudkan untuk
memecah siklus ini.
2.2 Pengobatan Eksim
Pengobatan eksim dapat dilakukan dengan beberapa cara. Sasaran terapi eksim
adalah bagian kulit yang terkena eksim. Menurut Clark (2002), ada tiga tujuan utama
terapi eksim, yaitu: mengobati kulit dan menjaganya tetap sehat, mencegah flare-up,
dan mengobati gejala yang muncul sesegera mungkin. Strategi terapi dapat digunakan
melalui strategi non farmakologis dan farmakologis. Terapi non-farmakologis dapat
dilakukan melalui pemakaian emollient (krim, losion, salep, minyak) yang dapat
melembabkan kulit, menghindari faktor pemicu (iritan/alergen, stress, makanan), dan
juga menghilangkan kebiasaan menggaruk. Pada tahun 1999, sebuah studi
menunjukkan bahwa pemakaian emollient mampu menurunkan keparahan eksim
atopik pada 89% anak-anak (Chambers and Roberts, 2003). Sedangkan terapi
farmakologis yang banyak digunakan adalah pemakaian steroid topikal tetapi
terkadang digunakan juga antihistamin, oral streroid, antibiotik, pimecrolimus, dan
tacrolimus.
2.3 Steroid Topikal
Topikal berarti dioleskan pada kulit, bisa berupa krim, salep, atau losion. Steroid
topikal digunakan untuk mengatasi inflamasi/peradangan yang terjadi dan efektif
untuk mengontrol flare-up yang membuat rasa gatal dan kering. Steroid bekerja
dengan mencegah pelepasan fosfolipid dari membran sel kemudian mencegah
perubahannya

menjadi

prostaglandin

dan

mediator

inflamasi

lainnya.

Steroid topikal ini sebaiknya digunakan saat gejala muncul pertama kali karena luka
selanjutnya akan lebih sulit untuk diobati. Berikut adalah beberapa kunci pemakaian
steroid topikal pada eksim:
1. Mulailah pengobatan pada saat gejala muncul pertama kali.
2. Pilih jenis steroid dengan potensi cocok.
3

3. Pakai produk dengan hemat (tidak terlalu banyak dan terlalu sering).
4. Untuk mendapat efek yang diinginkan cukup gunakan dalam jangka waktu singkat;
jangka waktu yang lama digunakan untuk eksim akut sedangkan untuk eksim kronis
membutuhkan pengawasan dari dokter.
5. gunakan emollient (pelembab) pada waktu yang berbeda dengan penggunaan
steroid.
Steroid sebaiknya digunakan 30 menit setelah topikal emollient atau setelah
mandi dengan bath oil atau pengganti sabun untuk menghilangkan sel-sel mati yang
dapat mengganggu absorpsi. Steroid topikal mampu menembus kulit sehingga
beberapa dapat ditemukan di dalam darah. Apabila sejumlah besar ditemukan di
dalam darah, efek samping akan muncul, antara lain penipisan kulit. Hal ini bisa
disebabkan pemakaian yang tidak tepat maka pemakaian steroid topikal jangan
sampai ke kulit normal. Dengan pemakaian yang tepat, steroid topikal aman dan
efektif untuk eksim.
2.4 Jenis Steroid Topikal
Steroid topikal tersedia pada banyak kekuatan, sebaiknya dipilih yang
kekuatannya paling lemah dahulu. Para lansia dan anak-anak mempunyai kulit yang
lebih tipis sehingga steroid yang lebih lemah kekuatannya yang digunakan. Steroid
topikal mempunyai 4 macam kekuatan, yaitu lemah, sedikit kuat, kuat, dan sangat
kuat. Berikut adalah beberapa obat pilihannya:
1. Hidrokortison (potensi: lemah)
Nama Generik : hydrocortisone krim 1% dan 2,5%
Nama Dagang : Steroderm (Medikon) krim 1%;
Cortaid (Upjohn Indonesia) salep 0,5%;
Hufacort (Gratia Husada) krim 1% dan 2,5%.
Indikasi : radang kulit ringan seperti eksim, ruam popok
Kontra-indikasi : luka kulit akibat bakteri, jamur atau viral yang tak diobati; jerawat
rosacea perioral dermatitis; akne vulgaris.
Bentuk sediaan : krim dan salep.
4

Dosis dan aturan pakai : dioleskan tipis 1-2 kali sehari (kulit harus bersih dan kering)
Efek samping : jarang menimbulkan efek samping,
Resiko khusus/peringatan : penggunaan jangka panjang pada bayi dan anak-anak
(maksimal seminggu), penggunaan jangka panjang pada wajah, bayi di bawah 1
tahun.
2. Ester betametason (potensi: kuat)
Nama Generik : bethametasone
Nama Dagang : Betason (Kimia Farma) krim 0,1%;
Corsaderm (Corsa) krim 0,1%;
Diprosone-Ov

(Schering

Plough

Indonesia)

salep

dan

krim

0,05%.

Indikasi : kelainan radang kulit yang berat seperti eksim tidak menunjukkan respons
pada kortikosteroid yang kurang kuat; psoriasis.
Kontra-indikasi : luka kulit akibat bakteri, jamur atau viral yang tak diobati; jerawat
rosacea perioral dermatitis; akne vulgaris.
Bentuk sediaan : krim dan salep.
Dosis dan aturan pakai : dioleskan tipis 1-2 kali sehari, untuk lebih dari 13 tahun:
gunakan jumlah paling minim dalam jangka waktu yang pendek (tidak lebih dari 2
minggu).
Efek samping : penekanan pituitary-adrenalaxis, sindrom Cushing, dan efek samping
lokal (penipisan kulit, dermatitis kontak, dermatitis perioral, depigmentasi ringan).
Pemberian lebih dari 100 g/minggu dari sediaan 0,1% menimbulkan penekanan
adrenal.
Resiko khusus/peringatan : penggunaan jangka panjang pada bayi dan anak-anak
(maksimal seminggu), bayi di bawah 1 tahun, anak-anak di bawah 12 tahun,
penggunaan pada wajah dan kunci paha.
2.5 Penggunaan Kortikosteroid Topikal pada Dermatitis Atopik Anak

