Anda di halaman 1dari 19

SEJARAH PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM

Dosen Pengampu : Dr. Fence M Wantu, SH.,MH

Oleh :

Diwan Jagad Raya Mohamad 1011422190

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat
menyelesaikan makalah ilmiah tentang” Sejarah Perkembangan Filsafat Hukum”

Makalah ilmiah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari itu semua, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan, baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu, dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar dapat dilakukan perbaikan pada makalah.

Akhir kata, saya berharap semoga makalah ilmiah tentang Sejarah


Perkembangan Filsafat Hukum ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi
terhadap pembaca.

Gorontalo, 4 Desember 2023

Diwan Jagad Raya Mohamad

ii
KATA PENGANTAR……..…………………………………………………….ii

DAFTAR ISI……...…………………………………………………………….iii

BAB I PENDAHULUAN…..…………….………………………………….1

A.Latar Belakang………………….……….…………………..……….…….1

B. Rumusan Masalah…….……………………………………….….......…..3

C.Tujuan ……………………………………………..…..………….……….3

BAB II PEMBAHASAN ………………………………..………………..……4

A. Sejarah Perkembangan Filsafat Hukum..……………………………..…..4


B. Sejarah Perkembangan Filsafat Hukum Di Indonesia……………………10

BAB III PENUTUP ………....…………………………………....................14

A.Kesimpulan ……………………………………………………………...14

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….……...16

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Filsafat lahir di Yunani pada abad keenam Sebelum Masehi (SM). Dalam
bahasa Yunani, filsafat adisebut Philosophia yang berasal dari dua akar kata yakni
“Philos” atau “Philia” dan “sophos” atau “sophia”. “philos” mempunyai arti cinta,
persahabatan, sedangkan “sophos” berarti hikmah, kebijaksaaan, pengetahuan, dan
intelegensia. Dengan demikian maka philosophia ini dapat diartikan sebagai cinta
akan kebijaksanaan.

Filsafat adalah refleksi tentang landasan dari kenyataan. Filsafat adalah


kegiatan berpikir secara sistematikal yang hanya dapat merasa puas menerima
hasil-hasil yang timbul dari kegiatan berpikir itu sendiri. Filsafat tidak membatasi
diri hanya pada gejala-gejala indrawi, fisikal, psikhikal atau kerohanian saja. la
tidak hanya mempertanyakan "mengapa" dan "bagaimana"-nya gejala-gejala ini,
melainkan juga landasan dari gejala- gejala itu yang lebih dalam, ciri-ciri khas dan
hakikat mereka. la berupaya merefleksi hubungan teoretikal, yang di dalamnya
gejala-gejala tersebut dimengerti atau dipikirkan. Dalam hal itu, maka filsafat tidak
akan terlalu lekas puas dengan suatu jawaban. Setiap dalil filsafat harus
terargumen- tasikan atau dibuat dapat dipahami secara rasional. Syarat-syarat apa
yang harus dipenuhi untuk memungkinkan bahwa saya, sebagai manusia,
mengetahui sesuatu tentang kenyataan? Bahwa saya dapat menginginkan suatu?
Bahwa saya dapat melakukan perbuatan? Bagaimana kita dapat menilai tindakan
dan perasaan kita? Dari mana kita memperoleh kriteria kita tentang "baik" dan
"buruk, tentang "adil" dan "tidak adil"? Tentang masalah-masalah marginal yang
demikian itulah filsafat berupaya mengembangkan pemahaman rasional. Filsafat
adalah kegiatan berpikir, artinya dalam suatu hubungan dialogikal dengan yang
lain ia berupaya merumuskan argumen-argumen untuk memperoleh pengkajian,
Filsafat menurut hakikatnya bersifat terbuka dan toleran. Filsafat bukanlah
kepercayaan atau dogmatika.Pengartian filsafat secara umum hampir sama tetapi
yang membedakan hanyalah dari para filsuf yang memaparkan teori filsafat

