Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH FILSAFAT ILMU

FILSAFAT ESENSIALISME DALAM PENDIDIKAN KEJURUAN

Disusun Oleh:

1. Nanang Setiawan
2. Mustofa Zaenur Rohman
3. Tinesa Fara Prihandini

PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

kATA PENGANTAR...............................................................................................................iii

BAB I.........................................................................................................................................1

A. Latar belakang.................................................................................................................1

B. Rumusan masalah............................................................................................................2

C. Tujuan pembahasan.........................................................................................................2

BAB II........................................................................................................................................3

A. Pengertian Filsafat Esensialisme....................................................................................3

B. Tujuan Filsafat Esensialisme...........................................................................................3

C. Konsep Filsafat Esensialisme..........................................................................................4

D. Keterkaitan antara filsafat esensialisme dengan Pendidikan Kejuruan...........................5

E. Kebijakan merdeka belajar yang mengambil mata pelajaran tertentu............................9

BAB III.....................................................................................................................................10

A. Kesimpulan...................................................................................................................10

B. Saran..............................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................11

2
KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis ingin memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas
segala rahmat dan petunjuk-Nya, dalam proses pembuatan makalah ini dari awal hingga akhir
pembuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini. Penyusunan
makalah ini dimaksudkan untuk melaksanakan tugas dari Filsafat Ilmu sebagai bahan diskusi.
Untuk memenuhi maksud tersebut pemakalah mengumpulkan data dari beberapa sumber
untuk dijadikan pembahasan pada materi makalah ini.
Dalam penyusunan makalah, penulis tak jarang mengalami beberapa kendala seperti
keterbatasan materi maupun proses pengembangan materi itu sendiri. Oleh karena itu
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, kritik dan saran dari Bapak/Ibu Dosen dan teman
teman sangat kami harapkan. Akhirnya pemakalah mengharapkan semoga makalah ini
bermanfaat bagi pembacanya.

Yogyakarta, April 2022

Penulis

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Secara harfiah filsafat mempunyai makna “cinta kepada ilmu” [1]. Filsafat berasal
dari kata Philo yang artinya cinta dan Sophos artinya ilmu/hikmah. Secara historis, filsafat
menjadi induk segala ilmu pengetahuan yang berkembang sejak zaman Yunani kono sampai
zaman sekarang. Filsafat dapat diartikan sebagai pola berpikir dengan ciri-ciri tertentu, yakni
kritis, sistematis, logis, kontemplatif, radikal, dan spekulatif.

Filsafat selain sebagai landasan hidup manusia juga sebagai landasan dalam
Pendidikan, karena salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dari Pendidikan
diantaranya adalah penggunaan filsafat, terutama dalam hal menentukan arah dan tujuan
pendidikan yang diharmoniskan dengan nilai-nilai filsafat baik secara ontologis,
epistemologis, maupun aksiologis. Ontologis berkenaan dengan pertanyaan mengapa harus
ada Pendidikan, bagaimana cara merancang Pendidikan, serta apa yang ingin dicapai setelah
pendidikan dilakukan. Adapun ranah epistemologi berkenaan dengan proses dan pengetahuan
apa yang akan digunakan dalam proses serta ilmu pengetahuan apa yang akan diperoleh
peserta didik setelah proses ditempuh. Sedangkan aksiologi berkenaan dengan nilai-nilai
kegunaan atau manfaat dari pendidikan tersebut [2] [3].

Dalam perjalanan sejarahnya, Dalam filsafat khususnya filsafat pendidikan lahir


berbagai aliran pemikiran yang mewarnai dunia Pendidikan, salah satunya filsafat
Esensialisme. Filsafat Esensialisme merupakan gabungan dari realisme dan idealism. aliran
esensialisme memandang bahwa pendidikan bertumpu pada dasar pandangan fleksibilitas
dalam segala bentuk yang dapat menjadi sumber timbulnya pandangan yang berubah-ubah,
mudah goyah dan kurang terarah, tidak menentu dan kurang stabil. Maka dari itu, idealnya
pendidikan harus berpijak di atas nilai-nilai yang sekiranya dapat mendatangkan kestabilan,
telah teruji oleh waktu, tahan lama, serta nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan telah
terseleksi. Adapun nilai-nilai yang dianggap dapat dijadikan pijakan, yaitu nilai-nilai yang
berasal dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif [3]

