DOSEN :
Sepriadi, S.Si.,M.Pd
2023
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul "Dimensi Ilmiah dalam
Ilmu Keolahragaan dan Pendidikan Jasmani". Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan
kepada Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah membawa risalah kebenaran kepada seluruh
umat manusia.
Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas akademis yang bertujuan untuk menjelaskan
pentingnya dimensi ilmiah dalam ilmu keolahragaan dan pendidikan jasmani. Ilmu
keolahragaan bukan hanya aktivitas fisik semata, melainkan juga merupakan disiplin ilmiah
yang mencakup berbagai aspek yang relevan dengan kesehatan, kinerja fisik, dan aspek sosial
dalam olahraga.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
dukungan, bimbingan, dan inspirasi dalam penulisan makalah ini. Terima kasih kepada dosen
dan pengajar yang telah memberikan pengetahuan dan panduan yang berharga dalam mata
kuliah ini. Juga terima kasih kepada teman-teman sejawat yang telah berdiskusi dan berbagi
gagasan dalam penulisan makalah ini.
Makalah ini disusun dengan semangat untuk memberikan pemahaman yang lebih baik tentang
betapa pentingnya pendekatan ilmiah dalam ilmu keolahragaan dan pendidikan jasmani.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan menjadi kontribusi kecil dalam
pengembangan ilmu keolahragaan dan pendidikan jasmani di Indonesia.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan guna perbaikan di masa yang akan
datang. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan hidayah-Nya kepada kita semua.
Penulis
Kata Pengantar............................................................................................................2
Daftar Isi......................................................................................................................3
1. Pendahuluan.....................................................................................................
A. Latar Belakang.....................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...............................................................................................4
3. Kesimpulan..............................................................................................................12
4. Daftar Pustaka.........................................................................................................13
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan ontologi?
2. Apa yang dimaksud dengan epistimologi?
3. Apa yang disebut dengan aksiologi?
4. Apa yang disebut dengan aliran rasionalisme?
5. Apa yang disebut dengan aliran empirisme?
2) Epistimologi
Epistemologi berasal dari bahasa Yunani “Episteme” dan “Logos”. “Episteme”
berarti pengetahuan (knowledge), “logos” berarti teori. Dengan demikian,
epistemologi secara etimologis berarti teori pengetahuan. Epistemologi mengkaji
mengenai apa sesungguhnya ilmu, dari mana sumber ilmu, serta bagaimana
proses terjadinya. Dengan menyederhanakan batasan tersebut, Brameld
mendefinisikan epistimologi sebagai “it is epistemologi that gives the teacher
the assurance that he is conveying the truth to his student”. Definisi tersebut
dapat diterjemahkan sebagai “epistemologi memberikan kepercayaan dan
jaminan bagi guru bahwa ia memberikan kebenaran kepada murid-muridnya”.
Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut ini, misalnya ‘kursi’ adalah
cara kerja pikiran untuk menangkap substansi sebuah kursi. Dalam realita konkret, kita
selalu menemui bermacam kursi dalam jenis, sifat, bentuk, dan perujudannya.
Menurut jenis bentuk, posisi, dan fungsinya ada kursi makan, kursi belajar, kursi
goyang, kursi tamu, dan sebagainya. Namun, terlepas dari hal itu semua ‘kursi’ adalah
kursi bukan ‘meja’ meskipun biasa difungsikan sebagai meja atau sebagai alat (benda
buatan) dalam bentuk tertentu, yang berfungsi sebagai ‘tempat duduk’. Sementara
duduk adalah suatu kegiatan seseorang dalam posisi meletakkan seluruh badan
dengan macam jenis, sifat, bentuk hal atau benda dalam keadaan seperti apapun, di
mana, serta kapanpun berada dan yang biasanya difungsikan sebagai tempat duduk.
