MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Ilmu Tauhid
Dosen Pengampu : Dr. Buhori Muslim, M.Ag.
Kelompok 6
Semeater 3
Aat Solihat 1177040001
Abdul Khafid 1177040003
Anggia Siti Febrianti 1177040012
Eva Asadah 1177040025
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2018
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini
yang Alhamdulillah tepat pada waktunya, walaupun masih terdapat kekurangan
dari segi manapun.
Makalah ini berjudul “Iman, Islam dan Ihsan” dengan bertujuan dapat
menambah wawasan bagi para mahasiswa/pelajar yang ingin menambah
pengetahuan tentang Ilmu Tauhid. Makalah ini disusun berdasarkan sumber
bacaan, pengetahuan yang kami ketahui, dari berbagai buku serta sumber lainnya
yang relevan dalam bahasan ini. Sehingga masih banyak kekurangan –
kekurangan didalam pembahasan ini, oleh karena itu kritik dan saran dari semua
pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
ikut berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.
Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita dan dapat menambah
informasi, pengetahuan dan wawasan bagi penulis dan pembaca . Aamiin
i
DAFTAR ISI
2
BAB 1
PENDAHULUAN
3
BAB II
ISI
4
kaidah yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan
hubungan dengan alam lainnya sesuai dan sejalan dengan tata keimanan dan
tata peribadatan tersebut.
Dan secara umum, Agama adalah suatu sistem ajaran tentang Tuhan, di
mana penganut-penganutnya melakukan tindakan-tindakan ritual, moral atau
sosial atas dasar aturan-aturan-Nya. Oleh karena itu suatu agama mencakup
aspek-aspek sebagai berikut :
b. Aspek ritual, yaitu tentang tata cara berhubungan dengan Tuhan, untuk
minta perlindungan dan pertolongan-Nya atau untuk menunjukkan
kesetiaan dan penghambaan.
c. Aspek moral, yaitu ajaran tentang aturan berperilaku dan bertindak yang
benar dan baik bagi individu dalam kehidupan.
5
Sedangkan pengertian/ta’rif menurut terminologi/istilah yang umumnya
dipakai oleh para ulama salaf, dalam memberikan batas pengertian syari’at
Islam sebagai suatu pedoman hidup dan ketetapan hukum yang digariskan oleh
Allah SWT . Secara lengkap batasan tersebut adalah:
“Hukum yang disyari’atkan Allah untuk hamba-hamba-Nya yang telah
didatangkan para Nabi-nabi baik berhubungan dengan cara menyebutkannya,
yang dinamai fa’riyah amaliyah, yang untuknyalah didewakan ilmu fiqhi
maupun yang berhubungan dengan itiqad yang dinamai ashliyah ‘itiqadiyah
yang untuknyalah didewakan ilmu kalam dan syara itu dinamai pula Addin dan
Millah” .
Syari’ah dinamakan Ad-Din memiliki pengertian bahwa ketetapan
peraturan Allah yang wajib ditaati. Ummat harus tunduk melaksanakan ad-Din
(syari’at) sebagai wujud ketaatan kepada hukum Allah. Ad-Din dalam bahasa
Arab berarti hukum..
Syari’ah dinamakan Al Millah mempunyai makna bahwa agama
bertujuan untuk mempersatukan para pemeluknya dalam suatu perikatan yang
teguh . dapat pula bermakna pembukuan atau kesatuan hukum-hukum agama .
Syari’ah sering juga disebut syara’, yaitu aturan yang dijalani manusia,
atau suatu aturan agama yang wajib dijalani oleh manusia untuk mencapai
kebahagiaan hidup baik di dunia maupun kelak di akhirat .
Menurut kamus bahasa Indonesia pengertian syari’ah adalah :
“Hukum agama yang diamalkan menjadi peraturan-peraturan upacara
yang bertalian dengan agama Islam, palu memalu, hakekat balas membalas
perbuatan baik (jahat) dibalas dengan baik (jahat) “.
Istilah teknis dalam bahasa Inggris :
“Canon law of Islam; yaitu keseluruhan dari perintah-perintah Tuhan.
tiap-tiap perintah Tuhan dinamakan hukum, jama’nya ahkaam. Oleh karena itu,
syari’at tidak dapat disamakan dengan hukum dalam dunia modern ini.
Syari’at secara umum adalah segala aturan hukum yang diwahyukan
kepada para nabi berupa kitab suci seperti : Taurat, Zabur, injil dan Al-Qur’an,
maupun berupa syari’at yang disampaikan kepada para nabi yang tidak berupa
6
kitab/tidak dibukukan sebagai kitab yang mempunyai nama, misalnya syari’at
Nabi Adam, syari’at Nabi Ibrahim maupun nabi-nabi yang lainnya yang
diwahyukan kepada mereka untuk membentengi ummat dimana mereka diutus.
