Anda di halaman 1dari 28

UNTUK MEMENUHI SALAH SATU TUGAS

MATA KULIAH ILMU FILSAFAT

DISUSUN OLEH :

TAUFIK HIDAYAT

NPM : 20228500010

2022/2023
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, penulis telah dianugerahkan kekuatan dan kesehatan sehingga


dapat menyelesaikan makalah yang sederhana ini. Selawat dan salam penulis sampaikan
kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat sekalian yang telah
membawa perubahan dari alam jahiliyah ke alam yang penuh dengan hidayah.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah mendukung penulisan makalah ini, sehingga makalah ini dapat dijadikan referensi
bagi para pembaca.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, untuk ini penulis
mohon saran-saran dan perbaikan dari semua pihak.

Jakarta,25 September 2022

Penulis,
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................

DAFTAR ISI........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................

A. Hubungan antara ilmu filsafat dengan Agama dalam sejarah filsafat barat
...................................................................................................................
B. Sejarah filsafat dan contoh perdebatan agama dengan sains.....................
C. Konsep aliran filsafat dalam zaman auflarung..........................................

BAB III PENUTUP...........................................................................................


A. Kesimpulan..........................................................................................

Daftar Pustaka ……………………………………………………………….


BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Filsafat berasal dari kata Yunani philosophia yang berarti cinta kebijaksanaan,
filsafat merupakan bidang pemikiran manusia yang paling penting karena bercita-cita
untuk mencapai makna hidup paling hakiki. Meskipun bagi sebagian orang cara
berpikir dalam ilmu filsafat dipandang sebagai suatu hal yang berbelit-belit dan
membosankan.
Cara berpikir dalam ilmu filsafat terbilang sangat membuka wawasan,
pemikiran-pemikiran dasar yang dikemukakan para filsuf dahulu juga masih menjadi
rujukan dalam melihat berbagai masalah yang muncul di dunia modern. Tak salah jika
ilmu filsafat dikatakan sebagai ilmu tentang bagaimana pencarian makna dalam
berbagai macam hal.
Pada dasarnya setiap ilmu pengetahuan mempunyai keunikan tersendiri yang
saling membedakan, selain itu juga memberi manfaat dan memiliki kegunaan dalam
kehidupan. Bisa dibilang filsafat merupakan bidang pemikiran manusia yang paling
penting karena memiliki tujuan yang sangat krusial bagi kehidupan manusia.
2. Rumusan Masalah :
1. Hubungan antara ilmu filsafat dengan Agama dalam sejarah filsafat barat
2. Sejarah filsafat dan contoh perdebatan agama dengan sains
3. Konsep aliran filsafat dalam zaman auflarung
3. Tujuan :
 Sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga menjadi kritis terhadap
kegiatan ilmiah.
 Merupakan metode untuk mereflleksi, menguji, mengkritisi, memberikan
asumsi keilmuan.
 Memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hubungan antara ilmu filsafat dengan Agama dalam sejarah filsafat
barat
Menurut catatan sejarah, filsafat Barat bermula di Yunani. Bangsa Yunani
mulai mempergunakan akal ketika mempertanyakan mitos yang berkembang di
masyarakat sekitar abad VI SM. Perkembangan pemikiran ini menandai usaha
manusia untuk mempergunakan akal dalam memahami segala sesuatu. Pemikiran
Yunani sebagai embrio filsafat Barat berkembang menjadi titik tolak pemikiran Barat
abad pertengahan, modern dan masa berikutnya.
Disamping menempatkan filsafat sebagai sumber pengetahuan, Barat juga
menjadikan agama sebagai pedoman hidup, meskipun memang harus diakui bahwa
hubungan filsafat dan agama mengalami pasang surut. Pada abad pertengahan
misalnya dunia Barat didominasi oleh dogmatisme gereja (agama), tetapi abad
modern seakan terjadi pembalasan terhadap agama. Peran agama di masa modern
digantikan ilmu-ilmu positif. Akibatnya, Barat mengalami kekeringan spiritualisme.
Namun selanjutnya, Barat kembali melirik kepada peranan agama agar kehidupan
mereka kembali memiliki makna.
Agama memang tidak mudah diberi definisi, karena agama mengambil
berbagai bentuk sesuai dengan pengalaman pribadi masing-masing. Meskipun tidak
terdapat definisi yang universal, namun dapat disimpulkan bahwa sepanjang sejarah
manusia telah menunjukkan rasa “suci”, dan agama termasuk dalam kategori “hal
yang suci”. Kemajuan spiritual manusia dapat diukur dengan tingginya nilai yang
tidak terbatas yang diberikan kepada obyek yang disembah. Hubungan manusia
dengan “yang suci” menimbulkan kewajiban, baik untuk melaksanakan maupun
meninggalkan sesuatu.
Di dalam setiap agama, paling tidak ditemukan empat ciri khas. Pertama, adanya
sikap percaya kepada Yang Suci. Kedua, adanya ritualitas yang menunjukkan
hubungan dengan Yang Suci. Ketiga, adanya doktrin tentang Yang Suci dan tentang
hubungan tersebut. Keempat, adanya sikap yang ditimbulkan oleh ketiga hal tersebut.
Agama-agama yang tumbuh dan berkembang di muka bumi, sesuai dengan
asalnya, dapat dikelompokkan menjadi dua. Pertama, agama samawi (agama langit),
yaitu agama yang dibangun berdasarkan wahyu Allah. Kedua, agama ardli (agama
bumi), yaitu agama yang dibangun berdasarkan kreasi manusia.
Sebelum dijelaskan tentang agama universal di Barat, perlu diketahui agama
bangsa Yunani secara garis besar. Bangsa Yunani sebelum mengenal dewa-dewa,
mereka memuja dan menyembah daya-daya alam, roh nenek moyang dan pimpinan
tertinggi dari anggota keturunan. Kemudian, mereka melakukan pemujaan terhadap
para dewa yang dipusatkan di gunung Olympia, sebagaimana diceritakan Homerus
dan Hesiodes dalam syair-syair mereka. Hal ini terjadi berabad-abad lamanya hingga
datangnya agama Yahudi dan Nashara.
Sementara itu, agama universal adalah agama yang kepercayaannya disajikan
untuk semua umat manusia. Agama ini menganggap dirinya punya kebenaran penuh
tentang realitas, pengetahuan, dan nilai, sehingga pemeluknya merasa berkewajiban
menyampaikan kepada semua umat manusia. Agama universal yang dimaksud di sini
adalah agama Yahudi, Kristen, dan Islam.
Agama dan Filsafat Barat Klasik
1. Masa Pra-Sokrates
Bangsa Yunani merupakan bangsa yang pertama kali berusaha menggunakan
akal untuk berpikir. Kegemaran bangsa Yunani merantau secara tidak langsung
menjadi sebab meluasnya tradisi berpikir bebas yang dimiliki bangsa Yunani.
Menurut Barthelemy, kebebasan berpikir bangsa Yunani disebabkan di Yunani
sebelumnya tidak pernah ada agama yang didasarkan pada kitab suci. Keadaan
tersebut jelas berbeda dengan Mesir, Persia, dan India. Sedangkan Livingstone
berpendapat bahwa adanya kebebasan berpikir bangsa Yunani dikarenakan kebebasan
mereka dari agama dan politik secara bersamaan.
Pada masa Yunani kuno, filsafat secara umum sangat dominan, meski harus
diakui bahwa agama masih kelihatan memainkan peran. Hal ini terjadi pada tahap
permulaan, yaitu pada masa Thales (640-545 SM), yang menyatakan bahwa esensi
segala sesuatu adalah air, belum murni bersifat rasional. Argumen Thales masih
dipengaruhi kepercayaan pada mitos Yunani. Demikian juga Phitagoras (572-500
SM) belum murni rasional. Ordonya yang mengharamkan makan biji kacang
menunjukkan bahwa ia masih dipengaruhi mitos. Jadi, dapat dikatakan bahwa agama
alam bangsa Yunani masih dipengaruhi misteri yang membujuk pengikutnya,
sehingga dapat disimpulkan bahwa mitos bangsa Yunani bukanlah agama yang
berkualitas tinggi.
Secara umum dapat dikatakan, para filosof pra-Socrates berusaha
membebaskan diri dari belenggu mitos dan agama asalnya. Mereka mampu melebur
nilai-nilai agama dan moral tradisional tanpa menggantikannya dengan sesuatu yang
substansial.
2. Periode Athena
Hampir bersamaan dengan filsafat atomis, muncul para filosof yang
mengalihkan obyek pemikiran manusia dari alam ke arah pemikiran tentang manusia
sendiri. Filosof-filosof ini disebut dengan kaum sophis yang dipelopori oleh
Protagoras (485-420 SM). Menurutnya, segala fenomena menjadi relatif bagi
subyektifitas manusia. Ia mengklaim manusia sebagai ukuran kebenaran dengan
istilah “homo mensura”. Kaum sophis berpendapat bahwa manusia menjadi ukuran
kebenaran. Tidak ada kebenaran yang berlaku secara universal, kebenaran hanya
berlaku secara individual. Mereka menggunakan retorika sebagai alat utama untuk
mempertahankan kebenaran. Tidak adanya ukuran kebenaran yang bersifat umum
berdampak negatif, yaitu terciptanya kekacauan tentang kebenaran, semua teori
pengetahuan diragukan, serta kepercayaan dan doktrin agama diabaikan.
Kaum sophis mendapat imbangannya dalam diri seorang alim yang
merupakan guru teladan sepanjang jaman (the greatest teacher of all time) yang
bernama Socrates (470-399 SM). Ia tidak menerima kepercayaan yang diabdikan pada
sejumlah berhala, sebab baginya Tuhan adalah tunggal. Menurutnya, kebenaran
umum itu ada, yaitu kebenaran yang diterima setiap orang. Pemikiran tersebut
dilanjutkan oleh Plato (429-348 SM). Bagi Plato, kebenaran umum itu memang ada;
