Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Allah Swt. menciptakan

manusia

dengan

berbagai

keistimewaan

dibandingkan dengan makhluk-makhluk ciptaan lain-Nya. Salah satu keistimewaan


yang diberikan Allah Swt. kepada manusia adalah kemampuan berbicara dan
memahami berbagai bahasa.
Lisan manusia bukanlah lisan seperti burung beo yang tidak memahami
apa yang diucapkannya. Lisan bagaikan pedang bermata dua. Lisan bisa
dipergunakan untuk bertakwa kepada Allah, menyebarkan kebaikan kepada
sesama dan juga bisa dijadikan alat untuk mencegah kemungkaran di tengah umat.
Selain itu, lisan ternyata bisa sangat berbahaya apabila dipergunakan untuk
mengikuti kehendak setan, memecah belah kaum muslimin dan perbuatan lainnya
yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.
Lisan seringkali membuat seseorang dicampakkan ke dalam api neraka,
karena lisan sangat memberikan kontribusi bagi akhir amalan seorang hamba.
Seorang manusia akan terjerumus ke dalam jurang neraka yang jaraknya antara
Timur sampai Barat ketika ia tidak bisa menjaga lisannya. Walaupun mungkin
amalan ibadah ritualnya sangat baik, tapi tatkala lisannya kurang mendapat tempat
yang cukup untuk dijaga, maka sudah barang tentu akibatnya akan merusak ibadah
yang lainnya.
1

Salah satu bahaya lisan yang telah menyebar di kalangan masyarakat Islam dan
telah menjadi kebiasaan adalah menggunjing. Dalam setiap pertemuan, perkumpulan
atau yang lainnya, tanpa disadari selalu saja ada orang yang membicarakan keburukan
orang lain. Bahkan, orang yang menggunjing pada umumnya memiliki hubungan
kerabat dengan orang yang digunjingnya. Mereka tampak menikmati membicarakan
orang lain, mereka tampak asyik menggunjing orang lain ketika ada perkumpulan
arisan, pengajian, atau kegiatan yang lainnya. Padahal tanpa disadari siksa pedih telah
mengancam mereka di depan mata akibat menggunjing orang lain.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Lisan yang bagaimana yang berbahaya, baik bagi diri sendiri maupun oran
1.2.2

lain?
Mengapa lisan dapat membahayakan bagi diri sendiri dan orang lain?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1. Mampu menjaga lisan yang baik sehingga tidak merugikan diri sendiri
1.3.2

maupun orang lain.


Tujuan Khusus
1. Mengetahui macam-macam lisan yang tidak baik (berbahaya) baik bagi
diri sendiri maupun orang lain.
2. Mengetahui dalil-dalil yang memperkuat lisan yang tidak baik

(berbahaya).
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat bagi penulis
Menjaga agar terhindar dari lisan yang tidak baik (berbahaya).
1.4.2 Manfaat bagi institusi pendidikan
Dapat memberikan pembelajaran kepada peserta didik tentang macam-macam
lisan yang berbahaya agar dapat terhindar dari lisan yang tidak baik.
2

1.4.3

Manfaat bagi masyarakat


Dapat terhindar dari segala jenis konflik dan perpecahan akibat lisan yang
tidak baik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahaya Lisan