Berikut adalah aliran-aliran dalam epistemologis:
a. Rasionalisme
3) Aksiologi
Secara etimologis, aksiologi berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu “aksios”
yang berarti nilai dan kata “logos” berarti teori. Jadi, aksiologi merupakan cabang
filsafat yang mempelajari nilai. Dengan kata lain, aksiologi adalah teori nilai.
Suriasumantri mendefinisikan aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan kegunaan
dari pengetahuan yang di peroleh. Aksiologi dalam Kamus Bahasa Indonesia (1995)
adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia,
kajian tentang nilai-nilai khususnya etika. Menurut Wibisono seperti yang
dikutip Surajiyo (2007), aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika
dan moral sebagai dasar normatif penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu.
Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa aksiologi disamakan dengan value
and valuation.
Memperbincangkan aksiologi tentu membahas dan membedah masalah nilai.
Apa sebenarnya nilai itu? Bertens menjelaskan nilai sebagai sesuatu yang menarik bagi
seseorang, sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang dicari, sesuatu yang dicari,
sesuatu yang disukai dan diinginkan. Pendeknya, nilai adalah sesuatu yang baik. Lawan
dari nilai adalah non-nilai atau disvalue. Ada yang mengatakan disvalue sebagai nilai
negatif. Sedangkan sesuatu yang baik
adalah nilai positif. Hans Jonas, seorang filsuf Jerman-Amerika, mengatakan
nilai sebagai the addresse of a yes. Sesuatu yang ditujukan dengan ya. Nilai adalah
sesuatu yang kita iya-kan atau yang kita aminkan. Nilai selalu memiliki konotasi yang
positif.
Implikasi aksiologi dalam dunia pendidikan adalah menguji dan
mengintegrasikan nilai tersebut dalam kehidupan manusia dan membinakannya dalam
kepribadian peserta didik. Memang untuk menjelaskan apakah yang baik itu, benar,
buruk dan jahat bukanlah sesuatu yang mudah. Apalagi, baik, benar, indah dan buruk,
dalam arti mendalam dimaksudkan untuk membina kepribadian ideal anak, jelas
merupakan tugas utama pendidikan.
Pendidikan harus memberikan pemahaman/pengertian baik, benar, bagus,
buruk dan sejenisnya kepada peserta didik secara komprehensif dalam arti dilihat dari
segi etika, estetika, dan nilai sosial. Dalam masyarakat, nilai-nilai itu terintegrasi dan
saling berinteraksi. Nilai-nilai di dalam rumah tangga/keluarga, tetangga, kota, negara
adalah nilai-nilai yang tak mungkin diabaikan dunia pendidikan bahkan sebaliknya
10 | D I M E N S I I L M I A H I L M U K E O L A H R A G A A N D A N P E N J A S
harus mendapat perhatian. Ajaran islam merupakan perangkat sistem nilai yaitu
pedoman hidup secara islami, sesuai
dengan tuntunan Allah SWT. Aksiologi pendidikan Islam berkaitan dengan
nilai-nilai, tujuan, dan target yang akan dicapai dalam pendidikan Islam. Sedangkan
tujuan pendidikan Islam menurut Abuddin Nata adalah untuk mewujudkan manusia
yang shaleh, taat beribadah dan gemar beramal untuk tujuan akhirat.
Nilai-nilai tersebut harus dimuat dalam kurikulum pendidikan Islam,
diantaranya:
1) Mengandung petunjuk akhlak.
2) Mengandung upaya meningkatkan kesejahteraan hidup manusia di bumi dan
kebahagiaan di akhirat.
3) Mengandung usaha keras untuk meraih kehidupan yang baik.
4) Meengandung nilai yang dapat memadukan antara kepentingan kehidupan
dunia dan akhirat.