Syari’at Islam adalah peraturan/ hukum-hukum agama yang diwahyukan
kepada nabi besar Muhammad SAW, yaitu berupa kitab suci Al-Qur’an,
sunnah/hadist nabi yang diperbuat atau disabdakan dan yang ditakrirkan oleh
nabi termasuk juga bagian dari syari’at Islam .
Syari’at meliputi di dalamnya semua tingkah laku manusia , yang
disandarkan pada wahyu Allah dan sunnah Rasul-Nya. Dalam perkembangan
hukum Islam dikenal ijtihad hal disandarkan kepada Fiqhi yang di dalamnya
termuat hukum hasil kecerdasan mengistimbatkan satu nilai hukum. Di dalam
fiqh didapati suatu tindakan sah atau tidak sah, boleh atau tidak, sedangkan di
dalam syari’at didapati tindakan hukum boleh dan terlarang, harus diakui
bahwa syari’at dan fiqh mempunyai perbedaan, tetapi dalam perkembangannya
para ulama tidak terlalu prinsipil membedakannya.
7
“Agar bertambah keimanan mereka di atas keimanan mereka
yang sudah ada.” QS. Al Fath [48] : 4.
b. Islam
Islam sebagai sebuah nama dari nama agama tidak diberikan oleh
para pemeluknya melainkan kata “Islam” pada kenyataannya
dicantumkan dalam Quran, yaitu:
1. “Wa radhitu lakum al-Islama dinan” artinya “Dan Allah mengakui
bagimu Islam sebagai Agama”.
2. “Inna’ ddina inda ilahi al Islam” artinya “Sesungguhnya agama
disisi Allah adalah Islam”.
Berdasarkan 2 (dua) surah tersebut maka jelaslah bahwa nama Islam
diberikan oleh Allah sebagai sebuah nama agama dan bukan nama
hasil ciptaan manusia yang memeluk agama tersebut.
8
Ada beberapa pengertian Islam, yaitu:
1.Islam berarti kepatuhan atau penyerahan diri.
2.Islam berarti kedamaian, kesejahteraan, keselamatan, penyerahan
diri dan kepatuhan.
3.Islam dalam bahasa Arab ialah sebagai kata benda jenis masdhar
yaitu berasal dari kata kerja.
9
c. Ihsan
Ihsan berasal dari kata ‘hasana’ yang artinya adalah berbuat baik,
sedangkan bentuk masdarnya adalah ‘ihsana’ yang artinya kebaikan.
Allah SWT berfirman dalam Al Qur`an mengenai hal ini. Jika kamu
berbuat baik, (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri…” (al-Isra’:
7) “…Dan berbuat baiklah (kepada oraang lain) seperti halnya Allah
berbuat baik terhadapmu” (al-Qashash:77)
Ihsan adalah puncak ibadah dan akhlak yang senantiasa menjadi target
seluruh hamba Allah swt. Sebab, ihsan menjadikan kita sosok yang
mendapatkan kemuliaan dari-Nya. Sebaliknya, seorang hamba yang tidak
mampu mencapai target ini akan kehilangan kesempatan yang sangat
mahal untuk menduduki posisi terhormat dimata Allah swt. Rasulullah
saw. pun sangat menaruh perhatian akan hal ini, sehingga seluruh ajaran-
ajarannya mengarah kepada satu hal, yaitu mencapai ibadah yang
sempurna dan akhlak.
10
ٱَّللِ َو ۡٱليَ ۡو ِم ۡٱۡل ٓ ِخ ِر َو َع ِم َل
َّ ِص َر َّٰى َم ۡن َءا َمنَ ب
َ َّٰ َّبُٔٔ ونَ َوٱلن َّ َّٰ إِ َّن ٱلَّذِينَ َءا َمنُواْ َوٱلَّذِينَ هَاد ُواْ َوٱل
ِ ص
َعلَ ۡي ِه ۡم َو ََل ه ُۡم يَ ۡحزَ نُون َ َّٰ
ٌ ص ِل ٗحا فَ ََل خ َۡو
َ ف
11
jika engkau telah mampu melakukannya,” lelaki itu berkata,”Engkau
benar,” maka kami heran, ia yang bertanya ia pula yang membenarkannya.
Kemudian ia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang Iman”. Nabi
menjawab,”Iman adalah, engkau beriman kepada Allah, malaikatNya,
kitab-kitabNya, para RasulNya; hari Akhir, dan beriman kepada takdir
Allah yang baik dan yang buruk,” ia berkata, “Engkau benar.”