Secara umum, bencana yang ditimbulkan oleh lidah ada dua yaitu berbicara
batil (kerusakan, sia-sia), dan diam dari al-haq yang wajib diucapkan.
Abu `Ali ad-Daqqq rahimahullah (wafat 412 H) berkata:
"Orang yang berbicara dengan kebatilan adalah setan yang berbicara,
sedangkan orang yang diam dari kebenaran adalah setan yang bisu".
Orang yang berbicara dengan kebatilan ialah setan yang berbicara, ia
bermaksiat kepada Allah Ta`ala. Sedangkan orang yang diam dari kebenaran ialah
setan yang bisu, ia juga bermaksiat kepada Allah Ta`ala. Seperti seseorang yang
bertemu dengan orang fasik, terang-terangan melakukan kemaksiatan di hadapannya,
dia berkata lembut, tanpa mengingkarinya, walau di dalam hati. Atau melihat
kemungkaran, dan dia mampu mengubahnya, namun dia membisu karena menjaga
kehormatan pelakunya, atau orang lain, atau karena tak peduli terhadap agama.
Kebanyakan manusia, ketika berbicara ataupun diam, ia menyimpang dengan
dua jenis bencana lidah sebagaimana di atas. Sedangkan orang yang beruntung, yaitu
orang yang menahan lidahnya dari kebatilan dan menggunakannya untuk perkara
bermanfaat.
Bencana lidah termasuk bagian dari bencana-bencana yang berbahaya bagi
manusia. Bencana lidah itu bisa mengenai pribadi, masyarakat, atau umat Islam
secara keseluruhan.
Termasuk perkara yang mengherankan, ada seseorang yang mudah menjaga
diri dari makanan haram, berbuat zhalim kepada orang lain, berzina, mencuri, minum
khamr, melihat wanita yang tidak halal dilihat, dan lainnya, namun dia seakan sulit
menjaga diri dari gerakan lidahnya. Sehingga terkadang seseorang yang dikenal
dengan agamanya, zuhudnya, dan ibadahnya, namun ia mengucapkan kalimat-kalimat

yang menimbulkan kemurkaan Allah, dan ia tidak memperhatikannya. Padahal hanya


dengan satu kalimat itu saja, dapat menyebabkan dirinya bisa terjerumus ke dalam
neraka melebihi jarak timur dan barat. Atau ia tersungkur di dalam neraka selama
tujuh puluh tahun.
Rasulullah Shallallahu `alaihi wa sallam bersabda:
Sesungguhnya ada seseorang yang berbicara dengan satu kalimat, ia tidak
menganggapnya berbahaya; dengan sebab satu kalimat itu ia terjungkal selama 70
tahun di dalam neraka.
Dalam riwayat lain disebutkan bahwasanya beliau Shallallahu `alaihi wa
sallam bersabda:
"Sesungguhnya ada seorang hamba benar-benar berbicara dengan satu
kalimat yang ia tidak mengetahui secara jelas maksud yang ada di dalam kalimat itu,
namun dengan sebab satu kalimat itu dia terjungkal di dalam neraka lebih jauh dari
antara timur dan barat". (HR Muslim, no. 2988)
Alangkah banyak manusia yang menjaga diri dari perbuatan keji dan maksiat,
namun lidahnya memotong dan menyembelih kehormatan orang-orang yang masih
hidup atau yang sudah meninggal. Dia tidak peduli dengan apa yang sedang ia
ucapkan. L haula wa l quwwata illa bilhil-`aliyyil-`azhm.
Sebagai contoh, ialah sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi Shallallahu
`alaihi wa sallam di bawah ini:
"Dari Jundab, bahwasanya Rasulullah Shallallahu `alaihi wa sallam
menceritakan ada seorang laki-laki berkata: "Demi Allah, Allah tidak akan
mengampuni Si Fulan!" Kemudian sesungguhnya Allah Ta`ala berfirman: "Siapakah
yang bersumpah atas nama-Ku, bahwa Aku tidak akan mengampuni Si Fulan,

sesungguhnya Aku telah mengampuni Si Fulan, dan Aku menggugurkan amalmu".


