Anda di halaman 1dari 249

Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

PROSIDING
Seminar Nasional & Call Paper
Psikologi Klinis 2019

PERAN PSIKOLOGI KLINIS DALAM PENDIDIKAN KEBENCANAAN

Malang, 24 Oktober 2019


FAKULTAS PENDIDIKAN PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
PROSIDING
Seminar Nasional & Call Paper Psikologi Klinis 2019
PERAN PSIKOLOGI KLINIS DALAM PENDIDIKAN KEBENCANAAN

Fakultas Pendidikan Psikologi, Aula Gedung C1, Universitas Negeri Malang

Panitia Pelaksana
Ketua Pelaksana : Ayu Dyah Hapsari, S.Psi., M.A.
Sekretariat : Dwi Nikmah Puspitasari, S.Psi., M.Psi.
Norberta Fauko Firdiani
Bendahara : Nur Rohmah Hidayatul Qoyyimah, S.Psi., M.A.
Sie. Publikasi : Yudi Tri Harsono, S.Psi., M.A.
Sie. Acara : Aryudho Widyatno, S.Psi., M.A.
Angga Yuni Mantara, S.Psi., M.Si.
Rakhmaditya Dewi Noorrizki, S.Psi., M.Si

Editor
Dr. Hetti Rachmawati, M.Si., Universitas Negeri Malang
Dr. Sumi Lestari, S.Psi., M.Si., Universitas Brawijaya Malang
Lusi Nuryanti, Ph.D., Psikolog., Universitas Muhammadiyah Surakarta
Dr. Yulia Solichatun, S.Psi., M.Si., Psikolog., Universitas Islam Negeri Malik Ibrahim Malang

Steering Committee
Prof. Dr. Fattah Hanurawan, M.Si., M.Ed.
Dr. Tutut Chusniyah, M.Si.
Dr. Nur Eva, M.Psi.
Dicky Chresthover Pelupessy, M.DS., Ph.D.

Reviewer
Dr. Hetti Rachmawati, M.Si.
Lusi Nuryanti, Ph.D., Psikolog.
Dr. Yulia Solichatun, S.Psi., M.Si., Psikolog.
Indah Yasminum Suhanti, S.Psi., M.Psi.

Penyelenggara
Fakultas Pendidikan Psikologi
Universitas Negeri Malang

Penerbit
Fakultas Pendidikan Psikologi
Universitas Negeri Malang

ii
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Redaksi
Jl. Semarang 5, Malang
Telp. (0341) 579700
e-mail: psikologi.fppsi@um.ac.id

Cetakan Pertama, Oktober 2019

Hak Cipta dilindungi undang-undang,


Dilarang Memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk apapun
Tanpa ijin tertulis dari penerbit

ISBN 978-623-90767-5-7
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan YME atas izin-Nya, pada tanggal 11 – 12
Oktober 2019, Seminar Nasional, Presentasi Artikel Ilmiah dan Workshop Psikologi Klinis
FPPsi UM 2019, telah terlaksana dengan lancar. Seminar tersebut diadakan dengan tema peran
psikologi klinis dalam pendidikan kebencanaan dengan tujuan untuk memberikan (1) ruang
diskusi tentang peran psikologi klinis dan keterkaitan dengan ilmu lain dalam bidang
kebencanaan dan (2) kemampuan dasar psikologis dalam ruang lingkup bencana.
Kegiatan ini dihadiri 150 peserta yang terbagi menjadi 100 peserta seminar dan 50
peserta workshop. Jumlah artikel yang diterima dan dipresentasikan sebanyak 24 eksemplar.
Peserta yang mengikuti kegiatan ini berasal dari Universitas di Palangkaraya, Universitas
Negeri Semarang, universitas di Madiun, Universitas Muhammadiyah Jember, beberapa
universitas di Malang (Brawijaya, UNMER, UMM), Universitas Trunojoyo Madura, Praktisi
Psikologi di Rumah Sakit Saiful Anwar Malang, praktisi psikologi dan partisipan dari
Universitas Negeri Malang diluar FPPsi UM.
Prosiding ini berisi ringkasan materi utama, kumpulan artikel ilmiah yang telah
dipresentasikan dan kesimpulan dari diskusi yang terjadi selama proses seminar dan workhop.
Mengacu pada tujuan diatas, tema untuk presentasi artikel ilmiah dibagi menjadi tiga
kelompok. Tema pertama tentang intervensi psikologis pada bencana, tema kedua tentang
asesmen psikologis untuk bencana dan tema – tema lain yang relevan. Untuk tema terakhir,
artikel yang diterima berisi tentang hal – hal umum psikologis yang dapat digunakan untuk
mendukung peran psikologi klinis dalam pendidikan kebencanaan.
Kesimpulan yang muncul adalah psikologi klinis harus mampu memberikan kontribusi
utama dalam tiga fase konteks bencana. Tiga fase tersebut adalah perencanaan / mitigasi,
tanggap bencana dan rehabilitasi pasca bencana. Psikologi klinis mempunyai elemen – elemen
yang dapat digunakan untuk memperkuat pendidikan kebencanaan. Psikologi klinis perlu
memusatkan pada pemetaan, pertolongan psikologis pertama dan intervensi psikologis dalam
situasi bencana. Fase perencanaan / mitigasi bencana adalah fase yang perlu mendapatkan
perhatian lebih lanjut dalam penelitian dan kerja praktis psikologi klinis.
Akhir kata semoga prosiding ini dapat membantu dalam memberikan informasi
pemerkuat pendidikan kebencanaan.

Salam,

Panitia SEMNAS PSI KLINIS UM 2019

iv
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

DAFTAR ISI
Kata Pengantar .......................................................................................................................... iv
Daftar isi .................................................................................................................................... v
Abstrak Pemateri
Dicky Pelupessy
Signifikansi psikologi dan psychological first aid dalam situasi bencana ....................... 1
Indah Y. Suhanti
Pemetaan psikologis dalam pendidikan kebencanaan ...................................................... 2

Agenda Presentasi Artikel Ruang I ..............................................................................................


Angga Yuda Meilanda
Program Psikososial Pasca Bencana Berbasis Budaya .................................................... 4
Pingki R. Budi, Panca K. Handayani, & Nuraini Kusumaningtyas
Gambaran Vicarious Trauma pada relawan Palang Merah Indonesia (PMI)
Kabupaten Jember ........................................................................................................... 12
Mulawarman, Eni R. Antika, Mayang T. Afriwilda, & Indrajati Kunwijaya
Strategi Strength Based Counseling untuk meningkatkan resiliensi bagi
penyintas bencana alam .................................................................................................. 24
Al Thuba S. Priyanggasati, Fidari Fitrianingtyas, & Lydia N. A. Rachmawati
Psikodrama Berbasis Kearifan Lokal Sebagai Media Pendidikan Kebencanaan ........... 36
Intan Rachmawati
Pendekatan Aktivasi Norma Dalam Kesadaran Konsekuensi Bencana Pengunjung
Lokasi Wisata Ekologi Batu .......................................................................................... 46
Sumi Lestari
Coping Stress pada Penyintas Gempa Bumi Lombok .................................................... 52
Endang Prastuti
Aktivasi Rasa Syukur Sebagai Koping Respon Menghadapi Kebencanaan .................. 59
Rosita Y. Widyarti, Risa Restiana
Strategi Coping Masyarakat Desa Karang Talun Dalam Menghadapi Kekeringan ....... 63

Agenda Presentasi Artikel Ruang II ........................................................................................ 85


Sumi Lestari, Intan Rachmawati, Purnama M. Risqi, Afif Alhad
Identitas Kelompok Sebagai Modal Siaga Bencana Di Kampung Warna-Warni
Jodipan............................................................................................................................ 86
Niswatul Faizah, Diah Cahyaningrum, Ika Herani
Kesehatan Mental Remaja yang Tinggal di Daerah Rawan Gempa Megathrust ........... 93
Masita Utami, Farah A. Syahidah, Anita Hariyanti, Mochammad Sa’id
Gender Dan Kecemasan Penduduk Di Daerah Rawan Banjir Di Kota Malang............. 99
Nur A. Afandi
Mindfulness Sebagai Managemen Nyeri ...................................................................... 107
Nixie D. Rahmadiani, Iswinarti
Pelatihan Manajemen Stress Pada Kader Komunitas Prolanis..................................... 118

v
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Ditsar Ramadhan
Psikoedukasi untuk Meningkatkan Pehamahaman Orang Tua Terhadap
Kekerasan Seksual ........................................................................................................ 126
May L. Elfina, Cahyaning Suryaningrum
Psikodrama Untuk Meningkatkan Konsep Diri Remaja Korban Konflik
Orang Tua ..................................................................................................................... 132
Yulia Asmarani, Dita Rachmayani
Unwell To Well-Being : Analisis Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Hipertensi .... 139

Agenda Presentasi Artikel Ruang III ..................................................................................... 150


Rohmatus Naini, Siwi Vilia Intan
Pemahaman Guru BK Terhadap Konsep Krisis Psikologis Di Sekolah ...................... 151
Robik A. Dani
Gambaran Kemampuan Komunikasi Sosial Pada Anak Dengan Gangguan
Spektrum Autis ............................................................................................................. 161
Safitri Dewi, Panca K. Handayani, Erna I. Rahmawati
Pengaruh Harga Diri (Self Esteem) Terhadap Perilaku Bullying Pada Narapidana
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Jember ............................................................... 179
Lailatul M. Hanim, Luluk Fauziah
Kualitas Kehidupan Kerja Ditinjau Dari Strategi Coping Pada Karyawan Depo
Lokomotif Sidotopo...................................................................................................... 196
Dwi N. Puspitasari, Krista I. Dermawan, Afifah C. Az-Zahra, dkk
Gambaran Problematika Mahasiswa Baru Fakultas Pendidikan Psikologi (FPPsi)
Universitas Negeri Malang ........................................................................................... 210
Umdatun Naja, Hetti Rahmawati
Kualitas Persahabatan dan Forgiveness Pada Mahasiswa............................................ 220
Nila R. Pratiwi, Yudi T. Harsono
Penyesuaian Diri Pada Perempuan Yang Pensiun Dini ............................................... 230
Rosita Y. Widiarti, Yudi T. Harsono
Gratitude Pada Perempuan Single Parent .................................................................... 237

vi
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

SIGNIFIKANSI PSIKOLOGI DAN PSYCHOLOGICAL FIRST AID


DALAM SITUASI BENCANA

Dicky Pelupessy
Pusat Krisis, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

ABSTRAK
Setiap disiplin ilmu dan profesi yang berdasarkan disiplin ilmu memiliki kekhasan dalam
menanggapi masalah-masalah atau tantangan-tantangan yang dihadapi manusia dalam
kehidupannya. Tidak terkecuali psikologi. Psikologi pun memiliki kekhasan kontribusi dalam
mengatasi masalah manusia termasuk yang berkaitan dengan bencana. Dari sudut pandang
psikologi, bencana adalah situasi yang dialami secara kolektif dan berpotensi menjadi peristiwa
yang traumatik. Psychological first aid (PFA) merupakan satu bentuk penanganan awal untuk
memitigasi dampak negatif dari peristiwa dan pengalaman traumatik saat kejadian bencana.
Dalam presentasi ini akan dipaparkan tentang dampak psikologis/psikososial bencana dan
bagaimana PFA dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai penanganan terhadap dampak
psikologis/psikososial bencana. Dalam presentasi ini juga akan dipaparkan mengenai PFA
sebagai pendekatan tindakan yang tidak hanya secara individual, namun juga berbasis
komunitas (community-based psychological first aid).
Kata kunci: psychological first aid; pendidikan kebencanaan.

1
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

PEMETAAN PSIKOLOGIS DALAM PENDIDIKAN KEBENCANAAN


Indah Yasminum Suhanti
Universitas Negeri Malang

ABSTRAK
Tujuan pemaparan ini untuk lebih memperkenalkan konsep dan kegiatan pemetaan psikologi
dalam pendidikan kebencanaan. Pemetaan psikologis menjadi kegiatan penting dalam
pendidikan kebencanaan. Pemetaan psikologis dapat digunakan sebagai sumber informasi
dalam merancang materi pendidikan kebencanaan, rencana pertolongan dalam proses mitigasi
dan pemerkuat materi psychological preparedness. Namun, dari publikasi, baik penelitian dan
laporan, pada rentang waktu 2010 – 2018, jumlah publikasi pemetaan psikologis untuk konteks
bencana masih sangat minim. Proses pemetaan psikologis memang memerlukan waktu lama,
namun hal tersebut penting untuk dilakukan sebagai usaha untuk memperkuat pendidikan
kebencanaan.
Kata kunci: psychological preparedness; pemetaan psikologis; pendidikan kebencanaan.

2
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

AGENDA PRESENTASI ARTIKEL


SEMINAR NASIONAL PSIKOLOGI KLINIS PSIKOLOGI UM 2019
“Peran Psikologi Klinis Untuk Pendidikan Kebencanaan”
11 Oktober 2019
Ruang I

No Waktu Judul Artikel


1 13.30 – 13.40 Apakah Pengetahuan dapat Menggambarkan Persepsi terhadap
Risiko Bencana Alam pada Mahasiswa di Universitas
Pendidikan Indonesia? (tidak presentasi)
Sitti Chotidjah, Gemala Nurendah, M. Ariez Mustofa, Sri Maslihah
2 13.41 – 13.50 Program Psikososial Pasca Bencana Berbasis Budaya
(Play Therapy Dengan Permainan Tradisional Balogo)
Angga Yuda Meilanda
3 13.51 – 14.00 Gambaran Vicarious Trauma Pada Relawan Palang Merah
Indonesia (PMI) Kabupaten Jember
Pingki R. Budi, Panca K. Handayani, Nuraini Kusumanigtyas
4 14.01 – 14.10 Strategi Strength Based Counseling untuk Meningkatkan
Resiliensi bagi Penyintas Bencana Alam
Mulawarman, Eni R. Antika, Mayang T. Afriwilda, Indrajati
Kunwijaya
5 14.11 – 14.20 Psikodrama Berbasis Kearifan Lokal Sebagai Media
Pendidikan Kebencanaan
Al Thuba S. Priyanggasati, Fidari Fitrianingtyas, Lydia N. A.
Rachmawati
6 14.21 – 14.30 Pendekatan Aktivasi Norma Dalam Kesadaran Konsekuensi
Bencana Pengunjung Lokasi Wisata Ekologi Batu
Intan Rachmawati
7 14.31 – 14.40 Coping Stress pada Penyintas Gempa Bumi Lombok
Sumi Lestari
8 14.41 – 14.50 Aktivasi Rasa Syukur Sebagai Koping Respon Menghadapi
Kebencanaan
Endang Prastuti
9 14.51 – 15.00 Strategi Coping Masyarakat Desa Karang Talun Dalam
Menghadapi Kekeringan
Rosita Yulia Widyarti, Risa Restiana

3
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

PROGRAM PSIKOSOSIAL PASCA BENCANA BERBASIS BUDAYA


(PLAY THERAPY DENGAN PERMAINAN TRADISIONAL BALOGO)

Angga Yuda Meilanda


Universitas Negeri Semarang
Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
anggayudam@students.unnes.ac.id

ABSTRAK
Melihat kenyataan berbagai bencana yang terjadi di Indonesia saat ini. Seperti bencana banjir
besar yang baru-baru ini terjadi di Samarinda, Kalimantan Timur. Pasti akan memberikan
dampak pada korban dari bencana yang terjadi baik fisik, psikis maupun psikososialnya. Anak
sebagai korban bencana yang rentan mengalami stress atau trauma, perlu mendapat
penanganan yang serius agar akibat yang ditimbulkan tidak berkepanjangan dan menghambat
perkembangannya. Salah satu bentuk intervensi yang dapat diterapkan untuk memulihkan
kondisi psikis anak-anak korban bencana adalah dengan konseling melalui terapi bermain (play
therapy) berbasis permainan tradisional “Balogo”. Tujuan dari penulisan artikel ini adalah
dengan memberikan program psikososial melalui Play Therapy akan menurunkan gangguan-
gangguan stress pasca trauma/bencana yang pada umumnya dalam dunia kesehatan disebut
post traumatic stress disorder (PTSD) dan membantu anak belajar menerima diri sendiri dan
mengembalikan kontrol diri serta merasakan kebebasan dalam berekspresi.
Kata kunci: balogo; play therapy; post traumatic stress disorder; psikososial.

ABSTRACT
Looking at various disasters that occur in Indonesia today. Like the big floods that recently
occurred in Samarinda, East Kalimantan. It will definitely have an impact on victims of
disasters that occur both physically, psychologically and psychosocially. Children who are
victims of disasters that are vulnerable because of stress or trauma, need to get serious treatment
so that what is caused is not prolonged and inhibits their development. One form of intervention
that can be applied to restore the psychic children of disaster victims is by counseling through
play therapy based on the traditional game "Balogo". This article discusses a psychosocial
program through Play Therapy that will eliminate post-traumatic stress disorder called post
traumatic stress disorder (PTSD) and help children learn to receive self-help and be able to
control themselves well. freedom of expression.
Keywords: balogo; play therapy; post traumatic stress disorder; psychosocial

PENDAHULUAN keadaan geografis yang lengkap disebut


Indonesia merupakan sebuah negara sebagai ring of fire mulai dari pegunungan,
strategis dengan segala potensi kekayaan lautan, sungai, sumber daya mineral, hutan,
alam yang dimilikinya. Negara kepulauan hewan dan berbagai sumber yang tidak
yang memiliki lebih kurang tujuh belas ribu terhitung harganya. Namun sesunguhnya
pulau-pulau besar dan kecil dengan potensi yang kaya itu pada akhir-akhir ini

4
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

mulai menimbulkan dampak bagi manusia. yang lebih parah kehilangan pegangan
Dampak ini dinamakan bencana. Bencana hidup, kehilangan harga diri dan rasa
adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa percaya diri sehingga terkesan pasrah,
yang mengancam dan mengganggu putus asa, tidak berdaya dalam menghadapi
kehidupan dan penghidupan masyarakat masa depan, serta cenderung menyalahkan
yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan orang/pihak lain yang dianggap menambah
faktor nonalam maupun faktor manusia beban hidup para korban, bergantung pada
sehingga mengakibatkan timbulnya korban bantuan pemerintah dan pihak lain. Anak
jiwa manusia, kerusakan lingkungan, sebagai korban bencana yang rentan
kerugian, harta, benda, dan dampak mengalami stress atau trauma, perlu
psikologis. mendapat penanganan yang serius agar
Melihat kenyataan berbagai bencana akibat yang ditimbulkan tidak
yang terjadi di Indonesia saat ini. Seperti berkepanjangan dan menghambat
bencana banjir besar yang baru-baru ini perkembangannya. Anak-anak korban
terjadi di Kota Samarinda, Kalimantan bencana memiliki karakteristik yang khas,
Timur. Pasti akan memberikan dampak sehingga memerlukan bentuk-bentuk
pada korban dari bencana yang terjadi baik intervensi yang sesuai dengan karakteristik
fisik, psikis maupun psikososialnya. dan tahap perkembangannya agar gangguan
Adapun dampak yang dialami oleh individu stress pasca trauma yang dialami dapat
yang selamat dari bencana yakni seperti menurun.
mengalami kehilangan sumber daya yang Salah satu bentuk intervensi yang dapat
bernilai seperti kehilangan orang yang diterapkan untuk memulihkan kondisi
dicintai, rasa kehilangan yang mendalam psikis anak-anak korban bencana adalah
harta benda dan sumber mata pencaharian dengan konseling melalui terapi bermain
seringkali menimbulkan kesedihan (play therapy) berbasis permainan
berkepanjangan dengan terpaksa harus tradisional. Melalui terapi bermain anak
tinggal di pengungsian dalam kondisi yang akan merasa aman dalam mengekpresikan
serba terbatas menambah rasa cemas para dan melakukan eksplorasi terhadap dirinya
korban, atau ekonomi mengalami baik perasaan, pikiran, pengalaman,
kemunduran, masyarakat tumbuh menjadi maupun tingkah laku, karena anak tidak
kelompok orang yang saling curiga dan berhadapan langsung dengan kondisi yang
penuh prasangka terhadap kelompok lain, mengingatkan pada trauma yang dialami.
beberapa orang menjadi individu yang Namun ditambah pula dengan permainan
berbeda, hubungan sosial dan komunitas berbasis budaya lokal yang dapat
bahkan dengan anggota keluarganya sendiri meningkatkan kemampuan sosial anak-
menjadi buruk tidak hanya level individual anak ditempat pengungsian, dan dengan
yang terancam oleh bencana. permainan tradisional diharapkan mampu
Bencana dapat menciptakan ketegangan mengembangkan motorik bagi anak yang
sosial, merusak tatanan suatu masyarakat, terganggu motoriknya pasca bencana. Jadi,
dan bencana pun mampu merobek terapi bermain yang diterapkan pada anak
kehidupan sosial yang lebih besar, yakni yang mengalami gangguan stress/trauma
kehidupan masyarakat sebagai komunitas, pasca bencana adalah permainan tradisional
bahkan negara secara keseluruhan atau masyarakat Samarinda yaitu Balogo atau

5
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Logo yang bertujuan untuk menurunkan cenderung lebih sensitif terhadap apa yang
gangguan tersebut dengan membantu anak ada di sekelilingnya. Ingatan, suara, bau,
belajar menerima diri sendiri dan sensasi, dan perasaan dalam hati akan selalu
mengembalikan kontrol diri serta membuat mereka terngiang akan bencana
merasakan kebebasan dalam berekspresi. alam yang meskipun sudah lama berlalu.
Trauma tersebut bahkan menghancurkan
PEMBAHASAN
mental, pandangan, dan reaksi emosional
Dampak Krisis atau Bencana korban.
Melihat kenyataan berbagai bencana Penjelasan lain, mereka yang telah
yang terjadi di Indonesia saat ini seperti mengalami atau selamat dari suatu kejadian
yang baru saja terjadi di Samarinda, traumatis seperti bencana dan sebagainya
Kalimantan Timur yaitu banjir besar yang akan mengalami berbagai tingkat stres yang
hampir menggenangi seluruh kota pasti nantinya dapat bermanifestasi dalam
akan memberikan dampak pada korban dari masalah penyesuaian perilaku, emosional,
bencana yang terjadi baik fisik, psikis dan sosial yang berbeda, kebanyakan anak-
maupun psikososialnya, adapun dampak anak dan remaja pengamat atau orang yang
yang dialami oleh individu yang selamat selamat mengalami reaksi stres normal
dari bencana yakni seperti mengalami selama beberapa hari setelah peristiwa
kehilangan sumber daya yang bernilai traumatis, seperti berikut ini kesulitan
seperti, rasa kehilangan yang mendalam hubungan emosional, kognitif, fisik, dan
harta benda dan sumber mata pencarian interpersonal:
seringkali menimbulkan kesedihan 1. Reaksi emosional termasuk perasaan
berkepanjangan dengan terpaksa harus sementara (yaitu, selama beberapa hari
tinggal di pengungsian dalam kondisi yang sampai beberapa minggu) dari
serba terbatas menambah rasa cemas para keterkejutan, ketakutan, kecemasan,
korban, atau ekonomi mengalami kesedihan, kemarahan, kebencian, rasa
kemunduran, masyarakat tumbuh menjadi bersalah, malu, tidak berdaya, putus
kelompok orang yang saling curiga dan asa, mati rasa emosional (kesulitan
penuh prasangka terhadap kelompok lain, dalam merasakan cinta dan keintiman),
beberapa orang menjadi individu yang tidak terkendali emosi, masalah yang
berbeda, hubungan sosial dan komunitas belum terselesaikan dari kerugian atau
bahkan dengan anggota keluarganya sendiri trauma di masa lalu, kurangnya minat
menjadi buruk tidak hanya level individual dan kepuasan dalam aktivitas sehari-
yang terancam oleh bencana. hari, atau perasaan terisolasi dan
Bencana yang terjadi menimbulkan kesepian.
dampak psikologis yang tidak ringan bagi 2. Reaksi kognitif termasuk kebingungan,
warga di daerah bencana. Laporan Badan disorientasi, keraguan, khawatir,
Penanggulangan Bencana Daerah rentang perhatian yang diperpendek,
menyebutkan bahwa korban bencana ketidakmampuan untuk fokus, kesulitan
seringkali secara psikologis terjangkit dalam berkonsentrasi, ketidakmampuan
gangguan stress pasca trauma/bencana untuk menyelesaikan masalah,
yang pada umumnya dalam dunia kehilangan ingatan, kenangan yang
kesehatan disebut Post Traumatic Stress tidak menyenangkan, gambar yang
Disorder (PTSD). Setelah bencana, korban

6
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

mengganggu dari peristiwa, Keterampilan Dasar Konselor Krisis


menyalahkan diri sendiri, dan mencari atau Bencana
jawaban atau mencari balas dendam. Menurut Rogers (dalam James, 2008),
3. Reaksi fisik termasuk ketegangan; penolong yang paling efektif adalah salah
kelelahan; kegelisahan; kegelisahan; satu yang dapat memberikan tiga syarat
kesulitan tidur, tertidur, atau tetap perlu dan cukup untuk pertumbuhan klien.
tertidur; hyperarousal; sakit atau nyeri Kondisi ini disebut empati, keaslian, dan
tubuh; reaksi kejut yang meningkat; penerimaan. Dalam terapi krisis sangat
detak jantung balap; mual; berubah penting untuk melakukan ketiganya secara
selera; sakit kepala; ruam; dan gemetar. efektif.
4. Reaksi interpersonal meliputi gangguan 1. Empati
hubungan di sekolah, dalam Empati adalah kemampuan untuk
persahabatan, dan dalam keluarga; mengetahui bagaimana merasakan
perasaan ketidakpercayaan, kecemasan perasaan orang lain. Secara sederhana,
perpisahan, lekas marah, konflik, empati dapat didefinisikan sebagai
penarikan, atau isolasi; merasa ditolak kemampuan untuk membayangkan diri
atau ditinggalkan; bersikap suka sendiri berada pada tempat dan pemahaman
menghakimi atau over controlling. yang dimiliki orang lain, mencakup
Reaksi psikologis yang buruk tidak perasaan, hasrat, ide-ide, dan tindakan-
hanya dialami oleh korban yang mengalami tindakannya.
kejadian langsung, para pekerja 2. Keaslian
kemanusiaan, sukarelawan, tenaga medis, Keaslian merupakan kemampuan
konselor dan psikolog juga akan merasakan konselor manyatakan dirinya secara bebas
gejala itu mereka mengalami yang disebut dan mendalam tanpa pura-pura, tidak
dengan Secondary Trauma, yaitu gejala bermain peran, dan tidak mempertahankan
trauma yang dialami bukan dari mengalami diri. Konselor yang demikian selalu tampak
kejadian secara tidak langsung suatu gejala keaslian pribadinya, sehingga tidak ada
trauma yang umum dialami oleh orang- pertentangan antara apa yang ia katakan
orang yang bekerja dengan korban suatu dan apa yang ia lakukan. Tingkah lakunya
bencana tetapi sumber trauma tidak sederhana,lugu dan wajar
berakhir ketika bencana selesai ataupun 3. Penerimaan Tanpa Syarat
ketika korban telah diselamatkan bencana Penerimaan tanpa syarat atau respek
berikutnya dapat saja terjadi akibat dari kepada klien harus mampu ditunjukkan
respon terhadap bencana yang tidak tepat. oleh seorang koselor kepada kliennya.
Pengorganisiran bantuan yang kacau, Seorang konselor harus dapat menerima
konflik antar kelompok pengungsi yang bahwa orang-orang yang dihadapinya
berebut bantuan, sistem komunikasi yang mempunyai nilai-nilai sendiri, kebutuhan-
buruk dapat menjadi sumber bencana kebutuhan sendiri yang lain daripada yang
berikutnya korban yang terpaksa dimiliki olehnya.
berlindung di tempat penampungan atau Program psikososial harus tepat pada
kamp pengungsi untuk waktu yang lama sasaran, maka perlu dilakukan assesment
akan kehilangan privasinya beberapa tentang kondisi psikososial dari korban
posko pengungsian. bencana dan sumber daya apa yang

7
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

dimiliki. Assesment psikososial adalah atau tradisi yang dimiliki, dan


proses untuk mengindentifikasi kondisi menggunakannya sebagai bagian dari
psikososial pada suatu kelompok/individu intervensi psikososial.
dan sumberdaya yang mereka miliki hasil
Play Therapy dengan Permaianan
assessment akan menjadi panduan dalam
Tradisional “Balogo”
pelaksanaan program dukungan psikososial Menurut Albert Maramis (2003) pakar
beberapa hal yang perlu diassesment kesehatan dari WHO, pada setiap kejadian
meliputi: bencana alam, rata-rata penduduk yang
1. Rasa aman. mengalami masalah kejiwaan mencapai
Terbangunnya rasa aman secara 50%. Oleh sebab itu, selain membutuhkan
psikologis menjadi pondasi bagi berbagai pasokan logistik, para korban bencana alam
intervensi lainnya. Rasa aman psikologis juga memerlukan terapi pemulihan stres
dapat terbangun jika beberapa syarat dan trauma. Terlebih bagi anak-anak.
terpenuhi, misalnya korban bencana Karena mereka terkurung di barak-barak
mendapatkan makanan, minuman, pengungsian dan tak bisa kemana-mana
kesehatan, pemulihan trauma dan lokasi
(termasuk bersekolah) selama bencana
berlindung yang memadai, penyintas alam menerjang. Selain itu dari aspek
mengetahui atau minimal memiliki akses psikologis, anak-anak memang rentan
informasi mengenai keberadaan anggota gangguan psikis. Memori-memori
keluarganya, dan penyintas memiliki media traumatis saat bencana datang niscaya
untuk mengekspresikan emosinya. mengendap di alam bawah sadar mereka.
2. Kondisi kesehatan mental Gejalanya berupa rasa murung, susah tidur
Kondisi kesehatan mental dapat (insomnia), dan nafsu makan berkurang.
diasessment melalui berbagai metode, Bila tak segera mendapatkan terapi,
misalnya dengan berbagai macam angket dampaknya bisa terbawa hingga generasi
tentang stres paska trauma atau penerus bangsa itu beranjak dewasa.
menggunakan metode lain, misalnya Salah satu bentuk intervensi yang dapat
melalui media debriefing pada anak-anak diterapkan untuk memulihkan kondisi
proses assesment bisa dilakukan dengan psikologis anak-anak korban bencana
permainan, misalnya dengan menggunakan adalah denga konseling melalui terapi
kartu yang berisikan gejala-gejala stress bermain (play therapy) berbasis permainan
atau dengan permainan lainnya, disela-sela tradisional. Bermain akan memberi anak
permainan konselor krisis dapat kesempatan berada dalam dunia naturalnya
melontarkan gejala stress dan meminta sebagai anak. Melalui terapi bermain anak
anak-anak yang memiliki gejala tersebut akan merasa aman dalam mengekpresikan
untuk angkat tangan. dan melakukan eksplorasi terhadap dirinya
3. Kearifan lokal baik perasaan, pikiran, pengalaman,
Setiap budaya pasti sudah maupun tingkah laku. Permainan berbasis
mengembangkan aturan dan tradisi untuk budaya lokal dapat meningkatkan
melindungi komunitasnya, termasuk kemampuan sosial anak-anak ditempat
memandu anggotanya untuk pulih dari pengungsian, dengan permainan tradisional
suatu bencana. Konselor krisis perlu diharapkan mampu mengembangkan
menggali informasi tentang ritual-ritual

8
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

motorik halus bagi anak yang terganggu Samarinda berbasis budaya (play therapy
motoriknya setelah pasca bencana. dengan permainan tradisional “Balogo”)
Permainan berbasis kearifan lokal dapat bersifat tanggap darurat dan ada tiga
menjadi salah satu sarana bermain tahapan yaitu:
kelompok bagi anak-anak dalam hal ini 1. Tahap Awal
permainan tradisional suku Banjar, Tahap yang paling penting adalah
Samarinda, Kalimantan Timur yaitu Balogo bagaimana membangun hubungan antara
atau biasa disebut Logo. Nama Balogo anak dengan konselor. Konselor harus
diambil dari kata logo, karena permainan mampu membangun hubungan yang
itu menggunakan logo (batok kelapa). hangat, yang didalamnya ada kepercayaan
Permainan tradisional Suku Banjar ini anak terhadap konselor. Guna mencapai
biasanya dimainkan oleh anak-anak hingga tujuan tersebut, konselor harus berusaha
orang dewasa, baik secara beregu maupun masuk secara total pada dunia anak,
perorangan. Jumlah pemain terdiri atas dua sehingga anak betul-betul merasa aman dan
hingga lima orang. Pemain harus dapat menganggapnya sebagai sahabat. Langkah
meruntuhkan logo yang membentuk ini bisa dilakukan oleh konselor dengan
piramida mini dengan logo lain yang menyediakan berbagai permainan yang
terbuat dari tempurung kelapa atau dalam digemari anak dalam hal ini permainan
bahasa lokal disebut “logo tanding”. tradisional “Balogo” agar anak dapat
Nilai terapeutik yang terkandung dalam mengekspresikan berbagai perasaan baik
permainan ini sangat baik untuk kesehatan sesuatu yang pernah dialaminya di masa
mental, yaitu: dapat melatih kemampuan lampau atau keinginan yang ia harapkan
motorik halus anak, melatih kesabaran dan pada masa yang akan datang. Melalui
ketelitian anak, melatih jiwa sportivitas, fasilitas permainan ini konselor bisa
melatih kemampuan analisa anak, mengajar anak-anak bermain dengan tujuan
meningkatkan kreativitas, menambah agar anak merasa aman. Ketika anak sudah
wawasan budaya lokal anak serta dapat merasa aman, konselor bisa menyiapkan
membantu anak mengkomunikasikan berbagai perangkat konseling dalam
perasaannya secara efektif dengan cara menggali berbagai gejala dan informasi
alami, melatih pengendalian diri dan yang ia butuhkan, yang ditunjukkan anak
konsentrasi, serta menurunkan kecemasan. melalui berbagai aktifitas komunikasi dan
Prosedur permainannya memberi interaksi termasuk didalamnya aktifitas
kesempatan pada anak untuk belajar rileks bermain mereka.
sehingga kecemasan berkurang. Permainan 2. Tahap Inti
berbasis kearifan budaya lokal ini dapat Tahap inti atau tahap pertengahan
membangkitkan semangat hidup akibat dalam prosedur penerapan program
himpitan konflik, bencana alam, dan psikososial ini adalah tahap yang paling
menurunkan depresi serta meningkatkan penting dalam program ini dan dapat
interaksi sosial anak. dimulai ketika anak sudah asyik dengan
permainan dan dan perhatian mereka. Pada
Prosedur Play Therapy dengan
kondisi ini konselor bisa melibatkan diri
Permaianan Tradisional “Balogo”
pada aktifitas yang sedang dilakukan anak,
Adapun prosedur dan terapi program
misalnya anak yang sedang bermain
psikososial pasca bencana banjir di

9
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Balogo. Konselor bisa menemaninya mineral, hutan, hewan dan berbagai sumber
bermain sembari konselor melakukan yang tidak terhitung harganya. Namun
eksplorasi berbagai informasi yang sesunguhnya potensi yang kaya itu pada
dibutuhkan ketika sambil bermain yang akhir-akhir ini mulai menimbulkan dampak
dimana siswa dalam kondisi santai akan bagi manusia. Dampak ini dinamakan
mempermudah konseli untuk bencana. Bencana adalah peristiwa atau
mengungkapkan atau mengekspresikan apa rangkaian peristiwa yang mengancam dan
yang dia rasakan dan bagaimana suasana mengganggu kehidupan dan penghidupan
emosinya saat ini atau sembari bermain, masyarakat yang disebabkan, baik oleh
konselor dapat memberikan berbagai faktor alam dan faktor nonalam maupun
masukan dan mengajak konseli menelaah faktor manusia sehingga mengakibatkan
mengenai suasana hatinya saat ini, timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
bagaimana mengelolanya dan bagaimana lingkungan, kerugian, harta, benda, dan
cara mengatasinya hal ini dapat dilakukan dampak psikologis.
beberapa kali hingga anak tersebut Anak sebagai korban bencana yang
menunjukan perubahan dan perkembangan, rentan mengalami stress atau trauma, perlu
teknik ini cocok juga untuk anak yang mendapat penanganan yang serius agar
introvert atau anak yang mengalami akibat yang ditimbulkan tidak
perubahan paska bencana menjadi menutup berkepanjangan dan menghambat
diri atau menjadi pendiam. perkembangannya. Anak-anak korban
3. Tahap Pengakhiran bencana memiliki karakteristik yang khas,
Pada tahap ini konselor dapat sehingga memerlukan bentuk-bentuk
mengakhiri play therapy dapat dihentikan intervensi yang sesuai dengan karakteristik
bila anak telah mampu menunjukkan dan tahap perkembangannya agar gangguan
kemajuan dalam perkembangan perilaku stress pasca trauma yang dialami dapat
positifnya. Seperti anak telah mampu menurun.
menunjukkan kebutuhan minimalnya, Salah satu bentuk intervensi yang dapat
secara simbolik mampu mengekspresikan diterapkan untuk memulihkan kondisi
emosinya dan secara lisan mampu psikis anak-anak korban bencana adalah
mendiskusikan berbagai isu., mampu dengan konseling melalui terapi bermain
berkomunikasi dengan lingkungannya dan (play therapy) berbasis permainan
membangun hubungan dengan tradisional. Tujuannya adalah dengan
lingkungannya, melakukan permainan yang memberikan program psikososial melalui
melibatkan kerjasama dengan teman Play Therapy akan menurunkan gangguan-
sebayanya, atau menampilkan perubahan gangguan stress pasca trauma/bencana
perilaku yang positif lainnya. yang pada umumnya dalam dunia
kesehatan disebut post traumatic stress
SIMPULAN
disorder (PTSD) dan membantu anak
Indonesia merupakan sebuah negara
belajar menerima diri sendiri dan
strategis dengan segala potensi kekayaan
mengembalikan kontrol diri serta
alam yang dimilikinya. Keadaan geografis
merasakan kebebasan dalam berekspresi.
yang lengkap yang dimiliki Indonesia
Melalui terapi bermain anak akan
disebut sebagai ring of fire mulai dari
merasa aman dalam mengekpresikan dan
pegunungan, lautan, sungai, sumber daya

10
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

melakukan eksplorasi terhadap dirinya baik Stress Disorder/PTSD). Psympathic:


perasaan, pikiran, pengalaman, maupun Jurnal Ilmiah Psikologi, 1(2), 164-178.
tingkah laku, karena anak tidak berhadapan Thompson, R. A. (2004). Crisis
langsung dengan kondisi yang intervention and crisis management:
mengingatkan pada trauma yang dialami. Strategies that work in schools and
Namun ditambah pula dengan permainan communities. Routledge.
berbasis budaya lokal yang dapat Mukhadiono, S. W., & Wahyudi. (2016).
meningkatkan kemampuan sosial anak- Pemulihan PTSD Anak-Anak Korban
anak ditempat pengungsian, dan dengan Bencana Tanah Longsor dengan Play
permainan tradisional diharapkan mampu Therapy. Jurnal Keperawatan
mengembangkan motorik bagi anak yang Soedirman (The Soedirman Journal of
terganggu motoriknya pasca bencana. Nursing), 11(1), 23-30.
Webber, J. M., & Mascari, J. B. (2017).
DAFTAR RUJUKAN
Disaster Mental Health Counseling: A
James, Richard. (2008). Crisis Intervention
Guide to Preparing and Responding.
for People in Crisis, Trauma and
John Wiley & Sons.
Disaster (Revised Edition). New York:
World Health Organization. (2011).
Routledge.
Psychological first aid: guide for field
Nawangsih, E. (2014). Play Therapy Untuk
workers. World Health Organization.
anak-anak Korban Bencana Alam Yang
Mengalami Trauma (Post Traumatic

11
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

GAMBARAN VICARIOUS TRAUMA PADA RELAWAN PALANG


MERAH INDONESIA (PMI) KABUPATEN JEMBER

Pingki Rahmatika Budi


Universitas Muhammadiyah Jember
Gumuk Kerang, Karangrejo, Sumbersari, Kabupaten Jember, 68124
pingki331@gmail.com
Panca Kursistin Handayani
Universitas Muhammadiyah Jember
Gumuk Kerang, Karangrejo, Sumbersari, Kabupaten Jember, 68124
Nuraini Kusumaningtyas
Universitas Muhammdiyah Jember
Gumuk Kerang, Karangrejo, Sumbersari, Kabupaten Jember, 68124

ABSTRAK
Indonesia memiliki organisasi kemanusiaan yang menaungi relawan dan telah berdiri sejak 17
September 1945, organisasi ini adalah Palang Merah Indonesia (PMI). Tugas relawan dibagi
menjadi tiga, yaitu sebelum bencana, pada saat bencana dan setelah terjadi bencana. Pada saat
memberikan bantuan relawan akan memunculkan respon positif maupun negatif. Respon
negatif dapat mempengaruhi pikiran dan keyakinan relawan akan kemampuannya dalam
memberikan pertolongan. Pengaruh negatif tersebut dapat memberikan suatu trauma bagi
relawan dan secara psikologis disebut vicarious trauma, maka penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui gambaran vicarious trauma pada relawan.Jenis penelitian yang digunakan adalah
deskriptif kuantitatif dengan menggunakan Vicarious Trauma Questionnaire yang diadaptasi
dari Gould, M. L (2001) sebagai metode pengumpulan data sehingga dapat melihat gambaran
vicarious trauma dari beberapa aspek. Sempel yang digunakan sejumlah populasi yang ada,
yakni 30 subjek. Hasil penelitian menunjukkan secara keseluruhan di PMI kab. Jember terdapat
60% relawan yang telah melakukan penugasan di lokasi bencana menglami vicarious trauma
dengan kategori tinggi pada aspek fisik. Ditinjau dari data demografi subjek perempuan lebih
tinggi mengalami vicarious trauma daripada subjek laki-laki. Sementara dari usia dan status
perkawinan, vicarious trauma lebih tinggi dialami oleh subjek yang berada pada rentang usia
18-40 tahun dan status perkawinan belum menikah. Subjek dengan suku pandalungan memiliki
prosentase lebih tinggi mengalami vicarious trauma, subjek yang lama bergabung 3-6 tahun
dan subjek yang memiliki pengalaman di tugaskan di lokasi bencana 1-3 kali memiliki
prosentase tinggi mengalami vicarious trauma.
Kata Kunci: vicarious trauma; relawan; Jember.

