Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kata filsafat berkaitan erat dengan segala sesuatu yang dapat
dipikirkan oleh manusia, bahka tidak akan pernah ada habisnya karena
mengandung dua kemungkinan yaitu proses berfikir dan hasil berfikir.
Filsafat dalam arti pertama adalah jalan yang ditempuh untuk memecahkan
masalah, sedangkan, pada pengertian ke dua, merupakan kesimpulan yang
diperoleh dari hasil pemecahan atau pembahasan masalah.
Filsafat diakui sebagai induk ilmu pengetahuan (the mother of
sciences) yang mampu menjawab segala pertanyaan dan permasalahaan.
Mulai dari masalahmasalah yang berhubungan dengan alam semesta
hingga Dr. H. Amka, M.Si 8 masalah manusia dengan segala problematika
dan kehidupanya. Di antara permasalahan yang dapat dijawab oleh filsafat
adalah permasalahan yang ada di lingkungan pendidikan. Padahal menurut
John Dewey, seorang filosof Amerika, filsafat merupakan teori umum dan
landasan pertanyaan dan menyelidiki faktor-faktor realita dan pengalaman
yang terdapat dalam pengalaman pendidikan
Jhon S. Brubachen mengatakan hubungan antara filsafat dan
pendidikan sangat erat sekali antara yang satu dengan yang lainnya.
Kuatnya hubungan tersebut disebabkan karena kedua disiplin tersebut
menghadapi problema-problema filsafat secara Bersama-sama.
Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensipotensi manusiawi
peserta didik, baik potensi fisik, potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar
potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya.
Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan
bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan, organis,
harmonis, dan dinamis guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Filsafat
pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-
masalah pendidikan.
Pendidikan Kejuruan adalah bagian dari pendidikan yang mencetak
individu agar supaya dia dapat bekerja pada kelompok tertentu (Evan,1987).
Pendidikan kujurua suatu program yang berada dibawah pendidikan tinggi
yang diorganisasi menyiapkan peserta didik untuk memasuki dunia kerja
tertentu atau meningkatkan pekerjaan dalam dunia kerja,(Good,1959).
Dalam Buku Putu Sudira dikatakan Bahwa Pendidikan kejuruan
bermaksud menyiapkan peserta didik untuk memasuki lapangan kerja
tingkat menengah tertentu yang sesuai dengan tuntutan yang dipersyaratkan
oleh dunia kerja, dan memberikan bekal kepada peserta didik untuk
mengembangkan dirinya. Oleh karena itu, pendidikan kejuruan pada
dasarnya mengarahkan peserta didik pada bidang tertentu melalui suatu
organisasi, tentulah hasil pendidikan ini dapat dipakai sebagai bekal mencari
kehidupan atau nafkah.
Pendidikan Teknologi adalah pendidikan yang bertujuan
mengembangkan pengetahuan, skill, sikap, dan nilai-nilai peserta didik agar
mampu memaksimalkan daya lentur/fleksibilitas dan daya adaptasinya
terhadap perubahan-perubahan karakteristik pekerjaan yang akan datang
termasuk aspek-aspek kehidupan lainnya yang semakin kompleks.
Pendidikan Teknologi adalah pendidikan yang bersifat adaptif terhadap
perubahan karakteristik pekerjaan. Pendidikan berbasis perubahan yang
tidak sekedar pro perubahan. Dalam hal ini Pendidikan Teknologi dapat
dikatakan sebagai bagian dari pendidikan umum. Di Inggris Pendidikan
Teknologi merupakan inovasi Pendidikan Teknikal yang dikenalkan kembali
pada kurikulum sekolah menengah dalam rangka program melek teknologi
secara luas.
Pendidikan Teknologi dan Pendidikan Vokasional memiliki domain
yang berbeda dari lingkungan belajarnya, berbeda konsep pekerjaan dan
tujuan pendidikannya. Perbedaan domain antara Pendidikan Teknologi dan
Pendidikan Vokasional menjadi.

1.2. Rumusan Masalah


a. Apa saja landasan filofis Pendidikan Teknologi Kejuruan ?
b. Apa landasan yuridis Pendidikan Teknologi Kejuruan ?
c. Bagaimana implementasi Pendidikan Teknologi Kejuruan di Indonesia ?

1.3. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu :
a) Untuk mengetahui apa saja teori-teori dalam PTK.
b) Untuk mengetahui landasan yuridis PTK.
c) Untuk mengetahui implementasi PTK di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A. LANDASAN FILOSOFIS PTK
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, filosofi atau filsafat adalah 1)
pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala
yang ada, sebab, asal, dan hukumnya; 2) teori yang mendasari alam pikiran
atau suatu kegiatan; 3) ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika, dan
epistimologi.

Wowo Sunaryo Kuswana (2013: 27) menyatakan bahwa filsafat


pendidikan merupakan bidang filsafat terapan, dan merupakan transformasi
filsafat tradisional (ontologi, etika, epistemologi), serta pendekatan
kelembagaan (filsafat spekulatif, 4 perspektif dan atau analitik).

Brameld (via O‟neil, 1999: 6) menggolongkan filsafat pendidikan Barat


menjadi empat kategori:
1. Tradisi filsafat klasik yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh dari teori Plato,
Aristoteles, Thomas Aquinas sehingga kemudian muncullah Perenialisme.
