Anda di halaman 1dari 23

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya selaku penulis panjatkan kehadirat Allah yang Maha Kuasa
sehingga pembuatan makalah ini dapat diselesaikan dengan baik dan tanpa
mengalami kendala yang berarti.

Adapun penyelesaian makalah ini guna memenuhi salah satu tugas mata
kuliah filsafat ilmu yang diampu oleh dosen Ya’ Julyanto, M.Psi. Kiranya dengan
terselesaikan makalah ini dapat berguna untuk menunjang materi pembelajaran dan
dapat memperoleh nilai yang baik.

Saya juga menyadari jika mungkin ada sesuatu yang salah dalam penulisan,
seperti menyampaikan informasi berbeda sehingga tidak sama dengan pengetahuan
pembaca lain. Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya jika ada kalimat atau kata-
kata yang salah. Tidak ada manusia yang sempurna kecuali Tuhan.

Akhir kata saya ucapkan terima kasih dan salam sejahtera untuk kita semua.

Balai Karangan, 3 Desember 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………….. i

DAFTAR ISI ……………………………………………………… ii

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………… 1

A. Latar Belakang ………………………………………………… 1

B. Rumusan Masalah……………………………………………… 2

C. Tujuan Penulisan ………………………………………………. 3

BAB II PEMBAHASAN………………………………………….. 4

A. Pengertian Rasionalisme……………………………………….. 4

B. Para Tokoh Filsafat Rasionalisme …………………………….. 5

C. Sejarah Munculnya Aliran Rasionalisme………………………. 13

D. Asumsi Dasar Keilmuan Rasionalisme………………………… 14

E. Metode-Metode Aliran Rasionalisme………………………….. 15


F. Persamaan dan Perbedaan antara
Rasionalisme dan Empirisme ………………………………….. 16
G. Kelebihan dan Kekurangan Rasionalisme……………………… 19

BAB III PENUTUP ……………………………………………….. 20

A. Kesimpulan …………………………………………………….. 20

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………… 21

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tahapan sejarah pemikiran filsafat abad modern menurut versi Barat di bagi

menjadi tiga periode, yaitu : zaman kuno, pertengahan, dan modern. Ciri ciri

pemikiran filsafat modern, antara lain menghidupkan kembali rasionalisme

keilmuan subjektivisme, humanisme dan lepas dari pengaruh atau dominasi agama.

Ahmad Syadai dan Mudzakir menguraikan secara panjang lebar bahwa filsafat abad

modern pada pokoknya di mulai dengan tiga aliran yaitu: Aliran Rasionalisme

dengan tokohnya Rene Descartes (1596-1950 M), Aliran Empirisme dengan

tokohnya Francis Bacon (1210-1292 M), Aliran kritisisme dengan tokohnya

Immenuel kant (1724-1804 M). Tiga aliran diatas adalah aliran filsafat pada abad

modern, tetapi disini kami hanya akan membahas satu aliran saja yakni : Aliran

Rasionalisme.

Usaha manusia untuk memberi kepada akal suatu kedudukan yang ‘berdiri

sendiri’, sebagaimana yang telah di rintis oleh para pemikir renaisance berlanjut

terus sampai abad ke-17. Abad ke-17 adalah abad dimulainya pemikiran-pemikiran

kefilsafatan dalam artian yang sebenarnya. Semakin lama manusia semakin

menaruh kepercayaan yang besar terhadap kemampuan akal itu pasti dapat

dijelaskan segala macam masalah kemanusiaan. Akibat dari keyakinan yang

berlebihan terhadap kemampuan akal itu, dinyatakanlah perang terhadap mereka

yang malas mempergunakan akalnya, terhadap kepercayaan yang bersifat dogmatis

seperti yang terjadi pada abad pertengahan, terhadap tata susila yang bersifat tradisi,

1
terhadap apa saja yang tidak masuk akal, dan terhadap keyakinan-keyakinan dan

anggapan-anggapan yang tidak masuk akal.

Lebih lanjut Matasyir dan Masnal Munir menjelaskan bahwa, dengan

berkuasanya akal ini, orang mengharapkan akan lahirnya suatu dunia baru yang

lebih sempurna, suatu dunia baru yang dipimpin oleh akal manusia yang sehat.