ABSTRACT
Indonesia has a humanitarian organization that houses volunteers and has been established
since September 17, 1945, this organization is the Indonesian Red Cross (PMI). The task of
volunteers is divided into three, namely before the disaster, during the disaster and after the
disaster. When giving volunteer assistance will bring positive and negative responses. Negative

12
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

responses can influence the thoughts and beliefs of volunteers of their ability to provide help.
The negative influence can provide a trauma for volunteers and psychologically called
vicarious trauma, then this study was conducted to determine the vicarious trauma picture in
volunteers. The type of research used is quantitative descriptive using Vicarious Trauma
Questionnaire adapted from Gould, M. L (2001) as a method of collecting data so that you can
see a vicarious trauma picture from several aspects. The stamp was used by a number of
existing populations, namely 30 subjects. The results showed overall in PMI district. Jember
there are 60% of volunteers who have done assignments at the disaster site experience vicarious
trauma with a high category in the physical aspect. In terms of demographic data, female
subjects experienced higher vicarious trauma than male subjects. Meanwhile, from age and
marital status, vicarious trauma is higher for subjects in the 18-40 years age range and
unmarried marital status. Subjects with pandalungan rates had a higher percentage of having
vicarious trauma, subjects who had 3-6 years in length and subjects who had experience
assigned to the disaster site 1-3 times had a high percentage of experiencing vicarious trauma.
Keywords: vicarious trauma; volunteer; Jember

PENDAHULUAN dapat diatasi dengan optimal, untuk itu


Bencana adalah rangkaian peristiwa perlu upaya memberdayakan relawan atau
yang mengganggu kehidupan dan masyarakat agar jumlah penolong
penghidupan masyarakat yang disebabkan (relawan) dapat meningkat sehingga dapat
oleh faktor alam dan non-alam, sehingga memberikan penanganan awal saat terjadi
mengakibatkan timbulnya berbagai bencana dengan optimal. Selain itu dengan
kerusakan dan kerugian, korban jiwa dan jumlah relawan yang bertambah dapat
dampak negatif terhadap fisik dan membantu relawan untuk melakukan
psikologis bagi manusia (Peraturan Kepala system rolling dengan relawan lainnya,
Badan Nasional Penanggulangan Bencana karena relawan tidak mungkin berada
nomor 17 tahun 2011, tentang Pedoman dilokasi bencana dengan kurun waktu yang
Relawan Penanggulangan Bencana, 2014). lama.
Indonesia juga berada di Cincin Api Pasifik Relawan Penanggulangan Bencana
atau Ring of Fire. Daerah ring of fire dapat adalah seorang atau sekelompok orang
sering mengalami letusan gunung berapi yang memiliki kemampuan dan kepedulian
dan gempa bumi bahkan hingga 10 kali untuk bekerja secara sukarela dan ikhlas
dalam satu hari. Hal tersebut menimbulkan dalam upaya penanggulangan bencana.
kerugian bagi masyarakat yang terdampak Salah satu organisasi kemanusia di
bencana, untuk itu memang sangat Indonesia yang telah berdiri sejak 17
diperlukan adanya penanganan segera September 1945 adalah Palang Merah
mungkin saat terjadi bencana. Indonesia (PMI). Pada saat terjadi bencana
Penanganan yang segera setelah bantuan yang relawan berikan tidak hanya
kejadian bencana dapat mengurangi pada pertolongan pertama bagi korban yang
dampak negatif serta memperkuat proses mengalami luka dan kekurangan darah,
pemulihan penyintas (korban) menjadi hal akan tetapi juga pada korban yang tidak
penting. Keterbatasan tenaga profesional terluka, misalnya saja bantuan pada korban
membuat tidak semua dampak dari bencana yang memerlukan dukungan psikososial,

13
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

bantuan restoring family links (mencari diinginkan oleh relawan yang terlibat
keluarga hilang), bantuan penampungan secara empatik dengan kisah korban yang
darurat (shelter), air dan sanitasi, dapur mengalami trauma (Pearlman dan
umum, perawatan keluarga, dll. Bantuan itu Saaktivitne, dalam Huggard, Law &
diberikan tanpa membeda-bedakan korban Newcombel, 2017).
itu dari golongan mana dengan tujuan untuk Vicarious trauma menjadi konsekuensi
mencegah serta mengatasi penderitaan yang ditimbulkan dari bekerja dengan
sesama manusia. korban, seringnya terpapar atau
Pada saat memberikan bantuan relawan menyaksikan penderitaan orang lain, selain
akan memunculkan respon positif yang itu juga akibat dari kelelahan emosi,
dirasakan dimana relawan merasa dapat kelelahan fisik dan beban kerja yang berat
mengkatkan rasa simpati terhadap sesama, saat dilokasi yang menyebabkan perubahan
rasa antusias, lebih banyak kasih sayang pada kesejahteraan psikologis, fisik dan
dan terimakasih, meningkatkan spiritual. Tidak hanya menyaksikan,
pemahaman agar dapat lebih menghargai relawan yang mendengarkan cerita-cerita
kehidupan dan lebih bersyukur, menyedihkan yang terus – menerus
meningkatkan kepekaan sosial, dapat sehingga merasa takut, memiliki ingatan
memunculkan kebanggan tersendiri karena yang mengganggu atau mimpi buruk
dapat membantu orang-orang yang terhadap peristiwa tersebut juga dapat
membutuhkan, dapat lebih merasakan apa mengalami vicarious trauma.
yang dirasakan korban, merasa lebih Menurut Sartor (2016) vicarious
berguna untuk orang lain dan semangat trauma sebagai suatu akibat yang
untuk terus menolong. dimunculkan dari pekerjaan yang
Namun disisi lain muncul pula respon- berhubungan dengan klient yang
respon diluar itu akibat dari menyaksikan mengalami trauma, dimana konselor harus
dan terlibat dengan penderitaan orang lain, membantu klient yang mengalami trauma
yaitu timbul perasaan cemas dan khawatir untuk memaknai, menceritakan kembali
saat melakukan pertolongan atau evakuasi dan mengatasi peristiwa traumatis itu,
pada semua jenis korban yang ditandai dengan begitu ada keterlibatan emosional
dengan rasa gugup gemetar, fikiran tidak antara konselor dan klient dan konselor
fokus, takut tidak dapat menemukan korban akan mendapatkan paparan yang terus
atau menyelamatkan korban, bahkan juga menurus dari trauma yang dirasakan
memunculkan rasa kurang percaya diri klient.Adanya keterlibatan emosional yang
dalam memberikan pertolongan pada berlebih dan terpaparnya penderitaan atau
korban. Respon negatif tersebut dapat trauma korban secara terus menerus dapat
pengaruh negatif terhadap pikiran dan memunculkan suatu gelaja vicarious
keyakinan diri relawan akan trauma. Berdasarkan hasil wawancara
kemampuannya dalam memberikan dengan relawan R, ia menyatakankan
pertolongan. Pengaruh negatif tersebut bahwa sebelum berangkat penugasan
dapat memberikan suatu trauma bagi beberapa hal telah dirasakan seperti sulit
relawan dan secara psikologis disebut berkonsentrasi, kurang percaya diri, cemas,
vicarious trauma. Vicarious trauma takut tidak menemukan atau
merupakan transfomasi kumulatif atau menyelamatkan nyawa korban, rasa
suatu perubahan yang bertambah dan tidak terbayang-bayang akan korban pada saat

14
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

setelah membarikan bantuan, menurunnya untuk mendeskripskan atau menjelaskan


kesehatan fisik. Gejala yang dirasakan suatu peristiwa atau fenomena yang terjadi
dapat lebih meningkatkan munculnya dalam bentuk angka-angka yang bermakna.
vicarious trauma dengan adanya faktor- Hasil penelitian diperoleh dari hasil
faktor yang mendukung meningkatnya perhitungan indikator-indikator dari
vicarious trauma seperti dukungan social variabel penelitian kemudian dipaparkan
yang kurang, kondisi fisik, respon penerima secara tertulis.
bantuan dan komunikasi. Instrument psikologi yang digunakan
Banyaknya pengalaman yang dimiliki sebagai pengumpulan data menggunakan
membuat relawan tidak mudah untuk Vicarious Trauma Questionnaire yang
melupakan kejadian dilokasi bencana, diadaptasi dari Gould, M. L (2001). Sempel
pengalaman-pengalaman negatif yang yang digunakan sejumlah populasi yang
dirasakan dengan menyaksikan dan ada, yakni 30 subjek. Teknik analisa data
mendengarkan penderitaan atau trauma pada penelitian ini menggunakan uji
orang lain dapat mengganggu keyakinan, instrument, uji asumsi dan uji deskriptif.
harapan, rasa aman dan kepercayaan. Populasi dalam penelitian ini
Penelitian ini menjadi penting bagi relawan menggunakan 30 subjek dengan ketentuan:
untuk mengetahui gelaja-gelaja vicarious a. Aktif sebagai anggota PMI Cabang
trauma, dampak yang dimunculkan dari Kab. Jember
vicarious trauma, cara mengatasi dan b. Pernah dimobilisasi atau ditugaskan
mencegah terjadinya vicarious trauma agar di lokasi bencana minimal 1 bulan
tidak memunculkan dampak yang dapat c. Relawan stay atau relawan lebih
mengganggu performa dari skill, banyak tinggal di lokasi
kompetensi dan kinerja relawan saat pengungsian selama bertugas.
dilokasi bencana sehingga apabila Pada penelitian ini sempel tidak
ditugaskan kembali relawan dapat siap diambil berdasarkan tabel Isaac dan
melaksanakan tugasnya dengan efektif. Michael karena jumlah populasi relative
Tujuan penelitian ini untuk melihat kecil, sehingga sempel yang digunakan
gambaran vicarious trauma padarelawan sejumlah populasi yang ada, yakni 30
PMI kabupaten Jember. subjek.
METODE HASIL DAN PEMBAHASAN
Jenis penelitian yan digunakan dalam Vicarious Trauma adalah suatu kondisi
penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. akibat adanya interaksi yang melibatkan
Sudjana dan Ibrahim (dalam Margareta, empati terhadap korban yang mengalami
2013) menyatakan bahwa penelitian luka baik fisik maupun psikologis dan
deskriptif merupakan penelitian yang individu merasa bertanggung jawab untuk
mendeskripsikan suatu gelaja, peristiwa membantu, seiring waktu tanpa disadari
atau kejadian yang terjadi, dimana peneliti trauma ini akan memberikan suatu
memotret peristiwa dan kejadian yang perubahan pada kondisi penolong
menjadi pusat perhatian untuk kemudian (Pearlman dan McKay, 2008). Vicarious
digambarkan sebagaimana adanya. Pada trauma ini dapat dirasakan oleh dokter, TNI
penelitian ini menggunakan pendekatan sepulang perang, perawat, relawan
kuantitatif, dimana pendekatan digunakan bencana, relawan/pendamping korban

15
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

kekerasan dan beberapa tenaga kerja vicarious trauma tinggi lebih banyak
lainnya yang melibatkan empati dalam mengalami perubahan pada kondisi fisik
pekerjaannya. Pada penelitian yang dengan gejala mudah lelah saat
dilakukan ini berkaitan dengan relawan menjalankan tugas hingga menurunnya
PMI kab. Jember yang telah dimobilisasi daya tahan tubuh sehingga rentan sakit.
atau ditugaskan di lokasi bencana minimal Hal ini memang dapat terjadi karena
satu bulan. menurut Saakvite (dalam Halimah dan
Tabel 1. Widuri, 2012) menyatakan bahwa
Tingkat Vicarious Trauma Secara karakteristik dan daya tahan tubuh
Keseluruhan dan per-aspek merupakan faktor internal dan faktor ini
Acuan Kateg Frequ Percent sangat berpengaruh pada mudah tidaknya
Pengk orisasi ency relawan mengalami vicarious trauma.
ategor
Adapun pada kondisi psikologis
ian
ditunjukkan seperti munculnya perasaan
VT X > 32 Tinggi 18 60% cemas saat mendengarkan teriakan orang,
kes
X < 32 Renda 12 40% suara gemuruh atau saat merasakan getaran,
elur
uha h selain itu terganggunya kompetensi dari
n Total 30 100%
subjek dengan gejala merasa tidak percaya
diri dengan kompetensi yang dimiliki saat
VT Aspek Frequ Perce Pengkat memberikan bantuan dan terdapat
Per- ency nt egorian
gangguan tidur.
Asp
ek Fisik 24 80% Tinggi Selain itu vicarious trauma dapat
6 20% Rendah mempengaruhi cara bertindak dan
berinteraksi subjek dengan orang lain
Psikol 19 63,3% Tinggi
dilingkungan (Pearlman dan McKay,
ogis
2008). Pada relawan PMI kabupaten
11 36,7% Rendah Jember gelaja yang berkaitan dengan
Relati 16 53.3% Tinggi relationship tidak begitu dimunculkan,
onship subjek terlihat tetap menjalani relasi yang
cukup baik dengan rekan kerjanya dan
14 46.7% Rendah
merasa tidak memiliki masalah berkaitan
dengan relasi. Menurut Nevid, Rathus, dan
Secara keseluruhan dari tabel diatas Greene (2014) subjek yang mengalami
menunjukkan 60% subjek mengalami vicarious trauma diakibatkan karena di
vicarious trauma tinggi yang ditunjukkan lokasi bencana subjek dihadapkan dengan
pada gejala dengan perubahan kondisi fisik, trauma korban, subjek akan mendengarkan,
psikis dan relationship. Ketiga kondisi melihat dan membantu korban mengatasi
tersebut menunjukkan prosentase cukup trauma sehingga subjek akan
tinggi, namun yang lebih dominan adalah mendengarkan keluhan korban, melihat
pada gejala fisik yang memiliki prosentase amarah korban karena bencana yang sudah
sebanyak 80%, kemudian berikutnya menerjang dan merasakan perasaan sakit
psikologis 63.3% dan relationship 53.3%. korban karena bencana yang membuat
Melihat hasil analisa tersebut menunjukkan subjek memunculkan suaru respon dalam
bahwasannya subjek yang mengalami

16
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

bentuk gejala dengan perubahan pada melakukan tugas yang terbaik dan hal
kondisi fisik, psikologis dan relationship. tersebut dapat memberi suatu tekanan
Table 2. tersendiri. Sedangkan hasil analisa subjek
Vicarious Trauma berdasarkan Jenis laki-laki mendapat prosentase yang
Kelamin seimbang yakni 50% pada kategori tinggi
Usia Frequency Percent Kategori
maupun rendah.
18-40 13 65% Tinggi Table 3.
tahun Vicarious Trauma berdasarkan Usia
7 35% Rendah
Jenis
40-65 5 50% Tinggi Frequency Percent Kategori
kelamin
tahun
5 50% Rendah
Laki-laki 11 50% Tinggi

11 50% Rendah
Adapun hasil dari dianalisa demografi
Perempuan 7 87.5% Tinggi
menunjukkan bahwasannya subjek
perempuan mendapat prosentase 87.5% 1 12.5% Rendah
artinya, subjek perempuan menglami
vicarious trauma yang tinggi. Berdasarkan
Berdasarkan usia dari subjek
Nevid, Rathus, dan Greene (2014) pria
memberikan gambaran tingkatan vicarious
sering mengalami peristiwa traumatis,
trauma yang berbeda. Menurut Flannery
namun wanita lebih memiliki kemungkinan
(dalam Chareles, 2012) menyatakan bahwa
yang lebih besar untuk mengembangkan
usia kronologis dan kematangan menjadi
PTSD sebagai bentuk pengembangan
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
akibat trauma. Adapun menurut Ilham
seseorang dalam menghadapi suatu
(2016) kondisi psikologis perempuan
peristiwa traumatis. Maka dari itu tabel
memiliki tingkat yang lebih sensitif, untuk
diatas menunjukkan subjek dengan rentang
itu dapat dikatakan bahwasannya dengan
usia 18-40 tahun mengalami vicarious
kondisi psikologis yang memiliki tingkat
trauma yang lebih tinggi dengan prosentase
sensitifitas tinggi perempuan akan lebih
65% dibandingkan dengan subjek yang
mudah berempati pada orang lain (korban)
rentang usia 40-65 tahun dengan prosentase
sehingga perempuan akan cenderung lebih
50%.
membawa perasaan dalam berhubungan
dengan korban yang dapat membuat hal Table 4.
yang dirasakan oleh korban dapat Vicarious Trauma berdasarkan Status
tertransfer ke subjek dan membuat Perkawinan
vicarious trauma lebih mudah untuk Status
perkawi Frequency Percent Kategori
dialami.
nan
Berkaitan dengan kepribadia seperti
pada tipe kepribadian melankolis yang Menikah 7 50% Tinggi
sensitif, apabila dilokasi bencana subjek 7 50% Rendah
dengan tipe kepribadian ini dihadapkan
Belum 11 68.7% Tinggi
dengan kejadian seperti meninggalnya
menikah
korban yang ditolong maka akan merasa 5 31.3% Rendah
mudah bersalah dan merasa tidak dapat

17
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Selanjutnya berkaitan dengan suku


bangsa, setiap suku bangsa yang menjadi
Vicarious trauma yang dialami oleh
identitas subjek memberikan hasil yang
korban dapat meningkat dengan adanya
berbeda. Tabel diatas menunjukkan hasil
faktor-faktor baik dalam diri maupun dari
analisa suku pandalungan berada pada
lingkungan. Adapun hasil analisa
kategori tinggi dengan prosentase 83.3%.
menunjukkan bahwasannya subjek yang
Berkaitan pula dengan karakteristik atau
belum menikah memiliki prosetase yang
ciri kepribadian dari setiap subjek yang
lebih tinggi mengalami vicarious trauma
tentunya berbeda dalam memproses
yakni 68.7% seperti pada table diatas. Hal
perasaan terhadap penderitaan rasa sakit
ini menunjukan bahwa dukungan sosial
orang lain. Masyarakat suku pandalungan
atau dukungan dari orang-orang terdekat
(Jawa dan Madura) memiliki ciri terbuka,
yang berkaitan dengan kesejahteraan
religius, lugas, egaliter (bersifat sama),
selama di lokasi bencana terutama yang
temperamental, bekerja keras dan
jauh dari tempat tinggal sangat diperlukan
solidaritas tinggi (Zoebazary, 2018). Ciri
saat subjek malaksanakan penugasan.
tersebut memberikan gambaran bahwa
Sehingga dengan adanya dukungan dari
subjek dengan suku pandalungan rentan
orang terdekat subjek dapat memiliki
mengalmai vicarious trauma karena adanya
tempat yang nyaman untuk mencurahkan
ciri egaliter, temperamental, bekerja keras
emosi atau perasaan yang terkadang tidak
dan solidaritas. Subjek dengan ciri egaliter
stabil selama berada dilokasi bencana.
(bersifat sama) tidak akan membandingkan
Selain itu apabila terdapat hal-hal yang
dirinya dengan orang lain, subjek akan
tidak dapat diungkapkan kepada rekan kerja
merasa sama kedudukannya, dapat
atau orang lain, subjek dapat mencurahkan
merasakan hal yang sama dengan orang lain
kepada orang yang dicintai sehingga dapat
dan subjek dengan ciri solidaritas akan
menurunkan resiko terdapak trauma orang
mengedepankan suatu hubungan dengan
lain yang mengakibatkan munculnya
orang lain dengan dua ciri tersebut subjek
vicarious trauma (Pearlman dan McKay,
memiliki empati yang baik terhadap orang
2008).
lain.
Table 5.
Maka ketika memberikan bantuan
Vicarious Trauma berdasarkan Suku
terhadap korban subjek akan bekerja keras
Bangsa
untuk memberikan yang terbaik, namun
Suku Frequency Percent Kategori
apabila hal tersebut tidak sesuai dengan apa
Jawa 12 54.5% Tinggi yang diharapkan maka dapat membuat
10 45.5% Rendah subjek merasa kecewa, gagal dan
mengalami transformasi pengalaman batin
Madura 1 50% Tinggi
dengan membawa perasaan sakit dan sedih
1 50% Rendah dari korban, selanjutnya dapat mengarah
Pandhalu 5 83.3% Tinggi pada vicarious trauma. Pada saat
ngan memberikan bantuan, ketika subjek berada
1 16.7% Rendah
dilokasi bencana mendapati hal-hal yang
(Jawa-
Madura) kurang sesuai baik berkaitan dengan rekan
kerja, penerima bantuan atau dengan
organisasi lainnya maka hal ini dapat

18
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

membuat subjek merasa kesal dan marah Ketika subjek sudah mengalami
terutama pada subjek yang temperamental. kelelahan atau penurunan daya tahan tubuh
Berkaitan dengan kondisi kehidupan, ketika maka kinerja subjek akan mengalami
subjek yang tempramen sudah mulai emosi penurunan yang nantinya akan
dan tidak dapat mengendalikannya saat mempengaruhi hasil dari “menolong”
dilokasi bencana, subjek akan kurang sehingga tidak sesuai dengan harapan, hal
mampu melakukan yang terbaik sulit ini dapat membuat subjek rentan
mengurus dirinya sendiri sementara subjek mengalami vicarious trauma. Seperti
harus bekerja secara efektif dengan penuh pendapat Palm, dkk, Pearlman dan McKay
kasih kepada korban sehingga akan rentan (2004) menyatakan bahwa parktisi
mengalami vicarious trauma (Pearlman kesehatan yang bekerja dengan memiliki
dan McKay, 2008). pengalaman lebih sedikit dengan klient
yang memiliki masalah trauma dilaporkan
Table 6.
menglami peningkatan stress terkait
Vicarious Trauma berdasarkan
pekerjaan dan menglami gangguan pada
Lamanya Menjadi Relawan
kepercayaan, keintiman, harga diri, dan
Lamanya Frequency Percent Kategori kesusahan secara keseluruhan.
bertugas
Table 7.
1-3 tahun 3 60% Tinggi Vicarious Trauma berdasarkan
Pengalaman Bertugas
2 40% Rendah
Pengala Frequency Percen Kategori
3-6 tahun 11 78.6% Tinggi man t
3 21.4% Rendah bertugas

1-3 kali 14 70% Tinggi


> 6 tahun 4 36.4% Tinggi
6 30% Rendah
7 63.6% Rendah
4-6 kali 1 25% Tinggi

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan 3 75% Rendah


subjek dengan pengalam bertugas di lokasi > 6 kali 3 50% Tinggi
bencana selama 1-3 kali mendapatkan
3 50% Rendah
prosetase 70% pada kategori tinggi, ini
menunjukkan bahwa semakin sedikit
pengalaman di tugaskan di lokasi bencana Pengalaman bertugas di lokasi bencana
maka subjek akan cenderung untuk juga diperlukan selain melakukan briefing
mengalami vicarious trauma. Hasil diawal agar subjek dapat mengetahui
wawancara salah satu subjek menyatakan kondisi lokasi bencana dan hal-hal yang
bahwa terdapat fase heroik, fase ini perlu diperhatikan untuk meminimalisir
biasanya dialami diawal penugasan di munculnya vicarious trauma pada subjek.
lokasi bencana. Pada fase ini subjek banyak Hal ini juga ditunjang dengan lamanya
yang mengabaikan jam kerja (mengambil bergabung menjadi relawan seperti pada
jam kerja yang terlalu banyak) di lokasi tabel diatas, subjek yang bergabung > 6
bencana sehingga membuatnya kelelahan. tahun berada pada kategori rendah dengan
prosentase 63.6% dibandingkan subjek

19
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

yang lama bergabung < 6 tahun dengan mengalami gejala pada kondisi fisik
prosentase 78.6% pada subjek yang dengan mudah lelah saat bertugas.
bergabung 3-6 tahun dan 60% pada subjek 3. Berdasarkan hasil demografi:
yang bergabung selama 1-3 tahun, ini a. Ditinjau dari jenis kelamin, terdapat
dikarena dengan semakin lama subjek vicarious trauma dengan kategori
bergabung menjadi relawan maka subjek tinggi dan rendah dengan hasil yang
akan lebih banyak mendapatkan seimbang pada laki-laki dengan
pengalaman yang diterima dari lingkungan prosentase 50%, sedangkan pada
kerja berkaitan dengan tugasnya menjadi subjek perempuan mengalami
relawan sehingga subjek dapat lebih vicarious trauma tinggi dengan
mempersiapkan saat menjalan tugasnya. prosentase 87.5%.
Apabila subjek lebih banyak melakukan b. Ditinjau dari usia, vicarious trauma
persiapan secara fisik, psikis dan dialami oleh subjek yang berada
pengetahuan subjek dapat meminimalisir pada rentang usia 18-40 tahun
munculnya vicarious trauma, karena dengan prosentase
berdasarkan penelitian Halimah dan Widuri 65%.Berdasarkan status
(2012) banyaknya tugas yang harus perkawinan terdapat prosentasi
diselesaikan di lokasi bencana dapat tinggi mengalami vicarious trauma
membuat relawan merasakan kelelahan, dengan nilai 68.7% pada status
tidak hanya secara fisik namun juga secara perkawinan belum menikah.
psikologis dan hal ini memicu munculnya c. Selanjutnya, ditunjau berdasarkan
vicarious trauma. suku bangsa, subjek dengan suku
pandalungan memiliki prosentase
KESIMPULAN DAN SARAN
lebih tinggi mengalami vicarious
A. Kesimpulan trauma dengan perolehan 83.3%.
1. Hasil penelitian ini menunjukkan d. Ditinjau berdasarkan lamanya
bahwasannya secara keseluruhan di subjek bergabung menjadi relawan
PMI kab. Jember terdapat 60% relawan maka diperoleh prosentase tinggi
yang telah melakukan penugasan di mengalami vicarious trauma pada
lokasi bencana mengalami vicarious subjek yang lama bergabung 3-6
trauma dengan kategori tinggi, artinya tahun dengan prosentase 78.6%.
banyak dari relawan yang mengalami e. Ditinjau berdasarkan pengalaman
trauma akibat paparan trauma korban subjek ditugaskan di lokasi bencana
selama bertugas di lokasi bencana. maka subjek yang memiliki
2. Pada setiap aspek dari instrument pengalaman di tugaskan di lokasi
vicarious trauma menunjukkan bencana 1-3 kali memiliki
bahwasannya ketiga aspek, yakni fisik, prosentase tinggi mengalami
psikologis dan relationship memiliki vicarious trauma dengan perolehan
nilai prosentase yang tinggi namun 70%. Atau dapat dikatakan semakin
yang lebh dominan adalah pada aspek sedikit pengalaman dilokasi
fisik dengan prosentase 80% yang bencana subjek lebih cenderung
berkaitan dengan daya tahan tubuh mengalami vicarious trauma
subjek, artinya subjek yang mengalami
vicarious trauma lebih banyak

20
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

B. Saran DAFTAR PUSTAKA


1. Bagi Instansi Charles, A. (2012). Penerapan Stabilitas
Melihat hasil analisa yang Psikologis Dengan Teknik Resource
menunjukkan adanya vicarious trauma Development And Installationa (RDI)
yang tinggi diharapkan instansi lebih Pada Anak Dengan Trauma Pada
mengefktifkan debriefing dengan Masa Perkembangan. Depok:
menambahkan treatmen lanjut seperti Fakultas Psikologi Program Studi
relaksasi kelompok atau konseling bagi magister Profesi Psikologi
yang memiliki masalah yang tidak dapat Kekhususan Psikologi Klinis Anak
diselesaikan dalam kelompok sebagai tidak Universitas Indonesia.
lanjut dari debriefing, terutama bagi Gould, M. L. (2001). Vicarious
relawan yang memiliki pengalaman Traumatization and Burnout Survey
bertugas dillokasi bencana 1-3 kali. Selain Report. Augusta, Maine, Amerika
pengefektifan debriefing instansi Serikat: Departement of Mental
diharapkan untuk mempersiapkan secara Health, Mental Retardation and
mental relawan yang akan ditugaskan Substance Abuse Service.
dengan memberikan gambaran lokasi Halimah, N.S. & Widuri, L.E. (2012).
bencana serta hal-hal apa saja yang dapat Vicarious Trauma Pada Relawan
memberi dampak selama bertugas maupun Becana Alam. Jurnal Humanitas. Vol
setelah bertugas. 9 (1).
2. Bagi Relawan Ilham, L. (2016). Penanganan Perempuan
Saran bagi relawan, agar memperhatikan Korban Trauma Masa Lalu Di
kondisi diri baik fisik maupun psikilogis Lembaga kiprah Perempuan
setelah kembali dari penugasan di lokasi (KIPPER). Yogyakarta: Fakultas
bencana dan memanfaatkan debriefing Dakwah dan Komunikasi Universitas
sebagai upaya untuk mengurangi tekanan Islam Negeri Sunan Kalijaga.
ataupun masalah yang didapatkan selama Matondang, Z. (2009). Validitas dan
penugasan. Melakukan relaksasi fisik dan Reliabilitas Suatu Instrumen
psikologis sebelum kembali untuk Penelitian. Jurnal Tabularasa PPS
beraktifitas seperti biasanya. UNIMED. Vol. 6(1).
3. Bagi Peneliti Selanjutnya Nevid, J. S., Rathus, S. A., & Greene, B.
Bagi penelit selanjutnya yang ingin (2014). Psikologi Abnormal. Jakarta:
meneliti dengan tema yang sama, Erlangga. ISBN: 9780205961719
disarankan untuk lebih mengeksplor Palm, K. M., Polusny, M. A., & Follette, V.
terkait vicarious trauma dengan M. (2004, March). Vicarious
menambahkan variable lainnya, menambah Tarauma: Potential Hazards and
jumlah responden atau menggunakan Intervension for Disester and Trauma
subjek yang berbeda seperti pada perawat, Workers.
dokter, pendamping korban kekerasan atau Pearlman, L. A. & McKay, L. (2008).
TNI setelah pulang dari medan perang dan Understading and Addressing
menambahkan referensi terkait vicarious Vicarious Trauma. USA: Headington
trauma. Institute
Amran. (2016). Peningkatan partisipasi
masyarakat dalam pengurangan

21
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

resiko bencana tanah longor melalui Disaster Risk Reduction, 2212-


kelompok kampung siaga bencana. 4209.
Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial,
139-153. Jackson, J. W., & Smith, E. R. (1999).
Conceptualizing social identity: A
Ata, A., Bastian , B., & Lusher, D. (2009). new framework and Evidence for
Intergroup contact in context: The the impact of different dimensions.
mediating role of social norms and Society for Personality and Social
group-based perceptions on the Psychology, 120-135.
contact-prejudice link.
International Journal of Khusairi, A., Nurhamida, Y., & Masturah,
Intercultural Relations, 498-506. A. N. (2017). Sense of community
dan partisipasi warga kampung
BNPB. (2014). Rencana nasional wisata jodipan. Jurnal RAP UNP, 1-
enanggulangan bencana. Jakarta: 12.
BNPB.
(2011). Peraturan Kepala Badan Nasional
Creswell, J. W. (2014). Research design: Penanggulangan Bencana nomor
Qualitative, quantitative, and mixed 17 tahun 2011, tentang Pedoman
methods approaches. Los Angles: Relawan Penanggulangan
SAGE Publication, Inc. Bencana. Jakarta: Mentri Hukum
Dan Hak Asasi Manusia Republik
Creswell, J. W. (2014). Research Design: Indonesia.
Qualitative, Quantitative, and
Mixed Methods Approaches (4th (2014). Peraturan Kepala Badan Nasional
ed.). Amerika Serikat: SAGE Penanggulangan Bencana nomor
Publications, Inc. 17 tahun 2011, tentang Pedoman
Relawan Penanggulangan
Farida, A. (2014). Reconstructing social Bencana. Jakarta: Mentri Hukum
identity for sustainable future of Dan Hak Asasi Manusia Republik
lumpur lapindo victims. Procedia Indonesia.
Environmental Sciences, 468-476.
Saja, A. A., Goonetilleke, A., Teo, M., &
Febriana, Sugiyanto, D., & Abubakar, Y. Ziyath, A. M. (2019). A critical
(2015). Kesiapsiagaan masyarakat review of social resilience
desa siaga bencana dalam assessment frameworks in disaster
menghadapi bencana gempa bumi management. International Journal
di kecamatan meuraxa kota banda of Disaster Risk Reduction, 1-14.
aceh. Jurnal Ilmu Kebencanaan,
41-49. Sayangbatti, D. P., & Baiquni, M. (2013).
Motivasi dan persepsi wisatawan
Hsueh, H.-Y. (2019). The role of household tentang daya tarik destinasi
social capital in post-disaster terhadap minat kunjungan kembali
recovery: An empirical study in di kota wisata batu. Jurnal Nasional
japan. International Journal Of Pariwisata, 126-136.

22
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Schwartz, S., & Howard, J. (1982). Helping Soesilo, A. (2014). Trauma Experience,
and cooperation: a self based Identity and Narratives. Buletin
motivational model. Dalam J. D. V, Psikologi Fakultas Psikologi
& G. J, Cooperation and helping Universitas Gajah Mada. Volume 22,
behavior: theories and research No. 2.
(hal. 327-352). New York: Sugiono. (2014). Metode Penelitian
Academic Press. Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta, CV.
Suhardjo, D. (2011). Arti penting Zoebazary, M. I. (2018). Orang
pendidikan mitigasi bencana dalam Pandalungan: Penganyam
mengurangi resiko bencana. Kebudayaan di Tapal Kuda. Jember:
Cakrawala Pendidikan , 174-188. Paguyuban Pandhalungan Jember,
ISBN: 978-602-50386-0-0.

23
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

STRATEGI STRENGTH BASED COUNSELLING UNTUK


MENINGKATKAN RESILIENSI BAGI PENYINTAS BENCANA ALAM

Mulawarman
Universitas Negeri Semarang
Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
mulawarman@mail.unnes.ac.id
Eni Rindi Antika
Universitas Negeri Semarang
Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
rindi@mail.unnes.ac.id
Mayang T. Afriwilda
Universitas Negeri Semarang
Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Mayang01@students.unnes.ac.id
Indrajati Kunwijaya
Universitas Negeri Semarang
Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Indrajati.kunwijaya@students.unnes.ac.id

ABSTRAK
Bencana alam adalah kejadian bencana yang ekstrem dan berdampak pada masyarakat yang
menyebabkan kerusakan, gangguan, jatuhnya korban, dan membuat masyarakat yang terkena
dampak tidak dapat berfungsi secara normal tanpa bantuan dari pihak luar. Bencana yang
terjadi turut mempengaruhi level fungsi fisik dan psikologis. Konsekuensi psikologis dari
bencana alam yang diterima seperti trauma, gangguan tidur, gangguan kecemasan, depresi,
hypersensitif, kekerasan domestik hingga Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Resiliensi
merupakan sifat pribadi yang relatif stabil, dilihat dari bagaimana cara individu beradaptasi,
mengelola dan bangkit kembali dari keadaan sulit. Membangun resiliensi merupakan salah satu
dari tujuan pendekatan strenght based counselling. Artikel ini merupakan artikel konseptual
dengan studi pustaka. Di dalam artikel ini membahas mengenai konsep Resiliensi, Strenght
Based konseling dan tahapan konseling untuk meningkatkan resiliensi yang dibagi menjadi
tiga tahap. Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk menyediakan strategi konseling
berbasing pendekatan strenght based counselling dalam meningkatkan resiliensi bagi korban
bencana alam.
Kata kunci: strenght based counselling; resiliensi; korban bencana alam.