iv
tersebut. Kemudian munculnya jaman filsafat modern dengan perkembangan yang
semakin berubah pula seiring perkembangan zaman. Sehingga dari asal mula
timbulnya filsafat yang dapat masuk kedalam setiap ilmu pengetahuan maka tidak
menutup pula filsafat masuk kedalam bidang ilmu hukum sehingga dalam
perkembangannya ilmu filsafat menjadi diterapkan kedalam ilmu filsafat hukum.
Ilmu hukum sebagai sebuah cabang ilmu pengetahuan, tentu akan selalu
berkembang sesuai dengan pemikiran-pemikiran para ahli hukum serta
berdasarkan keadaan-keadaan atau situasi dan kondisi di mana hukum itu berada
dan diterapkan. Maka, untuk mengetahui perkembangan ilmu hukum diperlukan
refleksi dan relevansi pemikiran-pemikiran dari aliran-aliran hukum itu melalui
filsafat hukum. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat hukum adalah
cabang filsafat, yakni filsafat tingkah laku atau etika, yang mempelajari hakekat
hukum. Dengan kata lain filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum
secara filosofis. Sedangkan menurut Otje Salman, yang dimaksud dengan filsafat
hukum adalah induk dari semua disiplin yuridik, karena filsafat hukum membahas
dan menganalisis masalah-masalah yang paling fundamental yang timbul dalam
hukum, karena sangat fundamentalnya, filsafat hukum bagi manusia tidak
terpecahkan, karena masalahnya melampaui kemampuan berfikir manusia. Filsafat
hukum akan selalu berkembang dan tidak akan pernah berakhir, karena akan
mencoba memberikan jawaban pada pertanyaanpertanyaan abadi. Pertanyaan itu
adalah pertanyaan yang dihasilkan dari jawaban-jawaban pertanyaan sebelumnya,
dan begitu seterusnya.

Sesuai dengan pemakaian bahasa yang berbeda, dikenal beberapa istilah


Filsafat Hukum dalam bahasa asing dari negara-negara, seperti Inggris sering
ditemukan menggunakan dua istilah, yaitu Legal Philosophy atau Philosophy of
Law. Sedangkan Belanda juga menggunakan dua istilah, yaitu : Wijsbegeerte van
het Recht dan Rechtfilosofie, istilah yang belakangan inilah yang kini digunakan.
Begitu pula Jerman, menggunakan istilah Filosofie des Rechts. Berkenaan
penggunaan istilah Filsafat Hukum dalam bahasa asing itu Mochtar
Kusumaatmadja, berpendapat lebih tepat menerjemahkan “Filsafat Hukum”sebagai
padanan dari Philosophy of Law atau Rechtsfilosofi daripada Legal Philosophy.

v
Argumentasinya adalah istilah legal dalam Legal Philosophy sama dengan undang-
undang atau resmi, jadi kurang tepat digunakan untuk peristilahan yang sama
dengan “ Filsafat Hukum”. Oleh karena itu hukum bukan hanya undang-undang
saja, dan hukum bukan pula hal-hal yang sama dengan resmi belaka.1 Di dalam
peristilahan Indonesia, ada yang memakai istilah “Falsafah Hukum”.2 Hal ini
dipengaruhi oleh bahasa arab yakni kata “falsafah”, tetapi istilah itu tidak banyak
dipakai. Dalam kaitan peristilahan, didefenisikan bahwa Filsafat Hukum adalah
filsafat yang merenungkan aspek filosofis dari eksistensi hukum dan praktik
hukum. Hal ini relevan dengan dalil pertama dari lima dalil Filsafat Hukum yang
dikemukakan oleh Meuwissen.3 “Filsafat Hukum adalah filsafat, karena itu ia
merenungkan semua masalah fundamental dan marginal berkaitan dengan gejala
hukum”. Dari berbagai tema kefilsafatan, tiga pilar yakni: ontologi, aksiologi, dan
epistemologi hukum ditambah moralitas hukum merupakan tema utama kajian
Filsafat Hukum.

Konsepsi hukum sebagai sarana pokok dari perenungan kefilsafatan adalah


setua sejarah filsafat itu sendiri. Mulai dari zaman Yunani kuno sampai masa-masa
kemudian, hukum selalu dibahas dan dipersoalkan, yaitu mengenai keberadaannya
dan realitasnya. Bagi orang yang berhasrat untuk mengetahui hukum secara
mendalam, maka ia harus berusaha membicarakan tentang hakikat hukum dan asal
usul hubunhgan hukum dengan Refleksi dan Relevansi Pemikiran Filsafat Hukum.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perkembangan filsafat hukum dari zaman purbakala hingga saat


ini ?
2. Bagaimana perkembangan filsafat hukum di indonesia ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan filsafat hukum dari zaman


purbakala hingga saat ini
2. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan filsafat hukum di indonesia

vi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Perkembangan Filsafat Hukum

MASA YUNANI

a. Masa pra sokrates (± 500 S.M)

Dimulai dengan masa pra-Socrates (disebut demikian oleh karena para filsuf
pada masa itu tidak dipengaruhi oleh filsuf besar socrates). Boleh dikatakan filsafat
hukum belum berkembang, alasan utama karena para filsuf masa ini memutuskan
perhatianya kepada alam semesta, yaitu yang menjadi masalah bagi mereka tentang
bagaimana terjadinya alam semesta ini. Mereka berusaha mencari apa yang
menjadi inti alam. Filsuf Thales yang hidup pada tahun 624 – 548 S.M.
Mengemukakan bahwa alam semesta terjadi dari air. Anaximandros mengatakan
bahwa inti alam itu adalah suatu zat yang tidak tentu sifat-sifatnya yang disebut to
apeiron.Anaxsimenes berpendapaat sumber dari alam semesta adalah uadara.
Sedangkan Pitagoras yang hidup sekitar 532 S.M. bilangan sebagai dasar segala-
galanya.