12
Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka
itu orang-orang Shiddiqien dan orang-orang yang menjadi saksi di sisi
Tuhan mereka. Bagi mereka pahala dan cahaya mereka. Dan orang-orang
yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penghuni-
penghuni neraka.(Surah Al – Hadid ayat 19)
Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat
yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia
dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan
Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang)
melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti
Rasul dan siapa yang membelok. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu
terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh
Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.(Surah Al –
Baqarah ayat 143)
13
ِ ُف ِعندَ َم َّٰت َ ِعنَا فَأ َ َكلَه
ٱلذ ۡئبُ َو َما ٓ أَنتَ بِ ُم ۡؤ ِم ٖن لَّنَا َولَ ۡو ُكنَّا ُ قَالُواْ َّٰ ٓيَأَبَانَا ٓ إِنَّا ذَه َۡبنَا ن َۡست َ ِب ُق َوت ََر ۡكنَا يُو
َ س
َ َّٰ
َص ِدقِين
14
b. Islam
15
Sebagai salah satu bukti Islam merupakan agama yang sangat menjunjung tinggi
perdamaian adalah Allah SWT melalui Al-Quran baru mengizinkan atau
memperbolehkan kaum Muslimin berperang jika mereka diperangi oleh para musuh-
musuhnya.
2. Islam Berasal dari kata ‘aslama’ ( )أَ ْسلَ َمyang berarti berserah diri atau pasrah.
Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas
menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia
mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi
kesayangan-Nya.
َط ۡوعٗ ا َوك َۡر ٗها َوإِلَ ۡي ِه ي ُۡر َجعُون ِ ت َو ۡٱۡل َ ۡر
َ ض َّ ٱَّللِ يَ ۡبغُونَ َولَ ٓۥهُ أ َ ۡسلَ َم َمن فِي ٱل
ِ س َّٰ َم َّٰ َو ِ أَفَغ َۡي َر د
َّ ِين
Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal
kepada-Nya lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik
16
dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka
dikembalikan.(Surah Ali Imran ayat 83)
Bahkan mereka pada hari itu menyerah diri.(Surah As – Shaffat ayat 26)
Masuk Islam secara keseluruhan berarti menyerahkan diri secara total kepada
Allah dalam melaksanakan segala yang diperintahkan dan dalam menjauhi
segala yang dilarang-Nya. Inilah yang disebut Takwa menuruf definisi yang
populer.
kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih, (Surah Ash
– Shu’ara ayat 89)
17
Hal ini menunjukkan bahwa Islam merupakan agama yang suci dan bersih,
yang mampu menjadikan para pemeluknya untuk memiliki kebersihan dan
kesucian jiwa yang dapat mengantarkannya pada kebahagiaan hakiki, baik di
dunia maupun di akhirat.
سأ َ ۡست َۡغ ِف ُر َلكَ َر ِب ٓي ِإنَّ ۥهُ َكانَ ِبي َح ِف ٗيا َ س َّٰلَ ٌم
َ َعلَ ۡيك َ قَا َل
18
c. Ihsan
Kata ihsān dalam al Qur’an tertulis dalam 165 ayat1. Ihsān dalam al Qur’an adalah
sebuah perbuatan yang melampaui kebiasaan pada umumnya, ia dapat berbentuk
perilaku ataupun perbuatan. Mengenai hal ini Allah berfirman surat al Isra’ ayat 7
yang berbunyi:
ْسُٔٔ وا ُ س ۡأت ُ ۡم فَلَ َه ِۚا فَإِذَا َجا ٓ َء َو ۡعد ُ ۡٱۡل ٓ ِخ َر ِة ِل َي
َ َ سنت ُ ۡم ِۡلَنفُ ِس ُك ۡم َوإِ ۡن أ
َ سنت ُ ۡم أ َ ۡح
َ إِ ۡن أ َ ۡح.d
2
يرا َ ُو ُجو َه ُك ۡم َو ِليَ ۡد ُخلُواْ ۡٱل َم ۡس ِجدَ َك َما دَ َخلُوهُ أ َ َّو َل َم َّر ٖة َو ِليُتَبِ ُرواْ َما
ً ع َل ۡواْ تَ ۡت ِب
Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika
kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang
saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain)
untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid,
sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk
membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai. (Surah al Isra’ ayat
7)
َ ع ِن ۡٱلفَ ۡح
َ س ِن َوإِيتَآي ِٕ ذِي ۡٱلقُ ۡربَ َّٰى َو َي ۡن َه َّٰى ۡ َّ ۞إ َّن
شا ٓ ِء ِ ۡ ٱَّللَ يَأ ُم ُر بِ ۡٱلعَ ۡد ِل َو
َ َّٰ ٱۡل ۡح ِ
4 ُ َو ۡٱل ُمن َك ِر َو ۡٱلبَ ۡغ ِۚي ِ َي ِع
َظ ُك ۡم َلعَلَّ ُك ۡم تَذَ َّك ُرون
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan,
memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
1
Ahmad Luthfi Fathullah, al Qur’an al Hadi 11 Kemudahan Berinteraksi dengan al Qur’an,
(Jakarta: Pusat Kajian Hadits, tth).
2
Al Qur’an, 17:7
3
Jalal al Din al Suyuthi, Tafsir al Jalalain, (Surabaya: al Haramain, 2008), 228.
