Anda di halaman 1dari 16

AKSIOLOGI PENDIDIKAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti mata kuliah
Filsafat Pendidikan Semester Ganjil Tahun Akademik 2021/2022

Disusun oleh: Kelompok 5/MPI.E

1. SHARAH DWI SAPUTRI 206210149 (Moderator)


2. SHELA NANDA SUPRAPTO 206210150 (Pemateri)
3. SISKA ARTAMA 206210151 (Notulen)

Dosen Pengampu : Drs. WARIS, M.Pd

JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONOROGO
SEPTEMBER 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulilah penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga kita dapat
menyelesaikan tugas Filsafat Pendidikan yaitu makalah yang berjudul Aksiologi Pendidikan
ini dengan tepat pada waktunya. Shalawat serta salam kita haturkan kepada junjungan Nabi
Agung Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjuk Allah SWT kepada kita
semua.
Kami ucapkan terimakasih kepada Bapak dosen, Drs. Waris, M. Pd selaku dosen
pengampu mata kuliah Filsafat Pendidikan yang telah memberikan tugas makalah ini
sehingga kami dapat menambah pengetahuan sesuai dengan bidang studi kami. Kami
ucapkan terimakasih juga kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan susunan makalah ini.
Kami menyadari, bahwa makalah yang kami tulis masih jauh dari kata sempurna.Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini. Semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan bagi para pembaca dan bisa
bermanfaat dalam perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Ponorogo, 28 September 2021


Penyusun

Kelompok 4/MPI. E

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................................................................................i
KATA PENGANTAR...........................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Aksiologi Pendidikan.................................................................................3
B. Aksiologi Dalam Pandangan Filsafat...........................................................................5
C. Etika dan Estetika dalam filsafat Pendidikan ............................................................8
BAB III KESIMPULAN....................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................13

iii
1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Aksiologi adalah teori tentang nilai hal ini merupakan suatu bahan kajian yang
menarik untuk dibahas. Karena didalamnya terkandung nilai-nilai sebagai dasar
normative dalam penggunaan atau pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada
skema besar filsafat terdapat tiga aspek utama yang mendasari perspektif filsafat dalam
memandang setiap problem filsafat yang dihadapi.Ketiga aspek tersebut adalah
ontology,epistimologoi,aksiologi.Masing – masing aspek ini mengkaji problem filsafat
dengan cara pandang yang saling berbeda.
Aksiologi dalam skema filsafat berisi logika,etika,dan estetika.Logika adalah bagian
ilmu filsafat yang mempelajari kesahihan premis – premis secara benar dan tepat sesuai
aturan – aturan logis sistematis.Etika merupakan bagian filsafat yang membicarakan
problem – problem nilai – nilai dalam kaitannya dengan baik atau buruknya tindakan
manusia secara individu maupun dalam masyarakat.Sementara estetika sering diidentikan
dengan filsafat seni dalam pengkajiannya diutamakan membahas dimendi keindahan dan
nilai rasa baik dalam karya seni,seni itu sendiri,maupun pemikiran – pemikiran tentang
seni dan karya seni.
Filsafat Pendidikan adalah refleksi diri dan filosofis terhadap urgensi dan keberadaan
pendidikan di pandang dari perspektif kefilsafatan hingga mencapai pemahaman radikal
dan menyeluruh tentang apa itu pendidikan.Dalam konteks aksiologi,permasalahan
pendidikan dapat dipersonalkan Ketepatan metode pembelajaran dalam pendidikan harus
dapat di uji secara logis matematis,Logika membantu perumusan materi – materi
pembelajaran untuk memberikan menyeleksi apakah layak atau tidak untuk
diajarkan.Pendidikan membutuhkan alat bantu berupa rasio akal budi,De inilah prinsip –
prinsip logika dapat muncul dan dipelajari. Dalam lingkup Etika,Pendidikan dirumuskan
sebagai sarana untuk mencapai tujuan etis,tujuan ini digunakan untuk menjawab
pertanyaan tentang pentingnya pendidikan bagi moral manusia. Melalui kajian
etika,penentuan tujuan pelaksanaan pendidikan dapat lebih jelas dan terarah.Sedangkan
dimensi estetika lebih mengarah pada bagaimana pendidikan dapat dirumuskan
sedemikian rupa sehingga penyampaian materi pendidikan dapat diterima secara teratur.
Hal ini menunjukkan perlunya nilai – nilai seni dalam pendidikan. Yang dimaksud
adalah seni mengajarkan atau seni menyusun argumentasi dan bahan ajar
2