Filsuf lainya yang memberikan perhatian kepada terjadinya alam adalah


Heraklitos, ia mengatakan bahwa alam semesta ini terjadi dari api. Dia
mengemukakan suatu slogan yang terkenal hingga saat ini, yaitu Pantarei yang
berarti semua mengalir. Ini berarti bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini
tidak henti-hentinya berubah.

Dari sekian filsuf alam tersebut diatas. Pitagoras menyinggung sepintas


tentang salah satu isi alam semesta. Tiap manusia itu memiliki jiwa yang selalu
berada dalam peroses Katharsis, yaitu pembersihan diri. setiap kali jiwa memasuki
tubuh manusia, maka manusia harus melakukan pembersihan diri agar jiwa tadi
dapat masuk kedalam kebahagiaan. Jika dinilai tidak cukup untuk melakukan
katharis jiwa itu akan memasuki lagi tubuh manusia yang lain. pandangan
Pitagoras diatas penting dalam kaitanya dengan mulai disinggungnya manusia

vii
sebagai objek filsafat. Sebab sebagaimana telah disinggung dimuka, hanya dengan
kaitan manusia ini, pembicaraan akan sampai kepada hukum.

b. Masa Socrates, Plato dan Aristoteles

Socrates (469-399 SM) menurut para penulis filsafat hukum yang


mengungkapkan bahwa orang pertama atau peletak dasar pemikiran tentang
manusia. Ia berfilsafat tentang manusia sampai kepada segala seginya, sehingga
filsafat hukum dimulai pada masa ini, kemudian mencapai puncaknya sesudah
socrates. Socrates memandang bahwa tugas utama negara adalah mendidik
warganya dalam keutamaanya, taat kepada hukum negara baik yang tertulis
maupun yang tidak tertulis. Keadilan menjadi jiwa dari pemikiran hukum baik
pada Plato (427-347 SM) maupun Aristoteles. Plato percaya bahwa menegakkan
keadilan harus menjadi tujuan negara. Karena itu, hukum dan keadilan menempati
kedudukan sentral dalam politik. Keadilan dan hukum yang adil itulah yang
menjadi titik tolak dan sekaligus tujuan dari karyanya, yaitu Republic. Dalam
dialog panjang antara Socrates dengan Glaucon, Polemarchus, Ademantus,
Niceratus, dan yang lain. Plato menekankan pentingnya membedakan tindakan
yang adil dari tindakan yang tidak adil, manusia yang adil dari manusia yang tidak
adil (Plato, 1968:Book One).

Keadilan bagi Plato menjadi penting bukan karena membawa manfaat praktis
yang dipahami kaum sofis. Keadilan merupakan keutamaan atau ideal yang
bernilai dalam dirinya sendiri. Dengan demikian berbuat adil adalah perbuatan
yang baik. Menolak undang-undang yang diskriminatif, dan dengan itu membela
keadilan, merupakan tindakan yang baik yang harus dilakukan tanpa harus
bertanya apakah subjek mendapat manfaat praktis dari itu atau tidak. Dengan kata
lain, keadilan merupakan nilai yang harus dibela tanpa harus dilihat apakah
pemembelaan terhadap keadilan secara konkret memberi manfaat bagi pembelanya
atau tidak. Singkatnya keadilan pantas untuk dibela karena bertindak adil itu baik,
dan sebalikknya tidak baik. Karena dalam dirinya sendiri baik maka keadilan harus
menjadi watak manusia. Orang baik adalah orang yang mampu bertindak adil.

viii
c. Masa Stoa

Stoa mengembangkan suatu pendapat tentang hukum kodrat dengan menerima


suatu pengertian “Hukum kesusilaan alami” (natuuralijke zedewet) menurut ajaran
ini ada satu hukum kesusilaan alamiah, ketuhanan yang menpunyai kekuasaan
untuk memerintahkan yang baik dan menghalang-halangi apa yang bertentangan
denganya. Dalam hukum kodratlah letaknya perbedaan antara apa yang baik dan
apa yang jahat. Dalam hal ini “kodrat” dan “hukum” dianggap sama.

