Anda di halaman 1dari 12

1

MAKALAH
FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA

Perbandingan Filsafat Islam dan Filsafat Barat

Dosen : Ade Burhanudin, S.I.P.,M.Si.

Disusun oleh :

RENI KUSMIATI
A1A1200037

JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK


SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
SAMUDERA INDONESIA SELATAN (STISIP SAINS)
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun
makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang
“Perbandingan Filsafat Islam dan Filsafat Barat”. Tugas ini ditujukkan untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Filsafat Ilmu dan Logika.

Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapat tantangan dan


hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak, tantangan itu bisa
teratasi. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini,
semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik
dari sistematika penulisan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca
sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.

Garut, Desember 2020

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................... ii

DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
BAB I.................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
A. Latar Belakang.......................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..................................................................................................5
C. Tujuan....................................................................................................................5
BAB II...............................................................................................................................6
KAJIAN TEORI................................................................................................................6
A. Filsafat....................................................................................................................6
BAB III..............................................................................................................................7
PEMBAHASAN................................................................................................................7
A. Perbandingan Filsafat Islam dan Filsafat Barat......................................................7
B. Hubungan antara filsafat Islam dan filsafat Barat...................................................9
BAB IV............................................................................................................................11
PENUTUP.......................................................................................................................11
A. Kesimpulan...........................................................................................................11
B. Saran.....................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................12

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak orang memahami istilah filsafat sebagai suatu teori umum tentang
sesuatu, khususnya tentang bagaimana mendekati suatu masalah yang besar dan
penting. Dalam media masa, contohnya, dinyatakan bahwa kelompok ini liberal,
sementara kelompok itu konservatif. Keduanya mempunyai perbedaan pendapat
tentang filsafat politik dan dinyatakan bahwa para pendiri negara telah sepakat
tentang suatu filsafat negara. Sistem pendidikan yang diterapkan di tanah air juga
didasarkan atas suatu filsafat.
Dalam semua kasus ini, kata “filsafat” barangkali dapat digantikan dengan
“teori”. Secara lebih umum lagi, dalam perkataan sehari-hari, filsafat lebih banyak
bermakna “pemikiran” atau “pendapat”. Pernyataan bahwa “ia berfilsafat”
maksudnya adalah “ia berpendapat” seperti itu.
Menurut catatan sejarah, kata filsafat pertama kali digunakan oleh
Phytagoras, seorang filosof yunani yang hidup pada 582-496 sebelum Masehi.
Seorang penulis Romawi terkenal pada zamannya bahwa kata filsafat dipakai
phytagoras sebagai reaksi terhadap kaum cendikiawan pada masanya yag
menamakan dirinya ‘ahli pengetahuan’. Phytaghoras menyatakan bahwa
pengetahuan itu begitu luas dan terus berkembang. Tiada seorangpun yang
mungkin mencapai ujungnya. Pernyataan Phytagoras memang diabaikan dan
diselewengkan oleh banyak pihak terutama oleh kaum ‘sophist’. Mereka seakan
menjadi orang yang paling tahu dan bijaksana. Mereka mempergunakan kefasihan
bahasa dan kelihaian bersilat lidah untuk meyakinkan masyarakat dan merebut
pengaruh.
Kata ini kerap pula digunakan oleh socrates (470-399 SM). Socrates tidak
saja terkenal karena pemikirannya yang brilian, tetapi juga karena ia banyak
mengajukan pertanyaan. Ia mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada siapa saja
yang dijumpainya, dan pertanyaan tersebut membuat sebagian orang menjadi
lebih arif, lebih sadar diri, lebih pintar, tetapi ada yang merasa disudutkan dan
dicemoohkan.

