Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“ISLAM UNTUK DISIPLIN ILMU”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 9
1. Aisabella Zelianty Nor (D041221001)
2. Muhammad Rafi Rizqullah M (D041221003)
3. Hendri (D041221100)

UNIVERSITAS HASANUDDIN
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
GOWA
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah mata kuliah Pendidikan
Agama Islam tepat waktu. Tidak lupa shalawat serta salam tercurah kepada Rasulullah SAW
yang syafaatnya kita nantikan kelak.
Penulisan makalah berjudul “ Islam Untuk Disiplin Ilmu ” dapat diselesaikan karena
bantuan banyak pihak. Kami berharap makalah tentang Islam Untuk Disiplin Ilmu ini dapat
menjadi referensi bagi pihak-pihak yang tertarik pada makalah ini. Selain itu, kami
juga berharap agar pembaca mendapatkan sudut pandang baru setelah membaca makalah ini.
Penulis menyadari makalah bertema diatas ini masih memerlukan berbagai
penyempurnaan, terutama pada bagian isi. Kami akan sangat menerima segala bentuk kritik
dan saran pembaca demi penyempurnaan makalah ini. Apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini, kami memohon maaf. Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Gowa, 31 Mei 2023

Penulis
Kelompok 9
Daftar Isi
Kata pengantar ............................................................................................i
Daftar Isi .....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................4
A. Latar Belakang ................................................................................4
B. Rumusan Masalah ...........................................................................5
C. Tujuan Penulis .................................................................................5
D. Manfaat Penulisan ...........................................................................6
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................
A. Pengertian Dan Kedudukan Disiplin Ilmu Dalam Islam 7
B. Konsep Islam Tentang Ilmu 7-10
C. Hubungan Islam dan Ilmu Pengetahuan 10-12
D. Dalil Al – Qur’an dan As – Sunnnah tentang ilmu 12
E. Episteme Ilmu Dalam Islam Berlandaskan Tauhid 12-13
BAB III PENUTUP ……………………………………………………...14
A. Kesimpulan ………………………………………………………14
B. Saran ……………………………………………………………..14
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pada masa sekarang, masa dimana globalisasai tidak bisa dihindari, akan tetapi
adanya perkembangan zaman itulah yang harus diterima dengan cara memfilter apa
yang seharusnya dipilih untuk maslahah bersama. Belakangan ini banyak ditemukan
pendidikan yang bobrok, realita ini banyak ditemukan di wilayah kota-kota besar.
Memang dalam keilmuan non agama bisa dikatakan unggul, akan tetapi nilai spiritual
yang ada sangatlah tidak cocok bila dikatakan sebagai seorang muslim.
Pendidikan Islam adalah salah satu cara untuk merubah pola hidup mereka.
Tetapi yang menjadi pertanyaan adalah pendidikan Islam itu seperti apa. Akankah
pendidikan merupakan jalan keluar dari permasalahan ini. Melihat kenyataan bahwa
Pendidikan Islam merupakan disiplin ilmu, maka asumsi bahwa pendidikan Islam
dapat merubah hal itu bukanlah hal yang mustahil dilakukan. Tetapi yang menjadi
pertanyaan lagi adalah mengapa pendididkan Islam sebagai disipin ilmu. Mungkin
pertanyaan-pertanyaan ini akan dijelaskan dalam makalah ini.
Manusia merupakan mahluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna, yang
membedakan kesempurnaan manusia dengan mahluk-mahluk lainnya adalah akal,
Allah SWT membekali akal bagi manusia untuk keberlangsungan hidupnya, sehingga
sesuai dengan tujuan diciptakannya manusia yaitu sebagai khalifah bumi, yang
membawa misi Rahmatan lil’alamin (kasih sayang bagi seluruh alam). Dengan akal
pikiran yang telah diberikan oleh Allah SWT, islam sejatinya menuntut manusia untuk
mengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang harus mengangkat harkat dan
martabat kehambaan kepada Allah dan membenarkan dirinya sebagai khalifah Allah
dimuka bumi, yaitu dengan jalan mencari ilmu pengetahuan. Sebagaimana yang
terdapat dalam sabda-sabda Rasul-Nya, yaitu Muhammad SAW, yang
mengumandangkan kewajiban mencari ilmu bagi umat Muslim. Rasulullah SWA
memprioritaskan umatnya untuk mencari ilmu syar’i, yaitu demi pembentukan sikap
dan prilaku yang mengandung unsur Akhlakul Karimah. Dalam meraih ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam persepsi islam, harus selalu bergandengan dengan
aspek ketauhidan.
Di dalam Al-Qur’an tidak hanya diletakkan dasar-dasar peraturan hidup manusia
dalam hubungannya dengan Tuhan Sang Pencipta, dalam interaksinya dengan sesama
manusia, dan dalam tindakannya terhadap alam disekelilingnya, tetapi juga dinyatakan
untuk apa manusia diciptakan. Di dalam Al-Qur’an disebutkan juga secara garis besar
tentang kejadian alam semesta dan berbagai proses tentang kealaman lainnya, tentang
penciptaan makhluk hidup, termasuk manusia yang didorong hasrat ingin tahunya,
dipacu akalnya untuk menyelidiki segala apa yang ada di sekelilingnya, meski pun Al-
Qur’an bukan buku pelajaran biologi atau sains pada umumnya. Dalam kaitan ini Al-
Qur’an senantiasa menyeru manusia untuk memperhatikan alam semesta dan
memikirkannya sehingga akan muncul ketakjuban terhadap keunikan dan kedahsyatan
alam ini dan pada akhirnya akan menyampaikan manusia pada kepercayaan bahwa
yang menciptakan ini semua adalah Yang Maha Agung dan Maha Berilmu.
Berkenaan dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin meningkat,
wajar jika derajat pencapaian iptek menurut islam, berada pada posisi yang terhormat
dan dimuliakan oleh Allah. Maka dari itu, pada pembahasan ini akan dikaji pandangan
Islam tentang ilmu pengetahuan dan teknologi demi meningkatkan pemahaman
Islam secara menyeluruh, dan juga demi kemajuan umat Islam dalam segala bidang
ilmu.
Dari penjabaran diatas tentunya kita mengetahui bahwa islam dan disiplin ilmu
adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Islam itu sendiri adalah disiplin ilmu
yang berarti islam adalah ilmu pengetahuan. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai
hubungan islam dengan disiplin ilmu. Lebih dari itu kita juga akan membahas mengenai
kontribusi islam terhadap dunia barat serta faktor kemajuan dan kemunduran islam di
kancah dunia.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan di bahas pada makalah ini adalah :
1. Apakah pengertian dan kedudukan disiplin ilmu dalam Islam ?
2. Bagaimana konsep Islam tentang ilmu ?
3. Bagaimana hubungan islam dengan ilmu pengetahuan ?
4. Apa saja dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah terkait dengan ilmu?
5. Apa episteme ilmu dalam islam berdasarkan tauhid?