Dermatitis merupakan masalah kulit yang kerap dijumpai dalam kehidupan sehari
hari. Salah satu dermatitis yang sering mendapat perhatian khusus adalah dermatitis
atopi, mengingat angka kejadiannya yang cenderung terus meningkat dan dampaknya
yang berakibat pada kualitas hidup pasien maupun keluarganya. Seperti ditulis
Barnetson RSC dan Rogers M dalam British Medical Journal, kejadian dermatitis
atopi pada anak di negara maju adalah satu berbanding sepuluh dan angka ini terus
meningkat. Peningkatan disebabkan diantaranya oleh tingginya tingkat polusi udara,
maraknya binatang peliharaan, usia tua saat hamil, dan banyaknya jenis makanan
yang beredar. Disamping itu dermatitis atopi juga sangat jelas faktor herediternya.
Lima puluh persen kasus penderita dermatitis atopi pada anak dapat menghilang
saat remaja, namun dapat juga menetap atau bahkan baru terjadi pada usia dewasa.
Kehadiran dermatitis atopi terkadang juga menyebabkan masalah psikologis yang
cukup besar. Bahkan apabila gejala yang muncul cukup parah dapat mengganggu
aktivitas sehari-hari.
Gejala umum dermatitis atopi yang sering dijumpai adalah rasa gatal yang hebat.
Padahal dengan menggaruk justru akan menambah gambaran klinis bahkan dapat
memperparah keadaan dengan kemungkinan timbulnya infeksi sekunder. Selain itu
juga kulit menjadi kering dan menebal (likenifikasi), disertai inflamasi dan eksudasi
yang dapat kambuh sewaktu waktu.
Berbagai faktor dapat memicu dematitis atopi, antara lain alergen makanan,
alergen hirup, berbagai bahan iritan, dan stress, akan tetapi seberapa besar peran
alergen makanan dan alergen hirup ini masih kontroversial. Meski pada pasien
dermatitis atopi kerap dijumpai peningkatan IgE spesifik terhadap kedua jenis alergen
ini, tetapi tidak selalu dijumpai korelasi dengan kondisi klinisnya. Hasil tes positif
terhadap suatu alergen, tidak selalu menyatakan alergen tersebut sebagai pemicu
dermatitis atopi, tetapi lebih menggambarkan bahwa pasien telah tersensitasi
terhadapnya. Secara umum, alergen makanan lebih berperan pada dermatitis atopi
usia dini. Patogenesis dermatitis atopi sampai saat ini belum diketahui secara pasti
sehingga belum ada pengobatan yang dapat memberikan kesembuhan total pada
6

penderita. Saat ini penatalaksanaan dermatitis atopi memerlukan pendekatan secara


sistemik dan multidimensional. Yang menjadi sasaran terapi pada penderita ini adalah
inflamasi kulit (lesi dermatitis atopi) beserta tanda dan gejala penyakit yang muncul.
Sedangkan penatalaksanaan terapi ini ditujukan untuk mengurangi dan mengatasi
inflamasi beserta tanda dan gejala penyakit yang menyertainya seperti kekeringan
kulit, gatal gatal. Disamping itu juga untuk mencegah/mengurangi kekambuhan,
dan yang tak kalah penting yaitu mengidentifikasi sekaligus mengeliminasi faktor
pencetus.
Keberhasilan pengobatan dermatitis atopi memerlukan pendekatan sistematik dan
menyeluruh. Walaupun berbagai cara pengobatan dasar telah digunakan masih
banyak kasus tertentu yang memerlukan pengobatan khusus. Strategi terapi untuk
penatalaksanaan penyakit ini meliputi terapi non farmakologi dan terapi secara
farmakologi. Terapi non farmakologi dapat dilakukan dengan melakukan identifikasi
dan eliminasi faktor pencetus seperti menggunting kuku, menghindari zat iritatif
(deterjen, kosmetik, keringat, dsb.), sinar matahari dan beberapa alergen spesifik
(makanan, debu, stres, infeksi dsb). Untuk terapi farmakologi dapat dilakukan dengan
memberikan obat seperti kortikosteroid topikal, anti gatal, antibiotik, dan krim hidrasi
kulit.
Diantara obat obat tersebut kortikosteroid topikal menjadi pilihan utama untuk
dermatitis atopi karena merupakan imunosupressan yang kuat dan sebagai anti
inflamasi. Penggunaan steroid topikal yang bersifat anti-inflamasi merupakan dasar
terapi untuk pengobatan lesi lesi dermatitis atopi dan bila digunakan sesuai anjuran,
kortikosteroid topikal cukup aman. Kekuatan kortikosteroid yang dipilih harus
memperhatikan pada keparahan gejala dan lokasi lesi. Sebagai contoh pemakaian
kortikosteroid topikal dengan potensi kuat harus dihindarkan dari daerah wajah,
genitalia, dan daerah lipatan tubuh. Untuk daerah daerah tersebut obat yang secara
umum direkomendasikan merupakan obat dengan potensi ringan. Tujuanya untuk
menghidari adanya potensi efek samping yang dimungkinkan muncul. Semakin tinggi
potensinya, semakin besar pula kemungkinan terjadi efek samping. Penggunaan
7

steroid topikal ini juga hanya ditekankan pada daerah lesi dermatitis atopi saja
sedangkan pada kulit yang tidak terlibat, cukup dengan emolient untuk menghindari
kulit kering dan proses inflamasi.
Terdapat 7 golongan kortikosteroid berdasarkan potensinya yang tentunya juga
mempunyai potensi efek samping yang berbeda pada penggunaannya, terutama jika
digunakan dalam jangka panjang. Untuk potensi obat yang sangat kuat maka hanya
untuk digunakan dalam waktu yang sangat singkat dan hanya pada lokasi yang
mengalami penebalan (likenifikasi) berat, tidak untuk wajah dan daerah lipatan.
Steroid potensi sedang dapat digunakan untuk periode yang lebih lama dan ditujukan
penggunaannya untuk lesi di badan dan ekstremitas.