ABSTRACT
Natural disasters are extreme disaster events and have an impact on the community that causes
damage, disruption, casualties, and makes the affected community unable to function normally
without outside assistance. Disasters that occur also affect the level of physical and
psychological function. Psychological consequences of natural disasters received such as

24
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

trauma, sleep disorders, anxiety disorders, depression, hypersensitivity, domestic violence to


Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Resilience is a relatively stable personal trait, seen
from how individuals adapt, manage and recover from difficult circumstances. Building
resilience is one of the objectives of the strength-based counseling approach. In this article
discusses the concept of Resilience, Strength Based counseling and stages of counseling to
increase resilience which is divided into three stages. The purpose of writing this article is to
provide a counseling strategy based on a strength based counseling approach in increasing
resilience for victims of natural disasters.
Keywords: strenght based counseling, resilience, victims of natural disasters

PENDAHULUAN Konsekuensi psikologis dari bencana


Bencana merupakan hal yang tidak alam dapat digambarkan dalam empat
dapat dihindarkan, dapat menimpa siapa dimensi yang menonjol yaitu ruang
saja kapanpun dan dimanapun. (Norris, lingkup, keparahan, durasi, dan jenis
Galea, Friedman, & Watson, 2006) bencana (Shultz, Neria, Allen, hazards, &
mendefinisikan bencana sebagai peristiwa 2013). Kondisi negatif psikologis yang
traumatis yang berpotensi dialami secara diterima seperti trauma, gangguan tidur,
kolektif, berbahaya, dan dapat disebabkan gangguan kecemasan, depresi,
oleh alam, teknologi, atau manusia. hypersensitif, kekerasan domestik hingga
Bencana alam adalah kejadian bencana Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)
yang ekstrem dan berdampak pada (Norris et al., 2002; Hirom, Mashiro,
masyarakat yang menyebabkan kerusakan, Pediatric, 2004.; Kukihara, Yamawaki,
gangguan, jatuhnya korban, dan membuat Uchiyama, Arai, & Horikawa, 2014;
masyarakat yang terkena dampak tidak Shultz, et al., 2013). Gangguan psikotik,
dapat berfungsi secara normal tanpa bahkan skizofrenia, juga pernah dilaporkan
bantuan dari pihak luar (Benson, Twigg, & terjadi pada korban (John et al., 2008).
Rossetto, 2007; Petrucci, 2012). Bencana Dampak-dampak tersebut memberi tekanan
seperti angin topan, gempa bumi, dan banjir psikologis yang berat bagi para korban
dapat berubah menjadi bencana yang bencana yang harus segera dipulihkan.
mematikan jika terjadi di daerah-daerah Salah satu aspek dalam upaya individu
rawan yang dihuni oleh individu terutama untuk mengatasi tekanan ekstrem tersebut
mereka yang hanya memiliki sedikit adalah resiliensi. Resiliensi diartikan
pertahanan (Tulloch, 2010). Dengan sebagai kemampuan untuk pulih, dan
demikian, bencana terjadi dengan cepat dan bertahan hidup dalam menghadapi berbagai
dengan waktu yang berbatas, meskipun kendala dan ancaman yang dikenal dengan
akibatnya mungkin bersifat jangka panjang resiliensi (Bannink, 2008). Resiliensi
(Yutrzenka, Professional, & 2008). Suatu didefinisikan sebagai faktor protektif
peristiwa mungkin akan menjadi traumatis terhadap masalah mental dan sebagai
bagi satu orang, tetapi bencana dialami oleh proses adaptasi yang dinamis terhadap
suatu komunitas, baik itu kota, wilayah, perubahan keadaan kehidupan. Resiliensi
atau negara. Bencana yang terjadi turut merupakan konstruk psikologi yang
mempengaruhi level fungsi fisik dan diajukan oleh para ahli behavioral dalam
psikologis (Bowman & Roysircar, 2011). rangka usaha untuk mengetahui,

25
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

mendefinisikan dan mengukur kapasitas setiap individu dan keluarga yang meminta
individu untuk tetap bertahan dan bantuan. Konselor harus siap untuk
berkembang pada kondisi yang menekan memberikan dukungan selama situasi
(adverse conditions) dan untuk mengetahui peringatan, terutama yang dapat memicu
kemampuan individu untuk kembali pulih emosi yang kuat dan kenangan traumatis
(recovery) dari kondisi tekanan (Mccubbin, bagi individu (Webber & Mascari, 2018).
2001). Resiliensi terbukti dapat menahan Webber juga memberikan catatan untuk
dampak peristiwa traumatis pada tidak menggunakan pendekatan konseling
perkembangan gejala PTSD (Kukihara et, konvensional dalam mempromosikan
al., 2014; (Lee et al, 2014). Individu yang kesehatan mental dan perubahan pribadi
memiliki resiliensi yang tinggi mampu (Counseling.org, 2012). Maka dari itu,
menunjukan cara yang efektif dalam intervensi yang digunakan dalam artikel ini
mengatasi dampak buruk bencana dan adalah berdasarkan pendekatan Post-
beradaptasi dengan perubahan yang Modern. Salah satunya melalui pendekatan
diciptakan oleh peristiwa traumatis. Strength Based Counseling (konseling
Beberapa penelitian menunjukan bahwa berbasis kekuatan) yang juga membangun
resiliensi dapat dikembangkan melalui fondasinya pada pertumbuhan literatur dan
berbagai pendekatan (Steinhardt & Dolbier, penelitian mengenai resiliensi (Smith,
2008; Tugade & Fredrickson, 2007). 2006). Hasil penelitian mengenai resiliensi
Selama ini, sudah ada beberapa penelitian menyebutkan bahwa individu memiliki
yang dilakukan untuk meningkatkan kapasitas bawaan untuk bangkit kembali.
resiliensi bagi korban bencana alam di Resiliensi memberikan proses
Indonesia diantaranya yang dilakukan oleh pengembangan kekuatan individu.
Rumiani & Uyun (2012) melalui metode Namun harus ditekankan bahwa
sabar dan shalat bagi penyintas bencana peristiwa-peristiwa ini tidak unik untuk
namun terbukti tidak efektif; kemudian setiap individu, tetapi tanggapan dan sikap
penelitian Neneng (2018) yang koping yang menjadi keunikan setiap
menggunakan layanan konseling kelompok konseli. Ini yang mendasari pendekatan
yang terbukti efektif meningkatkan Strength Based Counseling yang mengenali
resiliensi bagi anak korban banjir. Serta keunikan kekuatan konseli dan berfokus
Maryam (2015) yang mengembangkan pada hal-hal ini untuk menavigasi melalui
resiliensi melalui metode pemberdayaan masa traumatis menuju penciptaan masa
perempuan bagi korban tsunami. Namun, depan positif yang dikehendaki.
dari beberapa penelitian terdahulu yang Pendekatan ini juga menganjurkan
bertujuan meningkatkan resiliensi bagi dukungan sosial sebagai alat dalam
korban bencana alam belum ada yang pencegahan transisi atau pemulihan dari
terfokus untuk menggunakan strategi PTSD (Becker, Zayfert, Anderson, &
intervensi melalui pendekatan teori Survey, 2004).
konseling bagi korban bencana alam yang Pendekatan ini juga memberi konseli
dapat dilakukan oleh Disaster Mental alasan untuk bergerak dan melihat aspek
Health Counselor. situasi yang lebih cerah, berkonsentrasi
Seorang Disaster Mental Health pada masa depan yang lebih cerah.
Counselor tentunya harus mampu Pendekatan ini mengintegrasikan konseli
mengembangkan rencana pemulihan untuk dan konselor ke dalam tim manajemen.

26
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Dengan menggunakan sumber daya (adverse conditions) dan untuk mengetahui


internal (seperti keterampilan, kekuatan, kemampuan individu untuk kembali pulih
kualitas, dan kepercayaan konseli) dan (recovery) dari kondisi tekanan (Mccubbin,
sumber daya eksternal (hubungan 2001). Resiliensi merupakan sifat pribadi
dukungan, mitra, teman keluarga, agama yang relatif stabil, dilihat dari bagaimana
dan kelompok agama) yang diakui oleh cara individu beradaptasi, mengelola dan
konseli sebagai hal yang penting untuk bangkit kembali dari keadaan sulit
pulih dari peristiwa traumatis (DE (traumatis) (Block & Kremen, 1996;
SHAZER et al., 1986; Duncan, Hubble, & Tugade & Fredrickson, 2007). Resiliensi
Miller, 1996; Gingerich & Eisengart, 2000; dalam menanggapi bencana alam
Kornør et al., 2008; Walter & Peller, 2013). didefinisikan sebagai kemampuan untuk
Tujuan dari penulisan artikel ini adalah bangkit kembali ke keadaan normal terlepas
untuk memaparkan strategi pendekatan dari kesengsaraan dan kehancuran sebagai
strenght based counseling dalam akibat dari bencana. Resiliensi setelah
meningkatkan resiliensi bagi para korban bencana alam terjadi di berbagai tingkatan.
bencana alam. Ini melibatkan individu, keluarga,
komunitas dan bangsa atau kota pada
METODE
umumnya (De Sousa, Shrivastava; 2015).
Metode dalam kajian ini adalah studi
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan
literatur. Data diambil dari berbagai buku
bahwa resiliensi menjadi penting
dan jurnal yang relevan yang juga terindeks
dikembangkan bagi para korban bencana.
dengan minimal publikasi sepuluh tahun
Menurut Bonanno, Rennicke, dan
terakhir yang sesuai dengan tema strategi
Dekel (2005) resiliensi merupakan hasil
strenght based counselling dan resiliensi
yang paling umum diamati setelah
pada penyintas bencana alam. Dalam studi
peristiwa traumatis. Resiliensi diketahui
literatur ini langkah-langkah yang
berhubungan positif dengan strategi coping
dilakukan adalah (1) mencari sumber-
yang efektif (Dumont & Provost, 1999;
sumber untuk bahan studi pustaka; (2)
Steinhardt & Dolbier, 2008). Salah satu
mengevaluasi isi yang dimuat dalam
cara untuk mengeksplorasi resiliensi
sumber-sumber tersebut; (3) membuat
konseli adalah dengan mencari fluktuasi
rangkuman terhadap isi sumber tersebut;
dalam pengalaman masalah, menanyakan
(4) rangkuman yang dibuat dalam tahapan
konseli secara rinci tentang saat-saat
sebelumnya dipergunakan dalam menulis
mereka tidak (atau pada tingkat yang lebih
studi pustaka. Teknik analisis data dalam
rendah) mengalami masalah ketika mereka
kajian ini adalah analisis tematik.
mengharapkannya, cari tahu apa yang
PEMBAHASAN terjadi saat masalah berakhir atau mulai
Resiliensi menghilang, dan tanyakan mengapa
Resiliensi merupakan konstruk masalahnya tidak menjadi lebih buruk.
psikologi yang diajukan oleh para ahli Menurut Reivich dan Shatte (2002),
behavioral dalam rangka usaha untuk tujuh kemampuan yang membentuk
mengetahui, mendefinisikan dan mengukur resiliensi, yaitu sebagai berikut: regulasi
kapasitas individu untuk tetap bertahan dan emosi, pengendalian impuls,
berkembang pada kondisi yang menekan optmistimisme, empati, causal analysis,
efekasi diri, dan reaching out. Pada

27
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

dasarnya setiap individu memiliki semua kekuatan mereka serta membangun


faktor reselensi diatas, namun yang kesadaran konseli atas kekuatan-kekuatan
membedakan satu individu dengan yang mereka. Hal ini dapat dilakukan dengan
lainnya adalah bagaimana individu tersebut mengajak konseli kembali kepada masa-
mempergunakan dan memaksimalkan masa indah untuk mendapatkan kekuatan
faktor-faktor dalam dirinya sehingga dan solusi serta memberikan penguatan-
menjadi sebuah kemampuan yang penguatan dan motivasi dalam proses
membantu individu untuk bertahan wawancara. (b) Hubungan terapeutik,
mengahadapi kesulitan atau krisis yang hubungan terapeutik menjadi dasar yang
dialami, serta mencegah hal-hal yang dapat harus dibangun dalam proses terapi.
memicu stres dalam masa pemulihan dan Membangun hubungan dengan konseli
dapat memberikan kemampuan untuk didasari dengan adanya kepercayaan antara
bangkit lebih baik dari keadaan konselor dan konseli. Hubungan terapeutik
sebelumnya. berorientasi pada kekuatan dilakukan
Strenght Based Counseling melalui pendekatan interpersonal untuk
Strenght based counseling memiliki menyampaikan kekuatan dan harga diri
dasar dalam bidang pekerjaan sosial. konseli dengan mengkomunikasikan nilai-
Pendekatan berbasis kekuatan berfokus nilai yang dianut konseli. (c) Konselor
pada penentuan nasib sendiri dan kekuatan sebagai agen perubahan, konselor harus
individu (McCashen, Wayne, 2005). percaya bahwa konseli mampu berubah
Pendekatan ini mengandalkan kekuatan menuju mandiri. Konselor bersifat seperti
konseli, khususnya melihat mereka sebagai cermin yang merefleksikan persepsi konseli
sumber daya dan tangguh ketika mereka tentang kekuatannya. (d) Partisipasi konseli
berada dalam kondisi yang tidak dalam mengidentifikasi kekuatan, setiap
mengenakkan (McCashen, Wayne, 2005). perubahan positif merupakan adalah
Gelso dan Woodhouse (2003) juga kekuatan yang membangun. Respon
membedakan proses positif dalam terapi konseli diluar sesi konseling seperti respon
berbasis kekuatan dan mendefinisikan dalam menanggapi pekerjaan rumah,
proses hubungan terapeutik yang positif mempelajari ketrampilan dan pandangan
sebagai perhatian terhadap aset dan baru merupakan sesuatu yang membangun.
kekuatan konseli. Secara spesifik membagi Strategi Strenght Based Counseling
penggunaan kekuatan konseli kedalam dua Untuk Meningkatkan Resiliensi
aspek yaitu proses konseptualisasi dan Terdapat kebijaksanaan dalam
ketetapan konselor. Karakteristik unik lain menggunakan pendekatan berbasis
dari pendekatan ini adalah bahwa konseli kekuatan untuk pekerjaan kesehatan mental
yang memimpin proses perubahan dan secara umum, dan dalam pekerjaan
berpusat pada hasil dalam rangkaian kesehatan mental bencana secara khusus.
kekuatan individu di masa depan. Kerangka kerja seperti itu dapat
Pendekatan strength based memiliki menawarkan konteks yang lebih positif,
empat tahap (Scheel, Davis, & Henderson, penuh harapan, dan bijaksana untuk
2013): (a) Proses identifikasi, pada proses memberikan dukungan dan wawasan. Salah
identifikasi memfokuskan pada bagaimana satu pendekatan tersebut adalah dengan
menemukan kekuatan pada konseli, menggunakan konsep-konsep seperti yang
membangun persepsi konseli tentang terkait dengan resiliensi. Biasanya resiliensi

28
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

didefinisikan sebagai kemampuan untuk untuk menceritakan kisah hidup mereka


beradaptasi dan mengatasi, atau dalam dari sudut pandang kekuatan. Memahami
beberapa kasus untuk mengurangi atau kehidupannya, dan memandang diri sendiri
bahkan mencegah dampak negatif dari sebagai orang yang selamat daripada
pengalaman yang menantang. Baik sebagai menjadi korban.
psikokonselor atau profesional kesehatan Dalam bekerja dengan penyintas
mental bencana, kita dapat lebih baik trauma, White dan Epston (1990)
memegang, mendukung, dan memproses mengamati bahwa individu sering kali
perasaan kita sendiri dan perasaan konseli menempatkan posisi dalam hal peristiwa
kita ketika pengakuan akan tantangan traumatis. Untuk menemukan kekuatan
tersebut digabungkan dengan eksplorasi konseli mungkin tidak mudah karena
hubungan yang berhubungan dengan konselor mungkin tidak mencari apa yang
kepercayaan, empati, dan bidang kekuatan berfungsi dan karena kekuatan konseli
mereka. Membangun resiliensi merupakan disamarkan oleh situasi dan keadaan
salah satu dari tujuan pendekatan strenght (Bretton, 1993). Konselor membantu
based, yang menawarkan peta teoretis mengidentifikasi kekuatan konseli dengan
untuk mengarahkan orang tersebut untuk meminta konseli untuk menggambarkan hal
melakukan upaya pencegahan dan evaluasi, positif apa yang mereka inginkan. Untuk
masing-masing (Hammond, 2010). Untuk membantu memperjelas kekuatan konseli,
itu kami membagi tahapan konseling konselor bisa mengajukan pertanyaan
kedalam tiga tahapan: seperti “Bagaimana anda berhasil
bertahan?”; “Apa yang telah anda lakukan
dengan baik?”; “Bagaimana orang lain
Tahap Awal
(Beginning melihat anda?; “Apa kualitas terbaik
Stage)
anda?”; “Bagaimana Anda bisa beradaptasi
dengan perubahan?”; “Karakteristik atau
bakat khusus apa yang membedakan anda
Tahap
dari orang lain?”.
Tahap
Akhir Pertengahan Selekman (1997) memberikan lebih
(Final (Middle
Stage) Stage) banyak contoh mengenai apa yang bisa
konselor lakukan untuk menemukan
masalah sebenarnya yang dialami oleh
Tahap Awal
konseli dengan mengajukan pertanyaan
Selama tahap awal, konselor berfokus
berikut: “Jika ada satu pertanyaan yang
untuk membangun hubungan terapeutik
ingin anda tanyakan kepada saya tentang
dengan membantu konseli untuk
masalah anda, pertanyaan tentang apakah
mengidentifikasi dan mengumpulkan
itu?”; “Bagaimana saya bisa sangat
kekuatan dengan tujuan supaya mereka
membantu Anda?”; “Apa teori anda tentang
mampu menghadapi kesulitan-kesulitan,
mengapa anda memiliki masalah ini?”;
konselor juga harus membuat konseli
“Jika ada satu pertanyaan yang anda
merasa bahwa mereka dihormati dan
harapkan untuk saya tanyakan, apa
dihargai secara positif (Cowger, 1992; De
pertanyaan itu?”
Jong & Berg, 2002; Goldstein, 1990; Smith,
2006). Konselor membelajarkan penyintas

29
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Tahap Pertengahan kesempatan yang konstruktif dan


Konselor berbasis kekuatan terlibat memperkaya pertumbuhan melalui
dalam percakapan yang membangun solusi kegiatan kreatif, program remaja,
dengan konseli mereka (de Shazer, 1985, keterlibatan rohani, dan waktu berkualitas
1994). Mereka membahas bagaimana di rumah.
konseli mengatasi masalah daripada Konselor menyadari bahwa masalah
masalah itu sendiri (Berg & De Jong, 1996). tidak selalu ada di dalam orang tersebut dan
Konselor berbasis kekuatan membantu bahwa konseli kemungkinan besar telah
mengidentifikasi dan mengevaluasi mode mencoba solusi untuk setiap masalah,
koping konseli di masa lalu dan sumber dengan berbagai tingkat keberhasilan dan
dukungan saat ini untuk menghadapi kegagalan. Psikolog konseling membantu
masalah (Durrant & Kowalski, 1992). konseli mengaktifkan sumber daya dalam
Konselor mencari informasi tentang apa diri mereka sendiri dan komunitas mereka
yang berfungsi dalam kehidupan konseli (R. M. Lee, Draper, & Lee, 2001). Konselor
dan dapat mengajukan pertanyaan seperti, berbasis kekuatan memahami bahwa
“Bagaimana anda mencoba menyelesaikan perubahan adalah proses, bukan peristiwa
masalah ini?”; “Apa yang cocok untuk yang terisolasi. Kekuatan konseli
anda, bahkan untuk sementara?”; “Apakah dipandang sebagai dasar untuk membuat
ada waktu yang anda ingat ketika perubahan yang diinginkan (Friedman,
masalahnya tidak ada?”; “Apa yang terjadi 1992; Simons & Aigner, 1985). Sepanjang
dalam hidup Anda ketika masalahnya tidak konseling, psikolog berbicara bahasa
ada?”. perubahan dengan konseli mereka
Pertanyaan-pertanyaan semacam itu (Selekman, 1997). Konselor dapat
menggerakkan konseli ke arah solusi yang mempergunakan change talk yang terdiri
mungkin untuk kesulitan mereka (Clark, dari dialog produktif yang membantu
1999; Friedman, 1992; Wolin & Wolin, konseli menjadi sadar akan modifikasi apa
1993). Aset eksternal adalah pengalaman yang harus mereka buat untuk
hidup positif yang diterima dari orang- meningkatkan kehidupan mereka dan untuk
orang di lingkungan mereka. Konselor atau menggambarkan kekuatan atau sumber
psikolog berbasis kekuatan daya apa yang mereka miliki untuk
mengembangkan program dan praktik melakukan perubahan itu. Konseli didorong
konseling yang menggabungkan aset untuk melihat kesalahan sebagai peluang
eksternal berikut: (a) dukungan, perawatan, untuk belajar (Weakland, Fisch,
dan cinta dari keluarga, komunitas, dan Watzlawick, & Bodin, 1974). Psikolog
guru mereka; (b) pemberdayaan sehingga konseling membantu konseli fokus pada
orang muda merasa dihargai oleh apa yang mereka lakukan dengan benar
komunitas mereka, memiliki kesempatan mengenai situasi tersebut.
untuk berkontribusi, dan merasa aman dan Konselor berbasis kekuatan memahami
aman di rumah mereka; (c) batasan dan bahwa perubahan adalah sebuah proses,
harapan sehingga kaum muda tahu apa bukan peristiwa yang terisolasi. Kekuatan
yang diharapkan mereka dan kegiatan dan konseli dipandang sebagai dasar untuk
perilaku apa yang dapat diterima; dan (d) membuat perubahan yang diinginkan
penggunaan waktu secara konstruktif (Friedman, 1992; Simons & Aigner, 1985).
karena kaum muda membutuhkan Sepanjang konseling, konselor berbicara

30
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

menggunakan bahasa perubahan dengan pertanyaan reflektif yang diajukan oleh


konseli mereka (Selekman, 1997). Change konselor.
talk terdiri dari dialog produktif yang
PENUTUP
membantu konseli menjadi sadar akan Strength Based Counseling merupakan
modifikasi apa yang harus mereka buat pendekatan konseling yang langsung
untuk meningkatkan kehidupan mereka dan berfokus pada kekuatan apa yang bisa
untuk menggambarkan kekuatan atau dikembangkan individu, yang bisa berfokus
sumber daya apa yang mereka miliki untuk pada resiliensi dalam menunjukkan
melakukan perubahan itu. Konseli didorong seberapa kuat individu dalam menghadapi
untuk melihat kesalahan sebagai peluang tantangan yang terjadi di kehidupannya,
untuk belajar (Weakland, Fisch, khususnya menghadapi kondisi bencana
Watzlawick, & Bodin, 1974). Konselor alam. Strenght Based Counseling
membantu konseli fokus pada apa yang merupakan sebuah strategi yang dapat
mereka lakukan dengan benar mengenai dilakukan oleh konselor kesehatan mental
situasi tersebut. Akibatnya, konseli mulai bencana dalam meningkatkan resiliensi
melihat bahwa ada harapan. bagi korban bencana alam. Dimana
Tahap Akhir resiliensi merupakan kemampuan untuk
Tahap ini merupakan tahapan terakhir bangkit kembali ke keadaan normal terlepas
dalam proses konseling. Pada tahap ini dari kesengsaraan dan kehancuran sebagai
konselor perlu untuk menentukan apakah akibat dari bencana yang melibatkan
konseli telah mencapai tujuan, apakah individu, keluarga, komunitas dan bangsa
perubahan dapat dikaitkan dengan atau kota pada umumnya (De Sousa,
intervensi, dan apa kekuatan konseli dan Shrivastava; 2015). Langkah-langkah
sumber daya lingkungan yang paling penggunaan strategi strenght based
signifikan dalam membantu mereka counseling untuk digunakan oleh konselor
mencapai tujuan mereka. Terlebih sebelum terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahap
melakukan pengakhiran, konselor perlu awal diawali dengan membentuk sebuah
memastikan beberapa hal terkait resiliensi hubungan teraputik dengan konseli dan
konseli, seperti kesiapan konseli dalam mulai menggunakan pertanyaan-
menghadapi bencana, keberhasilan dalam pertanyaan yang memunculkan kekuatan
menyikapi dan menyesuaikan diri dengan dalam diri konseli, tahap pertengahan
apa yang terjadi, mampu mengontrol diri, dimana konselor mulai membangun
dan memiliki respon yang efektif dan sesuai perubahan pada diri konseli dan
sebagaimana mestinya. Konselor berbasis membangun resiliensi, dan tahap akhir
kekuatan berusaha untuk menjawab konselor mulai mempertimbangkan apakah
pertanyaan seperti, “Apakah konseli tujuan konseling sudah dapat dicapai dan
menyelesaikan tugas dengan apa yang bersiap untuk mengakhiri konseling.
dikontrak untuk dilakukan?”; “Faktor- Keterbatasan dari artikel ini adalah
faktor apa yang menyebabkan perubahan artikel ini merupakan sebuah gagasan
konseli?”; “Apakah situasi saat ini konseptual dimana belum adanya penelitian
menyarankan perlunya konseling lebih secara ilmiah dengan menggunakan metode
lanjut”. Kesemua pertanyaan ini merupakan tertentu, sehingga harapannya untuk
penelitian selanjutnya dapat menguji

31
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

kefektifan strenght based counseling dalam exposure survivors of the September


meningkatkan resiliensi korban bencana 11th terrorist attack: Resilience or
alam. social maladjustment?. Journal of
personality and social psychology,
DAFTAR RUJUKAN
88(6), 984.
Bannink, F. P. (2008). Posttraumatic
Bowman, S. L., & Roysircar, G. (2011).
success: Solution-Focused brief
Training and Practice in Trauma,
therapy. Brief Treatment and Crisis
Catastrophes, and Disaster Counseling.
Intervention, 8(3), 215–225.
The Counseling Psychologist, 39(8),
https://doi.org/10.1093/brief-
1160–1181.
treatment/mhn013
https://doi.org/10.1177/001100001039
Becker, C., Zayfert, C., Anderson, E., &
7934
Survey, A. (2004). Attitudes Towards
Clark-Stager, W. (1999). Using solution-
and Utilization of Exposure Therapy for
focused therapy within an integrative
PTSD. Retrieved from
behavioral couple therapy framework:
http://digitalcommons.trinity.edu/psych
An integrative model. Journal of Family
_faculty/7
Psychotherapy, 10(3), 27-47.
Benson, C., Twigg, J., & Rossetto, T.
De Shazer, s., Berg, I. K., Lipchik, E.,
(2007). Tools for mainstreaming
Nunnally, E., Molnar, A., Gingerich,
disaster risk reduction: guidance notes
W., & Weiner‐Davis, M. (1986). Brief
for development organisations.
Therapy: Focused Solution
Retrieved from
Development. Family Process, 25(2),
http://lib.riskreductionafrica.org/bitstre
207–221.
am/handle/123456789/733/5915 -
Https://doi.org/10.1111/j.1545-
Tools for Mainstreaming Disaster Risk
5300.1986.00207.x
Reduction. Guidance Notes for
De Shazer, S. (1985). Keys to solution in
Development
brief therapy. Ww Norton.
Organisations.pdf?sequence=1
De Shazer, S. (1994). Words were
Berg, I. K., & De Jong, P. (1996). Solution-
originally magic. WW Norton & Co.
building conversations: Co-
De Sousa, A., & Shrivastava, A. (2015).
constructing a sense of competence
Resilience among people who face
with clients. Families in Society, 77(6),
natural disaster. Journal of
376–391. https://doi.org/10.1606/1044-
Psychiatrists' Association of Nepal,
3894.934
4(1), 1-4.
Block, J., psychology, A. K.-J. of
Dumont, M., & Provost, M. A. (1999).
personality and social, & 1996,
Resilience in adolescents: Protective
undefined. (n.d.). IQ and ego-
role of social support, coping strategies,
resiliency: conceptual and empirical
self-esteem, and social activities on
connections and separateness.
experience of stress and depression.
Psycnet.Apa.Org. Retrieved from
Journal of Youth and Adolescence,
https://psycnet.apa.org/record/1996-
28(3), 343–363.
01717-012
https://doi.org/10.1023/A:1021637011
Bonanno, G. A., Rennicke, C., & Dekel, S.
732
(2005). Self-enhancement among high-

32
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Duncan, B., Hubble, M., & Miller, S. post-traumatic stress disorder and
(1996). Handbook of solution-focused related symptoms: A systematic review
brief therapy. Retrieved from and meta-analysis. BMC Psychiatry,
https://www.researchgate.net/profile/D Vol. 8. https://doi.org/10.1186/1471-
avid_Palenzuela/publication/28152567 244X-8-81
3_Research_on_the_Process_of_Soluti Kukihara, H., Yamawaki, N., Uchiyama,
on- K., Arai, S., & Horikawa, E. (2014).
Focused_Therapy/links/55ec991d08ae Trauma, depression, and resilience of
b6516268caf7.pdf earthquake/tsunami/nuclear disaster
Durrant, M., & Kowalski, K. (1993). survivors of Hirono, Fukushima, Japan.
Enhancing views of competence. The Psychiatry and Clinical Neurosciences,
new language of change: Constructive 68(7), 524–533.
collaboration in psychotherapy, 107- https://doi.org/10.1111/pcn.12159
137. Lee, J., Ahn, Y., Jeong, K., … J. C.-J. of
Gelso, C. J., & Woodhouse, S. (2003). affective, & 2014, undefined. (n.d.).
Toward a positive psychotherapy: Resilience buffers the impact of
Focus on human strength. Counseling traumatic events on the development of
psychology and optimal human PTSD symptoms in firefighters.
functioning, 171-197. Elsevier. Retrieved from
Gingerich, W. J., & Eisengart, S. (2000). https://www.sciencedirect.com/science
Solution-focused brief therapy: A /article/pii/S0165032714000792
review of the outcome research. Family Lee, R. M., Draper, M., & Lee, S. (2001).
Process, Vol. 39, pp. 477–498. Social Connectedness, Dysfunctional
https://doi.org/10.1111/j.1545- Interpersonal Behaviors, and
5300.2000.39408.x Psychological Distress: Testing a
Hammond, W. (2010). Principles of Mediator Model. In Journal of
Strength-Based Practice The only real Counseling Psychology (Vol. 48).
voyage of discovery exits, not in seeing Maryam, E. W. (2015). Pengembangan
new landscapes, but in having new resiliensi melalui pemberdayaan
eyes. perempuan pada masyarakat Aceh
Hirom, M., Mashiro, I., Pediatric, E. K.-J., akibat bencana Tsunami. Procedia Studi
& 2004, undefined. (n.d.). Early Kasus dan Intervensi Psikologi, 3(1).
intravenous gamma globulin treament Math, S. B., Tandon, S., Girimaji, S. C.,
for kawasaki disease: the na—tionwide Benegal, V., Kumar, U., Hamza, A., ...
surveys in Japen. & Nagaraja, D. (2008). Psychological
John, O. P., Robins, R. W., & Pervin, L. impact of the tsunami on children and
A.(Eds.).(2008). Handbook of adolescents from the andaman and
personality: theory and research. New nicobar islands. Primary care
York, NY: Guilford Press companion to the Journal of clinical
Kornør, H., Winje, D., Ekeberg, Ø., psychiatry, 10(1), 31.
Weisæth, L., Kirkehei, I., Johansen, K., McCashen, W. (2005). The Strengths
& Steiro, A. (2008, September 19). Approach. Bendigo: St. Lukes
Early trauma-focused cognitive- Innovative Resources.
behavioural therapy to prevent chronic

33
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Mccubbin, L. (n.d.). Challenges to the Shultz, J., Neria, Y., Allen, A., hazards, Z.
Definition of Resilience. E.-E. of natural, & 2013, undefined.
Norris, F. H., Friedman, M. J., Watson, P. (n.d.). Psychological impacts of natural
J., Byrne, C. M., Diaz, E., & Kaniasty, disasters. Springer. Retrieved from
K. (2002). 60,000 Disaster victims https://link.springer.com/content/pdf/1
speak: Part I. An empirical review of the 0.1007/978-1-4020-4399-4_279.pdf
empirical literature, 1981-2001. Simons, R. L., & Aigner, S. M. (1985).
Psychiatry, 65(3), 207–239. Practice principles: A problem-solving
https://doi.org/10.1521/psyc.65.3.207.2 approach to social work. MacMillan
0173 Publishing Company.
Norris, F. H., Galea, S., Friedman, M. J., & Smith, T. W. (2006). Personality as risk and
Watson, P. J. (2006). Methods for resilience in physical health. Current
Disaster Mental Health Research Edited Directions in Psychological Science,
by THE GUILFORD PRESS New York 15(5), 227–231.
London. Retrieved from https://doi.org/10.1111/j.1467-
www.guilford.com 8721.2006.00441.x
Petrucci, O. (n.d.). The Impact of Natural Steinhardt, M., & Dolbier, C. (2008).
Disasters: Simplified Procedures and Evaluation of a resilience intervention
Open Problems. Retrieved from to enhance coping strategies and
www.intechopen.com protective factors and decrease
Rachmat, N. R. M. (2018). Layanan symptomatology. Journal of American
Konseling Kelompok dalam College Health, 56(4), 445–453.
Meningkatkan Resiliensi Anak Korban https://doi.org/10.3200/JACH.56.44.44
Banjir. Irsyad: Jurnal Bimbingan, 5-454
Penyuluhan, Konseling, dan Psikoterapi Tugade, M. M., & Fredrickson, B. L.
Islam, 6(3), 302-320. (2007). Regulation of positive
Reivich, K., & Shatté, A. (2002). The emotions: Emotion regulation strategies
resilience factor: 7 essential skills for that promote resilience. Journal of
overcoming life's inevitable obstacles. Happiness Studies, 8(3), 311–333.
Broadway Books. https://doi.org/10.1007/s10902-006-
Scheel, M. J., Davis, C. K., & Henderson, 9015-4
J. D. (2013). Therapist Use of Client Uyun, Q., & Rumiani, R. (2012). Sabar Dan
Strengths: A Qualitative Study of Shalat Sebagai Model Untuk
Positive Processes Ψ. The Counseling Meningkatkan Resiliensi Di Daerah
Psychologist, 41(3), 392–427. Bencana, Yogyakarta. Jurnal Intervensi
https://doi.org/10.1177/001100001243 Psikologi, 4(2), 253-276.
9427 Walter, J., & Peller, J. (2013). Becoming
Selekman, M. (1997). Solution-focused solution-focused in brief therapy.
therapy with children: Harnessing Retrieved from
family strengths for systemic change. https://content.taylorfrancis.com/books
Retrieved from /download?dac=C2010-0-41147-
https://psycnet.apa.org/record/1997- 4&isbn=9781134855827&format=goo
08996-000 glePreviewPdf

34
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Weakland, J. H., Fisch, R., Watzlawick, P., Yutrzenka, B., Professional, J. N.-T. and E.
& Bodin, A.M. (1974). Brief therapy: in, & 2008, undefined. (n.d.).
focused problem resolution. Family Traumatic stress, disaster psychology,
process, 13(2), 141–168. and graduate education: Reflections on
Https://doi.org/10.1111/j.1545- the special section and
5300.1974.00141.x recommendations for professional
White, M., White, M. K., Wijaya, M., & psychology training. Psycnet.Apa.Org.
Epston, D. (1990). Narrative means to Retrieved from
therapeutic ends. WW Norton & https://psycnet.apa.org/journals/tep/2/2
Company. /96/
Woling, S. J., & Wolin, S. (1993). The
resilient self. New York: Villard Books.