C. Tujuan Penulis
Adapun tujuan penulis makalah yaitu :
1. Untuk memahami pengertian dan kedudukan disiplin ilmu dalam islam
2. Untuk memahami konsep islam tentang ilmu
3. Untuk mengetahui hubungan islam dengan ilmu pengetahuan
4. Untuk mengetahui dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah terkait dengan ilmu
5. Untuk mengetahui episteme ilmu dalam islam berdasarkan tauhid

D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1). Bagi penulis, diharapkan makalah ini dapat memberikan tambahan wawasan dan
pengetahuan bagi kelompok khususnya mengenai disiplin ilmu dalam Islam .

2). Bagi pembaca, diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi tambahan
wawasan dan pengetahuan khususnya mengenai konsep disiplin ilmu dalam Islam.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Dan Kedudukan Disiplin Ilmu Dalam Islam


Al-Qur’an mempunyai peran yang sangat penting dalam merenovasi pondasi keilmuan
dalam hidup. Bermula dari Al-Qur’an timbul lah berbagai ilmu – ilmu pokok serta berbagai
cabangnya. Dalam hal ini, Ibnu Khuldun dalam bukunya Muqoddimah membagi ilmu menjadi
dua: Pertama adalah jenis ilmu yang dilahirkan oleh manusia dengan pikirannya. Jenis ilmu
yang pertama ini bisa didapatkan manusia dengan pikiran yang telah dikaruniakan oleh Allah
dalam membuka tabir pengetahuan padanya. Kedua adalah jenis ilmu yang kedua ini didapat
dari penciptanya. Maka jenis kedua ini hanya bisa didapatkan dari riwayat – riwayat yang
bersumber pada wadhi syar’I (Allah) sehingga akal tidak mempunyai porsi untuk bermain
didalamnya selain untuk menghubungkan benang merah antar pokok – pokok permasalahan
dan cabang nya. Ragam jenis ilmu yang kedua ini sangatlah banyak dan semuanya bersumber
dari syariat yang bermuara pada Al-Qur’an yag rujukkannya adalah ilmu lain yaitu hadits.
Selanjutnya Al-Qur’an perlu diambil kesimpulan hukumnya yang menambahkan ilmu berupa
alat dan kaidah dalam pengambilan kesimpulan - kesimpulan lafaz Al-Qur’an yaitu Usul Fiqih
Allah menerangkan anjuran untuk menuntut ilmu di dalam Al-Qur’an Q.S. Al-Mujadalah ayat
11: “Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang – lapanglah dalam
majelis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila
dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Kutipan ayat tersebut menerangkan
bahwa betapa Allah akan mengangkat derajat mereka yang menuntut ilmu beberapa kali lebih
tinggi daripada yang tidak menuntut ilmu. Isyarat ini menandakan bahwa dengan ilmu lah
manusia bisa menjadi lebih mulia, tidak dengan hartanya apalagi nasabnya. Dalam sebuah
Hadis pun disebutkan tentang keutamaan mempelajari ilmu pengetahuan dalam Islam,
Rasulullah SAW bersabda: "Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan
mudahkan baginya jalan menuju surga." (HR. Muslim, no. 2699).
Dari kedua dalil di atas menerangkan bahwa umat Islam diwajibkan untuk menuntut
ilmu, karena Allah telah berjanji di dalam Al-Qur'an bahwa barang siapa yang pergi untuk
menuntut ilmu maka Allah akan mengangkat derajatnya, dan Rasulullah juga menjelaskan
bahwa dengan belajar atau berjalan untuk mencari ilmu maka Allah akan memudahkan
jalannya menuju surga. Di dalam kata-kata mutiara orang Arab juga menjelaskan tentang
belajar: "Tuntutlah ilmu dari buaian (bayi) hingga liang lahat.”

