Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

FAKTOR HIDAYAH DALAM DAKWAH

Kelompok 4
1. DESLIANA DWI HAVIZZA NIM. 23041330049
2. NURAINI NIM. 23041330059
3. SYAMSUARDIEN HANIF AL FARIDI NIM. 23041330075
4. AYU LESTARI NIM. 23041330071
5. BAGAS INDRA WIJAYA NIM. 23041330063
6. DIAN PERMATA SARI NIM. 23051330078
7. FADILLA SABRINA SALAM NIM. 23041330077

Dosen Pengampu : Drs ALIASAN M.Pd.I

JURUSAN JURNALISTIK
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN RADEN FATAH PALEMBANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan
pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah
penulis dapat menyelesaikan makalah berjudul Faktor hidayah dalam dakwah tepat
waktu.
Makalah faktor hidayah dalam dakwah disusun guna memenuhi tugas dosen pada
mata kuliah Ilmu Dakwah di UIN Raden Fatah Palembang. Selain itu, penulis juga
berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang faktor
hidayah dalam islam.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak selaku dosen mata
kuliah. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan
terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada
semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Palembang, 2023

Penulis,

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................1
1.1. Latar Belakang...........................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah......................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................2
2.1. Pengertian hidayah.....................................................................................2
2.2. Macam-macam hidayah.............................................................................2
2.3. Peran da’i dalam menggapai hidayah........................................................6
2.4. Metode menggapai hidayah.......................................................................8
BAB III PENUTUP.........................................................................................11
3.1. Kesimpulan ...............................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

“Hidayah” merupakan modal dasar yang sangat besar bagi seorang hamba
dalam meraih kebahagiaan dan kesenangan duniawi serta kesenangan akhirat.
Sebab hidayah adalah petunjuk Allah yang diberikan kepada manusia agar
manusia berjalan di jalan yang lurus. Para penganut agama membagi petunjuk
Tuhan menjadi empat tingkatan dengan tahapan yang berbeda-beda. Tahap
pertama disusul naluri indra, kemudian akal, dan yang terakhir adalah agama.
Bimbingan yang ada pada diri seseorang, masa lalu, masa kini, dan masa depan
adalah hak preoregatif Allah. Tidak ada satu pun khatib di dunia ini yang mampu
memberi kepada orang lain, tak terkecuali Nabi Muhammad SAW. Sebab,
otoritas da’i yang berdakwah hanya bersifat an sich. Melalui dakwahnya, khatib
membimbing khalayak (mad'u) untuk mencapai petunjuk Allah. Dalam perspektif
Islam, bimbingan berfungsi untuk melahirkan manusia yang mampu mencapai
keridhaan Allah, bahagia dan dicintai serta menjadi makhluk cerdas yang
bersyukur.

1.2 Rumusan Masalah

1. Pengertian hidayah
2. Macam-macam hidayah
3. Peran da’i dalam menggapai hidayah
4. Metode menggapai hidayah

1.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. pengertian hidayah

Kata hidayah berasal dari bahasa Arab atau bahasa Al-Qur'an yang lelah
menjadi bahasa Indonesia. Akar katanya ialah hadaa, yahdi, hadyan, hudan, hidyatan,
hidaayatan. Secara etimologi, hidayah berart irsyad atau tuntunan, atau memberi
petunjuk. Secara terminologi, Anshan menyebutkan bahwa hidayah adalah memberi
petunjuk (atau) suatu yang mengantar kepada apa yang diharapkan, yang disampaikan
kepada manusia secara halus dan lemah lembut.
Agamawan membagi hidayah Allah ke dalam lima tingkatan dengan tahapan
yang berbeda-beda. Tahap pertama adalah naluri disusul dengan panca indra,
kemudian akal, agama, dan hidayah at-taufik Hidayah yang ada pada diri seseorang,
dulu, sekarang dan yang akan datang adalah merupakan hak preoregatit dari Allah
Swt., tak seorangpun da'i di dunia ini yang mampu memberikannya kepada orang
lain, tak terkecuali Rasulullah Saw, Oleh karena itu, otoritas da'i hanya sebatas
berdakwah an sich. Melalui dakwah, dai membimbing mad'u untuk menggapai
hidayah Allah. Adapun metode yang ditempuh para dar untuk membantu mad'u
menggapai hidayah dari Allah adalah menanamkan tauhid, membentuk komunitas
muslimin-mukminin, mengajakn madu tobat, bertauhid, shalat jama'ah, istiqomah,
ta'lim.