Kepercayaan terhadap akal ini terutama terlihat dalam lapangan filsafat, yaitu

dalam bentuk suatu keinginan untuk menyusun secara ‘asriori’ suatu system

keputusan akal yang luas dan bertingkat tinggi. Corak berpikir dengan melulu

mengandalkan atau berdasarkan atas kemampuan akal (rasio), dalam filsafat

dikenal dengan “Rasionalisme”. Apa dan bagaimana filsafat rasionalisme itu

sendiri akan coba kita bahas dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka daapat dirumuskan permasalahan sebagai

berikut:

1. Apa Filsafat Rasionalisme Itu?

2. Siapa Tokoh-Tokoh Aliran Rasionalisme?

3. Bagaimana Sejarah Munculnya Aliran Rasionalisme Itu?

4. Bagaimana Asumsi Dasar Keilmuan Rasionalisme Itu?

5. Bagaimana Metode Ilmu Pengetahuan Rasionalisme itu?

2
C. Tujuan Pembahasan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apa itu filsafat rasionalisme.

2. Untuk mengetahui para tokoh-tokohnya.

3. Untuk mengetahui sejarah munculnya aliran rasionalisme.

4. Untuk mengetahui asumsi dasar keilmuan rasionalisme itu.

5. Untuk mengetahui metode ilmu pengetahuan rasionalisme.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Rasionalisme

Kata rasionalisme terdiri dari dua suku kata, yaitu “rasio” yang berarti akal

atau pikiran, dan “isme” yang berarti paham atau pendapat. Rasionalisme ialah

suatu paham yang berpendapat bahwa kebenaran yang tertinggi terletak dan

bersumber dari akal manusia. Jadi rasionalisme adalah paham filsafat yang

mengatakan bahwa akal adalah alat terpenting untuk memperoleh pengetahuan.

Menurut aliran ini, suatu pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir. Hanya rasio

sajalah yang dapat membawa orang kepada kebenaran.

Dalam kata lain, Rasionalisme ialah paham yang mengatakan bahwa

kebenaran diperoleh melalui akal dan diukur dengan akal. Atau, akal itulah alat

pencari dan pengukur kebenaran. Dalam buku lain juga dikatakan, Rasionalisme

adalah paham yang mengatakan bahwa akal itulah alat pencari dan pengukur

pengetahuan. Pengetahuan dicari dengan akal, temuannya diukur dengan akal pula.

Dicari dengan akal ialah dicari dengan berfikir logis. Diukur dengan akal artinya

diuji apakah temuan itu logis atau tidak. Bila logis, benar; bila tidak, salah. Dengan

akal itulah aturan untuk mengatur manusia dan alam itu dibuat. Ini juga berarti

bahwa kebenaran itu bersumber pada akal.

Singkatnya, Rasionalisme ialah merupakan aliran filsafat yang sangat

mementingkan rasio. Dalam rasio terdapat ide-ide dan dengan itu orang dapat

membangun suatu ilmu pengetahuan tanpa menghiraukan realitas di luar rasio.

4
Aliran rasionalisme dalam kegunaanya terkadang berdampak positive dan

terkadang juga negative. Karena memang yang didahulukan adalah akal atau

rasionya. Misalnya saja dalam bidang agama, aliran rasionalisme adalah lawan dari

autoritas dan biasanya digunakan untuk mengkritik agama. Kita ketahui bersama

bahwa agama adalah bersumber dari wahyu yang diturunkan kepada utusannya.

Sehingga semua ajaran yang dalam agama itu sudah menjadi sesuatu yang pasti

tanpa perlu diragukan. Sedangkan jika dipikir dengan rasio, maka hal tersebut

memang tidak wajar. Makanya dalam masalah ini banyak sekali pertentangan dan

kritik yang tajam.

Selain berdampak negative, terkadang juga berdampak positive. Misalnya

saja dalam bidang filsafat, rasionalisme adalah lawan dari empirisme dan sering

berguna dalam menyusun teori pengetahuan. Jika empisme mengatakan bahwa

pengetahuan diperoleh dengan jalan mengetahui obyek empirisme, maka

rasionalisme mengajarkan bahwa pengetahuan di peroleh dengan cara berpikir.

