Anda di halaman 1dari 25

slam

Pembelajaran PAI di Era Generasi Abad 21


Bandar Lampung (Pendis) - "Saat ini teknologi informasi dan komunikasi (TIK) berkembang pesat dan
masif yang berimbas pada peradaban manusia, terjadilah society on the move," ujar Abdur Rozak,
narasumber sekaligus dosen Pendidikan IPS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di Bandar Lampung, Kamis
(07/06).
Di depan 30 peserta kegiatan Pengayaan Pembelajaran dan Penilaian Kurikulum untuk Instruktur Guru
Pendidikan Agama Islam (GPAI) SD Angkatan 2, Rozak menekankan pentingnya para guru tak
terkecuali GPAI untuk mengetahui sekaligus mempersiapkan diri di era revolusi industri 4.0. Ciri revolusi
industri ini adalah separuh penduduk bumi telah terkoneksi dengan internet dan orang dapat bepergian dengan
mudah dan cepat.
"Untuk itu para GPAI perlu tahu apa yang dimaksud kecakapan Hidup Abad 21, sehingga dalam
pengembangan pembelajaran PAI di kelas bisa mengimbangi dan menyesuaikan," imbuhnya.
Pengembangan pembelajaran di kelas yang berbasis kecakapan abad 21 meliputi:
1. Inquiry and Discovery Learning. Para guru harus siap dengan berbagai pertanyaan kritis di luar dugaan
yang dilontarkan anak didik. Dalam PAI pertanyaan itu bisa menyangkut aqidah dan fiqih.
2. Student Center Learning. Peserta didik lah yang menjadi pusat sekaligus sumber pembelajaran bukan lagi
dari guru.
3. Problem Base Learning. Peserta didik terbiasa belajar untuk memecahkan masalah di lapangan.
4. Collaborating Learning. Peserta didik mampu berkolaborasi bersama rekan-rekannya dalam belajar.
Inilah mengapa dalam pendidikan Abad 21 dikenal dengan istilah 4C: Critical Thinking, Creativity,
Communication and Collaboration.
Rozak juga menyebutkan mengenai tantangan guru menghadapi generasi milenial. Generasi milenial adalah
generasi yang lahir pada kisaran tahun 1980-2000an. Mereka memiliki ciri mahir berteknologi karena sudah
terbiasa dengan internet. Bagian dari generasi millenial ini adalah generasi Z yang lahir antara tahun 1995-
2010.

Guru dipersiapkan untuk menghadapi Generasi Z dengan cara memahami, membimbing dan mendidik siswa
sesuai zamannya.

Salah satu bagian terpenting dalam pembinaan generasi Z adalah mengembangkan kemampuan literasi atau
keberaksaraan. Literasi Baru yang dikembangkan lebih dari sekedar Literasi Lama (membaca, menulis dan
matematika) tapi menekankan 3 sasaran yakni Literasi data (kemampuan membaca, analisis dan menggunakan
informasi dunia digital), kedua literasi teknologi dan terakhir literasi humanis (komunikasi dan desain).

Dengan kemampuan literasi baru ini para peserta didik tidak akan mudah percaya begitu saja dengan berita
bohong (HOAX) namun menganalisa terlebih dulu dengan mencari sumber informasi yang valid, pungkas
Rozak. (wikan/dod)(Foto: yoni haris)

perangkat dan klasifikasi media pembelajaran


PERANGKAT DAN KLASIFIKASI
MEDIA PEMBELAJARAN
Makalah
Disusun guna memenuhi tugas

Mata Kuliah Media Pembelajaran

Dosen pengampu : Drs. H. Muslam M.Pd.

Disusun oleh:

Nur Farida (123911001)

Novi Noviantika (123911015)

Aizatul Aliyah (123911029)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

WALISONGO SEMARANG

2013

I. Pendahuluan
Proses belajar mengajar atau proses pengajaran merupakan suatu kegiatan untuk melaksanakan
kurikulum suatu lembaga pendidikan, agar dapat melalui sistem memcapai tujuan pendidikan yang telah
di tetapkan tujuan pendidikan pada dasarnya mengantarkan para siswa menuju pada perubahan-
perubahan tingkah laku baik intelektual, moral maupun sosial agar dapat hidup mandiri sebagai individu
dan makhluk sosial.

Dalam mencapai tujuan tersebut siswa perlu berinteraksi dengan lingkungan belajar yang di atur
dulu melalui proses pengajaran. suatu proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan (isi atau
materi ajar) dari sumber pesan melalui saluran/media tertentu ke penerima pesan (siswa/pebelajar atau
mungkin juga guru).

Oleh karena itu dalam menyampaikan pesan (isi atau materi ajar) agar lebih dapat diterima oleh
peserta didik atau siswa hendaknya menggunakan media pembelajan. Diharapkan dengan pemanfaatan
sumber belajar berupa media pembelajaran, proses komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar
berlangsung lebih efektif dan efisien.

Rumusan masalah

1. Apa pengertian media pembelajaran?

2. Bagaimana menurut para pakar pendidikan klasifikasi media pembelajaran?

3. Apa saja perangkat dalam media pembelajaran?

II. PEMBAHASAN

1. Pengertian Media Pembelajaran

Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti tengah perantara atau pengantar.
Dalam bahasa arab media adalah perantara (‫ )وسا ئل‬atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan.

Menurut Gerlach & Ely (1971) mengatakan bahwa media dipahami secara garis besar adalah manusia,
materi,atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh
pengetahuan,ketrampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan
media.

Jadi media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat di gunakan untuk menyalurkan pesan (bahan
pembelajaran), sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran dan perasaan siswa dalam kegiatan belajar
untuk mencapai tujuan belajar.[1]
2. Klasifikasi media pembelajaran menurut para pakar

a. Klasifikasi media pembelajaranmenurut AzharArshad

Klasifikasi sumber belajar tidak jauh berbeda dengan bentuknya. Klasifikasisumber belajar menurut degen
g dalam azhar arshad (2006) adalah sebagai berikut:

a) Pesan (Apa informasi yang ditransmisikan?)

b) Orang (Siapa/Apakah yang melakukan transmisi?)

c) Bahan (Siapa/Apakah yang menyimpan informasi?)

d) Alat (Siapa/Apakah yang menyimpan informasi?)

e) Teknik (Bagaimana informasi itu di transmisikan?)

f) Lingkungan/Latar (Di mana di transmisikan?)

b. Klasifikasi media pembelajaran menurut Rudy Bretz

Rudy Bretz, mengklasifikasikan media berdasarkan unsure pokoknya yaitu suara, visual
(berupa gambar, garis, dan simbol), dan gerak. Di samping itu juga, Bretzmembedakan antara media
siar (telecommunication) dan media rekam (recording).Dengan demikian, media
menurut taksonomi Bretz dikelompokkan menjadi 8 kategori:

1) media audio visual gerak

2) media audio visual diam

3) media audio semi gerak

4) media visual gerak

5) media visual diam

6) media semi gerak

7) media audio

8) media cetak.

c. Klasifikasi media pembelajaranmenurut Sudjanadan Ahmad Rifa’i

Sudjana dan Ahmad Rifa’i membedakan atau mengklasifikasikan media kedalamempat kelompok,
yaitu media grafis (dua dimensi), misalnya gambar, foto, dangrafik. Media tiga dimensi, misalnya model susun dan
model kerja. Media proyeksi, misalnya OHP dan media lingkungan (alam).

d. Klasifikasi media pembelajaranmenurut R. Murry Thomas

Menurut R. Murry Thomas media diklasifikasikan berdasarkan jenjang pengalaman ,yaitu:


(1) Pengalaman dari benda asli (reliefe experience), misalnya bola.

(2) Pengalaman dari benda tiruan (sudstitude of reliefe experience) misalnyagambar dan foto.

(3) Pengalaman dari kata-kata (word only), misalnya buku dan program radio.

e. Klasifikasi media pembelajaran menurut Soeparno

1. Klasifikasi media berdasarkan karakteristiknya, dibedakan menjadi:

(a) media yang memiliki karakteristik tunggal, misalnya radio.

(b) media yang memiliki karakteristik ganda, misalnya film dan TV.

2. Klasifikasi media berdasarkan dimensi presentasi, yang dibedakan menjadi

(a) Lama presentasi yaitu presentasi sekilas, misalnya TV, dan presentasi tak sekilas, misalnya OHP.
Dan presentasi tak kontinyu, misalnya OHP.

3. Klasifikasi media berdasarkan pemakainya, dapat dibedakan menjadi :

(a) berdasarkan jumlah pemakai, yaitu media untuk kelas besar, kelas kecil, dan belajar individual,

(b) berdasarkan usia dan tingkat pendidikan pemakai, yaitu media untuk TK, SD, SMP, SMU, dan PT.[2]

Dari lima pendapat di atas pemakalah dapat menyimpulkan bahwa klasifikasi media pembelajaran adalah jika
di lihat dari sumber belajarnya yaitu ada penerima pesan, yang yang menyampaikan pesan,melalui alat apa yang
di gunakaan, dan memakai metode seperti apa.

Jika dilihat dari taksonomi ada audio visual gerak, semi gerak, media gambar,berdasarkan jenjang
pengalaman, pengalaman dari benda asli, benda tiruan, dan kata-kata. Jika di lihat dari karakteristiknya, yang
memiliki karakteristik tunggal seperti radio, dan yang memiliki karakteristik ganda seperti TV, karena TV selain
dapat di lihat juga dapat di dengarkan.