B. Konsep Islam Tentang Ilmu


Definisi ilmu dalam islam, Kata “ilmu” berasal dari bahasa Arab yaitu (alima,
ya’lamu,‘ilman) yang berarti mengerti, memahami benar-benar. Dalam Bahasa inggris
diartikan sebagai sains dengan maksud pengetahuan. Dalam Barat Modern ilmu
merujuk kepada pengenalan tradisi kepahaman islam. Adapun ciri – ciri ilmu dalam
islam yaitu: Ilmu adalah milik Allah SWT, penekanan tentang kebenaran (al – Haq)
dan keyakinan (al – Yakin), kesepaduan ilmu, perhubungan antara ilmu dan amal,
keluasan ilmu Allah SWT. Pembagian ilmu dalam islam, Imam Al-Ghazali membagi
ilmu ke dalam dua kelompok,yakni ilmu fardhu ‘ain dan ilmu fardhu kifayah. Ilmu
fardu ‘ain adalah ilmu yang diwajibkan atas tiap-tiap individu sedangkan ilmu fardhu
kifayah adalah ilmu yang diwajibkan kepada umat Islam secara kolektif. Jadi fardhu‘ain
adalah kewajiban individu per individu sedangkan fardhu kifayah adalah kewajiban
umat Islam secara keseluruhan. Implikasi dosa jika ilmu fardhu‘ain tidak dilaksanakan
adalah ditanggung individu, sementara implikasi dosa jika ilmu fardhu kifayah tidak
dilaksanakan ditanggung bersama-sama anggota masyarakat.

1. Ilmu Fardhu ‘ain, sebagaimana disampaikan oleh ulama salaf, ilmu yang bersifat
fardhu untuk dipelajari olehsetiap muslim adalah ilmu yang mau tidak mau harus
dipelajari oleh umat Islam. Ilmu fardhu‘ain wajib bagi semua manusia, baik bagi
masyarakat awam atau para ulama.

a. Dimensi Pertama Ilmu Fardhu ‘ain


Dimensi pertama llmu fardhu ‘ain adalah ilmu tentang aqidah yaitu, ilmu
yang membenarkan segala sesuatu yang benar, yang disampaikan Allah kepada
Rasulullah dengan i‘tiqad yang kuat tanpa keraguan. Dimensi pertama ilmu fardhu
‘ain ini juga disebut dengan ilmu tauhid, karena ruang lingkupnya adalah berupa
ma’rifatullah. Tingkat kedalaman ilmu yang wajib dipelajari oleh seorang muslim
yang satu dengan muslim yang lain berbeda-beda sesuai dengan keadaan masing-
masing. Ada orang-orang sampai membutuhkan argumen-argumen rasonal-logis-
filosofis untuk sampai kepada sebuah keyakinan yang kuat. Namun, ada pula
orang-orang yang hanya cukup mendapatkan penjelasan dengan menggunakan
ayat-ayat al-Qur’an dan hadis-hadis Rasulullah untuk sampai kepada sebuah
keyakinan yang kuat. Demikian pula karena buah daripada iman adalah akhlakul
karimah, maka ilmu fardhu‘ain ini mencakup hal-hal yang bersifat lahiriyah dan
ruhaniah sekaligus.