namanya adalah ide. Idealisme metafisiknya, Tuhan adalah realitas yang tertinggi dan
paling sempurna. Tuhan tidak mencipta sesuatu dari yang tidak ada, tetapi dari
sesuatu yang disebut “Dzat Primordial” yang berisikan seluruh unsur asli alam.
Selanjutnya, muncul Aristoteles (384-322 SM) yang meyakini Tuhan yang
monoteistik dan kekekalan jiwa manusia. Sampai periode ini, agama dan filsafat
sama-sama dominan.
Sebelum perjalanan survei tentang agama dan filsafat Barat klasik diakhiri,
perlu dikemukakan pemikiran seorang filosof yang merumuskan kembali pemikiran
Plato, terutama dalam menjawab persoalan agama. Aliran ini dikenal dengan Neo-
Platonisme yang dirintis oleh Plotinus (205-70 SM).
Doktrin pokok Plotinus adalah tiga realitas, yaitu jiwa (soul), akal (nous), dan
Yang baik (The Good). Hubungan ketiga unsur tersebut dikenal dengan Plotinus
Trinity. Menurut Plotinus, Tuhan bukan untuk dipahami, tetapi untuk dirasakan.
Tujuan berfilsafat (tujuan hidup secara umum) adalah bersatu dengan Tuhan. Rasa
inilah satu-satunya yang dituntun kitab suci. Filsafat rasional dan sains tidak penting,
bahkan salah seorang murid Plotinus, Simplicus, menutup sama sekali ruang gerak
filsafat rasional. Filsafat Plotinus tumbuh bersamaan dengan munculnya agama
Kristen, dan dijadikan dasar oleh para pemuka agama Kristen untuk mempertahankan
ajaran-ajaran mereka.
Akibatnya, orang-orang yang menghidupkan filsafat dimusuhi dan dibunuh.
Di antara korban kefanatikan agama Kristen adalah Hypatia (370-415). Pada saat itu,
gereja sedang mengadakan konsolidasi diri dan mencoba untuk mengikis habis
paganisme, dan filsafat dianggap sama dengan paganisme. Tidak lama kemudian,
gereja membakar habis perpustakaan Iskandaria bersama seluruh isinya. Puncaknya
pada tahun 529 M, Kaisar Justianus mengeluarkan undang-undang yang melarang
filsafat di Athena.
Yang menarik dari pemikiran Plotinus dan Neo-Platonisme adalah pengalihan
arah pemikiran dari alam (kosmo sentris) dan manusia (antroposentris) kepada
pemikiran tentang Tuhan (theosentris), sehingga Tuhan dijadikan dasar segala
sesuatu.
Agama dan Filsafat Barat Skolastik
Puncak terakhir filsafat Yunani adalah ajaran yang disebut Neo-Platonisme,
yang ajarannya banyak bernuansa nilai-nilai spiritual yang transenden. Pemikiran
Neo-Platonisme sangat berpengaruh terhadap perkembangan filsafat Kristen pada
masa berikutnya.
Sejak gereja (agama) mendominasi, peranan akal (filsafat) menjadi sangat
kecil. Karena, gereja telah membelokkan kreatifitas akal dan mengurangi
kemampuannya. Pada saat itu, pendidikan diserahkan pada tokoh-tokoh gereja yang
dikenal dengan “The Scholastics”, sehingga periode ini disebut dengan masa
skolastik. Para filosof aliran skolastik menerima doktrin gereja sebagai dasar
pandangan filosofisnya. Mereka berupaya memberikan pembenaran apa yang telah
diterima dari gereja secara rasional.
Diantara filosof skolastik yang terkenal adalah Augustinus (354-430). Menurutnya,
dibalik keteraturan dan ketertiban alam semesta ini pasti ada yang mengendalikan,
yaitu Tuhan. Kebenaran mutlak ada pada ajaran agama. Kebenaran berpangkal pada
aksioma bahwa segala sesuatu diciptakan oleh Allah dari yang tidak ada (creatio ex
nihilo). Kehidupan yang terbaik adalah kehidupan bertapa, dan yang terpenting adalah
cinta pada Tuhan.
Ciri khas filsafat abad pertengahan ini terletak pada rumusan Santo Anselmus
(1033-1109), yaitu credo ut intelligam (saya percaya agar saya paham). Filsafat ini
jelas berbeda dengan sifat filsafat rasional yang lebih mendahulukan pengertian dari
pada iman.
Menghadapi abad XII, Eropa membuka kembali kebebasan berpikir yang
dipelopori oleh Peter Abelardus (1079-1142). Ia menginginkan kebebasan berpikir
dengan membalik diktum Augustinus-Anselmus credo ut intelligam dan merumuskan
pandangannya sendiri menjadi intelligo ut credom (saya paham supaya saya percaya).
Peter Abelardus memberikan status yang lebih tinggi kepada penalaran dari pada
iman.
Puncak kejayaan masa skolastik dicapai melalui pemikiran Thomas Aquinas (1225-
1274). Ia mendapat gelar “The Angelic Doctor”, karena banyak pikirannya, terutama
dalam “Summa Theologia” menjadi bagian yang tak terpisahkan dari gereja.
Menurutnya, pengetahuan berbeda dengan kepercayaan. Pengetahuan didapat melalui
indera dan diolah akal. Namun, akal tidak mampu mencapai realitas tertinggi yang
ada pada daerah adikodrati. Ini merupakan masalah keagamaan yang harus
diselesaikan dengan kepercayaan. Dalil-dalil akal atau filsafat harus dikembangkan
dalam upaya memperkuat dalil-dali agama dan mengabdi kepada Tuhan.
Pada tahap akhir masa skolastik terdapat filosof yang berbeda pandangan
dengan Thomas Aquinas, yaitu William Occam (1285-1349). Tulisan-tulisannya
menyerang kekuasaan gereja dan teologi Kristen. Karenanya, ia tidak begitu disukai
dan kemudian dipenjarakan oleh Paus. Namun, ia berhasil meloloskan diri dan
meminta suaka politik kepada Kaisar Louis IV, sehingga ia terlibat konflik
berkepanjangan dengan gereja dan negara. William Occam merasa membela agama
dengan menceraikan ilmu dari teologi. Tuhan harus diterima atas dasar keimanan,
bukan dengan pembuktian, karena kepercayaan teologis tidak dapat didemonstrasikan.
Pada abad pertengahan, perkembangan alam pikiran di Barat amat terkekang
oleh keharusan untuk disesuaikan dengan ajaran agama (doktrin gereja).
Perkembangan penalaran tidak dilarang, tetapi harus disesuaikan dan diabdikan pada
keyakinan agama.
Agama dan Filsafat Barat Modern
Di abad pertengahan, filsafat mencurahkan perhatian terhadap masalah
metafisik. Saat itu sulit membedakan mana yang filsafat dan mana yang gereja.
Sedangkan periode sejarah yang umumnya disebut modern memiliki sudut pandang
mental yang berbeda dalam banyak hal, terutama kewibawaan gereja semakin
memudar, sementara otoritas ilmu pengetahuan semakin kuat.
Masa filsafat modern diawali dengan munculnya renaissance sekitar abad XV
dan XVI M, yang bermaksud melahirkan kembali kebudayaan klasik Yunani-
Romawi. Problem utama masa renaissance, sebagaimana periode skolastik, adalah
sintesa agama dan filsafat dengan arah yang berbeda. Era renaissance ditandai dengan
tercurahnya perhatian pada berbagai bidang kemanusiaan, baik sebagai individu
maupun sosial.
Di antara filosof masa renaissance adalah Francis Bacon (1561-1626). Ia
berpendapat bahwa filsafat harus dipisahkan dari teologi. Meskipun ia meyakini
bahwa penalaran dapat menunjukkan Tuhan, tetapi ia menganggap bahwa segala
sesuatu yang bercirikan lain dalam teologi hanya dapat diketahui dengan wahyu,
sedangkan wahyu sepenuhnya bergantung pada penalaran. Hal ini menunjukkan
bahwa Bacon termasuk orang yang membenarkan konsep kebenaran ganda (double
truth), yaitu kebenaran akal dan wahyu. Puncak masa renaissance muncul pada era
Rene Descartes (1596-1650) yang dianggap sebagai Bapak Filsafat Modern dan
pelopor aliran Rasionalisme. Argumentasi yang dimajukan bertujuan untuk
melepaskan diri dari kungkungan gereja. Hal ini tampak dalam semboyannya “cogito
ergo sum” (saya berpikir maka saya ada). Pernyataan ini sangat terkenal dalam
perkembangan pemikiran modern, karena mengangkat kembali derajat rasio dan
pemikiran sebagai indikasi eksistensi setiap individu. Dalam hal ini, filsafat kembali
mendapatkan kejayaannya dan mengalahkan peran agama, karena dengan rasio
manusia dapat memperoleh kebenaran.
Kemudian muncul aliran Empirisme, dengan pelopor utamanya, Thomas
Hobbes (1588-1679) dan John Locke (1632-1704). Aliran Empirisme berpendapat
bahwa pengetahuan dan pengenalan berasal dari pengalaman, baik pengalaman
batiniah maupun lahiriah. Aliran ini juga menekankan pengenalan inderawi sebagai
bentuk pengenalan yang sempurna.
Di tengah gegap gempitanya pemikiran rasionalisme dan empirisme, muncul
gagasan baru di Inggris, yang kemudian berkembang ke Perancis dan akhirnya ke
Jerman. Masa ini dikenal dengan Aufklarung atau Enlightenment atau masa
pencerahan sekitar abad XVIII M.
Pada abad ini dirumuskan adanya keterpisahan rasio dari agama, akal terlepas
dari kungkungan gereja, sehingga Voltaire (1694-1778) menyebutnya sebagai the age
of reason (zaman penalaran). Sebagai salah satu konsekwensinya adalah supremasi
rasio berkembang pesat yang pada gilirannya mendorong berkembangnya filsafat dan
sains.
Meskipun demikian, di antara pemikir zaman aufklarung ada yang
memperhatikan masalah agama, yaitu David Hume (1711-1776). Menurutnya, agama
lahir dari hopes and fears (harapan dan penderitaan manusia). Agama berkembang
melalui proses dari yang asli, yang bersifat politeis, kepada agama yang bersifat
monoteis. Kemudian Jean Jacques Rousseau (1712-1778) berjuang melawan dominasi
abad pencerahan yang materialistis dan atheis. Ia menentang rasionalisme yang
membuat kehidupan menjadi gersang. Ia dikenal dengan semboyannya retournous a la
nature (kembali ke keadaan asal), yakni kembali menjalin keakraban dengan alam.
Tokoh lainnya adalah Imanuel Kant (1724-1804). Filsafatnya dikenal dengan