POTENSI KORTIKOSTEROID TOPIKAL


Konsentrasi
Nama

dan

Bentuk

Sediaan

Dosis

Potensi Sangat Tinggi


0,05% krim, salep, aplikasi
Clobetasol Propionate

kulit kepala

1 2 x/hari

Halcinonide

0,1% krim, solution

2 3 x/hari

0,1% krim

2 -3 x/hari

dipropionate

0,025% krim

2 x/hari

Betamethasone

0,05%

dipropionate

0,064% krim, salep, solution

Potensi Tinggi
Amcinonide
Beclometasone

krim,

salep,

cair
1 3 x/hari

Betamethasone
valerate

0,025% krim

2 3 x/hari

Betamethasone

0,1% krim, gel, lotion, salep,

valerate

solution

1 3 x/hari

Desoximetasone

0,05% gel, 0,025% krim, salep

1 3 x/hari

valerate

0,3% salep berlemak

2x/ hari

Difluocortolone

0,1% krim, salep berlemak,

valerate

salep

1 3 x/hari

Fluclorolone acetonide

0,025% krim

2 x/hari

Fluocinolone

0,025% krim, gel, salep 0,03%

acetonide

salep

1 3 x/hari

acetonide

0,2% krim

2 3 x/hari

Fluocinolone

0,005% krim 0,01% krim,

acetonide

salep 0,0125% krim

1 3 x/hari

Fluocinonide

0,05% krim, salep

2 3 x/hari

0,25%/0,25% krim

1 3 x/hari

caproate

0,25%/0.25% salep

1 3 x/hari

Fluticasone propionate

0,05% krim, 0,005% salep

1 2 x/hari

aceponate

0,127% krim

1 2 x/hari

Methylprednisolone

0,1% krim, salep berlemak,

1 2 x/hari

Difluocortolone

Fluocinolone

Fluocortolone/
fluocortolone caproate
Fluocortolone
pivalate/ fluocortolone

Hydrocortisone

aceponate

salep

Mometasone furoate

0,1% krim, salep, lotion

1 x/hari

Prednicarbate

0,25% krim

1 2 x/hari

dipropionate

0, 05% krim, salep

2 3 x/hari

Clobetasone butyrate

0,05% krim, salep

Sampai 4 x/hari

Desonide

0,05% krim, salep, lotion

2 x/hari

Fluprednidene acetate

0,1% krim, solution

2 x/hari

Triamcinolone

0,1% krim, salep, lotion 0,2%

acetonide

krim, 0,02% krim

Potensi Sedang
Alclometasone

2 3x/hari

Potensi Rendah
0,5% krim, 1% lotion, gel,
Hydrocortisone

krim 2,5% krim

2 3 x/hari

1% krim, salep 2,5% krim

2 3 x/hari

Hydrocortisone
acetate

Dalam aplikasinya sebagian besar obat sebaiknya diberikan 1 2 x/hari.


Untuk daerah telapak tangan dan kaki dapat diberikan lebih sering. Penggunaan
kortikosteroid topikal dengan potensi sangat tinggi hanya direkomendasikan selama 1
2 minggu (paling lama 3 minggu) kemudian beralih ke potensi yang lebih ringan
seiring dengan perbaikan kondisi dan emolient untuk mencapai hidrasi kulit.
Sebaiknya obat dengan potensi sangat tinggi tidak digunakan untuk anak di bawah 1
tahun.
Efek Samping yang mungkin terjadi selama pemakaian kortikosteroid dan
senantiasa harus dikendalikan adalah efek lokal, meliputi penipisan kulit yang dapat
membaik dengan penghentian obat, perburukan kondisi infeksi, dermatitis kontak,

10

jerawat pada tempat pemberian, dan hipopigmentasi reversibel. Sedangkan efek


sistemiknya dapat berupa penyerapan melalui kulit yang dapat menyebabkan supresi
sumbu pituitari adrenal, gangguan pertumbuhan dan Sindroma Cushing. Dalam
prakteknya kortikosteroid topikal dengan potensi rendah jarang menimbulkan efek
samping begitu pula dengan potensi sedang dan tinggi juga jarang menimbulkan
masalah jika digunakan kurang dari 3 bulan.
Sebuah studi yang dimuat dalam Journal of the American Academy of
Dermatology, Maret 2002 menyoroti kekhawatiran tentang potensi membahayakan
efek samping steroid lokal yang digunakan untuk mengatasi masalah kulit anak.
Dalam studi Fase IV, Friedlander dkk menggunakan fluticasone topikal untuk
mengatasi dermatitis pada anak. sebanyak 51 anak berusia antara 3 bulan hingga 6
tahun menerima terapi dengan krim fluticasone propionate, 0.05% dua kali sehari
selama 3 hingga 4 minggu. Semua anak mengalami dermatitis atopi dari tingkat
moderat hingga berat dan menimpa 35% atau lebih kulit tubuh mereka. Rata-rata kulit
tubuh luar yang diterapi mencapai 64% tidak ada efek samping signifikan yang
dilaporkan. Fluticasone propionate krim 0.05% terbukti aman untuk berbagai masalah
kulit meski dipakai dalam jangka waktu lebih dari 4 minggu pada anak usia mulai 3
bulan. Selain obat-obatan topikal, dapat pula dipertimbangkan obat-obatan oral.
Dermatitis atopi berat merupakan kondisi yang serius yang dapat menurunkan
kualitas hidup anak. Karenanya anak-anak ini harus diobati dengan adekuat. Steroid
oral digunakan sebagai pilihan terakhir dan sebisa mungkin dihindari karena efek
rebound yang parah saat penghentian obat, yaitu, dermatitisnya menjadi tidak stabil,
serta efek samping jangka panjang yang cukup besar.
2.6 Krim Permethrin 5% untuk Pengobatan Scabies
Scabies disebabkan oleh mite (tungau), Sarcoptes scabiei. Scabies mites tertarik
pada bau dan kehangatan dari manusia. Tungau ini ukurannya cukup besar sehingga
dapat dilihat dengan mata telanjang dan sering menular diantara orang-orang yang
tidur besama. Kadang tungau ditularkan melalui pakaian, seprei dan benda-benda
11