4
5

Begitu juga filsafat Islam, sebagai bagian tidak terpisahkan dari khazanah
pemikiran Islam, baik dari aspek kontens maupun sejarah perkembangannya,
sesungguhnya bukan suatu yang sederhana. Banyak aspek dan hubungan yang
harus dipahami. Beberapa kalangan beranggapan bahwa filsafat Islam tidak lain
adalah jiplakan dari filsafat Yunani, padahal kenyataan yang ada menunjukkan
bahwa pemikiran rasional dalam hukum (fiqh) dan Islam Muktazilah telah lebih
dahulu mapan sebelum datangnya filsafat Yunani lewat terjemahan. Model
pemikiran filosofis yang berjalan baik dalam masyarakat Islam, yakni dalam soal-
soal teologis dan kajian hukum. Artinya, pemikiran rasional dan filsafat Islam
tidak berasal dari Yunani. Pemikiran rasional dari teologi dan hukum Islam inilah
yang telah berjasa menyiapkan landasan bagi diterima dan berkembangnya logika
dan filsafat Yunani dalam tradisi pemikiran Islam.
Beberapa kalangan juga merincikan bahwa kelahiran ilmu filsafat Islam
dilatarbelakangi oleh adanya usaha penerjemahan naskah-naskah ilmu filsafat ke
dalam bahasa Arab yang telah dilakukan sejak masa klasik Islam. Usaha ini
melahirkan sejumlah filsuf besar muslim. Dunia Islam belahan timur yang
berpusat di Baghdad, Irak lebih dahulu melahirkan filsuf muslim daripada dunia
islam belahan barat yang berpusat di Cordoba, Spanyol. Memperkuat pernyataan
tersebut, Ahmad Salabi dan Louis Ma’luf menguraikan bahwa sejarah kebudayaan
Islam mencatat, ilmu filsafat tidak diketahui oleh orang-orang Islam, kecuali
setelah masa daulah Abbasiyah pertama (132-232 H/750-847 M).
Menilik dari latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk memabahas
perbandingan antara filsafat Islam dan filsafat Barat.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana perbandingan antara filsafat Barat dan filsafat Islam?
b. Apa Hubungan antara filsafat Islam dan filsafat Barat?
C. Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah sebagai media untuk menjawab
rumusan masalah yang disebutkan pada point rumusan masalah, guna menambah
wawasan dan pengetahuan pembaca. Selain itu makalah ini juga dibuat sebagai
pemenuh tugas mata kuliah Filsafat Ilmu dan Logika
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Filsafat
Kamus Bahasa Indonesia karangan W.J.S. Poerwadarminta merumuskan
bahwa filsafat adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai
sebab-sebab, asas hukum dan sebagainya daripada segala yang ada dalam alam
semesta ataupun mengenai kebenaran dan arti adanya sesuatu. Al-Kindi 801-260
M) Filsafat ialah pengetahuan yang benar (knowledge of truth) yang melihat
persamaan antara falsafah dan agama.
Plato (427-347 SM), filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang hakikat.
Aristoteles (384-322), filsafat adalah ilmu tentang kebenaran yang meliputi
logika, fisika, metafisika, dan pengetahuan praktis.
Menurut Bettrand Russel, filsafat adalah tidak lebih dari suatu usaha untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan terakhir, tidak secara dangkal atau dogmatis.
Menurut R.Beerling, bahwa filsafat adalah pemikiran-pemikiran yang bebas, di
ilhami oleh rasio, mengenai segala sesuatu yang timbul dari pengalaman. (Er zijn
eigenlijksheidvragen dalam Filosofic als science fiction, 1968: 44). Karl Popper
berkata “saya rasa kita semuanya mempunyai filsafat dan bahwa kebanyakan dari
filsafat kita itu tidak bernilai banyak. Saya kira, bahwa tugas utama dari filsafat
adalah untuk menyelidiki berbagai filsafat itu secara kritis, filsafat mana dianut
oleh berbagai orang secara tidak kritis.”
Sementara itu, Immanuel Kant (1724-1804) merumuskan filsafat sebagai
ilmu pengetahuan yang menjadi pokok pangkal puncak segala pengetahuan yang
tercakup di dalamnya empat persoalan yaitu :
- Apa yang dapat kita ketahui? (Metafisika)
- Apa yang seharusya dilakukan? (Etika)
- Sampai dimanakah harapan kita? ( Agama)
- Apa hakikat manusia? (Antropologi)
Objek pemikiran filsafat baik Islam atau Barat, yaitu; Tuhan, manusia,
alam, metafisik dan budaya.

6
BAB III
PEMBAHASAN

A. Perbandingan Filsafat Islam dan Filsafat Barat


1. Ontologi
Ontologi berasal dari bahasa Yunani yakni ontos, yang berarti “ada” dan
logos yang berarti “fikiran”. Ontologi sendiri ialah ilmu yang membahas hakikat
sesuatu yang ada, dengan kata lain, ontologi yaitu ilmu yang mempelajari tentang
sesuatu yang ada.
a. Perspektif ontologi filsafat Islam

Bila membahas filsafat islam, maka akan berhubungan dengan


sesuatu yang nampak/wujud dan sesuatu yang tidak nampak/gaib. Karena
itu merupakan konsep ilmu-ilmu filsafat yang diyakini dalam pemikiran
filsafat.

Filsafat islam merupakan suatu pemikiran yang bebas, radikal,


mengkaji dalam taraf makna dan menyeluruh/kaffah. Yang memiliki
sifat,corak, karakter, serta batasan pemikirannya sesuai dengan tuntunan
ajaran islam.