Sebab pengetahuan dari empirisme dianggap sering menyesatkan.

B. Para Tokoh Filsafat Rasionalisme

1. Rene Descartes

Rene Descartes (1596-1650) adalah filsuf Perancis yang dijuluki “bapak

filsafat modern”. Ia ahli dalam ilmu alam, ilmu hukum, dan ilmu kedokteran. Ia

menyatakan, bahwa ilmu pengetahuan harus satu, tanpa bandingannya, harus

disusun oleh satu orang, sebagai bangunan yang berdiri sendiri menurut satu

metode yang umum. Yang harus dipandang sebagai hal yang benar adalah apa yang

5
jelas dan terpilah-pilah (clear and distinctively). Ilmu pengetahuan harus mengikuti

langkah ilmu pasti karena ilmu pasti dapat dijadikan model cara mengenal secara

dinamis.

Rene Descartes mempunyai keinginan yang besar untuk menciptakan

pemikiran yang baru dan berdiri di atas metodenya sendiri. Descartes melihat

bahwa filosof-filosof sebelumnya hanya mengomentari pemikiran-pemikiran Plato

dan Aristoteles yang menurutnya sangat membingunkan. Semasa Descartes

mempelajari filsafat Plato dan Aristoteles Ia meragukan kebenaran pemikiran

mereka, sehingga muncullah keingginan yang kuat untuk menemukan sesuatu yang

baru di dalam dunia filsafat.

Rene descartes adalah filosof yang mendirikan aliran rasionalisme.

Rasionalisme dapat didefinisikan sebagai paham yang menekankan pikiran sebagai

sumber utama pengetahuan dan pemegang otoritas terakhir bagi penentuan

kebenaran. Manusia dengan akalnya memiliki kemampuan untuk mengetahui

struktur dasar alam semesta secara apriori. Rasionalisme menyatakan bahwa

sumber pengetahuan manusia adalah akal atau ide.

1.1 Pemikiran Descartes

a. Kebenaran Pengetahuan

Descartes memiliki misi filsafat yaitu berusaha mendapatkan pengetahuan

yang tidak dapat diragukan. Pengetahuan yang didapat dari pengamatan inderawi

tidak memberikan keterangan kepada manusia tentang hakikat dan sifat dunia luar.

Pengamatan inderawi hanya memberikan nilai praktis saja. Menurut Descartes,

6
kebenaran akan terwujud jika proses melalui indera masuk ke dalam pemikiran

rasional (akal budi).

Metode yang digunakannya ialah dengan meragukan semua pengetahuan

yang ada, yang kemudian mengantarkanya pada kesimpulan bahwa pengetahuan

yang ia kategorikan ke dalam 3 bagian dapat diragukan, yaitu:

1. Pengetahuan yang berasal dari pengalaman inderawi dapat diragukan.

Contoh: memasukkan kayu lurus ke dalam air, kayu tersebut akan tampak bengkok.

2. Fakta umum tentang dunia

Contoh: api itu panas, benda yang berat akan jatuh juga dapat diragukan.

Descartes menyatakan bagaimana jika kita mengalami mimpi yang sama

berkali-kali dan dari sana kita mendapatkan pengetahuan umum tersebut.

3. Logika dan matematika, prinsip-prinsip logika dan matematika juga dapat

diragukan. Ia menyatakan bagaimana jika ada suatu makhluk yang berkuasa

memasukkan ilusi dalam pikiran kita, dengan kata lain kita berada dalam suatu

matriks.

Berdasarkan keraguan tersebut, Descartes mengeluarkan premis yaitu cogito

ergo sum (aku berfikir, maka aku ada). Metode tersebut dihasilkan oleh Descartes

dengan menjunjung tinggi suatu keraguan untuk mengungkap sebuah kebenaran.

Diapun meragukan atas keberadaan dirinya, akan tetapi satu hal yang ia tidak dapat

ragukan adalah rasa ragu itu sendiri. Karena keraguan-raguan tersebutlah, maka

Descartes berpikir.