lainnya yang digunakan secara bersama-sama; masa hidupnya hanya sebentar dan
pencucian biasa bisa menghancurkan tungau ini. Tungau betina membuat terowongan
di bawah lapisan kulit paling atas dan menyimpan telurnya dalam lubang. Beberapa
hari kemudian akan menetas tungau muda (larva). Infeksi menyebabkan gatal-gatal
hebat, kemungkinan merupakan suatu reaksi alergi terhadap tungau.
Ciri khas dari scabies adalah gatal-gatal hebat, yang biasanya semakin
memburuk pada malam hari. Lubang tungau tampak sebagai garis bergelombang
dengan panjang sampai 2,5 cm, kadang pada ujungnya terdapat beruntusan kecil.
Lubang/terowongan tungau dan gatal-gatal paling sering ditemukan dan dirasakan di
sela-sela jari tangan, pada pergelangan tangan, sikut, ketiak, di sekitar puting
payudara wanita, alat kelamin pria (penis dan kantung zakar), di sepanjang garis ikat
pinggang dan bokong bagian bawah. Infeksi jarang mengenai wajah, kecuali pada
anak-anak dimana lesinya muncul sebagai lepuhan berisi air. Lama-lama terowongan
ini sulit untuk dilihat karena tertutup oleh peradangan yang terjadi akibat
penggarukan.
Ada banyak infeksi tungau (mite) yang bukan merupakan scabies. Maka
dari itu harus dilakukan biopsy untuk memastikan infeksi disebabkan oleh apa.
Tungau scabies pada manusia (Human scabies mites) bukan merupakan sarcopic
mange mites yang mengenai hewan. Sarcopic mange mites bisa terbawa pada
manusia tetapi tidak bisa menggali kulit manusia. Jika hewan terinfeksi tungau
mange, maka meraka harus diobati secara terpisah.
Pengobatan ditujukan untuk membunuh tungau scabies dan mengkontrol
dermatitis, yang akan bertahan untuk beberapa bulan setelah pemberantasan tungau.
Selimut dan baju harus dicuci atau dibersihkan atau disingkirkan selama 14 hari
dalam kantong plastic. Apabila pyoderma lanjutan ada, maka harus diobati dengan
sistemik antibiotic. Kecuali kalau pengobatan ditujukan kepada semua anggota
keluarga yang terkena maka infestasi kembali akan terjadi.

12

Permethrin 5% cream efektif dan aman digunakan dalam terapi manajemen


scabies. Pengobatan terdirei dari aplikasi tunggal selama 8-12 jam. Kemudian bisa
diulangi dalam kurun 1 minggu.
Pasien yang hamil harus diobati hanya bila mereka punya riwayat penyakit
scabies. Permethrin 5% cream bisa diaplikasikan sekali untuk 12 jam atau sulfur 5%
6% dalam petrolatum diaplikasikan setiap malam selama 3 malam dari tulang
selangkang kebawah bisa digunakan. Pasien akan terus mengalami gatal-gatal selama
beberapa minggu setelah pengobatan. Bisa digunakan triamcolone 0,1% cream untuk
mengobati dermatitis nya.
Kebanyakan gagalnya pengobatan scabies berhubungan dengan salah
pengunaan obat atau pengobatan yang tidak tuntas. Dalam kasus ini, ulangi
pengobatan dengan permethrin sekali setiap minggu untuk 2 minggu, dengan disertai
edukasi mengenai metode dan luas permukaan yang diaplikasikan. Pada orang-orang
immunocompetent, pengobatan menggunakan ivermectin pada dosis 200 mcg/kg
efektif pada sekitar 75% kasus dengan dosis tunggal dan 95% dari kasus dengan dua
kali dosis setiap 2 minggu sekali. Pada immunosuppressed host dan mereka dengan
crusted (hyperkeratotic) scabies, kelipatan dosis dari ivermectin ( setiap 2 minggu
untuk 2-3 dosis) ditambah terapi topikal dengan permethrin sekali setiap minggu bisa
efektif ketika pengobatan secara topikal dan oral terapi gagal dilakukan. Pruritic
papules yang berkepanjangan bisa diobat dengan kortikosteroid berkekuatan sedangtinggi atau dengan intralesional triamcolone acetonide (2,5-5 mg/mL).
Obat pilihan yang disarankan untuk terapi Scabies adalah Scabimite cream
dengan bahan aktif nya permethrin 5%.
a. Nama dagang di Indonesia
Scabimite cream 5% dari Galenium Pharmacia.
b. Bentuk sediaan
Cream 5% x 10 g, 30 g.
c. Farmakologi

13

Permethrin bekerja dengan cara mengganggu polarisasi dinding sel syaraf parasit
yaitu melalui ikatan dengan Natrium. Hal ini memperlambat repolarisasi dinding sel
dan akhirnya terjadi paralise parasit. Permethrin dimetabolisir dengan cepat di kulit,
hasil metabolisme yang bersifat tidak aktif akan segera diekskresi melalui urine.
Permethrin juga diabsorbsi setelah pengaplikasian secara topikal, tetapi kulit juga
merupakan sebuah tempat metabolisme dan konjugasi metabolit.
Pengaplikasian 5% permethrin cream biasanya cukup untuk mebuat hilang
ektoparasit dan pengurangan dari simptom (biasanya pruritus). Pengaplikasian
berusalng dibutuhkan untuk mengobati penyakit scabies diantara komunitas orang.
d. Indikasi
Permethrin cream 5% digunakan untuk terapi investasi Sarcoptes scabiei.
e. Kontra indikasi
Hipersensitif terhadap Permethrin, Pirethroid sintetis atau Pirethrin.
f. Cara pemakaian
Permethrin cream digunakan untuk sekali pemakaian. Oleskan Permethrin cream
merata pada seluruh permukaan kulit mulai dari kepala sampai ke jari-jari kaki,
terutama daerah belakang telinga, lipatan bokong dan sela-sela jari kaki. Lama
pemakaian selama 8-12 jam. Dianjurkan pengolesan pada malam hari kemudian
dicuci pada keesokan harinya.

g. Efek samping
Dapat timbul rasa panas seperti terbakar yang ringan, pedih, gatal, eritema, hipestesi
serta ruam kulit. Efek samping ini bersifat sementara dan akan menghilang sendiri.
h. Peringatan
Infestasi Scabies kadang diikuti dengan adanya pruritus, edema dan erythema.
Pengobatan dengan Scabimite bisa secara sementara memperburuk kondisi ini.

14

Keamanan dan keefektifan pada anak-anak berumur kurang dari 2 bulan belum

diumumkan.

Penggunaan selama kehamilan dan menyusui harus berdasarkan rekomendasi


dokter.
i. Keuntungan

Aman dan efektif untuk digunakan dalam beberapa tingkat scabies.


Diaplikasikan secara tunggal (sekali pemakaian)
Non-neurotoxic scabicide.

j. Resiko khusus

Neonates

Tidak ada penelitian yang secara spesifik dilakukan untuk pengujian keamanan
permethrin pada neonates, tetapi Wellcome mengadakan penelitian spesifik tentang
penggunaan perm,ethrin pada anak-anak berumur dibawah 12 tahun.