Atau seperti yang disabdakan Nabi. (HR Muslim, no. 2621)
Oleh karena bahaya lidah yang demikian itulah, Rasulullah Shallallahu `alaihi
wa sallam mengkhawatirkan umatnya.
"Dari Sufyan bin `Abdullah ats-Tsaqafi, ia berkata: "Aku berkata, wahai
Rasulullah, katakan kepadaku dengan satu perkara yang aku akan berpegang
dengannya!" Beliau menjawab: "Katakanlah, `Rabbku adalah Allah`, lalu
istiqomahlah". Aku berkata: "Wahai Rasulullah, apakah yang paling anda
khawatirkan atasku?". Beliau memegang lidah beliau sendiri, lalu bersabda: "Ini".
Syaikh Husain al-`Awaisyah berkata: "Sesungguhnya sekarang ini, sesuatu
yang manusia merasa amat tenteram terhadapnya ialah lidah mereka, padahal lidah
yang paling dikhawatirkan Nabi n atas umatnya. Dan yang nampak, lidah itu seolaholah pabrik keburukan, tidak pernah lelah dan bosan".

2.2.1

2.2 Macam-macam Lisan yang Berbahaya dari Sudut Pandang Agama


Ghibah
Ghibah yaitu menbicarakan kejelekan atau aib orang lain dibelakangnya, dan
jika ia mnegetahui maka ia tidak suka walaupun yang dibicarakan adalah benar.
Dalam hadits Nabi saw pun telah dijelaskan pengertian ghibah sebagai berikut;
Seseorang bertanya pada Nabi saw, wahai Rosulullah, apakah yang
dinamakan ghibah itu?, ghibah ialah menceritakan saudaramu tentang sesuatu yang
ia benci,si penanya bertanya kembali,wahai Rosullullah bagaimana pendapatmu
bila apa yang diceritakan itu benar apa adanya?, Rosulullah menjawab, kalau

memang ada padanya maka itu ghibah namanya, dan jika tidak maka kamu telah
berbuat buhtan (dusta).
Berikut dapat disimpulkan beberapa poin tentang definisi ghibah diatas:
1. Membicarakan keburukan orang lain tanpa sepengetahuan yang dibicarakan, baik
dengan ucapan, sindiran ataupun dengan isyarat.
2. Membicarakan aib orang lain, walaupun yang dibicarakan adalah benar adanya
pada diri yang dibicarakan.
3. Jika yang dibicarakan mengetahui maka ia akan tidak suka aibnya dibicarakan pada
orang lain.
4. Hal yang dibicarakan meliputi, kehidupan pribadi, keluarga maupun spiritual
sesorang.
5. Karena membicarakan tanpa sepengetahuan yang dibicarakan, ini artinya perbuatan
licik dan pasti perbuatan ini mengandung unsur keinginan untuk merusak harga
diri, atau kemulyaan seseorang.
Beberapa hadits yang berbicara tentang Ghibah atau bahaya lisan sangat
banyak dijumpai dalam kitab-kitab hadits berikut;
Barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir maka hendaklah berkata
benar atau diam. (HR.Bukhari-Muslim)
Wahai sekalian yang beriman dilidahnya dan belum masuk kedalam hatinya,
janganlah kalian menggunjing orang-orang muslim dan janganlah kalian mencaricari aib mereka karena siapa yang mencari-cari aib saudaranya, niscaya Allah akan
mencari aibnya, niscaya Dia akan membuka kejelekannya meskipun berda dalam
rumahnya. (HR. Abu Daud, Ahmad dan Ibn Hibban).
Iman seorang hamba tidak istiqomah sebelum hatinya istiqomah, dan hatinya tidak
istiqomah sebelum lidahnya istiqomah. (HR. Ahmad)