pendidikan.Dengan Demikian,dimensi Aksiologi yang mempersoalkan nilai – nilai dalam


persepektif filsafat dapat menyumbang perumusan nilai – nilai etis yang terkandung
dalam pendidikan. Melalui kajian aksiologi,tujuan penyelenggaraan pendidikan dapat
dirumuskan guna mencapai cita – cita pendidikan yang diarahkan untuk kebaikan dan
kemaslahatan umat islam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Aksiologi Pendidikan ?
2. Bagaimana Aksiologi Dalam Pandangan Aliran Filsafat ?
3. Bagaimana Etika dan Estetika dalam Filsafat Pendidikan ?
3

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Aksiologi

Aksiologi merupakan bagian dari filsafat yang mempertanyakan bagaimana manusia


menggunakan ilmunya. Aksiologi ialah nilai kegunaan ilmu, penyelidikan tentang
prinsip-prinsip nilai. Secara etimologis, istilah aksiologi berasal dari Bahasa Yunani
Kuno, terdiri dari kata “aksios” yang berarti nilai dan kata “logos” yang berarti teori. Jadi
aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari nilai. 1 Aksiologi dipahami sebagai
teori nilai. Berikut ini dijelaskan beberapa definisi aksiologi. Menurut John Sinclair,
dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti
politik, sosial dan agama. Sistem mempunyai rancangan bagaimana tatanan, rancangan
dan aturan sebagai satu bentuk pengendalian terhadap satu institusi dapat terwujud. 2
Menurut Suriasumantri aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang di peroleh. 3
Aksiologi dibagi kepada tiga bagian menurut Sumantri, yaitu: (1) Moral Conduct
(tindakan moral), bidang ini melahirkan disiplin ilmu khusus yaitu “ilmu etika” atau nilai
etika. (2) Esthetic Expression (Ekspresi Keindahan), bidang ini melahirkan konsep teori
keindahan atau nilai estetika. (3)Sosio Political Live (Kehidupan Sosial Politik), bidang
ini melahirkan konsep Sosio Politik atau nilai-nilai sosial dan politik. 4 Aksiologi adalah
suatu pendidikan yang menguji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut dalam
kehidupan manusia dan menjaganya, membinanya di dalam kepribadian manusia.
Socrates berpendapat bahwa masalah yang pokok adalah kesusilaan, tetapi semenjak
masa hidup socrates masalah hakikat yang-baik senantiasa menarik banyak kalangan dan
dipandang bersifat hakiki serta penting untuk dapat mengenal manusia. 5
Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai yang ditinjau dari
sudut kefilsafatan. Sejalan dengan itu, Sarwan menyatakan bahwa aksiologi adalah studi
tentang hakikat tertinggi, realitas, dan arti dari nilai-nilai (kebaikan, keindahan, dan

1
Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2007), hlm. 36
2
Aksiologi Ilmu, dalam http://adikke3ku.wordpress.com/2012/02/110/aksiologi-ilmu diakses tanggal 25
April 2018
3
S. Suriasumantri, Jujun, Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
1996), hlm. 234

4
Ibid.,hlm. 340
5
Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat. (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1986), hlm. 325
4

kebenaran). Dengan demikian aksiologi adalah studi tentang hakikat tertinggi dari nilai-
nilai etika dan estetika.
Tetapi dewasa ini, istilah axios (nilai) dan logos (teori) lebih akrab dipakai dalam
dialog filosofis. Jadi, aksiologi bisa disebut sebagai the theory of value atau teori nilai.
Bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good and bad),
benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan tujuan (means and ends). 6
Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk perilaku etis. Ia
bertanya seperti apa itu baik (what is good). Demikianlah aksiologi terdiri dari analisis
tentang kepercayaan, keputusan, dan konsep-konsep moral dalam rangka menciptakan
atau menemukan suatu teori nilai.
Menurut Bramel Aksiologi terbagi tiga bagian :
1. Moral conduct, yaitu tindakan moral, Bidang ini melahirkan disiplin khusus yaitu
etika.