Perenialisme sebagai gerakan dan aliran yang timbul di Amerika Serikat
ingin mengembalikan pendidikan pada tradisi zaman lampau yang
dipandang sudah teruji oleh waktu dan terbukti baik hasilnya.
2. Ungkapan yang lebih modern dari realisme dan idealisme tradisional
sehingga muncul aliran Esensialisme yang semula berkembang di
Amerika Serikat.
3. Filsafat pragmatisme yang memunculkan aliran pendidikan yang bernama:
Progresivisme. Tokoh utama filsafat pragmatisme dalam pendidikan
adalah John Dewey.
4. Titik pandang “sosiologi pendidikan” yang dihubungkan dengan ide Karl
Marx dan Karl Mannheim muncullah aliran Rekonstruksionisme.
Filsafat pendidikan merupakan studi filosofis mengenai tujuan dan
proses dalam mencapai cita-cita pendidikan. Mencakup hal yang sangat
mendasar,seperti pola pengasuhan dalam mendidik, nilai-nilai dan norma
melalui proses pendidikan, batas-batas dan legitimasi pendidikan sebagai
disiplin akademis serta hubungan antara teori dengan praktik pendidikan.
Bebera pendapat tentang aliran Filsafat diantaranya:

1. Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa


semua pengetahuan berasal dari pengalaman manusia. Empirisme
menolak anggapan bahwa manusia telah membawa fitrah pengetahuan
dalam dirinya ketika dilahirkan. Empirisme lahir di Inggris dengan tiga
eksponennya adalah David Hume, George Berkeley, dan John Locke.
Empirisme secara etimologis berasal dari kata bahasa Inggris empiricism
dan experience. Kata-kata ini berakar dari kata bahasa Yunani έμπειρία
(empeiria) dan dari kata experietia yang berarti “berpengalaman dalam,”
“berkenalan dengan,” “terampil untuk.” Sementara menurut A.R. Lacey,
berdasarkan akar katanya Empirisme adalah aliran dalam filsafat yang
berpandangan bahwa pengetahuan secara keseluruhan atau parsial
didasarkan kepada pengalaman yang menggunakan indera.
2. Naturalisme aliran ini dibawa oleh Jean Jacques Rousseau (1712-1778 M)
yang memiliki pandangan bahwa suatu kemampuan dipengaruhi oleh
pembawaan secara alamiah yang telah terbentuk pada setiap pribadi
manusia.
3. Realisme Merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualistis.
Realisme berpendapat bahwa hakekat realitas ialah terdiri atas dunia fisik
dan dunia ruhani. Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yaitu
subyek yang menyadari dan mengetahui di satu pihak dan di pihak lainnya
adalah adanya realitas di luar manusia, yang dapat dijadikan objek
pengetahuan manusia. Aliran-aliran Filsafat 219 Aristoteles (384-322 SM)
adalah murid Plato, namun dalam pemikirannya ia mereaksi terhadap
filsafat gurunya, yaitu idealisme. Hasil pemikirannya disebut filsafat
realisme. Ia mengajarkan cara berpikir atas prinsip realistis, yang lebih
dekat pada alam kehidupan manusia sehari-hari. Menurut Aristoteles,
manusia adalah makhluk materi dan rohani sekaligus. Sebagai materi, ia
menyadari bahwa manusia dalam hidupnya berada dalam kondisi alam
materi dan sosial. Sebagai makhluk rohani, manusia sadar ia akan menuju
pada proses yang lebih tinggi yang menuju kepada manusia ideal.
Perkembangan budi merupakan titik pusat perhatian pendidikan dengan
filsafat sebagai alat mencapainya.
4. Pragmatisme merupakan perkembangan dari Realisme, tumbuh dan
berasimilasi dengan inti pemikiran Yunani Kuno dari Heraclitos (544-484
SM). Pandangan Hearclitos bahwa sifat utama dari kenyataan hidup
adalah perubahan. Tidak ada sesuatu kenyataan yang tetap di muka bumi
ini, semuanya akan mengalir terus dan berubah, kecuali perubahan itu
sendiri. Protagoras (480-410SM), yang berpandangan bahwa kebenaran,
nilai dan norma tidak bersifat mutlak, melainkan bersifat relatif tergantung
waktu dan tempat.John Dewey (1859 -1952 M) bersama-sama dengan
Charles Sanders Peirce dan William James, diakui sebagai salah satu
pendiri filsafat pragmatisme dan psikologi fungsional. Selain itu, banyak
mempublikasikan tentang pendidikan. Tulisan-tulisannya, berisikan
beberapa tema berulang, mengenai lingkaran kebenaran; pendidikan yang
terus-menerus dan belajar adalah proses sosial dan interaktif. Dewey
membuat kasus yang kuat untuk pentingnya pendidikan tidak hanya
sebagai tempat untuk memperoleh pengetahuan, namun juga sebagai
tempat untuk belajar bagaimana untuk hidup. Pandangannya bahwa
tujuan pendidikan tidak harus berputar seputar pengadaan pra
keterampilan yang ditentukan, melainkan realisasi potensi penuh
seseorang dan kemampuan untuk menggunakan keterampilan itu untuk
kebaikan yang lebih besar. Dewey mengakui bahwa pendidikan dan
sekolah adalah instrumental dalam menciptakan perubahan sosial dan
reformasi. Dewey juga memiliki gagasan tertentu tentang bagaimana
pendidikan harus dilakukan dalam kelas. Ia berpendapat bahwa agar
pendidikan menjadi efektif, konten harus disajikan dengan cara yang
memungkinkan anak didik, untuk menghubungkan antara informasi baru
ke pengalaman sebelumnya, sehingga memperdalam hubungan dengan
pengetahuan baru. Pada saat yang sama, Dewey khawatir oleh banyak
pemikiran "belajar berpusat pada anak". Dewey berpendapat bahwa
ketergantungan terlalu banyak pada anak bisa sama dengan merusak
proses belajar. Menurutnya potensi kelemahan dalam garis pemikiran ini
adalah bahwa hal itu meminimalkan pentingnya isi serta peran guru. Ide
Dewey mempengaruhi banyak model lainnya. Oleh karena itu, untuk
pencapaian tujuan pertumbuhan dan perkembangan secara optimal
dibutuhkan saling berinteraksi. Intelegensi (kecerdasan) anak didik, dapat
dikembangkan melalui proses interaksi dengan faktor pembentuk dari luar.