4
Al Qur’an, 16:90
19
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu
dapat mengambil pelajaran. (Surah An - Nahl ayat 90 )
Ayat ini termasuk ayat yang sangat luas dalam pengertiannya. Dalam suatu
riwayat dari Rasulullah SAW yang dikeluarkan oleh Bukhari, Ibnu Jarir, Ibnu
Mundzir, Thabrani, dan Baihaqi dari Ibnu Mas’ud menyatakan:
واجمع اية في كتاب هللا للخير والشر اَلية التى في النحل ان هللا يامر
5
بالعدل واَلحسان
Dan ayat yang paling luas lingkupannya dalam al Qur’an tentang kebaikan dan
kejahatan ialah ayat dalam surat An-Nahl yang artinya: Sesungguhnya Allah
menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan.Dalam ayat ini, Allah
memerintahkan kepada hamba-Nya tiga perkara, yaitu berlaku adil, berbuat
kebajikan, dan memberi sedekah kepada kerabat dan melarang melakukan tiga
perkara yaitu berbuat keji, munkar, dan permusuhan.
Yang dimaksud berbuat kebajikan atau ihsān ini ialah melakukan perbuatan-
perbuatan yang mendatangkan manfaat bagi orang lain dan menghindarkan
perbuatan-perbuatan yang menimbulkan madharat bagi mereka. Membalas
perbuatan baik orang lain dengan yang lebih baik, memaafkan dan berbuat baik
kepada orang yang berbuat kesalahan termasuk perbuatan ihsān.
Perbuatan ihsān ini merupakan perwujudan dan sikap manusia yang menyadari
akan eksistensinya sebagai makhluk sosial. Hal ini berartibahwa manusia
disamping sebagai makhluk individu juga sebagai makhluk sosial yang senantiasa
memerlukan bantuan dan pertolongan orang lain. Karena itulah, Allah menyuruh
kepada manusia agar mereka menjalin hubungan baik, saling menghormati,
membantu dan berbuat kebajikan, sekaligus melarang melakukan perbuatan-
perbuatan yang akan menimbulkan ke-madharat-an bagi sesama manusia.
Dalam konteks ini, M. Quraish Shihab menyatakan bahwa definisi adil dalam
ayat tersebut adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya,
sedangkan ihsān menempatkannya bukan pada tempatnya. Dengan kata
5
Wahbah bin Musthafa al Zuhaily, al Tafsir al Munir fi al ‘Akidah wa al Syari’at wa al Manhaj,
(Damaskus: Dar al Fikr, 1418 H), 14: 216.
20
lain, ihsān adalah memperlakukan pihak lain lebih baik dari perlakuannya, atau
memperlakukan yang bersalah dengan perlakuan yang baik. Sikap ihsan dinilai
sebagai sesuatu yang melebihi keadilan. Namun dalam kehidupan bermasyarakat,
keadilan lebih utama dari pada kedermawanan atau ihsān. Pengertian berbuat
kebajikan tersebut dibangun dari kutipan M. Quraish Shihab terhadap pernyataan
Ali bin Abī Thālib.6 (Mahali, 2008)
6
M. Quraish Shihab, Wawasan al Qur’an Tafsir Maudhu’i Atas Pelbagai Persoalan Umat,
(Bandung: Pustaka Mizan, 2013), 166.
7
Syeikh Muhammad Amin al-Kurdi, Tanwir al-Qulub, (Singapore : Al-Haramain, T.th), hlm.83-
84
8
Imam Ab Hanifah, Al-Fiqh al-Akbar, (Hedrabad : Dairah al-Ma’arif al-‘Usman³yah, 1979), hlm.6
9
Imam Ab Hanifah, Al-Fiqh al-Akbar, (Hedrabad : Dairah al-Ma’arif al-‘Usman³yah, 1979), hlm.6
21
hati dan diikrarkan dengan lidah., tetapi juga harus diamalkan dengan anggota
badan. Jadi pengikraran dan pengamalan dengan anggota badan itu sebagai
bukti dalam pentauhidan yang Maha Kuasa.
Sedangkan Syekh Muhammad Abduh mengatakan Iman ialah keyakinan
kepada Allah, kepada rasulnya dan pada hari ahir tanpa terikat oleh sesuatu
apapun, kecuali harus menghormati apa-apa yang telah disampaikan dengan
perantaraan lisan para rasul Tuhan.10
Dengan melihat definisi dia atas dapat dikatakan bahwa iman itu paling
tidak harus ada pembenaran dan keyakinan adanya Tuhan dengan segala ke-
Esaan-Nya dan segala sifat kesempurnaan serta pembenaran dan keyakinan
terhadap Muhammad SAW dan risalah kerasulannya.11
b. Islam
Secara istilah kata islam dapat dipahami sebagai yang dikemukan oleh beberapa
pendapat :
1. Imam Nawawi dalam Syarh Muslim :
12
الظاهر واَلنقياد اَلستسَلم وهو اَلسَلم
“Islam berarti menyerah dan patuh yang dilihat secara zahir”.