11 | D I M E N S I I L M I A H I L M U K E O L A H R A G A A N D A N P E N J A S
1) Rasionalisme
Rasionalisme secara etimologis berasal dari bahasa Inggris rationalism dan
kata ini berakar dari bahasa Latin yaitu ratio artinya “akal”. Kemudian secara
terminologis ialah aliran yang memiliki paham dan berpegang pada prinsip bahwa akal
merupakan sumber utama ilmu pengetahuan yang benar. Akal menduduki posisi
unggul dan bebas atau terlepas dari pengamatan inderawi, pengalaman hanya dipakai
untuk mempertegas pengetahuan yang diperoleh akal, dengan demikian paham
rasionalisme ialah berpusat pada akal (Machmud, 2011).
Rasionalisme adalah aksioma dasar yang dipakai membangun system
pemikiran yang diturunkan dari idea. Pikiran manusia memiliki kemampuan untuk
“mengetahui” idea tersebut, namun manusia tidak menciptakannya dan tidak
mempelajarinya lewat pengalaman. Idea tersebut sudah ada di sana (daya nalar)
sebagai kenyataan dasar dan fikiran manusia. Kaum rasionalis berdalil, bahwa fikiran
dapat memahami prinsip, maka prinsip itu harus “ada”, artinya, prinsip harus benar
dan nyata. Jika prinsip tidak “ada” orang tidak mungkin akan dapat
menggambarkannya (Suriasumantri, Ilmu Dalam Perspektif , 2009).
Salah satu tokoh rasionalisme modern adalah Rene Descartes (1596- 1650). Ia
dijuluki sebagai bapak filsafat modern, Descartes berusaha memberi dasar metodis
yang baru dalam filsafat, dengan metode tersebut Descartes memahaminya sebagai
atauran-aturan yang dapat dipakai untuk menemukan kepastian dasar dan kebenaran
yang kokoh (fundamentum certum et inconcussum veritatis). Metode itu disebutnya
“le doute methodique” (metode kesangsian). Jadi, berfilsafat bagi Descartes berarti
melontarkan persoalan metafisis untuk menemukan sebuah fundamen yang pasti
(Hardiman, 2004).
Untuk menemukan titik kepastian itu Descartes mulai dengan sebuah
kesangsian atas segala sesuatu. Dia mulai menyangsikan berbagai pandangan metafisis
yang berlaku tentang dunia materi dan dunia non- materi itu bukanlah tipuan belaka
dari semacam iblis yang sangat licik, lalu apakah yang menjadi pegangan? Menurut
Descartes, sekurang-kurangnya “aku yang menyangsikan” alam ini bukanlah hasil
tipuan, semakin menyangsikan segala sesuatu, maka kesangsianlah yang membuktikan
kepada diri kita bahwa alam ini nyata. Menyangsikan adalah berfikir, Descartes
kemudian mengatakan Je Pense donc je suis atau cogito ergo sum (aku berfikir, maka
aku ada) (Hardiman, 2004).
Keragu-raguan atau kesangsian Descartes hanyalah sebuah metode, bukanlah
ragu-ragu skeptis atau ragu-ragu sungguhan. Keraguan untuk mencapai kepastian,
hanya rasio yang dapat membawa orang kepada kebenaran. Mengenai apa dan siapa
yang menjamin, idea itu benar adalah Tuhan itu sendiri, idea ialah pemberian Tuhan
(Poedjawijatna, 1997). Sebab tak mungkin Tuhan memberi pedoman yang salah. Maka
12 | D I M E N S I I L M I A H I L M U K E O L A H R A G A A N D A N P E N J A S
dari itu rasiolah alat pencari dan pengukur pengetahuan, itulah sebabnya maka aliran
ini disebut Rasionalisme (Tafsir, Mengurai Ontologi, Epistemologi Dan Aksiologi
Pengetahuan, 2004).