2.2. macam-macam hidayah

1. Hidayah al-ilhami
Hidayah ini merupakan fitrah yang Allah SWT berikan kepada semua
makhluk ciptan-Nya. Contohnya, Allah SWT memberikan hidayah ilhami kepada
lebah yang suka hinggap di bunga untuk mengambil saripatinya, dapat
membangun sarang yang menurut para ahli merupakan desain yang paling
sempurna berdasarkan fungsinya.
Seorang bayi yang lapar diberi hidayah ilhami oleh Allah SWT untuk
menangis dan merengek-rengek pada ibunya agar diberi ASI. Siapakah yang
mengajari lebah dan bayi tadi untuk melakukan hal tersebut? Tentunya Anda yang
beriman kepada Allah SWT akan menjawab: itulah kekuasaan Allah SWT yang

2
telah memberikan hidayah ilhami kepada makhluk-Nya. Semua makhluk yang
diciptakan Allah SWT akan menerima hidayah ini. Dalam bahasa kita, hidayah
ilhami ini menjadi insting, yang merupakan tingkat inteligensi paling rendah.

2. Hidayah Hawasi
Hidayah hawasi merupakan hidayah yang membuat makhluk Allah SWT mampu
merespon suatu peristiwa dengan respon yang sesuai. Contohnya yaitu ketika
manusia mendapatkan kebahagiaan maka ia akan senang dan jika mendapatkan
musibah maka ia akan sedih. Dalam istilah Anda, hidayah hawasi ini merupakan
kemampuan inderawi.
Hidayah hawasi sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Maka respon yang
ditimbulkan dari sebuah peristiwa sangat tergantung dengan lingkungan Anda. Jika
lingkungan itu normal maka respon Anda akan normal.
Misalnya, orang yang mendapatkan musibah akan sedih karena lingkungannya
mengajarkan untuk merespon peristiwa tersebut dengan bersedih. Di lain tempat dan
waktu mungkin saja respon ini berubah karena lingkungannya merespon dengan hal
yang berbeda. Maka untuk mendapatkan hidayah hawasi ini Anda harus membuat
atau mengondisikan agar lingkungan Anda normal alamiah.

3. Hiclayah Aqli (Akal)


Hidayah akal merupakan hidayah yang diberikan khusus pada manusia yang
membuatnya bisa berfikir untuk menemukan ilmu dan sekaligus merespon peristiwa
dalam kehidupannya dengan respon yang bermanfaat bagi dirinya. Hidayah akal akan
bisa Anda miliki manakala Anda selalu mengambil pelajaran dari segala sesuatu,
segala peristiwa, dan seluruh pengalaman hidup Anda ataupun orang lain.
Allah SWT berfirman: “Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara
ahli Kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama. kamu
tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-
benteng mereka dapat mempertahankan mereka dari (siksa) Allah; Maka Allah
mendatangkan bagi mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka.
Allah melemparkan ketakutan dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-
rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka
ambillah (kejadian itu) sebagai pelajaran, wahai orang-orang yang mempunyai
wawasan’. (QS. Al-Hasyr [591: 2).
Yang dimaksud dengan ahli Kitab dalam ayat ini yaitu orang-orang Yahudi Bani
Nadhir pada masa Nabi Muhammad SAW di Madinah. Merekalah yang mula-mula