Siapa yang menjamin bagiku apa diantara dua tulang dagunya (lidah) dan apa
diantara dua kakinya (kemaluannya), maka aku menjamin baginya surga.(HR. alBukhari, Tirmudzi, dan Ahmad)
Ada dua pelanggaran yang dilakukan oleh yang suka membicarakan orang
lain, yaitu pelanggaran terhadap hak Allah, karena ia melakukan apa yang
dimurkainya, dan tebusannya adalah dengan taubat dan menyesali perbuatannya.
Sedangkan yang kedua adalah pelanggaran terhadap kehormatan sesama. Jika ghibah
telah di dengar oleh orangnya maka dia harus menemuinya dan meminta maaf atas
perbuatannya dalam membicarakan aibnya. Dalam hal ini sangatlah berat karena
dosanya tidak hilang selama orang tersebut tidak memaafkan. Dalam hal ini Abu
Hurairah meriwayatkan dari Nabi saw, beliau bersabda:
Siapa yang melakukan suatu kedzoliman terhadap saudaranya, harta atau
kehormatannya, maka hendaklah ia menemuainya dan meminta maaf kepadanya dari
dosa ghibah itu, sebelum dia dihukum, sementara dia tidak memepunyai dirham atau
pun dinar. Jika dia memilki kebaikan, maka kebaikan-kebaikan itu akan diambil lalu
diberikan pada saudarnya itu. Dan jika tidak, maka sebagian keburukan-keburukan
saudaranya itu diambil dan diberikan padanya. (HR. Bukhari)
Dikarenakan ghibah merupakan perbuatan yang sangat digandrungi sebagian
besar dari kalangan ibu-ibu, maka sebelum membicarakan solusi agar terhindar dari
sifat ghibah, terlebih dahulu menjelaskan sebab yang umum terjadinya ghibah dalam
masyrakat, berikut sebab-sebabnya;

1. Ingin mengangkat derajat diri sendiri dengan membicarakan keburukan orang lain,
artinya untuk menguatkan posisinya atas orang lain, serta agar orang lain
menganggap ia yang lebih dari orang lain.
2. Karena penyakit hati seperti, iri dengan keberhasilan dan kemulyaan teman atau
tetangganya, sombong akan kelebihan diri sehingga merendahkan orang lain
dengan ghibah, serta balas dendam terhadap kejahatan yang pernah orang lain
lakukan terhadap dirinya.
3. Dalam rangka melampiaskan amarah yang memuncak, ketika ia sedang marah
maka ia melakukan ghibah untuk melampiaskan amarahnya tersebut.
4. Terkadang terdapat dalam lelucon atau gurauan yang merendahkan orang lain.
5. Terkadang karena iba terhadap teman yang ditimpa kesedihan karena perbuatan
sesorang misalnya, maka ia dengan tidak sadar agar temannnya merasa lega yaitu
dengan menggunjing orang tersebut, dalam hal ini dikarenakan salah paham dalam
memahami maksud kesetiakawanan.
6. Dalam realita social, ghibah terjadi juga dikarenakan oleh nilai materi, misalnya
dalam tayangan infotaiment yang akan menjadi daya jual bagi produser-produser
televisi.
Setelah mengetahui beberapa faktor atau motivasi diatas sebagai penyebab
terjadinya ghibah di masyarakat hendaklah dihindari dengan beberapa tips berikut;
1. Dengan slalu ingat bahwa Allah sangat membenci seseorang yang mengunjing
saudaranya, sedangkan kebaikan akan kembali pada orang yang dibicarakan dan
jika pun orang yang dibicarakan tidak memilki kebaikan maka keburukannya akan
kembali pada yang menggunjing.