Ibu menyusui

Perhatian ditujukan pada ibu yang sedang menyusui apabila menggunakan permethrin
cream 5%, level dari permethrin dalam air susu setelah diaplikasikan secara topikal
diketahui sangat rendah.

Anak-anak

Permethrin telah diketahui aman dan efektif bila digunakan pada anak-anak.

Wanita hamil

Walaupun tidak menunjukkan adanya toksisitas reproduksi pada hewan, permethrin


diketahui dapat mencapai janin pada tikus. Karena tidak adanya penelitian tentang
penggunaan permethrin pada wanita hamil maka penggunaannya pada saat kehamilan
hanya diperbolehkan menurut saran dokter. Akan tetapi efek teratogenik tidak akan
diantisipasi.

Orang tua

Tidak ada precaution spesial yang diindikasikan

15

2.7 Penatalaksanaan Terapi Penyakit Impetigo


Impetigo merupakan suatu infeksi kulit superfisial (kulit bagian atas) yang
disebabkan oleh bakteri streptokokus atau bakteri stafilokokus. Penyakit impetigo
ditandai dengan adanya bula yaitu benjolan pada kulit dengan diameter >0,5 cm dan
berisi cairan yang merupakan pustula(penumpukkan nanah dalam kulit). Gambaran
klinis dari penyakit ini yaitu bula yang berdinding tipis sehingga mudah pecah akan
menimbulkan krusta (koreng) pada kulit.
Pengobatan infeksi ini dapat digunakan antibiotik secara topikal dan oral. Tujuan
terapinya yaitu mengobati infeksi, mencegah penularan, menghilangkan rasa tidak
nyaman, dan mencegah terjadinya kekambuhan. Sasaran terapinya yaitu infeksi
bakteri streptokokus atau stafilokokus. Terapi non farmakologis untuk pengobatan
impetigo yaitu menghilangkan krusta dengan cara mandi selama 20-30 menit disertai
mengelupaskan krusta dengan handuk basah dan bila perlu olesi dengan zat
antibakteri, mencegah menggaruk daerah lecet atau dapat dilakukan dengan menutup
daerah yang lecet dengan perban tahan air dan memotong kuku, lanjutkan pengobatan
sampai semua luka lecet sembuh.Terapi farmakologis yang digunakan yaitu
menggunakan antibiotik topikal atau antibiotik per-oral. Penggunaan antibiotik peroral diberikan jika pasien sensitif terhadap antibiotik topikal dan kondisi penyakit
atau lesi yang ditimbulkan sudah parah (lesi lebih luas). Antibiotik topikal yang dapat
digunakan yaitu mupirocin dan asam fusidat.
Antibiotik per-oral yang dapat digunakan yaitu eritromisin dan flukloksasilin.
Pilihan obat
Antibiotik topikal
1. Mupirocin
Nama Generik

: Mupirocin

Nama paten

: BACTROBAN (GlaxoSmithKline)

Brand name

: Bactoderm (Ikapharmindo)

16

Indikasi

: infeksi kulit primer akut, misalnya impetigo,

folikulitis, furunkulosis
Kontraindikasi

: hipersensitif terhadap mupirocin

Bentuk sediaan

: salep dan krim

Dosis

: salepoleskan 3x/hr selama 10 hari, krimoleskan

3x/hr, jika perlu daerah yang diobati ditutup dengan kasa, lakukan evaluasi jika tidak
ada respon klinis dalam 3-5 hari
Efek samping

: rasa terbakar, gatal, rasa tersengat, kemerahan

Peringatan

: hindari kontak dengan mata. Hati-hati penggunaan pada

gangguan ginjal sedang sampai berat, hamil, lakatasi. Hentikan penggunaan


jika terjadi

reaksi sensitivitas

atau reaksi

kimia. Tidak untuk

digunakan

pada permukaan mukosa. Penggunaan jangka panjang menyebabkan pertumbuhan


berlebihan dari mikroorganisme yang tidak diinginkan.
2. Asam Fusidat
Nama Generik
Brand

name

: Asam Fusidat
:

Afucid

(Ferron),

Fusycom

(Combiphar),

Fuladic

(Guardian), Futaderm (Interbat)


Indikasi

: Impetigo kontagiosum, folikulitis superfisdial, furunkulosis,

sikosis barbae, hidradenitis akselaris, abses, paronikia, eritrasma


Kontraindikasi : hipersensitif terhadap asam fusidat.
Bentuk sediaan : salep(Na fusidat) dan krim (asam fusidat)
Dosis

: tanpa pembalut/kasa steril : gunakan 3-4x/hari dengan

pembalut/kasa steril : gunakan lebih sering lama terapi kurang lebih 7 hari.
Efek samping
Peringatan

: reaksi sensitifitas misalnya ruam kulit, urtikaria, iritasi


: hindari penggunaan pada bagian mata. Penggunaan jangka

dapat meningkatkan resiko sensitisasi kulit dan resistensi bakteri. Hamil trimester
pertama. Bayi baru lahir.

17

Antibiotik per-oral
1. Eritromisin
Nama Generik : Eritromisin
Nama paten

: ERYTHROCIN (Abbott)

Brand name

: Corsatrocin (Corsa).

Indikasi

: infeksi saluran nafas bagian atas dan bawah tonsilitas, abses

peritonsiler, faringitis, laringitis, sinusitis, infeksi sekunder pada demam dan flu,
trakeitis, bronkitis akut dan kronis, pneunomia, bronkiektaksis. Infeksi telinga: otitis
media dan eksternal, mastoiditis. Infeksi oral : gingivitis, angina vincenti. Infeksi
mata: blefaritis. Infeksi kulit dan jaringan lunak: furunkel dan karbunkel,
paronikia, abses, akne pustularis, impetigo, selulitis, erisipelas.
Kontraindikasi : hipersensitif terhadap eritromisin, penyakit hati.
Bentuk sediaan : tablet atau kapsul
Dosis

: dewasa 1-2g/hr tiap 6, 8 atau 12 jam. Infeksi berat 4g/hr dalam

dosis terbagi. Anak 30-50 mg/kgBB/hr tiap 6, 8 atau 12 jam. Bayi-2tahun 125mg
4x/hr, 2-8tahun 250 mg 4x/hr atau 500 mg tiap12jam Sebelum atau pada waktu
makan.
Efek samping

: jarang: hepatotoksik, ototoksik.