2. Estetic expression, yaitu ekspresi keindahan, bidang ini melahirkan keindahan

3. Socio-politcal life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosial
politik.

Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa aksiologi disamakan dengan value


dan valuation. Ada tiga bentuk value dan valuation, yaitu:
1. Nilai, digunakan sebagai kata benda abstrak. Dalam pengertian yang lebih sempit
seperti: baik, menarik dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas
mencakup sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian.
Penggunaan nilai yang lebih luas merupakan kata benda asli untuk seluruh macam
kritik atau predikat pro dan kontra, sebagai lawan dari suatu yang lain, dan ia berbeda
dengan fakta. Teori nilai atau aksiologi adalah bagian dari etika.

2. Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau
nilai-nilai, ia seringkali dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai.

3. Nilai juga digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai dan
dinilai. Menilai umumnya sinonim dengan evaluasi ketika hal tersebut secara aktif

6
Filsafat Pendidikan, dalam http://dedihendriana.wordpress.com/2012/02/10/filsafat-pendidikan, 26
April 2018
5

digunakan untuk menilai perbuatan. Dewey membedakan dua hal tentang menilai, ia
bisa berarti menghargai dan mengevaluasi.

Dengan demikian aksiologi adalah salah satu cabang filsafat yang mempelajari tentang
nilai-nilai atau norma-norma terhadap sesuatu ilmu. Berbicara mengenai aksiologi dapat
dijumpai dalam kehidupan seperti kata-kata adil dan tidak adil, jujur dan tidak jujur. Salah
satu yang mendapat perhatian adalah masalah etika/kesusilaan dan dalam etika, obyek
materialnya adalah perilaku manusia yang dilakukan secara sadar. Sedangkan obyek
formalnya adalah pengertian mengenai baik atau buruk, bermoral atau tidak bermoral dari
suatu perbuatan atau perilaku manusia. 7

B. Aksiologi dalam Pandangan Aliran-aliran Filsafat

Aksiologi dalam pandangan aliran filsafat dipengaruhi oleh cara pandang dan
pemikiran filsafat yang dianut oleh masing-masing aliran filsafat, yakni :
a) Pandangan Aksiologi Progresivisme

Tokoh yang berpengaruh dalam aliran ini adalah William James (1842-1910),
Hans Vahinger, Ferdinant Sciller, Georger Santayana, dan Jhon Dewey. 8 Menurut
progressivisme, nilai timbul karena manusia mempunyai bahasa. dengan demikian,
adanya pergaulan dalam masyarakat dapat menimbulkan nilai-nilai. Bahasa adalah
sarana ekspresi yang berasal dari dorongan, kehendak, perasaan, dan kecerdasan dan
individu-individu. Dalam hubungan ini kecerdasan merupakan faktor utama yang
mempunyai kedudukan sentral. Kecerdasan adalah faktor yang dapat mempertahankan
adanya hubungan antara manusia dan lingkungannya, baik yang terwujud sebagai
lingkungan fisik maupun kebudayaan atau manusia.
Aliran filsafat progressivisme telah memberikan sumbangan yang besar terhadap
ilmu karena telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan, dan kebebasan kepada anak
didik. Oleh karena itu, filsafat ini tidak menyetujui pendidikan yang otoriter.Setiap
pembelajar mempunyai akal dan kecerdasan sebagai potensi yang dimilikinya yang
berbeda dengan makhluk-makhluk lain. Potensi tersebut bersifat kreatif dan dinamis
untuk memecahkan problema-problema yang dihadapinya. Oleh karena itu sekolah
harus mengupayakan pelestarian karakteristik lingkungan sekolah atau daerah tempat
sekolah itu berada dengan prinsip learning by doing (sekolah sambil berbuat).

7
Ahmad Tafsir, filsafat ilmu, (Bandung:Rosdakarya, 2006), hlm. 37
8
Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan (Jakarta: Baya Madya Pratama. 1997), hlm. 70-71
6

Tegasnya, sekolah bukan hanya berfungsi sebagai transfer of knowledge (pemindahan


pengetahuan), melainkan juga sebagai transfer of value (pendidikan nilai-nilai)
sehingga anak menjadi terampil dan berintelektual. 9 Aliran progressivisme ini bersifat
based personal dan social experince sebagai problem solving.
b) Pandangan Aksiologi Essensialisme