Berdasarkan karakter dari filsafat esensialime tersebut, apabila filsafat tersebut


diterapkan dalam pembelajaran kejuruan tentunyatepat, karena dengan mengikuti
perkembangan zaman yang modern aliran esensialism beranggapan bahwa akan merusak

1
standar intelektual dan moral kaum muda dengan memberikanya kebebasan dalam segala hal,
termasuk apa yang akan mereka pelajari. Bagi aliran essensial, metode yang digunakan
adalah metode tradisional yang menekankan pada inisiatif guru. Dalam hal ini, guru harus
orang terdidik dan menguasai ilmu pengetahuan. Ini bertentangan dengan konsep merdeka
belajar yang memberikan kebebasan kepada peserta didik dalam mempelajari banyak hal.

B. Rumusan masalah

Berdarkan latar belakang dari Filsafat Esensialism maka dapat dirumuskan suatu kajian yang
disusun dalam pertanyaan sebagai berikut:

1. Apa pengertian dari filsafat esensialisme


2. Apa tujuan dari filsafat esensialisme
3. Bagaimanakah konsep dari filsafat esensialisme
4. Apa pengertian Pendidikan kejuruan
5. Bagaimakah keterkatikan filsafat esensialisme dengan Pendidikan kejuruan
6. Bagaimana keterkaitan filsafat esensialisme dalam merdeka belajar

C. Tujuan pembahasan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Mengetahui pengertian dari filsafat esensialisme
2. Mengetahui tujuan dari filsafat esensialisme
3. Mengetahui konsep dari filsafat esensialisme
4. Mengetahui pengertian Pendidikan kejuruan
5. Menemukan keterkatikan filsafat esensialisme dengan Pendidikan kejuruan
6. Menemukan keterkaitan filsafat esensialisme dalam merdeka belajar

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat Esensialisme

Esensialisme berasal dari Bahasa inggris yakni esensial yang berarti inti atau pokok
dari sesuatu, dan isme berarti aliran. Dalam filsafat “Esensialisme” adalah paham tentang
manusia yang berlawanan dengan “eksistensialisme” [4] [2]. Esensialisme dalam filsafat
menekankan bahwa orang dan benda memiliki ciri-ciri alamiah dan ciri-ciri ini melekat,
bawaan dan tidak berubah karena keduanya menyusun esensi makhluk itu. Dengan kata lain,
entitas atau makhluk memiliki esensi yang mendasari dan tidak berubah dan ini diperlukan
untuk identitas dan fungsinya, yang dengannya ia diidentifikasi [2].

Dalam pendidikan, esensialisme adalah filosofi atau pendekatan pendidikan yang


mengasumsikan dan mengusulkan bahwa semua anak harus mempelajari disiplin tradisional
dan mata pelajaran esensial dasar secara menyeluruh dan setara. Ini dapat didefinisikan
sebagai doktrin bahwa konsep tradisional tertentu, cita-cita, dan keterampilan yang penting
bagi masyarakat harus diajarkan secara menyeluruh dan metodis kepada semua siswa, tanpa
mempertimbangkan kondisi, kapasitas, kemampuan, kebutuhan, dan minat individu [2, 3].

B. Tujuan Filsafat Esensialisme

Tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia di dunia dan
akhirat. Isi pendidikanya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu
mengerakkan kehendak manusia. Kurikulum sekolah bagi essensialisme merupakan miniatur
dunia yang bisa dijadikan sebagai ukuran kenyataan, kebenaran dan kegunaan. Maka dalam
sejarah perkembanganya, kurikulum esensialisme menerapkan berbagai pola kurikulum,
seperti pola idealisme, realisme dan sebagainya. Sehingga peranan sekolah dalam
menyelenggarakan pendidikan bisa berfungsi sesuai dengan prinsip-prinsip dan kenyataan
sosial yang ada di masyarakat [5].

