Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PANDANGAN PARA FILUSUF

Makalah ini disusun guna memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu & Etika
Bisnis
Dosen Pengampu : Dr. H. M. Hasibuddin, S.S.,M.Ag.

Disusun Oleh:

Nama : Irmayani
NIM : 001801572022

PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pemurah dan Lagi Maha
Penyayang, puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan Hidayah, Inayah dan Rahmat-Nya sehingga saya mampu
menyelesaikan penyusunan makalah berjudul “PANDANGAN PARA FILUSUF”.
Penyusunan makalah sudah saya lakukan semaksimal mungkin dengan
dukungan dari banyak pihak, sehingga bisa memudahkan dalam penyusunannya.
Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya
kepada Yth :
1. Dr. H. M. Hasibuddin, S.S.,M.Ag. selaku dosen Filsafat Ilmu & Etika Bisnis.
2. Orang tua saya yang telah membantu baik moril maupun materi
3. Teman – teman kelompok saya yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini
Tetapi tidak lepas dari semua itu, saya sadar sepenuhnya bahwa dalam
makalah ini masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa
serta aspek-aspek lainnya. Maka dari itu, dengan lapang dada saya membuka
seluas-luasnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberikan kritik ataupun
sarannya demi penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya penyusun sangat berharap semoga dari makalah yang sederhana ini
bisa bermanfaat dan juga besar keinginan saya bisa menginspirasi para pembaca
untuk mengangkat berbagai permasalahan lainnya yang masih berhubungan pada
makalah-makalah berikutnya.

Makassar, 21 Mei 2023

Irmayani

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................... i


KATA PENGANTAR ........................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................... iii
BAB I : PENDAHULUAN ................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan...................................................................... 2
BAB II : PEMBAHASAN .................................................................. 3
A. Pemikiran Filusuf Yunani Kuno ............................................. 3
B. Pemikiran Deduktif Imanuel Kant dan Whewel ..................... 3
C. Pemikiran Induktif David Hume ............................................. 4
D. Pemikiran Memadukan Deduktif dan Induktif dari Philips .... 4
E. Petunjuk Al-Qur’an ................................................................. 5
BAB III : PENUTUP .......................................................................... 6
A. Kesimpulan ............................................................................. 6
B. Saran ....................................................................................... 6
BAB IV : DAFTAR PUSTAKA ......................................................... 7

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keberadaan filsafat sebagai disiplin ilmu ternyata sudah
dipersoalkan sejak lebih dari 20 tahun abad silam. Meskipun banyak
pendapat yang menjelaskan mengenai apakah sesungguhnya filsafat itu,
tetapi pendapat-pendapat tersebut belum memuaskan semua orang.
Bahkan banyak orang yang berpikir bahwa filsafat adalah sesuatu yang
bersifat serba rahasia, mistis, dan aneh.
Filsafat disebut-sebut sebagai induk dari semua ilmu pengetahuan
yang ada di muka bumi ini. Maka dari itu, banyak pula orang yang
menganggap bahwa filsafat adalah ilmu paling istimewa dan menduduki
tempat paling tinggi di antara seluruh ilmu pengetahuan yang ada.
Terlebih lagi, banyaknya kepercayaan bahwa filsafat hanya dapat
dipahami oleh orang-orang genius saja.
Istilah “filsafat” ini sebenarnya berasal dari Bahasa Yunani, yakni
“philosophia”, yang mana merupakan gabungan dari kata “philo” dan
“sophia”. Philo berarti ‘cinta dalam arti yang luas’, sementara sophia
berarti ‘kebijakan atau pandai’. Jadi, dapat disebut bahwa filsafat ini
adalah keinginan untuk mencapai cita pada kebijakan.
Banyak ahli yang mendefinisikan apa itu filsafat. Poedjawijatna
berpendapat bahwa filsafat adalah sejenis pengetahuan yang berusaha
mencari sebab secara sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu yang
berdasarkan pikiran belaka. Lalu menurut Hasbullah Bakry, filsafat
memiliki definisi berupa sejenis pengetahuan yang menyelidiki segala
sesuatu secara mendalam, mulai dari ketuhanan, alam semesta, hingga
manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana
hakikatnya sejauh yang dapat dicapai oleh akal manusia. Kemudian ada
juga tokoh filsafat terkenal, Plato, yang mendefinisikan filsafat adalah
pengetahuan yang berminat untuk mencapai pada kebenaran asli.