b. Dimensi kedua Ilmu Fardhu ‘ain


Dimensi kedua ilmu fardhu ‘ain adalah berhubungan dengan hal-hal yang
wajib dilaksanakan oleh seorang mukallaf. Terkait dengan hal ini berlaku beberapa
ketentuan berikut ini:
1) Ketentuan Pertama, bahwa kewajiban seorang mukallaf mengalami
perkembangan sesuai dengan bertambahnya usia, sehingga kewajiban mempelajari
ilmu fardhu ‘ain tentang ha-hal yang wajib dilaksanakan bersifat dinamis. Ilmu-
ilmu fardhu ‘ain dan amal apa saja yang harus dipelajari seseorang berbeda-beda,
karena perbedaan keadaan, kedudukan, dan perbedaan kebutuhan hidup seseorang.
2) Ketentuan Kedua, untuk menentukan ilmu- ilmu fardhu ‘ain yang behubungan
dengan amal yang wajib dikerjakan adalah adanya ketentuan “larangan bagi
mukallaf untuk melakukan sesuatu sebelum dia memahami ketentuan-ketentuan di
dalam agama”. Misalnya, seseorang boleh melakukan praktik perdagangan jika
yang bersangkutan sudah memahami dengan benar hukum-hukum yang berkaitan
dengan mu’amalah dalam Islam. Seseorang boleh terjun ke dunia perpolitikan jika
sudah memahami hukum-hukum Islam yang berhubungan dengan fiqih syiyasyah
dan lain- lain. Jika ilmu fardhu ‘ain yang berhubungan dengan aqidah mutlak wajib
untuk setiap orang kapanpun dan dimanapun, maka ilmu fardhu ‘ain yang
berkenaan dengan amalan-amalan tertentu sebagaimana contoh di atas, hanya
diwajibkan kepada siapa-siapa yang hendak melaksanakannya.
c. Dimensi Ketiga Ilmu Fardhu ‘ain
Dimensi ketiga ilmu fardhu ‘ain adalah berhubungan dengan apa-apa yang
dilarang olehAllah Swt untuk melaksanakannya. Dengan kata lain adalah ilmu-ilmu
tentang perkara-perkara yang diharamkan Allah SWT. Dalam hal ini juga berlaku
ketentuan dinamis sebagaimana ilmu yang berkaitan dengan hal-hal yang wajib
dilaksanakan. Artinya kewajiban seseorang untuk dapat mempelajari ilmu-ilmu
tentang perkara yang wajib ditinggalkan pun berkembang sesuai dengan keadaan
seseorang. Misalnya, ada masalah yang wajib ditinggalkan oleh orang yang normal
berbeda dengan yang harus ditinggalkan oleh orang bisu dan tuli, dan sebagainya.
Kewajiban untuk mempelajari hal-hal yang diharamkan juga meliputi hal-hal yang
bersifat jasmaniah dan ruhaniah sekaligus. Takabur, kufur nikmat, tafakhur, riya,
ghibah, tajassus, dan lain-lain adalah beberapa contoh perbuatan yang wajib
ditinggalkan yang harus dapat dipelajari secara mendalam sehingga umat Islam
terjauh dari sifat-sifat negatif tersebut.