3. Perangkat media pembelajaran

Yang termasuk perangkat media adalah:

a. Material

Material ( bahan media ) adalah sesuatu yang dapat dipakai untuk menyimpan pesan yang akan
disampaikan kepada auidien dengan menggunakan peralatan tertentu atau wujud bendanya sendiri,
seperti transparansi untuk perangkat overhead, film, filmstrip, dan filmslide, gambar, grafik, dan bahan
cetak. Semua isi pesan yang disimpan dalam material disebut Software ( Perangkat Lunak )

b. equipment
Equipment ( peralatan ) ialah sesuatu yang dipakai untuk memindahkan atau menyampaikan
sesuatu yang disimpan oleh material kepada audien, misalnya proyektor film slide, video tape recorder,
papan tempel, papan flanel, dan sebagainya. Peralatan yang digunakan untuk menuangkan pesan dan
mengirimkan ke audien disebut Hardware (Perangkat Keras)

c. hardware dan software

Hardware istilah hardware berhubungan dengan software tidak hanya di pakai dalam dunia
komputer tetapi juga untuk semua jenis media pembelajaran. Contoh, isi pesan yang di simpan dalam
transparasi OHP, kaset audio, kaset vidio, film slide. Software adalah isi pesan yang di simpan dalam
material sedangkan hardware adalah peralatan yang di gunakan untuk menyampaikan pesan yang telah
di tuangkan ke dalam material untuk di kirim kepada audien.[3]

III. KESIMPULAN

Para ahli beda dalam setiap klasifikasinya :

A) Klasifikasi mmenurut Azhar arshad ada 6 yaitu :

a) Pesan (Apainformasi yang ditransmisikan?)

b) Orang (Siapa/Apakah yang melakukantransmisi?)

c) Bahan (Siapa/Apakah yang menyimpaninformasi?)

d) Alat (Siapa/Apakah yang menyimpaninformasi?)

e) Teknik (Bagaimanainformasiituditransmisikan?)

f) Lingkungan/Latar (Di manaditransmisikan?)

B) Klasifikasi menurut Rudy brezt ada 8 kategori

1) media audio visual gerak

2) media audio visual diam

3) media audio semi gerak

4) media visual gerak

5) media visual diam

6) media semi gerak

7) media audio

8) media cetak.

C) Klasifikasi menurut Sudjanadan Ahmad Rifa’i ada 4 kelompok :


yaitu media grafis (duadimensi), misalnyag,gambar, foto, dangrafik. Media tigadimensi, misalnya
model susun dan model kerja. Media proyeksi, misalnya OHP dan media lingkungan (alam).

D) Klasifikasi menurut R. Murry Thomas

berdasarkan jenjang pengalaman ,yaitu: (1) Pengalaman dari bendaasli (reliefe experience), misalnya
bola. (2) Pengalaman dari bendatiruan (sudstitude of reliefe experience) misalnya gambar dan foto. (3)
Pengalaman dari kata-kata (word only), misalnya bukudan program radio.

E) Klasifikasi menurut soeparno

Berdasarkan karakteristiknya

Berdasarkan dimensi presentasi

Berdasarkan pemakaiannya.

Perangkat media pembelajaran

Material ( bahan media ) adalah sesuatu yang dapat dipakai untuk menyimpan pesan

Equipment ( peralatan ) ialah sesuatuyang dipakai untuk memindahkan atau menyampaikan sesuatu
yang disimpan

hardware adalah peralatan yang di gunakan untuk menyampaikan pesan yang telah di tuangkan ke dalam
material.

Software adalah isi pesan yang di siman dalam materia

Perangkat dan Klasifikasi Media Pembelajaran


Perangkat Pembelajaran
Perangkat berarti Perlengkapan.
Perangkat pembelajaran berarti perlengkapan pembelajaran, ada empat perangkat dalam pembelajaran yaitu:

Perangkat Pembelajaran
Klasifikasi Media Pembelajaran

1. Media Pembelajaran Sederhana, dibagi menjadi:


o Media Pembelajaran Sederhana 2 dimensi, meliputi:
 Media grafis
1. Sketsa, warnanya masih hitam putih dan masih corat-coret disebut: sket,
gambar yang sudah jadi bagan disebut sketsa
2. Gambar yaitu media grafis yang sudah berwarna. Jenisnya antara lain:
 Ekspresi,
 Bentuk , dibagi menjadi: a) Benda, contohnya meja b) Naturalis,
contohnya alam terbuka c) Modelis, contohnya hewan, manusia, dll
 Imajinasi
 Ilustrasi, dll
3. Bagan, jenisnya antara lain:
 Bagan lembar balik
 Bagan tertutup
 Bagan kartu
 Bagan pohon
4. Grafik, jenisnya antara lain:
 Grafik lingkaran
 Grafik balok
 Grafik garis
5. Poster, yaitu gabungan gambar dan tulisan, jenisnya antara lain:
 poster kesehatan
 poster kebersihan
 poster pendidikan, dll
6. Kartun dan Karikatur, Kartun merupakan gambar yang berangkaian dan ada
alur ceritanya (gambar seri) dan kini sudah berwarna. Karikatur merupakan gambar yang
biasanya hanya untuk mnegkritik, dan ceritanya hanya ada 1-2 adegan dan warnanya
hanya hitam putih. Kartun Pendidikan biasanya menunjukkan sebab akibat
 Media papan, jenisnya antara lain:
1. Papan Tulis
2. Papan Flanel
3. Papan Buletin
4. Papan magnet
5. Papan Elektronis
 Media Cetak
o Media Pembelajaran Sederhana 3 dimensi, meliputi:
 Media benda asli (benda sebenarnya), meliputi:
1. Benda hidup, yaitu manusia, binatang, tanaman
2. Benda mati, yaitu manusia yang diawetkan, binatang yang diawetkan
(taksidermi), tanaman yang diawetkan (herbarium)
3. Benda tak hidup, contohnya meja, kursi, dll
 Media benda tiruan, meliputi:
1. Model, dibagi menjadi:
 Utuh, yaitu bentuk sama ukuran sama, bahan beda. contohnya: model
buah-buahan
 Perbandingan, yaitu tiruan benda yang diperbesar atau diperkecil.
contohnya: globe
 Disederhanakan, yaitu menyederhanakan benda yang ada. contohnya:
penampakan laut yang banyak terdapat perahu tetapi pada media, perahu hanya
disederhanakan menjadi 1 perahu
 Irisan, contohnya yaitu torso (patung manusia) yang ada di lab. biologi
yang jika diiris dalamnya ada penampakan organ-organ tubuh
 Susunan, contohnya balok bongkar pasang yang ada di sekolah-
sekolah
2. Topeng/kedok
3. Boneka, jenisnya antara lain: boneka jari, boneka tangan, boneka tongkat,
boneka bayang, boneka tali, boneka magnet
2. Media Pembelajaran Modern, dibagi menjadi:
o Media Pembelajaran Modern Proyeksi, meliputi:
 OHP
 Proyektor Slide
 Proyektor Opaque, yaitu proyektor untuk memperbesar tampilan benda ke layar
 Proyektor Film
 LCD Proyektor
o Media Pembelajaran Modern Non Proyeksi, meliputi:
 Radio
 Tape recorder
 Televisi
 VCD DVD
 Video Game
 HP
Sumber: Dosen Matakuliah Media Pembelajaran Bapak Usep S. Univ. Negeri Malang

Diposting oleh Diadra F di 3:36:00 PM

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Label: Matkul: Media Pembelajaran ABK

Tidak ada komentar:


Posting Komentar

Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda

Langganan: Posting Komentar (Atom)

TRANSLATE
Diberdayakan oleh Terjemahan

FB : http://www.facebook.com/phepin

Plurk : http://www.plurk.com/Dia_13/invite

LABELS

 Foto-foto (1)
 Makalah Anak Berkebutuhan Khusus (1)
 Makanan dan Minuman (5)
 Matkul: B. Inggris Profesi (2)
 Matkul: Belajar dan Pembelajaran (2)
 Matkul: Bimbingan Konseling ABK (1)
 Matkul: Braille (2)
 Matkul: Filsafat dan Teori Pendidikan (2)
 Matkul: Kesehatan Mental(1)
 Matkul: Kurikulum Pembelajaran (2)
 Matkul: Manajemen Pendidikan (7)
 Matkul: Media Pembelajaran ABK (4)
 Matkul: Pediaitri (2)
 Matkul: Pendidikan Jasmani Adaptif (1)
 Matkul: Psikologi ABK (2)
 Perawatan Rambut (1)
 poem (23)
 Reality yang Tak Pernah Terfikir (1)
BLOG ARCHIVE

 ► 2013 (7)
 ▼ 2012 (27)
o ► Desember (1)
o ► November (1)
o ▼ Oktober (10)
 Tugas Pediatri Anak Berkebutuhan Khusus
 BAB II Latihan
 DKP (Definisi, Karakteristik, Permasalahan) Tunaru...
 Imunisasi Dasar pada Bayi dan Efeknya
 DKP (Definisi, Karakteristik, dan Permasalahan) Tu...
 Perangkat dan Klasifikasi Media Pembelajaran
 Fungsi dan Kemampuan Media Pembelajaran
 Posisi Media Pembelajaran dan Landasan Penggunaan ...
 Arti Media Pembelajaran
 Pengertian, Tujuan, Manfaat, Fungsi Layanan, Jenis...
o ► September (1)
o ► Agustus (4)
o ► Juni (3)
o ► Mei (1)
o ► Januari (6)
 ► 2011 (11)
 ► 2010 (8)
 ► 2009 (7)
FOLLOWERS

@diadra_ve.2009. Gambar tema oleh Colonel. Diberdayakan oleh Blogger.

MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM DAN STRATEGI PEMBELAJARAN BERBASIS SOSIOLOGI KRITIS,


KREATIVITAS, DAN MENTALITAS Mustofa Kamal1 Abstrak Pengembangan kurikulum tidak hanya
melibatkan orang yang terkait langsung dengan dunia pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan
banyak pihak, seperti politikus, pengusaha, orangtua peserta didik, serta unsur-unsur masyarakat
lainnya. Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya
merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Strategi pembelajaran pada
pendidikan sekolah harus diberi fondasi terlebih dahulu dengan internalisasi sosiologi kritis, inovasi,
kreativitas, dan mentalitas. Selain itu, juga mengubah strategi pembelajaran yang selama ini
berdasarkan pada konsep reproductive view of learning menjadi constructive view of learning. Stagnasi
kurikulum pendidikan sekolah diawali dari replikasi dan adopsi kurikulum yang tidak sesuai karakter
siswa. Adanya pemasungan kreativitas pada kurikulum tersebut mengakibatkan terhambatnya daya
inovasi, inspirasi, dan imajinasi sekaligus menumpulkan intuisi dalam pengembangan pendidikan
sekolah. Nilai mentalitas, seperti kejujuran, keadilan, kasih, dan sayang masih belum nampak di dalam
kurikulum pendidikan sekolah. Model pengembangan kurikulum yang berbasis pada sosiologi kritis,
kreativitas, dan mentalitas harus didukung dengan strategi pembelajaran yang inovatif atau berbeda
dengan strategi-strategi sebelumnya. Kebebasan berkreasi dalam pengembangan kurikulum pendidikan
menjadikan kunci lahirnya kreator yang mampu memenuhi semua kebutuhan masyarakat dan tuntunan
zaman. Kata kunci : Pengembangan kurikulum, filosofis, kritis, kreatif A. Latar Belakang Pengembangan
kurikulum adalah istilah yang komprehensif, di dalamnya mencakup perencanaan, penerapan, dan
evaluasi.2 Perencanaan kurikulum adalah langkah awal membangun kurikulum ketika pekerja kurikulum
membuat keputusan dan mengambil tindakan untuk menghasilkan perencanaan yang akan 1 Mustofa
Kamal, STIT Pemalang 2 Sudrajat, A. 2009. Prinsip Pengembangan Kurikulum. Dalam
http://akhmadsudrajat. wordpress.com, diakses 22 Agustus2014. hlm. 4. digunakan oleh guru dan
peserta didik. Penerapan Kurikulum atau biasa disebut juga implementasi kurikulum berusaha
mentransfer perencanaan kurikulum ke dalam tindakan operasional. Evaluasi kurikulum merupakan
tahap akhir dari pengembangan kurikulum untuk menentukan seberapa besar hasil-hasil pembelajaran,
tingkat ketercapaian program-program yang telah direncanakan, dan hasil-hasil kurikulum itu sendiri.
Pengembangan kurikulum tidak hanya melibatkan orang yang terkait langsung dengan dunia pendidikan
saja, namun di dalamnya melibatkan banyak orang, seperti politikus, pengusaha, orangtua peserta didik,
serta unsur-unsur masyarakat lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan. Prinsipprinsip
yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan kaidah-
kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Kurikulum yang ada pada pendidikan sekolah
menurut Hamzah mengalami stagnasi, statis, dan berorientasi pada materialitas. Stagnasi terlihat dari
adopsi dan replikasi kurikulum pendidikan sekolah. Nuansa hegemoni pada dunia pendidikan sekolah
terasa mengental, bahkan menuju ke arah statusquo kurikulum sekolah. Kurikulum sekolah telah
mengalami perubahan, pengurangan, dan penambahan muatan materi, akan tetapi sekolah tidak
melakukan perubahan kurikulum atau mengalami stagnasi kurikulum yang berkelanjutan.3 Lebih lanjut
Hamzah berpendapat kenyamanan karena adanya hegemoni tersebut membuat pola pikir dan arah
nalar para pendidik dan peserta didik terpasung dalam pendidikan yang menjerumuskan bukannya
pendidikan yang membebaskan.4 Untuk itu, internalisasi sikap, perilaku, dan tindakan kritis pada
kurikulum pendidikan sekolah perlu dilakukan. Hal ini ditunjukkan dengan melakukan kajian kritis pada
setiap adopsi dan replikasi kurikulum yang digunakan oleh sekolah. Kestatisan pada kurikulum
pendidikan sekolah terlihat dari tidak adanya kreativitas dalam kurikulum tersebut. Kalau terdapat
kreativitas, itu pun mengarah pada materialitas yang selama ini sudah didoktrinkan oleh beberapa
pendidik kepada peserta didik. Ketiadaan kreativitas ini terbelenggu dengan adanya pembatasan
kurikulum yang semata-mata mengacu pada hal-hal yang 3A. Hamzah, Model Pengembangan Kurikulum
dan Strategi Pembelajaran Berbasis Mentalitas,(Bangkalan: Universitas Trunojoyo Press, 2007), hlm. 45 4
Ibid, hlm 50. bernuansa ekonomi dan hitungan saja. Pengembangan intuisi, imajinasi, dan inspirasi yang
mengarah pada inovasi tidak atau kurang diinternalisasi pada kurikulum. Begitu pula keterkaitan
pendidikan sekolah dengan ilmu-ilmu sosial lainnya kurang begitu diperhatikan. Adanya pemasungan
kreativitas pada kurikulum tersebut mengakibatkan terhambatnya daya inovasi, inspirasi, dan imajinasi
sekaligus menumpulkan intuisi dalam pengembangan pendidikan sekolah. Keterjebakan kurikulum
pendidikan sekolah pada stagnasi dan statis menurut Hamzah menjadi dilematis dengan
mengarahkannya kepada materialitas. Nilai mentalitas, seperti kejujuran, keadilan, kasih, dan sayang
masih belum nampak di dalam kurikulum pendidikan sekolah. Hal ini dipertegas oleh Topatimasang dan
Fakih yang menyatakan kurikulum pendidikan sekolah cenderung menafikan nilai mentalitas, tetapi
mengutamakan nilai materialitas. Keseimbangan muatan kurikulum pada nilai materialitas dan
mentalitas berjalan berat sebelah. Strategi balanced scorecard yang diajarkan pada intinya dimuarakan
pada kepentingan materialitas bukan pada keseimbangan antara materialitas dan mentalitas.5 Hal ini
dapat mengakibatkan keluaran dari pendidikan sekolah adalah insan-insan yang materilitas dan
distigma. Oleh karena itu strategi pembelajaran pada pendidikan sekolah harus diberi fondasi terlebih
dahulu dengan internalisasi sosiologi kritis, inovasi, kreativitas, dan mentalitas Hal ini tidak berhenti
pada fondasi saja, tetapi juga diupayakan merasuki kurikulum yang ada pendidikan sekolah. Selain itu,
juga mengubah strategi pembelajaran yang selama ini berdasarkan pada konsep reproductive view of
learning menjadi constructive view of learning.6 Konsep ini pada dasarnya membangun tanpa merusak
fondasi yang sudah baik pada proses belajar mengajar selama ini. Konsep reproductive view of learning
yang selama ini dihasilkan hanya menghasilkan keluaran yang bersifat mengikut saja tanpa mampu
bersikap kritis, kreatif, dan mempunyai nilai-nilai mental. Ini berbeda dengan konsep constructive view
of learning yang berpegang pada nilai-nilai kritis, kreatif, dan nuansa mentalitas. Dalam konsep ini agar
dihasilkan mutu pendidikan tinggi 5R Topatimasang dan M.Fakih, Pendidikan Popular: Membangun
Kesadaran Kritis. (Yogyakarta: Insist Press, 2007), hlm. 38. 6Agger B, Teori Sosial Kritis: Kritik, Penerapan,
dan Implikasinya, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2006), hlm. 19. akuntansi yang berkualitas, maka anak
didik diinternalisasi dengan sikap kritis. Salah satu diantaranya adalah dengan paradigma dekonstruksi,
keluar dari kotak awal pengetahuan yang membelenggu, serta dijiwai nilai-nilai mentalitas berupa
kejujuran, keadilan, kasih, dan sayang. B. Pembahasan 1. Landasan Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum adalah suatu proses yang menentukan bagaimana kurikulum akan dapat
dilaksanakan. Pengembangan kurikulum agar dapat berhasil sesuai dengan yang diinginkan, maka dalam
pengembangan kurikulum diperlukan landasan-landasan pengembangan kurikulum. Pengembangan
kurikulum menurut Dimyati dan Mudjiono mengacu pada tiga unsur, yaitu 1) nilai dasar yang
merupakan falsafah dalam pendidikan manusia seutuhnya, 2) fakta empirik yang tercermin dari
pelaksanaan kurikulum, baik berdasarkan penilaian kurikulum, studi, maupun survei lainnya, dan 3)
landasan teori yang menjadi arahan pengembangan dan kerangka penyorotnya.7 Lebih lanjut Dimyati
dan Mudjiono mengemukakan landasan pengembangan kurikulum mencakup:8 a. Landasan Filosofis
Pendidikan ada dan berada dalam kehidupan masyarakat sehingga apa yang dikehendaki oleh
masyarakat untuk dilestarikan diselenggarakan melalui pendidikan. Segala kehendak yang dimiliki oleh
masyarakat merupakan sumber nilai yang memberikan arah pada pendidikan. Dengan demikian
pandangan dan wawasan yang ada dalam masyarakat merupakan pandangan dan wawasan dalam
pendidikan atau dapat dikatakan bahwa filsafat yang hidup dalam masyarakat merupakan landasan
filosofis penyelenggaraan pendidikan. Filsafat merupakan suatu studi tentang hakikat realitas, hakikat
ilmu pengetahuan, hakikat sistem nilai, hakikat nilai kebaikan, hakikat keindahan, dan hakikat pikiran.
Oleh karena itu landasan filosofis pengembangan kurikulum adalah hakikat realitas, ilmu 7Dimyati dan
Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm. 268. 8 Ibid, hlm. 269-272.
pengetahuan, sistem nilai, nilai kebaikan, keindahan, dan hakikat pikiran yang ada dalam masyarakat. b.
Landasan Sosial, Budaya, dan Agama Realitas sosial, budaya, dan agama yang ada dalam masyarakat
merupakan bahan kajian pengembangan kurikulum untuk digunakan sebagai landasan pengembangan
kurikulum. Kebersamaan individu dalam masyarakat diikat dan terikat oleh nilai yang menjadi pegangan
hidup dalam interaksi di antara mereka. Nilai-nilai yang perlu dipertahankan dan dihormati dalam
masyarakat mencakup nilai keagamaan dan sosial budaya. Nilai keagamaan berhubungan dengan
kepercayaan masyarakat terhadap ajaran agama, oleh karena itu umumnya bersifat langgeng.9 Nilai
sosial dan budaya masyarakat bersumber pada hasil karya akal budi manusia, sehingga dalam
menerima, menyebarluaskan, melestarikan, dan melepaskannya manusia menggunakan akalnya.
Dengan demikian apabila terdapat nilai sosial budaya yang tidak diterima/tidak sesuai dengan akalnya
akan dilepas. Oleh karena itu nilai sosial dan budaya lebih bersifat sementara jika dibandingkan dengan
agama. Untuk melaksanakan penerimaan, penyebarluasan, pelestarian, atau penolakan dan pelepasan
nilai sosial-budaya-agama, maka masyarakat menggunakan pendidikan yang dirancang melalui
kurikulum. c. Landasan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni Pendidikan merupakan upaya penyiapan
peserta didik menghadapi perubahan yang semaki pesat, termasuk di dalamnya perubahan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni (ipteks). Sukmadinata mengemukakan pengembangan ipteks secara
langsung akan menjadi isi/materi pendidikan, sedangkan secara tidak langsung memberikan tugas
kepada pendidikan untuk membekali masyarakat dengan kemampuan penyelesaian masalah yang