Walaupun, paham ini mengakui bahwa kekuatan kecerdasan sebagian
besar sangat dipengaruhi oleh keturunan.
5. Essensialisme Setiap wujud jenis (kebendaan), memiliki kumpulan
karakteristik tertentu atau setiap entitas semacam itu sudah pasti
memilikinya. Oleh karena itu, segala sesuatu dapat tepat didefinisikan atau
dijelaskan. Secara sederhana, esensialisme adalah generalisasi yang
menyatakan bahwa sifat-sifat tertentu yang dimiliki oleh suatu kelompok
orang bersifat universal, dan tidak tergantung pada konteks. Misalnya,
pernyataan esensialis 'semua manusia fana'. Menurut esensialisme,
anggota kelompok tertentu mungkin memiliki karakteristik lain yang tidak
diperlukan untuk membuat keanggotaannya tidak menghalangi
keanggotaan yang lainnya, tetapi esensi tidak hanya mencerminkan cara,
pengelompokan objek, menghasilkan sifat dari objek. Filsafat pendidikan
esensialisme merupakan suatu filsafat pendidikan yang pengikutnya
percaya bahwa anak-anak harus belajar mata pelajaran dasar tradisional,
harus dipelajari secara menyeluruh dan disiplin. Program esensialis
biasanya mengajar anak-anak secara progresif, dari keterampilan kurang
kompleks sampai lebih lebih kompleks. Essentialists bertujuan untuk
menanamkan hal penting kepada peserta didik dengan pengetahuan
akademik. patriotisme, dan pengembangan karakter. Pendekatan
tradisional ini dimaksudkan untuk melatih pikiran, mempromosikan
penalaran, dan budaya.
6. Eksistensialisme Seren Kierkegaard dan Friedrich Nietzsche sebagai
pionir eksistensialisme. Eksistensialisme merupakan mazhab yang
mempunyai prinsip bahwa segala gejala bertolak dari eksistensi, yaitu
suatu cara pandang keberadaan dunia dan manusia berada yang
membedakan dengan makhluk lain. Manusia dengan kesadaran akalnya
berada, secara totalitas dan selalu terkait dengan kemanusiaan. Suatu arti
yang diberikan manusia dalam menentukan perbuatannya sendiri.
Manusia eksistensi mendahului esensi atau hakikat, sebaliknya benda-
benda lain esensi mendahulukan eksistensi. Manusia berada selanjutnya,
menentukan diri sendiri menurut projeksinya sendiri, hidupnya tidak
ditentukan lebih dahulu, sedangkan benda-benda lain bertindak menurut
esensinya atau kodrat yang tidak dapat dielakkan. Soren Kierkegaard
dianggap sebagai bapak eksistensialisme, yang menyatakan bahwa
individu adalah semata-mata bertanggung jawab untuk memberikan
makna kehidupan sendiri, untuk hidup kehidupan yang penuh gairah dan
tulus, meskipun banyak hambatan eksistensial dan gangguan termasuk
putus asa, kecemasan, absurditas, keterasingan, dan kebosanan.
7. Perspektif Ilmu Pendidikan Teoretis (Pedagogik) Pada era awal abad ke-
20-an, filsafat pendidikan cenderung bergeser ke arah yang aplikatif dalam
konteks teoretis. Salah satu yang berkembang di Belanda yakni teori
pedagogik. Pedagogik merupakan ilmu pendidikan teoretis yang
dipengaruhi oleh sistem berpikir filosofis dengan metode analisis sintesis,
logis dan sistematis. MJ. Langeveld berpandangan bahwa manusia
sebagai makhluk yang dapat dididik (animial educable), dan berbeda
dengan makhluk lain yang tidak dapat didik, melainkan hanya dapat dilatih
secara terbatas dengan kebiasaankebiasaan. Pusat kemanusiaan pada
diri manusia (anthro-pologis centra), dicirikan oleh adanya kemampuan
dasar untuk berkembang melalui pendidikan yakni; berupa kemampuan
individualitas, sosialitas dan moralitas. Oleh sebab itu, untuk mencapai
tujuan kehidupan ditetapkan tujuan pendidikan secara jelas. 8 Selain itu,
dipersiapkan faktor pendukung seperti kurikulum, sarana belajar,
lingkungan dan guru yang mampu melayani pembelajaran. Proses
pendidikan bertumpu pada tanggung jawab guru, sebagai pengantar anak
ke arah dewasa, sehingga guru dituntut berwibawa di hadapan anak didik.