2. Abu A’la al-Maudud berpendapat, pengertian lain dari
kata islam adalah damai. Hal ini berarti bahwa seseorang akan memperoleh
kesehatan jiwa dan raga dalam arti sesungguhnya, hanya melalui patuh dan
taat kepada Allah. Demikian pula suatu kehidupan yang selalu taat kepada
Allah akan membawa kedamaian di dalam hati dan lebih jauh akan
menghasilkan kedamaian di dalam masyarakat.13
10
Muhammad Abduh, Risalah Tauhid, (Terjemahan) H. Firdaus, (Jakarta : Bulan Bintang, 1976),
hlm.257
11
Al-Imam Syihab ad-Din Abi ‘Abbas Ahmad Muhammad as-Syafi’i al-Qas¯alani, Irsyad as-Sari,
Syarah Bukhari.(Beirut : Dar al-Kitab al-Ilmiyah, 1996), hlm.203.
12
Imam Abu Husein Muslim ibn Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi. RH. Muslim bi syarah an-
Nawawi, (Kairo : al-Ma¯ba’ah al-Mi¡riyah, T.th), hlm.2
13
Al-Maudud. Towards Understanding Islam, (Jeddah : One seeking Mercy of Allah, T.Th),
hlm.85
22
pengertian syar’i kata islam berarti patuh (tunduk) kepada kemauan Tuhan
dan taat kepada Hukum-Nya. Hubungan antara pengertian asal kata dengan
syar’i dari kata islam adalah kuat dan nyata. Hanya dengan patuh kepada
kehendak Tuhan dan taat kepada hukumnya, seseorang dapat memperoleh
kedamaian yang sesungguhnya dan merasa bahagia dalam kesucian yang
abadi.14
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa islam itu
ialah tunduk dan taatkepada perintah Allah dan kepada larangannya. Perintah
dan larangan Allah tertuang dalam ajaran Islam, oleh karena itu hanya orang
yang tunduk dan taat kepada ajaran islam, yang akan mendapat keselamatan
dan kedamaian hidup, dunia dan akhirat.
c. Ihsan
Ihsan Menurut pengertian istilah ada beberapa definisi dan pengertian yang
diberikan oleh ulama yaitu :
1. Muhammad Amin al-Kurdi, ihsan ialah selalu dalam keadaan diawasi oleh
Allah dalam segala ibadah yang terkandung di dalam iman dan islam
sehingga seluruh ibadah seorang hamba benar-benar ikhlas karena Allah.15
2. Menurut Imam Nawawi ihsan adalah ikhlas dalam beribadah dan seorang
hamba merasa selalu diawasi oleh Tuhan dengan penuh khusuk, khuduk dan
sebagainya.16
Iman, Islam dan ihsan adalah unsur-unsur agama (ad-Din), hal ini
berdasarkan Hadis Nabi SAW :
حديث ابي هريرة قال كان النبي صلى هللا عليه و سلم بارزا يوما
اَليمان ان تؤمن باهللا ومَلئكته و: ما اَليمان؟ قال:للنافاتاه رجل فقال
اَلسَلم ان تعبد هللا: ماَلسَلم؟ قال:بالقائه وبرسله وتؤمن بالبعث قال
.وَل تشرك به و تقيم الصَلة وتؤدى الزكاة المفرضه وتصوم رمضان
14
Hammudah Abdalati, Islam in Focus, (Riyadh : National Offset Printing Prees, 1986), hlm.8
15
Muhammad Amin al-Kurdi, Op.cit., hlm.84
16
Muslim bi Syarh an-Nawawi, Op.cit., hlm.159
23
. ان تعبد هللا كانك تراه فان لم تكن تراه فانه يراك: مااَلحسان؟ قال:قال
ما المسئول عنها باعلم من السائل وساخبرك عم: متى الساعة؟ قال:قال
.اشرا طها اذا ولدت اَلمة ربها واذا تطاول رعاة اَلبل البهم فى البنيان
ثم ادبر. ان هللا عنده علم السعاة:فى خمس َل يعلمهن اَل هللا ثم تَل النبى
.17 هذا جبريل يعلم الناس دينهم: فقال. "ردوه" فلم يرواشيئا:فقال
Artinya:’ Ab Hurairah r.a berkata : Pada suatu hari ketika Nabi saw duduk
bersama sahabat, tiba-tiba datang seseorang bertanya : Apakah iman ?. Jawab
Nabi : Iman ialah percaya kepada Allah dan Malaikat-Nya dan akan bertemu
dengannya, dan pada Nabi utusan-Nya, dan percaya pada hari berbangkit dari
kubur. Lalu Nabi ditanya : Apakah Islam ?. Jawab Nabi SAW ; Islam adalah
menyembah kepada Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu
apapun, dan mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat yang telah
diwajibkan dan puasa pada bulan Ramadan. Lalu Nabi ditanya : Apakah Ihsan ?.
