Disusun Oleh:
1. Nanang Setiawan
2. Mustofa Zaenur Rohman
3. Tinesa Fara Prihandini
2022
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
kATA PENGANTAR...............................................................................................................iii
BAB I.........................................................................................................................................1
A. Latar belakang.................................................................................................................1
B. Rumusan masalah............................................................................................................2
C. Tujuan pembahasan.........................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................3
BAB III.....................................................................................................................................10
A. Kesimpulan...................................................................................................................10
B. Saran..............................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................11
2
KATA PENGANTAR
Pertama-tama penulis ingin memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas
segala rahmat dan petunjuk-Nya, dalam proses pembuatan makalah ini dari awal hingga akhir
pembuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini. Penyusunan
makalah ini dimaksudkan untuk melaksanakan tugas dari Filsafat Ilmu sebagai bahan diskusi.
Untuk memenuhi maksud tersebut pemakalah mengumpulkan data dari beberapa sumber
untuk dijadikan pembahasan pada materi makalah ini.
Dalam penyusunan makalah, penulis tak jarang mengalami beberapa kendala seperti
keterbatasan materi maupun proses pengembangan materi itu sendiri. Oleh karena itu
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, kritik dan saran dari Bapak/Ibu Dosen dan teman
teman sangat kami harapkan. Akhirnya pemakalah mengharapkan semoga makalah ini
bermanfaat bagi pembacanya.
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Secara harfiah filsafat mempunyai makna “cinta kepada ilmu” [1]. Filsafat berasal
dari kata Philo yang artinya cinta dan Sophos artinya ilmu/hikmah. Secara historis, filsafat
menjadi induk segala ilmu pengetahuan yang berkembang sejak zaman Yunani kono sampai
zaman sekarang. Filsafat dapat diartikan sebagai pola berpikir dengan ciri-ciri tertentu, yakni
kritis, sistematis, logis, kontemplatif, radikal, dan spekulatif.
Filsafat selain sebagai landasan hidup manusia juga sebagai landasan dalam
Pendidikan, karena salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dari Pendidikan
diantaranya adalah penggunaan filsafat, terutama dalam hal menentukan arah dan tujuan
pendidikan yang diharmoniskan dengan nilai-nilai filsafat baik secara ontologis,
epistemologis, maupun aksiologis. Ontologis berkenaan dengan pertanyaan mengapa harus
ada Pendidikan, bagaimana cara merancang Pendidikan, serta apa yang ingin dicapai setelah
pendidikan dilakukan. Adapun ranah epistemologi berkenaan dengan proses dan pengetahuan
apa yang akan digunakan dalam proses serta ilmu pengetahuan apa yang akan diperoleh
peserta didik setelah proses ditempuh. Sedangkan aksiologi berkenaan dengan nilai-nilai
kegunaan atau manfaat dari pendidikan tersebut [2] [3].
1
standar intelektual dan moral kaum muda dengan memberikanya kebebasan dalam segala hal,
termasuk apa yang akan mereka pelajari. Bagi aliran essensial, metode yang digunakan
adalah metode tradisional yang menekankan pada inisiatif guru. Dalam hal ini, guru harus
orang terdidik dan menguasai ilmu pengetahuan. Ini bertentangan dengan konsep merdeka
belajar yang memberikan kebebasan kepada peserta didik dalam mempelajari banyak hal.
B. Rumusan masalah
Berdarkan latar belakang dari Filsafat Esensialism maka dapat dirumuskan suatu kajian yang
disusun dalam pertanyaan sebagai berikut:
C. Tujuan pembahasan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Esensialisme berasal dari Bahasa inggris yakni esensial yang berarti inti atau pokok
dari sesuatu, dan isme berarti aliran. Dalam filsafat “Esensialisme” adalah paham tentang
manusia yang berlawanan dengan “eksistensialisme” [4] [2]. Esensialisme dalam filsafat
menekankan bahwa orang dan benda memiliki ciri-ciri alamiah dan ciri-ciri ini melekat,
bawaan dan tidak berubah karena keduanya menyusun esensi makhluk itu. Dengan kata lain,
entitas atau makhluk memiliki esensi yang mendasari dan tidak berubah dan ini diperlukan
untuk identitas dan fungsinya, yang dengannya ia diidentifikasi [2].
Tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia di dunia dan
akhirat. Isi pendidikanya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu
mengerakkan kehendak manusia. Kurikulum sekolah bagi essensialisme merupakan miniatur
dunia yang bisa dijadikan sebagai ukuran kenyataan, kebenaran dan kegunaan. Maka dalam
sejarah perkembanganya, kurikulum esensialisme menerapkan berbagai pola kurikulum,
seperti pola idealisme, realisme dan sebagainya. Sehingga peranan sekolah dalam
menyelenggarakan pendidikan bisa berfungsi sesuai dengan prinsip-prinsip dan kenyataan
sosial yang ada di masyarakat [5].