Stoa berpendapat bahwa hukum alam ini tidak tergantung dari orang, selalu
berlaku dan tidak dapat diubah. Hukum alam ini merupakan dasar dari adanya
hukum positif. Selain itu, ia berpendapat bahwa hukum positif dari suatu
masyarakatalah setandar tentang apa yang adil, bahkan bila hukum tersebut
diterima secara adil akan mewujudkan ketentraman .

MASA ROMAWI (ABAD III SM – ABAD V SM)

Pada masa Romawi, perkembangan filsafat hukum tidak segemilang pada


masa Yunani, hal ini disebabkan para ahli pikir lebih banyak mencurahkan
perhatianya kepada masalah bagaimana hendak menpertahankan ketertiban
dikawasan kekaisaran Romawi yang sangat luas itu. Para filsuf dituntut
memikirkan bagaimana caranya memerintah Romawi sebagai kerajaan dunia.
Namun demikian ahli-ahli pikir seperti Polibius, Cicereo, Seneca, Marcus,
aurelius. Banyak memberikan sumbangan penting pada perkembangan pemikiran
hukum yang pengaruhnya masih tanpak hingga jaman moderen sekarang ini.

1. Masa Cicero (106 – 43 SM)

Filsafat hukum Cicero dalam esensinya bersifat Stoa. ia menolak bahwa


hukum positif dari suatu masyarakat (tertulis atau kebiasaan) adalah stantar tentang
apa yang adil, bahkan jika hukum tersebut diterima secara adil, ia juga tidak
menerima utilitas semata-mata adalah standar: keadilan itu satu hukum, yaitu
mengikat semua masyarakat manusia dan bertumpu diatas satu hukum, yaitu akal
budi yang benar diterapkan untuk memerintah dan melarang. Menurut Cicero

ix
hukum terwujud dalam suatu hukum yang almiah yang mengatur, baik alam
maupun hidup manusia. Oleh karena itu filsafat hukum Cicero dalam esensinya
mengemukakan konsepsi tentang persamaan (equality) semua manusia dibawah
hukum alam.

2. Masa St.Agustine

Filsafat hukum yang dikembangkan oleh St.Agustine adalah doktrin hukum


dan konsep hukum yang bersumber dari ajaran kristen katolik. Ia berpendapat
bahwa hukum adalah berasaskan dari kemauan-kemauan pencipta manusia yang
berlaku secara alimi dan bersifat universal.

ABAD PERTENGAHAN

1. Masa Gelap (The dark ages)

Masa ini dimulai dengan runtuhnya kekaisaran Romawi akibat serangan


bangsa lain yang dianggap terbelakang datang dari utara. Abad pertengahan
merupakan abad yang khas, yang ditandai dengan suatu pandangan hidup manusia
yang merasa dirinya tidak berarti tanpa adanya tuhan. Selama abad pertengahan
tolak ukur setiap pemikiran orang adalah kepercayaan bahwa aturan semesta alam
telah diciptakan oleh Allah sang pencipta. sesuai dengan kepercayaan itu, hukum
pertama-tama dipandang sebagai suatu aturan yang datangnya dari Allah. Oleh
karena itu, untuk membentuk hukum positif manusia hanya ikut mengatur hidup,
sebab, hukum yang ditetapkanya harus dicocokkan dengan aturan yang telah ada,
yaitu sesuai dengan aturan-aturan agama. Hukum yang dibentuk mempunyai akar
dalam agama, baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut agama
kristiani hukum berhubungan dengan wahyu secara tidak langsung (Agustinus,
Thomas Aquines), yaitu hukum yang dibuat manusia, disusun dibawah inspirasi
agama dan wahyu. Sementara paham dalam agama islam hukum berhubungan
dengan wahyu secra langsung (Al-Syaf’i dan lain-lain), sehingga hukum agama
islam dipandang sebagai wahyu (Syari’ah).

ZAMAN RENAISANCE

x
Abad pertengahan, yang merupakan abad yang khas, yang ditandai dengan
suatu pandangan hidup manusia yang merasa dirinya tidak berarti tanpa tuhan,
dimana kekuasaan gereja begitu besarnya mempengaruhi segala kehidupan,
akhirnya berlalu dan muncul suatu zaman baru yang disebut zaman Renaisance.
Zaman ini ditandai dengan tidak terikatnya lagi alam pikiran manusia dari ikatan-
ikatan keagamaan, manusia menemukan kembali kepribadianya. Akibat dari
perubahan ini, terjadi perubahan yang tajam dalam segi kehidupan manusia,
perkembangan teghnologi yang sangat pesat, berdirinya negara-negra baru,
ditemukanya dunia-dunia baru, lahirnya segala macam ilmu-ilmu baru dan
sebagainya. Semua itu hanya akan terjadi oleh karena adanya kebebasan dari pada
individu untuk menggunakan akal pikiranya tanpa adanya rasa takut.