7
b. Metafisika

1) Realita

Descartes membagi realita menjadi 3, yaitu:

a) Benda material yang terbatas (objek fisik, seperti meja, kursi, tubuh manusia dan

sebagainya).

b) Benda mental-nonmaterial yang terbatas (pikiran dan jiwa)

c) Benda mental yang tak terbatas (Tuhan).

Dualism antara realita material dan mental berpengaruh pada pembagian keilmuan.

Realita material ditujukan bagi keilmuan baru yang dibawa Galileo-Copernicus.

Realita mental ditujukan bagi keilmuan dalam bidang agama, etika dan sejenisnya.

2) Eksistensi Tuhan

Keberadaan Tuhan bukan dari dunia luar, melainkan dari diri sendiri. Hakekat

keberadaan Tuhan tidak mampu ditembus oleh indera maupun akal manusia dan

Tuhan adalah satu-satunya yang Maha Sempurna yang memiliki kekuasaan tanpa

batas. Menurut Descartes, terdapat 2 jalan untuk menemukan bahwa Tuhan itu ada,

yaitu:

a. Secara Klausa, yaitu manusia menemukan dalam dirinya kesempurnaan, bahwa

manusia mencari sendiri kebenaran yang jelas dan terungkap bahwa ia mau

mencapai kesempurnaan pengetahuan. Di sisi lain, dirinya menyadari bahwa

kemampuannya sangat terbatas, ada penyebab pertama dari ide kesempurnaan

ialah Tuhan yang Maha Sempurna.

8
b. Menurut skema ada (eksistensi), manusia menerapkan prinsip eksistensi dalam

dirinya. Terlepas dari itu keeksistensiannya tidak mungkin berdiri sendiri, tanpa

ada kaitan apapun dengan suatu yang lebih nyata keeksistensiannya.

Melalui tahapan pemikiran tersebut, dengan jelas ditemukan bahwa asal

kebenaran itu pasti berasal dari sesuatu yang kodratnya lebih sempurna, yaitu

Tuhan. Descartes tidak menyatakan bahwa ide Tuhan itu ciptaan akal budi manusia,

tetapi ide Tuhan yang berada dalam akal budi manusia yang berasal dari Tuhan.

3) Ide

a) Innate Ideas, yaitu ide atau pemikiran bawaan sejak manusia dilahirkan. Ide

bawaan adalah gagasan Tuhan yang tak terbatas. Contoh, kemampuan bahasa

berupa “mesin bahasa” atau sebuah perangkat pemerolehan bahasa yang

terdapat pada otak manusia yang dapat memahami aturan tata bahasa secara

alamiah.

b) Adventitious Idea, yaitu ide yang berasal dari luar diri manusia.

c) Factitious Idea, yaitu ide yang dilahirkan oleh fikiran itu sendiri.

c. Etika

Menurut Descartes, manusia adalah makhluk yang bebas dan independen.

Untuk mencapai suatu kebebasan atau independen, manusia harus mampu

mengendalikan hasrat-hasrat jiwa. Dengan hasrat jiwa yang terkontrol, manusia

bisa mencapai kebebasan spiritual (jiwa). Tetapi, kata independen menurut

9
Descartes dalam pengertian otonomi tersebut bukanlah bebas mutlak melainkan

bebas berdasarkan penyelenggaraan Illahi. Dalam membangun filsafatnya,

Descartes membuat pertanyaan-pertanyaan sebagai patokan dalam menentukan

kebenaran dan keluar dari keraguan yang ada. Adapun pertanyaan-pertanyaan yang

diajukan oleh Descartes adalah:

1. Apakah mungkin memperoleh suatu pengetahuan yang benar?

2. Metode apa yang digunakan untuk mencapai pengetahuan pertama?

3. Bagaimana memperoleh pengetahuan-pengetahuan yang selanjutnya?

4. Apa tolak ukur kebenaran pengetahuan?

Untuk mendapatkan pengetahuan yang pasti dan jelas, Descartes mengajukan

empat prinsip berikut ini:

a. Seseorang hendaknya hanya menerima suatu pengetahuan yang terang dan jelas.

b. Metode Analisis. Yaitu Mengurai suatu masalah menjadi bagian-bagian kecil.