3
unsur-unsur yang inti (esensial) dari sebuah pendidikan. Pendidikan bertujuan untuk
mencapai standar akademik yang tinggi, pengembangan intelek atau kecerdasan. Pandangan
esensialisme dapat sejalan atau tidak bertentangan dengan prinsip dasar pendidikan Islam
yang menyatakan menerima ilmu dari manapun. Ajaranajaran Islam banyak menerangkan
prinsip seperti hadis Nabi menyuruh menuntut ilmu walaupun ke negeri Cina, pendidikan
seumur hidup, dan lain-lain. Yang pasti, setiap teori dalam ilmu pendidikan Islam harus
mempunyai pertanggung jawaban moral yang Islami pula [6, 7]
4
dari dunia supranatural, yaitu Tuhan. Sedangkan. aliran fllsafat realisme berpendapat bahwa
upaya pendidikan harus diarahkan pada upaya menguasai pengetahuan yang sudah mantap
sebagai hasil penelitian ilmiah yang dituangkan secara sistimatis dalam berbagai disiplin atau
mata pelajaran [1].
Akan tetapi, meskipun kaum idealis dan kaum realis berbeda pandangan filsafatnya [8],
namun mereka tetap sepaham dalam hal:
1) Hakikat manusia yang mereka anut memberi makna pendidikan bahwa anak harus
menggunakan kebebasannya dan ia memerlukan bimbingan orang dewasa untuk
membantu dirinya, sebelum dia sendiri dapat mendisiplikan dirinya;
2) Manusia dalam memilih suatu kebenaran untuk dirinya sendiri dan lingkungan
hidupnya mengandung makna pendidikan bahwa generasi muda perlu belajar untuk
mengembangkan diri setinggitingginya dan kesejahteraan sosial.
Dari pandangan filsafat idealism dan realisme, aliran Esensialisme ini memandang
bahwa pendidikan yang bertumpu pada dasar pandangan fleksibilitas dalam segala bentuk
dapat menjadi sumber timbulnya pandangan yang berubah-ubah, mudah goyah dan kurang
terarah dan tidak menentu serta kurang stabil. Karenanya pendidikan haruslah diatas pijakan
nilai yang dapat mendatangkan kestabilan dan telah teruji oleh waktu, tahan lama dan nilai-
nilai yang memiliki kejelasan dan terseleksi [3].
5
maupun kebutuhan berbagai sektor dan subsektor pembangunan nasional. Hubungan
penyelarasan (link &match) antara pendidikan kejuruan di Sekolah Menengah Kejuruan
(VHS) dan Akademi, Politeknik, Perguruan Tinggi, Institut, dan Universitas harus erat
dengan kebutuhan pembangunan dalam perkembangannya filsafat esensialisme dipengaruhi
oleh filsafat eksistensialisme. Hal tersebut dibuktikan dengan percaya bahwa pendidikan
harus memelihara dan mengembangkan peserta didik yang ada secara optimal dilaksanakan
melalui penyediaan fasilitas dan martabat melalui pendidikan, prochange (kreatif, inovatif
dan eksperimental), tumbuh dan mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan peserta
didik mereka. Organisasi pendidikan vokasi di SMK, Akademi, Politeknik, Perguruan Tinggi,
Institut, dan Universitas harus memperhatikan perbedaan kecerdasan, keterampilan, bakat dan
minat peserta didik. Peserta didik harus diperlakukan maksimal untuk mengaktualisasikan
potensi intelektual, emosional, spiritual, estetikal, dan kinestetikal. Para siswa adalah aset
berharga bangsa dan merupakan salah satu faktor daya saing dunia yang kuat, yang
berpotensi mampu menanggapi tantangan globalisasi.
Ciri utama dari filosofi ini adalah pemisahan antara pendidikan kejuruan dengan
pendidikan akademik. Kurikulum pendidikan kejuruan diatur secara berurutan, instruktur
membutuhkan pengalaman yang luas di dunia kerja dan terkait erat dengan industri. Esensi
dasar pendidikan vokasi dalam perspektif filsafat esensialisme dan eksistensialisme adalah
mendidik nilai manusia, artinya seumur hidup, kompeten, menekankan peran dan fungsi
pendidik atau pelatih dalam proses pembelajaran, pendidik adalah ahli yang menguasai
materi pelajaran dan keterampilan, peserta didik mampu mengembangkan keterampilan
melalui pelatihan, pengulangan sampai mendapatkan keterampilan tinggi, pengkondisian
bekerja dalam kondisi seperti tempat kerja, dan pengembangan kebiasaan perilaku kerja
peserta didik, disiplin, pekerjaan berbasis target, waktu, pekerjaan berkualitas. Pembelajaran
dilakukan secara progresif dari keterampilan yang kurang kompleks hingga keterampilan
yang lebih kompleks .