Sikap ketergantungan anak didik kepada guru, berlaku secara alami sebab
ada masamasa membutuhkan pendampingan dari guru. Pedagogik
memandang, anak didik sebagai objek pekerjaan mendidik, dan mendidik
dipandang sebagai opvoeding (memberi makan) kepada anak didik
sebelum mampu mandiri (zeifstanding).
8. Postmodemisme Mazhab filsafat dalam perspektif postmodernisme
merupakan suatu gerakan yang sedang berproses sebagai konsekuensi
dari suatu pemikiran manusia baru. Filsafat postmodernisme, mempunyai
karakteristik yang ingin menunjukkan tidak mewakili satu titik pandang dan
satu sama lain bisa kontradiktif, atau bisa searah. Secara garis besar, ada
yang bersifat; "konservatif" dan "progresif", ada pula yang bersifat
"perlawanan" dan "reaksi". Perdebatan antara para pemikir postmodem,
terus berlangsung untuk menunjukkan sebagai pemikir sejati pada
zamannya. Postmodernisme adalah kecenderungan dalam budaya
kontemporer ditandai oleh penolakan terhadap kebenaran obyektif dan
narasi budaya global atau meta-naratif. Menurut Nurani Soyomukti (2010:
454, 479-500) postmodernisme merupakan gaya berpikir yang lahir
sebagai reaksi terhadap pikiran modernisme yang dianggap mengalami
banyak kekurangan dan menyebabkan berbagai masalah kemanusiaan.
Kaum postmodernisme memiliki asumsi yang hampir sama dengan
pendidikan liberalisme, yaitu menekankan individualisme dengan
mengganggap bahwa tiap individu memiliki makna yang berbeda-beda.
Kaum postmodernisme memandang kebenaran itu relatif alias tergantung
pada individu masing-masing. Cara pandang yang paling ekstrem adalah
nihilisme yang memandang tidak ada kebenaran. Postmodern
menginginkan proses pendidikan yang menyenangkan dan
membebaskan.
Pendidikan kejuruan dipengaruhi oleh beberapa aliran filsafat. Putu
Sudira (2016: 26-28) menyatakan bahwa filosofi pragmatisme adalah filosofi
yang paling sesuai diterapkan dalam TVET masa depan (Miller & Gregson,
1999; Rojewski: 2009). Filosofi pragmatisme mendudukan TVET sebagai
pendidikan yang bertujuan memenuhi kebutuhan individu dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. Dalam kehidupan modern TVET tidak sekadar
memenuhi kebutuhan ekonomi, tetapi kebutuhan bersosialisasi,
mengekspresikan diri dan kebahagiaan spriritual juga harus dipenuhi.
Pembelajaran dalam filosofi pragmatisme dikonstruksi berdasarkan
pengetahuan sebelumnya. Pengalaman yang telah dimiliki digunakan untuk
merespon dan mengantisipasi isu-isu perubahan dunia kerja. Karakteristik
dasarnya adalah menekankan pada kemampuan pemecahan masalah dan
berpikir orde tinggi. Pembelajarannya mengkonstruksi pengetahuan-
pengetahuan yang dimiliki sebelumnya untuk memecahkan masalah.
Pragmatisme bersifat antisipasif terhadap perubahan-perubahan pendidikan
abad 21.
Filosofi pragmatisme rekonstruksionis strand mempengaruhi
pendidikan teknologi dan kejuruan. Pragmatisme rekonstruksionis strand
menyatakan bahwa tujuan TVET adalah melakukan transformasi masyarakat
menuju masyarakat demokratis, membangun masyarakat belajar, organisasi
belajar, bersifat proaktif, tidak mengekalkan diri pada praktik-praktik dunia
kerja yang ada saat ini. Mengadopsi isu-isu dan masalah-masalah
ketidakadilan dan ketidakmerataan pekerjaan, mendukung pendidikan
kewirausahaan (Putu Sudira, 2016: 29).
Filosofi esensialisme memiliki keterkaitan dengan pendidikan teknologi
dan kejuruan. Filosofi esensialisme mengarahkan tujuan pokok TVET untuk
memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja. Filosofi esensialisme mendudukan
TVET dalam kaitannya dengan efisiensi sosial. Kurikulum dan pembelajaran
dikembangkan berdasarkan kebutuhan bisnis dunia usaha dan industri. TVET
diukur dari nilai balik investasi pendidikan sebagai investasi ekonomi. Teori
Human Capital meneguhkan manusia sebagai modal utama pembangunan
sehingga harus dididik dan dilatih agar mampu berkompetisi dalam pasar
kerja. TVET dianggap berhasil bila nilai baliknya melebihi nilai investasi yang
dikeluarkan, jika tidak maka dianggap gagal. Aliran esensialisme memisahkan
antara sistem pendidikan akademik dan vokasional. Di Indonesia KKNI
memisahkan pendidikan akademik dan vokasional (Putu Sudira, 2016: 28).