Idealisme Transendental atau Filsafat Kritisisme. Menurutnya, pengetahuan manusia
merupakan sintesa antara apa yang secara apriori sudah ada dalam kesadaran dan
pikiran dengan impresi yang diperoleh dari pengalaman (aposteriori). Ia berusaha
meneliti kemampuan dan batas-batas rasio. Ia memposisikan akal dan rasa pada
tempatnya, menyelamatkan sains dan agama dari gangguan skeptisisme.
Tokoh idealisme lainnya adalah George Wilhelm Friedrich Hegel (1770-
1831). Filsafatnya dikenal dengan idealisme absolut yang bersifat monistik, yaitu
seluruh yang ada merupakan bentuk dari akal yang satu, yakni akal yang absolut
(absolut mind). Ia memandang agama Kristen yang dipahaminya secara panteistik
sebagai bentuk terindah dan tertinggi dari segala agama.
Sementara di Inggris, Jeremy Benthem (1748-1832) dengan pemikiran-
pemikirannya mengawali tumbuhnya aliran Utilitarianisme. Utility dalam bahasa
Inggris berarti kegunaan dan manfaat. Makna semacam inilah yang menjadi dasar
aliran Utilitarianisme. Tokoh lain aliran ini adalah John Stuart Mill (1806-1873) dan
Henry Sidgwick (1838-1900). Menurut aliran utilitarianis bahwa pilihan terbaik dari
berbagai kemungkinan tindakan perorangan maupun kolektif adalah yang paling
banyak memberikan kebahagiaan pada banyak orang. Kebahagiaan diartikan sebagai
terwujudnya rasa senang dan selamat atau hilangnya rasa sakit dan was-was. Hal ini
bukan saja menjadi ukuran moral dan kebenaran, tetapi juga menjadi tujuan individu,
masyarakat, dan negara.
Aliran filsafat yang lain adalah Positivisme. Dasar-dasar filsafat ini dibangun
oleh Saint Simon dan dikembangkan oleh Auguste Comte (1798-1857). Ia
menyatakan bahwa pengetahuan manusia berkembang secara evolusi dalam tiga
tahap, yaitu teologis, metafisik, dan positif. Pengetahuan positif merupakan puncak
pengetahuan manusia yang disebutnya sebagai pengetahuan ilmiah. Sesuai dengan
pandangan tersebut kebenaran metafisik yang diperoleh dalam metafisika ditolak,
karena kebenarannya sulit dibuktikan dalam kenyataan.
Auguste Comte mencoba mengembangkan Positivisme ke dalam agama atau
sebagai pengganti agama. Hal ini terbukti dengan didirikannya Positive Societies di
berbagai tempat yang memuja kemanusiaan sebagai ganti memuja Tuhan.
Perkembangan selanjutnya dari aliran ini melahirkan aliran yang bertumpu kepada isi
dan fakta-fakta yang bersifat materi, yang dikenal dengan Materialisme.
Tokoh aliran Materialisme adalah Feurbach (1804-1872). Ia menyatakan
bahwa kepercayaan manusia kepada Allah sebenarnya berasal dari keinginan manusia
yang merasa tidak bahagia. Lalu, manusia mencipta Wujud yang dapat dijadikan
tumpuan harapan yaitu Tuhan, sehingga Feurbach menyatakan teologi harus diganti
dengan antropologi. Tokoh lain aliran Materialisme adalah Karl Marx (1820-1883)
yang menentang segala bentuk spiritualisme. Ia bersama Friederich Engels (1820-
1895) membangun pemikiran komunisme pada tahun 1848 dengan manifesto
komunisme. Karl Marx memandang bahwa manusia itu bebas, tidak terikat dengan
yang transendental. Kehidupan manusia ditentukan oleh materi. Agama sebagai
proyeksi kehendak manusia, bukan berasal dari dunia ghaib.
Periode filsafat modern di Barat menunjukkan adanya pergeseran, segala
bentuk dominasi gereja, kependetaan dan anggapan bahwa kitab suci sebagai satu-
satunya sumber pengetahuan diporak-porandakan. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa abad modern merupakan era pembalasan terhadap zaman skolastik yang
didominasi gereja.
Agama dan Filsafat Barat Kontemporer pada awal abad XX, di Inggris dan
Amerika muncul aliran Pragmatisme yang dipelopori oleh William James (1842-
1910). Sebenarnya, Pragmatisme awalnya diperkenalkan oleh C.S. Pierce (1839-
1914). Menurutnya, kepercayaan menghasilkan kebiasaan, dan berbagai kepercayaan
dapat dibedakan dengan membandingkan kebiasaan yang dihasilkan. Oleh karena itu,
kepercayaan adalah aturan bertindak.
William James berpendapat bahwa teori adalah alat untuk memecahkan
masalah dalam pengalaman hidup manusia. Karena itu, teori dianggap benar, jika
teori berfungsi bagi kehidupan manusia. Sedangkan agama, menurutnya, mempunyai
arti sebagai perasaan (feelings), tindakan (acts) dan pengalaman individu manusia
ketika mencoba memahami hubungan dan posisinya di hadapan apa yang mereka
anggap suci. Dengan demikian, keagamaan bersifat unik dan membuat individu
menyadari bahwa dunia merupakan bagian dari sistem spiritual yang dengan
sendirinya memberi nilai bagi atau kepadanya.
Agak berbeda dengan William James, tokoh Pragmatisme lainnya, John
Dewey (1859-1952) menyatakan bahwa tugas filsafat yang terpenting adalah
memberikan pengarahan pada perbuatan manusia dalam praktek hidup yang harus
berpijak pada pengalaman.
Pada saat yang bersamaan, juga berkembang aliran Fenomenologi di Jerman
yang dipelopori oleh Edmund Husserl (1859-1938). Menurutnya, untuk mendapatkan
pengetahuan yang benar ialah dengan menggunakan intuisi langsung, karena dapat
dijadikan kriteria terakhir dalam filsafat. Baginya, Fenomenologi sebenarnya
merupakan teori tentang fenomena; ia mempelajari apa yang tampak atau yang
menampakkan diri.
Pada abad tersebut juga lahir aliran Eksistensialisme yang dirintis oleh Soren
Kierkegaard (1813-1855). Tokoh terpenting dalam aliran ini adalah Jean Paul Sartre
(1905-1980) yang berpandangan atheistik. Menurutnya, Tuhan tidak ada, atau
sekurang-kurangnya manusia bukan ciptaan Tuhan. Eksistensi manusia mendahului
esensinya; manusia bebas menentukan semuanya untuk dirinya dan untuk seluruh
manusia.
Walaupun rasionalisme Eropa memperoleh kemenangan, ternyata menyimpan
beberapa keretakan yang pada gilirannya menimbulkan reaksi, seperti lahirnya anti
rasionalisme, humanisme, dan lain-lain. Periode kontemporer di Barat juga ditandai
dengan adanya keinginan yang demikian kuat untuk kembali kepada ajaran agama.
Filosof di Barat mulai menyadari bahwa era modern telah melahirkan kehidupan yang
kering spiritual dan tidak bermakna.
B. Sejarah filsafat dan contoh perdebatan agama dengan sains
Abad ketujuh belas merupakan periode perubahan sudut pandang yang sangat
krusial, terutama kelahiran ilmu pengetahuan. Dua hal yang sangat menonjol dalam
perkembangan ilmu pengetahuan baru tersebut adalah Dialoque (1632) karangan
Galileo dan Principia (1687) karangan Newton. Pemikiran kedua tokoh ini
menjelaskan asal-usul persoalan antara ilmu pengetahauan dan agama yang menjadi
pusat perhatian. (Barbour, terj., Damayanti dan Ridwan, 2006: 19) Dalam
perkembangan ilmu pengetahuan, tentu muncul “drama dunia abad pengetahuan” di
mana “dua ilmu pengetahuan baru Galileo dan dunia mesin Newtonian”. Kemudian
sampai pada bagaimana kontribusi posistif agama terhadap ilmu pengetahuan baru
dan hal-hal yang menjadi konflik utama dalam pergulatan antara agama dan sains.
Secara historis,
bagaimana perbedaan ilmu pengetahuan baru pada abad ketujuh belas dengan ilmu
pengetahuan baru abad pertengahan? Fokusnya adalah kombinasi baru penalaran
matematis dengan observasi eksprimental. Satu abad sebelumnya Galileo, pentingnya
penyederhanaan mamematis telah di dukung oleh Copernicus. Skema Ptolemaic, yang
mengasumsikan bahwa matahari dan planet berputar mengelilingi bumi. Namun
menurut model Copernicus, di mana planet-planet dan bumi berputar mengelilingi
matahari, sesuai dengan pengamatan yang keakuratan sebanding. Lebih jauh dalam
bingkai sejarah kemajuan ilmu pengetahuan abad pertengahan serta kuatnya otoritas
gereja yang melihat bahwa relasi ilmu pengetahuan dan agama adalah sebagai dua
kutub yang berlainan sama sekali, yang cenderung melahirkan konflik antara agama
dan saint, karena keduanya berangkat dari ruang lingkup yang berbeda. Namun perlu
dipahami bahwa secara singkat pendekatan yang diambil oleh pemikiran abad
pertengahan, oleh Galileo, dan kemudian oleh Newton seperti berikut: merode dalam
ilmu pengetahuan, karakter alam, metode dalam teologi, Tuhan dan hubungan-Nya
dengan alam, dan hubungan manusia dengan alam.
Contoh perdebatan agama dengan sains :
 Bumi Datar
Geosentris dan heliosentris belum menemukan titik temu? Maksudnya di
kalangan sarjana agama? Di kalangan ilmuwan urusan heliosentris sudah selesai.
Sebagian mufasir menerima gagasan bumi datar. Padahal flat earth tidak dapat
menjelaskan fenomena gerhana pemahaman yang harus terus diperbaiki.
Ada contoh lain yang lebih presisi tentang hubungan sains dan orang saleh. Di
dalam Ilmu Falak banyak metode yang dikembangkan untuk menghitung tinggi bulan.
Metoda terkini yang dikembangkan Kemenag bekerja sama dengan Departemen
Astronomi ITB adalah sistem atau Metoda Ephemeris. Metode ini telah ditrainingkan
kepada ahli falak berbagai ormas Islam di Indonesia.
Metode inilah yang kemudian menjadi rujukan utama saat jelang Ramadhan,
Syawwal dan Dzulhijjah. Meskipun demikian, tetap saja ada sekelompok orang yang
menggunakan metoda lama yang dikembangkan oleh orang saleh. Meski metode ini,
saat menentukan gerhana matahari total tahun 1983 meleset sekitar enam jam.
Sedangkan Metoda Ephemeris berbeda detik.
 Mitologi