3
dikumpulkan untuk diusir keluar dari Madinah karena mereka mengingkari Piagam
Madinah.
Ayat ini memerintahkan Anda untuk senantiasa mengambil hikmah dan ibroh dari
segala kejadian dalam kehidupan ini, dengan harapan Anda tidak terjebak pada
permasalahan yang sama. Hidayah akal ini akan bekerja dengan ilmu yang diperoleh,
dari proses pembelajaran kehidupan yang telah dilakukan, yang kemudian digunakan
untuk memilih respon yang terbaik bagi diri di masa mendatang. Semakin banyak
Anda mengambil pelajaran maka semakin tinggi kualitas hidayah akal Anda.
Namun, hidayah akal ini mempunyai keterbatasan dalam menyeragamkan respon
terhadap sebuah kejadian untuk seluruh manusia. Ada pepatah “lain ladang, lain pula
belalangnya. Lain kepala, lain pula isinya.” Mungkin respon tertentu baik menurut
Anda, akan tetapi belum tentu baik menurut orang lain. Maka diperlukan sebuah
standar untuk menyeragamkan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang hak
dan mana yang batil. Jawaban untuk hal ini ada pada tingkatan hidayah selanjutnya.

4. Hidayan Dien (Agama)


Hidayah agama merupakan sebuah panduan ilahiyah yang membuat manusia
mampu membedakan antara yang hak dan yang batil, antara yang baik dan yang
buruk. Hidayah agama ini merupakan Standard Operating Procedure (SOP) untuk
menjalani kehidupan. Tentunya yang membuatnya yang Maha segala-galanya, yang
menciptakan manusia itu sendiri. yaitu Allah SWT. Karena yang Allah SWT tentukan,
pastilah itu yang terbaik.
Allah SWT bedirman : Boleh jack kamu membenci sesuatu, prilahal ia amat baik
bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia tidak baik bagimu
ABah mengetahui, sedang kamu lidak Mengetahui.” (QS. Al-Bagarah : 216).
Maka apa saja yang ditentukan oleh agama, pastiah itu yang terbak untuk Anda.
Hidayah agama ini bisa Anda peroleh manakala Anda selalu belajar dan
memperdalam agama Islam ini.
Seperti Allah SWT tegaskan dalam Al Our’an: “Tidak wajar bagi seseorang
manusia yang Allah berikan kepadanya al Kitab, hikmah dan Itenabon. lalu dia
berkata kepada manusia: ‘Hendaktah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan
penyembah Allah.” Akan tetapi (Dia berkata): “Hendaklah kamu menjadi orang-
orang Rabbani, karena kamu selalu mengajarkan al Kitab dan disebabkan kamu tetap
mempelajannya.” (OS. Ali Imran : 79)

4
Sernua orang mampu mempelajari agama ini (Al Ouran dan As Sunnan), akan
tetapi tidak semua orang berkemauan untuk mengamalkan agama ini. Kemauan untuk
mengamalkan agama akan berbanding lurus dengan sejauh mana Anda bisa
manggapai hidayah taufiq.

5. Hidayah Taufiq
Hidayah taufiq merupakan hidayah yang membuat manusia hanya akan
menjadikan agama sebagai panduan hidup dalam menjalani kehidupannya Hidayah
taufiq ibarat benih yang Allah SWT semaikan di hati yang tidak hanya bersih dari
segala penyakit, tetapi juga subur dengan tetesan robbani. Bersih dan suburya hati
akan terlihat dari pohon-pohon kebaikan dan amal yang tumbuh di atasnya. Hanya
kesungguhan yang akan membuat Anda pantas menerima hidayah taufiq dari Allah
SWT.
Firman Allah SWT : “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan)
kami, benar- benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami.
Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-
Ankabuut : 69).
Maka tidak ada jalan lain agar Anda mendapatkan Hidayah Taufiq Allah SWT,
kecuali dengan jalan bersungguh-sungguh untuk menjalankan dan mengamalkan
agama yang indah ini.
Oleh karena itulah perlu perjuangan untuk mendapatkan hidayah Allah SWT
hingga sampai kepada taufiq-Nya.
Hidayah Allah SWT ibarat sinar matahari yang menyinari seluruh alam ini, dan
Anda merupakan penerima sinar tersebut. Jika Anda membuka diri dengan hati yang
bersih, maka Anda akan mudah untuk mendapatkan sinar hidayah Allah SWT. Tapi
jika Anda menutupi hati dan diri Anda dengan kotoran dan hama penyakit hati maka
Anda akan sulit untuk mendapatkan sinar hidayah-Nya.