2. Ilmu Fardhu Kifayah


Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa ilmu fardhu kifayah memiliki dua
kriteria. Kriteria pertama, yaitu ilmu-ilmu yang menjadi prasyarat bagi tegaknya 50
urusan agama, seperti ilmu tajwid, ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu ushul fiqih, ilmu
fiqih, dan sebagainya (Zaidi Ismal, 2007). Hal ini merupakan pengejawantahan dari
firman Allah di dalam Al-Qura’an: “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi
semuanya (ke medan juang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara
mereka beberapa orang untuk memperdalam ilmu agama dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya
mereka itu dapatmenjaga dirinya.” (QS. At-Taubah : 122).
Ilmu yang diwajibkan sebagai prasyarat khusus memiliki perbedaan dengan
wajib pada umumnya mukallaf. Misalnya, adalah hal-hal yang terkait dengan rukun
iman dan hal-hal yang berkaitan dengan dasar- dasar syari’at Islam. Wajib untuk
ilmu-ilmu prayarat berbeda antar orang yang satu dengan yang lain bergantung pada
konteks zaman, kebutuhan masing- masing, tingkat kecerdasan dan lain-lain. Setiap
muslim diwajibkan untuk belajar ilmu-ilmu yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Mukallaf secara secara umum diwajibkan untuk mengkaji ilmu syari’at berdasarkan
pada tingkat kebutuhan masyarakat guna memahami sumber ajaran Islam, tanpa
harus memasuki masalah- masalah yang berat dan rumit. (Zaidi Isma’il, 2007).
Masuk dalam kategori ilmu fardhu kifayah selanjutnya adalah ilmu-ilmu
yang dewasa ini sering disebut sebagai ilmu-ilmu umum, seperti ilmu kedokteran,
ilmu para keperawatan, ilmu teknik, ilmu ekonomi, ilmu peternakan, ilmu
pertanian, dan lain-lain. Ilmu-ilmu tersebut meskipun bukan ilmu agama tetapi
keberadaannya sangat dibutuhkan guna memenuhi kebutuhan duniawi masyarakat
muslim. Jika ilmu ilmu tersebut tidak dikuasai oleh umat Islam dipastikan umat
Islam akan mengalami kesulitan dalam mempertahankan eksistensi hidupnya.
Terutama ketika harus berkompetisi dengan umat lain yang sangat serius dalam
mempelajari ilmu ilmu tersebut.
• Dari aspek hubungan dan syariat
- Ilmu syariat, ilmu yang membahas tentang aspek lahiriah dari setiap
ibadah atau pekerjaan yang dilakukan seorang hamba, sedangkan
tasawuf merupakan ilmu yang membahas perihal batin seorang hamba
dalam membersihkan hati mereka dari segala sifat tercela ketika
melakukan ibadah.
- Ilmu aqliyah, ilmu yang berdasarkan akal atau dalil rasional seperti ilmu
filsafat, matematik, fisikal, dan lain-lain.
• Dari aspek kaidah memperoleh ilmu
- Ilmu kasbi, kelompok disiplin ilmu yang penggaliannya melalui
maksimalisasi potensi indra dan daya pikir manusia, yakni akal atau
nalar.
- Ilmu laduni, merupakan pengetahuan yang diperoleh seseorang yang
saleh dari Allah melalui ilham dan tanpa dipelajari lebih dahulu melalui
suatu tahapan pendidikan tertentu. Karena itu pula, ilmu laduni adalah
bukan hasil dari proses pemikiran, melainkan sepenuhnya tergantung
atas kehendak dan karunia Allah.
• Dari aspek sumber ilmu
- Ilmu naqli, dalil naqli dapat diartikan sebagai tanda bukti atau petunjuk
dari teks ayatAl-Qur’an, dalil tersebut kebenarannya merupakan mutlak
atau hakiki.
- Ilmu aqli, ilmu yang didasarkan kepada pemikiran (rasio). Hal ini dapat
dinalar oleh akal fikiran.
Selain dari berbagai aspek berbagai sumber, ilmu memiliki
sumber lain yaitu, pancaindera, akal, (islam) intuisi, wahyu. Dari semua
konsep ilmu dalam islam, ilmu juga memiliki kepentingan atau manfaat
yaitu, mengangkat derajat seseorang kearah kemuliaan dan kebahagiaan
hidup, menolak keajaiban dan kebodohan, memberi kekuatan ketika
dalam susah dan menghadapi musuh, orang berilmu dapat mendekatkan
diri kepada Allah SWT, mencegah seseorang dari melakukan perkara
terlarang.