Sementara tujuan pendidikan adalah menyampaikan warisan budaya dan sejarah


melalui suatu inti pengetahuan yang terhimpun dan telah bertahan sepanjang waktu. Dengan
demikian berharga untuk diketahui oleh semua orang. Pengetahuan ini diikuti oleh
keterampilan. Keterampilan-keterampilan, sikap-sikap, dan nilai-nilai yang tepat, membentuk

3
unsur-unsur yang inti (esensial) dari sebuah pendidikan. Pendidikan bertujuan untuk
mencapai standar akademik yang tinggi, pengembangan intelek atau kecerdasan. Pandangan
esensialisme dapat sejalan atau tidak bertentangan dengan prinsip dasar pendidikan Islam
yang menyatakan menerima ilmu dari manapun. Ajaranajaran Islam banyak menerangkan
prinsip seperti hadis Nabi menyuruh menuntut ilmu walaupun ke negeri Cina, pendidikan
seumur hidup, dan lain-lain. Yang pasti, setiap teori dalam ilmu pendidikan Islam harus
mempunyai pertanggung jawaban moral yang Islami pula [6, 7]

C. Konsep Filsafat Esensialisme

Esensialisme pertama-tama muncul dan merupakan reaksi terhadap simbolisme


mutlak dan dogmatis abad pertengahan. Maka, disusunlah konsep yang sistematis dan
menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta, yang memenuhi tuntutan zaman. Realisme
modern, yang menjadi salah satu eksponen essensialisme, titik berat tinjauannya adalah
mengenai alam dan dunia fisik, sedangkan idealisme modern sebagai eksponen yang lain,
pandangan-pandangannya bersifat spiritual. John Butler mengutarakan ciri dari keduanya
yaitu, alam adalah yang pertama-tama memiliki kenyataan pada diri sendiri, dan dijadikan
pangkal berfilsafat. Kualitas-kualitas dari pengalaman terletak pada dunia fisik. Dan disana
terdapat sesuatu yang menghasilkan penginderaan dan persepsi-persepsi yang tidak semata-
mata bersifat mental [3] [6].

Pandangan filsafat pendidikan Esensialisme dapat ditelusuri dari aliran filsafat


yang menginginkan agar manusia kembali kepada kebudayaan lama, karena kebudayaan
lama telah banyak melakukan kebaikan untuk manusia. Kebudayaan lama dimaksud telah ada
semenjak peradaban umat manusia terdahulu, terutama semenjak zaman Renaissance mulai
tumbuh dan berkembang dengan megahnya. Kebudayaan lama melakukan usaha untuk
menghidupkan kembali ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan kesenian zaman Yunani dan
Romawi kuno [3].

Essensialisme menghendaki agar landasan-landasan pendidikan adalah nilai-nilai


yang esensial, yaitu yang telah teruji oleh waktu, bersifat menuntun dan telah turun menuran
dari zaman ke zaman, dengan mengambil zaman renaisanse sebagai permulaan [7].

Essensialisme merupakan gerakan pendidikan yang bertumpu pada mazhab fllsafat


idealisme dan realisme. Pada aliran idealisme pendidikan diarahkan pada upaya
pengembangan kepribadian anak didik sesuai dengan kebenaran yang berasal dari atas yaitu

4
dari dunia supranatural, yaitu Tuhan. Sedangkan. aliran fllsafat realisme berpendapat bahwa
upaya pendidikan harus diarahkan pada upaya menguasai pengetahuan yang sudah mantap
sebagai hasil penelitian ilmiah yang dituangkan secara sistimatis dalam berbagai disiplin atau
mata pelajaran [1].

Akan tetapi, meskipun kaum idealis dan kaum realis berbeda pandangan filsafatnya [8],
namun mereka tetap sepaham dalam hal:

1) Hakikat manusia yang mereka anut memberi makna pendidikan bahwa anak harus
menggunakan kebebasannya dan ia memerlukan bimbingan orang dewasa untuk
membantu dirinya, sebelum dia sendiri dapat mendisiplikan dirinya;
2) Manusia dalam memilih suatu kebenaran untuk dirinya sendiri dan lingkungan
hidupnya mengandung makna pendidikan bahwa generasi muda perlu belajar untuk
mengembangkan diri setinggitingginya dan kesejahteraan sosial.

Dari pandangan filsafat idealism dan realisme, aliran Esensialisme ini memandang
bahwa pendidikan yang bertumpu pada dasar pandangan fleksibilitas dalam segala bentuk
dapat menjadi sumber timbulnya pandangan yang berubah-ubah, mudah goyah dan kurang
terarah dan tidak menentu serta kurang stabil. Karenanya pendidikan haruslah diatas pijakan
nilai yang dapat mendatangkan kestabilan dan telah teruji oleh waktu, tahan lama dan nilai-
nilai yang memiliki kejelasan dan terseleksi [3].