2) Empirisme
Kata empirisme secara etimologis dari bahasa Inggris empiricism dan experience,
kata ini berakar dari bahasa Yunani empeiria dan experietia yang artinya
“berpengalaman dalam”. Kemudian secara terminologis pengertian empirisme ialah
dokrin atau paham yang meyakini bahwa sumber seluruh pengetahuan harus
berdasarkan pengalaman indera, ide hanya abstraksi yang dibentuk terhadap apa
yang dialami, dan pengalaman inderawi ialah satu-satunya sumber pengetahuan
(Bagus, 2002).
Dalam teori empiris terdapat dua aspek pokok yaitu, pertama ialah yang mengetahui
(subjek) dan yang diketahui (objek) di antara keduanya terdapat alam nyata seperti
fakta yang dapat diungkap. Kedua, pengujian kebenaran dari fakta didasarkan
kepada pengalaman manusia, maka pernyataan ada atau tidak sesuatu haruslah
memenuhi persyaratan pengujian pengematan publik (Suriasumantri, Ilmu Dalam
Perspektif , 2009). Selanjutnya dari pemaparan ini kita dapat memahami bahwa ada
enam ajaran empirisme yaitu: pertema, semua ide ialah abstraksi yang dibentuk
oleh pengalaman, kedua pengelaman inderawi ialah satu-satunya sumber
pengetahuan, ketiga semua yang diketahui bergantung pada data inderawi, keempat
semua pengetahuan turun dan disimpulkan data inderawi kecuali kebenaran
defisional metematika dan logika, kelima akal tidak dapat memberikan pengetahuan
tanpa bantuan indera, dan keenam empirisme sebagai filsafat pengalaman
(Puspitasari, 2012).
Pada zaman sekarang empirisme menjadi sikap dasar segala bentuk penelitian
ilmiah. Pengetahuan harus didasarkan pada observasi empiris, dengan maksud
untuk mengembalikan pengetahuan pada pengalaman dan berusaha membebaskan
diri dari berbagai bentuk spekulasi spiritual dan cara berfikir tradisional. Dengan cara
itu juga kaum empiris berusaha memisahkan filsafat dari teologi (Hardiman, 2004).
Mereka berdalil bahwa tidak beralasan untuk mencari pengetahuan mutlak dan
mencakup semua sisi, kaum empiris cukup puas dengan mengembangkan sebuah
system pengetahuan yang mempunyai peluang yang besar untuk benar, meskipun
pengetahuan mutlak tidak pernah dapat dijamin.
Aliran empirisme berkembang pesat pada masa renaisance yaiu sekitar abad ke-17
dan 18 di negara Inggris dan sekiatrnya. Aliran ini dirintis oleh tokoh filsuf Inggris
yaitu Francis Bacon De Verulam (1561-1626) dan dilanjutkan oleh filsuf-filsuf lainya
13 | D I M E N S I I L M I A H I L M U K E O L A H R A G A A N D A N P E N J A S
seperti John Locke, George Barkeley, Thomas Hobes dan David Hume (Sativa, 2011).
Salah satu gagasan dari mereka yaitu David Hume (1711-1776) mengatakan
pemikiran empirisnya tersimpul dalam satu ungkapan yang singkat yaitu
“I never catch my self at anytime without a perception” artinya (saya selalu memiliki
persepsi pada setiap yang saya alami), dari ungkapan ini David Hume menyampaikan
bahwa seluruh pengalaman dan pemikiran tersusun dari rangkaian kesan
(impression) (Machmud, 2011).
Pada dasarnya aliran ini muncul karena ada anggapan bahwa kaum rasionalis tidak
cukup mampu menstrukturkan kerangka pengetahuan berasal dari akal saja dan
mereka berpendapat akal itu bersifat polos dan ia akan terisi apabila diisi dengan
bantuan indera sebagai alat untuk mendapatkan pengalaman (Juhari, 2013). Namun
aliran ini tetap memiliki kelemahan seperti pada pengalaman inderawi yang sifatnya
terbatas dan objek bisa saja menipu seperti ilusi (Wilardjo, 2009). Pada dasarnya
fungsi dari kedua aliran tersebut tidak lepas hanya sebagai alat untuk
mempertanggungjawabkan suatu ilmu dan pengetahuan yang diajukan oleh seorang
ilmuan kepada khalayak umum baik berupa teori baru, hasil rekonstruksi, gagasan-
gagasan, dan ide sebagai hasil pikiran (Mudzakir, 2016). Dengan demikian ilmu dan
pengetahuan bisa dicapai secara benar menurut akal dan dapat dibuktikan dengan
pengamatan.