2. Jika terlintas dalam fikiran untuk melakukan ghibah, maka hendaklah introspeksi
diri dengan melihat aib diri sendiri dan slalu berusaha memperbaikinya. Mestinya
merasa malu jika membicarakan aib orang lain sedangkan aib sendiri tidak
terhitung jumlahnya.
3. Jika pun merasa tidak memiliki aib, maka hendaklah senantiasa mensyukuri nikmat
yang telah dilebihkan Allah, bukan malah dengan mengotori diri dengan
melakukan ghibah.
4. Menjada diri dari sifat-sifat tercela seperti iri dengki dengan keberhasilan orang
lain, sombong dengan kelebihan diri sendiri, serta menjauhi sifat dendam.
5. Jika berghibah karena pengaruh teman, atau karena takut dikucilkan karena tidak
ikut serta dalam ghibah, maka hendaklah selalu mengingat bahwa murka Allah
terhadap siapa yang mencari keridhaan manusia dengan sesuatu yang membuat
Allah murka.
6. Berdoa mohon perlindungan Allah agar terhindar dari perbuatan-perbuatan keji.
Serta sebisa mungkin menjauhi perkumpulan-perkumpulan yang tidak bermanfaat.
Ada beberapa hal yang ditolerir karena menyebut-nyebut keburukan orang
lain adalah yang mempunyai tujuan yang benar menurut sayriat yang tujuan ini
menurutnya tidak dapat dicapai kecuali hanya dengan cara itu, dalam hal ini dosa
ghibah dianggap tidak ada, diantarnya adalah:
1. Karena adanya tindak kedzoliman, orang yang didzolimi boleh menyebut
keburukan orang yang berbuat dzolim kepada sesorang yang mampu atau bisa
mengembalikan haknya (penguasa/pemerintah, hakim atau yang berwenang dalam
memutuskan perkara yang hak), dalam al-Quran surah an-Nisa ayat 148 Allah
berfirman:
10

Allah tidak mencintai orang yang suka menceritakan keburukan orang lain
kecuali bagi orang yang teraniaya, dan Allah Maha Melihat dan Maha
Mengetahui
2. Sebagai sarana untuk mengubah kemungkaran dan mengembalikan orang dzlim
atau yang berbuat maksiat kepada jalan yang benar (memperingati dari kejahatan).
Dalam hal ini umat muslim saling tolong-menolong dalam beramar maruf nahi
munkar.
3. Dibolehkan dalam menyebutkan ciri-ciri seperti pincang, si buta, si pendek agar
orang lain cepat paham (bukan membicarakan keburukan akan tetapi
mengungkapkan bentuk atau cirri kepada orang yang bertanya).
4. Dalam hal ini ulama sepakat dalam menilai rawi (al-Jarh wa Tadil) boleh dan
bahkan harus diungkapkan pada kaum muslimin untuk kemaslahatan dalam
beribadah (ini kaitannya dalam penelitian hadits sohih atau doif).
5. Boleh menceritakan kepada khalayak ramai tentang orang yang melakukan
perbuatan yang terlarang, seperti mabuk-mabukan, menjarah, dan perbuatan bathil
lainnya, seperti dalam hadits Nabi berikut, (Ibn Qudaimah, h. 214).
6. Dalam rangka meminta fatwa, artinya dalam rangka membela haknya, namun
dalam menyebutkan keburukan lebih baiknya dengan kat-kat yang halus.

2.2.2

Pertengkaran dan Perdebatan


Pertengkaran adalah sikap ingin menang dalam berbicara (ngotot) untuk

memperoleh hak atau harta orang lain, yang bukan haknya. Sikap ini bisa merupakan
reaksi

atas

orang

lain,

bisa

juga

dilakukan

dari

awal

berbicara.

11

Aisyah ra berkata, Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya orang yang paling


dibenci Allah adalah orang yang bermusuhan dan suka bertengkar (HR. Al
Bukhariy).
Perdebatan yang tercela adalah usaha menjatuhkan orang lain dengan
menyerang dan mencela pembicaraannya, menganggapnya bodoh dan tidak akurat.
Biasanya orang yang diserang merasa tidak suka, dan penyerang ingin menunjukkan
kesalahan orang lain agar terlihat kelebihan dirinya. Hal ini biasanya disebabkan oleh
taraffu (rasa tinggi hati) karena kelebihan dan ilmunya, dengan menyerang
kekurangan orang lain.
Rasulullah SAW bersabda: Tidak akan tersesat suatu kaum setelah mereka
mendapatkan hidayah Allah, kecuali mereka melakukan perdebatan (HR. At
Tirmidziy)
Imam Malik bin Anas berkata: Perdebatan akan mengeraskan hati dan
mewariskan kekesalan.