Jawab Nabi : Ihsan adalah menyembah pada Allah seakan-akan engkau
melihatnya, tetapi apabila kamu tidak melihat-Nya, dia pasti melihat kamu. Lalu
Nabi ditanya : Kapankah hari kiyamat ?. Jawab Nabi : Orang yang ditanya tidak
lebih mengetahui daripada orang yang menanya, tetapi saya katakan padamu
beberapa syarat (tanda-tanda) akan tibanya hari kiyamat, jika budak sahaya telah
melahirkan majikannya dan jika pengembala onta dan ternak lainnya telah
berlomba-lomba membangun gedung-gedung. Termasuk lima perkara yang tidak
diketahui keciali Allah.
17
Imam ‘Abdullah Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn Mughirah ibn Bardizbah al-
Bukhari, HR Bukhari, (Beirut : Dar al-Kitab al-Ilmiyah, 1992), hlm.22 Kemudian, Imam Abu
Husin Muslim ibn Hajjaj al-Qusayri an-Naisabui, RH Muslim bi Syarah an-Nawawi, Op.cit.,
hlm.157
24
E. GOLONGAN MANUSIA BERDASKAN KEIMANAN,TINGKATAN
IMAN,THARIQATUL IMAN
1. Tingkatan Iman
Para Ulama membagi iman ke dalam lima tingkatan:
a. Iman Matbu’ (Iman yang ditabi’atkan)
yaitu imannya para malaikat, maksudnya iman yang sudah
dibentuk sedemikian rupa, tidak ada yang ragu-ragu dan tidak
mungkin pasang surut imannya dan tidak mungkin durhaka kepada
Allah.
b. Iman Ma’shum (Iman yang dijaga)
yaitu imannya para nabi, maksudnya senantiasa terjaga, terpelihara
dari apa-apa yang akan menodai imannya dan tidak mungkin dapat
digoyahkan lagi.
c. Iman Maqbul (Iman yang diterima)
yaitu imannya orang-orang mukmin, maksudnya imannya orang-
orang yang betul-betul iman kepada Allah dan Rasul-Nya, tidak
tercampur syirik dan tidak ada keraguan lagi dalam imannya.
d. Iman Mauquf (Iman yang ditangguhkan)
yaitu imannya para ahli bid’ah, maksudnya imannya para ahli
bid’ah yang masih bercampur syirik. Dalam sebuah hadits
diungkapkan ada orang yang “paginya ia beriman tetapi sore hari ia
kafir.
e. Iman Mardud (Iman yang ditolak)
yaitu imannya orang-orang munafiq, maksudnya imannya orang
munafiq yang pada dasarnya adalah orang kafir, tetapi di hadapan
orang yang beriman mereka suka mengatakan ‘aamannaa’ (kami
beriman). Walaupun mereka menyatakan iman, tetap pernyataan
imannya akan ditolak, tidak akan diterima.18
18
Abusalman,2013 (https://abusalmanz.wordpress.com/tingkataniman/)
25
2. Tingkatan thariqatul iman
Pengertian Thoriqoh
Bermacam-macam para ulama mendefinisikan thoriqoh, namun
dari semua difinisi ulama tersebut dapat disimpulkan bahwa, Thoriqoh
adalah jalan yang ditempuh oleh seorang hamba (salik) yang ingin
mencapai Ridho Alloh swt.dengan cara melaksanakan berbagai ibadah
secara sempurna. Sebagaimana Firman Alloh Swt. :
Artinya : Dan bahwasanya: jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan
itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada
mereka air yang segar (rezki yang banyak). (QS.72:16).19
19
Q.S Al Jinn: ayat 16
26
sifat Allah swt, seperti bahwa Allah itu exist (wujud) sejak awal dulu
hingga di akhir nanti (al-Awwalu wa al-Akhiru) sekaligus pada saat yang
sama – sesuatu yang sulit diterima dengan baik kecuali dengan penjelasan
yang ‘mengeluarkan’ dzat Allah swt dari dimensi waktu dengan
menggunakan teori-teori fisika modern. Mereka juga dapat menjelaskan
bahwa Allah swt itu bersifat kekal (baqa) dengan cara membandingkan
‘inner characteristics’ milikNya dengan milik benda lain yang terlihat di
alam ini.
Orang islam yang berada pada tingkat keimanan ini dapat dengan
mudah menjelaskan tentang dalil adanya hari akhirat, tidak saja yang
bersifat naql (dari Qur’an dan hadist) maupun yang bersifat aql (logika),
dan lalu menghubungkannya dengan salah satu nama Allah swt, yakni al-
‘Adl (yang adil). Dalam hal surga dan nerakapun – satu tema dimana
sesuatu yang virtual dan reality bertemu dalam sejumlah besar ayat-ayat al
Qur’an – mereka dapat menerangkannya pula. Pendeknya, basis keilmuan
mereka ini cukup kuat melandasi iman yang dipunyai. Dalam kehidupan
bermsyarakat, mereka ini giat membela kebenaran islam karena mereka
sendiri percaya sepenuhnya bahwa islam adalah yang terbaik dan terbenar
diantara semua aliran dan agama yang lain.