dihadapi sebagai pengaruh perkembangan ipteks. Selain itu perkembangan ipteks juga dimanfaatkan
untuk menyelesaikan masalah pendidikan.10 9 T. R. Joni, Wawasan Kependidikan Guru,(Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1983), hlm. 5. 10N. S. Sukmadinata, Pengembangan
Kurikulum: Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1997), hlm. 57. d. Landasan Kebutuhan
Masyarakat Adanya falsafah hidup, perubahan sosial-budaya-agama, dan perubahan ipteks dalam suatu
masyarakat akan merubah pula kebutuhan masyarakat. Kebutuhan masyarakat dipengaruhi oleh kondisi
dari masyarakat itu sendiri. Adanya perbedaan antara masyarakat satu dengan yang lainnya sebagian
besar disebabkan oleh kualitas dan kuantitas individu yang menjadi anggota masyarakat.
Pengembangan kurikulum menurut Sumantri juga harus ditekankan pada pengembangan individual
yang mencakup keterkaitannya dengan lingkungan sosial setempat. Sehingga disimpulkan landasan
pengembangan kurikulum adalah kebutuhan masyarakat yang dilayani melalui kurikulum yang
dikembangkan.11 e. Landasan Perkembangan Masyarakat Perkembangan masyarakat dipengaruhi oleh
falsafah hidup, nilai, ipteks, dan kebutuhan yang ada dalam masyarakat. Falsafah hidup akan
mengarahkan perkembangan masyarakat, nilai-nilai sosial-budaya-agama akan merupakan penyaringan
nilai-nilai lain yang menghambat perkembangan masyarakat. Ipteks mendukung perkembangan
masyarakat dan kebutuhan masyarakat akan membantu menetapkan perkembangan yang akan
dilaksanakan. Perkembangan masyarakat akan menuntut tersedianya proses pendidikan yang sesuai.
Untuk menciptakan proses pendidikan yang sesuai dengan perkembangan masyarakat maka diperlukan
rancangannya berupa kurikulum yang landasan pengembangannya berupa perkembangan masyarakat
itu sendiri. 2. Prinsip Pengembangan Kurikulum Pengembangan kurikulum menggunakan prinsip yang
telah berkembang dalam kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip baru. Oleh
karena itu, dalam implementasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan sangat mungkin terjadi
penggunaan prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum yang digunakan di lembaga pendidikan
lainnya, sehingga akan ditemukan banyak sekali prinsip-prinsip yang digunakan dalam suatu
pengembangan kurikulum. 11M Sumantri, Kurikulum dan Pengajaran (Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, 1988), hlm. 77. Sukmadinata mengemukakan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum
yang dibagi ke dalam dua macam yaitu prinsip umum dan prinsip khusus. Prinsip umum pengembangan
kurikulum adalah relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas. Prinsip khusus
pengembangan kurikulum adalah berkenaan dengan tujuan pendidikan, prinsip berkenaan dengan
pemilihan isi pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip
berkenaan dengan pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip berkenaan dengan pemilihan
kegiatan penilaian.12 Hal senada dikemukakan oleh Hernawan dalam Sudrajat mengemukakan lima
prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu:13 1. Prinsip relevansi, secara internal bahwa kurikulum
memiliki relevansi di antara komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi, dan evaluasi).
Sedangkan secara eksternal bahwa komponen tersebut memiliki relevansi dengan tuntutan ilmu
pengetahuan dan teknologi (relevansi epistemologis), tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi
psikologis), serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosiologis), 2. Prinsip
fleksibilitas, pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur,
dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan
situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar belakang
peserta didik, 3. Prinsip kontinuitas, yakni adanya kesinambungan dalam kurikulum, baik secara vertikal,
maupun secara horizontal. Pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan
kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antarjenjang pendidikan, maupun antara jenjang
pendidikan dan jenis pekerjaan, 4. Prinsip efisiensi, yakni mengusahakan agar dalam pengembangan
kurikulum dapat mendayagunakan sumber daya pendidikan yang ada secara optimal, cermat, dan tepat
sehingga hasilnya memadai, 5. Prinsip efektivitas, yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan
kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas. 12Ibid,
hlm. 86 13 Lihat, Sudrajat, Op. Cit, hlm. 5. 6. Terkait dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) menurut Sudrajat terdapat sejumlah prinsip-prinsip yang harus dipenuhi, yaitu:14 a.
Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk
mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan
kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan
peserta didik serta tuntutan lingkungan, b. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan
keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa
membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum
meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara
terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi,
c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Kurikulum dikembangkan
atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan
oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan
memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, d. Relevan dengan
kebutuhan kehidupan. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan
(stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di
dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan
keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, 14Ibid, hlm. 15 keterampilan sosial, keterampilan
akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan, e. Menyeluruh dan
berkesinambungan. Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian
keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua
jenjang pendidikan, f. Belajar sepanjang hayat. Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan,
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum
mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan
memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan
manusia seutuhnya, g. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Kurikulum
dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk
membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dan
kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan semboyan Bhineka
Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemenuhan prinsip-prinsip di atas
itulah yang membedakan antara penerapan satu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dengan
kurikulum sebelumnya, yang justru tampaknya sering kali terabaikan. Karena prinsip-prinsip itu dapat
dikatakan sebagai ruh atau jiwanya kurikulum. Dalam menyikapi suatu perubahan kurikulum, banyak
lebih terfokus hanya pada pemenuhan struktur kurikulum sebagai jasad dari kurikulum. Padahal jauh
lebih penting adalah perubahan kultural (perilaku) guna memenuhi prinsip-prinsip khusus yang
terkandung dalam pengembangan kurikulum. 3. Inovasi dan Pengembangan Kurikulum Inovasi dan
pengembangan kurikulum dilakukan karena melaksanakan pengembangan kurikulum bersifat dinamis,
selalu berubah, menyesuaikan diri dengan kebutuhan mereka yang belajar (peserta didik). Karena
masyarakat dan mereka yang belajar mengalami perubahan maka langkah awal dalam perumusan
kurikulum ialah penyelidikan mengenai situasi (situation analysis) yang dihadapi masyarakat, termasuk
situasi lingkungan belajar dalam arti menyeluruh, situasi peserta didik, dan para calon pengajar yang
diharapkan melaksanakan kegiatan. Istilah inovasi mengandung arti tindakan menciptakan sesuatu yang
baru yang membawa perubahan dengan menghasilkan gagasan dan pendekatan atau metode baru.15
Untuk menghasilkan sesuatu yang baru, yang diharapkan lebih berdaya guna, harus bertolak dari apa
yang ada. Sulit sekali memulai dan meningkatkan sesuatu dari sesuatu yang belum ada (ex nihilo). Inilah
juga yang dimaksud dengan pengembangan. Oleh karena itu inovasi dan pengembangan selalu terkait
erat. Dinamika globalisasi mengharuskan pendidikan untuk senantiasa memikirkan pembaruan dalam
banyak aspek termasuk kurikulum. Ferris mengemukakan aspek yang dibutuhkan dalam upaya
pembaruan dan mengembangkan kualitas pendidikan. Aspek mendasar yang harus dijadikan pedoman,
yakni:16 1. Kepekaan terhadap nilai budaya lokal (cultural appropirateness), 2. Kepedulian terhadap
pergumulan dan kebutuhan siswa, (attentiveness to the church) 3. Merumuskan strategi yang fleksibel,
peka terhadap kebutuhan setempat (flexible strategizing), 4. Menilai keberhasilan dari hasil belajar
peserta didik (outcomes assessment), 5. Menekankan pembentukan dan pertumbuhan iman (spiritual
formation), 6. Mengembangkan kurikulum yang holistik mencakup sisi akademis, praktis, dan pelatihan
spiritualitas (holistic curricularizing), 7. Melengkapi peserta didik untuk melayani (service orientation), 8.
Mengembangkan kreativitas guru dalam mengajar, memilih metode yang tepat (creativity in teaching),
9. Membentuk wawasan berpikir atas kehidupan (worldview), 10. Mempertimbangkan dimensi
perkembangan peserta didik (developmental focus), 11. Memfasilitasi terbentuknya kerja sama (a
cooperative spirit). 15Sidjabat, B. S,Pentingnya Inovasi dan Pengembangan Kurikulum dalam Pendidikan
(online), dalam http://www.tiranus.net, diakses 21 Agustus 2014, hlm. 13. 16R. W. Ferris,Renewal in
Theological Education: Stragies for Change, ( New York: Billy Graham Center, 1990), hlm. 34-35. Inovasi
dan pengembangan kurikulum dalam pendidikan merupakan kebutuhan yang terus harus diperhatikan.
Diperlukan riset lapangan dan refleksi pengalaman untuk mengembangkannya. Strategi yang lebih baik
lagi dalam pengembangan ini ialah kebersamaan para guru dan siswa untuk mengevaluasi kurikulum
dan pembelajaran yang sudah ditempuh, kemudian bersama-sama berunding mengusulkan pendapat
bagaimana melakukan pembaruan. Usulan tema-tema perubahan yang perlu dipikirkan oleh pendidikan
di masa depan mencakup: isi yang diajarkan (kurikulum), tekanan misinya pada bidang layanan para
lulusan, struktur organisasi yang mendukung pembelajaran, dan sumber finansial demi kemandirian
lembaga pendidikan sekolah itu sendiri. Sistem inovasi pada dasarnya merupakan suatu kesatuan dari
sehimpunan aktor, kelembagaan, jaringan, hubungan, interaksi dan proses produktif yang
mempengaruhi arah perkembangan dan kecepatan inovasi dan difusinya (termasuk teknologi dan
praktik baik/terbaik), serta proses pembelajaran. Sistem inovasi sangat penting karena bukan semata
menyangkut kemajuan ipteks (termasuk misalnya melalui pendidikan, penelitian, pengembangan dan