Mitologi merupakan suatu faktor yang mendahului falsafat dan memersiapkani ke arah
timbul falsafat. 7 Failasuf-failasuf pertama menerima obyek penyelidikannya dari mitologi,
yaitu alam semesta dan kejadian-kejadian yang setiap orang dapat saksikan di dalamnya.8
Mitologi Yunani sungguhpun menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang alam semesta tetapi
jawaban-jawaban tersebut tanpa kontrol rasio. Sedangkan para failasuf menjawab pertanyaan-
pertanyaan tentang alam dengan pendekatan rasional, sehingga ada perbedaan dan
mengakibatkan perdebatan di antara mitologi dan falsafat.9 Mitos dapat menunjukkan kepada
dongengan-dongengan, biasanya merupakan dongengan dengan binatang-binatang sebagai
pelaku; tujuannya adalah untuk memberi moral atau prinsip tindakan dan bukan untuk
meriwayatkan suatu kejadian dalam sejarah secara terperinci. Arti yang sesungguhnya sangat
bergantung kepada konteks keagamaan; kebanyakan ahli-ahli falsafat agama dan para ahli
teologi agama-agama besar tidak mengajarkan bahwa tiap-tiap perkataan dalam kitab suci
mereka harus dipahami secara harfah, tetapi dengan cara berpikir tentang kebenaran-
kebenaran yang tertinggi. Bahasa sebagai bentuk pemikiran dan ekspresi tentang kebenaran
yang mutlak, dirasakan tidak mampu untuk membentangkan kebenaran yang mutlak. Kata-
kata hanya memunyai kemampuan yang sangat terbatas untuk memahami arti kata-kata
Tuhan, cinta, maksud. Sejak abad ke-6 SM. rasio telah menggantikan mitos. Mitologi yang
menjadi kepercayaan dan merupakan bentuk keberagamaan 644 Refeksi, Volume 13, Nomor
5, Oktober 2013 bangsa Yunani pada saat itu, telah berkembang pada dua arah yaitu pertama,
penjelasan alam semesta secara mistis di luar sajak-sajak kepahlawanan. Kedua pada
pemikiran tentang etika, seperti yang tertuang dalam cerita Zeus. Pemikiran mitologi tersebut
merupakan bagian dari evolusi ide untuk menuju pada pemikiran falsafat.
 Teori Evolusi
Menurut kaum agamawan teori evolusi Charles Darwin yang mengatakan
bahwa manusia merupakan tahap akhir dari evolusi primata wajib ditolak karena
bertentangan dengan wahyu Tuhan. Sedangkan menurut teori Darwin, teori evolusi
diturunkan bukan dari abstraksi, melaikan hasil dari observasi ilmiah yang di
rekonstruksi menurut saintifik, sehingga tak bisa dibatalkan bahkan oleh wahyu
sekalipun. Kedua hal ini menjadi pola pikir yang sangat bertentangan. Di sini sains
lebih berkaitan dengan proses-proses penjelasan tentang alam semesta, seperti
bagaimana planet-planet bergerak, komposisi materi dan atmosfernya, juga asal
mula dan fungsi organisme, sedangkan agama lebih berkaitan dengan makna dan
tujuan dari dunia serta kehidupan manusia, seperti hubungan yang sesuai antara
manusia dengan Tuhan selagi penciptanya juga hubungan dengan sesama manusia,
serta nilai-nilai moral yang mengatur kehidupan manusia.
Sedangkan mengenai manusia, agama menjelaskan bahwa manusia adalah
makhluk istimewa, berasal dari Adam yang langsung diciptakan oleh Tuhan.
Namun lagi-lagi, fakta sains menunjukan bahwa manusia terbentuk melalui evolusi
panjang jutaan tahun. Manusia tak lain adalah hewan. Hanya saja, seleksi alam
menjadikan manusia memiliki daya berpikir kognitif yang lebih tinggi dari hewan-
hewan lainnya. Tapi kemudian ada yang bilang: “teori evolusi itu sesat dan tidak
bermakna apa-apa selain mencoba meruntuhkan ajaran-ajaran agama. Charles
Darwin sebagai pelopor teori ini bukanlah ilmuan, dia hanya orang bodoh yang
berpikiran dangkal”.
Namun kenyataannya, teori evolusi yang dibilang sesat dan tidak bermakna itu
justru berperan penting terutama dalam ilmu genetika. Tempe yang kita makan
sehari-hari itu berasal dari fermentasi melalui proses genetika yang berbasis pada
teori evolusi ala Darwin yang dibilang dangkal dan sesat itu.
Yang sering disalah pahami mengenai teori evolusi Charles Darwin tak lain
juga adalah manusia berevolusi dari kera. Darwin tidak pernah menyatakan
demikian. Dalam bukunya The origin of species mengatakan bahwa manusia dan
kera berevolusi dari makhluk primitif yang sama. Hal ini mampu memberikan
suatu pengertian bahwa manusia berevolusi dari kera. Analoginya: motor honda
dan mobil honda merupakan kendaraan dari pabrik yang sama, akan menjadi
kekeliruan apabila kita menyimpulkan bahwa mobil honda adalah evolusi dari
motor honda.
Memang teori evolusi ada buktinya? Itu salah satu pertanyaan yang konyol
yang biasa dilanturkan orang-orang kurang pemahaman dan yang khususnya orang
yang menolak teori evolusi. Orang dengan pertanyaan tersebut tidak paham urutan
pembuatan teori, bahwa teori disusun dari bukti awal dimana terdapat sejumlah
fakta hasil observasi yang kemudian direlasikan menjadi suatu bangun yang
konsisten.
Pertanyaan itu sama konyolnya dengan: emang bakso ada dagingnya? Teori
evolusi disusun oleh Darwin berdasarkan observasi panjang. Tak hanya Darwin,
ada begitu banyak ilmuan sains khusnya yang berkontribusi. Bukti-bukti pun tidak
terbatas pada apa yang dikumpulkan zaman dulu. Hingga saat ini pun riset
penelitian masih tetap dilakukan untuk menambahkan fakta baru serta untuk
memanfaatkan teori. Salah satu elemen penting yang dipakai untuk menjelaskan
evolusi adalah genetika. Berbasis pada gagasan bahwa makhluk hidup dapat
berubah-ubah, ilmuan telah melakukan banyak rekayasa genetik untuk mengubah
makhluk hidup. Jika kita satu bagian dari ilmu biologi, sama seperti teori atom atau
teori realivitas dalam ilmu fisika.
Ilmu fisika modern tidaklah utuh tanpa teori atom dan realitivitas. Demikian
pula tidaklah lengkap ilmu biologi tanpa teori evolusi. Teori-teori sains tidak
berdiri sendiri, melainkan terikat satu sama lain. Dalam teori atom memakai prinsip
relativitas. Demikian pula dalam biologi, evolusi tak hanya dibahas dalam bab
evolusi. Ketika membaca buku Dawkins, The selfish gane kita akan terpangah.
Karena hampir setiap bagian buku tersebut, misalnya replikator, mesin gen,
jangkauan luas gen, dan lain sebagainya memakai konsep evolusi untuk
menjelaskannya. Boleh dibilang bahwa teori evolusi adalah tulang punggung dari
biologi modern. Bila konteksnya sains, tidak ada lagi penolakan terhadap evolusi.
Seandainya terjadi sebuah penolakan, bisa saja. Namun harus ada teori lain sebagai
alternatif yang dapat menggantikannya. Dari hal tersebut, sejauh ini belum ada
teori lain yang disodorkan untuk menggantikan teori evolusi. Penolakan yang ada,
sumber dan dari argumennya bukan sains, tapi lebih ke kepercayaan atau
ketidaktahuan. Masih banyak sekali orang menolak teori evolusi tanpa paham apa
isinya.
3. Konsep aliran filsafat dalam zaman aufklarung (masa pencerahan)
Filsafat abad ke-18 di Jerman disebut Zaman Aufklarung atau zaman
pencerahan yang di Inggris dikenal dengan Enlightenment,yaitu suatu zaman baru
dimana seorang ahli pikir yang cerdas mencoba menyelesaikan pertentangan antara
rasionalisme dengan empirisme. Zaman ini muncul dimana manusia lahir dalam
keadaan belum dewasa dalam pemikiran filsafatnya. Namun setelah Immanuel
Kant mengadakan penyelidikan dan kritik terhadap peran pengetahuan akal barula
manusia terasa bebas dari otoritas yang datang dari luar manusia demi kemajuan
peradaban manusia. Pemberian nama ini juga dikarenakan pada zaman itu manusia
mencari cahaya baru dalam rasionya. Immanuel Kant mendefenisikan zaman itu
dengan mengatakan, “Dengan Aufklarung dimaksudkan bahwa manusia keluar dari
keadaan tidak balig yang dengannya ia sendiri bersalah.” Apa sebabnya manusia
itu sendiri yang bersalah? Karena manusia itu sendiri tidak menggunakan
kemungkinan yang ada padanya,yaitu rasio.
Sebagai latar belakangnya,manusia melihat adanya kemajuan ilmu
pengetahuan (ilmu pasti,biologi,filsafat dan sejarah) telah mencapai hasil yang