35
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

PSIKODRAMA BERBASIS KEARIFAN LOKAL SEBAGAI MEDIA


PENDIDIKAN KEBENCANAAN

Al Thuba Septa Priyanggasati


Universitas Merdeka Malang
Pisang Candi, Sukun, Kota Malang, Jawa Timur, 65146
althuba.septa@unmer.ac.id
Fidari Fitrianingtyas
Fakultas Psikologi, Universitas Merdeka Malang
Pisang Candi, Sukun, Kota Malang, Jawa Timur, 65146
ruikurenai@gmail.com
Lydia Nur Ari Rachmawati
Fakultas Psikologi, Universitas Merdeka Malang
Pisang Candi, Sukun, Kota Malang, Jawa Timur, 65146
lydiarief111@gmail.com

ABSTRAK
Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana psikodrama yang berbasis kearifan lokal
menjadi media yang efektif digunakan dalam pendidikan kebencanaan. Penulis menggunakan
metode kepustakaan untuk memaparkan dan mencapai maksud tersebut. Pendidikan
kebencanaan dirasa perlu menjadi salah satu pengetahuan dasar bagi masyarakat dengan indeks
paparan bencana alam yang tinggi, seperti di Indonesia. Pendidikan kebencanaan memiliki
tujuan untuk memberikan gambaran dan acuan dalam wawasan dan keterampilan siaga
bencana. Karena Indonesia merupakan negara multikultural serta memiliki pola bencana yang
berbeda-beda sesuai dengan karaktersitik daerahnya, maka diperlukan pendekatan berbasis
kearifan lokal. Metode psikodrama dirasa menjadi metode yang efektif dalam menunjang
proses belajar. Psikodrama mencangkup praktik-praktik hidup dan cara mengekspresikan
sesuatu melalui peran-peran tertentu. Tujuan awal dari psikodrama adalah agar terjadi katarsis
emosi sehingga subyek-subyek ang terlibat menjadi lebih sehat secara mental. Pada setting
pendidikan kebencanaan, psikodrama dipandang dapat memberikan pengalaman yang lebih
nyata, sehingga subyek-subyek yang terlibat tidak sekedar merasakan pengalaman secara
langsung namun juga kesan-kesan emosional dapat meningkatkan proses belajar pada materi-
materi kebencanaan. Harapannya, melalui psikodrama berbasis kearifan lokal, pendidikan
kebencanaan dapat diproses secara kognitif, meninggalkan kesan-kesan emosional yang lebih
siap, serta menciptakan keterampilan perilaku untuk siaga bencana.
Kata Kunci : psikodrama; kearifan lokal; pendidikan kebencanaan

PENDAHULUAN pertemuan Lempeng Eurasia, Indo-


Indonesia merupakan negara yang Australia, dan Lempeng Pasifik. Hal ini
memiliki resiko tinggi terjadi bencana menyebabkan Indonesia memiliki bentukan
(Desfandi, 2014; Surono, 2013). Secara rangkaian pegunungan Mediterania dan
geologis, Indonesia terletak pada Sirkum Pasifik. Tinjauan geografis

36
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

menunjukkan bahwa Indonesia merupakan mengurangi resiko dan dampak bencana.


negara kepulauan dengan topografi yang Implikasi dari perubahan peran dari objek
sangat variatif (Karyono, 2010). Kondisi ini ke subjek adalah berkurangnya kerugian.
membuat Indonesia sering terpapar Hal ini mungkin terjadi apabila masyarakat
bencana yang terkait secara langsung memiliki pengetahuan-pengetahuan dasar
dengan proses geologi dan hidro- dalam mengahadapi bencana (siaga
meteorologi. Proses tersebut menimbulkan bencana). Bukan saja mengerti apa dan
bentuk-bentuk bencana alam seperti gempa bagaimana merespon kondisi setelah terjadi
bumi, vulkanisme, kebakaran, kekeringan, bencana (pasca bencana), namun juga
tanah longsor, banjir, abrasi, angina topan reaktif saat prabencana (sebelum bencana
dan lain-lain (Desfandi, 2014). terjadi) serta saat bencana sedang terjadi.
Variasi topografi yang tinggi berpotensi Pentingnya pengetahuan tentang bencana
menimbulkan bencana dengan karakteristik harusnya dimiliki masyarakat, bahkan
berbeda pada setiap daerahnya. Studi harus ditanamkan sedini mungkin.
sosiologi menunjukkan bahwa pada daerah Informasi yang dilakukan sedini mungkin
yang berbeda juga akan membuat akan menjadi senjata terpenting untuk
masyarakat yang berbeda pula mengurangi resiko bencana. Anak-anak
karakteristiknya. Hal ini juga berarti, yang memiliki pengalaman relatif lebih
perbedaan topografi akan menimbulkan sedikit dalam kebencanaan sangat perlu
perbedaan karakteristik masyarakat serta mendapatkan pendidikan kebencanaan
karakteristik atau bentuk potensi karena belum mengerti tentang hal-hal yang
bencananya (Desfandi, 2014). Alam dan harus dilakukan saat peristiwa bencana
manusia dapat membentuk system yang tidak terduga terjadi (Desfandi, 2014).
spesifik dengan pola-pola yang dapat Masyarakat merupakan elemen yang
dipelajari. Untuk itu, tidak menutup memiliki pengalaman langsung dalam
kemungkinan untuk dapat melakukan menghadapi bencana. Pengelaman tersebut
identifikasi karakteristik dan potensi merupakan modal untuk mencapai
bencana secara spesifik berdasarkan pemahaman dalam pengurangan resiko
topografi atau letak daerahnya. Dengan bencana (Zein, 2010). Setiap daerah
demikian akan diperoleh wawasan yang memiliki karakteristik bencana. Oleh sebab
spesifik pula. Sehingga apabila wawasan itu, masyarakat di daerah tertentu memiliki
ini diintegrasikan dengan pengetahuan pengetahun lebih banyak tentang daerahnya
untuk pengurangan resiko bencana akan dan bencana-bencana yang sering
memberikan implikasi yang efektif menyerang daerahnya. Dengan kata lain,
(Borokoa, 2010; Surono, 2013; masyarakat lokal biasanya memiliki
Wikantiyoso, 2010). pengetahuan lokal, kearifan lokal dalam
Masyarakat merupakan obyek utama memaknai gejala-gejala alam di daerahnya
yang terdampak saat terjadi bencana. sehingga dapat membaca dan memprediksi
Sehrusnya masyarakat adalah lapisan yang bencana di daerahnya. Melalui aktivitas
paling siap dalam menghadapi bencana, yang beradasarkan pada kearifan lokal
sehingga posisinya sebagai objek dapat dalam memprediksi bencana maka akan
berubah menjadi subyek. Dengan muncul aktivitas mitigasi bencana alam di
demikian, masyarakat menjadi pelaku daerahnya. Pengetahuan tersebut diperoleh
utama untuk melakukan tindakan-tindakan melalui pengalaman akibat berinteraksi

37
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

secara berkesinambungan dengan keterampilan di dalamnya, maka


lingkungannya. Pengetahuan juga dapat dibutuhkan cara agar informasi
diperoleh melalui transfer secara turun- tersampaikan dengan utuh, namun tetap
temurun dari leluhur atau pendahulu- dapat meningkatkan capaian peningkatan
pendahulunya. Sebagai contoh, masyarakat keterampilan. Psikodrama merupakan salah
yang bermukim di lereng-lereng gunung satu metode psikoterapi yang
telah memiliki kemampuan memprediksi dikembangkan oleh J.L Moreno pada tahun
terjadinya letusan. Masyarakat memiliki 1946. Psikodrama dapat diberikan pada
wawasan prediksi melalui gejala-gejala berbagai setting, klinis, sosial, industri dan
alam yang terjadi, seperti perilaku hewan pendidikan dengan tujuan yang dapat
atau kondisi observable yang tiba-tiba secara fleksibel disesuaikan dengan
muncul, seperti perubahan suhu udara, kebutuhannya (Karp, Holmes & Bradshaw,
angin, dan lain-lain (Desfandi, 2014). 1998).
Paparan tersebut cukup memberikan Psikodrama mengharuskan subyek-
alasan mengapa pemahaman tentang subyek yang terlibat untuk dapat
bencana alam harus dimiliki oleh semua memainkan suatu peran emosional di
orang dalam berbagai usia di seluruh hadapan orang lain (audiens) tanpa adanya
lapisan masyarakat. Dibutuhkan usaha- pelatihan atau pengkondisian terhadap
usaha nyata dalam memahami dan peran tersebut sebelumnya. Artinya, subyek
mengantisipasi kondisi alam secara bermain peran secara alamiah tanpa pernah
integratif. Salah satunya melalui upaya mengikuti sekolah/ pendidikan drama
pengurangan risiko bencana yang berbasis sebelumnya dan bukan seorang artis
komunitas. Pendidikan menjadi salah satu pemain peran. Sehingga psikodrama
sarana yang efektif dalam memasukkan diharapkan dapat memberikan pengalaman
materi tentang kebencanaan (Astuti & berkesan dalam menghadapi situasi yang ia
Sudaryono, 2010; Burhanuddin, 2010). perankan selama proses psikodrama.
Informasi yang disampaikan dengan Pengalaman berkesan tersebut, dapat
berbasis kearifan lokal akan menjadi membuat jejak kognitif akibat vicarious
informasi yang tepat sasaran dan efektif di learning atau pembelajaran berkesan
wilayah-wilayah dengan potensi besar karena seolah-olah ia mengalami sendiri
bencana alam. Penyampaian yang berbasis pengalaman tersebut (Solso, Maclin &
kearifan lokal juga dapat lebih mudah Maclin, 2008; Atkinso, Atkinson, Smith &
diterima dan dipahami oleh masyarakat Bem, 2010)
yang telah memiliki modal pemahaman Tujuan awal psikodrama adalah
tentang daerahnya masing-masing. membantu subyek atau sekelompok subyek
Dalam penyampaian informasi yang untuk mengatasi masalah-masalah pribadi
memiliki muatan negatif (seperti informasi melalui permainan peran, drama atau terapi
yang berhubungan dengan konflik, kondisi- tindakan. Melalui cara ini, subyek didorong
kondisi yang penuh derita, tekanan, rasa agar dapat melakukan katarsis melalui
sakit serta maladjustment) termasuk pengungkapan peraaan-perasaan tentang
informasi tentang bencana, dibutuhkan konflik, kemarahan, agresi, perasaan
metode yang mudah diterima dan dapat bersalah, dan kesedihan (Semiun, 2006).
menetralkan situasi. Terlebih apabila Mekanisme psikodrama untuk tujuan
melibatkan pembentukan keterampilan- pendidikan kebencanaan kemudian

38
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

dimodifikasi sehingga memiliki muatan mengungkapkan perasaan tentang konflik,


kearifan lokal dengan materi-materi kesedihan, perasaan bersalah, agresi dan
kebencanaan. Psikodrama menjadi kemarahan baik yang masih terpendam atau
alternatif pilihan karena bentuknya yang telah terungkapkan sebelumnya. Proses
mengandung tindakan-tindakan, dimana psikodrama dapat membuat emosi-emosi
hal ini diperlukan dalam pencapaian yang terpendam dapat dibongkar melalui
peningkatan keterampilan. Keterampilan kompleks emosional yang dihilangkan
tindakan akan sulit dilakukan apabila tidak dengan membawanya ke kesadaran.
diajarkan dengan tindakan atau aksi Dengan demikian, energi emosional dapat
perilaku pula. Selain itu, psikodrama juga diungkapkan atau terjadi proses katarsis
memberikan dinamika muatan emosi, (Moreno dalam Semiun, 2006).
dimana hal ini dapat menciptakan kesan Definisi psikodrama sendiri adalah
emosional alih-laih sekedar penambahan suatu cara untuk mempraktikan peran-
wawasan secara kognitif tentang peran kehidupan tanpa penghakiman
kebencanaan. Psikodrama berbasis kearifan meskipun melakukan kesalahan. Peran
lokal diharapkan dapat memberikan yang dimainkan dalam kelompo adalah cara
pengalaman berkesan namun fokus pada untuk melihat kehidupan seagaiman adanya
kearifan yang menjadi trade mark (Damanik, 2015). Melalu peran-peran yang
daerahnya untuk dapat mengurangi resiko dimainkan, maka setiap orang yang terlibat
bencana dan melakukan mitigasi bencana di dalam psikodrama menjadi agen-agen
alam di derah. Dengan demikian tujuan terapeutik bai yang lainnya (Karp, Holmes
pendidikan kebencanaan dapat dicapai & Bradshaw, 1998). Psikodrama menuntut
dengan lebih efektif melalui psikodrama dramatisasi pada setiap peran yang
berbasis kearifan lokal. dimainkan. Hal ini membuat subyek yang
terlibat merasa sedikit lega hingga bahkan
TINJAUAN PUSTAKA
dapat memperoleh wawasan (insight) baru
PSIKODRAMA yang memberikan kesanggupan mengubah
Pada dunia psikologi klinis, psikodrama perannya dalam kehidupan nyata.
dikenal sebagai bentuk variasi intervensi Terdapat tiga tahapan penting dalam
yang dapat dilakukan secara berkelompok. psikodrama menurut Karp, Holmes &
Psikodrama pertama kali dikembangkan Bradshaw (1998). Ketiga tahapan tersebut
oleh J.L. Moreno pada tahun 1946. Pada adalah pemanasan, pelaksanaan dan
masa tersebut, psikodrama dilakukan diakhiri dengan diskusi. Tahapan pertama
dengan mendorong pasien agar bersedia disebut dengan pemanasan (the warm up).
memainkan peran emosional di hadapan Tahapan ini dilakukan dengan tujuan
audiens tanpa pelatihan atau pengkondisian menciptakan atmosfir kreativitas dalam
sebelumnya (Damanik, 2015; Karp, suatu sesi. Tahapan ini juga digunakan
Holmes & Bradshaw, 1998). fasilitator untuk menghilangkan lingkaran
Awalnya, psikodrama memiliki tujuan aman dari anggota yang terlibat di dalam
untuk membantu pasien atau sekelompok sesi. Pada tahapan pemanasan, metode yang
pasien agar dapat mengatasi masalah sering dilakukan adalah diskusi dalam
pribadi melalui pemainan peran, drama atau kelompok. Hasil diskusi biasanya meliputi
terapi tindakan. Asumsinya, melalui cara penentuan penokohan dalam psikodrama
tersebut pasien akan terdorong untuk yang akan dilakukan. Melalui pemanasan,

39
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

anggota diajak agar dapat mempercayai menggiring individu maupun masyarakat


sutradara serta alur dan metode yang akan untuk memiliki pengetahuan yang memadai
digunakan sutradara dalam menjalankan tentang daerah asalnya, termasuk di
psikodrama. dalamnya sejarah, kebutuhan serta
Tahapan kedua adalah pelaksanaan (the karakteristik daerah asal. Jika dikaitkan
action). Tahapan ini dilakukan dengan dengan bencana, setiap daerah memiliki
tujuan realisasi dari naskah (script) yang karakteristik spesifik dengan pola-pola
telah dibuat oleh sutradara. Lima hal ragam bencana yang berbeda-beda.
penting yang harus ada pada tahapan Kearifan lokal harus diakomodasikan
pelaksanaan ini adalah panggung (the dalam berbagai upaya pendidikan
stage), tokoh utama (the protagonist), kebencanaan. Hal ini dikarenakan hampir
kelompok (the group), ego penolong (the seluruh wilayah di Indonesia adalah
auxiliary ego), dan sutradara (director). wilayah rawan bencana, sehingga
Selanjutnya kelima unsur ini akan diperlukan pendidikan yang tepat tentang
berkolaborasi dalam melakukan aksi menghadapai sekaligus menangani
psikodrama. bencana. Di tengah keterbatasan teknologi
Tahapan terakhir dari psikodrama atau kurangnya pemerataan teknologi untuk
adalah diskusi (sharing). Tahapan ini luasan wilayah Indonesia dalam mitigasi
dilakukan kelompok untuk mendiskusikan bencana, kearifan lokal dapat menjadi
dan berbagi nilai-nilai yang diperoleh alternatif dalam upaya pengurangan resiko
melalui proses psikodrama. Tahapan ini bencana (Desfandi, 2014).
juga dapat menjadi katarsis dan integrasi Khasanah pustaka pengurangan resiko
nilai-nilai. Diskusi pasca pelaksanaan bencana menyebutkan terdapat empat hal
bukan sekedar memberi atau menerima yang mendukung kearifan lokal sebagai
umpan balik, akan tetapi menjadi sarana aspek penting. Pertama, praktik dan strategi
penetralan emosi-emosi negatif, masyarakat dengan kearifan lokalnya
menenangkan kondisi personal, dan terbukti sangat berharga dalam menghadapi
mengembalikan kelompok kepada realita. bencana, dan hal ini dapat ditransfer kepada
Wawasan yang diperoleh melalui masyarakat atau komunitas yang memiliki
penagalaman emosional selama tahapan the situasi yang relatif sama. Dengan demikian
action dapat saling diceritakan sehingga masyarakat penerima strategi dan praktik
dapat memberikan pengetahuan secara penangulangan bencana dapat lebih cepat
holistik terhadap tema-tema yang diangkat dalam mengaplikasikan metode tanpa harus
dalam psikodrama. mengalami fase trial and error terlalu lama.
Kedua, kearifan lokal yang dileburkan ke
KEARIFAN LOKAL
dalam praktik dan kebijakan yang ada akan
Setiap daerah memiliki kearifan lokal
mendorong partisipasi masyarakat
masing-masing yang dapat digunakan
terdampak bencana dan memberdayakan
sebagai modal sosial dalam penyelesaian
mereka sehingga mengambil peran utama
masalah-masalah yang muncul di daerah
dalam aktivitas-aktivitas penanggulangan
(Sugiarto & Suryanto, 2014), termasuk
atau pengurangan resiko bencana. Ketiga,
masalah kebencanaan dan bagaimana
informasi yang terkandung dalam kearifan
mitigasi bencana yang paling tepat
lokal dapat membantu memberikan
dilakukan di daerah tersebut. Kearifan lokal
informasi penting tentang konteks

40
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

setempat. Hal ini dapat memberikan dan meresap ketika disampaikan oleh tokoh
dampak signifikan pada lokal atau daerah masyarakat dengan bahasa dan cara-cara
atas praktik-praktik yang berdasar pada yang mengandung kearifan lokalnya.
informasi tersebut. Keempat, cara Melihat bagaimana panjangnya proses
penyebarluasan informasi berbasis kearifan terciptanya kearifan lokal, maka kearifan
lokal yang bersifat non formal lebih mudah lokal tidak dapat dipandang sebelah mata
untuk diterima, dipahami dan diikuti oleh dalam mendeteksi bencana. Sehingga
masyarakat setempat, sehingga lebih efektif peninggalan berupa warisan kearifan lokal
dalam usaha-usaha pengurangan resiko dari generasi sebelumnya sangat perlu
bencana (Desfandi, 2014). untuk dilanjutkan kepada generasi-benerasi
Masing-masing daerah di wilayah selanjutnya. Dengan demikian, setiap
Indonesia memiliki pengetahuan dan generasi akan semakin mengenal bencana
kearifan lokal yang bervariasi. Sering yang berpotensi terjadi di daerahnya
dijumpai istilah-istilah yang berbeda dari masing-masing. Karenanya kegiatan
satu daerah dengan daerah lainnya, tradisi- penanggulangan yang berdimensi mitigasi
tradisi praktik turun-temurun berbeda, dan dan kesiagaan bencana berbasisi kearifan
cara-cara serta model yang berbeda dalam lokal perlu terus dikembangakan.
merespon bencana atau gejala alam yang Praktik dan strategi kearifan lokal
mengarah pada bencana. Namun hal ini dalam mengurangi dampak bencana telah
merupakan potensi dalam membangun terbukti di beberapa daerah. Misalnya,
mitigasi bencana melalui basis kearifan praktik di tiga pulau wilayah Sumatera,
lokal, dimana tradisi dan praktik tersebut yaitu Pulau Simeuleu, Pulau Nias, dan
tidak muncul secara berbeda-beda namun Pulau Siberut. Dalam waktu lima belas
lahir dari pengalaman panjang dan tahun terakhir, ketiga pulau tersebut telah
observasi dari generasi ke genarasi. Melalui mengalami bencana alam gempa bumi dan
observasi dan pengalaman yang panjang tsunami. Pengalaman panjang tersebut telah
dari masyarakat lokal dengan cara dan mengangkat praktik-praktik berbasis
karakteristik mereka sendiri, akhirnya kearifan lokal, yang luput dari perhatian
melahirkan suatu cara antisipasi bencana ilmuan dan akademisi dalam menangkap
lebih awal. Sehingga kearifan lokal dapat gejala-gejala alam tersebut. Praktik-praktik
dijadikan satu langkah untuk antisipasi berbasis kearifan lokal antara lain
bencana. Meskipun biasanya tidak ada mencangkup sarana komunikasi
rumus yang pasti dan teori dari akademisi, tradisional, metode perencanaan dan
alam telah mengajarkan manusia pola-pola pembangunan hunian, serta upacara ritual
dan gejala-gejala yang dapat dipelajari. yang terkait (Desfandi, 2014).
Kearifan lokal tampaknya menjadi lebih
PENDIDIKAN KEBENCANAAN
efektif dalam membangun kesadaran Bencana adalah peristiwa atau
masyarakat lokal tentang kebencanaan dari rangkaian peristiwa yang mengancam dan
pada himbauan aparat atau himbauan mengganggu kehidupan dan penghidupan
nasioanl, terlebih ketika aparat masyarakat, yang disebabkan oleh baik
menggunakan bahasa himbauan yang tidak
faktor alam/ faktor non alam, maupun
mengandung kearifan lokal (Surono, 2013). faktor manusia, sehingga menimbulkan
Oleh karenanya, edukasi tentang korban jiwa manusia, kerusakan
kebencanaan akan lebih mudah dipahami

41
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

lingkungan, kerugian harta benda dan ini meliputi evakuasi korban hingga
dampak psikologis (Undang-Undang pemulihan sarana dan prasarana. Terakhir,
Republik Indonesia, No. 24, 2007). recovery adalah proses pemulihan darurat
Sedangkan penanggulangan bencana kondisi masyarakat yang terdampak
adalah serangkaian upaya yang meliputi bencana dengan memfungsikan kembali
penetapan kebijakan pembangunan yang saran dan prasaran pada keadaan semula
berisiko timbulnya bencana, kegiatan (Desfandi, 2014).
pencegahan bencana, tanggap darurat dan Sektor pendidikan merupakan penentu
rehabilitasi. dalam meminimalisir risiko bencana.
Tujuan dari penanggulangan bencana Indonesia telah memberikan upaya
dirumuskan dalam tujuh poin yang telah kongkret melalui Kementrian Pendidikan
termaktub dalam Undang-undang Republik Nasional pada tahun 2011 dengan
Indonesia tentang Penanggulanagn menerapkan kurikulum kebencanaan sejak
Bencana. Tujaan-tujuan tersebut adalah (1) jenjang pendidikan Sekolah Dasar hiingga
memberikan perlindungan kepada Sekolah Menengah Atas. Materi-materi
masyarakat dari ancaman bencana, (2) pendidikan kebencanaan ini disisipkan
menyelaraskan peraturan perundang- dalam mata pelajaran IPA, IPS, Bahasa
undangan yang sudah ada, (3) menjamin Indonesia, Matematika, Agama atau mata
terselenggaranya penanggulangan bencana pelajatran lainnya melalui tema-tema yang
secara terencana, terpadu, terkoordinasi dan relevan. Pendidikan kebencanaan ini
menyeluruh, (4) menghargai budaya lokal, memeiliki tujuan umum memberikan
(5) membangun partisipasi dan kemitraan gambaran dan acuan dalam proses siaga
publik serta swasta, (6) mendorong bencana. Melalui pendidikan kebencanaan,
semangat gotong-royong, kesetiakawanan, diharapkan peserta didik sejak dini mampu
kedermawanan, dan (7) menciptakan bertindak cepat dan tepat ketika terpapar
perdamaian, dalam kehidupan bencana. Informasi yang berkaitan dengan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. gejala alam akan datangnya bencana juga
Terdapat empat fase dalam penanganan diberikan, pada level yang sesuai secara
bencana, yaitu prevention/ mitigation, kognitif agar peserta didik mampu lebih
preparadness, response dan recovery. peka dalam membaca gejala alam dan
Prevention/ mitigation (mitigasi) meningkatkan kesadaran akan datangnya
merupakan serangkaian tindakan yang bencana. Sikap empati terhadap korban
bersifat pencegahan dampak bencana. bencana juga dibangun agar peserta didik
Upaya ini juga meliputi meniadakan dapat memberikan bantuan kepada
bencana jika mungkin. Preparadness lingkungan.
merupakan serangkaian upaya atau Edukasi kebencanaan dapat diberikan
aktivitas yang dilakukan untuk melalui tiga cara. Apabila kebutuhan
mengantisipasi bencana melalui pendidikan hanya sebatas pengetahuan,
pengorganisasian dan langkah yang tepat maka dapat dapat diintegrasikan dengan
guna dan berdaya guna. Response mata pelajaran yang terkait, seperti IPA
merupakan serangkaian kegiatan atau atau IPS. Materi juga dapat berupa tema-
aktivitas yang dilakukan segera setelah tema dalam bahasan mata pelajaran bahasa.
terjadi bencana agar terhindar dari dampak Jika kebutuhan pendidikan sampai pada
buruk yang ditimbulkan bencana. Kegiatan tingkatan pelatihan, maka dapat

42
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

dimasukkan dalam muatan lokal dan bentuk psikodrama, dengan memperhatikan


Pendidikan Kecakapan Hidup. Pelaksanaan ketiga tahapan yang ada dalam psikodrama,
pendidikan dapat pula dalam bentuk maka akan memberikan kesan yang lebih
kegiatan ekstrakurikuler. Namun demikian, nyata. Terlebih jika menggunakan kearifan
pendidikan kebencanaan di wilayah lokal dalam penyampaiannya.
Indonesia untuk saat ini umumnya masih Pada tahapan the warm up, misalnya
berada pada level tema yang disisipkan guna menciptakan atmosfir kreativitas
dalam mata pelajaran tertentu. Sehingga dalam suatu sesi, fasilitator dapat
hasilnya belum optimal. Jika dikaitkan memberikan pancingan berupa fenomena
dengan risiko terjadinya bencana, maka bencana yang akhir-akhir ini terjadi dengan
pendidikan kebencanaan yang saat ini memasukkan unsur kearifan lokal. Unsur
masih berlangsung belum cukup memadai kearifan lokal dapat diungkapkan dalam
untuk mengurangi potensi kerugian akibat bentuk pemberian istilah, keterlibatan
bencana yang ada (Fatah, 2017). tokoh-tokoh sekitar, dan praktik-praktik
yang dilakukan masyarakat. Diskusi dalam
PSIKODRAMA BERBASIS
tahap ini juga meliputi penentuan
KEARIFAN LOKAL SEBAGAI
penokohan dalam psikodrama yang akan
MEDIA PENDIDIKAN
dilakukan. Setelah semua siap, maka dapat
KEBENCANAAN
dilanjutkan ke dalam tahap kedua (the
Psikodrama berbasis kearifan lokal
action). Tahap ini adalah realisasi dari
sebagai media pendidikan kebencanaan
naskah (script) yang telah dibuat oleh
dapat dikembangkan sesuai dengan setting
sutradara. Dengan memperhatikan kelima
kedaerahan. Melihat bahwa tujuan dalam
unsur, yaitu panggung, tokoh utama,
pendidikan kebencanaan meliputi empat
kelompok, ego penolong, dan sutradara,
fase (Desfandi, 2014), yang mana dalam
maka psikodrama dapat memberikan efek
keempat fase tersebut tidak hanya
emosional saat diperankan, terlebih jika
dibutuhkan bertambahnya pengetahuan,
tema yang dimasukkan dalam psikodrama
namun juga perlu penambahan
adalah tentang kebencanaan. Jika tahap ini
keterampilan, maka metode psikodrama
optimla dilaksanakan, maka dinamika
dianggap dapat mengakomodir tujuan
emosional tidak hanya akan dirasakan oleh
tersebut.
para pemain, namun juga oleh audiens
Fase pertama dalam pendidikan
(kelompk). Ketika peran-peran dapat
kebencanaan adalah prevention/ mitigation
dimainkan dengan sangat menjiwai, maka
(mitigasi). Upaya yang dapat dilakukan
audiens pun akan dapat merasakan emosi-
dalam fase ini misalnya tidak membuang
emosi yang timbul dalam peristiwa
sampah pada aliran-aliran sungai, untuk
bencana, sehingga meningkatkan
mencegah atau meniadakan banjir akibat
kewaspadaan terhadap peristiwa tersebut.
meluapnya air sungai. Atau melarang
Harapannya kewaspadaan ini juga muncul
melakukan pembakaran hutan agar tidak
dan menjadi nilai-nilai yang dipegang,
terjadi bencana kebakaran, kakeringan, dan
bahkan pada tahapan mitigasi bencana. Sesi
kabut asap. Praktik ini jika hanya
diakhiri dengan sharing. Tahapan ini
dipaparkan dalam bentuk informasi verbal,
dilakukan untuk memberikan kemantapan
memiliki kemungkinan besar untuk
dalam berbagi nilai-nilai yang diperoleh
diabaikan. Namun apabila disetting dalam
melalui proses psikodrama. Tahapan ini

43
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

juga dapat menjadi katarsis dan integrasi karakteristik potensi bencana yang
nilai-nilai, memaknai kearifan lokal dan berbeda-beda di setiap daerah.
menjaganya selama hal tersebut dapat Karakteristik alam dan manusai yang
bermanfaat untuk meminimalisir risiko berbeda ini juga memberikan implikasi cara
bencana di daerahnya. pandang yang berbeda pula terhadap
Proses di atas adalah tahapan bencana dari setiap daerah. Dalam upaya
psikodrama dalam pendidikan kebencanaan penanganan bencana untuk mengurangi
pada tahap mitigasi. Sementara itu, masih resiko dan kerugian akibat bencana,
terdapat tiga tindakan lainnya dalam diperlukan suatu pendidikan kebencanaan.
pendidikan kebencanaan. Melalui proses Tujuan dari pendidikan kebencanaan
psikodrama berbasis kearifan lokal, setiap adalah agar wawasan masyrakat terhadap
tahapan dalam pendidikan kebencanaan bencana semakin luas, sehingga mengerti
dapat dimaknai secara mendalam sesuai apa dan bagaimana cara menghadapi
karakteristik kedaerahan masing-masing. bencana pada situasi-situasi yang tidak
Terlebih jika melibatkan keterampilan- terduga. Pendidikan kebencanaan meliputi
keterampilan pada tahap-tahap selanjtnya. informasi/ wawasan dan keterampilan-
Hingga pada tahap recovery, psikodrama keterampilan. Oleh karenanya diperlukan
dapat memberikan fasilitas praktik yang metode yang bersifat sederhana, berkesan,
dapat dengan mudah dipahami oleh peserta namun dapat mengakomodir capaian dalam
didik maupun masyarakat dalam rentangan bentuk bertambahnya pengetahuan dan
usia yang luas. Di samping itu, perubahan keterampilan. Psikodrama merupakan
perilaku mulai dari tahapan mitigasi akan metode yang awalanya bertujuan untuk
muncul melalui pendekatan psikodrama intervensi dalam sebuah kelompok. Melalui
berbasis kearifan lokal. Hal ini didukung metode psikodrama, subyek-subyek yang
oleh penelitian mengenai efektivitas tehnik- terlibat diharapkan dapat menggunakan
tehnik perilaku, seperti psikodrama untuk kearifan lokal dalam mempertontonkan
mendukung individu maupun masyarakat praktik-praktik dan strategi dalam
dalam rangka mengubah perilaku non pendidikan kebencanaan dihadapan para
adaptif menjadi lebih adapatif telah banyak audiens. Harapannya, melalui praktik yang
dilakukan (Hoffman, Knight & Wallach, ditunjukkan dalam psikodrama dengan
2007). menggunakan kearifan lokal sebagai dasar
pijakan dalam setiap adegan dapat
SIMPULAN
memberikan wawasan pendidikan
Indonesia merupakan negara yang
kebencanaan yang mengesankan sehingga
rawan bencana alam, karena letaknya
capaian berupa bertambahnya pengetahuan
secara geologis yang berada di tengah-
dan keterampilan dapat diperoleh. Selain
tengah ketiga lempengan di dunia dan
itu, aktivitas psikodrama dapat digunakan
membentuk pertemuan pegunungan. Hal ini
dalam setting formal dan non formal,
tentu tidak menguntungkan Indonesia
dilaksanakan dalam konteks makro maupun
karena menjadikan negara ini memiliki
mikro, dan fleksibel digunakan untuk
indeks bencana yang tinggi. Luasnya
rentang usia yang luas.
wilayah Indonesia juga memberikan
karakter yang beragam tentang alam dan
masyarakatnya, sehingga memberikan

44
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

DAFTAR PUSTAKA Karyono. (2010). Ipendidikan mitigasi


Atkinson, R.L., Atkinson, R. C., Smith, E. bencana dalam pendidikan ilmu
E. & Bem, D. J. (2010). Pengantar pengetahuan sosial di Indonesia.
psikologi jilid I. diterjemahkan oleh Dalam Halim, M. Prosiding Makalah
Dr. Widjaja Kusuma, tangerang: Seminar Nasional Pendidikan IPS.
Interaksara Publisher. Bandung: PPS UI.
Astuti, S.I. & Sudaryono. (2010). Peran Semiun, Y. (2010). Kesehatan mental 3.
sekolah dalam pembelajaran mitigasi Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
bencana. Jurnal Dialog Solso, R,L., Maclin, O. H. & Maclin, M. K.
Penanggulanagan Bencana, 1 (1),
Psikologi kognitif edisi kedelapan.
30-42. Jakarta: Erlangga.
Borokoa. (2010). Membangun budaya Sugiarto, G. & Suryanto. (2014). Peran
mitigasi bencana berbasis potensi kearifan local sebagai modal sosial
kearifan lokal Nias. Diakses pada 22 dalam penyelesaian konflik nelayan
September dari www.niasonline.net di daerah kabupaten Situbondo.
Burhanuddin, S. (2010). Kurikulum Jurnal Psikologi Kepribadian dan
bencana alam untuk tahun ajaran Sosial, 3 (2), 103-109.
2010-2011. Diakses pada 22 Surono. (2013). Kearifan lokal, senjata
September dari tangguh hadapi bencana. Diakses
www.poskotanews.com pada 22 September dari
Damanik, A. S. K. (2015). Psikodrama www.metrotvnews.com
untuk menurunkan tingkat stress pada Undang-undang Republik Indonesia No.
siswa akselerasi. Jurnal Ilmiah 24. Tahun 2007 tentang
Psikologi Terapan, 03 (02), 325-341. Penangulangan Bencana.
Desfandi, M. (2014). Urgensi kurikulum Wikantiyoso, R. (2010). Mitigasi bencana
pendidikan kebencanaan berbasisi
di perkotaan, adaptasi atau antisipasi
kearifan lokal di Indonesia. Sosio perencanaan dan perancangan kota?
Didaktika, 1 (2), 191-198. (Potensi kearifan lokal dalam
Fattah, A. (2017). Materi kebencanaan perencanaan dan perancangan kota
dalam pembelajaran bahasa di untuk upaya mitigasi bencana).
sekolah, Majalah Vernacular, Unit Jurnal Local Wisdom, 2 (1), 18-29.
Pengembangan Bahasa (UPB). Zein, M. A. (2010). Community based
Kudus: STAIN approach to flood hazard and
Hoffman, A. J., Knight, L. F. M. & vulnerability assessment in flood
Wallach, J. (2007). Gardening prone area: A case study in
activities, education, and self-esteem: Kelurahan Sewu, Surakarta City,
Learning outside the classroom. Indonesia. Thesis. ITC, Netherland
Urban Education, 42 (5), 403 – 411.
Karp, M., Holmes, P. & Bradshaw, T. K.
(1998). The handbook of
psychodrama. New York: Routledge.

45
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

PENDEKATAN AKTIVASI NORMA DALAM KESADARAN


KONSEKUENSI BENCANA PENGUNJUNG LOKASI
WISATA EKOLOGI BATU

Intan Rahmawati
Universitas Brawijaya
Ketawanggede, Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur, 65145
intanr@ub.ac.id

ABSTRAK
Lokasi wisata ekologi Kota Batu tidak lepas dari lingkar bencana alam yang berpeluang untuk
terjadi. Misalnya saja tanah longsor dan banjir yang merupakan jenis bencana alam yang wajib
diwaspadai pada wilayah ekologi Kota Batu. Sebagai kewaspadaan terhadap bencana,
pengunjung perlu menyadari konsekuensi bencana di lokasi wisata. Untuk itulah, penelitian ini
bertujuan memahami kesadaran konsekuensi bencana pada pengunjung wisatawan Kota Batu.
Tujuan penelitian tersebut diperoleh dengan melakukan metode kualitatif. Teknik wawancara
pada 10 informan di tiga lokasi wisata ekologi yang berbeda memeroleh hasil bahwa kesadaran
konsekuensi bencana pada pengunjung berasal dari norma kebersihan dan ketaatan. Temuan
kedua norma tersebut menyiratkan perlunya aktivasi norma yang menjadi nilai dalam perilaku
agar dapat muncul kesadaran terhadap konsekuensi bencana.
Kata kunci: aktivasi norma; kualitatif; sadar bencana.

ABSTRACT
The ecological tourism location of Batu City is inseparable from the ring of natural disasters
that have the opportunity to occur. For example, landslides and floods which are a type of
natural disaster that must be watched out in the ecological area of Batu City. As a precaution
against disaster, visitors must be aware of disasters at tourist sites. The purpose of this study
was obtained by using a qualitative method. Interview techniques with 10 informants at three
different ecological tourism sites obtained results from the reality of the opposite of visitors
regarding hygiene and obedience norms. The finding of the two norms implies the necessity of
communicating norms that are of value in relation to bringing awareness to the challenges of
disaster.
Keywords: disaster awareness; norm activation; qualitative.

PENDAHULUAN Sebab, target untuk tahun 2017 adalah 4,2


Sejak dibangunnya Jatim Park I pada juta orang. Jumlah tersebut tentunya
tahun 2000, minat wisatawan untuk melebihi tahun-tahun sebelumnya. Pada
mengunjungi Kota batu meningkat secara tahun 2016 misalnya, jumlah kunjungan
signifikan. dari data Dinas Pariwisata Kota wisatawan tercatat mencapai 3,95 juta dari
Batu, pada tahun 2017 lalu, jumlah target 3,4 juta orang
wisatawan tercatat menembus angka 4,7 (https://radarmalang.id/luar-biasa-
juta orang. Jumlah ini melampaui target. wisatawan-ke-batu-tembus-47-juta-orang).