14 | D I M E N S I I L M I A H I L M U K E O L A H R A G A A N D A N P E N J A S
3. Kesimpulan
Ilmu pengetahuan adalah bukti berfungsinya akal dan fikiran manusia. Kemampuan
memiliki pengetahuan adalah naluri paling besar sebagai kelebihan dan keunggulan
manusia, hal ini ditunjukkan dengan ciri khusus yaitu manusia memiliki curiosity (rasa ingin
tahu) yang tinggi yang mengakibatkan manusia sering bertanya dan mencari tahu tentang
sesuatu. Pengetahuan dihasilkan dari rasa ingin tahu dan sejalan dengan prinsip
pengamatan maka ilmu dan pengetahuan dapat dicapai dengan benar sebagai
pertanggungjawaban eksistensi manusia di muka bumi. Ilmu dan pengetahuan memiliki
perbedaan yang signifikan walaupun keduanya tampak sama dan selalu berdampingan. Ilmu
(science) memiliki struktur dan sistematis dalam mencapai suatu kesimpulan sedangkan
pengetahuan (knowledge) meliputi semua hal yang diketahui manusia, baik yang terstruktur
maupun tidak terstruktur. Pengetahuan bisa berupa fakta, berita, mitos dan hal yang
bersifat dogma. Pengetahuan tidak harus memenuhi syarat sistematis hanya saja
pengetahuan dapat naik derajat menjadi ilmu dengan cara memenuhi aspek ontologi,
epistemologi dan aksiologi dalam kerangka ilmu pengetahuan. Ketiga aspek ini
membongkar pengetahuan sehingga menjadi akurat dan benar serta dapat dipertahankan
keabsahannya. Ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia secara epistemologis bersumber
pada dua aliran pemahaman, yaitu rasionalisme dan empirisme. Rasionalisme ialah paham
yang meyakini bahwa sumber utama pengetahuan manusia terletak pada akal atau disebut
dengan idea, sedangkan empirisme ialah paham yang meyakini bahwa satu-satunya sumber
pengetahuan yang akurat adalah dari pengalaman inderawi. Keduanya memiliki argumen
yang kuat dan melahirkan tokoh-tokoh yang terkenal dalam bidang keilmuan, sehingga dua
paham ini seolah beradu dalam panggung kompetisi yang panas, namun pada dasarnya
keduanya hanyalah alat untuk mengokohkan suatu ilmu pengetahuan supaya diterima oleh
nalar dan indera. Diharapkan penelitian ini memiliki manfaat bagi para pelajar untuk
menstrukturkan pengetahuan yang dimilki supaya menjadi ilmu yang benar. Keterbatasan
penelitian ini ialah tidak membahas secara mendalam mengenai jenis aliran yang
menanggapi rasionalisme dan empirisme, hanya memaparkan struktur awal saja. Penelitian
ini direkomendasikan untuk bahan rujukan bagi lembaga pendidikan yang berkaitan dengan
kajian filsafat, agama, dan pemikiran.
15 | D I M E N S I I L M I A H I L M U K E O L A H R A G A A N D A N P E N J A S
4. DAFTAR PUSTAKA
https://journal.uingd.ac.id>article>download
https://wikipedia.org>wiki>rasionalisme
https://journal.unhas.ac.id>jib>article>download
https://media.neliti.com>media>publications
16 | D I M E N S I I L M I A H I L M U K E O L A H R A G A A N D A N P E N J A S