Nah, berdasarkan beberapa pendapat dari para ahli tersebut maka


dapat disimpulkan bahwa filsafat adalah sebuah ilmu yang berusaha
mencari sebab secara mendalam berdasarkan pemikiran dan akal manusia.
Filsafat ini juga dapat menjadi pandangan hidup seseorang sekelompok
orang mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Namun, filsafat ini dapat
juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa ketika
memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan melihat secara
menyeluruh dengan segala hubungan.
Kebanyakan, tokoh-tokoh filsafat atau para filsuf ini berasal dari
Yunani sebab ilmu pengetahuan tersebut memang bersumber dari

1
pemikiran Yunani Kuno. Para filsuf Yunani ini hidup sekitar abad
Sebelum Masehi. Meskipun mereka telah meninggal sudah ratusan tahun
lamanya, tetapi pemikiran mereka turut berkontribusi pada ilmu
pengetahuan filsafat ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dengan latar belakang di atas, maka penulis dapat
menyimpulkan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa pemikiran filusuf yunani kuno?
2. Apa pemikiran deduktif dari Immanuel Kant?
3. Apa pemikiran induktif dari David Hume?
4. Apa petunjuk dari Al-Qur’an mengenai filsafat ilmu?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan dengan masalah pokok di atas, maka tujuan dari
penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pemikiran filusuf yunani kuno.
2. Untuk mengetahui pemikiran deduktif dari Immanuel Kant.
3. Untuk mengetahui pemikiran induktif dari David Hume.
4. Untuk mengetahui petunjuk dari Al-Qur’an mengenai filsafat ilmu.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pemikiran Filusuf Yunani Kuno


Kebanyakan, tokoh-tokoh filsafat atau para filsuf ini berasal dari
Yunani sebab ilmu pengetahuan tersebut memang bersumber dari
pemikiran Yunani Kuno. Para filsuf Yunani ini hidup sekitar abad
Sebelum Masehi. Meskipun mereka telah meninggal sudah ratusan tahun
lamanya, tetapi pemikiran mereka turut berkontribusi pada ilmu
pengetahuan filsafat ini.
Salah satu pemikir besar dari Yunani adalah Socrates (Thn 469-
399 SM). Ia memusatkan perhatiannya pada prinsip-prinsip pemikiran dan
perilaku manusia untuk mencapai kehidupan yang lebih bermakna.
Dibandigkan dengan para pemikir sezamannya, Socrates hidup dalam
kemiskinan. Tetapi sebagai guru besar ia menjalani hidup yang bermakna
dalam interaksi dengan para pemikir sezamannya, khususnya para
muridnya yang masih muda. Kepada mereka yang berdialog dengannya
Socrates mengajaknya untuk berpikir secara benar dengan meneliti
pendapat-pendapat umum yang telah diterima sebagai suatu kebenaran
tetapi setelah diuji dengan akal sehatnya ternyata tidak benar. Katanya, a
life unexamined is nit wort living (hidup yang tidak diteliti tidak pantas
dijalani).
Plato (W.I.M. Poli, 2010 ) menjelaskan didalam bukunya
“Republic” bahwa kota “polis” yang baik adalah adalah kota yang
alamiah, yaitu kota yang lahir dari kecenderungan prilaku manusia yang
alamiah. adalah kota yang alamiah, yaitu kota yang lahir dari
kecenderungan prilaku manusia yang alamiah (sesuai hukum alam).
Aristoteles (W.I.M. Poli, 2010), sejalan dengan pemikiran plato.
Aristoteles sebagai muridnya plato mengemukakan di dalam bukunya
“Politics” bahwa Secara alamiah, manusia adalah mahluk sosial yang
saling membutuhkan untuk dapat mencapai tujuan eksistensinya. Mulanya
ada yang disebut Rumah Tangga (Oikos) sebagai persekutuan (budak,
suami, istri, dan anak-anak) untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Selanjutnya sejumlah rumah tangga membentuk sebuah desa, dan akhirnya
sejumlah desa membentuk sebuah negara (kota).
B. Pemikiran Deduktif Imanuel Kant dan Whewel
Pemikiran deduktif adalah suatu proses berpikir yang bermula dari
pernyataan yang bersifat umum dengan menarik kesimpulan bersifat
khusus. (Warsiman, 2011)