Selain dipengaruhi oleh aliran filsafat eksistialisme, pendidikan vokasi dipengaruhi
oleh filosofi pragmatisme. Fitur utama dari filosofi pragmatisme adalah penekanan pada
pemecahan masalah dan pemikiran tingkat tinggi, pembelajaran dibangun dari pengetahuan
sebelumnya. Membutuhkan keterampilan berpikir tingkat tinggi dari pemikiran kritis,
kreativitas, keterampilan komunikasi, dan kemampuan kolaborasi. Tujuan pendidikan adalah
untuk memenuhi kebutuhan individu dan dirinya sendiri yang terampil melalui kehidupan
(life skill) dan keterampilan pembawa. Wagner (2008:14) menyatakan untuk memasuki
"dunia kerja baru" di abad ke-21 diperlukan tujuh keterampilan bertahan hidup adalah: (1)
6
berpikir kritis dan pemecahan masalah; (2) kolaborasi lintas jaringan dan dipimpin oleh
pengaruh; (3) kelincahan dan kemampuan beradaptasi; (4) inisiatif dan kewirausahaan; (5)
komunikasi lisan dan tertulis yang efektif; (6) Mengakses dan menganalisis informasi; dan
(7) keingintahuan dan imajinasi.
Pada filosofi esensialisme menjelaskan bahwa TVET bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan dunia kerja, karakteristik kurikulum diorganisir secara sekuensial, pengajaran
yang memerlukan pengalaman terkait bisnis atau industri, serta sistem pendidikan akademik
dibuat secara terpisah. Pada filosofi pragmatisme tujuan TVET untuk memenuhi kebutuhan
individu seseorang untuk mempersiapkan kehidupannya, karakteristiknya menekankan pada
kemampuan pemecahan masalah, berpikir orde tinggi, mengkonstruksi pengetahuan
sebelumnya. Sedangkan pada filosofi pragmatism rekonstruksionis strand tujuan TVET untuk
melakukan transformasi masyarakat untuk masyarakat demokratis, belajar organisasi, bersifat
proaktif, tidak mengekalkan diri hanya pada praktik-praktik ditempat dunia kerja saja,
mengadopsi isu dan masalah ketidakadilan dan ketidakmerataan terhadap masalah-masalah
dunia kerja. Ketiga filosofi tersebut baik esensialisme, pragmatisme dan pragmatism
rekonstruksionis strand dapat dipilih dan diterapkan serta disesuaikan dengan cukup dari
TVET. Berdasarkan ketiga filsuf tersebut TVET cenderung ke filosofi pragmatism.
Aliran Esensialisme ini memandang bahwa pendidikan yang bertumpu pada dasar
pandangan fleksibilitas dalam segala bentuk dapat menjadi sumber timbulnya pandangan
yang berubah-ubah, mudah goyah dan kurang terarah dan tidak menentu serta kurang stabil.
Karenanya pendidikan haruslah diatas pijakan nilai yang dapat mendatangkan kestabilan dan
telah teruji oleh waktu, tahan lama dan nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan terseleksi.
Pendidikan Vokasi/kejuruan merupakan pendidikan yang berorientasi pada
pengembangan soft skill dengan tujuan individu mampu mempunyai kecakapan dalam
menghadapi dunia sebenarnya yaitu dunia kerja/Industri. Dalam pendidikan vokasi/kejuruan
di pengaruhi oleh beberapa aliran filsafat. Aliran-aliran filsafat pendidikan kejuruan
memberikan sumbangsih pemikiran terhadap arah dan tujuan pendidikan kejuruan. Filsafat
dalam pendidikan kejuruan sangat penting, karena setiap proses pengembangan pendidikan
kejuruan harus mengacu pada tujuan pendidikan, kebenaran, dan sesuai dengan kebutuhan
antara filsafat, teori pendidikan dan pelaksanaannya di lapangan harus bersinergi, sehingga
tujuan pendidikan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia dapat terpenuhi. Ada 3
macam filsafat tujuan filsafat pendidikan kejuruan, yaitu: (1) esensialisme, (2) pragmatis, dan
(3) pragmatis rekonstruksi. Berikut segitiga filosofi TVET.