Gangguan GI : mual, muntah, nyeri perut,diare.
Urtikaria, ruam dan reaksi alergi lainya.

Peringatan

: gangguan ginjal, gangguan fungsi hati, porfiria, kehamilan (tidak

diketahui efek buruknya) menyusui (sejumlah kecil masuk ke ASI)


2. Flukloksasilin
Nama Generik : flukloksasilin Na monohidrat
Brand name

: FLOXAPEN (GlaxoSmithKline)

Indikasi

: infeksi bakteri gram(+) termasuk yang resisten penisilin.


Infeksi karena stapilokokus terutama pada kulit (impetigo, selulitis)
18

Kontraindikasi : hipersensitif terhadap penisilin, bayi yang lahir dari ibu yang
hipersensitif penisilin.
Bentuk sediaan : kapsul (250 mg, 500mg)
Dosis

: dewasa 250-500 mg tiap 8 jam (3x/hr).


Anak <2tahun 62,5mg 3x/hr (tiap 8 jam), 2-10tahun 125 mg 3x/hr

(tiap 8 jam)
Efek samping

: mual, muntah, nyeri perut, diare.Urtikaria, ruam kulit, kadang

terjadi reaksi anafilaktik.


Peringatan

: hipersensitif penisilin, gangguan ginjal, leukimia limfatik

2.8 Penggunaan Triamcinolon Topikal Dalam Terapi Dermatitis Atopik


Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh, kira-kira sebesar 17% dari berat
tubuh manusia. Ketebalan kulit berkisar antara 3-5mm. Fungsi utama dari kulit adalah
untuk melindungi struktur dibawahnya dari trauma, perbedaan suhu, masuknya
benda-benda yang berbahaya ke dalam kulit, kelembaban, radiasi, dan invasi
mikroorganisme. Lapisan kulit ada tiga, yaitu epidermis yang mempunyai fungsi
utama sebagai barrier tubuh, dermis yang mempunyai fungsi utama untuk menjaga
tubuh dari luka mekanis dan mendukung dermal appendage dan epidermis, dan
jaringan subkutan yang mempunyai fungsi utama mendukung dermis dan epidermis,
dan

sebagai

tempat

penimbunan

lemak.

Dermatitis atopik (DA) merupakan penyakit yang kronik, kambuhan, gatal dan
radang yang juga dikenal dengan nama atopic eczema. Dermatitis atopik sering
disebut eksim ringan. Umumnya DA menyebar pada permukaan bagian utama tubuh.
Wajah, kulit kepala dan leher. Dermatitis atopik sering disertai xerosis atau
kekeringan, terbakar, dan daerah yang tidak radang meluas ke seluruh tubuh.
Dermatitis tidak hanya menyebabkan gatal, namun perlindungan lapisan kulit
menjadi tidak normal. Mudah teririasi karena alergi. Penyebab DA adalah komplikasi
19

genetik, lingkungan, dan mekanisme imunologi yang secara lengkap tidak dapat
diketahui. Komponen turunan tertentu dari etiologi DA sangat kuat. Enam puluh
persen anak-anak dengan salah satu orangtua yang menderita DA juga mengalami
DA. Delapan puluh persen anak-anak dengan kedua orangtua mengalami DA juga
akan mengalami DA. Jika ayah terkena DA dan asma, merupakan resiko yang sangat
kuat dibandingkan dengan sejarah ibu. Hampir semua pasien dengan DA ditemukan
mengalami peningkatan eosinofil dan IgE yang umumnya ditemukan pada pasien
dengan rhinitis alergi atau asma, dan 80% anak-anak dengan DA secepatnya akan
mengalami perkembangan dari salah satu penyakit imunologi atau alergi. Anak-anak
dengan DA lebih sering mengalami asma kambuhan daripada anak-anak asma tanpa
DA. Karakteristik dari penyakit DA yaitu peningkatan pengurangan air pada
transepidermal dan penurunan fungsi barrier lapisan kulit bagian bawah.
Gatal yang terus menerus dan reaktivitas kulit adalah tanda dari penyakit DA.
Luka ruam yang akut mengalami gatal yang intens. Luka gatal ini jika digaruk akan
mengeluarkan eksudat. Luka subakut lebih tebal, lebih pucat, bersisik dan kemerahan.
Luka kronik memiliki karakteristik penebalan, noda-noda tonjolan, dan tonjolan
jaringan fibrosa.
Gejala-gejala dapat menjadi indikasi adanya AD. Peningkat IgE dan eosinofilia
ditemukan pada hampir semua pasien dengan DA. Dalam hal ini tidak dapat
dilakukan tes laboratorium tunggal. Untuk mendiagnosis DA, karena beberapa pasien
tidak menunjukkan adanya abnormalitas. Tes skin prick atau tes enzyme-linked
immunosorbent assay dapat digunakan untuk mengidentifikasi DA. Bias dilakukan
tes alergi tapi tidak cukup spesifik atau sensitif untuk mendiagnosis DA.
Pemicu imunologi dapat berpengaruh pada perkembangan DA, yaitu allergen
makanan dan aeroallergen. Macam-macam allergen menyebabkan 85% pasien DA
hasil tes serum IgE antibodinya positif. Dermatitis atopik juga biasa disebabkan
karena aeroallergen (sampah, pollen, dll). Tes alergi hewan peliharaan juga dapat
dilakukan. Alergi makanan juga dapat menjadi faktor DA. Telur, susu, kacang dan
gandum tercatat hampir 90% menjadi allergen makanan pada anak dengan DA.
20

Walaupun allergen makanan sudah dihindari namun kondisi akan tetap sampai 1-3
tahun kemudian.
Air susu ibu merupakan hipolergenik terbesar sebagai nutrisi bayi, kecuali jika
ibu menyusui berdiet khusus selama menyusui. Situasi stres karena pasien frustasi
akibat gatal sering terjadi. Namun stres sendiri tidak menyebabkan DA. Mengetahui
irritan juga diperlukan, contohnya sabun, detergen, baju, rokok, temperatur,
kelemababan dapat menjadi faktor walau sinar UV menguntungkan untuk beberapa
pasien, tapi sunscreen tetap diperlukan untuk menghindari sunburn atau terbakar sinar
matahari. Namun bahan kimia sunscreen seringkali dapat menyebabkan dermatitis.
Saat ini DA tidak dapat disembuhkan. Kondisi ini membutuhkan rencana
manajemen termasuk mengidentifikasi dan menghindari pemicu luar, memelihara
kulit dan menggunakan beberapa pilihan terapetik untuk mengurangi gejala. Tetapi
harus secara individual dan pendekatan secara multipronged harus dilakukan. Tujuan
dari terapi DA adalah untuk mengurangi gejala, mencegah flares-ups dan
meningkatkan kualtas hidup tanpa penyakit atau tanpa komplikasi pengobatan.
Sedangkan

sasaran

terapi

DA

adalah

menghilangkan

gejala

DA.