3
Imanuel Kant (Herman Suardi, 2000), adalah seorang pemikir
filsafat ulung. Kant digolongkan sebagai seorang filusuf tang dalam
pemikirannya tetap bertuhan dan mempertahankan adanya hukum
kausalitas (sebab-akibat). Kant menganut cara berfikir deduktif, dan
membuat dikotomi antara pemikiran deduktif dan induktif.
Pada abad 19, pandangan deduktif ini terus dikembangkan oleh
Whewel (Herman Suardi, 2000). Pandangan whewel mulai dari hubungan
antara konsep-konsep dan idea-idea, bahwa semua hubungan itu secara
logis tdak dapat di elakkan seperti cahaya berjalan pada garis lurus, bahwa
panas merupakan bentuk dari energi, bahwa aksi=reaksi. Semua itu
merupakan kebenaran yang tidak dielakkan. Hubungan ini merupakan
bentuk dari fakta-fakta, dan wadah ini sudah terbentuk terlebih dahulu
(dalam alam pikiran).
Dengan demikian Whewel mengungkapkan alam seolah-olah
dengan pola yang sudah dibentuk, dan penelitian hanyalah merupakan
pencarian pola apa yang terdapat pada suatu tempat. Dengan pandangan
ini ia berpendapat bahwa Kapler menerangkap suatu elips pada garis edar
Mars, dan dia berpendapat bahwa Kapler berbuat demikian tanpa
hambatan dari fakta-fakta yang menunjukkan posisi planet terhadap
matahari.
C. Pemikiran Induktif David Hume
Pemikiran induktif adalah proses berpikir yang bermula dari
keadaan khusus menuju ke umum. (Warsiman 2011).
David Hume (Herman, 2000), merupakan penganut pola pikir
induktif. Hume berpendapat bahwa fakta-fakta empirikal yang berserakan
di alam dapat dibentuk dalam suatu pertalian.
Mill berpendapat tidak memerlukan (pencarian) pola-pola untuk
menggambarkan realita (Fakta). Seperti Kapler melihat garis edar elips
planet Mars itu sebagai fakta posisi planet Mars terhadap matahari, bukan
sebagai suatu pola.
Kelemahan pendapat Mill adalah manusia harus menunggu
terkumpulnya fakta empirik yang tak terhingga jumlahnya untuk
menentukan suatu pola.
D. Pemikiran yang Memadukan Deduktif dan Induktif dari Philips
Estella M. Philips berpendapat bahwa orang tidak dapat
melepaskan diri dari pola pikir yang sudah dianutnya sebelum ia
melakukan penelitian. Dalam penelitiannya, sebutan “Deductor-
Hypotetico-Verificative” diartikan: diperlukan suatu teori atau pola untuk
menerangkan dan sekaligus meramalkan fenomena-fenomena;
daripadanya dialirkan hipotesis-hipotesis. Pada penelitian empirik,
hipotesis-hipotesis tersebut diuji kebenarannya dan apabila teruji maka
Hipotesis itu diakui sebagai Fakta.

4
Dengan adanya Fakta-fakta baru, teori atau pola dapat
disempurnakan. Empirik menjadi “Hakim” atas salah atau benarnya suatu
teori atau pola pemikiran.
E. Petunjuk Al-Quran
Para peneliti ilmu pengetahuan telah berpuluh-puluh tahun
melakukan penelitian bagaimana tumbuh-tumbuhan bisa berubah, dan
mereka menemukakan bahwa tumbuh-tumbuhan bisa berbuah karena
dikawinkan oleh tiupan angin. Dan ini sesuai dengan firman Allah dalam
Al-Quran dalam surah Al-Hijr ayat 22 yang artinya:
“Dan kami telah meniupkan angin untuk mengawikan tumbuh-tumbuhan”
Allah telah menciptakan pola, skenario, atau ketetapan untuk
kehidupan makhluk di muka bumi ini. Manusia berkewajiban untuk
mengetahui ketetapan tersebut sebagai tugas manusia dengan
mengembangkan ilmu. Sebab Al Qur’an sebagai pedoman tidak
mengajarkan bagaimana membuat sesuatu seperti pesawat atau mobil.
Al Qur’an mengajarkan ilmu dan memberikan inspirasi kepada manusia,
yang diberi akal (rasio) dan rasa (kalbu), agar bisa berinovasi untuk
membuat barang yang bermanfaat bagi manusia. (Surah Ar Rahman:33
dan An Nahl: 8)

5
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Secara harmonis, segala sesuatu di alam raya ini saling
berhubungan. Artinya secara universal, tidak ada yang berdiri sendiri dan
semua tunduk kepada hukum alam yang berlaku. Ada keteraturan di alam
raya ini. Tindakan manusia yang benar adalah tindakan yang sesuai
dengan hukum alam. Seperti di bidang ekonomi, yaitu tindakan manusia
untuk memenuhi kebutuhannya. Tindakan manusia tersebut sesuai hukum
alam maka dianggap tindakan yang benar.
Allah telah menciptakan pola, skenario, atau ketetapan untuk
kehidupan makhluk di muka bumi ini. Manusia berkewajiban untuk
mengetahui ketetapan tersebut sebagai tugas manusia dengan
mengembangkan ilmu. Sebab Al Qur’an sebagai pedoman tidak
mengajarkan bagaimana membuat sesuatu seperti pesawat atau mobil.
Al Qur’an mengajarkan ilmu dan memberikan inspirasi kepada
manusia, yang diberi akal (rasio) dan rasa (kalbu), agar bisa berinovasi
untuk membuat barang yang bermanfaat bagi manusia.
B. Saran
Setelah membaca makalah ini, diharapkan para pembaca dapat
memahami dan mengerti akan isi dan maksud dari judul tersebut diatas.
Para pembaca bisa mendapatkkan pelajaran serta dapat menambah
wawasan ilmu filsafat.

6
DAFTAR PUSTAKA

Zakaria,Junaidin.2012.Filsafat Ilmu.Makassar.
.

Anda mungkin juga menyukai