46
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Potensi wisata yang besar membuat tetap disesuaikan dengan potensi yang
Kota batu semakin diminati oleh investor dimiliki setiap Desa.
untuk mengembangkan bisnis (https://radarmalang.id/pemkot-batu-
pariwisatanya. Namun demikian, siapkan-dana-pengembangan-wisata-rp-9-
perkembangan pariwisata ini juga menjadi miliar)
ancaman bagi kondisi lingkungan di daerah Di sisi lain, perilaku wisatawan sendiri,
tersebut. Kota Batu sendiri, melalui Perda baik secara sadar maupun tidak sadar,
No. 7 Tahun 2011 mengalokasikan berpotensi untuk memberikan kontribusi
1,252.00 Ha untuk Lahan Pertanian dan pada kerusakan lingkungan yang
Pangan Berkelanjutan (LP2B), yang berdampak pada bencana. Misalnya
semestinya sebesar 2,888.82 Ha. Hal memetik bunga di tempat wisata, gangguan
tersebut berarti terdapat Lahan Pertanian terhadap satwa liar, polusi selama periode
dan Pangan seluas 1,636.82 Ha yang akan wisata yang dijalaninya (Su, Hsu, &
dialihfungsikan menjadi lahan non Boostrom, 2018). Selain itu juga disebutkan
produktif seperti Perumahan, Hotel/Villa, bahwa wisatawan umumya fokus pada
pariwisata maupun industry lainnya. aktivitas yang mereka lakukan selama
Berdasarkan data tersebut dapat kita lihat berwisata, dan kurang memberikan
bahwa akan ada rencana pengalihfungsian perhatian pada lingkungan setempat.
50% lebih lahan pertanian. Dampak yang Penelitian ini berusaha untuk mencoba
dirasakan salah satunya adalah kualitas air memahami kesadaran konsekuensi
dalam kategori Sangat Kurang yaitu 51,67 terhadap bencana pada wisatawan wisata
(Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah ekologi Kota Batu. Pemahaman tentang hal
(SLHD) Provinsi Jatim tahun 2015). ini akan membantu memberikan alternatif
Sebelumnya, Data SLHD 2014 dalam rangkaian upaya mengurangi risiko
menunjukkan, ada penurunan jumlah bencana di daerah wisata ekologi.
sumber mata air dari 109 pada 2009
METODE
menjadi tinggal 57 pada 2011, hingga Metode penelitian dalam kajian ini
penyusutan 70% lahan pertanian apel adalah kualitatif fenomenologi yang
(https://mcw-malang.org/krisis-ekologi- bertujuan memahami kesadaran bencana
kota-batu-dan-dampak-sosialnya) pada pengunjung wisata ekologi Batu.
Potensi kerusakan lingkungan dan juga Pendekatan kualitatif dipilih karena dapat
pengembangan ekonomi kerakyatan, menjelaskan kesadaran konsekuensi
kemudian membuat pemerintah Kota Batu bencana pada pengunjung lokasi wisata
mengalihkan arah pengembangan pada ekologi Batu tanpa tercampuri oleh
wisata alam atau desa wisata. Pemerintah prasangka-prasangka atau opini-opini yang
Kota Batu sendiri pada tahun 2019 telah ada sebelumnya, sehingga lebih fokus pada
menyiapkan anggaran sebesar Rp 9 miliar diri pengunjung lokasi wisata, meliputi apa
untuk peningkatan sektor pariwisata di kota yang dipikirkan, dirasakan dan diperbuat
tersebut. Plt Kepala Disparta Kota Batu, pengunjung. Metode kualitatif dilakukan
Imam Suryono menyatakan untuk tahun dalam natural setting (Creswell, 2014),
2019 ini pihaknya telah merancang
dimana individu tidak terpisahkan dari
berbagai inovasi untuk menambah konteks lingkungannya, sehingga tidak
pengembangan Desa Wisata di Kota Batu. memungkinkan untuk membatasi atau
Persiapan sebagai Desa Wisata tentunya

47
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

menentukan variabel-variabel apa yang menyelekssi data yang relevan untuk dibuat
dapat memengaruhi kesadaran konsekuensi menjadi ilustrasi dan melaporkan masing-
bencana pada pengunjung lokasi wisata masing tema.
karena berbagai variabel tersebut telah
HASIL
menyatu dalam diri pengunjung. Kesadaran Penggalian data kualitatif dalam
konsekuensi bencana ini merupakan hasil penelitian ini dilakukan dengan wawancara.
eksplorasi dari interaksi berbagai variabel Pendalaman pertanyaan dibuat berdasarkan
yang ada dalam diri pengunjung dengan angket terbuka yang disediakan. Data yang
lingkungannya. terjaring di empat tempat wisata, yaitu
Peneliti menggunakan 10 informan taman pinus, coban rais, taman kelinci, dan
pada tiga lokasi wisata ekologi Batu yang paralayang menunjukkan bahwa motivasi
berbeda-beda. Lokasi pertama di wisata mengunjungi tempat wisata tersebut adalah
Paralayang, kedua di Taman Kelinci, ketiga pemandangan alam dan cuaca. Meskipun
di lokasi wisata Coban Rais, dan keempat berasal dari kota Malang, rupanya
di Taman Pinus. Data yang telah terkumpul pengunjung memilih pemandangan alam
kemudian dianalisis dengan teknik tematik. dan mencari udara segar sebagai
Menurut Boyatzis (1998) pendekatan penghilang penat.
tematik merupakan sebuaah cara untuk Seperti yang disampaikan informan
mengidentifikasi, menganalisis, dan berikut ini:
melaporkan tema-tema yang terdapat dalam “…cari udara segar, kerja terus perlu
suatu fenomena. Oleh sebab itu, metode ini refreshing disini” (IR.M.10)
dapat mengatur dan menggambarkan data Pada angket bentuk pelestarian lokasi
secara mendetail agar dapat menafsirkan wisata, seluruh pengunjung yang menjadi
berbagai aspek tentang topik penelitian. informan penelitian ini sepakat berpendapat
Hayes (Creswell, 2014) menguraikan bahwa tidak merusak kondisi alam serta
tahapan yang dapat dilakukan dalam memaksimalkan potensi yang ada di lokasi
melakukan analisis tematik, yakni (1) wisata menjadi bentuk pelestarian tempat
menyiapkan data yang akan dianalisis wisata. Kedua hal tersebut adalah hal yang
dengan cara dikelompokkan; (2) penting sebab menjadi alasan kuat agar
mengidentifikasi aitem-aitem tertentu yang terhindar dari bencana namun keindahan
relevan dengan topik studi; (3) lingkungan dapat tetap terjaga.
mengurutkan data berdasarkan tema Sadar kebersihan seperti membuang
kesamaan tema; (4) menguji kesamaan sampah pada tempatnya dan tidak ada
tema dan memformulasikan dalam sebuah kegiatan penebangan hutan, merupakan
kategori tertentu; (5) memperhatikan cara utama menurut pengunjung agar
masing-masing tema secara terpisah dan kawasan wisata tetap lestari.
berhati-hati dalam menguji kembali “…sebenarnya Batu ini juga rawan
masing-masing transkrip jawaban yang bencana, tempat ini (Coban Rais) juga
memiliki tema yang sama; dan (6) rawan longsor, tapi pemandangannya
menggunakan seluruh material yang bagus dan lokasi bisa digunakan untuk
berhubungan dengan masing-masing tema acara keluarga ya, sayang sekali kalau
untuk membuat tema akhir yang berisi tidak dijaga” (KM.ES.18-23).
sebuah nama kategori dan pengertiannya
bersama dengan data pendukung, serta

48
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Disetujui oleh AM yang menyatakan Tabel 1. Norma Pengunjung Lokasi Wisata


upaya penting dalam kelestarian lokasi Motivasi Bentuk Jaga Alasan Saran
Datang Lingkungan Pengembang
wisata. an Lokasi
“…jangan buang sampah Buang Ekosist Tempat
sembarangan, toilet itu kan kotor sekali sampah pada em sampah

Udara segar
tempatnya, seimba diperbanyak,
ya, baiknya ada petugas kebersihan, tidak ng dan ada
selain tanggungjawab pengunjung juga menembak tempat
tapi harus ada yang jaga” (AM.ES.21- satwa ibadah yang
(burung) memadai
24) Buang Lokasi Tempat
Pendapat pengunjung tentang lokasi sampah pada rawan sampah

Refreshing
tempatnya bencan diperbanyak,
wisata menunjukkan dengan menjaga
a dan ada
keseimbangan ekosistem, lokasi wisata tempat
akan dapat terus terjaga sehingga dapat ibadah yang
memadai
dinikmati dalam jangka panjang.
Sumber: hasil olahan data peneliti
Melihat motivasi pengunjung, serta
bentuk pelestarian dan alasan penting
tersebut, pengunjung lokasi wisata PEMBAHASAN
memberikan sarannya untuk menambahkan Bencana alam kerapkali juga diartikan
fasilitas kebersihan seperti tempat sampah sama dengan bahaya alam. Caroline (2015)
di banyak titik, serta toilet bersih di titik menyampaikan bahaya alam sebagai situasi
lokasi yang mudah dijangkau oleh alam yang tidak normal, seperti banjir,
pengunjung yang masih belum mencukupi. erupsi gunung berapi, atapun gempa bumi
Selain itu, fasilitas ibadah seperti mushola yang dapat terjadi dimana saja namun
juga dirasa perlu ditambah agar pengunjung belum tentu menimbulkan bencana yang
merasa nyaman berwisata. terdapat korban.
“…perlu tambah tong sampah ya, ini Awotona (2014) dalam kajiannya
sampah juga masih banyak yang tentang membangung komunitas pasca
berserakan, kalau banjir bahaya juga” bencana menegaskan sebelumnya, bila
(DS.ES.20-22). bencana alam adalah situasi yang
“...mushola penting ini, jarak mau ditimbulkan oleh bencana alam yang bisa
sholat masih agak jauh ya. Kalau ada saja disebabkan karena ulah manusia,
beberapa mushola pasti tidak antri di kerusakan lingkungan, turunnya kualitas
kamar mandi” (AP.ES.16-18). sumber daya alam, serta ekosistem yang
Melihat hasil data yang telah mulai mengalami perubahan yang
terkumpul, dapat ditampilkan norma signifikan.
kelompok data pada tabel 1. Pada beberapa kejadian bencana,
Norma pengunjung tersebut terdapat menunjukkan ketidakjelasan penyebab
kewajiban moral (moral obligation) yang timbulnya bencana, apakah yang
berbeda-beda untuk menjaga kelestarian disebabkan oleh alam atau karena aktivitas
lingkungan. Wajib menjaga kebersihan, individu. Bencana alam yang terjadi
tetap menjaga ekosistem lingkungan, dan merupakan keterkaitan antara bahaya alam,
penyediaan fasilitas ibadah (mushola) kerentanan (vulnerability) suatu wilayah,
dianggap sebagai pilihan wajib agar lokasi serta ketahanan yang merupakan dimensi
wisata dapat tetap ada. yang dapat dimodifikasi untuk dapat

49
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

memperkecil risiko wilayah terhadap sampahnya terlebih dahulu hingga


bahaya (Sanderson, 1997). Seperti yang menemukan tempat sampah.
ditunjukkan gambar 1. Pada variabel kedua, kesadaran
konsekuensi menjadi hal yang dapat
Bahaya memengaruhi perilaku prososial pada
Bencana
lingkungan. Dalam kesadaran konsekuensi,
individu tidak melakukan tindakan
prososial tertentu bila mendatangkan
Kerentanan konsekuensi negative bagi orang lain atau
hal-hal yang berkaitan. Pengunjung lokasi
wisata Taman Pinus, Coban Rais, Taman
Ketahanan
Kelinci, dan Paralayang yang menjadi
responden dalam penelitian ini menyadari
Gambar 1. Interaksi Faktor Bencana konsekuensi bencana yang akan dialami
(Sanderson, 1997) bila tidak memiliki keterlibatan pada
lingkungan wisata. Dan yang terakhir,
Melihat gambar tersebut di atas, anggapan tanggung jawab (ascription of
kerentanan dan ketahanan dapat responsibility) yang merupakan perasaan
dimodifikasi (Sanderson, 1997), sehingga tanggungjawab atas konsekuensi negative
individu yang menghadapi bencana dapat jika tidak bertindak prososial.
menyiapkan diri sebelum, saat, dan pasca Dengan model NAT yang digawangi
bencana. Data penelitian yang diperoleh oleh Scwartz, maka hasil data penelitian ini
yang menunjukkan adanya norma dapat digambarkan dengan model berikut:
pengunjung dapat dijadikan sebagai salah
satu strategi berupa pendekatan aktivasi Kesadaran Tanggung jawab
konsekuensi lingkungan wisata
norma untuk memunculkan kesadaran bencana
konsekuensi terhadap bencana.
Konsep aktivasi norma (norm
activation theory atau NAT) Personal norm Intensi
keterlibatan
mengembangkan tiga variabel yang dapat pengunjung-
 Kebersihan
memengaruhi proses terjadinya perilaku  Ketaatan lingkungan
wisata
tanggungjawab (dalam hal ini sebagai
bentuk sadar bencana). Norma pribadi Gambar 2. Aktivasi Norma Keterlibatan
menjadi variabel pertama yang dapat Pengunjung Lokasi Wisata (hasil olah data
memengaruhi perilaku prososial individu peneliti)
pada lingkungan. Norma pribadi dapat
PENUTUP
diartikan sebagai kewajiban moral Bencana yang dapat terjadi dimana saja,
seseorang untuk melakukan atau menahan kapan saja, dan terkena pada siapa saja
diri dari tindakan tertentu (Schwartz & termasuk di lokasi wisata menjadi titik
Howard, 1982). Pada data kualitatif tampak utama diperlukannya kesiapan menghadapi
informan berusaha menahan diri untuk
bencana tersebut. Salah satunya melalui
membuang sampah sembarangan. Tempat peningkatan kesadaran konsekuensi pada
sampah yang letaknya saling berjauhan
membuat informan bersedia menyimpan

50
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

bencana yang merupakan bentuk Methods Approaches (4th ed.).


modifikasi pada ketahanan. Amerika Serikat: SAGE Publications,
Karakteristik kebencanaan di lokasi Inc.
wisata menjadi dasar dalam mengelola Sanderson, D. (1997). Building Bridges to
kebencanaan secara terpadu dan Reduce Risk. Dalam A. Awotona,
berkelanjutan. Pengunjung lokasi wisata Reconstruction After Disaster.
juga tidak dapat lepas dari kerentanan Aldershot: Ashgate.
bencana, sehingga diperlukan pengaktivan Schwartz, S., & Howard, J. (1982). Helping
norma yang dianggap sebagai nilai utama and cooperation: a self based
oleh pengunjung untuk meningkatkan motivational model. Dalam J. D. V, &
pemahaman tentang kebencanaan. G. J, Cooperation and helping behavior:
theories and research (hal. 327-352).
SIMPULAN
New York: Academic Press.
Lokasi wisata yang menjadi daya tarik
Su, L., Hsu, M., & Boostrom, R. (2018).
suatu wilayah apabila tidak dikelola dengan
From recreation to responsibility :
baik akan menjadi bahaya yang dapat
Increasing environmentally
mendatangkan bencana. Kawasan wisata
responsible.
ekologi di Kota Batu merupakan wilayah
yang rentan terhadap bencana. Kerentanan
ini dapat berupa tanah longsor dan banjir.
Pengelolaan program mitigasi bencana
pada lokasi wisata ekologi dapat dimulai
dengan memahami norma perilaku yang
dapat menghadirkan kesadaran
konsekuensi bencana pada lokasi wisata.
Pengaktivan norma ini akan memudahkan
program mitigasi untuk melakukan
modifikasi pada ketahanan bencana secara
terpadu.
DAFTAR RUJUKAN
Awotona, A. (2014). Rebuilding
Suistainable Communities After
Disaster in China, Japan and Beyond.
UK: Cambridge Scholars Publishing.
Boyatzis, R. E. (1998). Transforming
Qualitative Information : Thematic
Analysis and Code Development.
Thousand Oaks: Sage Pub.
Caroline, B. D. (2015). Natural Disaster
Management in The Asia Pasific :
Policy and Governance . Tokyo:
Springer.
Creswell, J. W. (2014). Research Design:
Qualitative, Quantitative, and Mixed

51
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

COPING STRESS PADA PENYINTAS GEMPA BUMI LOMBOK

Sumi Lestari
Universitas Brawijaya
Ketawanggede, Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur, 65145
Lestari.sumi@ub.ac.id

ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk memotret koping stress pada penyintas gempa di Lombok.
Penelitian ini dengan menggunakan metode penelitian kualitatif melibatkan pendekatan studi
kasus, jumlah responden 5 penyintas. Hasil penelitian ini mendiskripsikan beberapa situasi
yang didahapi oleh penyintas gempa yang terjadi di Lombok antara lain responden memilih
untuk menginap di tenda pengungsian, mereka belum berani melakukan aktivitas sehari-hari
bahkan pulang kerumah merekapun tidak berani, selain itu kondisi fisik pada penyintas gempa
Lombok adalah menurunnya kesehatan fisik pada penyintas karena kekurangan air bersih,
fasilitas pengobatan yang tidak maksimal meskipun disana telah disediakan tenda kesehatan
dari berbagai relawan kesehatan seluruh Indonesia namun ketersediaan obat sangat terbatas.
Secara psikologis yang terjadi pada penyintas bencana adalah merasa takut, khawatir dan
cemas akan terjadi bencana yang lebih besar bahkan tidak sedikit masyarakat yang mengalami
trauma dengan kejadian tersebut. Bentuk koping stress yang sering digunakan pada penyintas
gempa Lombok berupa Emotional Focus Coping dengan menggunakan pendekatan
spiritualitas. Responden percaya Allah memberikan bencana ini sebagai bentuk teguran kepada
masyarakat Lombok serta agar mereka lebih mendekatkan diri kepada Tuhan yang maha Esa
dengan cara berdoa, beribadah, saling membantu dan berbuat baik kepada sesama.
Kata kunci: coping stress; gempa bumi; penyintas.

ABSTRACT
The purpose of this study was to photograph stress coping on earthquake survivors in Lombok.
This study used a qualitative research method involving a case study approach, the number of
respondents was 5 survivors. The results of this study describe a number of situations that were
affected by earthquake survivors in Lombok, including respondents choosing to stay overnight
in refugee camps, they did not dare to do their daily activities and even returned home they
were not brave, besides that the physical conditions in Lombok earthquake survivors were
declining physical health of survivors due to lack of clean water, medical facilities are not
optimal even though there have been provided health tents from various health volunteers
throughout Indonesia but the availability of drugs is very limited. Psychologically what
happens to disaster survivors is feeling afraid, worrying and worrying that there will be a
greater disaster even not a few people are traumatized by the incident. A form of stress coping
that is often used in survivors of the earthquake in Lombok in the form of Emotional Focus
Coping using a spirituality approach. Respondents believe God gave this disaster as a form of
reprimand to the people of Lombok and so that they get closer to the almighty God by praying,
worshiping, helping each other and doing good to others
Keywords: coping stress; earthquake; survivors.

52
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

PENDAHULUAN penanggulanngan bencana maka hal-hal


Pada tanggal 5 Agustus 2018 pulau yang perlu diperhatikan adalah adanya
Lombok diguncang gempa dengan perencanaan dalam situasi tidak terjadi
kekuatan 7 skala richter pusat gempa bencana (Disaster Management Plan),
terletak pada 18 Km barat laut Lombok penyusunan kesiapsiagaan adanya bencana
Timur dan Nusa Tenggara Barat dengan yang akan menimpa (Contingency Plan),
kedalaman 32 km, dampak gempa tersebut tangap darurat pelaksanaan rencana operasi
dirasakan oleh suluruh masyarakat pulau (Operational Plan) dan terakhir tahap
Lombok, Pulau Bali, Pulau Sumbawa, pemulihan (recovery plan).
Pulau Madura, Pulau Jawa Bagian Timur Kondisi gempa yang berdampak fisik
dan pulau-pulau lainnya. Namun dapak maupun psikis menimbulkan rasa cemas,
terparah di Pulau Lombok meliputi takut khawatir dan bahkan stress pada
Lombok Utara dan Lombok Timur. Gempa penyintas gempa. Situasi yang
ini terjadi karena deformasi batuan dengan menimbulkan ketegangan psikis disebut
mekanisme pergerakan naik (thrust fault). dengan sumber stress, peristiwa bencana
Dapak adanya gempa yang mengguncang alam berupa gempa disebut sebagai
pulau Lombok yakni korban meninggal, stressor. Stressor yang diakibatkan adanya
luka-luka, rumah rata dengan tanah, peristiwa bencana alam berupa gempa ini
layanan umum seperti Rumah Sakit dan membuat korban bencana atau penyintas
perkantoran pun rata dengan tanah, kondisi (survivor) mengalami pengalaman yang
psikis penyintas pun merasa cemas, tidak menyenangkan atau pengalaman
khawatir dan takut akan danya gempa traumatis dari peristiwa alam ini membuat
susulan puluhan gempa pasca gempa para wanita sehingga memungkinkan
tersebut. Kerugian fisik dan psikis akibat terjadinya stress pada penyintas (Davison &
terjadinya gempa yang meluluhlantahkan Neale, 2001).
pulau tersebut. Dengan lingkungan yang tidak kondusif
Kompleksitas permasalahan yang menyebabkan penyintas mengalami
dihadapi oleh penyintas gempa Lombok ini, hambatan dalam penyesuian dan
perlu adanya penataan dan perencanaan pengelolaan diri. Perubahan emosi dapat
yang matang dari berbagai elemen agar berupa kecemasan, takut, khawatir
terarah dan tidak terjadi tumpang tindih. berlebihan, atau marah yang akan
Hal ini sesuai dengan Undang-Undang menggangu fungsi kognitif, sedangkan
Nomor 24 Tahun 2007 Tentang perubahan fisik dapat dilihat dari tanda-
penanggulangan bencana tertuang dalam tanda wajah pucat dan berat badan menurun
pasal 35 dan 36 agar setiap daerah dalam (Sarafino, 1994). Penyintas merupakan
upaya penanggulangan bencana memiliki korban bencana alam maupun non alam.
perencanaan dalam penanngulangan Penyintas membutuhkan strategi
bencana. Hal ini pun dirinci dalam penyelesaian masalah yang dihadapi
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun (koping) berupa situasi tegang yang
2008 tentang penyelenggaraan memunculkan ketidakseimbangan psikis
penanggulangan bencana. dan perubahan fisik agar penyintas mampu
Menurut Eiser,, Bostrom,, Burton., melanjutkan kehidupannya. Coping
Johnston, McClure, Paton, Pligt, dan merupakan usaha yang digunakan untuk
White (2012) proses penyelenggaraan

53
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

mengatasi masalah yang dihadapi oleh adalah 5 penyintas gempa Lombok yang
individu (Sarafino, 1994). berdampak parah yaitu di wilayah Lombok
Lebih lanjut Lazarus (Sarafino, 1994) utara, berjenis kelamin laki-laki dan
menjaskan bahwa koping stress terdiri dari perempuan, usia 25-65 tahun
dua bentuk yaitu: Emotion-Focused Coping Teknik pengumpulan data dengan
dan Problem-Focused Coping. Emotion- menggunakan wawancara, diskusi
Focused Coping merupakan suatu usaha kelompok (FGD) dan observasi. .
untuk mengelola respon emosional pada Keabsahan data dalam penelitian ini
situasi yang menekan, strategi ini menggunakan triangulasi yaitu triangulasi
digunakan saat individu tidak mampu sumber data, waktu dan teori.. Analisis data
mengubah situasi yang menimbulkan yang digunakan dalam penelitian ini
tekanan. Problem Focused Coping dengan menggunakan analisis tematik
merupakan usaha yang dilakukan untuk Boyatzis, analisis tematik merupakan cara
mengatasi masalah individu dengan pandang yang mampu melihat sesuatu yang
mempelajari teknik ketrampilan atau stategi tidak dapat dilihat oleh orang lain dari data,
baru. Atau usaha yang dilakukan oleh fenomena tertentu berdasarkan pada tema-
individu dengan mendekat dan menghadapi tema yang muncul dari informasi umum,
msalah serta berusaha memecahkan tema merupakan sebuah pola yang
masalah yang dialami. ditemukan dalam informasi kualitatif yang
membuat penjelasan sehingga intrepetasi
METODE
dari suatu fenomena (Boyatzis, 1998)
Penelitian ini menggunakan metode
adapun tahapan dalam analisis Boyatzis
penelitian kualitatif dengan pendekatan
terdiri dari: a). coding tema dengan
studi kasus pada penyintas gempa Lombok.
merumuskan tema, label, definisi dan
Studi kasus lebih lebih tepat dikarenakan
indikator, b). Membuat simbol coding pada
fenomena yang diangkat unik dan khas
transkrip dengan memberikan catatan
hanya gerjadi di Lombok. Prinsip teoritis
refleksi (dapat berupa warna, angka dan
penelitian kualitatif menurut Poerwandari
lain sebagainya), c). Mengorganisasikan
(2011) meliputi; realitas merupakan sutu
tema atau mengelompokkan tema dan d).
hal yang bersifat obyektif, sederhana,
Membuat deskripsi tabel tema.
positif dan meliputi impresi-impresi
indrawi, fakta harus terpisah dnegan value HASIL
yang ditonjolkan adalah fakta netralitas Diskripsi subyek penelitian ini adalah
nilai, bentuknya logis teoritis deduktif dan lima penyintas gempa Lombok, dengan
eksplanasi dibatasi pada gejala positif dan jenis kelamin 2 laki-laki dan 3 perempuan.
diambil secara eksklusif dari pengalaman. a. Coding Tema
Lebih lanjut Moleong (2010) menjelaskan Tabel 1.
ciri khusus penelitian kualitatif terdiri dari Coding tema Problem Focus Coping
naturalistic inquiry, analisis induktif, Tema Coping stress
peneliti kontak secara langsung dengan Label Problem Focus Coping
responden, perspektif holistik, dan dinamis, Definisi Usaha yang dilakukan individu
mendekati masalah dan mencari
fleksibilitas desain, orientasi pada kasus solusi dari permasalahan tersebut
unik dan peneliti sebagai instrument kunci. Indikator Mencari ketrampilan-ketrampilan
Jumlah responden dalam penelitian ini untuk menyelesaikan masalah,
mencari pokok masalah, adanya

54
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

perencanaan menyelesaikan masalah, Adanya Dalam tahap yang


mengesampingkan aktivitas lain dan perencanaan dapat dilakukan
menekankan menyelesaikan oleh responden
perhatian pada penanganan masalah, masalah adalah tidur di tenda
untuk
mengantisipasi
Tabel 2. adanya gempa
Coding tema Emotional Focus Coping susulan dan korban.
Tema Coping stress mengesampingk Responden belum
Label Emotional Focus Coping an aktivitas lain berani melakukan
Definisi strategi yang bersifat internal karena dan aktivitas kehidupan
individu berusaha mengatasi masalah menekankan sehari-hari, akan
yang lebih banyak berdasar pada perhatian pada tetapi mereka
penilaian emosionalnya penanganan mengaku tidak
Indikator untuk mengatur respon emosional masalah mampu berbuat
terhadap stress, pencarian dukungan apa-apa selain
atau support system, berusaha pasrah dan banyak
bersikap positif terhadap situasi yang berdoa pada Allah
menimpa, Menerima kenyataan EFC Pencarian Responden
melalui pemahaman bahwa situasi dukungan atau berusaha mencari
yang terjadi, memperbanyak aktivitas support system dukungan dari para
keagamaan dengan car berdoa, relawan, saudara
beribadah dan beramal baik. dan sesame
penyintas
Berusaha Para responden
b. Membuat coding tema catatan bersikap positif berpendapat bahwa
refleksi dan Mengorganisasikan terhadap situasi gempa terjadi
yang menimpa, karena teguran
tema atau mengelompokkan tema Allah terhadap
masyarakat
Tabel 3. Coding tema dan catatan refleksi Lombok agar
Tema Indikator Catatan refleksi introspeksi diri.
PFC Mencari Responden Menerima Responden
Ketrampilan berusaha mencari kenyataan menerima dan
untuk informasi terkait melalui pasrah dengan
menyelesaikan tempat pemahaman kejadian bencana
masalah pengungsian, bahwa situasi gempa yang
mencari informasi yang terjadi, menimpa mereka
kesehatan dan Memperbanyak Menurut mereka
makanan pokok, aktivitas dengan terjadinya
mencari informasi keagamaan gempa ini, mereka
jika terjadi tsunami dengan car lebih mendekatkan
serta mencari berdoa, diri kepada yang
informasi terkait beribadah dan maha Kuasa agar
hal-hal yang beramal baik mendapatkan
dilakukan saat keselamatan dan
terjadi gempa penjagaan dari
susulan. Allah.
Mencari pokok Responden mencari
permasalahan pokok
permasalahan dan c. Membuat deskripsi tabel tema.
merasa bahwa
mereka tidak Berdasarkan pada tabel diatas
mampu berbuat responden cenderung menggunakan
apa-apa karena Emotional Focus Coping dibandingkan
faktor alam,
sehingga yang dapat Problem Focus Coping. Problem Focus
dilakukan mereka Coping yang dilakukan oleh penyintas
adalah siaga
terhadap bencana
gempa Lombak adalah Responden

55
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

berusaha mencari informasi terkait tempat beradaptasi dalam situasi apapun termasuk
pengungsian, mencari informasi kesehatan situasi yang menekan maka ia akan tumbuh
dan makanan pokok, mencari informasi jika lebih baik dari kesulitan, kejadian yang
terjadi tsunami serta mencari informasi tidak menyenangkan atau menekan hingga
terkait hal-hal yang dilakukan saat terjadi dapat menemukan sisi positif dari
gempa susulan, lebih lanjut Responden keterpurukan yang dialaminya.
mencari pokok permasalahan dan merasa Englert, Bertrams, dan Dickhäuser
bahwa mereka tidak mampu berbuat apa- (2011) menjelaskan bahwa individu yang
apa karena faktor alam, sehingga yang mampu mengontrol diri atau
dapat dilakukan mereka agar siaga terhadap mengendalikan diri maka cenderung lebih
bencana susulan yang menimpa mereka. mampu bertahan dalam menghadapi
Emotional Focus Coping yang kesulitan dan situasi yang menekan, begitu
menonjol pada penyintas gempa bumi di sebaliknya individu yang kurang mampu
Lombok adalaha melakukan aktivitas mengendalikan diri cenderung lebih, akan
keagamaan dengan cara berdoa, beribadah, mengalami kesulitan untuk berdamai dan
saling membantu dan berbuat baik kepada kompromi terhadap kejadian yang tidak
sesame. Mereka yakin bahwa dengan menyenangkan karena ketidak mampuan
melakukan hal-hal baik Allah pun akan dalam mengatur emosinya. Penyintas yang
memberikan kebaikan kepada mereka. mampu mengontrol diri dan mengendalikan
selain itu responden berusaha bersikap diri mereka akan mampu mengurangi resko
positif terhadap situasi yang menimpa, mengalami gangguan psikologis akibat
penyintas beranggapan bahwa dengan pengalaman yang tidak menyenangkan.
adanya gempa yang terjadi di Lombok Mengacu pada Kato (2012)
sebagai bentuk teguran kepada mereka agar menjelaskan bahwa dengan menggunakan
melakukan introspeksi diri. pendekatan fleksibilitas koping, proses
pemilihan strategi koping pada individu
PEMBAHASAN
bergantung pada perubahan penilaian
Menurut Folkman & Moskowitz,
terhadap situasi menekan yang dialami oleh
(2004) dampak positif individu
individu. Lebih lanjut Daniel dan Moos
menggunakan coping stress antara lain: 1).
(Rice, 1999) menyatakan bahwa kejadian
Meningkatkan interaksi sosial,
yang tidak menyenangkan pada individu
mengeratkan hubungan sosial antara
berupa (bencana, kematian dan lain
keluarga, sahabat, dan sesama, 2).
sebagainya) merupakan situasi yang
Meningkatkan kepercayaan dalam
menekan atau situasi penuh stress bagi
hubungan sosial karena merasa senasib
individu sehingga membutuhkan
seperjuangan dalam tertimpa bencana, 3)
pengelolaan stress tersebut, diperlukan
meningkatkan empati kepada sesame dan
untuk mengelola tingkat stress yang
4). Meningkatkan kemampuana mengelola
dialami.
konflik atau masalah yang dihadapi,
cenderung lebih matang serta PENUTUP
meningkatkan kemampuan pengaturan diri. SIMPULAN
Hal ini senada dengan pernyataan Kesimpulan dalam penelitian ini adalah
Seligman (dalam Rodriguez, 2011) penyintas gempa Lombok cenderung
menjelaskan bahwa individu yang mudah menggunakan Emotional Focus Coping

56
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

dalam menyelesaikan masalah yang Folkman, S., & Moskowitz, J. T. (2004).


menimpa mereka yaitu mendekatkan diri Coping: Pitfalls and promise. Annual
pada Allah dengan berdoa, beribadah, Review of Psychology, 55(1), 745–774.
saling membantu dan berbuat baik kepada https://doi.org/10.1146/annurev.psych.
sesama. Selain itu responden merasa 55.090902.141456
dengan terjadinya gempa di Lombok Moleong, L.J. (2010). Metode penelitian
merupakan bentuk teguran dari Tuhan yang kualitatif. Bandung: Remaja
maha Esa. Rosdakarya.
SARAN Poerwandari, K. (2011). Pendekatan
Untuk penyintas yang mempertahankan
kualitatif untuk penelitian perilaku
emosional koping stress yang dimilikinya manusia. LPSP3 Fakultas Psikologi
karena dengan mengontrol emosi dan Universitas Indonesia. Depok.
mengendalikan diri dapat mereduksi
gangguan psikologis pada penyintas. Kaku, K. dan Held, A. (2013). Sentinel
Pentingnya mengelola stress pada diri Asia: Space-based Disaster
penyintas sehingga diharapkan penyintas management Support System in the
tetap berpegang pada keyakinan bahwa Asia-Pacific Region. International
Tuhan memberikan cobaan sesuai dengan Journal of Disaster Risk Reduction 6
kemampuan hambanya, sehingga adanya (2013): 1-17.
keyakinan menyelesaikan masalah Kato, T. (2012). Development of the coping
menjadikan penyintas memiliki semangat flexibility scale: Evidence for the
untuk hidup. coping flexibility hypothesis. Journal of
DAFTAR RUJUKAN Counseling Psychology, 59(2), 262–
Boyatzis, Richard, E. (1998). Transforming 273. https://doi.org/10.1037/ a0027770
Qualitative Information: Thematic Rodriguez, T. J. (2011). Psychological
Analysis and Code Development. well-being and coping mechanisms of
Thousand Oaks: Sage pub battered women. Asian Journal of
Eiser, J.R., Bostrom, A., Burton, I., Health: Social Descriptive Section,
Johnston, D.M., McClure, J., Paton, D., 1(1), 111–127. Retrieved from
Pligt, J.V.D., White, M.P. (2012). Risk https://pdfs.semanticscholar.org/dafc/9
interpretation and action: A conceptual 2fbd4acc077587cd6abdda6c503c8fe42
framework for responses to natural c9.pdf
hazards. International Journal of Sudibyakto. (1997). Manajemen bencana
Disaster Risk Reduction 1 (2012): 5-16. alam dengan pendekatan multidisiplin:
Englert, C., Bertrams, A., & Dickhäuser, O. Studi kasus bencana gunung merapi.
(2011). Dispositional self-control Majalah Geografi Indonesia12 (22):
capacity and trait anxiety as relates to 31-41.
coping styles. Psychology, 2(6), 598– Sudibyakto. (2007). Potensi bencana alam
604. dan kesiapan masyarakat menghadapi
https://doi.org/10.4236/psych.2011.260 bencana (preparedness for Vulnerable
92 Communities). Pengantar Diskusi
Bulanan. Pusat Studi Pedesaan dan

57
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Kawasan (PSPK) Universitas Gadjah Negeri Yogyakarta. 11 dan 12 Mei


Mada. 4 Oktober 2007. 2011.
Sunarto. (2011). Standard operating Sunarto dan Rahayu, Lies. (2006).
procedure (SOP) mitigasi bencana. Fenomena Bencana Alam di Indonesia.
Prosiding Semiloka Nasional Urgensi Jurnal Kebencanaan Indonesia 1 (1): 1-
Pendidikan Mitigasi Bencana. Fakultas 5
Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas

58
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

AKTIVASI RASA SYUKUR SEBAGAI KOPING RESPON


MENGHADAPI KEBENCANAAN

Endang Prastuti
Universitas Negeri Malang
endangprastuti12@gmail.com

ABSTRAK

Kebencanaan apapun bentuknya menimbulkan dampak fisik dan psikologis pada individu dan
komunitas. Ilmu psikologi berbasis pendekatan psikologi positif, menjelaskan pentingnya
human strength pada kesejahteraan hidup manusia. Berbasis teori adaptasi menjelaskan
pentingnya proses adaptasi ketika menghadapi kebencanaan, melaui mekanisme koping.
Kebersyukuran merupakan bentuk koping positif yang bisa diterapkan pada individu atau
komunitas terdampak kebencanaan. Namun demikian efektivitas aktivasi rasa syukur perlu
memperhatikan waktu dan keunikan individu. Hasil penelitian terkait kebencanaan
menunjukkan di awal-awal kebencanaan terjadi (6 bulan pasca bencana), dukungan sosial yang
sangat penting, sebagai buffering effect, akan tetapi pasca 6 bulan bencana dukungan social
diperkuat dengan kebersyukuran baru berperan secara signifikan memproteksi kesehatan
mental pada survivor. Selain itu, proses adaptasi menghadapi kebencanaan, dipengaruhi oleh
keunikan individu, salah satunya faktor kepribadian, artinya di awal kebencanaan, kepribadian
neurotism berasosiasi dengan stres dan simptom posttraumatic stress. Kebersyukuran
merupakan bentuk koping positif yang mungkin diterapkan pada individu atau komunitas
terdampak kebencanaan. Aktivasi rasa syukur dapat dilakukan ketika individu melihat
kebencanaan sebagai sesuatu yang bermakna dan bernilai, serta menyadari ada hikmah dibalik
yang terjadi (benefit finding). Ditinjau dari broden-bulit theory, rasa syukur merupakan bentuk
perasaan positif yang berperan penting untuk membangun sumber daya psikologis (resiliensi
& kebahagiaan). Aktivasi rasa syukur ketika menghadapi kebencanaan dapat diterapkan
dengan menggunakan metode counting of blessing. Akhirnya, melalui proses belajar sepanjang
hidup maka rasa syukur dapat dikembangkan sebagai respon koping, kebiasaan, kepribadian,
hingga membentuk kekuatan karakter (character strength) yang melekat dalam “diri”. Rasa
syukur bagaikan “diamond” yang siap diaktivasi ketika menghadapi apapun kejadian hidup
yang terus berubah.
Kata kunci: aktivasi rasa syukur; kebencanaan

PENDAHULUAN 1.033.987 terdampak dan mengungsi,


Indonesia merupakan negara yang selain itu rumah dan fasilitas rusak berat,
memiliki limpahan sumber daya manusia sedang ringan dengan jumlah yang cukup
dan sumber daya daya alam yang sangat besar. Trend kejadian bencana tahun
potensial. Namun, di sisi lain secara terakhir adalah banjir, tanah longsor, puting
geografis merupakan negara dengan beliung, gempa bumi dan tsunami,
potensi mengalami kebencanaan yang kebakaran hutan dan lahan
tergolong tinggi. Berdasarkan data dari (https//bnpb.cloud, diakses 29 september
Badan Nasional Penanggulangan Bencana 2019).
(BNPB), dalam kurun Januari 2019 hingga Tantangan ilmu psikologi berperan
31Agustus 2019 telah terjadi 1.998 untuk mendeskripsi, menjelaskan,
kejadian bencana, dengan korban jiwa 445 memprediksi dan mengubah perilaku dan
meninggal dan hilang, 1.431 luka-luka dan

59
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

proses mental manusia sebagai akibat dari ditandai dengan kebahagiaan, kesehatan
peristiwa kebencanaan. Diantara berbagai fisik dan mental, kebermaknaan dan
paradigma di dalam ilmu psikologi, kebaikan (Baumgardner & Crothers, 2010).
paradigma (perspektif) psikologi positif Psikologi positif berbasis pada tiga pilar
lebih memfokuskan pada kesejahteraan yaitu: pengalaman subjektif yang positif
subjektif pada manusia. Dalam konteks seperti: kebahagiaan, ketenangan dan
kebencanaan memandang bahwa human harapan, karakteristik positif individu yaitu
strength merupakan aspek penting dalam kekuatan personal dan kebaikan serta
proses adaptasi individu ketika terjadi institusi sosial dan komunitas positif, yang
kebencanaan, sebagai peristiwa hidup memberi kontribusi pada kesehatan dan
dialami oleh individu. Uraian berikut akan kebahagiaan individu (Seligman, dalam
membahas: (1) peran penting syukur, Baumgardner & Crothers, 2010; Seligman,
sebagai character strength berperan dkk., 2005). Dengan demikian, maka
sebagai coping response yang dapat psikologi positif terdiri dari tiga pilar yaitu:
digunakan strategi koping positif sebagai (a) pleasant life yakni fokus pada
proses adaptasi, ketika menghadapi lingkungan sosial dan kualitas pribadi
kebencanaan/pasca kebencanaan, (2) sebagai determinan kebahagiaan, (b)
bagaimana cara bersyukur dalam keadaan engagement life yakni fokus pada
apapun, baik ketika tidak terjadi bencana keterlibatan aktif dalam aktivitas, (c)
ataupun merespon pasca bencana, sehingga kehidupan yang penuh makna meaningful
diharapkan survivor dapat beradaptasi life yakni kebahagiaan yang melampaui
dengan cepat. Adaptasi yang efektif kepentingan pribadi, lebih dalam dan
merupakan kunci untuk mengaktivasi bertahan lama dan terkait dengan sesuatu
kebahagiaan, yakni dengan bersyukur yang lebih luas daripada diri sendiri
sebagai koping respon terhadap peristiwa (Seligman, dkk, 2006, dkutip Baumgardner
hidup. Kunci kesehatan mental adalah & Crothers, 2010). Ketiga komponen
kemampuan untuk beradaptasi terhadap kebahagiaan yakni: pleasant life,
perubahan dan pemicu stres (stressor) baik engagement life, meaningful life disebut
berupa: stres, konflik, frustrasi dan tekanan, dengan istilah authentic happines
yang terus akan dan mungkin terjadi (Seligman, 2010).
sepanjang kehidupan manusia. Pandangan mengenai kesejahteraan
(well-being) dalam perspektif psikologi
Kebencanaan: Perspektif Psikologi
ditunjukkan dengan berbagai penelitian
Positif
terkait kesejahteraan subjektif atau
Kebencanaan dan upaya manusia untuk
subjective well-being (Diener, dkk, 1999).
merespon secara adaptif kejadian hidup,
Kesejahteraan subjektif (subjective well-
termasuk peristiwa kebencanaan apapun
being) dalam kehidupan sehari hari sering
bentuknya, akan dijelaskan menggunakan
disebut dengan istilah kebahagiaan,
perspektif psikologi positif sebagai frame of
selanjutnya kedua term tersebut digunakan
view. Paradadigma psikologi positif
secara bergantian (Baumgardner &
merupakan kajian ilmiah menekankan
Crothers, 2010).
kualitas personal, pilihan hidup, lingkungan
Lazimnya ketika individu dihadapkan
dan kondisi sosio-kultural yang dapat
dengan peristiwa hidup (event life) berupa
meningkatkan kehidupan yang baik
kebencanaan baik berupa bencana alam