Tokoh yang berpengaruh dalam aliran ini adalah Desiderius Erasmus, John
Amos Comenius (1592- 1670), John Locke (1632-1704), John Hendrick Pestalalozzi
(1746-1827), John Frederich Frobel (1782-1852), Johann Fiedirich Herbanrth (1776-
1841),dan William T. Horris (1835-1909).10 Bagi aliran ini, nilai-nilai berasal dari
pandangan-pandangan idealisme dan realisme karena aliran essensialisme terbina dari
dua pandangan tersebut.
Aliran essensialisme berpandangan bahwa ilmu pengetahuan harus berpijak pada
nilai-nilai budaya yang telah ada sejak awal peradaban manusia. Kebudayaan yang
diwariskan kepada kita telah teruji oleh seluruh zaman, kondisi, dan sejarah. Kesalahan
kebudayaan modern sekarang menurut aliran ini ialah cenderung menyimpang dari
nilai-nilai yang diwariskan itu. Esessialisme memandang bahwa seorang pebelajar
memulai proses pencarian ilmu pengetahuan dengan memahami dirinya sendiri,
kemudian bergerak keluar untuk memahami dunia objektif.
c) Teori Nilai Menurut Idealisme

Idealisme berpandangan bahwa hukum-hukum etika adalah hukum kosmos karena


itu seseorang dikatakan baik, jika banyak berinteraksi dalam pelaksanaan hukum-
hukum itu. Menurut idealisme, sikap, tingkah laku, dan ekspresi perasaan juga
mempunyai hubungan dengan kualitas baik dan buruk. Orang yang berpakaian serba
formal seperti dalam upacara atau peristiwa lain yang membutuhkan suasana tenang
haruslah bersikap formal dan teratur. Untuk itu, ekspresi perasaan yang mencerminkan
adanya serba kesungguhan dan kesenangan terhadap pakaian resmi yang dikenakan
dapat menunjukkan keindahan pakaian dan suasana kesungguhan tersebut.
d) Teori Nilai Menurut Realisme

9
Sahabuddin, Filsafat Pendidikan suatu Pengantar kedalam Pemikiran, Pemahaman, dan Pengamalan
Pendidikan Bersendikan Filsafat (Ujung Pandang: Program Pascasarjana IKIP, 1997), hlm. 191-196
10
Djuberansyah Indar, Filsafat Pendidikan (Surabaya: Karya Abdi Tama, 1994), hlm. 136.
7

Menurut realisme, sumber semua pengetahuan manusia terletak pada keteraturan


lingkungan hidupnya. Realisme memandang bahwa baik dan buruknya keadaan
manusia tergantung pada keturunan dan lingkungannya. Perbuatan seseorang adalah
hasil perpaduan antara pembawa-pembawa fisiologis dan pengaruh-pengaruh
lingkungannya. George Santayana memadukan pandangan idealisme dan realisme
dalam suatu sintesa dengan menyatakan bahwa “nilai” itu tidak dapat ditandai dengan
suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian, dan pengalaman seseorang turut
menentukan adanya kualitas tertentu. Walaupun idealisme menjunjung tinggi asas
otoriter atau nilai-nilai, namun tetap mengakui bahwa pribadi secara aktif menentukan
nilai-nilai itu atas dirinya sendiri. 11
1) Pandangan Aksiologi Perenialisme

Tokoh utama aliran ini diantaranya Aristoteles (394 SM) St. Thomas
Aquinas. Perenialisme memandang bahwa keadaan sekarang adalah sebagai zaman
yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kekacauan, kebingungan dan
kesimpangsiuran. Berhubung dengan itu dinilai sebagai zaman yang membutuhkan
usaha untuk mengamankan lapangan moral, intelektual dan lingkungan sosial dan
kultural yang lain. 12 Sedangkan menyangkut nilai aliran ini memandangnya
berdasarkan asas-asas ‘supernatular‘, yakni menerima universal yang abadi. Dengan
asas seperti itu, tidak hanya ontologi, dan epistemolagi yang didasarkan pada teologi
dan supernatural, tetapi juga aksiologi. Tingkah laku manusia dipengaruhi oleh
potensi kebaikan dan keburukan yang ada pada dirinya. Masalah nilai merupakan hal
yang utama dalam perenialisme, karena ia berdasarkan pada asas supernatural yaitu
menerima universal yang abadi, khususnya tingkah laku manusia. Jadi hakikat
manusia terletak pada jiwanya. Oleh karena itulah hakikat manusia itu juga
menentukan hakikat perbuatan-perbuatannya.
Parenialisme menurut Plato, manusia secara kodrati memiliki tiga potensi
yaitu nafsu, kemauan, dan pikiran. Karena itu ilmu pengetahuan hendaknya
berorientasi pada potensi itu dan kepada masyarakat, agar kebutuhan yang ada pada
setiap lapisan masyarakat dapat terpenuhi. Sedangkan Aristoteles lebih menekankan
pada dunia kenyataan. Tujuan perolehan ilmu adalah kebahagiaan untuk mencapai