Hanya saja, iman yang dipunyai muslim tingkat ini belum
sepenuhnya masuk kedalam hati sehingga belum terekspresikan dalam
amal. Amalnya tidak lengkap. Sholatnya kadang-kadang masih bologn-
bologn, atau sering melambatkannya.
Berinfaq-nya tidak rutin. Membaca al Qur’annya hanya kalau sempat dan
luang waktu. Mereka melakukan dakwah dengan syarat tidak mengganggu
kehidupannya. Dan lalin-lain.
Yang ketiga adalah iman ‘ayan.
‘Ayan artinya teguh, pasti, eksak. Muslim dengan iman ‘ayan
adalah muslim yang beriman atas dasar ilmu dan lalu mengekspresikannya
dalam bentuk amal. Imannya telah masuk kedalam hati. Iman ini adalah
iman yang lengkap. Mereka yang berada ditingkat ini keyakinannya pada
27
Allah swt, malaikat dan semua yang menjadi rukun iman telah memenuhi
ruang pikiran dan hatinya. Mereka bukan sekedar menyadari dengan akal
adanya Allah tetapi merasakan dengan hati wujudnya Allah.
Beberapa sifat mereka adalah sebagai berikut. ‘Mereka yang senantiasa
mengingat Allah dalam keadaan berdiri, duduk dan berbaring, dan selalu
memikirkan semua peristiwa di bumi dan langit, lalu setelah itu mereka
menyadari dan berkeyakinan bahwa tidaklah semua makhluk ini dijadikan
sia-sia, dan mereka berlindung dari azab neraka karena kuatir tak dapat
melaksanakan perintah-perintah Allah pada diri mereka’ (seperti
disebutkan dalam Q.S Ali Imran 19). Mereka ini juga disebut dalam al-
Hujurat 15 : ‘Sesungguhnya orang-orang yang benar-benar beriman adalah
mereka yang beriman kepada Allah dan rasulNya kemudian mereka tidak
ragu-ragu sedikitpun, dan berjihad dengan harta dan diri mereka pada jalan
Allah. Mereka itulah orang- orang yang benar Di peringkat iman ‘ayan ini,
24 jam sepenuhnya terpakai untuk ibadah dan dzikir kepada Allah swt.
Sekali-sekali mereka lalai dan berbuat dosa kecil, tetapi setiap kali terjadi
demikian, mereka sangat menyesal. Timbullah dalam hati mereka ini rasa
malu dan takut dihisab oleh Allah swt. Karenanya mereka segera
bertaubat, mohon ampun dan berjanji sekuat tenaga tidak akan mengulangi
lagi.
Rasulullah saw menggambarkan sikap itu dengan sabdanya :
‘Orang mukmin itu menganggap dosa yang dilakukannya bagaikan
gunung besar yang hendak menimpanya’.
28
5) Ridla menerima ketentuan Allah.
6) Sabar menanggung ujian Allah.
7) Bersyukur atas nikmatNya.
8) Menjauhkan diri dari perbuatan maksiat seperti zina, minum arak,
berjudi, membunuh,bicara kotor, mengumpat, memfitnah orang,
menghibah orang islam, mengadu domba.
9) Bermujahadah melawan nafsu dan membuang sifat-sifat buruk seperti
ujub, riya’, sombong, hasud, dengki, dendam.
10) Tidak bermewah-mewah, cukup dengan apa yang ada, sederhana dalam
hidup, tidak susah dengan kemiskinan.
11) Berkasih sayang sesama muslim, tegas
12) Suka berbuat kebajikan dan menolong manusia terutama sanak audara,
kaum kerabat dan sahabat-sahabat dekat.
13) Tidak pernah berputus asa dalam menghadapi semua persoalan hidup.
14) Menjadikan perjuangan dan jihad sebagai kerja tetap sepanjang hidup.
29
Iman tingkat ke lima adalah imannya para rasul, para nabi, para
syuhada’ (orang yang benar-benar menyaksikan), para shiddiqiin
(mereka yang membenarkan).
Sifat mereka diantaranya adalah bila mereka berperang,
mereka berperang di garis depan. Bila berinfaq, infaqnya paling besar
dan paling ikhlas. Bila mereka beribadah, ibadahnya paling bagus dan
lama, - seperti baginda rasul – sampai kakinya bengkak. Bila bergaul,
paling baik akhlaknya. Bila berdzikir, paling banyak air matanya.
Mereka inilah sebaik-baik ciptaan dari semua yang pernah
diciptakanNya.20
30
Allah senantiasa memantaunya hingga ia merasa bahwa ia sedang dilihat
dan diperhatikan oleh Allah, minimal akan membuatnya dapat menunaikan
semua ibadah dengan sungguh-sungguh dan baik.