Aliran eksistensialisme yang menganggap individu adalah semata-
mata bertanggung jawab untuk memberikan makna kehidupan sendiri. Aliran
eksistensialisme menganggap bahwa manusia sangat ditentukan oleh
tindakan dan pengalamannya. Eksistensialisme melandasi pembelajaran
pendidikan kejuruan yang erat dengan kegiatan praktik untuk mendapat
makna atau pengalaman bagi kehidupannya sendiri. Tokoh pendidikan Ki
Hajar Dewantara salah satu tokoh yang mewarnai filsafat pendidikan di
Indonesia. Pandangannya bahwa dasar-dasar pendidikan barat dirasakan
tidak tepat dan tidak cocok untuk mendidik generasi muda Indonesia karena
pendidikan barat bersifat regering, tucht, orde (perintah, hukuman ketertiban).
Menurut Ki Hadjar Dewantara pendidikan adalah daya upaya untuk
memajukan bertumbuhnya budi pekerti, pikiran dan tubuh anak, dalam rangka
kesempurnaan hidup dan keselarasan dengan dunianya. Ki Hajar Dewantara
memberikan landasan pemikiran pendidikan karakter (budi pekerti) dan
pengetahuan (pikiran) yang merupakan salah satu landasan pendidikan
kejuruan abad 21. Saat ini keduanya diperlukan sebagai kecakapan dasar
menjawab tantangan persaingan dunia kerja abad 21. Ki Hajar Dewantara
memberi pemikiran sebagaimana berikut ini: ”Mendidik anak itulah mendidik
rakyat. Keadaan dalam hidup dan penghidupan kita pada jaman sekarang
itulah buahnya pendidikan yang kita terima dari orang tua pada waktu kita
masih kanak-kanak. Sebaliknya anakanak yang pada waktu ini kita didik,
kelak akan menjadi warganegara” Pemikiran di atas menunjukkan tindakan
antisipasif yang mirip aliran esensialisme.
Menurut pemikiran Ki Hajar Dewantara bahwa menyiapkan generasi
yang baik di masa depan, ditentukan oleh pendidikan di masa kini. Pendidikan
merupakan suatu proses yang berkesinambungan dari masa ke masa. Tokoh
KH. Ahmad Dahlan ikut mewarnai filsafat pendidikan di Indonesia. Tujuan
Pendidikan menurut KH. Ahmad Dahlan hendaknya diarahkan pada usaha
membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama,
luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang
untuk kemajuan masyarakatnya. Menurut pemikiran KH. Ahmad Dahlan
bahwa materi pendidikan berangkat dari tujuan pendidikan tersebut, sehingga
kurikulum atau materi pendidikan hendaknya meliputi :
1. Pendidikan akhlaq, yaitu menanamkan karakter yang baik berdasarkan
AlQur’an dan As-Sunnah.
2. Pendidikan individu, yaitu menumbuhkan kesadaran individu yang utuh
yang berkesinambungan antara perkembangan mental dan gagasan,
antara keyakinan dan intelek, serta antara dunia dengan akhirat.
3. Pendidikan kemasyarakatan yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan
kesediaan dan keinginan hidup bermasyarakat. Landasan filosofi
pendidikan kejuruan abad 21 sudah masuk di dalam pemikiran KH. Ahmad
Dahlan mengenai penyiapan peserta didik untuk menghadapi tantangan
masa depan, yakni dalam pendidikan karakter, intelektual (pengetahuan
baru), dan mampu bekerjasama dengan individu lain.
B. LANDASANN YURIDIS PTK
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara
Pendidikan. Dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang R.I. No. 20 Tahun
2003 dinyatakan bahwa: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkansuasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkanpotensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara”.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (SPN), Pasal 1). Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
SPN, Pasal 15 menyatakan, “Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum,
kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus.” Selanjutnya,
Pasal 18 ayat (2) dan (3) menyatakan, “Pendidikan menengah terdiri atas
pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan.”
Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan
pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk Sekolah
Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang
sederajat.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SPN, Pasal 20 ayat (3)
menyatakan, “Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik,
profesi, dan/atau vokasi.” Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional tidak dikenal istilah vokasional, yang
dikenal adalah pendidikan vokasi. Pendidikan vokasi pada naskah ini bukan
pendidikan vokasi dalam ranah perguruan tinggi atau secara yuridis, tetapi
pendidikan vokasi dalam ranah teoretis dan praktis seperti definisi Unesco di
atas. Di Jerman, SMK atau penidikan kejuruan termasuk pendidikan vokasi.
Di Indonesia, SMK termasuk pendidikan menengah dan pendidikan
vokasi termasuk pendidikan tinggi. Definisi pendidikan kejuruan secara yuridis
tercantum dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SPN, Pasal
15 menyatakan bahwa pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah
yang menyiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan Pasal 2 Ayat (1), lingkup standar nasional pendidikan
meliputi delapan standar: standar isi, standar proses, standar kompetensi
lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan
prasarana, standar pengelolalaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian
pendidikan. Dari delapan standartersebut yang secara eksplisit mengacu pada
pendidikan kejuruan antara lain standar lsi, standar kompetensi lulusan, dan
standar penilaian pendidikan.
Mengenai standar isi, Pasal 7Ayat (6) PP tersebut menyebutkan
bahwa “kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada
SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan
dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu
pengetahuan sosial, keterampilan, kejuruan, teknologi informasi dan
komunikasi, serta muatan lokal yang relevan".