C. Hubungan Islam dan Ilmu Pengetahuan

Islam merupakan kesatuan ajaran yang utuh, yang mencakup semua aspek
kehidupan manusia. Islam tidak hanya membahas apa yang wajib dikerjakan dan apa
yang dilarang, tetapi juga membahas apa yang perlu diketahuinya. Dengan kata lain,
Islam adalah cara berbuat dan melakukan sesuatu sekaligus sebuah cara untuk
mengetahui. Dalam hal ini aspek mengetahui menjadi sangat penting sehingga antara
Islam dan Ilmu Pengetahuan tidak dapat dipisahkan. Hal ini karena secara esensial
Islam adalah agama ilmu pengetahuan. Islam memandang ilmu pengetahuan sebagai
cara pandang utama bagi penyelamatan jiwa dan pencapaian kebahagiaan serta
kesejahteraan manusia dalam kehidupan kini dan nanti. Islam menempuh jalan yang
paling lurus dalam keseimbangan antara kepribadian perseorangan dan kepribadian
masyarakat, serta mempersatukannya dengan tali hubungan yang kuat. Bagian pertama
ketika seorang masuk agama Islam dari kesaksian iman Islam adalah ucapan, “Laa ilaha
illallah” (Tak ada tuhan selain Allah), merupakan sebuah pernyataan pengetahuan
tentang realitas. Kalimat ini adalah pernyataan yang secara popular dikenal dalam Islam
sebagai prinsip utama/ prinsip tauhid atau keesaan tuhan. Orang Islam memandang
berbagai jenis ilmu pengetahuan seperti sains, ilmu alam, ilmu sosial dan humaniora
sebagai beragam bukti yang menunjukkan kebenaran bagi pernyataan yang paling
fundamental dalam Islam ini.benturan dan ketidakcocokan antara Islam dan ilmu
pengetahuan dipandang dari sisi manapun tidak akan pernah ada. Karena sesungguhnya
kesadaran beragama orang Islam pada dasarnya adalah kesadaran akan Keesaan Tuhan.
Semangat ilmiah tidak bertentangan dengan kesadaran religious, karena ia merupakan
bagian yang terpadu dengan Keesaan Tuhan itu. Memiliki kesadaran akan Keesaan
Tuhan berarti meneguhkan bahwa kebenaran Tuhan Allah adalah satu dalam
EsensiNya, dalam Nama-nama dan Sifat-Sifat-Nya, dan dalam perbuatam-Nya.
Konsekuensi penting dari pengukuhan kebenaran sentral ini adalah bahwa orang harus
menerima realitas objektif kesatuan alam semesta. Sebagai sebuah sumber ilmu
pengetahuan, agama Islam bersifat empatik ketika mengatakan bahwa segala sesuatu di
alam semesta ini saling berkaitan dalam jaringan kesatuan alam melalui hukum-hukum
kosmis yang mengatur mereka. Kosmos teriri atas berbagai berbagai tingkat realitas,
bukan hanya yang fisik. Tetapi ia membentuk suatu kesatuan karena ia mesti
memanifestasikan ketunggalan sumber dan asal-usul metafisikanya yang dalam agama
disebut Tuhan. Semangat ilmiah para ilmuan dan sarjana muslim pada kenyataanya
mengalir dari kesadaran mereka akan tauhid. Tak diragukan bahwa, secara religius dan
historis, asal-usul dan perkembanga semangat ilmiah dalam Islam berbeda dari asal usul
dan perkembangan sains di Barat. Tak ada yang lebih baik dalam mengilustrasikan
sumber religius semangat ilmiyah dalam Islam ini daripada fakta bahwa semangat ini
pertama kali terlihat dalam ilmu-ilmu agama. Orang-orang Islam mulai menaruh
perhatian pada ilmu-ilmu alam secara serius pada abad ketiga Hijriyah atau abad ke
sembilan masehi. Tetapi pada saat itu mereka telah memiliki sikap ilmiyah dan
ketrangka berfikir ilmiyah, yang mereka warisi dari ilmu-ilmu agama. Semangat untuk
mencari kebenaran dan objektifitas, penghormatan pada bukti empiris yang memiliki
dasar yang kuat, dan pikiran yang terampil dalam pengklasifikasian merupakan
sebagian ciri-ciri ilmuan muslim yang sangat luar biasa. Kecintaan ummat muslim
terlebih para ulama’dan ilmuan di zamanya pada definisi-definisi dan analitis
konseptual atau semantik dengan penekanan yang besar pada kejelasan dan ketepatan
logis, juga sangat nyata dalam pemikiran hukum seorang Muslim maupun dalam ilmu-
ilmu yang berkaitan dengan studi atas berbagai aspek al-Qur’an, seperti limu
tafsir.Dalam Islam, ilmu pengetahuan logika tak pernah dianggap berlawanan dengan
keyakinan agama. Bahkan para ahli tata bahasa, yang pada awalnya menentang
diperkenalkanya logika Aristoteles (Mantiq) oleh para filosof muslim seperti al-Farabi,
bersikap demikian karena keyakinan bahwa logika-teologis-yuridis seperti Stoics, yang
dikenal sebagai adab al-jadal atau seni berdebat sudah memadai untuk memenuhi
kebutuhan logika mereka. Ilmu bukan sekedar pengetahuan (knowledge), tetapi
merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat
secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu
tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir
lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk
dari epistemologi. Iptek atau Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, merupakan salah satu
hal yang tidak dapat kita lepaskan dalam kehidupan kita. Kita membutuhkan ilmu
karena pada dasarnya manusia mempunyai suatu anugerah terbesar yang diberikan
Allah SWT hanya kepada kita, manusia, tidak untuk makhluk yang lain, yaitu sebuah
akal pikiran. Dengan akal pikiran tersebutlah, kita selalu akan berinteraksi dengan ilmu.
Akal yang baik dan benar, akan terisi dengan ilmu-ilmu yang baik pula. Sedangkan
teknologi, dapat kita gunakan sebagai sarana untuk mendapatkan ilmu pengetahuan itu
sendiri. Namun, dalam mempelajari dan mengaplikasikan iptek itu sendiri, harus
memperhatikan beberapa hal yang penting.Tidak semua sains dan teknologi yang
diciptakan para ilmuwan itu baik untuk kita. Terkadang ada pula yang menggunakan
bahan – bahan berbahaya bagi kesehatan lingkungan sekitar. Beberapa dari mereka ada
yang menyalahgunakan hasil penelitian tsb. Sesungguhnya Allah melarang kita
membuat pengrusakan di bumi, seperti dalam firman-Nya dalam (Q.S. Al-A’raf : 56).