D. Keterkaitan antara filsafat esensialisme dengan Pendidikan Kejuruan

Pendidikan vokasi/kejuruan merupakan pendidikan yang diminati oleh pelajar. hal


tersebut dibuktikan dengan adanya Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) terdapat 13.955
sekolah SMA dengan jumlah 5.095.343 siswa sedangkan jumlah SMK 14198 dengan
5.392.938 siswa . dengan adanya perbedaan selisih 297.595 siswa menunjukan bahwa SMK
dipilih karena mempunyai keunggulan yang tidak bisa didapatkan ketika sekolah di SMA.
Beberapa faktor yang mempengaruhi siswa memilih SMK daripada SMA adalah 1)Pilihan
bidang keahlian beragam, 2) Pembekalan kewirausahaan, 3) Bisa melanjutkan ke pendidikan
tinggi, 4) Lulus SMK bisa langsung bekerja, 5) Lebih hemat biaya
Perkembangan awal pendidikan kejuruan di seluruh dunia didasarkan pada filosofi
esensialisme di mana pendidikan kejuruan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pasar tenaga
kerja. Filosofi esensialisme yang menekankan bahwa pendidikan vokasi harus berfungsi dan
relevan dengan beragam kebutuhan baik kebutuhan peserta didik, kebutuhan keluarga,