Standar kompetensi lulusan pendidikan kejuruan dinyatakan dalam
Pasal 26Ayat (3), yaitu “standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan
menengah kejuruan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan
mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya".
Uraian tentang standar penilaian pendidikan untuk sekolah menengah
kejuruan terdiri dari dua hal: penilaian hasil belajar dan ujian nasional.
Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan
teknologi diukur melalui ulangan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang
sesuai dengan karakteristik materi yang dinilai (Pasal 64 Ayat 4). Sedangkan
ujian nasional untuk sekolah menengah kejuruan, materinya diatur
sebagaimana rumusan pada Pasal 70 Ayat (7) berikut ini: “pada SMK/MAK
atau bentuk lain yang sederajat, Ujian Nasional mencakup Bahasa Indonesia,
Bahasa lnggris, Matematika, dan mata pelajaran kejuruan yang menjadi ciri
khas program pendidikan’.
Landasan yuridis pelaksanaan pendidikan daerah, membawa amanah
tuntutan reformasi yang sangat penting yaitu demokratisasi, yang mengarah
pada dua hal yakni pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan
pemerintah daerah (otoda). Hal ini berarti peranan pemerintah akan dikurangi
dan memperbesar partisipasi masyarakat. Demikian juga peranan pemerintah
pusat yang bersifat sentralistis dan yang telah berlangsung selama 50 tahun
lebih, akan diperkecil dengan memberikan peranan yang lebih besar kepada
pemerintah daerah yang dikenal dengan sistem desentralisasi. Kedua hal ini
harus berjalan secara simultan; inilah yang merupakan paradigma baru, yang
menggantikan paradigma lama yang sentralistis. Akan tetapi kekurangan
dalam hal pengembangan pendidikan teknologi kejuruan tetap terkendala
pada system desentralisasi dimana kemampuan tiap daerah dalam
mengembangkan pendidikan teknologi kejuruan di wilayahnya masing-masing
terbatas pada kemampuan pengelolaan dan kurangnya ilmu ke PTK-an.
Sehingga terjadi ketidakmerataan di setiap wilayah, mengingat kondisi
geografis Indonesia adalah negara kepulauan. Hal ini akan berdampak pada
kualitas output pendidikan teknologi kejuruan yang dilaksanakan di berbagai
daerah.Landasan yuridis pelaksanaan pendidikan lokal dimana satuan
pendidikan yang berbasis keunggulan lokal, juga merupakan paradigma baru
pendidikan, untuk mendorong percepatan pembangunan di daerah
berdasarkan potensi yang dimiliki oleh masyarakat lokal. Dalam hal ini
pewilayahan komoditas harus dibarengi dengan lokalisasi pendidikan dengan
basis keunggulan lokal. Hal ini bukan saja berkaitan dengan kurikulum yang
memperhatikan juga muatan lokal (pasal 37 ayat 1 huruf j), melainkan lebih
memperjelas spesialisasi peserta didik, untuk segera memasuki dunia kerja di
lingkungan terdekatnya, dan juga untuk menjadi ahli dalam bidang tersebut.

C. IMPLEMENTASI PTK
Banyak ragam kebijakan pendidikan kejuruan yang sedang
dilaksanakan saat ini, tetapi lima kebijakan pendidikan kejuruan berikut
memerlukan kajian kritis, yaitu proporsi jumlah siswa SMA:SMK, fungsi SMK,
Kurikulum 2013, pendidikan kewirausahaan, dan kespesifikan daerah.
Pertama, kebijakan pembalikan proporsi jumlah siswa SMA:SMK dari
70%:30% pada tahun 2008 menjadi 30%:70% pada tahun 2015 juga
merupakan keputusan hedonis tanpa mendasarkan kajian yang luas dan
mendalam berdasarkan konteks Indonesia. Kebijakan ini ditetapkan oleh
Menteri Pendidikan Nasional (sekarang Mendikbud) dalam bentuk perintah
lisan, kemudian dituliskan dalam Renstra Kemendikbud 2010-2014
(Permendiknas 44/2010), dirinci dalam Renstra Pendidikan Menengah 2010-
2014, dan diluweskan proporsinya sesuai konteks daerah melalui
Permendikbud 80/2013 tentang Pendidikan Menengah Universal. Sampai
sekarang belum jelas apakah kebijakan perbanyakan SMK telah mampu
mempermulus transisi lulusannya memperoleh pekerjaan dengan mudah dan
relevan, dan mampukah SMK mendukung pembangunan ekonomi? Padahal,
SMK dituntut menyelenggarakan program-program yang mampu menjamin
siswanya untuk memperoleh pekerjaan yang layak. Penjaminan terhadap
siswanya untuk memperoleh pekerjaan yang layak merupakan tugas tidak
mudah karena melibatkan banyak pihak. Meskipun demikian, upaya-upaya
untuk memastikan agar lulusan SMK segera memperoleh pekerjaan
merupakan tugas penting SMK, baik melalui pembelajaran yang bermutu
tinggi dan relevan dengan kebutuhan dunia kerja maupun melalui program-
program bimbingan dan konseling kejuruan yang dirancang dengan baik.