11
Jalaluddin dan Abdullah Idi, op. cit., hlm. 87.
12
Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan Pengantar Mengenai Sistem dan Metode. Yogyakarta: Andi
Offset, 1990), hlm. 15
8

tujuan itu, maka aspek jasmani, emosi dan intelektual harus dikembangkan secara
seimbang.
2) Pandangan Aksiologi Rekonstruksionalisme

Aliran Rekonstruksionalisme adalah aliran yang berusaha merombak


kebudayaan modern. Sejalan dengan pandangan perenialisme yang memandang
bahwa keadaan sekarang merupakan zaman kebudayaan yang terganggu oleh
kehancuran, kebingungan,dan kesimpangsiuran. Aliran rekonstruksionalisme dalam
memecahkan masalah, mengembalikan kebudayaan yang serasi dalam kehidupan
manusia yang memerlukan kerja sama.
Aliran rekonstruksionisme ingin melakukan pembaharuan kebudayaan lama
dan membangun kebudayaan baru melalui lembaga dan proses ilmu pengetahuan
melalui pendidikan. Perubahan ini dapat terwujud bila melalui usaha kerja sama
semua umat manusia atau bangsa-bangsa. Masa depan umat manusia adalah suatu
dunia yang diatur dan diperintah oleh rakyat secara demokratis, bukan dunia yang
dikuasai oleh suatu golongan.
Cita-cita demokrasi yang sebenarnya bukan hanya dalam teori melainkan
harus menjadi kenyataan, dan terlaksana dalam praktik. Hanya dengan demikian dapat
pula diwujudkan satu dunia yang dengan potensi-potensi teknologi mampu
meningkatkan kesehatan, kesejahteraan, kemakmuran, keamanan, dan jaminan hukum
bagi masyarakat, tanpa membedakan warna kulit, nasionalitas, kepercayaan, dan
agama.

C. Etika Dan Estetika Dalam Filsafat Pendidikan


Estetika adalah bagian filsafat tentang nilai dan penilaian yang memandang karya
manusia dari sudut indah dan jelek. Indah dan jelek adalah pasangan dikotomis, dalam
arti bahwa yang dipermasalahkan secara esensial adalah pengindraan atau persepsi yang
menimbulkan rasa senang dan nyaman pada suatu pihak, rasa tidak senang dan tidak
nyaman pada pihak lainnya. Hal ini mengisyaratkan, bahwa ada baiknya bagi kita untuk
menghargai pepatah “de gustibus nun disputdum”, meskipun tidak mutlak, tidak untuk
segala hal.
Estetika merupakan bagian aksiologi yang membicarakan permasalahan (Russel),
pertanyaan (Langer), atau issues (Farber) mengenai keindahan menyangkut ruang
9

lingkup,nilai, pengalaman, perilaku, dan pemikiran seniman, seni, serta persoalan estetika
dan seni dalam kehidupan manusia.
Adapun yang mendasari hubungan antara filsafat pendidikan Islam dan estetika
pendidikan adalah lebih menitik beratkan kepada “predikat” keindahan yang diberikan
pada hasil seni. Dalam dunia pendidikan sebagaimana diungkapkan oleh Randal dan
Buchler mengemukakan ada tiga interpretasi tentang hakikat seni : Seni sebagai
penembusan terhadap realitas, selain pengalaman, Seni sebagai alat kesenangan, Seni
sebagai ekspresi yang sebenarnya tentang pengalaman.Namun, lebih jauh dari itu, maka
dalam dunia pendidikan hendaklah nilai estetika menjadi patokan penting dalam proses
pengembagan pendidikan yakni dengan menggunakan pendekatan estetis-moral, dimana
setiap persoalan pendidikan Islam coba dilihat dari perspektif yang mengikut sertakan
kepentingan masing-masing pihak, baik itu siswa, guru, pemerintah, pendidik serta
masyarakat luas. Ini berarti pendidikan Islam diorientasikan pada upaya menciptakan
suatu kepribadian yang kreatif, berseni (sesuai dengan Islam) 13
D. Implikasi Aksiologi dalam Pendidikan
1. Aksiologi dalam Pendidikan Islam