Dalam ilmu pemikiran diperlukan suatu landasan dalam berfikir,


untuk itu diperlukan sebuah asumsi. Asumsi-asumsi dalam ajaran agama
Islam harus sesuai dengan batasan-batasan ajaran Islam.

b. Perspektif ontologi filsafat barat

Dalam filsafat barat, pemikiran pertama adalah metafisika. Yakni


membicarakan sesuatu yang tidak dapat dilihat, yang secara hakikat tidak
bisa dijangkau oleh panca indera. Kemudiam adanya asumsi, dimana
dalam filsafat barat hal ini menjadi sebuah pijakan dalam berfikir namun,
tidak memperhatikan adanya titik pijakan berupa unsur wahyu/agama,
sehingga dalam berfikir secara hakikat mereka terlalu mengendalikan
logika sehingga terkadang mengesampingkan batas-batas yang tidak bisa
mereka lihat.

7
8

2. Epistemologi
Epistemologi berasal dari kata episteme yang berarti “pengetahuan” dan
logos yang berarti “ilmu”. Jadi epistemologi adalah ilmu yang membahas tentang
pengetahuan dan cara memperolehnya. Dengan kata lain, epistemologi adalah
suatu cabang filsafat yang menyoroti atau membahas tentang tata cara, teknik,
atau prosedur mendapatkan ilmu dan keilmuan.
a. Persfektif epistemologi filsafat Islam

Untuk memperoleh suatu kebenaran dalam suatu ilmu diperlukan adanya


metode-metode dalam mengetahui sumber-sumber dari ilmu tersebut. Dalam
filsafat Islam terdapat metode-metode yakni,

- Burhani, yaitu metode berdasarkan indera percobaan dan hukum-hukum


logika
- Irfani, yaitu melakukan pendekatan yang bertumpu pada pendalaman
instrumen batin atau qalbu.
- Bayani, yaitu mengawali pendekatan dengan cara menganalisis teks Al
Qur’an.
b. Persfektif epistemologi filsafat Barat

Kerangka pemilihan yang logis dengan argumentasi yang bersifat


konsisten dari pengetahuan sebelumnya menjabarkan serta memberikan
pandangan hipotesis yang merupakan deduksi dari kerangka pemikiran tersebut.
Melakukan verifikasi terhadap hipotesis tersebut untuk menguji kebenaran
pemikiran para filsuf yang pada dasarnya tidak lepas dari orientasi rasio dan
indera. Namun dalam filsafat barat, dalam mencari kebenaran lebih
mengedepankan indra, diluar itu diragukan sebagai kebenaran.

3. Aksiologi

Aksiologi yang berasal dari bahasa Yunani yaitu aksios yang berarti
“nilai” dan logos yang berarti “ilmu”. Aksiologi adalah cabang dari filsafat ilmu
yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi
dipahami.
9

a. Persfektif aksiologi filsafat Islam

Terdapat dua hal penting dalam aksiologi filsafat Islam, yakni etika dan
estetika. Etika adalah membicarakan perbuatan manusia, cara memandangnya dari
sudut baik dan tidak baik. Al Ghazali dalam pemikiran etikanya “melihat sumber-
sumber kebaikan terletak pada kebersihan rohaninya dan rasa akrabnya (taqarrub)
kepada Allah swt,.”

Estetika adalah cabang ilmu yang membahas masalah keindahan.


Bagaimana keindahan bisa tercipta dan bagaimana orang bisa merasakannya dan
memberi penilaian terhadap keindahan tersebut.

a. Persfektif aksiologi filsafat Barat

Dalam aksiologi, perspektif islam dan barat hampir mempunyai kesamaan


yakni terdapat unsur etika dan estetika. Yang membedakannya adalah dalam
menilai kegunaan suatu pengetahuan, dalam filsafat barat tidak dilandaskan
pandangan nilai agama. Kemudian dalam unsur estetikanya lebih di condongkan
kepada selera individu.