Kedua, hampir seluruh SMK saat ini hanya menyelenggarakan fungsi
tunggal, yaitu menyiapkan lulusannya untuk bekerja. Fungsi-fungsi lain yang
juga tidak kalah penting belum dilaksanakan secara maksimal, misalnya
pelatihan bagi penganggur, pelatihan bagi karyawan perusahaan,
pengembangan unit produksi/teaching factory, industri masuk SMK/teaching
industry, lembaga sertifikasi profesi (LSP), tempat uji kompetensi (TUK), dan
pengembangan bahan pelatihan. Akibatnya, sumber daya SMK terutama guru
dan fasilitas sekolah belum dimanfaatkan secara maksimal sehingga terjadi
idle capacity/under utilization. Ketiga, hampir seluruh SMK saat ini
menyiapkan siswanya hanya untuk bekerja pada bidang keahlian tertentu
sebagai pekerja/karyawan/pegawai. Sangat sedikit sekali SMK yang sengaja
menyiapkan siswanya untuk menjadi wirausahawan (pengusaha). Padahal,
menurut Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2010), lulusan SMK
yang diterima sebagai karyawan di sektor formal hanya 30% dan yang 70%
bekerja di sektor informal (usaha mikro/kecil) yang tidak pernah dipersiapkan
dengan baik oleh SMK. Oleh karena itu, SMK harus menyiapkan siswanya
untuk menjadi karyawan dan wirausahawan/pengusaha. Keempat,
pelaksanaan Kurikulum 2013 secara mendadak mengakibatkan tingkat
kesiapan pelaksanaan di sekolah kurang memadai. Secara rasional, kita tidak
bisa mendesakkan pekerjaan yang terlalu besar dalam waktu yang terlalu
singkat. Ini semua terjadi karena peran penelitian kebijakan lemah dalam
mempengaruhi praktisi (birokrat/teknokrat) dan politisi pendidikan. Kelima,
kebijakan pendidikan kejuruan Indonesia semestinya harus mencurahkan
perhatiannya terhadap kespesifikan daerah seraya tetap memenuhi
kebutuhan nasional dan tuntutan internasional
Pendidikan kejuruan itu adalah pendidikan ekonomi sehingga tiga
pertanyaan berikut harus dijawab dengan tepat, yaitu what to produce, how to
produce, and for whom. Oleh karena itu, SMK harus pro-penciptaan lapangan
kerja, pro-kegiatan ekonomi, pro-pertumbuhan ekonomi, pro-pemerataan
ekonomi, dan pro-kesejahteraan (pro-job, pro-activity, progrowth, pro-
distribution, dan pro-prosperity). Mengingat lulusan SMK dirancang untuk
memasuksi dunia kerja (utamanya) yang relevan, maka perencanaan
pengembangan SMK harus didasarkan atas manpower planning approach,
bukansocial demand planning approach agar lulusannya selaras dengan
kebutuhan dunia kerja. Hasil pengamatan yang lain, universitas-universita
mulai prihatin karena jumlah peserta ujian masuk perguruan tinggi menurun
dar iwaktu kewaktu dan mutu hasil tes masuk perguruan tinggi juga
mengalami penurunan karena banyaknya lulusan SMK yang mengikuti tes
masuk perguruan tinggi yang nota bene kurang dipersiapkan untuk itu.
Implementasi kebijakan pendidikan kejuruan kurang efektif (belum
optimal) karena faktor-faktor yang diperlukan untuk implementasi kebijakan
pendidikan kejuruan kurang memadai tingkat kesiapannya, yaitu :

1. materi kebijakan pendidikan kejuruan belum lengkap/belum tuntas,


misalnya Kurikulum 2013
2. komunikasi kebijakan yang dilakukan oleh berbagai pihak terhadap
pelaksana kebijakan di tingkat daerah dan satuan pendidikan sering
kurang merata, kurang akurat, dan kurang konsisten;
3. sumber daya-sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan
kebijakan kurang memadai, misalnya sumber daya manusia dan sumber
daya selebihnya yaitu peralatan, perlengkapan, perbekalan, bahan, dana,
dan informasi; (4) komitmen jajaran birokrasi pendidikan kurang optimal
terhadap pelaksanaan kebijakan pendidikan kejuruan;
4. resistensi terhadap perubahan;
5. desentralisasi pendidikan telah menimbulkan keterkaitan yang hilang
antara Kemendikbud dan daerah karena hubungan antara keduanya
hanya bersifat koordinatif sehingga apa yang dianggap penting oleh
Mendikbud belum tentu dianggap penting daerah (birokrat pendidikan
daerah lebih menaati gubernur/bupati/walikota dari pada Mendikbud).
Evaluasi kebijakan pendidikan kejuruan sangat penting dilakukan
untuk mengevaluasi kinerja kebijakan pendidikan kejuruan. Sayangnya,
Kemendikbud kurang gandrung terhadap evaluasi kebijakan sehingga
berbagai kebijakan yang dilaksanakan kurang memberi informasi yang utuh
dan benar bagi perbaikan kebijakan-kebijakan berikutnya. Misalnya,
kebijakan-kebijakan PPSI, CBSA, PKG, Sekolah Perintis Pembangunan,
kecakapan hidup (life skills), MBS, CTL, PAIKEM, lessons study, akreditasi,
pendidikan karakter, BOS, sertifikasi guru, bidik misi, proporsi jumlah siswa
SMA:SMK, keselarasan pendidikan dan dunia kerja, dan sebagainya untuk
tidak disebut semuanya, kurang memberikan informasi yang utuh dan benar
tentang kinerja kebijakaannya.