Implikasi aksiologi dalam dunia pendidikan adalah menguji dan mengintegrasikan


nilai tersebut dalam kehidupan manusia dan membinakannya dalam
kepribadian peserta didik. Memang untuk menjelaskan apakah yang baik itu, benar, buruk
dan jahat bukanlah sesuatu yang mudah. Apalagi, baik, benar, indah dan buruk, dalam arti
mendalam dimaksudkan untuk membina kepribadian ideal anak, jelas merupakan tugas
utama pendidikan.
Pendidikan harus memberikan pemahaman/pengertian baik, benar, bagus, buruk dan
sejenisnya kepada peserta didik secara komprehensif dalam arti dilihat dari segi etika,
estetika dan nilai sosial. Dalam masyarakat, nilai-nilai itu terintegrasi dan saling
berinteraksi. Nilai-nilai di dalam rumah tangga/keluarga, tetangga, kota, negara adalah
nilai-nilai yang tak mungkin diabaikan dunia pendidikan bahkan sebaliknya harus
mendapat perhatian.
Ajaran Islam merupakan perangkat sistem nilai yaitu pedoman hidup secara Islami,
sesuai dengan tuntunan Allah SWT. Aksiologi Pendidikan Islam berkaitan dengan nilai-
nilai, tujuan, dan target yang akan dicapai dalam pendidikanIslam. Sedangkan tujuan

13
A. Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim : Pengantar Filsafat Pendidikan Islam & Dakwah,
(Yogyakarta : SIPress, 1994), hlm. 256
10

pendidikan Islam menurut Abuddin Nata adalah untuk mewujudkan manusia yang shaleh,
taat beribadah dan gemar beramal untuk tujuan akherat.14

2. Aksiologi bagi ilmu dan teknologi

Hasil ilmu pendidikan adalah konsep-konsep ilmiah tentang aspek dan dimensi
pendidikan sebagai salah satu gejala kehidupan manusia. Pemahaman tersebut secara
potensial dapat dipergunakan untuk lebih mengembangkan konsep-konsep ilmiah
pendidikan, baik dalam arti meningkatkan mutu (validitas dan signifikan) konsep-konsep
ilmiah pendidikan yang telah ada, maupun melahirkan atau menciptakan konsep-konsep
baru, yang secara langsung dan tidak langsung bersumber pada konsep-konsep ilmiah
pendidikan yang telah ada. Dengan kata lain, pemahaman terhadap konsep-konsep ilmiah
pendidikan secara potensial mempunyai nilai kegunaan untuk mengembangkan isi dan
metode ilmu pendidikan, mengembangkan mutu professional teoretikus dan praktisi
pendidikan.
3. Aksiologi Kegunaan bagi praktek pendidikan

Pemahaman tenaga kependidikan secara konprehensif dan sistematis turut serta dalam
menumbuhkan rasa kepercayaan diri dalam melakukan tugas-tugas profesionalnya. Hal
ini terjadi karena konsep-konsep ilmiah pendidikan menerangkan prinsip-prinsip
bagaimana orang melakukan pendidikan. Penguasaan yang mantap terhadap konsep-
konsep ilmiah pendidikan memberikan pencerahan tentang bagaimana melakukan tugas-
tugas profesional pendidikan.
Apabila hal ini terjadi, maka seorang tenaga pendidikan akan dapat bekerja konsisten
dan efisien, karena dilandasi oleh prinsip-prinsip pendidikan yang jelas terbaca dan
kokoh. Tindakan-tindakannya akan menunjukan arah yang lebih jelas, dan bentuknya pun
tidak asal-asalan, tetapi lebih terpola yang dipilih berdasarkan pertimbangan prinsip-
prinsip pendidikan yang diyakini dan dianutnya.