60
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

gunung meletus, tsunami, tanah longsor, kebencanaan, bahkan tetap mampu


banjir, apapun ujud bencana, akan bertumbuh, ditentukan oleh kekuatan
memberikan dampak emosional seperti manusia (human strength) yakni kekuatan
stres, tekanan, kesedihan, dikarenakan karakter (character strength). Kekuatan
kehilangan dan kerugian jiwa, fisik dan karakter transenden meliputi religiusitas
harta benda. Kebencanaan merupakan yang dan rasa syukur (Peterson & Seligman,
tidak terduga, umumnya sebagian besar 2004).
dari kita hampir tidak pernah
Respon Kebencanaan Berbasis Teori
mengantisipasi kemungkinan terjadinya
Adaptasi
bencana. Namun demikian, berdasarkan Bagaimana seseorang tetap mampu
perspektif psikologi positif, ketika tujuan mengaktivasi kebahagiaan, meskipun
akhir hidup manusia adalah mencapai mengalami peristiwa hidup berupa
kebahagiaan, maka ketika manusia kebencanaan? Teori adaptasi dapat
dihadapkan dengan peristiwa hidup yang digunakan senbagai frame teoritik untuk
berupa kebencanaan, sebagai peristiwa menjelaskan fenomena ini. Teori adaptasi
hidup yang tidak diharapkan, sejauh mana merupakan komponen sentral teori modern
individu masih dapat menikmati yang menjelaskan kesejahteraan subjektif
kebermaknaan hidup secara personal? (Diener, dkk., 1999), pada awalnya teori
Berbasis paradigma psikologi positif, adaptasi Hedonic Treadmill Model
menyebutkan bahwa salah satu pilar menjelaskan bahwa kejadian hidup baik
mencapai kebahagiaan yang sejati atau buruk secara temporer mempengaruhi
(authentic happiness) adalah ketika kebahagiaan, tetapi individu dengan cepat
individu ketika hidupnya tetap bermakna beradaptasi ke dalam kondisi hedonic dan
(meaningful life), yakni kebahagiaan yang netral (Brickman & Campbell, dikutip
melampaui kepentingan pribadi, lebih Diener, dkk., 2006). Revisi terhadap
dalam dan bertahan lama dan terkait dengan Hedonic treadmill model, bahwa terdapat
sesuatu yang lebih luas daripada diri sendiri perbedaan individual dalam melakukan
(Seligman, dkk, 2006, dikutip adaptasi, salah satunya ditentukan oleh
Baumgardner & Crothers, 2010). Salah satu perbedaan dalam memberikan reaksi
variabel yang memberi kontribusi hidup terhadap kejadian eksternal (Diener, dkk.,
yang penuh makna adalah kekuatan 2006). Mekanisme yang menentukan
karakter (character strength) adaptasi terhadap kejadian hidup lebih
transcendence, salah satunya adalah menekankan peran aktif individu (Diener,
religiusitas. Hasil Penelitian Subandi, dkk dkk., 1999), melalui mekanisme koping
(2014) terhadap kurban kebencanaan (Lazarus & Folkman, 1984 dalam Nevid,
Gunung Merapi di Jawa Tengah, dkk., 2005; Lazarus, 1991). Faktor
membuktikan bahwa prediktor kuat yang kontekstual seperti sosio-demografi dan
berkontribusi kuat terhadap fenomena kejadian dalam hidup memiliki efek jangka
Traumatic Growth (TG) adalah aspek pendek terhadap kesejahteraan subjektif
religiusitas, dimana aspek ini merupakan (Galinha & Pais-Riberio, 2011). Dengan
character strength transcendence
kata lain, kondisi objektif dari lingkungan
(Seligman, 2004). Hal ini membuktikan memiliki pengaruh secara tidak langsung
bahwa seseorang akan mampu keluar dari terhadap kesejahteraan subjektif (subjective
kondisi yang membuat trauma akibat

61
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

well-being). Kontrol yang dilakukan keunikan individu, salah satunya faktor


individu melalui proses psikologis yang kepribadian. Seseorang yang
bersifat internal (Emmons & Diener, 1985) berkepribadian pencemas (neurotism)
memiliki peran yang lebih besar dan maka akan berasosiasi dengan stres dan
penting dibandingkan kondisi eksternal simptom posttraumatic stress (khususnya
(event life) itu sendiri. di awal-awal kejadian) hal ini sesuai
Teori adaptasi dapat digunakan sebagai dengan paradigma diathesis stress model
acuan dalam menjelaskan peristiwa hidup (Nevid, Rathus& Greene, 2005).
berupa kebencanaan. Kebahagiaan Adaptasi atau kemampuan
seseorang tidak ditentukan oleh apa yang menyesesuaikan diri terhadap peristiwa
terjadi dalam kehidupan, seperti kejadian hidup seperti kebencanaan, terbukti
hidup (kebencanaan), yang tidak pernah berjalan seiring waktu, sehingga aspek
terduga sebelumnya. Akan tetapi, proses psikologis apa yang terjadi pada survivor
psikologis, termasuk bagaimana individu serta treatmen apa yang akan diberikan
dalam melakukan koping terhadap pada penyintas bencana, apapun bentuk
kebencanaan itu jauh memiliki peran yang bencananya, perlu memperhatikan kondisi
lebih besar, dibandingkan dengan psikologis yang sedang terjadi pada
kebencanaan yang dialami oleh individu. individu baik secara personal maupun
Dengan demikian, menjadi penting untuk kelompok. Hal ini diperkuat dengan temuan
menyiapkan kemampuan koping positif penelitian bahwa di awal kebencanaan
terhadap apapun kejadian hidup yang hingga 6 bulan, justru yang berperan adalah
mungkin akan terjadi pada setiap diri, dukungan sosial, setelah pasca 6 bulan baru
termasuk kebencanaan. Kemampuan aspek syukur berpengaruh secara signifikan
adaptasi terhadap bencana yang ekstrim (Zhou, & Wu, 2016). Temuan ini memberi
dimungkinkan terjadi, meskipun aspek makna bahwa efek dari kebencanaan
kepribadian juga berperan terhadap terhadap kesehatan mental dan
efektivitas adaptasi terhadap kebencanaan. ketidakbahagiaan personal, ditentukan oleh
Sebagai contoh hasil penelitian terkait kemampuan melakukan koping positif. Di
kebencanaan gempa di Padang (N=310 awal awal kebencanaan terjadi (6 bulan
survivor) dilakukan dengan pendekatan pasca bencana), dukungan social yang
longitudinal, dengan melakukan diberikan sangat penting, sebagai buffering
pengukuran 5-8 pasca bencana. Hasil effect, tetapi aktivasi rasa syukur belum
penelitian menunjukkan bahwa pengaruh relevan dilakukan dan tidak signifikan.
faktor kepribadian neurotism berasosiasi Selanjutnya pasca 6 bulan bencana
stres umum (general distress) dan simptom dukungan social diperkuat dengan aktivasi
posttraumatic stress di pengukuran rasa syukur sangat signifikan untuk
pertama, selain itu diduga terdapat peran memproteksi kesehatan mental pada
adaptasi dalam penyesuaian terhadap survivor.
bencana yang ekstrem. (Lies, Mellor, &
Rasa Syukur: Sebagai Respon Koping
Hong, 2014). Temuan ini memberi makna
Kebencanaan
bahwa semua orang berpeluang untuk
Emmons (2004) mendefinisikan rasa
mampu melakukan adaptasi ketika syukur: “a sense of thankfulness and joy in
menghadapi kebencanaan, namun demikian response to receiving a gift, whether the gift
efektivitas adaptasi juga diwarnai oleh

62
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

be tangible benefit from a specific others or menghargai altruistic gift (Emmons &
moment of peaceful”. Senada dengan McCullough, 2003).
difinisi ini, Emmons & Stern (2013) Aktivasi rasa syukur berdampak
mendefinisikan rasa syukur: “gratitude is terhadap kesehatan mental dan
feeling that occurs in interpersonal kesejahteraan subjektif individu. Rasa
exchange when the person acknowledges syukur akan mengarah pada perasaan
receiving a valuaable benefit from another” terdukung serta rendahnya stres dan depresi
Berdasarkan difinisi di atas, disimpulkan (Wood, dkk., 2008), berkorelasi negatif
bahwa: rasa syukur merupakan perasaan dengan menyalahkan diri sendiri,
senang dan berterimakasih yang muncul penolakan (Wood, dkk., 2007). Sebaliknya,
ketika individu menerima manfaat yang rasa syukur dapat meningkatkan subjective
bernilai dari orang lain, maupun momen well-being pada subjek beragam (Emmons
yang memberi rasa damai. & McCulhough, 2003; Martinez, dkk.,
Konsep rasa syukur pada level disposisi 2010; review Wood, dkk., 2010, Tofangchi,
dipandang sebagai konsep yang luas 2013; Froh, dkk., 2009; Froh, dkk., 2011),
menekankan pada “orientasi hidup” dengan bahkan dengan mengontrol kepribadian,
memperhatikan dan menghargai hal-hal rasa syukur berpengaruh pada subjective
yang positif dalam hidup (Emmons & well-being (Datu, 2014, Safaria, 2014).
Stern, 2013), artinya rasa syukur tidak Kajian literatur memberikan informasi
hanya bermakna menghargai bantuan bahwa kebahagiaan merupakan tujuan
secara interpersonal, namun menekankan akhir dari setiap individu, sementara itu
pada persepsi terhadap “segala sesuatu” rasa syukur merupakan prediktor yang
yang berharga dalam hidup (Wood, dkk., berpengaruh langsung terhadap
2010). Rasa syukur dipandang sebagai kesejahteraan subjektif (Prastuti, Tairas &
transcendental virtue (Peterson & hartini, 2018). Namun demikian, apakah
Seligman, 2004), Rasa syukur juga dimungkinkan ketika seseorang
bermakna: sikap, kebiasaan, trait dihadapkan dengan kebencanaan masih
kepribadian dan berperan pula sebagai dapat mencapai kesejahteraan subjektif?
coping response (Emmons & McCullough, Sejauhmana rasa syukur dapat diaktivasi
2003), dalam bentuk positive coping ketika individu dihadapkan dengan
(Wood, dkk., 2007). peristiwa hidup (kebencanaan) yang tidak
Berbasis teori pemprosesan informasi, diharapkan? Bila ditinjau dari perspektif
rasa syukur merupakan cognitive-affective psikologi positif dan berbasis teori adaptasi,
state, artinya individu melakukan afirmasi maka seseorang masih berpeluang untuk
“good things” mengenai kehidupannya, berbahagia, dengan hidup penuh makna
serta mengenali bahwa kebaikan tersebut (meaningfull life), dengan mengaktivasi
berasal dari luar dirinya (Emmons & Stern, kekuatan karakter yang tersembunyi,
2013). Rasa syukur merupakan hasil dari khususnya kekuatan karakter transenden
dua tahap proses kognitif: (1) mengenali yaitu religiusitas dan rasa syukur. Hal ini
bahwa dirinya telah memperoleh hasil yang sesuai dengan revisi hedonic treadmill
positif, (2) mengenali hasil positif tersebut model yang menjadi penjelas kesejahteraan
bersumber di luar dirinya, dengan demikian subjektif (Diener, dkk., 2006). Lazimnya
kunci rasa syukur adalah mengenali dan ketika seseorang menilai kebencanaan
sebagai kejadian yang buruk maka akan

63
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

menimbulkan perasaan negatif seperti sumber psikologis misalnya optimis dan


perasaan stres, tertekan, sedih dan trauma, resiliensi, religiusitas.
namun ketika kejadian hidup berupa Beberapa penelitian peran rasa syukur
kebencanaan dilakukan respon koping dalam kondisi krisis dapat ditemukan dalam
secara positif, maka sangat dimungkinkan beberapa hasil penelitian berikut. Emosi
seseorang akan merasakan kebahagiaan positif termasuk syukur dapat diaktivasi
sejati (authentic happiness), dengan membantu individu resilien mengatasi
memilih hidup penuh dengan makna bencana, hal ini dikarenakan individu
(Seligman, 2010). Salah satu bentuk coping menemukan manfaat dari pengalaman,
positif adalah dengan melakukan aktivasi disebut benefit finding (Affleck &Tennen
rasa syukur, maka individu dimungkinkan 1996, dikutip oleh Chan, 2008). Riset telah
dapat merasakan kebahagiaan, meskipun menemukan benefit finding yang dapat
menghadap kebencanaan. membantu mengatasi bencana, penyakit
Bagaimana mekanisme rasa syukur yang mematikan juga kesedihan karena
berperan terhadap kebahagiaan, ketika kematian (Linley & Joseph, 2004; Nolen-
individu berada dalam situasi Hoeksema & Davis, 2002; Tennen &
kebencanaan? Salah satu teori yang bisa Affleck, 2002, dikutip oleh Chan, 2008).
menjelaskan hal ini adalah positive affect Hasil penelitian yang menjelaskan
hypotheses (review Wood, dkk., 2010), peran aspek psikologis dalam konteks
diperkuat dengan broaden built theory kebencanaan, khususnya peran syukur
(Fredrickson, 2002) yang menjelaskan sebagai karakter transenden, belum banyak
bahwa secara umum emosi negatif akan ditemukan. Subandi dkk (2014) meneliti
mempersempit perhatian dan memudahkan peran spiritualitas, syukur dan harapan
terlibat problem, sebaliknya emosi positif dalam memprediksi PTG (Post Traumatic
akan memperluas (broaden) Growth). Partisipan (N=60), Hasil analisis
kecenderungan dalam berpikir dan menunjukkan: sipitualitas merupakan
perilaku, serta membangun (build) sumber- prediktor yang signifikan terhadap PTG
sumber personal, seperti: (a) physical (F=11,671; p,0.01). Nilai R square
resources menjadi kuat dan sehat, (b) menunjukkan koofisien determinan sebesar
psychological resources dengan 0.107, maknanya bahwa kontribusi
mengembangkan resilience dan optimis, (c) spiritualitas terhadap PTG adalah sebesar
intellectual resources seperti mampu 10.7%. Hal ini selaras dengan temuan
melakukan pemecahan masalah, (d) social penelitian pada remaja (N=315), bertujuan
resources seperti menjalin ikatan sosial menguji hubungan kausal dukungan sosial
(Fredrickson, 2003; 2004). Relevan dengan dan syukur terhadap PTG, pasca terjadinya
teori ini, rasa syukur merupakan bentuk gempa Ya’an, dengan melakukan
perasaan positif, dimana ketika seseorang pengukuran 6 bl (T1) dan 6 bulan berikut
mengalami pengalaman syukur (T2). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
memunculkan berbagai perasaan positif, syukur pada (T1) tidak signifikan
seperti rasa terimakasih, rasa terberkahi, memprediksi PTG tetapi, di (T2) syukur
rasa kagum dan cinta (Hlava & Elfers, menjadi predictor yang signifikan,
2014), oleh karena itu perasaan positif ini sebaliknya dukungan sosial baik di
akan mampu membangun (build) sumber- pengukuran (T1) dan (T2) signifikan
memprediksi PTG (Zhou & Wu, 2016). Hal

64
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

ini berarti syukur tidak bisa serta merta Indonesia. Sebagai contoh, khususnya pada
diaktivasi ketika kebencanaan tersebut masyarakat jawa, terdapat nilai-nilai
terjadi, namun setelah berjangka waktu 6 ekspresi syukur terhadap Tuhan,
bulan berikut pasca terjadi kebencanaan ditunjukkan dengan ritual “sedekah bumi”
syukur baru memiliki pengaruh yang (Nur Afifah, 2015).
signifikan terhadap kebencanaan. Di awal- Hal ini berarti syukur yang juga
awal kebencanaan hingga 6 bulan, justru merupakan barometer moral, ketika
yang berperan adalah dukungan social yang bersesuaian dengan nilai-nilai kulutural di
mampu berperan sebagi buffering effect suatu masyarakat. Oleh karena itu, upaya
terhadap PTG (Post Traumatic Growth). intervensi atau promosi syukur, termasuk
Intervensi syukur terhadap terhadap kurban kebencanaan berpeluang
kebencanaan mungkin dilakukan dikaitkan untuk bisa diterapkan. Ketika mendapat
dengan konteks kultural. Review literature pengalaman buruk (seperti kecelakaan),
terkait kemungkinan intervensi syukur dengan memar-memar di seluruh tubuh,
terhadap kebencanaan, mencoba masyarakat Jawa masih bisa
mengkaitkan sinergi konsep nilai kultural mengungkapkan muatan syukur dengan
yang disebut “en dan gan’en” merupakan pilihan kata “untung” hanya memar-
nilai kultur Cina yang mengedepankan memar, Alhamdulillah masih diberi
pentingnya menghargai kehidupan. kehidupan oleh Allah”. Ungkapan seperti
Diperkuat dengan latihan menghitung ini menunjukkan bahwa ekspresi syukur
karunia/keberkahan (count your blessing) mampu dilakukan, ketika menghadapi
dan “naikin meditation” merupakan latihan peristiwa hidup yang tidak diharapkan,
refleksi diri. Disimpulkan bahwa kajian dengan melihat “sisi positif, dari suatu
literatur menguatkan peran syukur sebagai bencana”. Masyarakat Indonesia yang
pilihan treatmen secara jangka panjang mayoritas beragama Islam dan religious,
terhadap survivor pasca bencana. Diyakini dengan nilai-nilai luhur yakni “nilai
intervensi syukur menggnakan count-your kesyukuran” yang masih dipertahankan,
blessing dan daily reflection exercise dan maka diduga intervensi syukur sangat
nilai budaya masyarakat China diduga mungkin dilakukan.
merupakan treatmen yang cocok, meskipun Hasil penelitian terhadap survivor
efektivitas prosedur treatmen syukur masih bencana gunung meletus Merapi di Jawa
membutuhkan penelitian ke depan (Chan, Tengah menunjukkan spiritualitas memberi
2008). kontribusi terhadap PTG (Post-Traumatic
Mengadopsi kajian literatur oleh Chan Growth) kurban merapi. Data kualitatif
(2008), maka treatmen dengan menunjukkan bahwa spiritualitas
mengaktivasi syukur dimungkinkan untuk terekspresikan dalam bentuk berdoa, yakin
diterapkan pada masyarakat Indonesia. pada Tuhan, kebijaksanaan, kasih sayang
Indonesia memiliki potensi tinggi (compassion) dan shabar (patience), diduga
mengalami aneka kebencanaan, namun akan mampu mengubah pengalaman stres
demikian aktivasi rasa syukur (distress experience) menjadi lebih positif
dimungkinkan dapat diterapkan untuk ke arah pertumbuhan pribadi (Subandi,
kurban kebencanaan, mengingat bahwa dkk., 2014). Khusus untuk masyarakat
syukur merupakan nilai luhur yang banyak Indonesia yang dikenal sebagai masyarakat
dipraktekkan di berbagai kultur di yang menghargai pemberian Tuhan seperti

65
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

pada ritual “sedekah bumi” (Nur Afifah, 2003), maka rasa syukur baru bisa
2015). Hal ini berarti konsep syukur tidak diaktivasi.
hanya berdimensi intrapersonal, Muncul pertanyaan bagaimana
interpersonal tetapi juga transpersonal mungkin ketika mengalami kebencanaan,
(Hlava, dkk, 2014). Aspek syukur sebagai melakukan respon koping dengan
diukur menggunakan Transpersonal mengaktivasi rasa syukur? Ketika
Gratitude Scale (TGS), memiliki aspek menghadapi kebencanaan, kemudian
seperti: ekspresi syukur (expression of individu dapat mengenali bahwa seluruh
gratitude), nilai syukur (value of gratitude), kejadian hidup, termasuk kebencanaan
syukur transenden (transcendent gratitude) sejatinya adalah “pemberian dan hadiah”,
dan spiritual connection (Hlava, dkk., maka syukur baru bisa diaktivasi, sehingga
2014). memungkinkan muncul perasaan senang,
terberkahi dan rasa terimakasih (Hlava &
Counting of Blessing: Strategi Aktivasi
Elfers 2014). Dengan mengenali dan
Rasa Syukur terhadap Kebencanaan
menyadari bahwa seluruh kejadian hidup,
Kejadian hidup (kebencanaan) yang
apakah bermuatan “positif atau negatif”
tidak diinginkan, tidak secara langsung
adalah “gift” (pemberian, karunia,
menyebabkan gangguan mental (stress,
anugerah), maka dapat berdampak pada sisi
depresi, kesedihan dan traumatik), tetapi
positif individu. Hasil penelitian
peran respon koping positif melalui syukur
membuktikan syukur dapat membantu
diduga menjadi mediator. Respon koping
individu ketika berada dalam krisis.
dapat dilakukan dengan memaknai secara
Fredrickson, dkk. (2003) menemukan
positif kejadian negatif. Strategi yang dapat
bahwa emosi positif termasuk syukur dapat
dilakukan antara lain dengan positive
diaktivasi akan membantu individu
reappraisal dan positive meaning (Tugade
resilience ketika dihadapkan dengan
& Fredrickson, 2007). Strategi untuk
bencana. Hal ini disebabkan mungkin
mempertahankan afek positif yaitu dengan
menemukan manfaat dari pengalaman yang
strategi counting of blessing (Emmons &
disebut benefit finding (Affleck &Tennen,
McCulhough, 2003), merupakan strategi
1996, dikutip Chan, 2008).
yang dapat digunakan untuk mengaktivasi
Riset telah menemukan benefit finding
perasaan positif terhadap apapun kejadian
yang dapat membantu mengatasi bencana,
hidup yang dialami, termasuk kebencanaan.
penyakit yang mematikan, kesedihan
Ketika merespon kebencanaan, individu
karena kematian (Linley & Joseph, 2004;
dapat mengaktivasi rasa syukur, dengan
Nolen-Hoeksema & Davis, 2002; Tennen
memaknai bahwa “semua hal” dalam hidup
& Affleck, 2002, dikutip oleh Chan, 2008).
yang berarti dan bernilai (Wood, dkk.,
Jadi, dalam kondisi apapun, rasa syukur
2007), serta mampu melakukan dua tahap
merupakan kekuatan karakter transenden
proses kognitif yakni: mengenali bahwa
yang perlu diaktivasi, hal ini diperkuat
dirinya telah memperoleh hasil yang positif
dengan hasil penelitian yang membuktikan
dan mengenali hasil positif tersebut
bahwa rasa syukur merupakan prediktor
bersumber diluar dirinya (Emmons &
kuat dan berpengaruh langsung terhadap
Stern, 2013), serta mengenali sebagai
subjective well-being (Prastuti, Tairas &
altruistic gift (Emmons & McCullough,
Hartini, 2018). Makna lainnya adalah rasa
syukur merupakan kunci kebahagiaan

66
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

seseorang, terlepas dari keadaan apapun, positif. Hal ini disebabkan rasa syukur
seseorang masih dimungkinkan sudah “melekat” di dalam sel-sel DNA
mengaktivasi perasaan bahagia, ketika individu.
individu benar-benar menyadari bahwa Sebagai proses belajar, strategi
tujuan hidup sesungguhnya adalah mengaktivasi rasa syukur menggunakan
merasakan kebahagiaan. Oleh karena itu, metode menghitung anugerah (counting of
kuncinya adalah mengaktivasi rasa syukur blessing). Metode ini pertama kali
terhadap kehidupan yang telah diberikan diperkenalkan oleh Emmons &
Tuhan dari waktu ke waktu, dari detik ke McCullough (2003) yang meneliti dengan
detik. rancangan eksperimen pengaruh rasa
Apakah rasa syukur dapat dipelajari? syukur terhadap subjective well-being.
Konsep rasa syukur bermakna respon Subjek penelitian dibagi 2 kelompok yaitu
koping, sifat, kebajikan dan kekuatan kelompok Eksperimen disebut “Kelompok
karakter. Ketika individu dihadapkan Syukur” dan Kelompok Kontrol disebut
dengan kondisi eksternal, yang memberi “Kelompok Keluh-Kesah”. Mengadopsi
signal emosi misalnya kehilangan harta treatmen yang dilakukan oleh Emmons &
benda karena kebencanaan lazimnya akan McCullough (2003), langkah-langkah yang
memunculkan emosi kesedihan. Dalam dilakukan untuk mengaktivasi rasa syukur
kondisi seperti ini, seseorang diharapkan terhadap kebencanaan yang dialami
mampu mengaktivasi rasa syukur sebagai individu adalah sebagai berikut:
respon koping. Apabila seorang dapat 1. Lakukan refleksi diri dengan menyadari
melakukan respon koping, maka lama kejadian kebencanaan yang dialami
kelamaan respon yang terpola akan sebagai hal yang positif.
membentuk kebiasaan. Bila kebiasaan yang 2. Sadari kebencanaan yang terjadi
sudah dipelajari berulang muncul dalam sebagai pemberian dari Tuhan, yang
berbagai situasi, lama kelamaan perlu diterima.
membentuk sifat, sebagai inti kepribadian 3. Identifikasi hal-hal positif (hikmah)
seseorang. Sifat yang positif terus konsisten terhadap kejadian-kejadian
dilakukan dalam berbagai momen hidup, kebencanaan.
muara akhirnya adalah akan membentuk 4. Identifikasi dan sadari bahwa terdapat
kekuatan karakter. anugerah dan karunia lain, di balik
Jadi, rasa syukur merupakan koping bencana yang terjadi.
respon, kebiasaan, sifat dan kekuatan 5. Identifikasi emosi yang dirasakan
karakter, yang merupakan “mutiara” perlu ketika mengingat ada sisi positif dibalik
diasah dan diaktivasi dari momen ke kejadian tersebut.
momen. Proses pembelajaran syukur 6. Tulislah daftar kejadian-kejadian dalam
dimulai dari melakukan respon hingga kehidupan diluar kebencanaan, yang
membentuk kekuatan karakter. Ketika merupakan anugerah.
proses belajar terus menerus berlangsung 7. Hitunglah berapa banyak karunia yang
maka akan menjadi otomatis, sehingga masih diterima setelah pasca bencana
ketika menghadapi kejadian hidup apapun, hingga saat ini.
bahkan yang tidak bisa diprediksi termasuk 8. Hitunglah karunia yang masih diterima,
kebencanaan, maka kemampuan ini akan dari momen ke momen, “saat ini &
tetap dapat berperan untuk strategi koping disini” (here & now).

67
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

9. Sadari dan renungkan kembali: ternyata dimungkinkan dilakukan ketika


masih banyak karunia atau anugerah menghadapi kebencanaan, karena
lain yang terlewat belum dikenali dan masyarakat Indonesia, khususnya kultur
dirasakan sebagai karunia atau Jawa memiliki Ritual ekspresi syukur
anugerah, selain bencana yang terjadi. dalam praktek bermasyarakat. Metode
10. Fokus pada karunia yang ada dan masih syukur dengan counting of blessing
terus diterima, tidak fokus pada (menghitung nikmat, anugerah,
bencana yang terjadi. pemberian), diduga dapat diterapkan
Langkah-langkah metode counting of sebagai intervensi terhadap dampak
blessing, diadopsi dari buku “Rasa syukur, psikologis kebencanaan seperti stres,
kunci kebahagiaan dalam keluarga” depresi, dan simtom posttraumatic growth.
(Prastuti, 2019). Bila tahapan-tahapan Prosedur aktivasi rasa syukur sejatinya
metode counting of blessing ini dilakukan lebih focus untuk mengenali dan menyadari
secara terus menerus, maka akan dengan menghitung anugerah lain yang
memunculkan berbagai perasaan positif, ternyata masih sangat banyak, dan tidak
refleksi pengalaman syukur, hingga pada focus pada kebencanaan itu sendiri.
akhirinya akan berdampak terhadap Kebencanaan juga bisa dimaknai secara
kesejahteraan subjektif atau authentic positif ada hikmah dibalik semua
happiness, karena individu tetap pengalaman yang telah terjadi (benefit
menemukan kebermaknaan hidup terlepas finding). Metode counting of blessing bila
dari kondisi eksternal yang dialami. dilakukan secara terus menerus melalui
proses belajar sepanjang hidup, maka akan
Simpulan
menghasilkan kekuatan karakter
Bencana sebagai kejadian hidup (event
transenden. Proses belajar bisa dimulai
life), berdampak pada seluruh dimensi
dengan mengaktivasi syukur sebagai
kehidupan manusia. Dibutuhkan proses
respon koping. Respon koping ketika
adaptasi menggunakan strategi koping
dilakukan dalam berbagai kondisi akan
positif, agar individu dapat mengatasi
memunculkan kebiasaan (habit). Ketika
kebencanaan secara efektif, serta
kebiasaan semakin berdampak luas dalam
dimungkinkan dapat menemukan
berbagai kondisi maka akan membentuk
kebermaknaan hidup, sebagai salah satu
trait, sebagai inti kepribadian. Selanjutnya
tanda individu mencapai authentic
trait yang bermuatan positif, pada akhirnya
happiness. Pemuliahan terhadap dampak
akan membentuk kekuatan karakter
kebencanaan, dipengaruhi oleh peran
(character strength). Bila syukur sudah
waktu, maknanya diperlukan proses
berperan sebagai kekuatan karakter yang
adaptasi.
melekat dalam diri, melekat dalam sel-sel
Penelitian membuktikan bahwa di awal
DNA, maka setiap saat, tiap detik dapat
bencana yang berperan secara signifikan
diaktivasi ketika menghadapi kejadian
adalah dukungan sosial, selanjutnya 6 bulan
hidup yang terus berubah dan tidak dapat
pasca bencana dukungan social, religiusitas
diramalkan. Pada akhirnya, individu akan
dan syukur merupakan variabel yang
mencapai kebahagiaan yang sejati
signifikan memprediksi kesehatan mental
(authentic happiness) dengan hidup penuh
survivor. Aktivasi rasa syukur sebagai
makna (meaningfull life) dengan
respon koping terhadap kebencanaan,
mengaktivasi syukur pada setiap momen

68
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

hidup “saat ini & disini” (here & now), Journal of Personality and Social
dalam keadaan apapun. Psychology, 4(2), 377-389.
Daftar Pustaka Emmons, R.A. & McCulhough, M.E.
Baumgardner, S.R. & Crothers, M.K. (2004). The Psychology of gratitude.
(2010). Positive Psychology. River New York: Oxford University Press.
New Jersey: Pearson Prentice Hall. Emmons, R.A. & Stern, R. (2013).
Chan, D.W. (2008). Gratitude Gratitude as Psychotherapeutic
Intervention: Beyond Stress Intervention. Journal of Clinical
Debriefing and Survivor Therapy in Psychology: In Session, 69(8), 846-
the Afthermath of the Scchuan 855.
Earthquake. Educational Research Fredrickson, B.L. & Joiner, T. (2002).
Journal, Vol 23(2), 163-178. Positive Emotions Trigger Upward
Datu, J.A. (2014). Forgiveness, Gratitude Spirals Toward Emotional Well-
and Subjective Well-Being Among Being. Psychological Science, 13(2),
Filipino Adolescents, Int. J. Adv. 172-175.
Counselling, 36, 262-273. DOI: Fredrickson, B.L. (2003). The Value of
10.1007/ s10447-013-9205-9. Positive Emotions. American
Diener, E. (2009). Subjective Well-Being. Scientist, 91, 330-335.
The Science of Well-being: The
Fredrickson, B.L. (2004). The Broaden
Collected Works of Eid Diener, and Build Theory of Positive
Indicators Research Series, 37. DOI: Emotions. The Royal Society, 1367-
10.100.7/978-90-481-2350-6.2. 1377.
Diener, E., Lucas, R.E., Scollon, C.N. Froh, J.J., Emmons, R.A., Huebner, E.S.,
(2006). Beyond the Hedonic Fan, J., Bono, G., & Watkins, P.
Treadmill. American Psychologist, (2011). Measuring Gratitude in
305-314.
Youth; Assessing the Psychometric
Diener, E., Suh, E.M., Lucas, R.E. & Properties of adult Gratitude Scales
Smith, H.L., (1999). Subjective in Children and Adolescents.
Well-Being; Three Decades of Psychological Assessment, 23(2),
Progress. Psychological Bulletin, 311-324.
125(2), 276-302. Froh, J.J., Yurkewicz, C. & Kashdan, T.B.
Emmons, R.A. & Diener, E.D. (1985). (2009). Gratitude and Subjective
Factors Predicting Satisfaction Well-Being ini Early Adolescence:
Judgments: A. Comparative Examining Gender Differences.
Examination. Social Indicators Journal of Adolescence, 32, 633-
Research, 16, 157-167. 650.
Emmons, R.A. & McCulhough, M.E. Hlava, P. & Elfers, J. (2014). The Lived
(2003). Counting Blessing Versus Experience of Gratitude. Journal of
Burdens: An Experimental Humanistic Psychology, 54(4), 434-
Investigation of Gratitude and 455.
Subjective Well-Being in Daily Life.

69
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Hlava, P., Elfers, J., & Offringa, R. (2014). Washington DC: American
A Transcendent View of Gratitude: Psychological Association, New
The Transpersonal Gratitude Scale. York: Oxford University Press.
International Journal of Prastuti, E., (2019). Rasa Syukur: Kunci
Transpersonal Studies, 33(1), 1-14. Kebahagiaan dalam Keluarga,
Lazarus, R.S. (1991). Emotion & Jogjakarta: Penerbit Dee-Publish.
Adaptation. New York: Oxford Prastuti, E., Tairas, M.M.W., & Hartini, N.
University Press. (2019). Model Kesejahteraan
Lies, J., Mellor, D. & Hong, R.Y. (2014). Subjektif Ibu dewasa Muda: Ditinjau
Gratitude and personal functioning dari Regulasi emosi, Mindfulness,
among earthquake survivor in dan Rasa Syukur, Disertasi,
Indonesia. The journal of Positive Surabaya: Fakultas Psikologi
Psychology 9 (4), 295-305. Universitas Airlangga.
Martinez, M.L.M., Avia, M.D, Lloreda, Safaria, T. (2014). Forgiveness, Gratitude
M.I.H. (2010). The effect of and Happiness Among College
Counting Blessing on Subjective Students. International Journal of
Well-Being: A Gratitude Public Health Science, 3(4), 241-
Intervention in A Spanish Sample. 245.
The Spanish Journal of Psychology, Seligman, M.E.P. (2010). Flourish:
13(2), 886-896. Positive Psychology and Positive
McCullough, R.A., Emmons, R.A., Interventions, The Tanner Lectures
Kilpatrick. S.D., Larson, D.B. on Human Values. The University of
(2001). Is Gratitude a Moral Affect? Michingan.
Psychological Bulletin, 127(2), 249- Seligman, M.E.P., & Steen, T.A., Park, N.,
266. Peterson, C. (2005). Positive
Nevid, J.S., Rathus, S.A. & Greene, B. Psychology Progress Empirical
(2005). Psikologi Abnormal. Validation of Interventions.
(Penerjemah Tim Fakultas Tidsskrift for Norsk
Psikologi-UI), Jakarta: Penerbit Psykologforening, 42, 874-884.
Erlangga. Subandi, Achmad, T., Kurniati, H. Febri,
Nur Afifah, E. (2015). Korelasi konsep R. (2014). Spirituality, gratitude,
Syukur dalam Budaya Jawa dan hope and post-traumatic growth
Ajaran Islam (Studi Kasus sedekah among the survivor of the 2010
Bumi di Desa Tegalharjo, eruption of Mount Merapi in Java,
Kecamatan Trangkil Kabupaten Indonesia. Australian Journal of
Pati). Skripsi, Tidak diterbitkan. Disaster and Trauma Studies, Vol
Fakultas Ushuluddin UIN Walisongo 18(1), 9.
Semarang. Tofangchi, M. (2013). Effectiveness of
Peterson, C. & Seligman, M.E.P. (2004). Gratitude Training on Happiness in
Character strength and virtue: Mother of Child with Mental
Handbook of classification.

70
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Retardation, New York Science Social Cognitive Model of Trait and


Journal, 6(12) 98-101. State Levels of Gratitude. Emotion.
DOI: 10.1037/1528-3542.8.2.281.
Tugade, M.M., & Fredrickson, B.L.
(2007). Regulation of Positive Wood, A.M., Matby, J., Stewart, N.,
Emotions: Emotion Regulation Joseph, S. (2007). Conceptualizing
Strategies that Promote Resilience. Gratitude and Appreciation as
Journal of Happiness Studies, 8, Unitary Personality Trait.
311-333. DOI 10.1007/s10902-006- Personality and Individual
9015-4. Differences, 44, 619-630.
Wood, A.M., Froh, J.J., & Geraghty, Zhou, X & Wu, X. (2016). Understanding
A.W.A. (2010). Gratitude and Well- the roles of gratitude and social
Being: A Review and Theoretical support in posttraumatic growth
Integration. Clinical Psychology among adolescents after Ya’an
Review DOI Earth-Quake: Longitudinal study.
10.1016/j.cpr.2010.03.005. Personality and Individual
Differences 101,4-8.
Wood, A.M., Maltby, J., Stewart, N.,
Linley, P.A. & Joseph, S. (2008). A

71
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

STRATEGI COPING MASYARAKAT DESA KARANGTALUN DALAM


MENGHADAPI KEKERINGAN

Rosita Yulia Widyarti


Universitas Negeri Malang
Sumbersari, Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur, 65145
rositayuliawidyarti@gmail.com
Risa Restiana
Universitas Negeri Malang
Sumbersari, Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur, 65145
risarestiana49@gmail.com

ABSTRAK
Indonesia merupakan negara yang berpotensi besar mengalami bencana. Berbagai bencana
melanda wilayah Indonesia, baik bencana yang disebabkan oleh alam maupun kelalaian
manusia. Berbagai bencana ini menyebabkan kematian, cidera, trauma psikologis, gagal panen,
bahkan kerusakan alam. Desa Karangtalun, Dusun Tumpak Bendiljet, Kabupaten Tulungagung
merupakan salah satu daerah yang sering dilanda kekeringan ketika musim kemarau.
Kekeringan merupakan salah satu bencana yang luput dari penelitian. Kekeringan juga
membawa dampak yang cukup tinggi terhadap kehidupan masyarakat, hal ini dikarenakan air
merupakan salah satu kebutuhan pokok setiap individu. Sehingga masyarakat memiliki
perilaku coping dalam menghadapi bencana kekeringan untuk dapat bertahan hidup.
Berdasarkan Lazarus & Folkman, strategi coping dibagi menjadi dua yaitu Problem Focused
Coping (PFC) dan Emotional Focused Coping (EFC). Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk
mengetahui jenis perilaku coping masyarakat yang mengalami kekeringan. Hanya penduduk
yang memiliki identifikasi spesifik yang dijadikan informan dalam penelitian ini, yaitu
penduduk asli Desa Karangtalun, Dusun Tumpak Bendiljet RT 01 dan RT 02/ RW 07,
Kabupaten Tulungagung yang menjadi korban kekeringan. Sedangkan metode dalam
penelitian ini kualitatif dengan melakukan wawancara dan observasi kepada informan yang
kemudian dikoding dan dapat disimpulkan bagaimana perilaku coping komunitas penduduk
Desa Karangtalun, Dusun Tumpak Bendiljet, Kabupaten Tulungagung yang menjadi korban
bencana kekeringan. Hasil dari penelitian ini yaitu strategi coping Problem Focused Coping
yang paling menonjol yaitu accepting responsibility dan confrontative, sedangkan strategi
coping Emotion Focused Coping paling menonjol yaitu distancing.
Kata Kunci: bencana alam; kekeringan; strategi coping.

ABSTRACT
Indonesia is a country with great potential to experience disasters. Various disasters hit the
territory of Indonesia, both disasters caused by nature and human negligence. These disasters
cause death, injury, psychological trauma, crop failure, and even damage to nature.
Karangtalun Village, Tumpak Bendiljet Hamlet, Tulungagung Regency is an area that is often
hit by drought during the dry season. Drought is a disaster that escaped research. Drought also

72
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

has quite a high impact on people's lives, this is because water is one of the basic needs of every
individual. So that people have coping behaviour in the face of drought to survive. Based on
Lazarus & Folkman, the coping strategy is divided into two namely Problem Focused Coping
(PFC) and Emotional Focused Coping (EFC).
The purpose of this study is to determine the type of coping behaviour of people
experiencing drought. Only residents who had specific identification were used as informants
in this study, namely the original inhabitants of Karangtalun Village, Tumpak Bendiljet Hamlet
RT 01 and RT 02 / RW 07, Tulungagung Regency who were victims of drought. While the
method in this study is qualitative by conducting interviews and observations to informants
who are then coded and it can be concluded how the coping behaviour of the residents of
Karangtalun Village, Tumpak Bendiljet Hamlet, Tulungagung Regency who are victims of
drought. The results of this study are the most prominent coping strategies Problem Focused
Coping, namely accepting responsibility and confrontative, while the most prominent
Emotional-Focused Coping coping strategy is distancing.
Keywords: Coping strategies; Drought; Natural Disaster.