5
2.3. Peran da’i dalam menggapai hidayah

Hidayah yang ada pada diri seseorang, dulu, sekarang dan yangakan
datang adalah merupakan hak preoregatif dari Allah Swt. takseorangpun
manusia di dunia ini yang mampu memberikannya kepada oranglain, tak terkecuali
Rasulullah Saw., Dalam sejarah dikisahkan bahwa ternyataRasulullah Saw.,
sekalipun tak mampu memberikan hidayah kepadapamannya Abu Thalib,
walaupun Abu Thalib telah beliau bujuk akan tetapikenyataan berbicara lain.
Abu Thalib meninggal dunia dalam keadaan tidakberiman,padahal Rasul
sangat mencintai dan menyayangi beliau.
Hidayah atau petunjuk hanyalah milik Allah, bagaimana pun upayada’i
untuk merubah seseorang, bagaimana pun kerja keras da’i
untukmenyadarkan seseorang, maka itu tidak ada artinya jika Allah
tidakmenghendaki hidayah kepadanya, orang tersebut tidak akan berubah
sampaiAllah memberikannya hidayah.Yang diwajibkan dan diperintahkan
kepada da’i adalah terusmenyampaikan seruan kebaikan kepada semua manusia
(berdakwah melaluilisan, tulisan, bil hal atau dengan kekuasaan, dengan hati).
Sedangkanhasilnya, apakah orang tersebut akan berubah dan akan mendapatkan
hidayah semua itu serahkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala
danbertawakallah hanya kepada-Nya.Allah berfirman yang artinya“Sesungguhnya
kamu tidakakan dapat memberi petunjuk kepada orang yangkamu kasihi, tetapi Alloh
memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Alloh lebih mengetahui
orang-orang yang mau menerima petunjuk.”(QS Al Qashash: 56).
Ibnu katsir mengatakan mengenai tafsir ayat ini, “Allah mengetahuisiapa
saja dari hambanya yang layak mendapatkan hidayah, dan siapa sajayang tidak
pantas mendapatkannya”. Syaikh Muhammad ibnu Shalih Al-Utsaimin
menerangkan, “Hidayah di sini maknanya adalah hidayah petunjukdan taufik.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan hidayah ini kepada orang yang pantas
mendapatkannya, karena segala sesuatu yang dikaitkan dengankehendak Allah
Subhanahu wa Ta’ala, maka mesti mengikuti hikmah-Nya.Turunnya ayat ini
berkenaan dengan cintanya Rasulullahshallallahu‘alaihi wa sallamkepada
pamannya Abu Tholib. Akan tetapi, segala cara danupaya yang dilakukan beliau
untuk mengajak pamannya kepada kebenaran,tidak sampai membuat pamannya
menggenggam Islam sampai ajalmenjemputnya. Seorang rosul yang kita tahu
kedudukannya di sisi Allah sajatidak mampu untuk memberi hidayah kepada
pamannya, apalagi kita yangkeimanannya sangat jauh dibandingkan beliau.Dengan
demikian dapat ditegaskan bahwa peran da’i dalammengagapai hidayahadalah