Strategi terapi DA dapat dilakukan baik secara non farmakologis maupun


farmakologis. Rekomendasi terapi nonfarmakologi bisa termasuk menghindari kontak
dengan parfum, sabun berwarna dan detergen. Menggunakan cara 2 kali bilas untuk
cucian, menghindari fluktuasi temperatur yang ekstrim, dan lain sebagainya. Tabir
surya harus digunakan pada pasien dengan DA, tapi penggunaan agen nonkimia
seperti tabir surya, titanium atau zinc oxide mungkin bisa menyebabkan iritasi lebih
lanjut atau kontak dermatitis. Terapi farmakologis DA dapat dilakukan dengan
menggunakan kortikosteroid topikal, antihistamin, imunomodulator topikal, dan
sediaan tar.
Pada terapi, sangat penting untuk memilih bentuk sediaan obat. Jika lukanya
basah maka harus dikeringkan, jika lukanya kering maka harus dibasahkan. Sediaan
basah sangat berguna pada luka akut yang kering, luka radang sedangkan basis salep
sangat berguna untuk luka kronik, penebalan. Pemilihan pembawa untuk luka kronik
21

berdasarkan kecocokan pasien. Seringkali pasien dengan penyakit kulit kronis


menggunakan berbagai tipe pembawa contohnya basis krim yang kering pada pagi
hari dan basis salep pada malam hari walaupun berminyak namun merupakan
emollient yang lebih baik. Formulasi obat dermatologik yang tersedia adalah larutan,
suspensi, lotion kocok, serbuk, lotion, emulsi, gel, krim, salep dan aerosol.
Kortikosteroid topikal merupakan obat yang biasa digunakan dalam menangani
inflamasi dan pruritus yang disebabkan oleh DA. Kortikosteroid topikal digunakan
untuk pengobatan reaktif dalam jangka pendek untuk flare-ups akut. Penggunaan
kortikosteroid topikal harus ditambah dengan emollients. Adapun obat-obat yang
termasuk golongan kortikosteroid yaitu hidrokortison, prednisolon, derivat 9--fluor
(triamcinolon, deksametason, betametason), derivat 6--fluor, derivat difluor
(flutikason, flumitason), derivat klor (beklometason, mometason), derivat klor-fluor
(klobetasol, fluklorolon).
Triamcinolon merupakan kortikosteroid sintetik poten yang digunakan untuk
mengobati sejumlah autoimun dan kondisi alergi. Triamcinolon acetonide merupakan
kortikosteroid terhalogenasi pertama yang digunakan secara topikal dengan luas dan
ketika dikenalkan pertama kali ditemukan secara dramatis lebih efektif daripada
beberapa dermatitis topikal sebelumnya. Triamcinolon merupakan kortikosteroid
topikal pertama yang mempunyai efek terapeutik pada psoriasis.
2.9 Penggunaan Triamcinolon Topikal

Indikasi: inflamasi dermatitis yang responsif terhadap steroid.


Kontraindikasi: hipersensitif terhadap triamcinolon atau bahan lain dalam

formulasi, infeksi jamur sistemik, infeksi serius (kecuali septic shock dan tuberculous
meningitis), terapi utama pada keadaan asmatikus, infeksi jamur, virus atau bakteri
pada mulut dan tenggorokan.

Peringatan: jangan digunakan pada kulit terbuka atau luka.

Efek samping: gatal-gatal, alergi dermatitis kontak, kekeringan, folikulitis, infeksi

kulit (kedua), hipertrikosis, erupsi menyerupai bentuk jerawat, hipopigmentasi,


maserasi kulit, atrofi kulit, striae, miliaria, dermatitis perioral, atrofi mukosa oral.
22

Farmakologi: triamcinolon merupakan kortikosteroid terfluorinasi sintesis yang

aktivitas glukokortikoid-nya meningkat hebat dan aktivitas mineralkortikoid-nya


banyak berkurang dibanding kortisol. Aksi antiinflamasi triamcinolon adalah
mensupresi atau mencegah tanda-tanda inflamasi seperti panas lokal, kemerahan,
lembek, bengkak, tanpa menghiraukan penyebabnya. Mikroskopik utama awal
(dilatasi kapiler, oedema, migrasi leukosit dan fagosit) dan tanda-tanda berikutnya
(proliferasi kapiler dan fibroblas, deposisi kolagen) terhambat. Beberapa hal utama
ini muncul karena terbentuknya inhibitor fosfolipase, lipokortin yang menurunkan
suplai asam arakidonat untuk sintesis prostaglandin dan leukotrien.

Mekanisme aksi: menurunkan inflamasi dengan menekan migrasi leukosit

polimorfonuklear dan menurunkan permeabilitas kapiler, menekan sistem imun


dengan menurunkan aktivitas dan volum sistem limfatik, menekan fungsi adrenal
(pada dosis tinggi).

Dosis: cream dan ionment aplikasikan lapisan tipis pada daerah dikehendaki 2

4 kali sehari; spray aplikasikan pada daerah yang dikehendaki 3 4 kali sehari.