menggembirakan . Disisi lain jalannya filsafat tersendat-sendat. Untuk itu
diperlukan upaya agar filsafat dapat berkembang sejajar dengan ilmu pengetahuan
alam. Isaac Newton ( 1642-1727) memberikan dasar-dasar berpikir dengan
induksi,yaitu pemikiran yang bertitik tolak pada gejala-gejala dan mengembalikan
kepada dasar-dasar yang sifatnya umum. Untuk itu dibutuhkan analisis. Dengan
demikian zaman pencerahan merupakan tahap baru dalam proses emansipasi
manusia Barat yang sudah dimulai sejak Renaissance dan Reformasi.
Para tokoh era Aufklarung ini juga merancang program-program khusus
diantaranya adalah berjuang menentang dogma gereja dan takhayul populer.
Senjatanya adalah fakta-fakta ilmu dan metode-metode rasional.
Masa Pencerahan di Tiga Negara Eropa
 Pencerahan di Jerman
Pada umumnya Pencerahan di Jerman tidak begitu bermusuhan sikapnya
terhadap agama Kristen seperti yang terjadi di Perancis. Memang orang juga
berusaha menyerang dasar-dasar iman kepercayaan yang berdasarkan wahyu, serta
menggantinya dengan agama yang berdasarkan perasaan yang bersifat pantheistic,
akan tetapi semuanya itu berjalan tanpa “perang’ terbuka.
Yang menjadi pusat perhatian di Jerman adalah etika. Orang bercita-cita untuk
mengubah ajaran kesusilaan yang berdasarkan wahyu menjadi suatu kesusilaan
yang berdasarkan kebaikan umum, yang dengan jelas menampakkan perhatian
kepada perasaan. Sejak semula pemikiran filsafat dipengaruhi oleh gerakan rohani
di Inggris dan di Perancis. Hal itu mengakibatkan bahwa filsafat Jerman tidak
berdiri sendiri.
Para perintisnya di antaranya adalah Samuel Pufendorff(1632-1694), Christian
Thomasius (1655-1728). Akan tetapi pemimpin yang sebenarnya di bidang filsafat
adalah Christian Wolff (1679- 1754).
la mengusahakan agar filsafat menjadi suatu ilmu pengetahuan yang pasti dan
berguna, dengan mengusahakan adanya pengertian-pengertian yang jelas dengan
bukti-bukti yang kuat. Penting sekali baginya adalah susunan sistim filsafat yang
bersifat didaktis, gagasan-gagasan yang jelas dan penguraian yang tegas. Dialah
yang menciptakan pengistilahan-pengistilahan filsafat dalam bahasa Jerman dan
menjadikan bahasa itu menjadi serasi bagi pemikiran ilmiah. Karena pekerjaannya
itu filsafat menarik perhatian umum.
Pada dasarnya filsafatnya adalah suatu usaha mensistimatisir pemikiran
Leibniz dan menerapkan pemikiran itu pada segala bidang ilmu pengetahuan.
Dalam bagian-bagian yang kecil memang terdapat penyimpangan-penyimpangan
dari Leibniz.
Hingga munculnya Kant yang filsafatnya merajai universitas-universitas di
Jerman. Orang yang seolah-olah dengan tiba-tiba menyempurnakan Pencerahan
adalah Immanuel Kant (1724-1804). Yang merupakan Filsuf yang pengaruhnya
terhadap filsafat pada dua ratus tahun terakhir ini,baik di Barat maupun di Timur,
hampir secara universal diakui sebagai filsuf terbesar sejak masa Aristoteles. Ada
yang berpendapat bahwa filsafat pada dua ratus tahun terakhir ini bagaikan catatan
kaki terhadap tulisan-tulisannya. Ada juga yang berpendapat sistem filsafatnya
bagi dunia modern ini laksana Aristoteles bagi dunia skolastik:
Kant lahir di Konigserg, Prusia Timur,Jerman.Pikiran-pikiran dan tulisan-
tulisannya membawa revolusi yang jauh jangkauannya dalam filsafat modern.ia
hidup dizaman Scepticism Sebagian besar hidupnya telah ia pergunakan untuk
mempelajari logical process of thought (proses penalaran logis),the external world
(dunia eksternal) dan reality of things (realitas segala yang wujud ).
Kehidupannya dalam dunia filsuf dibagi dalam dua periode: zaman pra-kritis
dan zaman kritis. Pada zaman pra-kritis ia menganut pendirian rasionalis yang
dilancarkan oleh Wolff dkk. Tetapi karena terpengaruh oleh David Hume ( 1711-
1776), berangsur-angsur Kant meninggalkan rasionalisme. Ia sendiri mengatakan
bahwa Hume itulah yang membangunkannya dari tidur dogmatisnya. Pada zaman
kriitsnya , Kant merubah wajah filsafatnya secara radikal.
Dilingkungan masyarakatnya,Kant sering menjadi subjek karikatur secara
tidak wajar,semisal bahwa rutinitas hariannya amat kaku sampai-sampai para
tetangganya menyetel arloji mereka menurut kedatangan dan kepergiannya setiap
hari,namun cerita semacam ini mungkin justru mencerminkan integritas
kehidupannya yang bersesuaian dengan ide-idenya sendiri jika kita ingin
menilainya secara positif.ketika meninggal,epitaf di batu nisannya hanya
bertuliskan“ Sang Filsuf “ sebuah sebutan yang dianggap tepat,dengan
mempertimbangkan bahwa periode filsafat yang bermula dengan tampilnya
Sokrates menjadi lengkap dalam banyak hal dengan hadirnya Kant.
Dengan munculnya Kant dimulailah zaman baru, sebab filsafatnya
mengantarkan suatu gagasan baru yang memberi arah kepada segala pemikiran
filsafat la sendiri memang merasa, bahwa is meneruskan Pencerahan.
Karyanya yang terkenal dengan menampakkan kritisismenya adalah Critique
of Pure Reason ?. (kritik atas rasio murni) yang membicarakan tentang reason dan
knowing process yang ditulisnya selama lima belas tahun.Bukunya yang kedua
adalah Critique of Practical Reason atau kritik atas rasio praktis yang menjelaskan
filsafat moralnya dan bukunya yang ketiga adalah Critique of judgment atau kritik
atas daya pertimbangan.
Kant yang juga dikenal sebagai raksasa pemikir Barat mengatakan bahwa,
Filsafat merupakan ilmu pokok dari segala pengetahuan yang meliputi empat
persolan yaitu:
Apa yang dapat kita ketahui ? ,Apa yang boleh kita lakukan?,Sampai
dimanakah pengharapan kita? Dan Apakah manusia itu?
 Pencerahan di Inggris
Di Inggris filsafat Pencerahan dikemukakan oleh ahli-ahli pikir yang
bermacam-macam keyakinannya. Kebanyakan ahli pikir yang seorang lepas
daripada yang lain, kecuali tentunya beberapa aliran pokok.
Salah satu gejala Pencerahan di Inggris ialah yang disebut Deisme, suatu
aliran dalam filsafat Inggris pada abad ke-18, yang menggabungkan diri dengan
gagasan Eduard Herbert yang dapat disebut pemberi alas ajaran agama alamiah.
Menurut Herbert, akal mempunyai otonomi mutlak di bidang agama. Juga
agama Kristen ditaklukkan kepada akal. Atas dasar pendapat ini ia menentang
segala kepercayaan yang berdasarkan wahyu. Terhadap segala skeptisisme di
bidang agama ia bermaksud sekuat mungkin meneguhkan kebenaran-kebenaran
dasar alamiah dari agama.
Dasar pengetahuan di bidang agama adalah beberapa pengertian umum yang
pasti bagi semua orang dan secara langsung tampak jelas karena naluri alamiah,
yang mendahului segala pengalaman dalam pemikiran akal. Ukuran kebenaran
dan kepastiannya adalah persetujuan umum segala manusia, karena kesamaan
akalnya. Isi pengetahuan itu mengenai soal agama dan kesusilaan.
Inilah asas-asas pertama yang harus dijabarkan oleh akal manusia sehingga
tersusunlah agama alamiah, yang berisi: a) bahwa ada Tokoh yang Tertinggi; b)
bahwa manusia harus berbakti kepada Tokoh yang Tertinggi itu; c) bahwa bagian
pokok kebaktian ini adalah kebajikan dan kesalehan; d) bahwa manusia karena
tabiatnya benci terhadap dosa dan yakin bahwa tiap pelanggaran kesusilaan harus
disesali; e) bahwa kebaikan dan keadilan Allah memberikan pahala dan hukuman
kepada manusia di dalam hidup ini dan di akhirat. Menurut Herbert, di dalam
segala agama yang positif terdapat kebenaran-kebenaran pokok dari agama
alamiah.
Pada akhir abad ke-17 dan awal abad ke-18 pandangan Herbert ini
dikembangkan lebih lanjut, baik yang mengenai unsur-unsurnya yang negatif
maupun unsur-unsurnya yang positif.
 Pencerahan di Perancis
Pada abad ke-18 filsafat di Perancis menimba gagasannya dari Inggris. Para
pelopor filsafat di Perancis sendiri (Descartes, dll) telah dilupakan dan tidak
dihargai lagi. Sekarang yang menjadi guru mereka adalah Locke dan Newton.
Perbedaan antara filsafat Perancis dan Inggris pada masa tersebut adalah:

Di Inggris para filsuf kurang berusaha untuk menjadikan hasil pemikiran mereka
dikenal oleh umum, akan tetapi di Perancis keyakinan baru ini sejak semula diberikan
dalam bentuk populer. Akibatnya filsafat di Perancis dapat ditangkap oleh golongan
yang lebih luas , yang tidak begitu terpelajar seperti para filsuf. Hal ini menjadikan
keyakinan baru itu memasuki pandaangan umum. Demikianlah di Perancis filsafat
lebih eras dihubungkan dengan hidup politik, sosial dan kebudayaan pada waktu itu.
Karena sifatnya yang populer itu maka filsafat di Perancis pada waktu itu tidak begitu
mendalam. Agama Kristen diserang secara keras sekali dengan memakai senjata yang
diberikan oleh Deisme.10
Sama halnya dengan di Inggris demikian juga di Perancis terdapat bermacam-
macam aliran: ada golongan Ensiklopedi, yang menyusun ilmu pengetahuan dalam
bentuk Ensiklopedi, dan ada golongan materialis, yang meneruskan asas mekanisme
menjadi materialisme semata-mata.
Diantara tokoh yang menjadi sentral pembicaraan disini adalah Voltaire
(1694-1778),
Pada tahun 1726 ia mengungsi ke Inggris. Di situ ia berkenalan dengan teori-
teori Locke dan Newton. Apa yang telah diterimanya dari kedua tokoh ini ialah: a)
sampai di mana jangkauan akal manusia, dan b) di mana letak batas-batas akal
manusia. Berdasarkan kedua hal itu ia membicarakan soal-soal agama alamiah dan
etika. Maksud tujuannya tidak lain ialah mengusahakan agar hidup kemasyarakatan
zamannya itu sesuai dengan tuntutan akal.
Mengenai jiwa dikatakan, bahwa kita tidak mempunyai gagasan tentang jiwa
(pengaruh Locke).Yang kita amati hanyalah gejala-gejala psikis. Pengetahuan kita
tidak sampai kepada adanya suatu substansi jiwa yang berdiri sendiri.
Oleh karena agama dipandang sebagai terbatas kepada beberapa perintah
kesusilaan, maka ia menentang segala dogma, dan menentang agama.
Di Perancis pada era pencerahan ini juga ada Jean Jacques Rousseau(1712-
1778), yang telah memberikan penutupan yang sistematis bagi cita-cita pencerahan di
Perancis. Sebenarnya ia menentang Pencerahan, yang menurut dia, menyebarkan
kesenian dan ilmu pengetahuan yang umum, tanpa disertai penilaian yang baik,
dengan terlalu percaya kepada pembaharuan umat manusia melalui pengetahuan dan
keadaban. Sebenarnya Rousseau adalah seorang filsuf yang bukan menekankan
kepada akal, melainkan kepada perasaan dan subjektivitas. Akan tetapi di dalam
menghambakan diri kepada perasaan itu akalnya yang tajam dipergunakan.
Terkait kebudayaan menurut Rousseau, kebudayaan bertentangan dengan
alam, sebab kebudayaan merusak manusia. (Yang dimaksud ialah kebudayaan yang
berlebih-lebihan tanpa terkendalikan dan yang serba semu, seperti yang tampak di
Perancis pada abad ke-18 itu.11
Mengenai agama Rousseau berpendapat, bahwa agama adalah urusan pribad..
Agama tidak boleh mengasingkan orang dari hidup bermasyarakat. Kesalahan agama
Kristen ialah bahwa agama ini mematahkan kesatuan masyarakat. Akan tetapi agama
memang diperlukan oleh masyarakat. Akibat keadaan ini ialah, bahwa masyarakat
membebankan kebenaran-kebenaran keagamaan, yang pengakuannva secara lahir
perlu bagi hidup kemasyarakatan, kepada para anggotanya sebagai suatu undang-
undang, yaitu tentang adanya Allah serta penyelenggaraannya terhadap dunia, tentang
penghukuman di akhirat, dsb. Pengakuan secara lahiriah terhadap agama memang
perlu bagi masyarakat, tetapi pengakuan batiniah tidak boleh dituntut oleh negara.
Pandangan Rousseau mengenai pendidikan berhubungan erat dengan
ajarannya tentang negara dan masyarakat. Menurut dia, pendidikan bertugas untuk
membebaskan anak dari pengaruh kebudayaan dan untuk memberi kesempatan
kepada anak mengembangkan kebaikannya sendiri yang alamiah. Segala sesuatu yang
dapat merugikan perkembangan anak yang alamiah harus dijauhkan dari anak. Di
dalam pendidikan tidak boleh ada pengertian “kekuasaan” yang memberi perintah dan
yang harus ditaati. Anak harus diserahkan kepada dirinya sendiri. Hanya dengan cara
demikian ada jaminan bagi pembentukan yang diinginkan. Juga pendidikan agama
yang secara positif tidak boleh diadakan. Anak harus memilih Sendiri keyakinan apa
yang akan diikutinya. Bagi seorang muslim,paham seperti ini tentu sangat
menyesatkan.
Harun Hadiwijono berkesimpulan bahwa Pencerahan di Perancis memberikan
senjata rohani kepada revolusi Perancis.