D. Dalil Al – Qur’an dan As – Sunnnah tentang ilmu


• Ilmu akan kekal dan bermanfaat bagi pemiliknya walaupun ia telah meninggal.
Disebutkan dalam sebuah hadist tentang keutamaan ilmu dalam Islam:
Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, ia berkata kepada Rasullullah
shallallahu'alaihi wasallam:
"Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga
perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do'a anak yang
sholeh" (HR. Muslim no. 1631).

Allah menerangkan anjuran untuk menuntut ilmu di dalam Q.S. Al-Mujadalah


ayat 11: “Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang –
lapanglah dalam majelis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka
berdirilah, niscaya Allah akanmeninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. ”Kutipan ayat tersebut
menerangkan bahwa betapa Allah akan mengangkat derajat mereka yang
menuntut ilmu beberapa kali lebih tinggi daripada yang tidak menuntut ilmu.
Isyarat ini menandakan bahwa dengan ilmu lah manusia bisa menjadi lebih
mulia, tidak dengan hartanya apalagi nasabnya. Dalam sebuah Hadis pun
disebutkan tentang keutamaan mempelajari ilmu pengetahuan dalam Islam,
Rasulullah SAW bersabda: "Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu,
maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga." (HR. Muslim, no.
2699).

E. Episteme Ilmu Dalam Islam Berlandaskan Tauhid


Epistemologi suatu yang menempatkan pengetahuan pada kedudukan atau
tempat sebenarnya. Epistemologis lebih membahas tentang terjadinya dan
kebenarannya kebenaran ilmu. Epistemologi berasal dari bahasa Yunani episteme dan
logos. Episteme berarti pengetahuan dan logos berarti ilmu. Dengan demikian
epistemologi secara etimologis berarti ilmu pengetahuan. Epistemologi mengkaji
mengenai apa sesungguhnya ilmu, dari mana sumber ilmu, serta bagaimana proses
terjadinya keragaman konsep ilmu yang muncul menunjukkan bahwa ruang lingkup
pembahasannya adalah luas dan tidak terbatas kepada sesuatu skop saja. Definisi yang
bermacam ini menggambarkan bahwa konsep ilmu itu adalah sesuatu yang tidak dapat
dibatasi kepada sesuatu maksud tertentu. `Ilmal-Yaqin Sebagai Objektif Akhir
Epistemologi Islam Epistemologi Islam sangat menekankan ilmu yang sampai kepada
derajat yakin dalam objektif akhir suatu perkara yang mempunyai unsur-unsur
kebenaran secara mutlak. Sesuatu yang benar itu seharusnya mempunyai elemen yang
dipercayai kebenarannya secara yakin tanpa ada sedikitpun unsur keraguan, kesamaran
dan prasangka terhadapnya. Dalam arti kata yang lain, sesuatu yang diterima sebagai
benar itu adalah berdasarkan kepada `ilmu alyaqin,manakala yang tidak benar adalah
berlawanan dengan ciri-ciri tersebut. Konsep `ilmu al-yaqin adalah ilmu yang dapat
menampakkan sesuatu dengan jelas, di mana tidak ada keraguan dan kemungkinan
wujudnya kesilapan dan kesamaran (al-wahm) di sekitarnya tidak pernah dipikirkan
oleh seseorang yang memiliki ilmu tersebut. `Ilmu alyaqin juga adalah ilmu yang
mustahil adanya unsur kekeliruan, kesalahan dan kesamaran di mana seseorang itu
tidak boleh membatalkan ilmu berciri tersebut atau mempercayai bahwa ilmu tersebut
boleh dibatalkan. Istilah ‘yakin’ adalah berlawanan dengan istilah ‘syak’, ‘wahm’ dan
‘zann’. Konsep ‘yakin’ ini amat ditekankan dalam epistemologi Islam, di mana hal-hal
yang berkaitan dengan persoalan akidah Islam dan syariat memerlukan tingkat
keyakinan yang tinggi dalam pencapaian sesuatu tujuan. Dalam masalah akidah,
seorang muslim harus mempunyai tingkat keyakinan yang tinggi dalam menyatakan
keesaannya kepada Allah SWT. Adapun dalam bidang syariat pula, pemakaian `ilmu
al-yaqin amat penting dalam pembuktian sesuatu kasus tanpa boleh ada sedikitpun
keraguan dalam sesuatu bukti yang qat`i. Keyakinan terhadap suatu masalah
melibatkan tiga tingkat keyakinan yang berkaitan dengan ilmu manusia yaitu`ilmu al-