Nama dagang triamcinolon di Indonesia yaitu: Kenacort A, Kenalog in

orabase, Ketricin

2.10 Penggunaan Tacrolimus pada Atopic Dermatitis


Dermatitis atopik merupakan penyakit kulit sangat gatal berupa bercak kemerahan
bersisik, terdapat pada wajah dan daerah-daerah lipatan yang bisa menjadi basah dan
mengering seperti koreng. Garukan dan gesekan akan menyebabkan infeksi,
penebalan kulit dan likenifikasi.
Dermatitis atopik dibagi menjadi tiga fase yaitu:
1. Dermatitis atopik fase infantil (bayi usia 0-2 tahun)
2. Dermatitis atopik fase anak (anak usia 2-12 tahun)

23

3.Dermatitis

atopik

fase

dewasa

(usia

12-18

tahun)

Faktor pencetus
1. Penggunaan sabun atau detergen, bahan kimia yang dapat memicu rasa gatal
pada kulit
2. Pakaian dari bahan wol atau berserat kasar
3. Keringat berlebihan, disebabkan lingkungan yang bersuhu panas/dingin dan
kelembaban tinggi atau rendah, sinar matahari.
4. Akibat tungau debu rumah, bulu binatang, serbuk sari, karpet, dll.

Dermatitis atopik merupakan kondisi kambuhan yang dimulai pada masa


anak-anak dan kadang terus berlanjut sampai manula. Dermatitis atopik tidak
menular. Penyakit ini tidak dapat disembuhkan, namun penanganan yang tepat akan
mencegah dampak negatif penyakit ini terhadap anak yang mengalami dermatitis
atopik dan keluarganya.
Kecenderungan penderita dermatitis atopik yaitu sebagai berikut:
1.

5%

dari

anak-anak

berusia

kurang

dari

tahun

2. 25% punya riwayat keluarga dengan asma, hay fever, konjungtivitis atau dermatitis
dengan diastesi atopik.
3. kadar IgE serum meningkat
Sasaran
Terapi untuk penyakit dermatitis atopik ini lebih untuk mengatasi kekeringan kulit
yang timbul, menghilangkan inflamasi, mengurangi rasa gatal, mengidentifikasi dan
menghilangkan faktor pencetus.

24

Tujuan
Perawatan dan pengobatan dermatitis atopik harus dilakukan mengingat penyakit ini
kronis dan sangat mengganggu. Banyak faktor yang menyebabkan kambuh antara
lain alergen, infeksi kulit, iritasi, berkeringat, kedinginan, stress. Oleh karena itu
pengobatan pada dasarnya dengan menghindari hal-hal tersebut. Tujuan dari terapi
dermatitis atopik yaitu untuk (1) melembutkan kulit dengan emolien, (2) mengurangi
rasa gatal dengan antihistamin oral, (3) mengurangi inflamasi dengan steroid topikal
atau dengan tacrolimus topikal.
Strategi Terapi
Dermatitis atopik merupakan reaksi hipersensitivitas dan dapat kambuh hingga usia
dewasa sehingga mungkin sulit untuk diatasi. Namun terapi tetap dapat dilakukan
dengan pinsip melembabkan kulit dengan menggunakan emolien dan mengurangi
rasa gatal dengan antihistamin oral ditambah dengan penggunaan NSAID untuk
mengurangi inflamasinya. Pada terapi kali ini akan dijelaskan tentang penggunaan
tacrolimus topikal untuk pengobatan dermatitis atopik.

Terapi Farmakologis Tacrolimus


Tacrolimus merupakan hasil fermentasi dari Streptomyces tsukubaensis dan diisolasi
pertama kali pada tahun 1984. Tacrolimus bekerja dengan menghambat transkripsi
gen

pembentuk

sitokin

pada

limfosit

T.

Tacrolimus

memiliki

aktivitas

immunosupresif seperti cyclosporine, namun dengan volume yang sama tacrolimus


memiliki daya yang lebih kuat. Tacrolimus dapat digunakan pada preparat topikal
untuk terapi dermatitis atopik berat.

Indikasi:

Untuk terapi jangka panjang dan pendek dermatitis atopik


Kontra indikasi: hipersensitif terhadap makrolid
Bentuk sediaan :
25

Salep 0.03% x 10 g
Salep 0.1% x 10 g
Dosis:
a. Dewasa : oleskan tipis (kandungan salep 0.03% 0.1%) pada daerah kulit yang
terkena, lanjutkan sampai satu minggu hingga gejala dan tanda dari dermatitis atopik
hilang.
b. Anak (usia kurang dari 2 tahun) : oleskan tipis (kandungan salep 0.03%) pada
daerah kulit yang terkena, lanjutkan sampai satu minggu hingga gejala dan tanda dari
dermatitis atopik hilang.
Efek samping:
Rasa panas terbakar, tersengat atau gatal biasanya bersifat ringan sampai sedang
dan cenderung membaik dalam waktu 1 minggu terapi.
Penglihatan kabur
Masalah liver & ginjal (Nefrotoksik)
Tremor, hipertensi, hipomagnesemia, kram, neuropathy
Meningkatnya terjadinya infeksi jamur, virus
Diare, muntah
Kurangnya nafsu makan
Insomia
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Obat topical adalah obat yang diberikan dengan cara mengoleskan dan
memberikan efek local missal pada kulit yang bertujuan untuk memperoleh reaksi
lokal dari obat tersebut, pada mata yang yang biasa berbentuk tetes mata yang
bertujuan untuk mengobati gangguan pada mata, untuk mendilatasi pupil pada
pemeriksaan struktur internal mata, untuk melemahkan otot lensa mata pada
26

pengukuran refraksi mata,untuk mencegah kekeringan pada mata dan juga pemberian
obat topical pada telinga yang bertujuan untuk memberikan effek terapi lokal
(mengurangi peradangan, membunuh organisme penyebab infeksi pada kanal telinga
eksternal), menghilangkan nyeri.
3.2

Saran
Diharapkan kepada pembaca setelah selesai membaca makalah ini supaya

dapat memahai pengertian obat topical dan cara pemberian obat topical.

DAFTAR PUSTAKA
1. Davey, P., 2003, At a Glance MEDICINE, Erlangga, Jakarta.
2. Tatro, D. S., 2004, A to Z Drugs Facts, 5th Edition, Wolters Kluwer Health, Inc.,
USA
3. Amiruddin M D, 2005, Penatalaksanaan Dermatitis Atopik. Jurnal Med Nus Vol.
26 No. 1 Januari-Maret 2005.
4. Corwin, Elizabeth, J, 2000, Buku Saku Patofisiologi, 606-607, EGC, Jakarta.

27

5. Tan, H. T., dan Rahardja, K., 2003, Obat-obat Penting, 688 690, PT. Elex Media
Komputindo, Jakarta.

28

Anda mungkin juga menyukai