3.Aliran-aliran yang muncul dimasa pencerahan


a.Kritisisme
Aliran ini dimulai di Inggris,kemudian Prancis dan selanjutnya menyebar
keseluruh Eropa,terutama di Jerman.Di Jerman pertentangan antara rasionalisme dan
empirisme terus berlanjut. Masing-masing berebut otonomi. Kemudian timbul
masalah,siapah sebenarnya dikatakan sumber pengetahuan? Apakah pengetahuan
yang benar itu lewat rasio atau empiri? Kant mencoba menyelesaikan persoalan
diatas. Pada awalnya Kant mengikuti rasionalisme,tetapi kemudian terpengaruh oleh
empirisme (Hume). Walaupun demikian, Kant tidak begitu mudah menerimanya,
karena ia mengetahui bahwa dalam empirisme terkandung skeptisme. Untuk itu tetap
mengakui kebenaran ilmu dan dengan akal manusia akan dapat mencapai
kebenaran.empirsme.12 ,Aliran Filsafat yang dkenal dengan kritisisme adalah filsafat
yang di introdusir oleh Immanuel Kant. Filsafat ini memulai pelajarannya dengan
menyelidiki batas-batas kemampuan rasio sebagai sumber pengetahuan manusia.
Pertentangan antara rasionalisme dan empirisme dicoba untuk diselesaikan
oleh Kant dengan kritisismenya.13
Adapun ciri-ciri kritisisme diantarnya adalah sebagai berikut:
– Menganggap bahwa objek pengenalan itu berpusat pada subjek dan bukan pada
objek.
– Menegaskan keterbatasan kemampuan rasio manusia untuk mengetahui realitas atau
hakikat sesuatu; rasio hanyalah mampu menjangkau gejalanya atau fenomenya saja.
Tujuan filsafat kritis
Melalui filsafatnya, Kant bermaksud memugar sifat objektivitas dunia ilmu
pengetahuan. Agar maksud itu terlaksana , orang harus menghindarkan diri dari sifat
sepihak rasionalisme dan sifat sepihak empirisme. Rasionalisme mengira telah
menemukan kunci bagi pembukaan realita pada diri subjeknya,lepas dari pengalaman.
Adapun empirisme mengira telah memperoleh pengetahuan dari pengalaman saja.
Ternyata empirisme,sekalipun dimulai dengan ajaran yang murni tentang
pengalaman,tetap melalui idealisme subjektif bermuara pada suatu skeptisme yang
radikal. Dalam hal ini Kant bermaksud mengadakan penelitian yang kritis terhadap
rasio murni. Menurutnya, Syarat dasar bagi segala ilmu pengetahuan adalah :bersifat
umum dan mutlak dan yang kedua adalah memberi pengetahuan baru. Sedangkan
menurut Hume, ada jurang yang lebar antara kebenaran – kebenaran rasio murni
dengan realitas dalam dirinya sendiri.Salah satu tujuan filsaft Kant yang disebut
sebagai filsafat kritis,dengan metodenya yang dikenal dengan sebutan metode
transendental,dimana pengetahuan mencerminkan struktur kategoris pikiran,ialah
memberikan sebuah alternatif pembenaran filosofis terhadap hasil-hasil Newton.
Sistem konsep-konsep yang dipakai dalam geometri Euklidean dan fisika Newtonian
secara unik relevan bagi pengalaman aktual manusia.
Dan berikut kami paparkan kritik terhadap rasionalisme,empirisme dan
kombinasi antara keduanya:
1.Kritik terhadap Rasionalisme
Dalam hal ini ada tiga macam kritik yang dilontarkan Kant yaitu:Critique of
Pure Reason (kritik atas rasio murni) Kritisisme Kant dapat dianggap sebagai suatu
usaha besar untuk mendamaikan rasionalisme dengan empirisme. Rasionalisme
mementingkan unsur apriori dalam pengenalan , berarti unsur –uunsur yang terlepas
dari segalah pengalaman.Sedangkan Empirisme menekankan unsur-unsur aposteriori,
berarti unsur-unsur yang berasal dari pengalaman( seperti Locke yang menganggap
rasio sebagai” Lembaran putih “- as a white paper). Menuru Kant ,baik rasionalisme
maupun empirisme kedua-duanya berat sebelah. Ia berusaha menjelaskan bahwa
pengalaman manusia merupakan perpadun antara sintesa unsur-unsur apriori dengan
unsur-unsur aposteriori.
Walaupun Kant sangat mengagumi empirisme Hume,empirisme yang bersifat
rtadikal dan konsekuen, ia tidak dapat menyetujui skeptisime yang dianut Hume
dengan kesimpulannya bahwa dalam ilmu pengetahuan kita tidak mampu mencapai
kepastian. Pada waktu Kant hidup, sudah menjadi jelas bahwa ilmu pengetahuan alam
yang dirumuskan Newton memperoleh sukses besar.
Kant mengadakan suatu revolusi filsafat.Ia berkata bahwa ia ingin
mengusahakan suatu “revolusi kopernikan” yang berarti suatu revolusi yang dapat
dibandingkan dengan perubahan revolusioner yang dijadikan Copernicus dalam
bidang astronomi. Dahulu para filsuf telah mencoba memahami pengenalan dengan
mengandaikan bahwa si subjek mengarahkan diri kepada objek. Kant mengerti
pengenalan dengan berpangkal dari anggapan bahwa objek mengarahkan diri pada
subjeek. Sbagaimna Copernicus menetapkan bahwa bumi berputar sekitar matahari
dan bukan sebaliknya, demikkian juga Kant memperlihatkan bahwa pengenalan
berpusat pada subjek bukan pada objek.
 Critique of Practical Reason (kritik atas rasio praktis)

Rasio dapat menjalankan ilmu pengetahuan,sehingga rasio disebut


rasio teoritis atau menurut istilah Kant sendiri adalah rasio murni. Akan
tetapi,di samping rasio murni terdapat apa yang disebut rasio praktis yaitu
rasio yang mengatakan apa yang harus kita lakukan,atau dengan kata lain,rasio
yang memberi perintah kepada kehendak kita. Kant memperlihatkan bahwa
rasio praktis memberikan perintah yang mutlak yang disebutnya sebagai
imperatif kategori.16 Kant kemudian bertanya,”Bagaimana ‘keharusan’ itu
mungkin? Apakah yang memungkinkan keharusan itu ?Prinsip pokok untuk
menjawab pertanyaan ini adaladh,kalau kita harus,maka kita bisa juga. Seluruh
tingkah laku manusia menjadi mustahil,jika kita wajib membuat apa yang
tidak bisa dilakukan.Kant beranggapan bahwa ada tiga hal yang harus disadari
sebaik-baiknya bahwa ketiga hal itu dibuktikan,hanya dituntut. Itulah
sebabnya Kant menyebutnya ketiga postulat dari rasio praktis. Ketiganya yang
dimaksud adalah: Kebebasan kehendak,immoralitas jiwa dan yang ketiga
adalah adanya Allah.
 Critique of judgment atau kritik atas daya pertimbangan
Sebagai konsekuensi dari”kritik atas rasio murni daan “kritik atas rasio
praktis adalah munculnya dua lapangan tersendiri yaitu lapangan keperluan
mutlak di bidang alam dan lapangan kebebasan di bidang tingkah laku
manusia. Maksud dari kritik of judgment ialah mengerti kedua persesuaian
kedua lapangan ini. Hal ini terjadi dengan menggunakan konsep finalitas
(tujuan).Filsafat bisa bersifat subjektif dan objektif. Kalau filsafat bisa bersifat
subjektif,manusia mengarahkan objek pada diri manusia itu sendiri. Inilah
yang terjadi didalam pengalaman estetis (seni). Pengaalaman estetis itu
diseleidiki dalam
bagian pertama bukunya,yaitu berjudul Kritik der Astheischen
Urteiilskraft.Dengan finalitas yang bersifat objektif dimaksudkan keselarasan
satu sama lain dari benda-benda alam. Finalitas dalam alam itu diselidiki
dalam bagian ke dua, yaitu Kritik der Theoligischen Unteilskraft.17 Kant
terdorong untuk menggagas metode filosofisnya karena alasan yang sama
dengan alasan Descrates. Ia bertanya dalam hati mengapa ilmu-ilmu lain maju
pesat tetapi metafisika tidak demikian bentuk lain dari kritik terhadap
rasionalisme adalah sebagai berikut :
Pengetahuan rasional dibentuk oleh idea yang tidak dapat dilihat maupun
diraba. Eksistensi tentang idea yang sudah pasti maupun yang bersifat bawaan
itu sendiri belum dapat dilakukan oleh semua manusia dengan kekuatan dan
keyakinan yang sama. Lebih jauh terdapat perbedaan pendapat yang nyata di
antara kaum rasionalis itu sendir mengenai kebenaran dasar yang menjadi
landasan dalam menalar. Plato,St. Augustine dan Descratws masing-masing
mengembangkan teori-teori rasional sendiri yang masing-masing berbeda.
Banyak diantara manusia yang berpikiran jauh,merasa bahwa mereka
menemukan kesukaran yang besar dalam menerapkan konsep rasional kepada
masalah kehidupan yang praktis. Kecendrungan terhadap abstraksi dan
kecendrungan dalam meragukan serta menyangkal syahnya pengalaman
keinderaan telah dikritik habis-habisan. Kritikus yang terdidik biasanya
mengeluh bahwa kaum rasionalis memperlakukan idea atau konsep seakan-
akan mereka adalah benda yang obyektif. Menghilangkan nilai dari
pengalaman keinderaan,menghilangkan pentingnya benda-benda fisik sebagai
tumpuan ,lalu menggantinya dengan serangkaian abstraksi yang samar-
samar,dinilai mereka sebagai suatu metode yang sangat meragukan dalam
memperoleh pengetahuan yang dapat diandalkan.
Teori rasional gagal dalam menjelaskan perubahan dan pertambahan
pengetahuan manusia selama ini. Banyak dari idea yang sudah pasti pada suatu
waktu kemudian berubah pada waktu yang lain. Pada suatu saat dalam sejarah,
idea bahwa bumi adalah pusat dari sistem matahari hampir diterima secara
umum sebagai suatu pernyataan yang pasti.

2. Kritik terhadap Empirisme


Empirisme didasarkan pada pengalaman. Tetapi apakah yang disebut
pengalaman? Sekali waktu dia hanya berarti rangsangan pancaidera. Lain kali dia
muncul sebagai sebuah sensasi ditambah dengan penilaian.Sebagai sebuah
konsep,ternyata pengalaman tidak berhubungan langsung dengan kenyataan
obyektif yang sangat ditinggikan oleh kaum empiris. Kritukus kaum empiris
menunjukkan bahwa fakta tidak mempunyai apa pun yang bersifat pasti. Fakta itu
sendiri tak menunjukkan hubungan di antara mereka terhadap pengamat yang
netral. Jika dianalisis secara kritis maka”pengalaman” merupakan pengertian yang
terlalu samar untuk dijadikan dasar bagi sebuah teori pengetahuan yang sistematis.
Sebuah teori yang sangat menitiberatkan pada persepsi pancaidera kiranya
melupakan kenyataan bahwa pancaindera manusia adalah terbatas dan tidak
sempurna. Pancaindera kita sering menyesatkan di mana hal ini disadari oleh kaum
empiris itu sendiri. Empirisme tidak mempunyai perlengakapan untuk membedakan
antara khayalan dan fakta.
Empirisme tidak memberikan kita kepastian. Apa yang disebut pengetahuan
yang mungkin, sebenarnya merupakan pengetahuan yang seluruhnya diragukan.
Tanpa terus berjaga-jaga dan mempunyai urutan pengalaman indera yang tak
terputus-putus,.