yaqin, `aynual-yaqin dan haqqual-yaqin. `Ilmu al-yaqin adalah ilmu yang berdasarkan
alasan atau kesimpulan hasil dari kuasa manusia yang menghakiminya sebagaimana
yang dapat dipahami menerusi ayat berikut yang bermaksud: Janganlah begitu, jika
kamu mengetahui dengan `ilmu yang yaqin. Manakala `aynual-yaqin merupakan
keyakinan melihat sesuatu perkara berdasarkan kepada mata sendiri yaitu melihat dan
seterusnya mempercayainya sebagai mana apa yang digambarkan Allah SWT yang
bermaksud: Sekali lagi kamu benar-benar melihatnya dengan `ayn al-yaqin. Jurnal
Dakwatul Islam Seterusnya tahap haqq al-yaqin adalah tahap di mana sesuatu
kebenaran itu tidak mungkin terjadi unsur-unsur kesilapan dari tahap pertama dan
kedua yaitu `ilmual-yaqindan `aynual-yaqin. Kebenaran ini merupakan sesuatu yang
diwahyukan oleh Allah yang dinamakan sebagai haqq al-yaqin sebagaimana
dijelaskanAllah S.W.T. yang bermaksud: “Dan sesungguhnya al-Qur’an itu benar-
benar kebenaranyang diyakini. Sebagai rumusannya keyakinan yang mutlak adalah
sesuatu yang mustahil ada padanya sedikitpun unsur keraguan dan was-was dalam
perolehan ilmu”.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang sudah dibahas di atas dapat disimpulkan, bahwa konsep Islam
tentang ilmu cukup komprehensif. Ilmu dapat dipadankan dengan science dalam tradisi
Barat, namun dengan pemaknaan yang lebih luas. Cakupan ilmu dalam Islam tidak
sebatas yang fisikal dan dapat diamati (observable) saja, tetapi juga meliputi aspek
metafisika. Ilmu dalam Islam identik dengan nilai objektifitas (ala mâ huwa bihi) yang
menjadi karakteristik utama yang mestimelekat pada ilmu. Selain itu, Allah juga telah
berjanji di dalam Al-Qur'an bahwa barang siapa yang pergi untuk menuntut ilmu maka
Allah akan mengangkat derajatnya, dan Rasulullah juga menjelaskan bahwa dengan
belajar atau berjalan untuk mencari ilmu maka Allah akan memudahkan jalannya
menuju surga. Allah menerangkan anjuran untuk menuntut ilmu di dalam Al-Qur’an
Q.S. Al-Mujadalah ayat 11: “Hai orang-orang beriman apabila dikatakan
kepadamu:“Berlapang - lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah
akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka
berdirilah, niscaya Allahakan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Kutipan ayat tersebut menerangkan bahwa
betapa Allah akan mengangkat derajat mereka yang menuntut ilmu beberapa kali lebih
tinggi daripada yang tidak menuntut ilmu. Isyarat ini menandakan bahwa dengan ilmu
lah manusia bisa menjadi lebih mulia, tidak dengan hartanya apalaginasabnya. Dalam
sebuah Hadis pun disebutkan tentang keutamaan mempelajari ilmu pengetahuan dalam
Islam, Rasulullah SAW bersabda: "Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu,
maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga." (HR. Muslim, no. 2699).

B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan kita sebagai umat muslim sebaiknya
menerapkan islam sebagai disiplin ilmu. Sebagai orang yang memeluk agama islam
tentunya ilmu islam lah yang kita jadikan pedoman dalam menjalani kehidupan sehari-
hari. Oleh karena itu sebaiknya kita selalu menjalankan sesuatu sesuai dengan aturan
yang dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadist.
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, M. Z. (2011). KONSEP ILMU DALAM ISLAM.


Al-Faruq, A. R. (2015). konsep ilmu dalam islam.
Nafisah, Z. (2021). pengertian dan kedudukan disiplin ilmu dalam islam.
Burhanuddin. Salam. 1997. Logika Materil, Filsapat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Reneka Cipta.
https://www.coursehero.com/file/64018165/MAKALAH-ISLAM-DALAM-DISIPLIN-
ILMU- baruuudocx/
http://evabonita.blogspot.co.id/2013/03/hubungan-islam-dan-ilmu-pengetahuan.html
http://yasminsekara.blogspot.co.id/2014/02/hubungan-agama-islam-dan-ilmu.html

Anda mungkin juga menyukai