2.2.3

Berkata Keji, Jorok dan Caci Maki


Berkata keji, jorok adalah pengungkapan sesuatu yang dianggap jorok/tabu

dengan ungkapan vulgar, misalnya hal-hal yang berkaitan dengn seksual, dsb. Hal ini
termasuk

perbuatan

tercela

yang

dilarang

agama.

Nabi

bersabda:

Jauhilah perbuatan keji. Karena sesungguhnya Allah tidak suka sesuatu yang keji
dan perbuatan keji dalam riwayat lain:Surga itu haram bagi setiap orang yang
keji. (HR. Ibnu Hibban)

12

Orang mukmin bukanlah orang yang suka menghujat, mengutuk, berkata


keji dan jorok (HR. At Tirmidziy.)
Ada seorang Arabiy (pedalaman) meminta wasiat kepada Nabi: Sabda Nabi:
Bertaqwalah kepada Allah, jika ada orang yang mencela kekuranganmu, maka
jangan kau balas dengan mencela kekurangannya. Maka dosanya ada padanya dan
pahalanya ada padamu. Dan janganlah kamu mencaci maki siapapun. Kata Arabiy
tadi: Sejak itu saya tidak pernah lagi mencaci maki orang. (HR. Ahmad.)
Termasuk dalam dosa besar adalah mencaci maki orang tua sendiri Para
sahabat bertanya: Bagaimana seseorang mencaci maki orang tua sendiri? Jawab
Nabi: Dia mencaci maki orang tua orang lain, lalu orang itu berbalik mencaci maki
orang tuanya. (HR. Ahmad.)
Perkataan keji dan jorok disebabkan oleh kondisi jiwa yang kotor, yang
menyakiti orang lain, atau karena kebiasaan diri akibat pergaulan dengan orang-orang
fasik (penuh dosa) atau orang-orang durhaka lainnya.

2.2.4

Janji Palsu
Pengertian Mulut sering kali cepat berjanji, kemudian hati mengoreksi dan

memutuskan tidak memenuhi janji itu. Sikap ini menjadi pertanda kemunafikan
seseorang.
Firman Allah: Wahai orang-orang beriman tepatilah janji (QS 5:1)
Pujian Allah SWT pada Nabi Ismail as: Sesungguhnya ia adalah seorang yang
benar janjinya. (QS 19:54)
13

Rasulullah SAW bersabda: ada tiga hal yang jika ada pada seseorang maka
dia adalah munafiq, meskipun puasa, shalat, dan mengaku muslim. Jika berbicara
dusta, jika berjanji ingkar, dan jika dipercaya khiyanat Muttafaq alaih dari Abu
Hurairah.

2.2.5

Bohong dalam Berbicara dan Bersumpah


Pengertian Berbohong dalam hal ini adalah dosa yang paling buruk dan cacat

yang paling busuk. Rasulullah SAW bersabda:


Sesungguhnya berbohong akan menyeret orang untuk curang dan kecurangan akan
menyeret orang ke neraka. Dan sesungguhnya seseorang yang berbohong akan terus
berbohong hingga ia dicatat di sisi Allah sebagai pembohong Muttafaq alaih.
Ada tiga golongan yang Allah tidak akan menegur dan memandangnya di
hari kiamat, yaitu: orang yang membangkit-bangkit pemberian, orang yang menjual
dagangannya dengan sumpah palsu, dan orang yang memanjangkan kain (HR
Muslim.)
Celaka orang berbicara dusta untuk ditertawakan orang, celaka dia, celaka
dia (HR Abu Dawud dan At Tirmidziy)

BAB III
PENUTUP

14

3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan tentang bahaya lisan di atas, harus dipahami tentang lisan
yang tidak terkontrol yang kita ucapkan dalam kehidupan sehari-hari, maka kita
hendaknya kita selalu menjaga agar terhindar dari perkataan yang dilarang oleh
Tuhan Yang Maha Esa.

15

Anda mungkin juga menyukai