Apabila masalah itu masih berupa pernyataan, maka pernyataan tersebut harus

diurai menjadi pernyataan-pernyataan yang sederhana.

c. Pola pikir sintesa atau perangkaian. Mengarahkan pikiran dengan teratur, dengan

cara memulai dari hal-hal yang sederhana dan mudah diketahui, kemudian

secara bertahap sampai kepada hal-hal yang lebih sulit dan komplek. Gagasan

yang telah diperoleh harus dirangkai untuk menemukan kemungkinan luasnya.

d. Melakukan pemeriksaan kembali terhadap pengetahuan yang telah diperoleh

agar dapat dibuktikan secara pasti bahwa pengetahuan tersebut tidak

mengandung kerahuan sedikitpun.

10
Visi Descartes telah menumbuhkan keyakinan yang kuat pada dirinya tentang

kepastian pengetahuan ilmiah dan tugas dalam kehidupannya yaitu membedakan

kebenaran dan kesalahan dalam semua bidang pelajaran. Karena menurutnya

“semua ilmu merupakan pengetahuan yang pasti dan jelas”. Pada dasarnya visi dan

filsafat Descartes banyak dipengaruhi oleh ilmu alam dan matematika yang berasas

pada kepastian dan kejelasan serta perbedaan antara yang benar dan salah.

Sehingga dia menerima suatu kebenaran sebagai suatu hal yang pasti dan jelas. Hal

itu biasa Descartes sebut sebagai kebenaran yang Clear and Distinct. Dalam

usahanya untuk mencapai kebenaran dasar tersebut Descartes menggunakan

metode “Deduksi”, yaitu dia mendeduksikan prinsip-prinsip kebenaran yang

diperolehnya kepada prinsip-prinsip yang sudah ada sebelumya yang berasal dari

definisi dasar yang jelas.

2. De Spinoza (1632-1677)

Spinoza adalah pengikut Rasionalisme Descartes. Ia memandang sesuatu itu

benar melalui akal. Seperti halnya descartes yang menomor satukan akal dan

menepikan indera yang dianggapnya menyesatkan. Spinoza mencoba menjawab

pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan kebenaran sesuatu, sebagaimana

pertanyaan apa subtansi dari sesuatu, sebagaimana kebenaran itu bisa benar-benar

yang terbenar. Spinoza menjawabnya dengan pendekatan yang juga dilakukan

sebelumnya oleh Rene Descartes, yakni dengan pendekatan deduksi matematis,

yang dimulai dengan meletakkan definisi, aksioma, proposisi, kemudian berubah

membuat pembuktian (penyimpulan) berdasarkan definisi, aksioma, atau proposisi

11
itu. Bagi Spinoza hanya ada satu substansi, yaitu Tuhan. Tuhan dan alam adalah

satu dan sama. Teori dikenal dengan nama Panteisme (semua adalah Tuhan). Dan

satu substansi ini meliputi baik dunia maupun manusia. Spinoza juga beranggapan

bahwa satu substansi itu mempunyai ciri-ciri yang tak terhingga jumlahnya jadi ia

menentang baik Yahudi maupun Kristen. Spinoza percaya kepada Tuhan, tetapi

Tuhan yang dimaksudkannya adalah alam semesta ini. Tuhan Spinoza itu tidak

berkemauan, tidak melakukan sesuatu, tak terbatas (ultimate). Tuhan tidak itu tidak

memperhatikan sesuatu, juga tidak memperdulikan manusia.

3. Leibniz (1646-1716)

Gotifried Willheim Von leibniz (1646-1716) dalam pemikirannya,

bermaksud untuk membuktikan eksistensi wujud (Tuhan). Bagaimana keberadaan

Tuhan itu benar-benar ada didalam kehidupan manusia. Ia membuktikan eksistensi

Tuhan dengan konsepnya tentang monade-monade. Leibniz berusaha membuktikan

keberadaan Tuhan dengan empat Argumen. Pertama, ia mengatakan bahwa

manusia memiliki ide kesempurnaan, maka adanya Tuhan terbukti. Kedua, ia

berpendapat adanya alam semesta dan tidak lengkapnya membuktikan adanya

sesuatu yang melebihi alam semesta ini, dan ini disebut dengan Tuhan. Ketiga, ia

berpendapat bahwa kita selalu ingin mencapai kebenaran abadi, yaitu “Tuhan”.