kerekayasaan) tetapi juga bagaimana iptek dapat didayagunakan secara maksimal bagi kepentingan
nasional dalam pembangunan pendidikan, ekonomi, sosial, dan budaya. Demikian sebaliknya,
perkembangan pendidikan, ekonomi, sosial, dan budaya menjadi bagian yang tidak dapat diabaikan dan
merupakan faktor yang sangat mempengaruhi arah dan kecepatan pemajuan ipteks. 4. Model
Pengembangan Kurikulum dan Strategi Pembelajaran Berbasis Sosiologi Kritis, Kreativitas, dan
Mentalitas Ilmu pengetahuan diawali dengan sarat nilai dan sarat tujuan yang mulia. Ilmu pengetahuan
adalah perjuangan terhadap kebohongan, pembebasan dari belenggu kebodohan dan ketidaktahuan,
keangkuhan dan keacuhan yang semuanya merupakan kejahatan terhadap hati nurani manusia sendiri.
Begitu pula, pengembangan kurikulum menurut Hamzah juga penuh dengan daya kritis, muatan kreatif,
dan nuansa mentalitas. Banyaknya ketidakjujuran dalam melakukan pengembangan, keterpasungan
dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan pesanan, sengaja membiarkan kesalahan pada suatu sistem,
serta pola manajemen yang bertentangan dengan hati nurani bukan salah pada ilmu pendidikan.
Kesalahan awal terletak pada kurikulum dan strategi pembelajaran yang selama digunakan dalam
penyelenggaraan pendidikan pada pendidikan.17 Kurikulum pendidikan sekolah merupakan pertautan
pengetahuan dan kepentingan berbagai pihak terkait dengan proses pembelajaran. Adanya kepentingan
menunjukkan adanya politik, dalam hal ini politik adalah sistem irasional dengan variabel-variabel yang
kompleks dan sulit dimengerti oleh siswa terkadang oleh para guru sehingga sangat sulit ditebak akan ke
mana arah pendidikan sekolah yang ada saat ini. Untuk itu menurut Sindhunata diperlukan kritik menuju
pembebasan para guru dan siswa dari irasionalitas menjadi rasional serta dari ketidaksadaran menjadi
kesadaran.18 Hal ini dikarenakan institusi pendidikan beserta para civitas akademik terjebak dan terbuai
pada rasionalitas serta ketidaksadaran yang berkelanjutan. Hal ini terlihat dari pengetahuan yang
didapat oleh siswa lebih banyak dari proses pembelajaran yang lebih banyak satu arah bukan partisipasi
yang bersifat dialektis yang diutamakan. Para guru masih menganggap dirinya adalah dewa yang
mengetahui segala persoalan dan permasalahan dalam proses pembelajaran. Hal ini yang memadamkan
dan menumpulkan daya kritis siswa sehingga proses penalaran dan pengasahan dalam perenungan
menjadi terabaikan. Padahal pengetahuan yang diperoleh tidak semata-mata dari proses pembelajaran
saja, tetapi juga dari perenungan ide-ide, pengalaman, dan pengamatan indra. Bagi para guru yang
kurang atau tidak melakukan perenungan ide-ide, pengalaman, dan pengamatan indra, maka strategi
pembelajarannya hanya bersifat satu arah dan pasif. Proses penajaman dari materi yang ada tidak
tergali secara optimal. Materi yang diajarkan dianggap sebagai sesuatu yang given (pemberian), untuk
itu tidak perlu sikap kritis terhadap materi tersebut. Akibatnya, kurikulum yang dibuat dan dijadikan
kontrak belajar antara para guru dan siswa juga dianggap sebagai sesuatu yang given (pemberian).
Tumpulnya perenungan ide-ide akan mematikan daya imajinasi, inspirasi, dan inovasi terhadap sesuatu
untuk menciptakan sesuatu yang baru. Apalagi proses pembelajaran selama ini juga lebih banyak
menggunakan rasio sebagai alat analisis. 17 Lihat, Hamzah, Op. Cit. hlm. 4. 18Sindhunata, Dilema Usaha
Manusia Rasional, (Jakarta: Rajawali Press, 2004), hlm. 39. Proses tersebut akan memunculkan
replikator-replikator baru bukan kreator-kreator yang handal dan mumpuni. Hal ini dikarenakan rasio
yang digunakan dalam berpikir dan menganalisis sebetulnya tidak netral dan historis atau tidak terkait
dengan masa lalu. Untuk membebaskan diri dari akal rasional dengan mengikatkan diri pada hati nurani.
Hal ini dikarenakan suara hati nurani adalah suara kejujuran yang paling terdalam. Apa yang tidak sesuai
dengan hati nurani akan mengalami gejolak atau penolakan di diri. Dengan adanya hal itu, maka dalam
pembuatan kurikulum serta pelaksanaan dalam proses belajar mengajar tidak semata-mata bertumpu
pada rasionalitas semata, tetapi juga pada perenungan ide-ide dengan imajinasi dan inspirasi untuk
menciptakan sesuatu yang inovasi dengan berpegang pada kata hati nurani. Kritis berkaitan dengan
memiliki ketajaman dalam menganalisis suatu hal atau persoalan dan pengambilan keputusan. Semakin
tajam seseorang menganalisis suatu permasalahan maka akan semakin tajam pula keputusan yang
dibuat oleh orang tersebut. Ennis dalam Hassoubah menjelaskan bahwa berpikir kritis adalah berpikir
secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pada pembuatan keputusan tentang apa yang harus
dipercayai atau dilakukan.19 Hal senada dikemukakan oleh Johnson dan Lamb yang menyatakan bahwa
critical thinking involveslogical thinking and reasoning including skills such as comparison, classification,
sequencing, cause/effect, patterning, webbing, analogies, deductive, and inductive reasoning,
forecasting, planning, hypothesizing, and critiquing.20 Berpikir kritis meliputi berpikir logis dan
beralasan berkaitan dengan keterampilan seperti membandingkan, menggolongkan, mengurutkan,
sebab akibat, menyusun, mengaitkan, analogi, proses berpikir deduktif, dan penyebab induktif, ramalan,
rencana, membuat hipotesis, dan tinjauan kritis. Pembelajaran yang dilakukan dengan model diskusi
kelompok kecil juga dapat dilakukan untuk mengembangkan kemampuan berpikir 19Z. I.. Hassoubah,
Mengasah Pikiran Kreatif dan Kritis: Disertai Ilustrasi dan Latihan. (Bandung: Nuansa, 2007), hlm. 87.
20T. Buzandan B. Buzan,The Mind Map Book, (London: BBC Worldwide Limited, 2003), hlm. 231. kritis.
Siswa yang tergabung dalam kelompok kecil akan mendapat kesempatan mengklarifikasi
pemahamannya dan mengevaluasi pemahaman siswa lain, mengobservasi strategi berpikir dari orang
lain untuk dijadikan panutan, membantu siswa lain yang kurang untuk membangun pemahaman,
meningkatkan motivasi, serta membentuk sikap yang diperlukan seperti menerima kritik dan
menyampaikan kritik dengan cara yang santun.21 Kurikulum pendidikan sekolah terjebak pada
kestatisan yang berkelanjutan. Kestatisan tersebut tidak dilandasi dengan pikiran, sikap, dan tindakan
yang positif. Untuk keluar dari pikiran, sikap, dan tindakan yang negatif menuju positif seakan-akan
terasa sulit. Hal ini dikarenakan ketidakpercayaan terhadap orang dan sistem yang ada. Hal ini juga
dikarenakan risiko yang ada terkait dengan perubahan pikiran, sikap, dan tindakan yang dialami para
guru dan keluaran dari institusi sekolah. Kreativitas adalah proses perubahan yang lebih baik dengan
memberi nilai tambah pada sesuatu dengan kemungkinan adanya risiko. Tanpa adanya nilai tambah
tersebut sesuatu akan berjalan statis. Kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan mencipta,22
sedangkan kreativitas menurut Campbell dalam ADVY adalah suatu ide atau pemikiran manusia yang
bersifat inovatif, berdaya guna (useful), dan dapat dimengerti (understandable).23 Aplikasi dari konsep
tersebut adalah seorang siswa harus banyak bertanya, banyak belajar, dan berdedikasi tinggi untuk
memperoleh kemampuan berpikir kreatif yang tinggi. Melakukan kreativitas dalam pendidikan sekolah
terkadang berbenturan dengan pelanggaran aturan yang ada. Aturan yang selama ini dibuat dan
disimpan dalam kotak tidak boleh dilanggar atau dilakukan perubahan. Untuk itu, perlu
mendesakralisasi aturan tersebut dengan melakukan perubahan. Untuk merubah aturan tersebut
menjadi lebih baik, maka harus berpegang pada filosofi aturan tersebut serta berpikir di luar kotak (out
of the box). 21Sudaryanto, Pembelajaran Kemampuan Berpikir Kritis (online).
(http://www.fk.undip.ac.id, diakses 21 Agustus 2014), hlm. 13 22P. Salim,Kamus Bahasa Indonesia
Kontemporer,(Jakarta: Modern English Press, 2002), hlm. 776. 23ADVY, Kreativitas (online).
(http://www.advy.ac.id, diakses 21 Agustu 2014). Proses berpikir di luar kotak yang belum banyak
diasah oleh para guru dan siswa. Bahkan tidak hanya berpikir di luar kotak, tetapi juga merangsang
untuk menciptakan kotak baru dengan berpijak pada proses berpikir di luar kotak. Jika hanya berpikir di
luar kotak yang selalu digunakan dan dihandalkan, maka akan terjadi proses konstruksi yang destruksi.
Proses kreativitas dalam pendidikan sekolah juga dapat dibuat dengan berpijak pada asumsi yang ada
maupun yang diciptakan. Pendidikan bersandar pada asumsi yang ada, dengan menghilangkan,
mengurangi, atau menambah asumsi-asumsi yang ada akan tumbuh kreativitas yang berkelanjutan.
Kebuntuan kreativitas terkadang terjebak pada penggunaan logika, karena logika berpola secara
sistematis, teratur, dan mekanis. Padahal kreativitas identik dengan pola pemikiran yang lateral, acak,
dan dinamis. Hambatan penumbuhan kreativitas pada pendidikan tinggi akuntansi dikarenakan
dominannya penggunaan logika dibandingkan dengan intuisi dan imajinasi. Tanpa adanya pelatihan dan
penumbuhan intuisi dan imajinasi dalam pendidikan tinggi akuntansi, maka kreativitas akan berjalan di
tempat. Kreativitas juga dapat ditumbuhkan dengan melakukan kaitan sesuatu dengan sesuatu hal yang
lain yang mampu membuat nilai tambah dan berdaya guna. Proses kreativitas dapat dilakukan dengan
kaitan yang tak berkaitan. Dengan kata lain, melampaui dari sesuatu yang dijadikan pijakan untuk
mengaitkan dengan sesuatu yang lain. Dalam proses mengaitkan tersebut, kreativitas akan semakin
tumbuh dengan kemampuan untuk memilah dan memilih bagian dari sesuatu yang berdaya guna dan
bernilai tambah. Pada pendidikan sekolah proses untuk menjadi kreativitas kurang
diperkenalkan/diajarkan, akibatnya keluaran dari institusi pendidikan sekolah adalah insan-insan yang
statis tanpa mampu melakukan perubahan yang berarti dengan memberi nilai tambah, daya guna, dan
daya hasil bagi masyarakat. Kemampuan berpikir kreatif dapat memudahkan siswa dalam memperdalam
ilmu pengetahuan yang dimiliki dan mempertajam kemampuan siswa untuk menganalisis permasalahan
yang timbul dalam usahanya mempelajari materi tertentu, sehingga siswa dapat mempelajari materi
yang disajikan di sekolah dengan baik, dan mampu menerapkan ilmu pengetahuan yang telah
didapatkannya. Kemampuan berpikir kreatif dapat diketahui oleh orang lain di sekitar. Guru hendaknya
mengetahui kemampuan berpikir kreatif dari siswanya sehingga dapat mengenali karakteristik siswanya
dan pada akhirnya dapat menerapkan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa.
Setiap sistem terkandung nilai-nilai tersendiri. Pendidikan sekolah merupakan sistem maupun subsistem
pendidikan tergantung dari sudut pandang mana melihatnya. Dalam hal ini, pendidikan sekolah sebagai