6
hanyalah sebatas berdakwah, persoalan mad’udapat hidayah atau tidak, hal itu
adalah hak prerogatif Allah.
Illustrasi lainyang mengindikasikan peran da’i ini adalah sejarah
dakwah Nabi Nuh.Perjuangan dakwah Nabi Nuh dalam menegakkan tauhid
kepada umatnyaberlangsung selama waktu 950 tahun. Selang waktu yang lama
tidak dapat menjadikan umat nabi Nuh mendapatkan hidayah Allah, bahkan
untukketurunannya sendiri pun ia tidak dapat menyelamatkannya dari adzab,Allah
berfirman yang artinyaDan Nuhmemanggil anaknya yangberada di tempat yang
jauh, ‘Wahai anakku! Naiklah bahtera ini bersamakami dan janganlah kamu
bersama orang-orang kafir’.
Dia berkata, ‘Aku akanberlindung ke gunung yang akan menghindarkanku
dari air bah. Nuh berkata,‘Hari ini tidak ada lagi yang bisa melindungi dari
adzab Allah kecuali DzatYang Maha Penyayang.’ Dan gelombang pun
menghalangi mereka berdua,maka jadilah anak itu termasuk orang-orang
yang ditenggelamkan.”(QS. Hud:42-43).Melihat anaknya yang tenggelam, Nabi
Nuh berdoa (yang artinya),Dan Nuh pun menyeru Rabbnya, ‘Wahai Rabbku,
sesungguhnya anakkutermasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji-Mu adalah
janji yang benar,dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya.’ Allah berfirman,
‘Wahai Nuh,sesungguhnya dia bukan termasuk keluargamu (yang
diselamatkan),sesungguhnya amalannya bukanlah amalan yang shalih. Maka
janganlahengkau meminta kepada-Ku sesuatu yang tidak engkau
ketahui.Sesungguhnya Aku peringatkan engkau agar jangan termasuk orang-
orangyang jahil.”(QS. Hud: 45-46).Contoh lainnya adalah apa yang dialami oleh
Nabi Allah, Ibrohim.Berada di tengah-tengah orang-orang yang menyekutukan
Allah, bapak-ibudan seluruh keluarga di sekelilingnya tidak beriman pada Allah,
akan tetapi iatermasuk orang yang mendapat hidayah dari Allah. Allah memberikan
hidyahkepada seseorang yang dikehendakinya (Nabi Ibrahim), padahal tidak ada
Nurseri Hasnah, Faktor Hidayah 251seorang pun yang mengajarkan dan
menerangkan kebenaran kepadanya,Allah berfirman yang artinya“Dan
demikianlah Kami perlihatkan kepadaIbrahim tanda-tanda keagungan yang ada
di langit dan di bumi, agar diatermasuk orang-orang yang yakin. Ketika malam
telah gelap, dia melihatbintang, lalu berkata, ‘Inilah rabbku’. Tetapi tatkala bintang
itu tenggelam, diaberkata, ‘Aku tidak suka pada yang tenggelam’. Kemudian ketika
dia melihatbulan terbit, dia berkata, ‘Inilah rabbku’. Tetapi setelah bulan itu
terbenam, diaberkata, ‘Sesungguhnya jika Rabbku tidak memberi petunjuk
padaku, pastiaku termasuk orang-orang yang sesat. Kemudian tatkala dia melihat
matahariterbit, dia berkata, ‘Inilah rabbku, ini lebih besar’. Tatkala matahari
ituterbenam, dia pun berkata, ‘Wahai kaumku, sesungguhnya aku berlepas
diridari apa yang kalian persekutukan! Sesungguhnya aku menghadapkan
dirikukepadaRabb yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung

7
kepadaagama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang
yangmenyekutukan-Nya’.”(QS. Al-An’am: 75-79)Dari beberapa illustrasi di atas
dapat ditegaskan bahwa, hidayahhanyalah milik Allah, danAllah memberi
hidayah kepada orang yangdikehendakinya. Barangsiapa yang Allah beri hidayah,
tidak ada seorang punyang bisa menyesatkannya dan barangsiapa yang telah Allah
sesatkan, tidakada seorang pun yang bisa memberi hidayah kepadanya. Allah
berfirmanyang artinya“Allah memberikan hidayah kepada siapa yang dikehendaki-
Nyakepada jalan yang lurus.”(QS. Al-Baqarah: 213) dan Allah berfirman
yangartinya“Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada
baginyaseorang pemberi petunjuk.”(QS. Az-zumar:23).Apabila seorang da’i ingin
memberikan hidayah kepada seseorangdan meskipun dengan mengumpulkan
seluruh manusia untuk membantuusahanya, niscaya tidak lah akan ada gunanya
karena memang hak hidayahsepenuhnya di tangan Alla ‘Azza wajalla. Jadi, da’i
hanya diperintahkanuntuk berdakwah (menyampaikan) kebenaran secara terus-
menerus, ikhlasdan disertai dengan doa, semoga Allah memberikan hidayah
kepada semuaorang yang didakwah (mad’u)

2.4. Metode menggapai hidayah

Di antara metode yang dilakukan para da'i untuk membantu mad'u


mendapatkan hidayah dari Allah adalah sebagai berikut:

1. Menanamkan Tauhid
Seseorang da'i urgen menanamkan tauhid kepada mad'u agar mendapat
hidayah Allah. Mad'u harus terhindar dari kesyirikan, karena Allah tidaklah memberi
hidayah kepada orang yang berbuat syirik. Allah berfirman yang artinya "Orang-
orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kesyirikan,
mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang
mendapat petunjuk." (QS. Al-an'am:82).

2. Mengajak Ma'u Bertaubat kepada Allah Allah tidak akan memberi hidayah kepada
orang yang tidak bertaubat dari kemaksiatan, bagaimana mungkin Allah
memberi hidayah kepada seseorang sedangkan ia tidak bertaubat? Allah berfirman

8
yang artinya "Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan
menunjuki orang-orang yang bertaubat kepada-Nya".

3. Da'i istiqomah bertabligh (mengajarkan Islam) Tanpa ilmu (agama)


seseorang tidak mungkin akan mendapatkan hidayah Allah. Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda yang artinya "Jika Allah menginginkan
kebaikan (petunjuk) kepada seorang hamba, maka Allah akan memahamkannya
agama" (HR Bukhori)

4. Mengajak Mad'u untuk Mengerjakan Perintah Allah dan Menjauhi Larangan Allah
Kemaksiatan adalah sebab seseorang dijauhkan dari hidayah. Allah berfirman
yang artinya "Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang
diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan
lebih menguatkan (iman mereka), dan kalau demikian, pasti Kami berikan kepada
mereka pahala yang besar dari sisi Kami,dan pasti Kami tunjuki mereka kepada jalan
yang lurus." (An-nisa: 66-68).

5. Mengajak Mad'u untuk Selalu Membaca Al-qur'an, Memahaminya,


Mentadaburinya, dan Mengamalkannya. Allah berfirman yang artinya
"Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus"
(QS. Al-Isra:9).

6. Mengajak Mad'u untuk Istiqomah di Jalan Allah Allah berfirman yang artinya
"Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka
sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus." (QS. Ali-Imron:101).

7. Mengajak Mad'u untuk Selalu Mengerjakan sholat Di antara penyebab yang paling
besar seseorang mendapatkan hidayah Allah adalah orang yang senantiasa
menjaga sholatnya, Allah berfirman pada surat Al-Baqoroh yang artinya "Aliif laam
miim, Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya dan merupakan petunjuk bagi
mereka yang bertaqwa." Siapa mereka itu, dilanjutkan pada ayat setelahnya "yaitu
mereka yang beriman kepada hal yang ghoib, mendirikan sholat dan menafkahkah
sebagian rizki yang