7
ESENSIALISME
Tujuan TVET sebagai pemenuhan kebutuhan PRAGMATISM
i stakeholders. Karakteristikk oleh kurikulum Tujuan TVET sebagai pemenuhan kebutuhan
terorganisir berurutan, insfrastuktur individu untuk mempersiapkan kehidupan.
membutuhkan ekstensif pengalaman terkait Ditandai dengan penekanan pada pemecahan
bisnis/industri. sistem terpisah dari masalah dan tingkat berfikir orde tinggi.
pendidikan akademik Belajar membangun pengetahuan sebelumnya
(sarkees-wircenski & scott, 1995) (Miller, 1985, 1996)
PRAGMATISM RECONSTRUCTIONIST
(Reconstructionist strand)
Tujuan TVET untuk mengubah pekerjaan menjadi demokratis,
pembelajaran organisasi. Proaktif daripada melanggengkan tempat
kerja yang ada praktek. Mengadopsi sikap menentang ketidakadilan
dan menghadapi masalah pekerjaan
(Miller & Gregson, 1999)
Esensialis percaya bahwa ada inti umum pengetahuan yang perlu ditransmisikan
kepada siswa secara sistematis dan disiplin. Penekanan dalam perspektif konservatif ini
adalah pada standar intelektual dan moral yang harus diajarkan sekolah. Inti dari kurikulum
adalah pengetahuan dan keterampilan penting dan kekakuan akademis. Meskipun filosofi
pendidikan ini mirip dalam beberapa hal dengan Perennialisme, Essentialists menerima
gagasan bahwa kurikulum inti ini dapat berubah. Sekolah harus praktis, mempersiapkan
siswa untuk menjadi anggota masyarakat yang berharga. Ini harus fokus pada fakta - realitas
obyektif di luar sana - dan "dasar-dasar," melatih siswa untuk membaca, menulis, berbicara,
dan menghitung dengan jelas dan logis. Sekolah tidak boleh mencoba untuk menetapkan atau
mempengaruhi kebijakan. Siswa harus diajarkan kerja keras, menghormati otoritas, dan
disiplin. Guru harus membantu siswa menjaga naluri non-produktif mereka di cek, seperti
agresi atau mindlessness. Pendekatan ini sebagai reaksi terhadap pendekatan progressivist
yang lazim pada 1920-an dan 30-an. William Bagley, mengambil pendekatan progressivist
8
untuk tugas dalam jurnal yang ia bentuk pada tahun 1934. Pendukung pentingisme lainnya
adalah: James D. Koerner (1959), H. G. Rickover (1959), Paul Copperman (1978), dan
Theodore Sizer (1985)
John Dewey (1859-1952) menerapkan filsafat pragmatis dalam pendekatan progresifnya.
Dia percaya bahwa peserta didik harus beradaptasi satu sama lain dan dengan lingkungan
mereka. Sekolah harus menekankan materi pelajaran dari pengalaman sosial. Semua
pembelajaran tergantung pada konteks tempat, waktu, dan keadaan. Kelompok budaya dan
etnis yang berbeda belajar untuk bekerja sama dan berkontribusi pada masyarakat yang
demokratis. Tujuan utamanya adalah terciptanya tatanan sosial baru. Pengembangan karakter
didasarkan pada pengambilan keputusan kelompok berdasarkan konsekuensinya.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
10
DAFTAR PUSTAKA
[1] M. I. Thaib, “Essensialisme dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam,” UIN Ar-Raniry
Banda Aceh.
[2] P. Sudira, TVET Abad XXI: Filosofi, teori, konsep, dan strategi pembelajaran
vokasional, Yogyakarta: UNY Press, 2016.
[3] P. Sudira, Filosofi dan teori pendidikan vokasi dan kejuruan, Yogyakarta: UNY Press,
2012.
[4] A. I. Jalaluddin, FILSAFAT PENDIDIKAN Manusia, Filsafat, dan Pendidikan, Jakarta:
Raja Gravindo Persada, 2013.
[5] M. Y. A. B. Almi Novita, “Konsep Pendidikan Esensialisme dalam Pembentukan
Karakter Siswa pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam,” Jurnal Manajemen dan
Pendidikan Islam, p. Vol. 7 No. 1, 2021.
[6] B. W. Hardanti, “LANDASAN ONTOLOGIS, AKSIOLOGIS, EPITESMOLOGIS
ALIRAN FILSAFAT ESENSIALISME DAN PANDANGANYA TERHADAP
PENDIDIKAN,” Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, p. Vol. 9 No. 2, 2020.
[7] H. Yunus, “TELAAH ALIRAN PENDIDIKAN PROGRESIVISME DAN
ESENSIALISME DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN,” Jurnal
Cakrawala Pendas, 2016 .
[8] A. Tafsir, Filsafat Ilmu Mengurai Ontologi, Epistimologi dan Aksiologi Pengetahuan,
Bandung: Remaja Rosdakarya.
[9] Helaluddin, “Restrukturisasi Pendidikan Berbasis Budaya: Penerapan Teori
Esensialisme di Indonesia,” Jurnal Dimensi Pendidikan , pp. 75-82, 2018.
[10] Jalaluddin, Filsafat Pendidikan Manusia, Filsafat dan Pendidikan, Depok: PT.
Rajagrafindo Persada, 2013.
11