Pada zaman ini perhatian pertama-tama diarahkan kepada manusia, sehingga


manusia menjadi titik tolak pemikiran. Hal ini tidak berarti bahwa sikap religius
pada orang-orang zaman ini hilang, melainkan sikap hidup religius terpisah dengan
kehidupan lainya. Dizaman inilah para filsuf pada umumnya memisahkan urusan
yang berkaitan agama dengan non agama, yang bisa disebut dengan adanya
dikotomi antar urusan dunia dengan urusan akhirat.

Jean Bodin menekankan bahwa hukum tidak lain dari perintah orang yang
berdaulat (raja) didalam menjalankan kedaulatnnya. Namun, kekuasan raja
tidaklah melampaui hukum alam yang didekritkan tuhan. Bodin tidak
membenarkan bahwa akal yang benar mempertaruhkan hukum alam dengan
hukum positif dan kebiasaan. Bodin mengungkapakan bahwa, kebiasaan
memperoleh kekuatan hukum pada pengesahan oleh penguasa secara tidak diam-
diam.

ZAMAN BARU

Filsuf hukum yang paling terkenal pada abad tujuh belas adalah Thomas
Hobbes (1588 – 1679) memutuskan tradisi hukum alam yang mengandung banyak
kontraversi. Ia banyak menggunakan siatilah “hak alamiah” (law of nature) dan
akal benar (right reason). Namun, yang pertama baginya adalah kemerdekaan yang

xi
tiap orang miliki untuk menggunakan kekuasaan (kekuatan)-nya sendiri menurut
kehendaknya sendiri, demi preservasi hakikatnya sendiri, yang berarti kehidupanya
sendiri. Kedua adalah asas-asas kepentingan sendiri yang sering didefinisikan
dengan kondisi alamiah dari ummat manusia. Ketiga, kondisi alamiah dari ummat
manusia adalah peperangan abadi yang didalamnya tidak ada standar perilaku yang
berlaku umum.

ZAMAN MODEREN

Walaupun sebelumnya unsur logika manusia sangat berperan dalam


perkembangan pemikiran hukum, namun dirasakan bahwa filsafat hukum dinilai
kurang berkembang sebagai akibat adanya gerakan kodifikasi yang ada, yang pada
mulanya orang kurang memberikan perhatian terhadap masalah-masalah keadilan.
Baru setelah banyak dirasakan kepincangan dalam kodifikasi-kodifisi karena
berubahnya nilai-nilai yang menyangkut keadilan dalam masyarakat,
membangkitkan kembali orang-orang yang mencari keadilan melalui filsafat
hukum. Namun demikian pada masa kini ada tendensi peralihan, yaitu yang
tadinya filsafat hukum adalah filsafat hukum dari masa filsuf, kini beralih kepada
filsafat hukum dari para ahli hukum.

Rudolf von Jhering (1818 – 1892) menolak teori Hegel, karena Hegel
menganggap hukum sebagai ekspresi dari kemauan umum (general will) dan tidak
mampu melihat bahwa faktor-faktor utilitaritis dan kepentingan-kepentingan
menentukan eksistensi hukum. Jhering juga menolak bahwa anggapan hukum
adalah ekspresi kekuatan spontan dari alam bawah sadar (subconscious forcess)
seperti yang dikatakan Savigny, karena Savigny tidak dapat melihat peranan dari
perjuangan secara sadar untuk melindungi kepentingan-kepentingan. Namun,
seperti juga para hegelian,Jhering menganut orientasi kultural yang luas. kontribusi
Jhering adalah keyakinanya bahwa penomena hukum tidak dapat dipahami tanpa
pemahaman sistematik terhadap tujuan-tujuan yang telah menimbulkan (penomena
hukum), studi tentang tujuan-tujuan itu yang berakar dalam kehidupan sosial, yang
tanpa itu tidak akan mungkin ada aturan-aturan hukum. Tidak ada tujuan berarti
tidak ada kemauan.