5
maupun kebutuhan berbagai sektor dan subsektor pembangunan nasional. Hubungan
penyelarasan (link &match) antara pendidikan kejuruan di Sekolah Menengah Kejuruan
(VHS) dan Akademi, Politeknik, Perguruan Tinggi, Institut, dan Universitas harus erat
dengan kebutuhan pembangunan dalam perkembangannya filsafat esensialisme dipengaruhi
oleh filsafat eksistensialisme. Hal tersebut dibuktikan dengan percaya bahwa pendidikan
harus memelihara dan mengembangkan peserta didik yang ada secara optimal dilaksanakan
melalui penyediaan fasilitas dan martabat melalui pendidikan, prochange (kreatif, inovatif
dan eksperimental), tumbuh dan mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan peserta
didik mereka. Organisasi pendidikan vokasi di SMK, Akademi, Politeknik, Perguruan Tinggi,
Institut, dan Universitas harus memperhatikan perbedaan kecerdasan, keterampilan, bakat dan
minat peserta didik. Peserta didik harus diperlakukan maksimal untuk mengaktualisasikan
potensi intelektual, emosional, spiritual, estetikal, dan kinestetikal. Para siswa adalah aset
berharga bangsa dan merupakan salah satu faktor daya saing dunia yang kuat, yang
berpotensi mampu menanggapi tantangan globalisasi.
Ciri utama dari filosofi ini adalah pemisahan antara pendidikan kejuruan dengan
pendidikan akademik. Kurikulum pendidikan kejuruan diatur secara berurutan, instruktur
membutuhkan pengalaman yang luas di dunia kerja dan terkait erat dengan industri. Esensi
dasar pendidikan vokasi dalam perspektif filsafat esensialisme dan eksistensialisme adalah
mendidik nilai manusia, artinya seumur hidup, kompeten, menekankan peran dan fungsi
pendidik atau pelatih dalam proses pembelajaran, pendidik adalah ahli yang menguasai
materi pelajaran dan keterampilan, peserta didik mampu mengembangkan keterampilan
melalui pelatihan, pengulangan sampai mendapatkan keterampilan tinggi, pengkondisian
bekerja dalam kondisi seperti tempat kerja, dan pengembangan kebiasaan perilaku kerja
peserta didik, disiplin, pekerjaan berbasis target, waktu, pekerjaan berkualitas. Pembelajaran
dilakukan secara progresif dari keterampilan yang kurang kompleks hingga keterampilan
yang lebih kompleks .
Selain dipengaruhi oleh aliran filsafat eksistialisme, pendidikan vokasi dipengaruhi
oleh filosofi pragmatisme. Fitur utama dari filosofi pragmatisme adalah penekanan pada
pemecahan masalah dan pemikiran tingkat tinggi, pembelajaran dibangun dari pengetahuan
sebelumnya. Membutuhkan keterampilan berpikir tingkat tinggi dari pemikiran kritis,
kreativitas, keterampilan komunikasi, dan kemampuan kolaborasi. Tujuan pendidikan adalah
untuk memenuhi kebutuhan individu dan dirinya sendiri yang terampil melalui kehidupan
(life skill) dan keterampilan pembawa. Wagner (2008:14) menyatakan untuk memasuki
"dunia kerja baru" di abad ke-21 diperlukan tujuh keterampilan bertahan hidup adalah: (1)
6
berpikir kritis dan pemecahan masalah; (2) kolaborasi lintas jaringan dan dipimpin oleh
pengaruh; (3) kelincahan dan kemampuan beradaptasi; (4) inisiatif dan kewirausahaan; (5)
komunikasi lisan dan tertulis yang efektif; (6) Mengakses dan menganalisis informasi; dan
(7) keingintahuan dan imajinasi.
Pada filosofi esensialisme menjelaskan bahwa TVET bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan dunia kerja, karakteristik kurikulum diorganisir secara sekuensial, pengajaran
yang memerlukan pengalaman terkait bisnis atau industri, serta sistem pendidikan akademik
dibuat secara terpisah. Pada filosofi pragmatisme tujuan TVET untuk memenuhi kebutuhan
individu seseorang untuk mempersiapkan kehidupannya, karakteristiknya menekankan pada
kemampuan pemecahan masalah, berpikir orde tinggi, mengkonstruksi pengetahuan
sebelumnya. Sedangkan pada filosofi pragmatism rekonstruksionis strand tujuan TVET untuk
melakukan transformasi masyarakat untuk masyarakat demokratis, belajar organisasi, bersifat
proaktif, tidak mengekalkan diri hanya pada praktik-praktik ditempat dunia kerja saja,
mengadopsi isu dan masalah ketidakadilan dan ketidakmerataan terhadap masalah-masalah
dunia kerja. Ketiga filosofi tersebut baik esensialisme, pragmatisme dan pragmatism
rekonstruksionis strand dapat dipilih dan diterapkan serta disesuaikan dengan cukup dari
TVET. Berdasarkan ketiga filsuf tersebut TVET cenderung ke filosofi pragmatism.
Aliran Esensialisme ini memandang bahwa pendidikan yang bertumpu pada dasar
pandangan fleksibilitas dalam segala bentuk dapat menjadi sumber timbulnya pandangan
yang berubah-ubah, mudah goyah dan kurang terarah dan tidak menentu serta kurang stabil.
Karenanya pendidikan haruslah diatas pijakan nilai yang dapat mendatangkan kestabilan dan
telah teruji oleh waktu, tahan lama dan nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan terseleksi.
Pendidikan Vokasi/kejuruan merupakan pendidikan yang berorientasi pada
pengembangan soft skill dengan tujuan individu mampu mempunyai kecakapan dalam
menghadapi dunia sebenarnya yaitu dunia kerja/Industri. Dalam pendidikan vokasi/kejuruan
di pengaruhi oleh beberapa aliran filsafat. Aliran-aliran filsafat pendidikan kejuruan
memberikan sumbangsih pemikiran terhadap arah dan tujuan pendidikan kejuruan. Filsafat
dalam pendidikan kejuruan sangat penting, karena setiap proses pengembangan pendidikan
kejuruan harus mengacu pada tujuan pendidikan, kebenaran, dan sesuai dengan kebutuhan
antara filsafat, teori pendidikan dan pelaksanaannya di lapangan harus bersinergi, sehingga
tujuan pendidikan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia dapat terpenuhi. Ada 3
macam filsafat tujuan filsafat pendidikan kejuruan, yaitu: (1) esensialisme, (2) pragmatis, dan
(3) pragmatis rekonstruksi. Berikut segitiga filosofi TVET.