Kini jelaslah bagi kita bahwa sesungguhnya arti dari ibadah itu sendiri
sangatlah luas. Maka, selain jenis ibadah yang kita sebutkan tadi, yang tidak
kalah pentingnya adalah juga jenis ibadah lainnya seperti jihad, hormat
terhadap mukmin, mendidik anak, menyenangkan isteri/suami dan bekerja.
Oleh karena itulah Rasulullah Saw menghendaki umatnya senantiasa dalam
keadaan seperti itu, yaitu senantiasa sadar jika ia ingin mewujudkan ihsan
dalam ibadahnya.21
Dalam bekerja, seharusnya kita bekerja secara Ihsan. Bekerja secara
ihsan adalah bekerja dengan ikhlas, bekerja dengan mengharapkan pahala
dan ridha dari Allah Swt. Seorang yang bekerja secara ihsan akan
melaksanakan pekerjaannya dengan sepenuh hati, baik ketika berada di
halayak ramai maupun ketika berada sendirian sehingga dia boleh
menghasilkan yang terbaik. Jika kita ingin melihat nilai ihsan pada diri
seseorang yang diperoleh dari hasil ibadahnya, maka kita akan
menemukannya dalam muamalah kehidupannya. Bagaimana ia
bermuamalah dengan sesama manusia, lingkungannya, pekerjaannya,
keluarganya, dan bahkan terhadap dirinya sendiri.
Kesimpulannya, ihsan adalah puncak prestasi dalam ibadah,
muamalah, dan akhlak. Oleh karena itu, semua orang yang menyadari akan
hal ini tentu akan berusaha dengan seluruh potensi diri yang dimilikinya
agar sampai pada tingkat tersebut. Siapapun kita, apapun profesi kita, di
mata Allah tidak ada yang lebih mulia dari yang lain, kecuali mereka yang
telah naik ke tingkat ihsan dalam seluruh sisi dan nilai hidupnya.22
21
Nadim al-Jisr, Qishshatul,1963. Iman (Kisah Mencari Tuhan)
22
Abduh, Muhmmad. 1998 Tafsir Alquran al-Karim
31
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Iman adalah ucapan yg disertai dgn perbuatan diiringi dgn ketulusan niat
dan dilandasi dengan Sunnah.Islam adalah inisial seseorang masuk ke dalam
lingkaran ajaran Ilahi.Sedangkan Ihsan adalah adalah cara bagaimana seharusnya
kita beribadah kepada Allah.
Iman,Islam dan Ihsan adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu
dengan lainnya. Iman adalah keyakinan yang menjadi dasar akidah. Keyakinan
tersebut kemudian diwujudkan melalui pelaksanaan kelima rukun Islam.
Sedangkan pelaksanaan rukun Islam dilakukan dengan cara Ihsan, sebagai upaya
pendekatan diri kepada Allah.
Iman lebih menekankan pada segi keyakinan di dalam hati.Islam adalah
sikap aktif untuk berbuat atau beramal.Sedangkan Ihsan merupakan perwujudan
dari iman dan islam yang sekaligus merupakan cerminan dari kadar iman dan
islam itu sendiri.
Iman,Islam dan Ikhsan mempunyai keutamaan yang sangat besar dalam
pandangan islam ini karena bagi para pelakunya akan diberikan Syurga oleh
Allah SWT sebagaimana yang telah dijanjikan oleh Allah SWT didalam Al-
Qur’an dan Al-Hadits
Jadi betapa pentingnya Iman, Islam dan Ihsan. Ketiganya adalah pondasi
menuju kehidupan yang bahagia dan kekal karena ketiganya menentukan amal
dan ibadah manusia semasa hidupnya.Ketiganya ibarat sebuah bangunan, Iman
sebagai pondasi penyanggah dan penguat suatu bangunan dan islam sebagai atap
atau entitas yang ada di atasnya, sehingga bila iman yang di ibaratkan pondasi
rapuh dan mudah roboh maka islam pun yang di ibaratkan atap akan jatuh, semua
rukun-rukun islam dan kewajiban dalam islam akan di tinggalkan.Ihsan di
ibaratkan hiasan yang mempercantik dan memperindah bangunan tersebut dengan
tujuan untuk menarik perhatian sang Kholik. Karena hidup di dunia semata-
32
semata untuk mencari keridhoan-Nya. Dengan cara mengimplementasikan iman,
islam dan ihsan dalam kehidupan Allah akan meridhoi kita.
33
DAFTAR PUSTAKA
Abduh, Muhmmad. Tafsir Alquran al-Karim. Diterjemahkan oleh Bagir dengan
judul Tafisr Juz Amma. Cet. I; Bandung: Mizan, 1998.
Nadim al-Jisr, Qishshatul Iman (Kisah Mencari Tuhan), (Jakarta; Bulan Bintang,
1963)
34
https://www.facebook.com/notes/ski-smagol/lima-tingkatan-
iman/198541000168776/ diakses tanggal 30 september 2018
35