xii
B. Sejarah Perkembangan Filsafat Hukum Di Indonesia

Filsafat hukum dilandasi oleh sejarah perkembangan yang melihat kepada


sejarah filsafat barat, yang dimulai dengan filsafat kuno dan terbagi dalam
beberapa zaman seperti zaman Filsafat Pra Sokrates. Perkembangan filsafat
tersebut terus berkembang sampai kepada kaum sofis dan sokrates, protagoras dan
ahli sofis yaitu Gorglas yang terkenal di arhena. Masih banyak lagi para ahli
filsafat dari beberapa periode seperti pada masa filsafat pada abad pertengahan,
filsafat masa peralihan ke zaman modern dan filsafat modern. Akan tetapi
perkembangan filsafat tersebut sampai mengarah ke akar filsafat hukum pada era
abad ke 14- 15, di mana filsafat hukum menjadi landasan ilmu-ilmu hukum lainnya
seperti ilmu Politik, Ekonomi, Budaya, dan lainnya. Filsafat hukum sendiri juga
mengalami perkembangan yang saat ini terus berkembang di Indonesia, yang
tercipta karena keinginan yang mandiri dari masyarakat untuk mendapatkan
“Absolute Justice” demi kelangsungan hidup yang damai pada masa yang akan
datang. Pada perkembangan filsafat hukum di Indonesia, filsafat hukum bertugas
menerangkan dasar nilai hukum yang filososfis dimana mampu mewujudkan cita-
cita keadilan, ketertiban dalam bermasyarakat yang berhubungan dengan
keberadaan hukum yang ada, untuk itu filsafat hukum dapat dikatakan cocok untuk
membangun keadaan hukum yang lebih baik. Tentang fungsi Filsafat Hukum,
berpendapat bahwa ahli filsafat berupaya untuk mencari jawaban untuk
permasalahan tentang gagasan membuat sebuah hukum yang sempurna, kemudian
dengan perkembangannya akan menunjukkan kepada masyarakat kalau hukum
yang sudah ditemukan, kekuasaannya tidak dipersoalkan lagi. Untuk memenuhi
perkembangan hukum yang di mana menjamin kelangsungan di masa mendatang,
filsafat hukum memberikan penjelasan yang logis mengenai hukum.
Perkembangan filsafat hukum di Indonesia itu sendiri mewujudkan rasa keadilan
yang sesuai dengan kaidah hukum yang abstrak dan konkrit, filsafat hukum lebih
memperhatikan dari sisi filosofis hukum yang lebih mengarah terhadap
permasalahan fungsi dan filsafat hukum melakukan perubahan tata tertib

xiii
penyelesaian masalah pertikaian dan mengadakan perubahan yang lebih baik.
Filsafat hukum terhadap segala persoalan-persoalan hukum yang sering ada
ditengah masyarakat atau melakukan pengkajian terhadap perkembangan ilmu
hukum itu sendiri secara teoritis, dan cakupannya berkembang luas dan
komprehensif. Pada perkembangannya filsafat hukum di Indonesia, dalam
pembentukan hukum yang dibuat oleh negara, sudah pasti hukum memiliki sebuah
target atau pencapaian yang ingin dicapai dalam artian tidak ada satupun suatu
peraturan perundang-undangan yang dibentuk dengan tidak adanya tujuan yang
ingin dicapai oleh hukum. Untuk perkembangan filsafat hukum, pembentukan
suatu sistem hukum wajib berdasarkan dari nilai-nilai Pancasila yang di mana kita
tahu sejatinya Pancasila merupakan dasar dari pemikiran bangsa Indonesia.
Pengertian dan pembentukan hukum itu adalah merunutkan peraturan-peraturan
dasar yang berlaku bagi masyarakat. Dalam undang-undang No.12 Tahun 2011
tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, telah diatur jenis hierarki
pembentukan hukum di Indonesia. Dalam pembentukan hukum di mana salah satu
diantaranya membahas tentang teori filsafat hukum. Susunan hierarki peraturan
perundang-undangan yang ditata kembali dianggap memang sudah sangat tepat,
karena pada masa Orde Baru yang pada awalnya berupaya memurnikan lagi
falsafah Pancasila dan pelaksanaan UUD 1945 dengan menyusun ulang kembali
sumber tertib hukum dan tata urut peraturan perundang-undangan, yang dalam
kegiatannya selama 32 tahun belum membuahkan hasil untuk mambangun tatanan
perundang-undangan yang dapat dijadikan patokan bagi upaya memutuskan hasil
akhir bagi sistem perundang-undangan di masa depan.