9
diberikan kepadanya" (QS. Al-baqoroh:3). 8. Mengajak Mad'u untuk Selalu
Berkumpul dengan orang-orang sholeh
Allah berfirman yang artinya "Katakanlah: "Apakah kita akan menyeru selain
daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan kemanfaatan kepada kita dan
tidak (pula) mendatangkan kemudharatan kepada kita dan (apakah) kita akan kembali
ke belakang, sesudah Allah memberi petunjuk kepada kita, seperti orang yang telah
disesatkan oleh syaitan di pesawangan yang menakutkan; dalam keadaan bingung, dia
mempunyai kawan-kawan yang memanggilnya kepada jalan yang lurus (dengan
mengatakan): "Marilah ikuti kami." Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah
itulah (yang sebenarnya) petunjuk; dan kita disuruh agar menyerahkan diri kepada
Tuhan semesta alam." (QS. Al-An'am:71).Ibnu Katsir menafsiri ayat ini, "Ayat ini
adalah permisalan yang Allah berikan kepada teman yang sholeh yang menyeru
kepada hidayah Allah dan teman yang jelek yang menyeru kepada kesesatan,
barangsiapa yang mengikuti hidayah, maka ia bersama teman-teman yang sholeh, dan
barang siapa yang mengikuti kesesatan, maka ia bersama teman-teman yang jelek.
Maka sosialisasi dengan orang yang sholeh sangat urgen untuk menggapai
pintu hidayah, karena lingkungan sangat mempengaruhi kepribadian seseorang.
Syaikh Abdullah Al-bukhori mengatakan dalam khutbah jum'atnya "Semakin seorang
meningkatkan ketaqwaannya kepada Allah, niscaya bertambah hidayah padanya.
Seorang hamba akan senantiasa ditambah hidayahnya selama dia senantiasa
menambah ketaqwaannya. Semakin dia bertaqwa, maka semakin bertambahlah
hidayahnya, sebaliknya semakin ia mendapat hidayah/petunjuk, dia semakin
menambah ketaqwaannya. Sehingga dia senantiasa ditambah hidayahnya selama ia
menambah ketaqwaannya."

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kata hidayah berasal dari bahasa Arab atau bahasa Al-Qur'an yang lelah
menjadi bahasa Indonesia. Akar katanya ialah hadaa, yahdi, hadyan, hudan, hidyatan,
hidaayatan. Secara etimologi, hidayah berart irsyad atau tuntunan, atau memberi
petunjuk. Secara terminologi, Anshan menyebutkan bahwa hidayah adalah memberi
petunjuk (atau) suatu yang mengantar kepada apa yang diharapkan, yang disampaikan
kepada manusia secara halus dan lemah lembut. Agamawan membagi hidayah Allah
ke dalam lima tingkatan dengan tahapan yang berbeda-beda. Tahap pertama adalah
naluri disusul dengan panca indra, kemudian akal, agama, dan hidayah at-taufik
Hidayah yang ada pada diri seseorang, dulu, sekarang dan yang akan datang adalah
merupakan hak preoregatit dari Allah Swt., tak seorangpun da'i di dunia ini yang
mampu memberikannya kepada orang lain, tak terkecuali Rasulullah Saw, Oleh
karena itu, otoritas da'i hanya sebatas berdakwah an sich. Melalui dakwah, dai
membimbing mad'u untuk menggapai hidayah Allah. Adapun metode yang ditempuh
para dar untuk membantu mad'u menggapai hidayah dari Allah adalah menanamkan
tauhid, membentuk komunitas muslimin-mukminin, mengajakn madu tobat,
bertauhid, shalat jama'ah, istiqomah, ta'lim

11
DAFTAR PUSAKA

Syaikh, Abdurrahman bin Nashir As-Sa‟di, Tafsir As-Sa‟di (Taisir Al-Karim


ArRahman). Cetakan kedua, tahun 1433 H.. Penerbit Muassasah Ar-Risalah
Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001.
All Aziz M.Ag, Prof. Dr Moh, Ilmu Dakwah, KENCANA, Jakarta, 2017

12

Anda mungkin juga menyukai