PENDAHULUAN perkiraan lebih dari 61 hari tanpa hujan


Dalam Undang-Undang Republik (HTH) dan prospek peluang curah hujan
Indonesia Nomor 24 tahun 2007 tentang rendah <20mm/dasarian, dimuat dalam
Penanggulangan Bencana, menjelaskan situs BMKG. Berdasarkan data Badan
bahwa bencana dapat terjadi karena ada dua Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
kondisi yaitu ada gangguan yang menyatakan bahwa kekringan kali ini akan
mengancam (hazard) dan merusak, berlangsung dari bulan Juli sampai Oktober
peristiwa atau gangguan yang mengancam dan mengalami puncak kekeringan pada
kehidupan, penghidupan, dan fungsi bulan Agustus, hal tersebut dalam situs
masyarakat, dan ancaman tersebut CNN Indonesia. Selain kekeringan,
mengakibatkan korban dan melampaui dampak lainnya yaitu kebakaran hutan dan
kemampuan masyarakat untuk mengatasi lahan (karhutla) di berbagai wilayah.
gangguan dengan sumber daya yang Musim kemarau terjadi setiap tahun dan
dimiliki. Salah satu bencana tersebut yaitu kekeringan yang secara terus menerus
bencana kekeringan, yaitu ketersediaan air terjadi selama musim kemarau. Kekeringan
yang jauh dari kebutuhan air untuk memiliki dampak yang sangat luas bagi
kebutuhan hidup, kegiatan ekonomi, masyarakat di semua daerah terdampak.
pertanian, dan lingkungan. Khususnya di Dusun Tumpak Bendiljet,
Sebagian besar daerah di Indonesia saat Desa Karangtalun, Kecamatan Kalidawir
ini sedang dilanda kemarau panjang. Salah yang merupakan daerah yang berlokasi di
satu dampak dari kemarau yaitu terjadi bukit yang terpisah dari dusun-dusun
kekeringan. Lebih dari 28 provinsi lainnya dan tidak memiliki sumber air yang
mengalami kekeringan dan berada dalam berada dekat di dusun tersebut. Terdapat
titik merah yang berarti tingkat kekeringan kurang lebih 30 kepala keluarga yang
berada dalam level yang tinggi. Hal ini tinggal di daerah ini dan mereka
setidaknya dapat ditandai dengan menggunakan air PDAM untuk memenuhi
sedikitnya curah hujan turun, dengan kebutuhan air bersih. Mayoritas pekerjaan

73
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

masyarakatnya yaitu sebagai peternak sapi, penolakan pada keadaan yang terjadi
dan itik. Beberapa juga berprofesi sebagai dengan memilih untuk menghindar atau
pekebun. Dengan adanya kekeringan menyangkal, namun berdasarkan
masyarakat sulit untuk mencari rumput dan Radmacher & Sheridan (1993) dalam Putri
air untuk pakan ternak dan susahnya & Rachmatan (2005) dinyatakan bahwa
mendapakan air bersih untuk kebutuhan penggunaan emotion focused coping dapat
rumah tangga. Hal tersebut diperparah jika dikatakan sehat mental jika seperti bekerja,
debit air PDAM yang dialirkan berkurang. olahraga, rekreasi, atau humor. Sedangkan
Sehingga masyarakat memiliki cara menurut Maryam (2017) strategi coping
atau strategi untuk mengatasi bencana dipengaruhi oleh latar belakang budaya
kekeringan dan disebut sebagai strategi pengalaman dalam menghadapi masalah
coping. Perilaku coping merupakan upaya faktor lingkungan konsep diri dan faktor
seseorang baik secara kognitif, afektif, dan sosial. Individu yang merasa sudah
konatif untuk mengelola tuntutan eksternal memiliki kemampuan dalam dirinya
dan internal secara spesifik (Croker, 1999). cenderung menggunakan problem focused
Hal tersebut diperkuat oleh Taylor (1998) coping dalam menyelesaikan masalahnya.
yang menjelaskan bahwa strategi coping Penelitian terdahulu tentang bagaimana
merupakan upaya khusus baik secara strategi coping oleh masyarakat telah
perilaku dan psikologis untuk mengontrol, banyak diteliti, namun belum ada penelitian
mengurangi, mentolerir dan meminimalkan bagaiamana strategi coping yang dilakukan
peristiwa yang menimbulkan stres. oleh masyarakat yang terdampak bencana
Sehingga dapat disimpulkan bahwa alam khususnya kekeringan. Salah satunya
perilaku coping merupakan tindakan yang adalah penelitian yang dilakukan oleh
dilakukan oleh individu untuk mengatasi Khasan & Widjanarko (2011) tentang
efek fisiologis maupun psikologis yang strategi coping masyarakat dalam
ditimbulkan oleh suatu permasalahan yang menghadapi banjir. Penelitian tersebut
dihadapi. menunjukkan bahwa masyarakat yang
Terdapat jenis-jenis strategi coping. diteliti cenderung menggunakan strategi
Menurut Lazarus & Folkman (1984), coping problem focused coping berupa
Strategi coping terdiri dari emotion focused konfrontatif dan perencanaan penyelesaian
coping dan problem focused coping. masalah, dan strategi coping emotion
Emotion focused coping adalah usaha yang focused coping berupa kontrol diri (self-
bertujuan untuk memodifikasi fungsi emosi control ) dan lari atau menghindar (escape
tanpa melakukan usaha mengubah stresor and avoidance). Penelitian selanjutnya oleh
secara langsung dapat, sedangkan problem Priyono & Budiati (2018) tentang coping
focused coping merupakan suatu tindakan strategies dan tingkat kapasitas masyarakat
yang diarahkan untuk memecahkan Desa Modangan Kecamatan Nglegok
masalah yang menjadi sumber stres seperti Kabupaten Blitar dalam menghadapi
mencari info atau saran dan berbicara bencana erupsi Gunung Api Kelud. Dari
dengan kerabat mengenai permasalahan penelitian tersebut diperoleh hasil yaitu
yang dihadapi. Berdasarkan Putri & strategi coping yang digunakan masyarakat
Rachmatan (2005) disebutkan bahwa bagi dalam meghadapi bencana erupsi dalam
sebagian orang Emotion focused coping aspek ekonomi, teknologi, sosial, dan
terlihat tidak sehat mental karena adanya budaya.

74
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Penelitian lainnya oleh Ariasti & digunakan adalah semi-terstruktur, jenis


Pawitri (2016) tentang hubungan antara wawancara ini digunakan karena cenderung
mekanisme koping stres dengan kejadian lebih memberikan kebebasan pada peneliti
hipertensi pada warga di Desa untuk melakukan probing terhadap data
Ngelomsroyo Jaten Karanganyar diperoleh (Herdiansyah, 2015). Hal tersebut
hasil bahwa mekanisme koping memiliki bertujuan agar interaksi antara peneliti
pengaruh terhadap hipertensi. Rasa takut, dengan responden dapat dengan mudah
nyeri, dan stres emosi menimbulkan terjalin karena bahasa yang fleksibel.
stimulasi simpatik sehingga meningkatkan
tekanan darah. Sehingga berdasarkan
pemaparan diatas, menarik penulis untuk
meneliti bagaimana strategi coping
masyarakat Dusun Tumpak Bendiljet yang
mengalami kekeringan.
METODE
Rancangan penelitian yang digunakan
adalah riset kualitatif dengan model
fenomenologi. Penelitian fenomenologi
digunakan untuk mengungkap suatu makna
dari pengalaman yang telah dialami
individu mengenai konsep tertentu
(Herdiansyah, 2015). Penelitian ini
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
dilakukan untuk mengungkapkan coping
stres pada individu yang mengalami
Observasi juga dilakukan untuk
kekeringan.
mendapatkan data berupa perilaku tampak
Responden yang digunakan dalam
dari responden. Jenis observasi yang
penelitian ini adalah warga yang telah
digunakan adalah participant as observer.
tinggal kurang lebih selama 10 tahun di
Dalam penelitian ini observer menjadi
Dusun Tumpak Bendlinjet, Desa
anggota sebuah kelompok dan berada
Karangtalun, Kecamatan Kalidawir,
dalam kelompok sasaran penelitian, serta
Kabupaten Tulungagung. Hal itu
peneliti memberikan informasi bahwa
dikarenakan, Dusun tersebut merupakan
kehadirannya untuk melakukan penelitian
lokasi paling akhir dalam penyaluran air.
(Hanurawan, 2012).
Masalah yang sering terjadi di lokasi
Prosedur pengumpulan data dimulai
tersebut adalah tidak mendapatkan air
dengan mengelompokkan permasalahan
bersih dari PDAM karena stok air telah
yang akan diteliti mengunakan aspek-
habis. Dalam penelitian ini menggunakan 3
aspek. Pada setiap aspek tersebut akan
responden untuk penggalian data.
dibentuk pertanyaan dan gambaran perilaku
Instrumen utama yang digunakan dalam
sesuai dengan teori yang akan diteliti.
penelitian ini adalah pedoman wawancara.
Kemudian, akan dilakukan pengecekan
Hasil wawancara digunakan sebagai data
sebelum dilakukan proses pengambilan
primer untuk memahami permasalahan
data. Responden akan diberikan lembar
tertentu dari responden. Wawancara yang
persetujuan untuk dilakukan penelitian

75
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

yang bertujuan agar proses pengambilan Ya kalau gak ada uang,


data dapat dilakukan dengan lancar. iya apa gak? Itu kalau
gak ada air ya cari
Analisis data dalam penelitian ini
mbak. Kalau ada
menggunakan data rekaman yang dibuat orang-orang yang
transkip dan di kategorisasikan berdasarkan punya uang bisa beli.
tema tertentu. Data kemudian akan Lha itu lo. Dampaknya
dianalisis dengan data observasi dan diberi ke kita. Kehidupan itu
ya seperti itu mbak.
kesimpulan, hal tersebut digunakan untuk
Kalau ada uang ya
memperjelas hal-hal yang telah ditemukan yang beli ya beli kalau
oleh peneliti selama proses penelitian. masalah kekeringan
HASIL seperti ini. Kalaupun
Tabel 1. Deskripsi Informan gak ada uang ya cari
pakek itu… (KR.
Informan Informan Informan
12082019.W1.52-55).
KR HS IT

Nama KR HS IT Mbiyen rung enek


PDAM mbak, setiap
Usia 68 37 35 hari kulo yo golek
Status Pekebun Peternak Ibu rumah banyu mrunu kui,
tangga sedino pindo. (KR.
12082019.W1.64).
Jenis Laki-laki Laki-laki Perempua Dulu belum ada
kelamin n PDAM mbak, setiap
hari yang cari air ke
Suku Jawa Jawa
situ, sehari dua kali.
bangsa (KR.12082019.W1.64
Pendidik SD SMA SMA )
an
Merencanaka Kae kan Gedung
1. Informan KR n solusi Gedang kan sing
Tabel 2. Hasil Informan KR jangka dibahas wong-wong
Tema Sub tema Verbatim panjang kae kan wi lo lek coro
disedot digawe anu
Copin Menyelesaika Lha nek gak ndue
kiro-kiro Gedung
g n masalah duwit, iyo opo ora. Wi
Gedang kui lo sumbere
stress sesuai nek gak enek banyu yo
kan banter ngunu
kemampuan. golek mbak. Dene lek
yoan. (KR.
sing wong masalah
12082019.W1.73).
wong-wong sing ndue
duwit yo iso tuku. Lha Dulu kan gedung
wi lo. Dampak e nang gedang kan sudah
awak e dewe. dibahas orang-orang
Kehidupane ngono kui dulu kan itu lo kalau
mbak. Lak ndue duwit misal disedot dipakai
yo sg tuku yo tuku nek itu kira-kira gedung
masalah kekeringan gedang itu lo
ngene ki. Dene lak gak sumbernya kan
ndue duwit yo golek kencang gitu juga.
nggawe iku… (KR. (KR.12082019.W1.73
12082019.W1.52-55). )

76
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Meminta Yo wis usul karo Pak usaha mbak, usaha


bantuan pada Lurahe. Disedotne mencari. Lha nanti
pihak yang nang Gedung Jati kan. menggantungkan
berwenang Ternyata diusulne. sesuatu yang belum
Katanya Pak Lurah pasti ya kita sebisa-
ada pengeboran, bisanya usaha.
sampek setahun ndak (KR.12082019.W1.10
ada lanjutan, mboh iki 7-108)
piye ndak enek anune
iki ndak enek Keikhlasan Kan kene sing njaluk
kelanjutane iki. (KR. menerima mbak, njaluk mekso
12082019.W1.77-79). bantuan kan ndak penak to
Ya sudah usul sama mbak aku. Aku njaluk
Pak Lurahnya. kirimi banyu aku
Disedotkan di gedung njaluk, kan ndak
jati kan. Ternyata penak. Soale gratis.
diusulkan. Kata Pak Pokok sing penting
Lurah ada pengeboran, wis usul kono kurang
sampai setahun tidak banyu, tergantung karo
ada kelanjutan. Gak pemerintah desa. Piye
tahu ini gimana gak lak ngatasi
ada itunya ini gak ada kekurangane. Nrimo
kelanjutannya ini. coro ngunu hehe. (KR.
(KR.12082019.W1.77 12082019.W1.119-
-79) 121).
Kan sini yang minta
Harapane ki piye yo mbak, minta tapi
karo pemerintah ki yo maksa kan tidak enak
iso ndingkluk karepe mbak aku. Aku minta
masyarakat piye. (KR. kirimkan air aku
12082019.W1.273) minta, kan tidak enak.
Harapannya ini Soalnya gratis. Pokok
gimana ya sama yang penting sudah
pemerintah ini ya bisa usul disana kurang air,
melihat keinginan tergantung sama
masyarakatnya gimana pemerintah desa.
(KR.12082019.W1.27 Bagaimana mengatasi
3) kekurangannya.
Menerima gitu
Menyelesaika He em sek usaha istilahnya hehe.
n masalah karena kan lak enek (KR.12082019.W1.11
secara lak ga enek yo usaha 9-121)
mandiri mbak, usaha golek.
Lha engko Terbiasa Mangkane itu orang
nggantungne barang dengan yang sudah kulino
sing rung mesti adewe masalah udah biasa itu kalo
sak iso-isone usaha. kekurangan banyu
(KR. atau itu terus meneng
12082019.W1.107- ae lakyo ape njaluk
108). nyang ndi. (KR.
Iya masih usaha 12082019.W1.147-
karena kan kalau ada 148).
kalau tidak ada ya

77
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Mangkanya itu orang berpotensi lak njenengan tau opo


yang sudah terbiasa membantu nang Universitas ta
sudah terbiasa itu opo kan karo munggah
kalau kekurangan air nang nduwure
atau itu nanti diam saja njenengan kan
kan mau minta harus sampean usahakno
kemana wong kene nek musim
(KR.12082019.W1.14 kemarau i koyok
7-148) ngono kae nang daerah
Tumpak Bendlijet opo
Kesabaran Yo ngontrol diri. Piye ngusahakne yok
dalam yo direwangi sabar digolekne saluran
menghadapi ngunu ae mbak. Piye banyu. Karep kulo kan
masalah arep e adewe gak ngunu mbak,
sabar, piye yo awake njenengan laporan
dewe ndak dikontrol atasan e njenengan
pikirane adewe kudu heheh. (KR.
protes. (KR. 12082019.W1.266-
12082019.W1.210- 270).
211). Ya mudah-mudahan
Ya mengontrol diri. nanti ada bantuan dari
gimana ya dibarengi pemerintah apa. Kalau
sabar gitu saja mbak. ginikan tahu kalau
Gimana mau tidak anda pernah apa ke
sabar, gimana ya kita Universitas atau apa
tidak dikontrol kan sama atasannya
pikiranya kita harus anda kan anda
protes usahakan kalau orang
(KR.12082019.W1.21 sini terkena musim
0-211) kemarau itu kayak gitu
Menerima Iyo ge mengurangi di daerah Tumpak
keadaan kekeringan i piye yo. Bedinjlet atau usakan
dengan Yo marai wis alam iki ayo dibuatkan saluran
pasrah po iso yo berubah air. Keinginan saya
nganu ne alam lek kan anda laporan ke
wallahualam kan ga atasannya anda heheh.
iso. (KR.12082019.W1.26
(KR.12082019.W1.24 6-270)
1-242).
Iya untuk mengurangi Koyok sampean ke
kekeringan itu gimana desa misal bisa
ya. Ya soalnya ala mengajukan lak bisa
mini apa bisa berubah dibantu yo tolong
kalau wallahualam kan dibantu. (KR.
tidak bisa 12082019.W1.289-
(KR.12082019.W1.24 290).
1-242) Seperti anda ke Desa
misal bisa mengajukan
Mencari Ya mudah-mudahan kalau bisa dibantu ya
bantuan pada nantikan ada bantuan tolong dibantu.
pihak yang dari pemerintah apa. (KR.12082019.W1.28
Nek ngene ki kan eroh 9-290)

78
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Berpikir tidak Angen-angen mbak. ngono lo. (HS.


realistis Piye yo carane iku iku 14082019.W2. 70-71)
iso njimuk banyu kan Tapi disinikan cuma
kono. Angen-angene orang tidak mampu
tapi nek ditangani mbak, karena itukan
dewe mungkin ndak dibuat pipa-pipa kayak
mampu. gitu dibuat sedotan itu
(KR.12082019.W1.17 cuma tidak besar buat
2-173) mengatasi sampek atas
Angan-angan mbak. itu masyarakat tidak
Bagaimana caranya itu mampu gitu lo.
biar bisa mengambil (HS.14082019.W2.70
air dari sana. Angan- -71)
angannya,
tapisepertinya kalau Menyelesaika Yo wi mau. Kalau ada
dikerjakan sendiri n masalah ga ada airnya itu beli.
mungkin tidak sesuai Kalo ndak ada uang
mampu. kemampuan kita cari sendiri, cuma
(KR.12082019.W1.17 kayak gitu yang
2-173) dilakukan. (HS.
14082019.W2. 88-89)
Ya itu tadi. Kalau ada
2. Informan HS tidak ada airnya ya
Tabel 3. Hasil Informan HS beli. Kalau tidak ada
Tema Sub tema Verbatim uang kita cari sendiri,
cuma seperti itu yang
Copin Meminta Coro ngunu kan nunut
dilakukan.
g bantuan pada wong ngisor kunu kan,
(HS.14082019.W2.88
stress penduduk nempil banyune
-89)
sekitar ngunu. Engko
digawoni sepeda Memberikan Tapi kalau cari sendiri
motor digowo bantuan pada itu setiap ada orang,ya
munggah. (HS. orang lain carikan aku air kayak
14082019.W2. 60-61) gitu itu pasti aku
Misal seperti itu kan cariin. Soalnya aku
ikut orang bawah situ kan punya kendaraan
kan, pinjam airnya sendiri kan. (HS.
gitu. Nanti dibawakan 14082019.W2. 92-93)
sepeda motor dibawa
naik Menerima Yo ngunu lo mbak
(HS.14082019.W2.60 ketegangan biasane yo ngeluh tapi
-61) yo mek piye yo halah
wis ga enek kiriman
Merencanaka Tapi kene kan mek wong biyen yo golek.
n solus jangka cilik mbak, soale iku Kan enek kiriman gak
panjang kan digawe pipa-pipa golek kan yo gak
ngunuwi digawe mungkin gak adus. Yo
sedotan iku mek gak piye yo mbak corone
gedhi sing gawe wi hehehe. (HS.
ngatasi sampek ko 14082019.W2. 103-
penduwuran iku 105)
masyarakat ndak kuat Ya gitu lo mbak
biasanya ya mengeluh

79
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

tapi ya gimana ya gimana. Waktunya


yaudah sudah tidak sudah mendapakan air
ada kiriman kan dulu kok belum dapat air.
juga cari. Ya itu, setelah itu dari
(HS.14082019.W2.10 PDAM jawabnya
3-105) rusak, lha kalau rusak
otomatis masyarakat
Marah pada Tapi kalau di PDAM menyadari kalau
pihak yang memang itu pernah. rusak. Lha kalau
berwenang Soalnya kita itu waktunya gilir air dan
membayar setiap disana otak-atik,
bulan gitu lo. (HS. gampangnya gitu ya
14082019.W2. 112- mbak ya. Waktunya
113) air mengalir kesini kok
disana ditutup, lha
Nyampekne langsung, kalau gitu otomatis
nyampekne langsung pasti marah. Sama-
ke petugas kan kayak sama bayar kenapa
gitu kan setiap berapa, kok air tidak sampai
maksudnya itu berapa ke tempatnya, kan
orang gitukan itukan gitu.
ada petugasnya (HS.14082019.W2.15
masing-masing. (HS. 6-160)
14082019.W2.124-
125) Berdiskusi Yo lek masalah dijak
dengan omong kui yo
Lek perasaan iku yo penduduk masyarakat e. (HS.
koyo-koyo gelo. 14082019.W2. 140)
Gelone iku piye. Ya kalau masalah
Wayahe ki wis entok diajak bicara itu ya
banyu kok durung masyarakatnya.
entok banyu. Yo kui, (HS.14082019.W2.14
bar ngunu ko PDAM 0)
lek nyauri nek amoh,
lha lak amoh otomatis Terbiasa Soale udah terbiasa
masyarakat nyadari dengan nek setiap tahun itu
lak amoh. Lha lak masalah kekeringan. Maksud e
wayahe gilir terus kan kayak gitu.
kono dijarahi, penak e Nggak-nggak usah
ngunu yo mbak yo. dibuat forum, itu
Wayah e banyu ki semuanya itu udah
miline rene lakok kono tahu kalau setiap tahun
dibumpet, lha kui itu setiap musim
mesti otomatis mesti kemarau kayak gini itu
nesu. Podo mbayare ya semacam apa ya itu
nyapo kok banyu gak nek ngarani iku.
iso teko nggon, kan Hmmm.. Pokok e yo
ngunu. (HS. setiap tahun iku mesti
14082019.W2. 156- koyok o koyok
160) kekeringan koyok
Kalau perasaan itu ya ngene ki. (HS.
seperti jengkel. 14082019.W2.142-
Jengkelnya itu 145)

80
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Soalnya sudah terbiasa Menganggap Memang dari sana-


kalau setiap tahun itu wajar sananya masalahe wis
kekeringan. permasalaha ngunu kui. Tak pikir-
Maksudnya kan kayak n pikir podo wae. Aku
gitu. Tidak udah asli wong Sumatera
dibuat forum urip nang kene. Nang
semuanya udah tahu kene karo nang kono
kalau setiap tahun itu wis podo ae. Nek
setiap musim kemarau musim kemarau yowis
seperti ini ya semacam ngene ki yowes podo
apa ya itu istilahnya. ae koyok kono. (IT.
Hmm. Pokoknya ya 14082019.W3.205-
setiap tahun itu selalu 207).
seperti kekeringan itu Memang dari sananya
ya kayak gini. masalanya seperti itu.
(HS.14082019.W2.14 Kalau dipikir-pikir
2-145) sama saja. Aku asli
orang Sumatera hidup
3. Informan IT disini. Disini sama
disana ya sama aja.
Tabel 3. Hasil Informan IT
Kalau musim kemarau
Tema Sub tema Verbatim
ya seperti ini sama aja
Copin Marah dalam Yo nggrundel biasa e. kayak sana.
g hati (IT. 14082019.W3.99) (IT.14082019.W3.205
stress Ya jengkel biasanya. -207)
(IT.14082019.W3.99)
Berpikir Dadi yo tetep berpikir
Terbiasa Kasarane iku kulino posiif pada postif mugo-mugo wae
dengan ngunu mbak. Nek harapan engko sing ning
masalah musim kemarau mesti nduwur iso kebukak
kekeringan. (IT. atine engko iso sing
14082019.W3.146). bantuan nggo nang
Kasarannya itu kene ngunu kui. (IT.
terbiasa gitu mbak. 14082019.W3.227-
Kalau musim kemarau 228).
pasti kekeringan. Jadi ya tetap berpikir
(IT.14082019.W3.146 positif semoga saja
) nanti yang di atas bisa
terbuka hatinya nanti
Wis kulino coro ngunu bisa memberikan
wis terbiasa. Sudah bantuan ke sini kayak
tiap memang gitu gitu
musimnya. (IT. (IT.14082019.W3.227
14082019.W3.187- -228)
188).
Menerima Ndak iso lo mbak.
Sudah terbiasa kayak
keadaan Kekeringan itu udah
gitu sudah terbiasa.
dengan dari yang disana. Ndak
Sudah tiap memang
pasrah iso. (IT.
seperti musimnya.
14082019.W3.239).
(IT.14082019.W3.187
Tidal bisa mbak.
-188)
Kekeringan itu sudah
dari Yang Disana.

81
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Tidak bisa. Responden KR berusia 68 tahun bekerja


(IT.14082019.W3.239 sebagai pekebun dan tinggal selama
)
hidupnya di daerah tersebut. Dampak dari
Gawane dunyo wis an kekeringan yang paling dirasakan yaitu
mbak. . (IT. tanaman di lading sulit untuk tumbuh
14082019.W3.243). karena kebutuhan air tidak terpenuhi.
Bawaan alam bumi Berdasarkan hasil wawancara, responden
mbak
tersebut memiliki strategi coping berupa
(IT.14082019.W3.243
) accepting responsibility dalam bentuk
usaha untuk mencari air ke sumber air,
Mencari Koyok sampean ke
seeking social support dalam bentuk
bantuan pada desa misal bisa
pihak yang mengajukan lak bisa meminta bantuan air pada tetangga dan
berpotensi dibantu yo tolong pihak-pihak yang berwenang, seperti
membantu dibantu. Kan perangkat desa dan pemerintah. Aspek
menolong untuk planful problem muncul berupa
semua sopo tau kan
merencanakan pembuatan sumber air di
lebih bisa dibicarakan
lagi, lak koyok wong- dusunnya, selfcontrol dalam bentuk
wong ngene iki alah keikhalasan, kesabaran dan pasrah dalam
wes koyok biasa, menerima masalah kekeringan. Responden
cegeh arepe ngomong. juga memunculkan aspek distancing berupa
(IT.
anggapan bahwa kekeringan merupakan hal
14082019.W3.289-
291) yang sudah biasa dialami selama hidupnya.
Kayak anda ke desa Responden juga memunculkan aspek
bisa mengajukan kalau escape-avoidance muncul berupa pikiran
bisa dibantu ya tolong yang tidak realistis.
dibantu. Kan
Responden HS berusia 37 tahun
menolong untuk
semua siapa tahu kan berprofesi sebagai peternak. Dampak dari
lebih bisa dibicarakan kekeringan yang paling dirasakan yaitu
lagi, kalau seperti kesulitan mencari pakan ternaknya.
orang-orang seperti ini Berdasarkan hasil wawancara responden
ya sudah terbiasa
tersebut memiliki strategi coping berupa
(IT.14082019.W3.289
-291) confrontative yaitu protes kepada pihak
yang berwenang seperti petugas PDAM,
PEMBAHASAN seeking social support muncul berupa
Perilaku coping terhadap kekeringan meminta bantuan air pada penduduk sekitar
menggambarkan peran individu dalam yang memiliki sumber air, aspek plantfull
menghadapi bencana kekeringan untuk problem dalam bentuk merencanakan
mengurangi stres psikologis yang muncul. solusi jangka panjang untuk membuat
Setiap individu memiliki strategi coping sumber air yang ada di dusunnya sendiri.
yang berbeda-beda. Hal tersebut Aspek accepting responsibility muncul
dikarenakan adanya usia dan pengalaman berupa menyelesaikan masalah sesuai
yang mempengaruhinya (Ariasti dan kemampuannya misalnya jika ada uang
Pawitri, 2016). beliau akan membeli air, jika tidak ada akan
mencari air. Aspek selanjutnya self control

82
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

muncul berupa menerima ketegangan dan PENUTUP


berusaha untuk memecahkan
SIMPULAN
permasalahan. Aspek distancing berupa Penulis menyimpulkan bahwa
anggapan bahwa kekeringan merupakan hal strategi coping masyarakat yang
yang sudah biasa muncul setiap tahun. mengalami kekeringan di Dusun Tumpak
Responden IT berusia 35 tahun Bendiljet berupa Problem Focused Coping
berprofesi sebagai ibu rumah tangga. dan Emotion Focused Coping. Problem
Dampak kekeringan yang paling dirasakan Focused Coping yang muncul paling
yaitu kebutuhan air dalam rumah tangga menonjol yaitu accepting responsibility
terpaksa untuk sedikit dikurangi. dengan menyelesaikan masalah kekeringan
Berdasarkan hasil wawancara responden sesuai kemampuan yang dimiliki. Selain itu
tersebut memiliki strategi coping berupa confrontative dengan tindakan berupa
distancing muncul berupa perasaan terbiasa protes kepada pihak yang berwenang yaitu
dengan kekeringan dan memaklumi jika petugas PDAM. Sedangkan pada strategi
daerah pegunungan pasti mengalami coping Emotion Focused Coping paling
kekeringan ketika musim kemarau, aspek menonjol yaitu distancing berupa
confrontative berupa perasaan jengkel menganggap bencana kekeringan
kepada pihak-pihak yang berwenang. merupakan hal yang biasa dialami ketika
Aspek positive reappraisal berupa berpikir musim kemarau.
positif pada harapan supaya pemerintah Saran untuk penelitian selanjutnya
lebih peka terhadap kekeringan di yaitu untuk dapat dikembangkan penelitian
dusunnya. Aspek self-control muncul berupa intervensi yang bertujuan
dengan menerima keadaan dengan pasrah, melakukan strategi coping yang efektif
tidak menyalahkan keadaan alam ataupun dalam menghadapi bencana kekeringan.
Sang Pencipta. Selanjutnya aspek seeking Selain itu penelitian tentang strategi coping
social support muncul dengan mencari dikembangkan pada bentuk bencana
bantuan kepada pihak yang berpotensi lainnya, mengingat Indonesia merupakan
dapat membantu. wilayah yang rawan terhadap semua
Dalam penelitian ditemukan bahwa bencana alam. Penelitian selanjutnya juga
responden memiliki kecenderungan untuk diharapkan dapat lebih menyempurnakan
saling tolong-menolong dalam penelitian ini.
menyelesaikan permasalahan kekeringan.
Menunjukkan adanya budaya gotong DAFTAR RUJUKAN
royong pada responden tersebut. Gotong Ariasti, D., & Pawitri, T.N. 2016.
royong sendiri merupakan kearifan lokal Hubungan Antara Mekanisme Koping
dari budaya Indonesia. Hal tersebut Terhadap Stres Dengan Kejadian
memperkuat pendapat bahwa budaya tempa Hipertensi Pada Warga Di Desa
individu tinggal dapat mempengaruhi Ngelom Sroyo Jaten Karanganyar.
proses coping (Martin & Brantley, 2004; Kosala, 4 (1).
Nugita & Saraswati, 2013). Croker, K., Graham, L. (1999).
Measurement of Coping Strategies In
Sport. Morgantown, WV: Fitness
Information Technology.

83
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Hanurawan, F. (2012). Metode Penelitian Undang-Undang Republik Indonesia No.


Kualitatif dalam Ilmi Psikologi. 24 Tahun 2007 tentang
Malang: Universitas Negeri Penanggulangan Bencana. Badan
Malang. Nasional Penanggulangan Bencana.
(Online), (http://bnpb.go.id), diakses
Herdiansyah, H. (2015). Metodologi 27 Agustus 2019.
Penelitian Kualitatif untuk Ilmu
Psikologi. Jakarta: Salemba Humanika.
Khasan, M., & Widjanarko, M. (2011).
Perilaku Coping Masyarakat
Menghadapi Banjir. Jurnal Psikologi
Tutur, 1 (2).
Lazarus, R. S. & Folkman, S. 1984. Stress,
Appraisal, and Coping. New York:
Springer Publishing Company.
Maryam, S. 2017. Strategi Coping: Teori
Dan Sumberdayanya. Jurnal Konseling
Andi Matappa, 1 (2).
Nugita, D. R., & Saraswati, I. (2013).
Hubungan antara Trait Kepribadian dan
Strategi Coping pada Pernerbang Sipil.
(Onlie), (http://lib.ui.ac.id). Diakses 8
Agustus 2019.
Priyono, K.D., & Budiati, W. 2018. Coping
Strategies Dan Tingkat Kapasitas
Masyarakat Desa Modangan
Kecamatan Nglegok Kabupaten Blitar
Dalam Menghadapi Ancaman Bencana
Erupsi Gunung Api Kelud. The 8th
University Research Colloquium 2018,
Universitas Muhammadiyah
Purwokerto, 210-218.
Putri, D. E., & Rachmatan, R. 2005.
Metode-Metode Dalam Mengatasi Stres
Akibat Tsunam Pada Keluarga Korban
Tsunami Aceh. Paper Dipresentasikan
Di Auditorium Universitas Gunadarma,
Jakarta, 23-24 Agustus 2005 (p133-
p145).
Taylor, S. 1998. Coping Strategies:
Research Network on SES and Healthy.
San Fransisco: University of California.

84
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

AGENDA PRESENTASI ARTIKEL


SEMINAR NASIONAL PSIKOLOGI KLINIS PSIKOLOGI UM 2019
“Peran Psikologi Klinis Untuk Pendidikan Kebencanaan”
11 Oktober 2019
Ruang II

No Waktu Judul Artikel


1 13.30 – Identitas Kelompok Sebagai Modal Siaga Bencana Di
13.40 Kampung Warna Warni Jodipan
Sumi Lestari, Intan Rachmawati, Purnama Miftaqhul Risqi, Afif
Alhad
2 13.41 – Kesehatan Mental Remaja yang Tinggal di Daerah Rawan
13.50 Gempa Megathrust
Niswatul Faizah, Diah Cahyaningrum, Ika Herani
3 13.51 – Gender Dan Kecemasan Penduduk Di Daerah Rawan Banjir
14.00 Di Kota Malang
Masita Utami, Farah Aliyah Syahidah, Anita Hariyanti,
Mochammad Said
4 14.01 – Remaja dan Bencana (tidak presentasi)
14.10 Kholifatul Untsa
5 14.11 – Mindfulness Sebagai Managemen Nyeri
14.20 Nur Aziz Afandi
6 14.21 – Pelatihan Manajemen Stress Pada Kader Komunitas Prolanis
14.30 (Program Pengelolaan Penyakit Kronis) Puskemas X
Nixie Devina Rahmadiani, Iswinarti
7 14.31 – Psikoedukasi untuk Meningkatkan Pehamahaman Orang
14.40 Tua Terhadap Kekerasan Seksual
Ditsar Ramadhan
8 14.41 – Psikodrama Untuk Meningkatkan Konsep Diri Remaja
14.50 Korban Konflik Orang Tua
May Lia Elfina, Cahyaning Suryaningrum
9 14.51 – Unwell To Well-Being : Analisis Kepatuhan Minum Obat
15.00 Pada Pasien Hipertensi
Yulia Asmarani, Dita Rachmayani

85
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

IDENTITAS KELOMPOK SEBAGAI MODAL SIAGA BENCANA DI


KAMPUNG WARNA WARNI JODIPAN

Sumi Lestari
Universitas Brawijaya
Ketawanggede, Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur, 65145
lestari.sumi@ub.ac.id
Intan Rachmawati
Universitas Brawijaya
Ketawanggede, Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur, 65145
intanr@ub.ac.id
Purnama Miftaqhul Risqi
Universitas Brawijaya
Ketawanggede, Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur, 65145
purnamarisqi1@gmail.com
Afif Alhad
Universitas Brawijaya
Ketawanggede, Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur, 65145
afifalhad@ub.ac.id

ABSTRAK
Kampung Warna Warni Jodipan merupakan kampung wisata pertama di Kota Malang.
Deretan rumah warga di kampung tersebut terletak pada lereng yang curam di tepi sungai.
Situasi ini menjadikan Kampung Warna Warni Jodipan sebagai kampung wisata yang
berada di daerah rawan bencana. Legitimasi kampung wisata menyebabkan pembentukan
identitas kelompok pada masyarakat kampung warna warni untuk menjaga stabilitas
kampung wisata. Identitas kelompok terjadi karena adanya ketertarikan, tujuan dan visi
yang sama antar individu sehingga akan membentuk identitas sosial. Identitas sosial
merupakan cara untuk menilai suatu kelompok melalui proses perbandingan sosial (social
comparison process), kategorisasi keanggotaan kelompok dalam (ingroup), dan
keanggotaan luar (outgroup). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan
pendekatan fenomenologi. Empat informan dipilih melalui teknik accidental sampling.
Penggalian data pada penelitian ini menggunakan metode wawancara dan diskusi kelompok
terarah (FGD). Hasil dalam penelitian ini menunjukan bahwa setelah menjadi kampung
wisata, warga memiliki perception of the intergroup context berupa kesamaan persepsi yang
dimiliki warga tentang status kampung wisata. Warga juga menunjukkan adanya attraction
to the in-group dengan menjaga lingkungan untuk memperteguh nilai-nilai dengan prestasi
yang dimiliki. Selain itu, warga juga memiliki interdependency beliefs yang menunjukan
adanya guyub dan rukun dalam membangun serta siaga bencana di kampung wisata.
Kata kunci: identitas sosial; siaga bencana; kampung wisata.