Filsafat hukum nasional haruslah dikembangkan sehingga terbentuk falsafah


hukum Pancasila. Pancasila adalah dasar negara yang juga menjadi dasar falsafah
hukum nasional bersifat imperative yang menjadi pedoman penhyusunan
pengembangan falsafah hukum yang selaras dan bersangkut paut dengan nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila itu sendiri. Yang mana setiap nilai dasar yang
terkandung dalam pancasila tersebut haruslah juga terdapat dalam sistem
pembentukan hukum di Indonesia nantinya dan juga mempengaruhi sistem
perkembangan hukum di Indonesia. Di dalam pembenrtukan hukum di Indonesia

xiv
filsafat hukum berperan dalam membuat pembentukan hukum yang sangat
diperlukan oleh rakyat Indonesia. Filsafat hukum mengganti beberapa peraturan
perundang-perundangan mulai dari Tap XX/MPRS/1966 sampai tata urutan
Peraturan Perundang-undangan yang di dasari Undang-undang Republik Indonesia
No. 12 Tahun 2011. Filsafat hukum dapat membimbing dan mewujudkan
kebutuhan-kebutuhan hukum sesuai dengan tingkat kemajuan pembangunan di
segala bidang, untuk itu sangat diperlukan untuk lebih mengkaji lebih mendalam
lagi filsafat hukum secara lebih spesifik oleh seluruh bangsa ini terutama kepada
para pemegang kekuasaan dan kepentingan di negara ini. Dengan begitu
kedepannya lebih mampu mengerti serta mengetahui kandungan yang terdapat di
dalam filsafat hukum baik, dari segi hukum itu sendiri atau dampak positif bagi
kehidupan bangsa ini.

Filsafat hukum di Indonesia selalu berkembang mengikuti perkembangan pola


fikir masyarakat dan pendapat-pendapat baru para ahli di Indonesia. Filsafat
hukum di Indonesia berkembang dengan seiringnya pola perilaku masyarakat yang
berubah-ubah setiap waktunya, sehingga membuat suatu kebutuhuan atas hukum
untuk membuat peraturan dasar yang akan mengatur ketertiban dan kenyamanan
masyarakat sesuai dengan kaidah-kaidah hukum yang ada. Indonesia memiliki
Pancasila sebagai dasar filosofis yang menjadi pedoman hidup berbangsa.
Pancasila dapat dikatakan sebagai dasar filsafat hukum sebab memenuhi
kualifikasi untuk dapat disebut sebagai sistem filsafat hukum yang mencakup
beberapa hal yakni adanya nilai kesatuan, keteraturan dan ketergantungan antara
sila-sila, adanya tujuan bersama antara Pancasila dengan UUD 1945, dan lain
sebagainya. Pembentukan hukum ataupun peraturan perundang-undangan di
Indonesia haruslah berdasarkan ataupun harus sesuai dengan Pancasila sebagai
dasar negara. Filsafat hukum berperan sebagai arah pembentukan hukum di
Indonesia dan juga sebagai hal yang sangat dibutuhkan di Indonesia. Dalam
Perkembangan filsafat hukum di Indonesia, filsafat hukum berpengaruh dalam
mengubah aspek pembentukan hukum dan undang-undang di Indonesia UU no 12
tahun 2011 tentang hierarki peraturan Perundang-undangan dijelaskan beberapa
hal segala peraturan tertulis yang berlakudi Indonesia. Segala hukum yang

xv
dibentuk di Indonesia pada dasarnya mengacu kepada filsafat hukum yang mana
filsafat hukum itu sendiri juga berdasarkan kepada Pancasila sebagai ideologi dari
Indonesia, dan menjadi penentu berlakunya tata tertib hukum di Indonesia. Filsafat
hukum sendiri mempengaruhi pola perkembangan hukum yang ada di Indonesia
yang berdasarkan kepada pola perilaku masyarakat guna mencapai suatu kualitas
hukum yang adil untuk seluruh rakyat Indonesia. Pada perkembangannya di masa
sekarang, filsafat hukum sendiri merupakan mata kuliah wajib di dalam fakultas
hukum yang dimaksudakan untuk mengisi pemikiran dari mahasiswa yang hendak
melangkah ke ranah hukum yang lebih tinggi agar nanntinya pada saat dihadaplkan
pada suatu masalah yang akan menggoyang iman hukumnya, mahasiswa dapat
menerapkan pola fikir dan pendirian yang didapatkan dari mata kuliah filsafat
hukum tersebut, dan tidak luput juga peran filsafat hukum yang mengasah
mahawiswa untuk lebih menjadi seorang pribadi yang tak tergoyahkan kepada
masalah yang kerap datang seperti jual beli hukum yang belakangan sering terjadi
di Indonesia. Di dalam kehidupan bermasyarakat sendiri, terutama pada masa
sekarang filsafat hukum sendiri mengarahkan masyarakat untuk lebih mandiri dan
paham akan dasar dari suatu peraturan itu dibuat, agar tujuan bersama dalam
mewujudkan keadilan yang mutlak itu dapat dicapai yan akan berguna untuk
generasi-generasi selanjutnya dalam menjalankan kehidupan sehari-harinya.