E. Kegunaan Aksiologi bagi filsafat

Konsep-konsep ilmiah yang dihasilkan oleh ilmu pendidikan, secara potensial dapat
mengundang berkembangnya kritik pendidikan, baik yang datang dari kalangan para
pengamat pendidikan pada umumnya, maupun yang datang dari kalangan yang

14
Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan, (Jakata: Kencana, 2008), hlm. 2
11

profesional pendidikan, yang termasuk didalamnya para ilmuwan pendidikan, para filosof
pendidikan serta para pengelola dan pengembang pendidikan. Maraknya kritik pendidikan
memberikan kondisi yang menunjang pada berkembangnya Filsafat Ilmu Pendidikan. 15

15
Sutardjo A.Wiramihardja, Pengantar Filsafat, Bandung: PT. Refika Aditama, 2006
12

BAB III
KESIMPULAN

1. Aksiologi ialah nilai kegunaan ilmu, penyelidikan tentang prinsip-prinsip nilai. aksiologi
merupakan cabang filsafat yang mempelajari nilai. Aksiologi dipahami sebagai teori
nilai. Aksiologi bisa dipahami sebagai teori nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu
yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang
dinilai.Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan
estetika.Etika ini cabang filsafat yang membicarakan perbuatan manusia.Sedangkan
estetika adalah bagian filsafat tentang nilai dan penilaian yang memandang karya manusia
dari sudut baik dan buruknya.
2. Aksiologi dalam pengembangan ilmu menunjukkan bahwa Cakupan obyek filsafat lebih
luas dibandingkan dengan ilmu, karena ilmu hanya terbatas pada persoalan pengalaman
saja, sedangkan filsafat mencakup sumber pengetahuan. Karena itulah, filsafat disebut
sebagai induk ilmu. Dengan menganalisis etika dan estetika keilmuan dalam aksiologi
menunjukkan bahwa fungsi ilmu adalah menjelaskan, memprediksi proses yang akan
datang atau memberi pemaknaan bahwa etika sebagai prinsip atau standar perilaku
manusia, yang sering disebut dengan moral. Aksiologi dalam pandangan aliran filsafat
terdapat Pandangan Aksiologi Progresivisme, Pandangan Aksiologi Essensialisme, Teori
Nilai Menurut Idealisme
3. Implikasi aksiologi dalam dunia pendidikan adalah menguji dan mengintegrasikan nilai
tersebut dalam kehidupan manusia dan membinakannya dalam kepribadian peserta didik.
Terdiri dari Aksiologi bagi ilmu dan teknologi pendidikan ( konsep-konsep ilmiah tentang
aspek dan dimensi pendidikan sebagai salah satu gejala kehidupan manusia ),Aksiologi
Kegunaan bagi praktek pendidikan(Pemahaman tenaga kependidikan secara konprehensif
dan sistematis turut serta dalam menumbuhkan rasa kepercayaan diri dalam melakukan
tugas-tugas profesionalnya). Konsep-konsep ilmiah yang dihasilkan oleh ilmu
pendidikan, secara potensial dapat mengundang berkembangnya kritik pendidikan, baik
yang datang dari kalangan para pengamat pendidikan pada umumnya, maupun yang
datang dari kalangan yang profesional pendidikan, yang termasuk didalamnya para
ilmuwan pendidikan, para filosof pendidikan serta para pengelola dan pengembang
pendidikan.
13

DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan, (Jakata: Kencana, 2008)

Ahmad Tafsir, filsafat ilmu, (Bandung:Rosdakarya, 2006)

Aksiologi Ilmu, aksiologi-ilmu 25 April 2018

Djuberansyah Indar, Filsafat Pendidikan (Surabaya: Karya Abdi Tama, 1994), Filsafat
Pendidikan, dalam http://dedihendriana.wordpress.com/2012/02/10/filsafat-
pendidikan17 September 2012

Hadi Masruri, filsafat sains dalam Al Qur’an, (Malang: UIN Malang Press, 2007)

Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan Pengantar Mengenai Sistem dan Metode. Yogyakarta:
Andi Offset, 1990)

Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan (Jakarta: Baya Madya Pratama. 1997)

S. Suriasumantri, Jujun, Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1996)

Sutardjo A.Wiramihardja, Pengantar Filsafat, Bandung: PT. Refika Aditama, 2006

A.Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim : Pengantar Filsafat Pendidikan Islam &
Dakwah, Yogyakarta : SIPress, 1994

Sahabuddin, Filsafat Pendidikan suatu Pengantar kedalam Pemikiran, Pemahaman, dan


Pengamalan Pendidikan Bersendikan Filsafat (Ujung Pandang: Program Pascasarjana
IKIP, 1997

Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat. (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1986)

Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2007)

Anda mungkin juga menyukai