BAB III
KESIMPULAN

Filsafat adalah ilmu yang berkaitan erat dengan hal-hal yang dipikirkan oleh
manusia yang mengandung proses dan hasil pemikiran dan memecahkan
permasalahan-permasalahan yang terjadi. Filsafat sangat berkaitan dengan
pendidikan. Pendidikan kejuruan adalah bagian dari sebuah pendidikan yang
menyiapkan peserta didik untuk masuk dalam dunia dunia kerja yang sesuai di
persyaratkan oleh dunia saat ini. Pendidikan ini bertujuan untk mengasah atau
mengembangkan pengetahuan, skill, sikap dan nilai-nilai laiinya sehingga
mampu bersain dalam dunia kerja maupun untuk masuk dalam jenjang
pendidikan yang lebih tinggi. Terdapat beberapat aliaran filsafat yang
mempengaruhi pendidiakn kejuruan namun menurut Putu Sudira dalam bukunya
bahawa aliran filosofi yang paling sesuai yang diterapkan dalam pendidikan
kejuruan adalah filosofi pragmatisme.
Pendidikan. Dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang R.I. No. 20 Tahun
2003 dinyatakan bahwa: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkansuasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkanpotensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara”. Di Indonesia, SMK termasuk pendidikan menengah dan pendidikan
vokasi termasuk pendidikan tinggi. Definisi pendidikan kejuruan secara yuridis
tercantum dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SPN, Pasal
15 menyatakan bahwa pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah
yang menyiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu.
Dalam pengimplementasian pendidikan kejuruan Banyak ragam
kebijakan pendidikan kejuruan yang sedang dilaksanakan saat ini, tetapi lima
kebijakan pendidikan kejuruan berikut memerlukan kajian kritis, yaitu proporsi
jumlah siswa SMA:SMK, fungsi SMK, Kurikulum 2013, pendidikan
kewirausahaan, dan kespesifikan daerah. Implementasi kebijakan pendidikan
kejuruan kurang efektif (belum optimal) karena faktor-faktor yang diperlukan
untuk implementasi kebijakan pendidikan kejuruan kurang memadai tingkat
kesiapannya seperti komunikasi kebijakan yang dilakukan oleh berbagai pihak
terhadap pelaksana kebijakan di tingkat daerah dan satuan pendidikan sering
kurang merata, kurang akurat, dan kurang konsisten, resistensi terhadap
perubahan, dan desentralisasi pendidikan telah menimbulkan keterkaitan
yang hilang antara Kemendikbud dan daerah karena hubungan antara
keduanya hanya bersifat koordinatif sehingga apa yang dianggap penting oleh
Mendikbud belum tentu dianggap penting daerah (birokrat pendidikan daerah
lebih menaati gubernur/bupati/walikota dari pada Mendikbud).
DAFTAR PUSTAKA
Anwar Muhammad. 2015. Filsafat Pendidikan. Jakarta: Pt Aditya Anderibina
Agung
Faisal Muh. 2018. Makalah Filsafat Ilmu. Https://Id.Scribd.Com/Document
/392208379/Makalah Filsafat-Ilmu Di akses Pada Tanggal 30 September
2020
Hadiman Suyono. 2015. Landasan Yuridis Penyelenggaraan Pendidikan Di
Indonesia. Https://Slideplayer.Info/Slide/4879230/ Di akses Pada Tanggal
1 Oktober 2020.
Hamka. 2016. Filsafat Pendidikan. Sidoarjo: Nizamia Learning Center
Johar Maknun. Http://File.Upi.Edu/Direktori/Sps/Prodi.Pendidikan _ipa/19680
308199303_Maknun/Pend-Kejuruan.Pdf Di akses pada tanggal 30
September 2020
Kristiawan Muhammad. 2016. Filsafat Pendidikan; Th E Choice Is Yours.
Penerbit Valia Pustaka Jogjakarta: Yogyakarka
Muslimin. 2016. Http://Musliminptk2016.Blogspot.Com/2017/02/Landasan-
Filosofi-Yuridis-Dan.Html. Diakses Pada Tanggal 28 September 2020
Rukiyati, Purwastuti Andrianni. L. 2015. Mengenal Filsafat Pendidikan.
Http://Staffnew.Uny.Ac.Id/Upload/131763780/Pendidikan/Bpk-Mengenal-
Filsafat-Pendidikan.Pdf Dikakses Pada Tanggal 30 Sepember 2020
Slamet Ph. Http://Staff.Uny.Ac.Id/Sites/Default/Files/Pendidikan/Slamet-Ph-
Mamedmlhr-Dr-Prof/2-Kebijakanok.Pdf Diakseses Pada Tanggal 1
Oktober 2020
Sudira Putu. 2016. Tvet Abad Xxi Filosofi, Teori, Konsep, Dan Strategi
Pembelajaran Vokasional. Yogyakarta: Uny Press
Usman Husaini,Darmno. 2016. Pendidikan Kejuruan Masa Depan.
Http://Staffnew.Uny.Ac.Id/Upload/130683974/Lainlain/Pendidikan
%20kejuruan%20masa%20depan.Pdf Di akses pada tanggal 30
September 2020
Widyanti Hestina. 2017. Filsafat_Pendidikan_Kejuruan_Pdf.Pdf. Diakases Pada
Tanggal 30 September 2020

Anda mungkin juga menyukai