7
ESENSIALISME
Tujuan TVET sebagai pemenuhan kebutuhan PRAGMATISM
i stakeholders. Karakteristikk oleh kurikulum Tujuan TVET sebagai pemenuhan kebutuhan
terorganisir berurutan, insfrastuktur individu untuk mempersiapkan kehidupan.
membutuhkan ekstensif pengalaman terkait Ditandai dengan penekanan pada pemecahan
bisnis/industri. sistem terpisah dari masalah dan tingkat berfikir orde tinggi.
pendidikan akademik Belajar membangun pengetahuan sebelumnya
(sarkees-wircenski & scott, 1995) (Miller, 1985, 1996)

PRAGMATISM RECONSTRUCTIONIST
(Reconstructionist strand)
Tujuan TVET untuk mengubah pekerjaan menjadi demokratis,
pembelajaran organisasi. Proaktif daripada melanggengkan tempat
kerja yang ada praktek. Mengadopsi sikap menentang ketidakadilan
dan menghadapi masalah pekerjaan
(Miller & Gregson, 1999)

Esensialis percaya bahwa ada inti umum pengetahuan yang perlu ditransmisikan
kepada siswa secara sistematis dan disiplin. Penekanan dalam perspektif konservatif ini
adalah pada standar intelektual dan moral yang harus diajarkan sekolah. Inti dari kurikulum
adalah pengetahuan dan keterampilan penting dan kekakuan akademis. Meskipun filosofi
pendidikan ini mirip dalam beberapa hal dengan Perennialisme, Essentialists menerima
gagasan bahwa kurikulum inti ini dapat berubah. Sekolah harus praktis, mempersiapkan
siswa untuk menjadi anggota masyarakat yang berharga. Ini harus fokus pada fakta - realitas
obyektif di luar sana - dan "dasar-dasar," melatih siswa untuk membaca, menulis, berbicara,
dan menghitung dengan jelas dan logis. Sekolah tidak boleh mencoba untuk menetapkan atau
mempengaruhi kebijakan. Siswa harus diajarkan kerja keras, menghormati otoritas, dan
disiplin. Guru harus membantu siswa menjaga naluri non-produktif mereka di cek, seperti
agresi atau mindlessness. Pendekatan ini sebagai reaksi terhadap pendekatan progressivist
yang lazim pada 1920-an dan 30-an. William Bagley, mengambil pendekatan progressivist

8
untuk tugas dalam jurnal yang ia bentuk pada tahun 1934. Pendukung pentingisme lainnya
adalah: James D. Koerner (1959), H. G. Rickover (1959), Paul Copperman (1978), dan
Theodore Sizer (1985)
John Dewey (1859-1952) menerapkan filsafat pragmatis dalam pendekatan progresifnya.
Dia percaya bahwa peserta didik harus beradaptasi satu sama lain dan dengan lingkungan
mereka. Sekolah harus menekankan materi pelajaran dari pengalaman sosial. Semua
pembelajaran tergantung pada konteks tempat, waktu, dan keadaan. Kelompok budaya dan
etnis yang berbeda belajar untuk bekerja sama dan berkontribusi pada masyarakat yang
demokratis. Tujuan utamanya adalah terciptanya tatanan sosial baru. Pengembangan karakter
didasarkan pada pengambilan keputusan kelompok berdasarkan konsekuensinya.

E. Kebijakan merdeka belajar yang mengambil mata pelajaran tertentu

Program MBKM memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk dapat


mengembangkan diri seluas-luasnya melalui delapan kegiatan yang ada didalamnya. Namun,
yang menjadi catatan penting dari makna seluas-luasnya, setiap program studi tidak boleh
kehilangan kemampuan utama bahkan yang menjadi kemampuan minimal dari profil lulusan
program studi tersebut. Hal inilah yang menjadi esensi. Sebagaimana dalam pandangan
esensialisme, bahwa yang menjadi orientasi adalah mempertahankan nilai-nilai. Makna nilai
merupakan sesuatu yang mendasar, dan nilai tersebut menjadi penciri dari sesuatu tersebut.
Dalam konteks ini, sesuatu itu adalah profil lulusan yang menjadi penciri program studi yang
dicapai melalui kurikulum (matakuliah) yang ditempuh selama studi.