suatu sistem, semua upaya boleh dilakukan agar sistem dapat berjalan seoptimal mungkin, yang
ditekankan adalah bahwa ada tujuan utama proses pembelajaran yang paling mulia dengan nilai yang
luhur pula yang merupakan nilai universal yaitu nilai kemanusiaan. Nilai yang menjadikan para pendidik
dan anak didik mempunyai ketangguhan pribadi, ketangguhan sosial, dan ketangguhan antar manusia
dengan dijiwai oleh nilai-nilai kejujuran, keadilan, kasih, dan sayang. Nilai yang menyeimbangkan antara
kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual dalam diri para pendidik dan
anak didik. Nilai tersebut dikerahkan sebagai keseluruhan usaha dalam sistem pendidikan sekolah.
Masalahnya dengan pendidikan tinggi akuntansi yang dituangkan dalam kurikulum selama ini
merupakan sistem yang memiliki tata nilai sendiri yang telah berulang-ulang kali terjadi dalam sejarah,
yaitu nilai-nilai sempit sistem yang menggantikan nilai luhur pendidikan tinggi akuntansi sehingga
tujuannya menjadi tujuan egois sistem itu sendiri yang mengarah pada materialitas. Nilai sempit ini
terlihat dari ketangguhan pribadi yang mengungguli ketangguhan sosial dan ketangguhan antar manusia
serta kecerdasan intelektual yang mendominasi kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Sistem
tersebut akhirnya hidup dan sadar bahwa ia mempunyai keinginan sendiri sehingga mengeksploitasi
para guru dan siswa yang merupakan pembuatnya untuk mencapai tujuan-tujuan egoisnya sendiri, yaitu
materialitas.24 Ketika para guru dan siswa mulai sadar akan hal ini dan mencoba menggantikan sistem
tersebut oleh sistem yang baru yang menawarkan pada pendidikan yang membebaskan, maka banyak
mengalami permasalahan, baik dari sistem yang sudah ada maupun para pemakai dan pembuat sistem
tersebut. 24 Lihat, Hamzah, Op. cit, hlm. 8 Permasalahan terbesar khususnya dari pemakai dan pembuat
sistem tersebut, yaitu ketakutan akan berkurangnya atau hilangnya nilainilai yang bersifat materialitas.
Bahaya terbesar suatu sistem adalah dogmatisasi nilai-nilai sempit keyakinan yang seharusnya bersifat
sementara dan elastis bahkan plastis terhadap perkembangan jaman. Kurikulum pendidikan sekolah
yang merupakan turunan dari teori serta nilai-nilai dari suatu ilmu pengetahuan. Dalam perjalanannya,
pendidikan yang dituangkan dalam kurikulum telah tumbuh begitu kuatnya sehingga hegemoni telah
mencakup segala sisi dari para guru, siswa, dan sekolah sebagai institusi pendidikan. Bahayanya terletak
dari dogmatisasi nilai-nilai pendidikan yang diajarkan pada sekolah. Kurikulum pendidikan sekolah telah
terstruktur sedemikian rupa sehingga telah mempunyai arogansi dan egoistis untuk menyatakan dirinya
sebagai satu-satunya yang berhak dalam menyatakan kebenaran. Perspektif ini merupakan proses
fabrikasi dan mekanisasi pendidikan untuk menghasilkan keluaran pendidikan yang harus sesuai dengan
pasar kerja. Para guru dan siswa tidak sadar dibuat seolah-olah sebagai robot yang menjalankan sistem
penyelenggaraan pendidikan. Dengan kata lain, para guru dan siswa seakan-akan tidak mempunyai hati,
nurani, dan jiwa didiri. Proses pendidikan diarahkan pada pendidikan yang menjerumuskan bukan
pendidikan yang membebaskan, seakan-akan pasar kerja mempunyai kekuatan dan kekuasaan yang
mendominasi para guru dan siswa. Untuk itu, perspektif ini harus diubah dengan meletakkan manusia
yang mengontrol dan mengendalikan pasar kerja. Pendidikan yang membebaskan merupakan upaya
untuk menempatkan para pendidik dan anak didik membuat pasar kerja yang penuh dengan nilai-nilai
kemanusiaan. Nilai-nilai ini tercermin dari kejujuran, keadilan, kasih, dan sayang, baik antara para guru
dan siswa, antara institusi sekolah dan para civitas akademik, serta antara manusia satu dan manusia
satunya. Pengembangan kurikulum yang berbasis pada sosiologi kritis, kreativitas, dan mentalitas harus
didukung dengan strategi pembelajaran yang inovatif atau berbeda dengan strategi-strategi yang selama
ini dilakukan dalam proses pembelajaran. Strategi pembelajaran yang bertumpu pada teori harus
diimbangi dengan praktik yang ada. Banyak guru pada pendidikan sekolah hanya berpijak pada teori
semata, sehingga setelah selesai teori tersebut diajarkan, maka perlahan-lahan pudar materi yang
selama ini tertanam di benak siswa. Strategi pembelajaran yang inovatif adalah menciptakan aktivitas
agar anak didik dapat terlibat langsung dalam proses pendidikan sekaligus terlibat dalam keseluruhan
proses. Strategi pembelajaran tersebut tidak hanya bersifat ceramah semata saja, tetapi juga dengan
adanya simulasi, studi kasus, tanya jawab, curah pendapat, diskusi kelompok, penugasan, demonstrasi,
peragaan, dan studi lapangan. Penggunaan media belajar yang bervariasi dan menggunakan hasil
teknologi dapat meningkatkan siswa untuk ingin lebih mengetahui. Siswa yang memiliki rasa ingin lebih
tahu mempunyai kecenderungan untuk bertanya tentang suatu materi pelajaran yang dipelajarinya. C.
Kesimpulan dan Saran Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif, di dalamnya
mencakup perencanaan, penerapan, dan evaluasi. Perencanaan kurikulum adalah langkah awal
membangun kurikulum ketika pekerja kurikulum membuat keputusan dan mengambil tindakan untuk
menghasilkan perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan peserta didik. Penerapan Kurikulum atau
biasa disebut juga implementasi kurikulum berusaha mentransfer perencanaan kurikulum ke dalam
tindakan operasional. Oleh karena itu strategi pembelajaran pada pendidikan sekolah harus diberi
fondasi terlebih dahulu dengan internalisasi sosiologi kritis, inovasi, kreativitas, dan mentalitas. Hal ini
tidak berhenti pada fondasi saja, tetapi juga diupayakan merasuki kurikulum yang ada pendidikan
sekolah. Selain itu, juga mengubah strategi pembelajaran yang selama ini berdasarkan pada konsep
reproductive view of learning menjadi constructive view of learning. Konsep ini pada dasarnya
membangun tanpa merusak fondasi yang sudah baik pada proses belajar mengajar selama ini.
Pengembangan kurikulum agar dapat berhasil sesuai dengan yang diinginkan, maka dalam
pengembangan kurikulum diperlukan landasan-landasan pengembangan kurikulum. landasan
pengembangan kurikulum mencakup: landasan filosofis, landasan sosial, budaya, dan agama, landasan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, landasan kebutuhan masyarakat, dan landasan perkembangan
masyarakat Prinsip umum pengembangan kurikulum adalah relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis,
dan efektivitas. Prinsip khusus pengembangan kurikulum adalah berkenaan dengan tujuan pendidikan,
prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar
mengajar, prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip berkenaan dengan
pemilihan kegiatan penilaian. Inovasi dan pengembangan kurikulum dilakukan karena melaksanakan
pengembangan kurikulum bersifat dinamis, selalu berubah, menyesuaikan diri dengan kebutuhan
mereka yang belajar (peserta didik). Masyarakat dan mereka yang belajar mengalami perubahan maka
langkah awal dalam perumusan kurikulum ialah penyelidikan mengenai situasi (situation analysis) yang
dihadapi masyarakat, termasuk situasi lingkungan belajar dalam arti menyeluruh, situasi peserta didik,
dan para calon pengajar yang diharapkan melaksanakan kegiatan. Inovasi dan pengembangan kurikulum
dalam pendidikan merupakan kebutuhan yang terus harus diperhatikan. Diperlukan riset lapangan dan
refleksi pengalaman untuk mengembangkannya. Strategi yang lebih baik lagi dalam pengembangan ini
ialah kebersamaan para guru dan siswa untuk mengevaluasi kurikulum dan pembelajaran yang sudah
ditempuh, kemudian bersama-sama berunding mengusulkan pendapat bagaimana melakukan
pembaruan. Mengembangkan kurikulum yang berbasis pada sosiologi kritis, kreativitas, dan mentalitas
harus didukung dengan strategi pembelajaran yang inovatif atau berbeda dengan strategi-strategi yang
selama ini dilakukan dalam proses pembelajaran. Pendidikan yang membebaskan merupakan upaya
untuk menempatkan para pendidik dan anak didik membuat pasar kerja yang penuh dengan nilai-nilai
kemanusiaan. Nilai-nilai ini tercermin dari kejujuran, keadilan, kasih, dan sayang, baik antara para guru
dan siswa, antara institusi sekolah dan para civitas akademik, serta antara manusia satu dan manusia
satunya. DAFTAR PUSTAKA Agger, B. 2006. Teori Sosial Kritis: Kritik, Penerapan, dan Implikasinya.
Yogyakarta: Kreasi Wacana. Buzan, T., dan Buzan, B. 2003. The Mind Map Book. London: BBC Worldwide
Limited. Dimyati, dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Ferris, R. W.
1990. Renewal in Theological Education: Stragies for Change. New York: Billy Graham Center. Hamzah,
A. 2007. Model Pengembangan Kurikulum dan Strategi Pembelajaran Berbasis Mentalitas. Bangkalan:
Universitas Trunojoyo. Hassoubah, Z. I. 2007. Mengasah Pikiran Kreatif dan Kritis: Disertai Ilustrasi dan
Latihan. Bandung: Nuansa. Joni, T. R. Wawasan Kependidikan Guru. Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan. Munandar, S. C. U. 2002. Kreativitas dan Keberbakatan Strategi Mewujudkan Potensi
Kreatif dan Bakat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Salim, P, dan Salim, Y. 2002. Kamus Bahasa
Indonesia Kontemporer. Jakarta: Modern English Press. Sindhunata. 2004. Dilema Usaha Manusia
Rasional. Jakarta: Rajawali Press. Sukmadinata, N. S. 1997. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek.
Bandung: Remaja Rosda Karya. Sukmayadi, D. 2004. Cakrawala Inovasi Pendidikan: Upaya Mencari
Model Inovasi. Bandung: Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Sumantri, M. 1988.
Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Topatimasang, R., dan
Fakih, M. 2007. Pendidikan Popular: Membangun Kesadaran Kritis. Yogyakarta: Insist Press. ADVY,
Kreativitas (online). (http://www.advy.ac.id, diakses 21 Agustu 2014). Sidjabat, B. S. Pentingnya Inovasi
dan Pengembangan Kurikulum dalam Pendidikan (online). (http://www.tiranus.net, diakses 21 Agustus
2014). Sudaryanto. 2007. Pembelajaran Kemampuan Berpikir Kritis (online). (http://www.fk.undip.ac.id,
diakses 21 Agustus 2014). Sudrajat, A. 2009. Prinsip Pengembangan Kurikulum (online).
(http://akhmadsudrajat.wordpress.com, diakses 21 Agustus 2014).
Pengertian Metode Pembelajaran Macam Macam, Syarat, dan Faktor-faktor yang
mempengaruhi metode pembelajaran – Kegiatan belajar mengajar yang melahirkan
interaksi unsur-unsur manusiawi adalah sebagai suatu proses dalam rangka mencapai
tujuan pembelajaran.Dalam kegiatan belajar mengajar dibutuhkan suatu metode
pembelajaran yang menarik agar siswa tidak merasa bosan dengan materi yang diajarkan
oleh guru.