Keempat, Leibniz mengatakan bahwa adanya keselarasan antara monade-monade

membuktikan bahwa pada awal mula ada yang mencocokkan mereka satu sama

lain, yaitu Tuhan.

12
Sementara Spinoza berpendapat bahwa hanya ada satu substansi, Leibniz

berpendapat bahwa substansi itu monad, setiap monad berbeda satu dengan yang

lain dan Tuhan adalah pencipta monad-monad itu. Maka karya Leibniz tentang ini

di beri judul Monadology (studi tentang monad) yang di tulisnya 1714. Ini adalah

singkatan metafisika Leibniz.

C. Sejarah Munculnya Aliran Rasionalisme

Munculnya faham rasionalisme ini sangat erat kaitannya dengan

kemunduran peradaban Barat di abad pertengahan. Pada zaman tersebut manusia

kurang dihargai sebagai manusia. kebenaran diukur berdasarkan kebenaran gereja,

bukan menurut yang dibuat oleh manusia hingga anti klimaks kemunduran Barat

tersebut, orang-orang mulai menyadari perlu adanya revitalisasi kembali sistem

kehidupan sebagaimana kejayaan filsafat Barat era Plato dan Aristoteles.

Sistem kehidupan yang menempatkan manusia sebagai ukuran kebenaran

dalam segala aspek. Adanya keinginan dan usaha tersebut kemudian melahirkan era

kebangkitan bagi orang-orang Barat. Era tersebut hingga kini dikenal dengan era

renaisans.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka sangat wajar jika zaman renaisans

sangat diwarnai dengan faham humanisme. Humanisme sendiri mengehendaki

ukuran haruslah manusia. karena manusia mempunyai kemampuan berpikir,

berkreasi, memilih dan menentukan. Humanisme menganggap manusia mampu

mengatur dirinya dan mengatur dunianya. Ciri humanisme salah satunya juga

13
adalah penggunaan akal dan pengalaman dalam merumuskan pengetahuan. Mulai

dari sini rasio telah mendapat peranan penting dalam kehidupan Barat.

Dengan mengikuti perkembangan manusia dan alam di zaman renaisans

tersebut, kebutuhan untuk menyusun pemikiran kontemporer menjadi satu sistem

filsafat yang koheren kembali muncul. Descartes, yang dianggap bapak filsafat

modern kemudian mengajukan konsep rasionalisme sebagai sistem filsafat modern.

Di sinilah rasionalisme muncul sebagai sistem filsafat pertama. Hal ini

menunjukkan pentingnya pemikiran rasionalisme Descartes sebagai pencetus

faham ini. Untuk itu dalam rangka mengakji faham rasionalisme, dalam tulisan ini,

konsep tersebut akan menjadi pembahasan inti.

D. Asumsi Dasar Keilmuan Rasionalisme

1. Rasionalisme percaya bahwa melalui proses pemikiran abstrak kita dapat

mencapai kebenaran fundamental, yang tidak dapat disangkal :

(a) mengenai apa yang ada serta strukturnya, dan

(b) tentang alam semesta pada umumnya.

2. Rasionalisme percaya bahwa realitas serta beberapa kebenaran tentang realitas

dapat dicapai tanpa menggunakan metode empiris.

3. Rasionalisme percaya bahwa pikiran mampu mengetahui beberapa kebenaran

tentang realitas, mendahului pengalaman apapun juga.

4. Rasionalisme percaya bahwa akal budi (rasio) adalah sumber utama ilmu

pengetahuan, ilmu pengetahuan pada dasarnya adalah sistem deduktif yang

14
dapat dipahami secara rasional yang hanya secara tidak langsung berhubungan

dengan pengalaman indrawi.

5. Rasionalisme percaya bahwa kebenaran tidak diuji melalui verifikasi indrawi,

akan tetapi melalui kriteria konsistensi logis. Kaum rasionalisme menentukan

kebenaran yang didasarkan atas konsistensasi antara pernyataan yang satu

dengan pernyataan yang lain atau kesesuaian antara pernyataan (teori) dengan

kesepakatan (konsensus) para ilmuwan.