B. Hubungan antara filsafat Islam dan filsafat Barat

Dalam ajaran Islam, akal mempunyai kedudukan yang tinggi dan banyak
dipakai, bukan dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudyaan saja, tetapi
juga dalam perkembangan ajaran-ajaran keagamaan Islam itu sendiri. Hanya yang
menjadi masalah adalah, apakah penggunaan akal, seperti yang muncul dalam
istilah Islam rasionalis atau rasionalis dalam Islam itu percaya kepada rasio
semata-mata dan tidak mengindahkan wahyu? Atau membuat akal lebih tinggi
daripada wahyu sehingga wahyu dapat dikalahkan oleh akal? Dalam pemikiran
Islam, baik dalam filsafat atau ilmu kalam, apalagi dalam bidang ilmu fiqh akal
tidak pernah membatalkan wahyu. Akal tetap tunduk pada wahyu. Wahyu tetap
dianggap mutlak benar. Akal hanya dipakai untuk memahami teks wahyu dan
sekali-kali tidak menentang wahyu. Akal hanya memberi interpretasi terhadap
wahyu sesuai dengan kecenderungan dan kesanggupan pemberi interpretasi.
10

Akan tetapi, menyamakan persepsi bahwa Islam memiliki akar tersendiri


dalam filsafat Islam bukan perkara yang mudah. Bukan hanya dalam wacana
posisi akal semata, tetapi ini berkenaan dengan klaim cara berfikir. Bahkan,
ketegangan terjadi pada dua kubu berkenaan dengan klaim masing-masing.
Ketegangan dalam bentuk apakah cara berfikir Arab dan Yunani itu, sama atau
siapa yang paling pertama. Menarik untuk dikutip, pandangan Oliver Leaman
dalam bukunya History of Islamic Medieval Philoshopy, bahwa :

“Perdebatan antara seorang ahli penerjemah buku-buku filsafat yang


bernama Abu Bishr Matta’ (870-940 M) dan seorang ahli ilmu kalam (teologi),
Abu Sa’id As-Sirafi (893-979 M). Perdebatan mereka berkisar makna
pengetahuan baru yang datang dari Yunani dan manfaatnya bagi pemahaman
keagamaan. Perdebatan mereka berfokus pada fungsi lokal dan bahasa. Matta’
memulainya dengan menerangkan kedudukan logika dalam filsafat. Ia berkata
logika adalah suatu alat untuk menyampaikan suatu pembicaraan (kalam) atau
wacana yang benar sehingga bisa dibedakan dari yang tidak benar, yang tepat dan
yang tidak tepat. Alat ini persis seperti timbangan yang bisa memberi tahu kita
tentang suatu keadaan berat, baik lebih maupun kurang. Matta’ dengan
argumentasinya hendak mengatakan bahwa filsafat Yunani itu bersifat “netral”
karena itu “universal”. Fungsi logika dari Aristoteles hanyalah alat, tidak lebih
dan tidak kurang. Sebaliknya, Abu Sa’id As-Sirafi, justru mempersoalkan asumsi
kenetralan logika tersebut. Pada pokoknya, setiap bahasa, demikian As-Shirafi,
sebenarnya mencerminkan kebiasaan yang dipakai oleh masyarakat secara
konvensional, daripada bersifat alamiah. Masing-masing bahasa mempunyai cara
penafsiran sendiri-sendiri terhadap realitas, dan masing-masing juga
mengembangkan logikanya sendiri, sebagai alat yang khusus dipakai untuk
mendapatkan penafsiran tentang apa yang disebut; benar itu, berdasarkan struktur
bahasanya. Dengan demikian, kalau kita membicarakan logika Aristoteles, logika
itu hanya cocok diterapkan pada bahasa Yunani, tidak untuk bahasa Arab.
Begitulah juga dengan kalam, yang diutarakan melalui bahasa Arab, hanya
mungkin diutarakan dengan cara logika jadalli, logika bahasa Arab.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan

Filsafat ialah pengetahuan yang benar “knowledge of truth” yang melihat


persamaan antara falsafah dan agama. (Al-Kindi)

Filsafat adalah ilmu tentang kebenaran yang meliputi logika, fisika,


metafisika, dan pengetahuan praktis. (Aristoteles)

Perbandingan filsafat Islam dan filsafat Barat, dari cabang Ontologi,


Epistemologi dan Aksiologi tidak lain bahwa filsafat Islam/kebenaran Islam
(ilahiyyah), wahyu yang memandu ilmu. Sedangkan filsafat Barat (ilmiah), Ilmu
yang memandu wahyu.
B. Saran
Lebih teliti dalam menilik sejarah, akal manusia itu nisbi. Tidak seluruh
persoalan dapat diatasinya. Hendaknya dalam berfikir dan berperilaku, Al Qur’an
dijadikan tolak ukur utama dalam menilai benar atau tidaknya keyakinan. Karena
Al Qur’an pulalah yang dapat membawa manusia pada kebenaran yang hakiki.

11
DAFTAR PUSTAKA

Khudori, Sholeh. 2016. Filsafat Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Supriyadi. Dedi. 2019. Pengantar Filsafat Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia

Fadhil Lubis. Nur A. 2015. Pengantar Filsafat Umum. Medan: Perdana


Publishing

12

Anda mungkin juga menyukai