Esensialisme memandang bahwa program MBKM, bahwa diperlukan redesain


kurikulum oleh tiap-tiap program studi dalam rangka mengimplementasikan program
MBKM, karena semua kompetensi utama lulusan dapat dicapai melalui program MBKM.
Bahkan bisa jadi MBKM justru lebih banyak berkontribusi terhadap kemampuan tambahan
lainnya. Sehingga redesain kurikulum merupakan keniscayaan agar MBKM yang merupakan
hak dari para mahasiswa dapat difasilitasi seluas luasnya dengan tidak mengurangi atau
mengeyampingkan kompetensi utama lulusan program studi (body of knowledge). Hal inilah
yang menjadi esensi dalam impelentasi program MBKM di masing-masing program studi.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Essensialisme menghendaki agar landasan-landasan pendidikan adalah nilai-nilai


yang esensial, yaitu yang telah teruji oleh waktu, bersifat menuntun dan telah turun menuran
dari zaman ke zaman. Apabila dikaitkan dengan Pendidikan kejuruan maka pendidikan
kejuruan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja. Filosofi esensialisme yang
menekankan bahwa pendidikan vokasi harus berfungsi dan relevan dengan beragam
kebutuhan baik kebutuhan peserta didik, kebutuhan keluarga, maupun kebutuhan berbagai
sektor dan subsektor pembangunan nasional. Hubungan penyelarasan (link &match) antara
pendidikan kejuruan di Sekolah Menengah Kejuruan (VHS) dan Akademi, Politeknik,
Perguruan Tinggi, Institut, dan Universitas harus erat dengan kebutuhan pembangunan. Ini
sesuai dengan program yang sekarang sedang dilaksanakan oleh pemerintah yaitu Mederka
Belajar, Program Merderka belajar memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk dapat
mengembangkan diri seluas-luasnya. Ini selaran dengan Filsafat Esensialime, bahwa yang
menjadi orientasi adalah mempertahankan nilai-nilai. Makna nilai merupakan sesuatu yang
mendasar, dan nilai tersebut menjadi penciri dari sesuatu tersebut. Dalam konteks ini, sesuatu
itu adalah profil lulusan yang menjadi penciri program studi yang dicapai melalui kurikulum
(matakuliah) yang ditempuh selama studi.

B. Saran

Penulis mengharapkan untuk pembaca supaya dapat mendalami hal-hal yang


berkenaan mengenai makalah ini sehingga dapat mendapat ilmu yang bermanfaat. Karena
sangat banyak ilmu yang harus digali agar pengetahuan tentang filsafat esensialisme dalam
pendidikan kejuruan menjadi lebih luas dan tidak hanya berpatok pada satu sumber saja,
maka pembaca diharapkan melihat dan membaca referensi lain sehingga dapat memenuhi
apa-apa yang belum diketahui oleh pembaca.

10
DAFTAR PUSTAKA

[1] M. I. Thaib, “Essensialisme dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam,” UIN Ar-Raniry
Banda Aceh.
[2] P. Sudira, TVET Abad XXI: Filosofi, teori, konsep, dan strategi pembelajaran
vokasional, Yogyakarta: UNY Press, 2016.
[3] P. Sudira, Filosofi dan teori pendidikan vokasi dan kejuruan, Yogyakarta: UNY Press,
2012.
[4] A. I. Jalaluddin, FILSAFAT PENDIDIKAN Manusia, Filsafat, dan Pendidikan, Jakarta:
Raja Gravindo Persada, 2013.
[5] M. Y. A. B. Almi Novita, “Konsep Pendidikan Esensialisme dalam Pembentukan
Karakter Siswa pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam,” Jurnal Manajemen dan
Pendidikan Islam, p. Vol. 7 No. 1, 2021.
[6] B. W. Hardanti, “LANDASAN ONTOLOGIS, AKSIOLOGIS, EPITESMOLOGIS
ALIRAN FILSAFAT ESENSIALISME DAN PANDANGANYA TERHADAP
PENDIDIKAN,” Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, p. Vol. 9 No. 2, 2020.
[7] H. Yunus, “TELAAH ALIRAN PENDIDIKAN PROGRESIVISME DAN
ESENSIALISME DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN,” Jurnal
Cakrawala Pendas, 2016 .
[8] A. Tafsir, Filsafat Ilmu Mengurai Ontologi, Epistimologi dan Aksiologi Pengetahuan,
Bandung: Remaja Rosdakarya.
[9] Helaluddin, “Restrukturisasi Pendidikan Berbasis Budaya: Penerapan Teori
Esensialisme di Indonesia,” Jurnal Dimensi Pendidikan , pp. 75-82, 2018.
[10] Jalaluddin, Filsafat Pendidikan Manusia, Filsafat dan Pendidikan, Depok: PT.
Rajagrafindo Persada, 2013.

11

Anda mungkin juga menyukai