6. Rasionalisme percaya bahwa alam semesta (realitas) mengikuti hukum-hukum

alam yang rasional, karen

7. alam semesta adalah sistem yang dirancang secara rasional, yang aturan-

aturannya sesuai dengan logika/matematika.

E. Metode-Metode Aliran Rasionalisme

Agar filsafat dan ilmu pengetahuan dapat diperbaharui, kita memerlukan

metode yang baik, demikian pendapat Descartes (tokoh utama rasionalisme). Hal

ini mengingat bahwa terjadinya kesimpangsiuran dan ketidak pastian dalam

pemikiran filsafat disebabkan oleh karena tidak adanya suatu metode yang mapan,

sebagai pangkal tolak yang sama bagi berdirinya suatu filsafat yang kokoh dan

pasti. Ia sudah menemukan metode yang dicarinya, yaitu dengan menyangsikan

segala-galanya, atau keragu-raguan. Kemudian, ia menjelaskan, untuk

mendapatkan hasil yang sahih dari metode yang hendak dicanangkannya, ia

menjelaskan perlunya 4 hal, yaitu:

15
1) Tidak menerima sesuatu pun sebagai kebenaran, kecuali bila saya melihat bahwa

hal itu sungguh-sungguh jelas dan tegas, sehingga tidak ada suatu keraguan

apapun yang mampu merobohkannya.

2) Pecahkanlah setiap kesulitan atau masalah itu atau sebanyak mungkin bagian,

sehingga tidak ada keraguan apapun yang mampu merobohkannya.

3) Bimbangkanlah pikiran dengan teratur, dangan mulai dari hal yang sederhana

dan mudah diketahui, kemudian secara bertahap sampaipada yang paling sulit

dan kompleks.

4) Dalam proses pencarian dan pemeriksaan hal-hal sulit, selamanya harus dibuat

perhitungan-perhitungan yang sempurna serta pertimbangan-pertimbangan yang

menyeluruh, sehingga kita yakin tidak ada satu pun yang diabaikan dalam

penjelajahan itu.

F. Persamaan dan Perbedaan antara Rasionalisme dan Empirisme

Terdapat dua aspek umum dalam realisme yang digambarkan dengan melihat

pada realisme mengenai dunia keseharian dari obyek makroskopik beserta sifat-

sifatnya. Aspek pertama, yaitu terdapat sebuah klaim tentang dimensi eksistensi

suatu obyek yang nyata (terlihat). Sementara itu, aspek yang kedua dari realisme

tentang dunia keseharian dari obyek makroskopis beserta sifat-sifatnya memiliki

dimensi kebebasan dalam hal kepercayaan yang dianut seseorang, bahasa yang

digunakan, skema konseptual, dan sebagainya (realisme generik). Sifat dan

penjelasan-penjelasan yang masuk akal dari paham realisme merupakan issu-issu

16
yang hangat diperdebatkan dalam metafisik kontemporer mengenai berbagai obyek

dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Hume (1999) di dalam aliran empiris terdapat tiga prinsip pertautan

ide. Pertama, prinsip kemiripan yaitu mencari kemiripan antara apa yang ada di

benak kita dengan kenyataan di luar. Kedua, prinsip kedekatan, misalnya apabila

kita memikirkan sebuah rumah, maka berdasarkan prinsip kedekatan kita juga

berpikir tentang adanya jendela, pintu, atap, perabot sesuai dengan gambaran rumah

yang kita dapatkan lewat pengalaman inderwi sebelumnya. Ketiga, prinsip sebab-

akibat yaitu jika kita memikirkan luka, kita pasti memikirkan rasa sakit akibatnya.

Bagi Hume, ilmu pengetahuan tidak pernah mampu memberi pengetahuan yang

niscaya tentang dunia ini. Kebenaran yang bersifat a priori seperti ditemukan dalam

matematika, logika dan geometri memang ada, namun menurut Hume, itu tidak

menambah pengetahuan kita tentang dunia. Pengetahuan kita hanya bisa bertambah

lewat pengamatan empiris atau secara a posteriori. Perbedaan antara rasionalisme

dengan empiris secara umum adalah kalau pada aliran rasionalisme pengetahuan

itu berupa a priori, bersumber dari penalaran dan pembuktian-pembuktian pada

logika dan matematika melalui deduksi, sedangkan pada aliran empirisisme

pengetahuan bersumber pada pengalaman , terutama pada pengetahuan dalam

pembuktian-pembutiannya melalui eksperimentasi, observasi, dan induksi.