xvi
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Filsafat hukum merupakan suatu ilmu yang timbul melalui pemikiran yang
kompleks serta adanya kebingungan. Perjalanan serta perkembangan filsafat
hukum tidak dapat terlepas dari faktor-faktor historis. Sejarah adalah suatu hal
yang menjadi alasan dapat berkembang luasnya sebuah ilmu. Dalam mempelajari
filsafat hukum, terdapat dua zaman yang cukup memberikan pengaruh besar yakni
Zaman Yunani Kuno dan Zaman Romawi. Pada kedua zaman tersebut banyak ahli-
ahli dengan pemikiran yang hebat seperti Aristoteles dan Socrates pada zaman
Yunani Kuno. Selain itu terdapat pula aliran Stoa dan tokoh terkenal seperti
Cicero.

Filsafat hukum di Indonesia selalu berkembang mengikuti perkembangan pola


fikir masyarakat dan pendapat-pendapat baru para ahli di Indonesia. Filsafat
hukum di Indonesia berkembang dengan seiringnya pola perilaku masyarakat yang
berubah-ubah setiap waktunya, sehingga membuat suatu kebutuhuan atas hukum
untuk membuat peraturan dasar yang akan mengatur ketertiban dan kenyamanan
masyarakat sesuai dengan kaidah-kaidah hukum yang ada. Indonesia memiliki
Pancasila sebagai dasar filosofis yang menjadi pedoman hidup berbangsa.
Pancasila dapat dikatakan sebagai dasar filsafat hukum sebab memenuhi
kualifikasi untuk dapat disebut sebagai sistem filsafat hukum yang mencakup
beberapa hal yakni adanya nilai kesatuan, keteraturan dan ketergantungan antara
sila-sila, adanya tujuan bersama antara Pancasila dengan UUD 1945, dan lain
sebagainya. Pembentukan hukum ataupun peraturan perundang-undangan di
Indonesia haruslah berdasarkan ataupun harus sesuai dengan Pancasila sebagai
dasar negara. Filsafat hukum berperan sebagai arah pembentukan hukum di
Indonesia dan juga sebagai hal yang sangat dibutuhkan di Indonesia.Pada
perkembangan filsafat hukum di Indonesia, filsafat hukum bertugas menerangkan
dasar nilai hukum yang filososfis dimana mampu mewujudkan cita-cita keadilan,
ketertiban dalam bermasyarakat yang berhubungan dengan keberadaan hukum

xvii
yang ada, untuk itu filsafat hukum dapat dikatakan cocok untuk membangun
keadaan hukum yang lebih baik. Untuk memenuhi perkembangan hukum yang di
mana menjamin kelangsungan di masa mendatang, filsafat hukum memberikan
penjelasan yang logis mengenai hukum. Perkembangan filsafat hukum di
Indonesia itu sendiri mewujudkan rasa keadilan yang sesuai dengan kaidah hukum
yang abstrak dan konkrit, filsafat hukum lebih memperhatikan dari sisi filosofis
hukum yang lebih mengarah terhadap permasalahan fungsi dan filsafat hukum
melakukan perubahan tata tertib penyelesaian masalah pertikaian dan mengadakan
perubahan yang lebih baik.

xviii
DAFTAR PUSTAKA
Perkembangan Filsafat Hukum Sejak Zaman Purbakala Hingga Saat. Ini di
akses pada 4 Desember 2023 dari
https://repository.unikom.ac.id/64936/1/Materi%20Kuliah%20OL%20FH
%20%286%29.docx
Agung Muhammad. Perkembangan Filsafat Hukum Di Indonesia. Di
Akses Pada 4 Desember 2023 Dari https://osf.io/73h52/download
Kurniawan agung dan Irtafany Aqsha. (2022). Sejarah Pemikiran
Mengenai Hukum Zaman Yunani Kuno Hingga Zaman Romawi. Di akses pada 4
desember 2023 dari https://spada.uns.ac.id/mod/resource/view.php?id=187076
Shidarta Arief. Meuwissen Tentang Pengembanan Hukum, Ilmu Hukum,
Teori Hukum, Dan Filsafat Hukum. Bandung; PT Refika Aditama, 2007.

xix

Anda mungkin juga menyukai