3. Kombinasi antara rasionalisme dan empirisme

Terdapat suatu anggapan yang luas bahwa ilmu pada dasarnya adalah metode
induktif-empiris dalam memperoleh pengetahuan. Memang terdapat beberapa alasan
untuk mendukung penilaian ini karena ilmuwan mengumpulkan fakta-fakta yang
tertentu,melakukan pengamatan dan mempergunakan data inderawi, Walau
demikian,analisis yang mendalam terhadap metode
keilmuan akan menyingkapkan kenyataan,bahwa apa yang dilakukan oleh
ilmuwan dalam usahanya mencari pengetahuan lebih tepat digambarkan sebagai suatu
kombinasi antara prosedur empiris dan rasional.

4. Deisme
Deisme adalah suatu aliran yang mengakui adanya yang menciptakan alam
semesta ini. Akan tetapi setelah dunia diciptakan, Allah menyerahkan dunia kepada
nasibnya sendiri. Sebab Ia telah memasukkan hukum-hukum dunia itu ke dalamnya.
Segala sesuatu berjalan sesuai dengan hukum-hukumnya. Manusia dapat menunaikan
tugasnya dalam berbakti kepada Allah dengan hidup sesuai dengan hukum-hukum
akalnya.
Maksud aliran ini adalah menaklukkan wahyu Ilahi beserta dengan kesaksian-
kesaksiannya, yaitu buku-buku Alkitab, kepada kritik akal serta menjabarkan agama
dari pengetahuan yang alamiah, bebas dari segala ajaran Gereja. Yang dipandang
sebagai satu-satunya sumber dan patokan kebenaran adalah akal.
Tokoh-tokoh yang mewakili aliran ini di antaranya adalah John Toland (1670-
1722), yang menulis Christianity not mysterious (1696), dan Matteh Tindal (1656-
1733), yang menulis Christianity as Old as Creation (1730).
Di bidang filsafat orang yang meneruskan karya Locke di bidang metafisika
adalah George Berkeley (w1753), yang mempunyai pangkal pikiran sama dengan
Locke. Namun kesimpulan-kesimpulannya berbeda dengan kesimpulan-kesimpulan
Locke, yaitu lebih tajam, bahkan sering bertentangan dengan Locke. Oleh karena itu
Berkeley bermuara ke dalam aliran idealisme, yang ia sendiri menyebutnya
imaterialisme, sebab ia menyangkal adanya suatu dunia yang ada di luar kesadaran
manusia.
Keyakinannya yang asasi adalah : a) segala realitas di luar manusia tergantung
kepada kesadaran; b) tiada perbedaan antara dunia rohani dan dunia bendawi; c) tiada
perbedaan antara gagasan pengalaman batiniah dan gagasan pengalaman lahiriah,
sebab pengamatan adalah identik dengan gagasan yang diamati; d) tiada sesuatu yang
berada kecuali roh, yang dalam realitasnya yang konkrit adalah pribadi-pribadi atau
tokoh-tokoh yang berpikir. Pangkal pikiran Berkeley terdapat pada pandangannya di
bidang teori pengenalan Menurut dia segala pengetahuan bersandar pada pengamatan.
Pengamatan adalah identik dengan gagasan yang diamati. Bagaimana pengamatan
terjadi?
Pengamatan bukan terjadi karena hubungan antara subyek yang mengamati
dan obyek yang diamati, melainkan karena hubungan antara pengamatan indera yang
satu dengan pengamatan indera yang lain. Umpamanya: pengamatan jarak atau
ukuran luas antara subyek dan obyek yang diamati. Pengamatan ini terjadi karena
hubungan antara pengamatan penglihatan dan pengamatan raba. (Penglihatan saya
hanya menunjukkan bahwa ada warna meja, peraba saya menunjukkan bentuk, kasar
dan halusnya). sebenarnya penglihatan saya tidak mengamati jarak atau ukuran
keluasan antara meja itu dengan saya. Penglihatan tidak menceritakan berapa jauh
jarak antara saya dan barang yang saya amati. Pengalaman dan kebiasaanlah yang
menjadikan saya menduga bahwa ada jarak, ada ukuran keluasan, atau ada ruang di
antara saya dan benda yang diamati.
Lanjut Berkeley,bahwa sifat pengamatan adalah konkrit, artinya: isi yang
diamati adalah sesuatu yang benar-benar dapat diamati. segala sesuatu yang kita amati
adalah konkrit.
Pengertian Locke yang mengenai substansi dipandangnya hanya sebagai
hipotese yang sewenang-wenang dan berlebih-lebihan, substansi, demikian Berkeley,
tidak lebih dari suatu penggabungan yang tetap dari gagasan-gagasan. Seandainya kita
meniadakan segala sifat yang ada pada sesuatu, tidak akan ada sesuatu lagi. Sebab
sifat-sifat itulah yang membentuk isi sesuatu tadi. sesuatu yang kita kenal sebenarnya
adalah suatu kelompok sifat-sifat yang dapat diamati. Sebuah meja, umpamanya,
terdiri dari bentuknya yang tampak, kerasnya yang dapat diraba, suaranya yang dapat
didengar jikalau ditarik dari tempatnya, dan lain-lainnya.
Orang yang mengembangkan filsafat empirisme Locke dan Berkeley secara
konsekuen adalah David Hume (1711-1776). Dalam soal teori pengenalan ia
mengajarkan, bahwa manusia tidak membawa pengetahuan bawaan ke dalam
hidupnya. Sumber pengetahuan adalah pengamatan. Pengamatan memberikan dua
hal, yaitu: kesan-kesan (impression) dan pengertian-pengertian atau idea-idea (ideas).
Menurut Hume,Pada umumnya manusia mendasarkan pendapatnya atau
pengetahuannya atas hal-hal yang diterimanya tidak secara langsung, yang melalui
idea-idea atau pengertian-pengertian. Itulah sebabnya manusia sering ragu-ragu,
kacau dan lain sebagainya.
Menurut Harun Hadiwijono pemikiran Hume ini bersifat analitis, kritis dan
skeptic. la berpangkal kepada keyakinan, bahwa hanya kesan-kesanlah yang pasti,
jelas dan tidak dapat diragukan. Dari situ ia sampai kepada keyakinan, bahwa
“aku”yang merupakan substansi rohani termasuk alam khayalan. Dunia hanya terdiri
dari kesan-kesan yang terpisah-pisah, yang tidak dapat disusun secara obyektif siste-
matis, karena tiada hubungan sebab-akibat di antara kesan-kesan itu.
Demikianlah tampak ada garis yang berkesinambungan atau kontinyu, yang
dimulai dari Locke, diteruskan oleh Berkeley dan sampai kepada Hume. Pemikiran
ketiga orang ini terlebih-lebih diarahkan kepada ajaran tentang pengenalan.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian terdahulu, maka dapat ditarik dua kesimpulan. Pertama, hubungan
filsafat dan agama di Barat telah terjadi sejak periode Yunani Klasik, pertengahan,
modern, dan kontemporer, meskipun harus diakui bahwa hubungan keduanya
mengalami pasang surut.Kedua,dewasainidiBaratterdapatkecenderungan yang
demikian kuat terhadap peranan agama. Masyarakat modern yang rasionalistik,
vitalistik, dan materialistik, ternyata hampa spiritual, sehingga mulai menengok dunia
Timur yang kaya nilai-nilai spiritual.
Dari beberapa kajian sejarah konflik sains dan agama di atas, setidaknya dapat
ditarik benang merah bahwa dengan terjadinya peristiwa konflik ilmu dan agama di
Barat dalam mencatat bahwa pemimpin gereja menolak teori Heliosentris Galileo atau
teori Evolusi Darwin. Pemimpin gereja dengan otoritasnya menolak perkembangan
kemajuan ilmu pengetahuan. Namun dalam kasus tentu persoalannya bukan hanya
semata pertentangan pemahaman cara pandang khas sains dan agama, namun lebih
lanjut adalah persoalan politik, ekonomi, karismatik gereja yang dilegitimasi oleh
ajaran gereja sebagai kekuatan otoritas.
Aufklarung menekankan pada gagasan yang berpusat pada pengejaran
kebahagiaan, kedaulatan akal, dan indera sebagai sumber utama pengetahuan. Salah
satu peristiwa yang dipengaruhi oleh Aufklarung adalah Revolusi Prancis (1789),
yang ikut serta memengaruhi tatanan masyarakat dunia.
DAFTAR PUSTAKA

https://pacificheart.wordpress.com/hubungan-agama-filsafat-di-barat/

Abdullah, Amin dkk. (2003). Menyatukan Kembali Ilmu-ilmu Agama dan Umum, Upaya
Mempertemukan Epistemologi Islam dan Umum. Yogyakarta: Suka Press.
https://pwmu.co/193535/05/27/konflik-agama-dan-sains/

http://klikdinamika.com/pro-kontra-teori-evolusi-dengan-keagamaan.html

https://jaringskripsi.wordpress.com/2009/09/22/filsafat-abad-ke-18-era-aufklarung/

Anda mungkin juga menyukai