Sumber : Portal sekolah Dasar


Metode pembelajaran adalah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan
hubungan dengan siswa pada saat berlangsung pembelajaran (Sudjana, 2005:76).
Metode pembelajaran akuntansi adalah cara atau pendekatan yang dipergunakan dalam
menyajikan atau menyampaikan materi pelajaran akuntansi. menempati peranan yang
tak kalah penting dalam proses belajar mengajar. Dalam pemilihan metode apa yang
tepat, guru harus melihat situasi dan kondisi siswa serta materi yang diajarkan.
Dalam kegiatan belajar mengajar daya serap peserta didik tidaklah sama. Dalam
menghadapi perbedaan tersebut, strategi pengajaran yang tepat sangat dibutuhkan.
Strategi belajar mengajar adalah pola umum perbuatan guru dan siswa dalam kegiatan
mewujudkan kegiatan belajar mengajar (Hasibuan, 2004:3). Metode pembelajaran
merupakan salah satu strategi pembelajaran yang dapat dilakukan oleh guru untuk
menghadapi masalah tersebut sehingga pencapaian tujuan pengajaran dapat tercapai
dengan baik. Dengan pemanfaatan metode yang efektif dan efisien, guru akan mampu
mencapai tujuan pengajaran.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran adalah strategi
pembelajaran yang digunakan oleh guru sebagai alat untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
Faktor-faktor yang mempengaruhi metode pembelajaran
Sebagai suatu cara,metode tidaklah berdiri sendiri, tetapi dipengaruhi oleh faktor-faktor
lain. Guru akan lebih mudah menetapkan metode yang paling serasi untuk situasi dan
kondisi yang khusus dihadapinya, jika memahami sifat-sifat masing-masing metode
tersebut. Menurut Winarno Surakhmad dalam Djamarah (2002:89) pemilihan dan
penentuan metode dipengaruhi oleh beberapa faktor, sebagai berikut:

a. Anak didik
Anak didik adalah manusia berpotensi yang menghajatkan pendidikan. Di sekolah,
gurulah yang berkewajiban mendidiknya. Perbedaan individual anak didik pada aspek
biologis, intelektual, dan psikologis mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode
pembelajaran mana yang sebaiknya guru ambil untuk menciptakan lingkungan belajar
yang kreatif demi tercapainya tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
b. Tujuan
Tujuan adalah sasaran yang dituju dari setiap kegiatan belajar-mengajar. Tujuan dalam
pendidikan dan pengajaran ada berbagai jenis, ada tujuan instruksional, tujuan
kurikuler, tujuan institusional dan tujuan pendidikan nasional. Metode yang dipilih
guru harus sejalan dengan taraf kemampuan anak didik dan sesuai dengan tujuan yang
telah ditetapkan.
c. Situasi
Situasi kegiatan belajar mengajar yang guru ciptakan tidak selamanya sama dari hari ke
hari.Guru harus memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan situasi yang
diciptakan itu.

d. Fasilitas
Fasilitas merupakan hal yang mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode
pembelajaran. Fasilitas adalah kelengkapan yang menunjang belajar anak didik di
sekolah.Misalnya ketiadaan laboratorium untuk praktek IPA kurang mendukung
penggunaan metode eksperimen.

e. Guru
Setiap guru mempunyai kepribadian yang berbeda. Latar pendidikan guru diakui
mempengaruhi kompetensi. Kurangnya penguasaan terhadap berbagai jenis metode
menjadi kendala dalam memilih dan menentukan metode.

Syarat-syarat metode pembelajaran


Menurut Ahmadi dalam (Asih, 2007:20) syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam
penggunaan metode mengajar adalah:
 Metode mengajar harus dapat mermbangkitkan motif, minat atau gairah belajar siswa
 Metode mengajar harus dapat menjamin perkembangan kegiatan kepribadian siswa.
 Metode mengajar harus dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk mewujudkan
hasil karya.
 Metode mengajar harus dapat merangsang keinginan siswa untuk belajar lebih lanjut,
melakukan eksplorasi dan inovasi (pembaharuan).
 Metode mengajar harus dapat mendidik murid dalam teknik belajar sendiri dan cara
memperoleh pengetahuan melalui usaha pribadi.
 Metode mengajar harus dapat meniadakan penyajian yang bersifat verbalitas dan
menggantinya dengan pengalaman atau situasi yng nyata dn bertujuan.
 Metode mengajar harus dapat menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai dan sikap-
sikap utama yang diharapkan dalam kebiasaan cara bekerja yang baik dalam kehidupan sehari-
hari.
Macam-macam metode pembelajaran
Proses belajar-mengajar yang baik, hendaknya mempergunakan berbagai jenis metode
pembelajaran secara bergantian atau saling bahu membahu satu sama lain. Masing-
masing metode ada kelemahan dan kelebihannya. Tugas guru ialah memilih berbagai
metode yang tepat untuk menciptakan proses belajar-mengajar. Menurut Djamarah
(2002:93-110) macam-macam metode pembelajaran adalah sebagai berikut:

a. Metode proyek
Metode proyek adalah cara penyajian pelajaran yang bertitik tolak pada suatu masalah,
kemudian dibahas dari berbagai segi pemecahannya secara keseluruhan dan bermakna.
Penggunaan metode ini bertitik tolak dari anggapan bahwa pemecahan masalah perlu
melibatkan bukan hanya satu mata pelajaran, melainkan hendaknya melibatkan
berbagai mata pelajaran yang ada kaitannya dengan pemecahan masalah tersebut.

b. Metode eksperimen
Metode eksperimen (percobaan) adalah cara penyajian pelajaran, dimana siswa
melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang
dipelajari. Siswa dituntut untuk mengalami sendiri, mencari kebenaran atau mencoba
mencari suatu hukum atau dalil dan menarik kesimpulan atau proses yang dialaminya
itu.

c. Metode tugas atau resitasi


Metode resitasi (penugasan) adalah metode penyajian bahan pelajaran dimana guru
memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Metode ini
diberikan karena materi pelajaran banyak sementara waktu sedikit. Agar materei
pelajaran selesai sesuai dengan waktu yang ditentukan, maka metode inilah yang
biasanya digunakan oleh guru. Tugas ini biasanya bisa dilaksanakan di rumah, di
sekolah, di perpustakaan,dan di tempat lainnya. Tugas dan resitasi merangsang anak
untuk aktif belajar, baik individu maupun kelompok, tugas yang diberikan sangat
banyak macamnya tergantung dari tujuan yang hendak dicapai.

d. Metode diskusi
Metode diskusi adalah cara penyajian pelajaran, dimana siswa-siswa dihadapkan pada
suatu masalah yang bersifat problematis untuk dibahas dan dipecahkan secara bersama.
Teknik diskusi adalah salah satu teknik belajar mengajar yang dilakukan oleh seorang
guru di sekolah. Dalam diskusi terjadi interaks, tukar menukar pengalaman, informasi,
memecahkan masalah dan siswa menjadi aktif.

e. Metode sosiodrama
Metode sosiodrama dan role playing dapat dikatakan sama dalam pemakaiannya sering
disilihgantikan. Sosiodrama pada dasarnya mendramatisasi tingkah laku dalam
hubungannya dengan masalah sosial.

f. Metode demonstrasi
Metode demonstrasi adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan memperagakan
atau mempertunjukkan kepada siswa suatu proses, situasi atau benda tertentu yang
sedang dipelajari, baik sebenarnya ataupun tiruan dengan lisan. Dengan metode
demonstrasi, proses penerimaan siswa terhadap pelajaran akan berkesan secara
mendalam sehingga membentuk pengertian dengan baik dan sempurna.

g. Metode problem solving


Metode problem solving bukan hanya sekedar metode mengajar, tetapi juga merupakan
suatu metode berfikir sebab dalam metode problem solving dapat menggunakan
metode-metode lainnya yang dimulai dari mencari data sampai kepada menarik
kesimpulan.

h. Metode karya wisata


Karyawisata dalam arti metode mengajar mempunyai arti tersendiri yang berbeda
dalam arti umum. Karyawisata di sini berarti kunjungan ke luar kelas dalam rangka
belajar. Teknik karya wiasta adalah teknik mengajar yang dilaksanakan dengan
mengajar siswa kesuatu tempat atau objek tertentu diluar sekolah untuk mempelajari
atau menyelidiki sesuatu.

i. Metode tanya jawab


Metode tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang
harus dijawab, terutama dari guru kepada siswa,tetapi dapat pula dari siswa kepada
guru. Metode tanya jawab memungkinkan terjadinya komunikasi langsung yang bersifat
dua arah sebab pada saat yang sama terjadi dialog antara guru dan siswa.

j. Metode latihan
Metode latihan maerupakan suatu cara mengajar yang baik untuk menanamkan
kebiasaan-kebiasaan tertentu. Metode ini dapat juga digunakan untuk memperoleh
suatu ketangkasan, ketepatan, kesempatan dan keterampilan.

k. Metode ceramah
Metode ceramah adalah metode tradisional, karena sejak dulu dipergunakan sebagai
alat komunikasi lisan antara guru dengan siswa dalam proses belajar mengajar. Dalam
metode ceramah dibutuhkan keaktifan guru dalam kegiatan pengajaran. Metode ini
banyak digunakan pada pengajar yang kekurangan fasilitas.

Setiap metode pembelajaran mempunyai keunggulan dan kelemahannya sendiri-sendiri.


Penggunaan metode yang variatif dan sesuai dengan materi serta tujuan pembelajaran
dapat membuat siswa senang dan termotivasi untuk belajar. Metode tersebut harus dapat
meningkatkan pemahaman siswa terhadap bahan pelajaran yang diberikan oleh guru.
Dari uraian di atas, indikator-indikator dari metode pembelajaran dalam penelitian ini
adalah :
 membangkitkan motif dan minat belajar siswa
 mendidik siswa belajar sendiri
 membangkitkan keinginan belajar lebih lanjut
 meniadakan verbalitas dalam penyampaian materi

Anda mungkin juga menyukai