Perbedaan antara Rasionalisme dan Empirisisme oleh Immanuel Kant diambil jalan

tengahnya, yaitu Immanuel Kant mengajukan sintesis apriori. Menurutnya

pengetahuan yang benar bersumber rasio dan empiris yang sekaligus bersifat a

priori dan a posteriori. Sebagai gambaran, kita melihat suatu benda dikarenakan

17
mata kita melihat ke arah benda tersebut (rasionalisme) dan benda tersebut

memantulkan sinar ke mata kita (empirisme).

Edward (1967) memandang secara terminologi rasionalisme dipandang

sebagai aliran yang menekankan akal budi, atau fikiran (rasio) sebagai sumber

utama pengetahuan, mendahului atau unggul atas, dan bebas (terlepas) dari

pengalaman manusia secara inderawi. Hanya pengetahuan yang diperoleh melalui

akal yang memenuhi syarat semua pengetahuan ilmiah. Pengalaman hanya dipakai

untuk mempertegas pengetahuan yang diperoleh akal. Akal tidak memerlukan

pengalaman. Akal dapat menurunkan kebenaran dari diri sendiri, yaitu atas dasar

asas-asas petama yang pasti.

Menurut Kattsoff (2004) rasionalisme tidak mengingkari nilai pengalaman,

melainkan hanya dipandang sebagai sejenis perangsang bagi pikiran. Karenanya

aliran ini yakin bahwa kebenaran dan kesehatan terletak pada ide, dan bukannya di

dalam barang sesuatu. Jika kebenaran bermakna sebagai mempunyai ide yang

sesuai dengan atau dengan yang menunjuk kepada kenyataan, maka kebenaran

hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal saja.

Persamaan antara rasionalisme dan empirisme adalah rasio dan indra manusia

sama-sama berperan dalam pembentukan pengetahuan.

18
G. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN RASIONALISME

Kelebihan rasionalisme adalah mampu menyusun sistem-sistem

kefilsafatan yang berasal dari manusia. Misalnya logika, yang sudah ada sejak

zaman Aristoteles, kemudian matematika dan kebenaran rasio diuji dengan

verifikasi logis.

Dan kelebihan lain nya adalah dalam hal menalar dan menjelaskan

pemahaman-pemahaman yang rumit, kemudian rasionalisme memberikan

kontribusi pada mereka yang tertarik untuk menggeluti masalah-masalah filosofi.

Rasionalisme berpikir menjelaskan dan menekankan akal budi sebagai karunia

lebih yang dimiliki oleh semua manusia.

Kelemahan rasionalisme adalah kecenderungannya yang sangat kuat

terhadap subjektivitas, oleh karena terbukti bahwa setiap orang memiliki

kecenderungan, karakteristik dan kapasitas berpikir yang berbeda-beda.

19
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Rasionalisme adalah aliran filsafat yang menekankan titik tumpu pada akal

(rasio) manusia. Rasio lebih diutamakan dari pengamatan inderawi, sehingga

kebenaran menurut aliran ini merupakan produk dari akal atau rasio.

Rene Descartes merupakan pencetus awal aliran rasionalisme dan disebut

sebagai bapak filsafat modern, kemudan Baruch Spinoza, G.W. Leibniz adalah

filosof beraliran rasionalisme. Mereka mendasarkan filsafat nya pada pengertian

substansi. Namun ketiga nya mempunyai pendapat berbeda mengenai jumlah

substansi tersebut.

20
DAFTAR PUSTAKA

https://www.slideshare.net/anin13dya/makalah-rasionalisme

https://www.academia.edu/38021158/MAKALAH_ALIRAN_ALIRAN_FILSAF

AT_RASIONALISME_EMPIRISME_KRITISISME

https://id.scribd.com/document/390245632/Makalah-Filsafat-Aliran-

Rasionalisme-docx

http://repositori.uinalauddin.ac.id/11781/1/KUMPULAN%20MAKALAH%20FI

LSAFAT.pdf

21

Anda mungkin juga menyukai