86
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

ABSTRACT
Kampung Warna Warni Jodipan is the first tourist village in Malang. Rows of houses
located on steep slopes on the banks of the river make the village located in a disaster-prone
area. The change of identity into a tourist village forms the group's identity for the citizens.
Group identity occurs because of the same interests, goals and visions between citizens.
Social identity is a way to assess a group through a process of social comparison (social
comparison process), categorization of group membership in (ingroup), and membership
outside (outgroup). This study uses a phenomenological approach with data collection
techniques using interviews and focus group discussions (FGD) on informants with the
characteristics of citizens who become administrators of the neighborhood pillars and
managers of tourist villages. The results in this study indicate that after becoming a tourist
village, residents have a perception of the intergroup context in the form of common
perceptions owned by citizens about the status of a tourist village. Residents also show an
attraction to the in-group by protecting the environment to reinforce values with their
achievements. In addition, residents also have interdependency beliefs that show the
existence of harmony and harmony in building disaster-alert tourist villages.
Keywords: social identity, disaster alert, tourist village
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang Siaga bencana merupakan
rawan akan terjadi bencana. Keadaan serangkaian upaya yang dilakukan untuk
tersebut dikarenakan Indonesia berada mengantisipasi peluang resiko bencana
pada titik pertemuan antara tiga lempeng melalui pengorganisasian dengan langkah
tektonik dunia. Selain itu, Indonesia juga tepat dan berdaya guna (BNPB, 2014;
memiliki sekitar 150 sungai yang tersebar Febriana dkk, 2015).
diseluruh daerah padat penduduk Tidak hanya upaya respon aktif atau
(Febriana, Sugiyanto, & Abubakar, 2015). siaga bencana, pencegahan resiko pada
Salah satu lokasi daerah padat penduduk tahap prabencana juga harus dilakukan.
yang berada di aliran sungai adalah Hal tersebut untuk memaksimalkan
kampung Warna Warni Jodipan. penanggulangan bencana dan
Kampung Warna Warni Jodipan yang memperkuat ketahanan masyarakat dalam
terdiri dari deretan rumah dengan warna- menghadapi kemungkinan terjadinya
warna yang berbeda menjadi kampung bencana (Amran, 2016). Manajemen
wisata pertama yang berada di tepi sungai siaga bencana perlu dilakukan karena
Berantas sehingga lokasi tersebut rawan masyarakat tidak hanya dinilai sebagai
terhadap bencana banjir dan longsor. aspek ruang yang berada pada tempat
Rumah warga yang dijadikan sebagai yang sama, melainkan juga memiliki satu
objek wisata berada di lokasi RT.06, kepentingan sama karena mereka
RT.07 dan RT.09. Melihat situasi tersebut merupakan sebuah komunitas sosial
Penanggulangan Bencana Daerah (Suhardjo, 2011)
(BPBD) melakukan kegiatan simulasi Keberlangsungan kehidupan
bencana untuk sigap terhadap bencana. komunitas tidak hanya ditentukan dari

87
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

kualitas lingkungan tetapi juga pengalaman informan sebagai warga yang


dipengaruhi oleh identitas sosial tinggal di kampung wisata yang rawan
kelompok. Identitas sosial merupakan bencana. Teknik pengumpulan data yang
struktur kesadaran untuk menjalankan digunakan adalah wawancara semi
kehidupan sehari-hari (Farida, 2014). terstruktur yang mengacu pada konsep
Konsep identitas kelompok mengacu social identity (Jackson & Smith, 1999)
pada perbedaan utama dari empat yang terdiri dari 4 dimensi yaitu, (1)
dimensi. keempat dimensi identitas sosial perception of the intergroup context; (2)
dijelaskan oleh Jackson & Smith, (1999) attraction to the in-group; (3)
yaitu, (1) perception of the intergroup interdependency beliefs, dan (4)
context yang diartikan sebagai identifikasi depersonalization.
individu pada sebuah kelompok, sehingga Selain wawancara semi terstruktur,
persepsi individu dipengaruhi oleh status penelitian ini menggunakan teknik
kelompok. Persepsi tersebut kemudian pengumpulan data dengan diskusi
digunakan untuk menilai kelompok itu kelompok terarah (FGD). Karakteristik
sendiri dan kelompok lain. Selanjutnya informan dalam FGD adalah warga huni
(2) attraction to the in-group, secara kampung wisata warna warni jodipan
umum in-group diartikan sebagai rasa yang menjadi pengurus kampung (ketua
memiliki pada kelompok dan identitas RT) dan pengelola kampung wisata.
umum pada kelompok. Sedangkan out- Topik dalam melakukan FGD dibatasi
group merupakan kelompok yang pada isu: (1) potensi bencana; (2) dampak
berbeda. Berdasarkan paparan tersebut, bencana; (3) fasilitas peringatan bencana;
setiap individu berusaha untuk menjaga dan (4) kegiatan preventif untuk
harga diri terkait identitas pribadi maupun meminimalisir dampak bencana. Teknik
identitas sosialnya. (3) interdependency analisis yang digunakan berupa model
beliefs, individu memiliki kelekatan interaktif Miles dan Huberman dengan
emosional terhadap kelompoknya. tahapan (1) reduksi data; (2) penyajian
Kelekatan tersebut tumbuh dikarenakan data; dan (3) verifikasi.
kesadaran individu sebagai anggota
HASIL
kelompok tersebut. (4) depersonalization,
Untuk mengawali penelitian yang
merupaka bentuk adaptasi individu dilakukan di Kampung Warna Warni
dengan mengurangi ego mereka yang Jodipan, peneliti mengumpulkan
tidak sesuai dengan kelompok. Hal informasi terkait gambaran warga terkait
tersebut bisa dikarenakan munculnya rasa potensi bencana yang terjadi di kampung
takut tidak dianggap dan terasingkan. wisata tersebut. Beberapa hal yang
Berdasarkan hal tersebut penelitian ini menjadi topik diskusi adalah: (1)
berusaha untuk memahami lebih dalam mengetahui pemahaman warga terkait
bagaimana identitas kelompok menjadi potensi bencana. (2) pemahaman terkait
modal siaga terhadap bencana resiko atau dampak bencana. (3)
METODE mengetahui upaya yang dilakukan warga
Penelitian ini menggunakan metode untuk menhadapi bencana.
kualitatif fenomenologi yang menjelaskan

88
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Hasil diskusi kelompok terarah yang tersebut dilakukan agar wisatawan tetap
dilakukan, didapatkan penjelasan sebagai bisa berkunjung dan menikmati wisata
berikut: Adanya perbedaan pemahaman Kampung Warna Warni. Kegiatan seperti
warga terkait potensi terjadinya bencana itu menggambarkan warga siap dengan
di kampung wisata tersebut. Perbedaan status sebagai kampung wisata yang
yang dimaksud adalah intensitas guyub dan siaga terhadap bencana.
terjadinya bencana banjir, warga RT. 09 Identitas sosial Kampung Warna
mengatakan banjir terjadi sudah bertahun- Warni sebagai kampung wisata membuat
tahun yang lalu dan selanjutnya tidak lagi warga kampung tersebut menyadari
Kampung Warna Warni terkena bencana bahwa terdapat nilai-nilai yang harus
banjir. Namun, kesaksian dari warga RT. dijaga. Nilai-nilai tersebut tergambarkan
06 dan 07 banjir terjadi disetiap tahun dalam upaya menjaga lingkungan dan
pada musim hujan. Perbedaan informasi membentuk solidaritas yang dimunculkan
yang diberikan juga terkait upaya dan dalam bentuk guyub, pro sosial
penyebaran informasi dari pihak ketiga. menghadapi bencana yang akan terjadi.
BPBD disini menjadi pihak ketiga Contohnya pada saat banjir melanda,
untuk membantu warga dalam warga yang tinggal di tepi sungai
menghadapi ancaman bencana yang bisa mengungsikan barang ke rumah warga
terjadi kapan saja. Pernyataan warga yang posisinya lebih tinggi. Selain itu
bahwa BPBD sering melakukan kegiatan pada pasca banjir, warga bersama-sama
simulasi bencana di kampung tersebut. membersihkan sampah yang dibawa oleh
Kegiatan tersebut bertujuan menciptakan banjir. Hal ini diperkuat oleh Tajfel
kampung wisata yang sigap bencana. (1982) menyatakan bahwa identitas social
Warga kampung tersebut juga melakukan terbentuk untuk melekatkan dan
upaya-upaya untuk meminimalisir resiko mempertahankan nilai-nilai yang telah
bencana dengan menambah tinggi ada dalam suatu kelompok tersebut
pondasi rumah yang berada di tepi sungai sebagai bentuk eksistensi kelompok.
dan menghimbau untuk meninggikan Sarben dan Allen (1968) menjelaskan
jendela rumah. BPBD Kota Batu juga bahwa identitas kelompok
membantu menginformasikan pada warga merepresentasikan sebagai bentuk
jika terjadi curah hujan yang tinggi di keberadaan, posisi dan tingkatan suatu
daerah Batu. Namun demikian, upaya kelompok tertentu sehingga
tersebut bukan bertujuan untuk memunculkan kohesivitas, kebersamaan,
menghindari bencana banjir, melainkan toleransi, gotong royong dan perilaku
mengurangi resiko bencana. Karena guyub.
setiap musim hujan kampung tersebut Proses sosial berperan dalam
terkena banjir, maka warga memiliki perubahan sikap dengan syarat informasi
kebiasaan unik yaitu, pasca banjir yang yang diterima ditanggapi secara positif.
sering terjadi di siang atau sore hari Akhirnya terjadi perubahan sikap terkait
dengan membawa sampah dari sungai, persepsi, afeksi dan tindakan yang
warga saling membantu membersihkan diharapkan (Suhardjo, 2011).
dampak banjir di hari itu juga. Hal

89
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

PEMBAHASAN terlihat dari cara bagaimana warga


kampung bersama-sama melakukan
kegiatan membersihkan kampung setelah
Daerah terjadi bencana banjir.
rawan
bencana
“Iya, besok sudah harus bersih. Tapi kan
banjir datangnya jam 5, itu abis Isha’
udah surut kan, itu anak-anak langsung
terjun kesini, semua 3 RT ini bersih-bersih
sampe jam 12 malem atau jam 1 malem.
P
Ini isinya lumpur semua Mas, sama
E
sampah-sampah” (E2RT07,297-304)
Warga kampung R
Kampung Wisata
Jodipan U
Warna Warni Keberadaan tiga RT. pada kampung
B
Jodipan
A
wisata 0074ersebut memberikan
H perbedaan informasi yang berbeda
A
contohnya, RT. 09 mengatakan tidak
N
mengetahui adanya kegiatan yang
- Pusat MCK di sungai - Terdapat WC umum diselenggarakan oleh BPBD, sementara
- Membuang sampah di - Adanya pengelolahan wawancara dengan warga RT. 06 dan 07
sungai sampah mengutarakan BPBD sering melakukan
- Lokasi yang kumuh - Banyak wisatawan
- Banyak tuna daksa berkunjung kegiatan simulasi bencana.
yang membangun - Terdapat pengelola
gubuk di tepi sungai kampung wisata “Iya tapi gak ada kegiatan”
(E1RT09,102)
“Iya pas adanya warna-warni ini”
(E2RT06, 383)

Hal tersebut menggambarkan tidak


Identitas Sosial meratanya informasi kebencanaan di
kampung wisata tersebut. Namun, dalam
hal menjaga lingkungan kampung wisata,
Gambar 1. Peta Konsep para warga saling membantu, menjaga,
Menurut BNPB (2014), desa siaga dan menghormati setiap himbauan terkait
bencana merupakan desa yang memiliki kebersihan lingkungan dan untuk
kemampuan mandiri untuk beradaptasi meminimalisir dampak bencana.
dan menghadapi potensi resiko bencana Pemerataan informasi dalam program
serta mampu pulih dengan segera dari pengurangan risiko bencana dapat
dampak bencana yang terjadi. Uraian dilakukan melalui pendidikan formal dan
yang disampaikan oleh BNPB telah informal untuk meningkatnkan
menggambarkan bahwa Kampung Warna pemahaman tentang mitigasi bencana
Warni Jodipan merupakan kampung (Suhardjo, 2011).
wisata yang tanggap terhadap bencana.

90
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

(Hsueh, 2019) ikatan sosial antar SIMPULAN


warga dapat meningkatkan dukungan Identitas sosial pada warga Kampung
pada korban bencana. Ikatan sosial pada Warna Warni menjadi modal untuk siaga
warga menjadikan mereka memiliki bencana yang digambarkan dalam bentuk
identitas kelompok yang sama, yaitu perilaku gotong royong, guyub, dan pro
perception of the intergroup context sosial. Selain itu identitas sosial pada
warga adalah mereka memahami bahwa warga Kampung Warna Warni Jodipan
tinggal di kampung wisata yang rawan juga nampak dalam perasaan senasib
bencana. Attraction to the in-group berada pada wilayah rawan bencana.
tergambarkan dari warga yang merasa Namun uniknya pada penelitian ini tidak
bahwa mereka merupakan bagian dari nampak dimensi depersonalization pada
kampung wisata pertama yang ada di Kota warga sebab keguyubannya.
Malang. Penelitian ini memiliki implikasi
Perlunya interaksi antar kelompok pemahaman warga tentang pentingnya
telah dinilai sebagai salah satu cara menguatkan identitas keompok.
mengurangi prasangka antarkelompok. Kelompok yang kuat dapat menjadi
Mengurangi prasangka dengan interaksi modal warga sigap terhadap bencana.
anggota outgroup membuat relasi
DAFTAR RUJUKAN
kelompok semakin luas (Ata, Bastian , & Amran. (2016). Peningkatan partisipasi
Lusher, 2009)
masyarakat dalam pengurangan
Pada dimensi interdependency beliefs resiko bencana tanah longor melalui
warga tergambarkan dari bagaimana kelompok kampung siaga bencana.
mereka memandang bahwa mereka Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial, 139-
memiliki kelekatan emosional dan 153.
memiliki keyakinan bahwa nasib mereka
juga terikat pada kelompok tersebut. Ata, A., Bastian , B., & Lusher, D. (2009).
Jackson & Smith (1999) mengatakan Intergroup contact in context: The
bahwa perluasan diri pada kelompok mediating role of social norms and
merupakan sumber dari identitas sosial itu group-based perceptions on the
sendiri. contact-prejudice link. International
Identitas sosial dapat dipertahankan Journal of Intercultural Relations,
berdasarkan motivasi untuk mengurangi 498-506.
ketidakpastian berbagai peristiwa yang BNPB. (2014). Rencana nasional
terjadi dalam lingkungan sosialnya enanggulangan bencana. Jakarta:
(Farida, 2014). Dalam hal ini, warga BNPB.
kampung Warna Warni mengantisipasi
Creswell, J. W. (2014). Research design:
dampak bencana dengan melakukan apa
Qualitative, quantitative, and mixed
yang telah digambarkan oleh identitas
methods approaches. Los Angles:
sosialnya. Bahwa mereka merupakan
SAGE Publication, Inc.
warga yang guyub, saling membantu,
serta memiliki solidaritas tinggi dalam Creswell, J. W. (2014). Research Design:
upaya siaga bencana. Qualitative, Quantitative, and

91
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Mixed Methods Approaches (4th Relawan Penanggulangan Bencana.


ed.). Amerika Serikat: SAGE Jakarta: Mentri Hukum Dan Hak
Publications, Inc. Asasi Manusia Republik Indonesia.
Farida, A. (2014). Reconstructing social (2014). Peraturan Kepala Badan Nasional
identity for sustainable future of Penanggulangan Bencana nomor 17
lumpur lapindo victims. Procedia tahun 2011, tentang Pedoman
Environmental Sciences, 468-476. Relawan Penanggulangan Bencana.
Jakarta: Mentri Hukum Dan Hak
Febriana, Sugiyanto, D., & Abubakar, Y.
Asasi Manusia Republik Indonesia.
(2015). Kesiapsiagaan masyarakat
desa siaga bencana dalam Saja, A. A., Goonetilleke, A., Teo, M., &
menghadapi bencana gempa bumi Ziyath, A. M. (2019). A critical
di kecamatan meuraxa kota banda review of social resilience
aceh. Jurnal Ilmu Kebencanaan, 41- assessment frameworks in disaster
49. management. International Journal
of Disaster Risk Reduction, 1-14.
Hsueh, H.-Y. (2019). The role of
household social capital in post- Sayangbatti, D. P., & Baiquni, M. (2013).
disaster recovery: An empirical Motivasi dan persepsi wisatawan
study in japan. International Journal tentang daya tarik destinasi
Of Disaster Risk Reduction, 2212- terhadap minat kunjungan kembali
4209. di kota wisata batu. Jurnal Nasional
Pariwisata, 126-136.
Jackson, J. W., & Smith, E. R. (1999).
Conceptualizing social identity: A Schwartz, S., & Howard, J. (1982).
new framework and Evidence for Helping and cooperation: a self
the impact of different dimensions. based motivational model. Dalam J.
Society for Personality and Social D. V, & G. J, Cooperation and
Psychology, 120-135. helping behavior: theories and
research (hal. 327-352). New York:
Khusairi, A., Nurhamida, Y., & Masturah,
Academic Press.
A. N. (2017). Sense of community
dan partisipasi warga kampung Suhardjo, D. (2011). Arti penting
wisata jodipan. Jurnal RAP UNP, 1- pendidikan mitigasi bencana dalam
12. mengurangi resiko bencana.
Cakrawala Pendidikan , 174-188.
(2011). Peraturan Kepala Badan Nasional
Penanggulangan Bencana nomor 17
tahun 2011, tentang Pedoman

92
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

KESEHATAN MENTAL REMAJA YANG TINGGAL DI DAERAH


RAWAN GEMPA MEGATHRUST
Niswatul Faizah
Universitas Brawijaya
Ketawanggede, Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur, 65145
niswatulfaizah@student.ub.ac.id
Diah Cahyaningrum
Universitas Brawijaya
Ketawanggede, Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur, 65145
Ika Herani
Universitas Brawijaya
Ketawanggede, Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur, 65145

ABSTRAK
Gempa Megathrust adalah gempa merusak yang disebabkan oleh gerakan lempeng antar
benua yang saling bertabrakan sehingga menimbulkan sebuah gempa dahsyat berkekuatan
sampai 9.0 SR. Menurut penelitian Pusat Studi Gempa Nasional (PUSGEN) di tahun 2017,
ada sekitar 16 titik gempa yang tersebar di seluruh Indonesia. dengan adanya isu gempa
besar Megathruth tersebut maka akan mempengaruhi kondisi kesehatan mental individu
yang tinggal didaerah yang rawan akan bencana tersebut. Artikel ini bertujuan untuk
mengetahui kondisi kesehatan mental remaja yang tinggal di daerah rawan bencana gempa
Megathrust. Dengan adanya isu mengenai gempa besar Megathsruth maka akan
mempengaruhi kesehatan mental remaja yang tinggal didaerah rawan bencana. Perasaan
tidak nyaman atau khawatir terhadapa isu gempa besar Megathrust.
Kata Kunci: gempa megathrust; kesehatan mental remaja; daerah rawan bencana.

ABSTRACT
Megathrust earthquake is a destructive earthquake caused by the movement of plates
between continents that collide with each other to cause a devastating earthquake of up to
9.0 SR. According to a study by the National Center for Earthquake Studies (PUSGEN) in
2017, there were around 16 earthquake points spread throughout Indonesia. the megathrust
earthquake issue will affect the mental health condition of individuals who live in areas
prone to such disasters. This article aims to determine the mental health conditions of
adolescents living in Megathrust earthquake-prone areas. With the issue of the Megathsruth
earthquake, it will affect the mental health of adolescents living in disaster-prone areas.
Feelings of discomfort or worry over the issue of the megathrust earthquake.
Keywords: megathrust earthquake; adolescent mental health; disaster-prone areas.

93
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

PENDAHULUAN macam mulai dari shock/ terguncang,


Daerah rawan bencana alam merupakan ketakutan, kesedihan.
daerah yang memiliki risiko tinggi terhadap Kadang kala, setelah peristiwa tersebut
ancaman terjadinya bencana diakibatkan sebagian individu tidak yakin untuk bisa
kondisi geografis, demografis, maupun hidup secara baik lagi seperti sebelum
geologis. Bencana yang sering terjadi di terkena bencana atau peristiwa traumatis
Indonesia adalah bencana alam akibat (Kinchin, 2007 dalam konseling trauma
masalah topografi wilayah, karena pasca bencana). Individu yang selamat
Indonesia memiliki wilayah yang pada jalur banyak mengalami guncangan stress,
gempa bumi dan gunung berapi Bencana depresi, dan trauma setelah bencana.
alam yang sering terjadi di Indonesia Saat ini banyak isu yang berkembang
disebabkan masalah topografi wilayah. mengenai sebuah gempa maha dahsyat
Indonesia memiliki wilayah yang luas yang yang memiliki kekuatan diatas 5 SR, gempa
terletak pada jalur gempa bumi dan gunung tersebut bernama gempa Megathrust.
berapi. Di Indonesia terdapat 129 gunung Gempa Megathrust adalah gempa merusak
berapi aktif, 70 diantaranya digolongkan yang disebabkan oleh gerakan lempeng
sangat berbahaya. Menurut (Soemantri, antar benua yang saling bertabrakan
2012: 1) dalam (penanganan dampak sosial sehingga menimbulkan sebuah gempa
psikososial korban bencana merapi) dahsyat berkekuatan sampai 9.0 SR.
mengatakan “Indonesia sebagai negara Menurut penelitian Pusat Studi Gempa
kepulauan berada pada posisi geografis, Nasional (PUSGEN) di tahun 2017, ada
geologis, hidrologis, dan demografis yang sekitar 16 titik gempa yang tersebar di
rawan bencana” Posisi Indonesia yang seluruh Indonesia. diantaranya Aceh-
terletak pada jalur gempa bumi dan gunung Andaman, Nias-Simeulue, Kepulauan
berapi menyebabkan Indonesia menjadi Batu, Mentawai- Siberut, Mentawai-
daerah yang rawan terhadap berbagai Siberuut, Mentawai-Pagai, Enggano, Selat
bencana alam yang dapat mengancam SUnda Banten, Selatan Jawa Barat, Selatan
keselamatan masyarakat sekitar. Oleh Jawa Tengah-Jawa Timur, Selatan Bali,
karena peristiwa bencana alam merupakan Selatan NTB, Selatan NTT, Laut Banda
kejadian yang sulit untuk dihindari dan Utara, Utara Sulawesi, dan Subduksi
diperkirakan secara tepat, sehingga dampak Lempeng Laut Filipina. Gempa Megathrust
yang dihasilkan dari bencana juga meliputi yang besar dapat menimbulkan koban jiwa
banyak hal. maupun harta benda bila sampai terjadi di
Dampak yang ditimbulkan dari bencana Indonesia. data terakhir menyebutkan
bisa berupa korban jiwa, harta benda, bahwa gempa megathrust terakhir terjadi di
infrastruktur, lingkungan sosial dan tekanan Pangandaran berkekuatan 7.8 SR.
psikologis pada korban bencana. Bencana Gempa Megathrust tentunya akan
menciptakan tekanan psikologis pada diri mempengaruhi kondisi kesehatan mental
individu mulai dari trauma yang tiap individu terutama terhadap remaja atau
diakibatkan dari hilangnya sanak keluarga, adolescence. Istilah adolescence, seperti
rusaknya tempat tinggal, hilangnya mata yang dipergunakan saat ini mempunyai arti
pencaharian dan yang lainnya. Reaksi yang yang luas mencakup kematangan mental,
ditimbulkan terhadap bencana bermacam emosional, spasial dan fisik. Menurut
Monks (1999), remaja adalah individu yang

94
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

berusia antara 12-21 tahun yang sudah perubahan kehidupan yang mendadak,
mengalami peralihan dari masa anak-anak perasaan terkejut tersebut dapat terjadi pada
ke masa dewasa, dengan pembagian 12-15 siapa saja termasuk pada remaja.
tahun adalah masa remaja awal, 15-18 Banyak dari penelitian yang membahas
tahun adalah masa remaja penengahan, dan tentang kebencanaan dan hubungannya
18–21 tahun adalah masa remaja akhir. dengan kesehatan mental di Indonesia,
Masa remaja adalah merupakan periode namun pembahasan antara remaja dengan
yang penting, periode peralihan, periode kebencanaan masih sangat minim. Padahal
perubahan, usia yang bermasalah, mencari remaja merupakan masa storm and stress
identitas, usia yang menimbulkan (Hurlock, 1981) dan sangat rentan terhadap
ketakutan, masa yang tidak realistik, paparan stress.
ambang masa kedewasaan dan rawan akan Artikel ini bertujuan untuk mengetahui
masalah-masalah mengenai kesehatan kondisi kesehatan mental remaja yang
mental. tinggal di daerah rawan bencana gempa
Menurut Maslow dan Mitelmann Megathrust.
(Dalam Kartini dan Kartono, 2009)
HASIL DAN PEMBAHASAN
individu dengan mental yang sehat Hasil deteksi dini gejala kecemasan
memiliki kriteria diantaranya: memiliki pada anak korban gempa di wilayah
perasaan aman, memiliki penilaian diri dan Lombok menunjukkan bahwa sebanyak
wawasan rasional. memiliki spontanitas 85,11% anak-anak mengalami kecemasan
dan emosionalitas yang tepat, mempunyai dalam batas normal, sedangkan 14,89%
kontak dengan realitas secara efisien, anak termasuk dalam kategori kecemasan
memiliki dorongan-dorongan dan nafsu- klinis. Meskipun banyak korban bencana
nafsu jasmaniah yang sehat, serta memiliki pada usia kelompok anak-anak
kemampuan untuk memenuhi dan memperlihatkan beberapa jenis reaksi
memuaskanya, mempunyai pengetahuan psikologis paska bencana, penelitian klinis
diri yang cukup, mempunyai tujuan hidup menunjukkan bahwa gejala-gejala tersebut
yang adekuat, memiliki kemampuan untuk tergantung juga pada usia.
belajar dari pengalaman hidupnya, ada Penelitian sebelumnya menunjukan
kesanggupan untuk memuaskan tuntutan- bahwa usia adalah faktor kunci pemahaman
tuntutan dan kebutuhan-kebutuhan dari terhadap bencana. Usia sebagai indeks
kelompoknya, ada sikap emansipasi yang keterampilan perkembangan dalam
sehat terhadap kelompoknya dan terhadap merefleksikan kemampuan memahami apa
kebudayaan, ada integrasi dalam sebenarnya bencana atau kejadian yang
kepribadiaannya. dapat menyebabkan trauma. Penelitian
Kesehatan mental seseorang dapat terkait bencana pada kelompok usia anak
terganggu diakibatkan oleh banyak macam sekolah secara empiris menyatakan bahwa
stressor. Salah satu stressor yang anak usia sekolah menunjukkan distres
berdampak pada kesehatan mental psikologis yang lebih menyeluruh
seseorang ialah bencana, karena bencana (Purnamasari, 2016). Hasil tersebut
dapat merenggut harta benda maupun jiwa
dibuktikan dari dampak psikologis pada
dari seseorang maupun keluarga anak akibat bencana gempa bumi di
terdekatnya. bencana dapat memberikan wilayah Lombok, yang menunjukkan
perasaan terkejut atau shock karena

95
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

adanya masalah psikologis berupa ansietas menyenangkan, orientasi lebih terhadap


klinis dan perubahan perilaku. Adapun teman sebaya dan berusaha membuat hidup
masalahmasalah yang ditemukan pada semenyenangkan mungkin dengan
responden setelah bencana alam gempa mencoba hal-hal baru.
bumi di Lombok diantaranya yaitu pertama
PENUTUP
terjadinya perubahan sikap seperti anak
menjadi lebih sensitive, mudah menangis, SIMPULAN
mudah marah, apabila mendengar sesuatu Remaja merupakan fase peralihan dan
yang bergemuruh langsung panik dan anak-anak menuju dewasa, dimana akan
menangis, sering khawatir masuk rumah, terjadinya fase strome and stress. Dengan
adanya gangguan pola tidur, hingga adanya isu mengenai gempa besar
anakanak lebih banyak diam dan menarik Megathsruth maka akan mempengaruhi
diri dengan ketergantungan yang tinggi kesehatan mental remaja yang tinggal
terhadap orang tua. didaerah rawan bencana. Perasaan tidak
Dari dampak benacana gempa yang nyaman atau khawatir terhadapa isu gempa
dipaparkan diatas telah dijelaskan bahwa besar Megathrust.
bencana mempengaruhi terhdapa kondisi Ddiharpakan artikel ini dapat dilanjutkan
kesehatan mental individu. Saat ini di menjadi sebuah penelitihan untuk
Indonesia terdapat isu tentang bencana perkembangan ilmu pengetahuan.
gempa yang sangat besar yaitu gempa fenomena saat ini remaja cenderung lebih
Megathrust. Gempa megathrust dapat di abaikan mengenai kasus kesehatan
mengakibatkan kerusakan fisik dan mental amau kesehatan fisik dalam hal
psikolgis inddividu. Setiap individu kebencanaan. diharapkan dengan tulisan ini
memiliki potensi yang sama mengenai peneliti-peneliti lain tidak memandang
konidisi kesehatan mentalnya namun, aka sebelah mata terhadap kasus remaja dan
nada perbedaan pada segi usia. Menurut bencana.
penulis usia remaja sangat rawan akan DAFTAR RUJUKAN
masalah kesehatan mental karena pada Aji, I. R. (2008). Intervensi Komunitas dan
masa remaja ini adalah masa peralihan dan Pengembangan Masyarakat: Sebagai
masa paling labil. Dengan adanya isu Upaya pemberdayaan Mayarakat.
gempa Megathrust ini akan menimbulkan Depok: Rajawali Press.
beberapa opsi kondisi kesehatan mental
Amalia, d. (2014). Pengaruh Model
remaja.
Pembelajaran TAI dan STAD
Pertama remaja akan merasa khawatir
Terhadap Prestasi dengan
dan tertekan dengan adanya isu megathrust
Memperhatikan Kemampuan Awal
ini apalagi secara geografis daerah yang
dan Kemampuan matematik. Jurnal
ditinggali remaja merupakan daerah rawan
Inkuiri, 86-96.
bencana. Mengingat dampak dari bencana
itu sangat merugikan dan bisa Astuti, Y. D. (2005). Kematian Akibat
menyebabkan trauma. Bencana dan Pengaruhnya Pada
Kedua remaja akan merasa biasa saja Kondisi Psikologis Survivor :
dan mengaggap isu Gempa Megathrust Tinjauan Tentang Arti Penting Death
sebagai angin lalu. Pada masa remaja Education. Humanitas : Indonesian
merupakan masa yang paling Psychological Journal, 41-53.

96
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Badan Penelitian dan Pengembangan Jurnal of Holistic Nursing And


Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Health Science.
(2013). Riset Kesehatan Dasar 2013. Fatmayanti, A. (2015). Pengembangan
Kementrian Kesehatan Republik Media Blog Sebagai Sarana
Indonesia, Badan Penelitian dan Informasi Untuk Meningkatkan
Pengembangan Kesehatan. Jakarta: Kemampuan Perencanaan Karir di
Kementrian Kesehatan Republik SAN 1
Indonesia.
Bulukumba. Jurnal Psikologi Pendidikan
Batubara, J. R. (2010). Adolescent dan Konseling, 163-169.
Development (Perkembangan
Remaja). Sari Pediatri , 21-29. Hurlock, E. (1999). Psikologi
Perkembangan: Suatu Pendekatan
Brewin, C., Andrews, B., & Valentine, J. Sepanjang Rentang Kehidupan. Alih
(2000). Meta-analysis of risk factors Bahasa: Istiwidayati & Soedjarwo.
for posttraumatic stress disorder in Jakarta: Erlangga.
trauma-exosed adult. Journal of
Consultation Clinical Psychology. Ifdil, & Taufik. (2012). Urgensi
Peningkatan dan Pengembangan
Choresyo, B., Nulhaqim, S. A., & Wibowo, Siswa di Sumatera Barat.
H. (2014). Kesadaran Masyarakat PEDAGOGI Jurnal Ilmiah Ilmu
Terhadap Penyakit Mental. Prosding Pendidikan, 115-121.
KS: Riset & PKM, 2, 301-444.
Kartono, K. (2009). Patologi Sosial.
Contoh Kasus hukum Perdata tentang Depok: Rajawali Press.
Perceraian ( Kekerasan Dalam rumah
Tangga). (2011, Februari 20). Contoh Kemetrian Pekerjaan Umum dan
Kasus Hukum Perdata di Indonesia Perumahan. (2017). Peta Sumber dan
dan internasional. Bahaya Gempa Indonesia Tahun
2017. Jakarta: Kementrian Pekerjaan
Dewa Gede Hendra Divayana, P. W.
Umum dan Perumahan Rakyat
(2016). Pengembangan Media
Pembelajaran Berbasis Web Untuk Kinchin, D. (2007). A Guide to
Matakuliah Kurikulum dan Psychological Debriefing: Managing
Pengajaran. Jurnal Nasional Emotional Decompression and
Pendidikan Teknik Informatika Posttraumatic Stress Disorder.
(JANAPATI), 149-157. London: Jessica Kingsley Publisher

Dewanto, I. (2006). Web Desain Metode Mahardika, D., & Larasati, E. (2018).
APlikasi dan Implementasi . Manajemen Bencana oleh Badan
Yogyakarta: Graha Ilmu. Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) Dalam Menanggulangi
Dwidiyanti, M., Hadi, I., Wiguna, R. I., & Bencana di Kota Semarang.
Wahyu Ningsih, H. E. (2018).
Gambaran Risiko Gangguan Jiwa Malau, J. (2018). Pentingnya Pemulihan
pada Korban Bencana Alam Gempa Trauma pada Anak Pasca Bencana.
di Lombok Nusa Tenggara Barat. Kompasiana.com

97
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Monks, F. (1999). Psikologi Dukungan Sosial dan Depresi pada


Perkembangan: Pengantar Dalam Remaja Penyitas bencana di
Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Yogyakarta. Humanitas (Jurnal
Gajah Mada University Press. Psikologi Indonesia), 2, 105-122.
Najati, M. U. (2000). Psikologi dalam Rusmiyati, C., & Hikmawati, E. (2012).
Tinjauan Hadist Nabi. Kairo: Darusy Penanganan Dampak Sosial
Syuruq. Psikologis Korban Bencana Merapi
(Social Impact of Psychological
Nasution, I. K. (2007). Stress pada Remaja.
Treatment Merapi Disaster Victims).
USU Repository.
Informasi, 97-110.
Nirwana, H. (2012). Konseling Trauma
Siti Nurmawan Sinaga, S. M. (2015). Peran
Pasca Bencana. Ta'dib, 123-162.
Petugas Kesehatan dalam
Nurfathiyah, K. (2013). Berbagai Faktor Manajemen Penanganan Bencana
Penentu Penyesuaian Psikologis Alam. Jurnal Ilmiah "INTEGRITAS".
Positif Penyintas Bencana Pasca
Sunarti, E., Islamia, I., Rochimah, N., &
Bencana. Paradigma , 25-42.
Ulfa, M. (2017). Pengaruh Faktor
Purnamasari, I. (2016). Perbedaan Reaksi Ekologi Terhadap Resiliensi Remaja.
Anak dan Remaja Pasca Bencana. Jurnal Ilm. Kel. Kons., 108-119.
Jurnal PPKM 1, 49-55.
Tapscott, D. (2009). Grown up Digital:
Putri, A. W., Wibawa, B., & Gutama, A. S. How the Net Generation Is Changing
(2014). Kesehatan Mental the World. New York: McGraw Hill.
Masyarakat Indonesia (Pengetahuan
Toha, M. (2007). Berkawan dengan
dan Keterbukaan Masyarakat
Ancaman: Strategi dan Adaptasi
terhadap Gangguan Kesehatan
Mengurangi resiko Bencana. Jakarta:
Mental). Prosiding KS: Riset & PKM,
Wahana LIngkungan Hidup
2, 147-300.
(WALHI).
Rachmayani, D., & Kurniawati, Y. (2017).
Trihono, & Mboi, N. (2013). Riset
Studi Awal : Gambaran Literasi
Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan
Kesehatan Mental Pada Remaja
Penelitian dan Pengembangan
Pengguna Teknologi. 91-100.
Kesehatan Kemetrian Kesehatan RI.
Reza, I. F. (2015). Efektivitas Pelaksanaan
Zwiebach, L., Rhodes, J., & Roemer, L.
Ibadah Dalam Upaya Mencapai
(2010). Resource Loss, Resource
Kesehatan Mental. Jurnal Psikologi
Gain, and Mental Health Among
Islami, 105-115.
Survivors of Hurricane Katrina.
Retnowati, S., & Munawarah, S. (2012, 4 Journal of Traumatic Stress, 751-
18). Hardiness, Harga Diri, 758.

98
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

GENDER DAN KECEMASAN PENDUDUK DI DAERAH RAWAN


BANJIR DI KOTA MALANG

Masita Utami
Universitas Negeri Malang
Sumbersari, Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur, 65145
masitautamii@gmail.com
Farah Aliyah Syahidah
Universitas Negeri Malang
Sumbersari, Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur, 65145
farahaliyahsyahidahhii@yahoo.com
Anita Hariyanti
Universitas Negeri Malang
Sumbersari, Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur, 65145
hariyanti_anita@yahoo.co.id
Mochammad Sa’id
Universitas Negeri Malang
Sumbersari, Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur, 65145
Mochammad.said.fppsi@um.ac.id

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat kecemasan penduduk yang
tinggal di daerah rawan banjir di Kota Malang berdasarkan gender. Hipotesis penelitian ini
adalah ada perbedaan yang signifikan dalam kecemasan antara penduduk laki-laki dan
perempuan yang tinggal di daerah rawan banjir di Kota Malang. Populasi dalam penelitian ini
adalah penduduk yang tinggal di Jalan Sigura-gura dan Jalan Candi, Kecamatan Lowokwaru,
Kota Malang. Sedangkan sampel penelitian berjumlah 30 orang dengan menggunakan teknik
accidental sampling. Penelitian ini menggunakan instrumen HARS-A (Hamilton Rating Scale
for Anxiety) yang berjumlah 14 aitem. Data penelitian kemudian dianalisis menggunakan
teknik analisis one-way anova. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang
signifikan dalam hal kecemasan antara penduduk laki-laki dan perempuan yang tinggal di
daerah rawan banjir di Kota Malang.
Kata kunci: kecemasan; bencana; gender; daerah rawan banjir

ABSTRACT
This study aimed to determine differences in the level of anxiety of residents living in flood-
prone areas in Malang by gender. This study hypothesized that there isa significant
difference in anxiety levelbetween male and female residents living in flood-prones areas
in Malang. The population in this study were residents who lived on Sigura-gura street
and Candi road, Lowokwaru District, Malang City. While the research sample were 30
respondents using accidental sampling techniques. This study used the HARS-A (Hamilton
Rating Scale for Anxiety) instrument, consisting of 14 items. The research data was then

99
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

analysed using quantitative One-Way ANOVA. The results showed that there is not
significant difference in anxiety level between male and female residents living in flood-
prones areas in Malang.
Keywords:anxiety; disaster; gender; flood-prone area

PENDAHULUAN lamanya hujan berlangsung) dan


Secara geologis, Indonesia bagian barat karakteristik daerah aliran sungai
dilalui oleh deretan Pegunungan Muda (kemiringan lahan/kelerengan, ketinggian
Mediterania, merupakan bagian dari lahan, tekstur tanah, dan penggunaan lahan)
rangkaian dari Pegunungan Himalaya (Suherlan, 2001).
dengan sifat batuan basa.Sedangkan daerah Titik-titik lokasi banjir di Kota Malang
Indonesia bagian tengah dan timur rata-rata berada di Kecamatan Lowokwaru
merupakan deretan Pegunungan Sirkum dan Kedungkandang (Jatimnow.com,
Pasifik dengan sifat asam batuannya (Asian 2018). Di antaranya ialah Jalan Gajayana
Disaster Reduction Center, disekitar Sardo Swalayan, Jalan Borobudur
2006).Karakteristik geografis dan geologis depan Pasar Blimbing, Jalan Soekarno-
tersebut menandai bahwa Indonesia Hatta, dan Jalan Candi (Jawa Pos, 2018).
merupakan negara rawan bencana alam. Masalah kesehatan dan psikologis bisa
Kerawanan bencana alam di Indonesia disebabkan karena kondisi lingkungan yang
dibuktikan dengan banyaknya peristiwa kurang baik. Masalah kesehatan sendiri
bencana alam. Di Kota Malang sendiri, dari juga dapat menyebabkan masalah
data Badan Penanggulangan Bencana psikologis yang kemudian berkaitan juga
Daerah (BPBD) Kota Malang, pada tahun dengan masalah lingkungan. Pada para
2015 ada 100 kejadian bencana, di tahun penduduk yang tinggal di daerah rawan
2016 ada 108 kejadian, dan di tahun 2017 banjir, masalah yang berkaitan dengan
ada 192 kejadian (Surya Malang, 2018). banjir akan terus muncul, baik masalah
Salah satu jenis bencana yang terjadi di kesehatan, masalah lingkungan, ataupun
Kota Malang adalah bencana banjir. Pasca masalah psikologis (Edesia, 2008).
banjir yang melanda Kota Malang, BPBD Bencana alam merupakan salah satu faktor
Kota Malang mencatat sejumlah kerusakan pemicu timbulnya kecemasan, karena
dan wilayah terdampak. Berdasarkan data manusia tidak bisa memprediksikan kapan
BPBD Kota Malang, terdapat sekitar 26 bencana alam akan muncul. Bencana ialah
titik rawan banjir di Kota Malang (Jawa peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
Pos, 2018). Daerah rawan banjir adalah mengancam dan mengganggu kehidupan
daerah yang mudah atau mempunyai dan penghidupan masyarakat, sehingga
kecenderungan terjadinya banjir. mengakibatkan timbulnya korban jiwa
Kerawanan banjir adalah keadaan yang manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
menggambarkan mudah atau tidaknya harta benda, dan dampak psikologis
suatu daerah terkena banjir dengan (BNPB, 2007). Menurut penelitian yang
didasarkan pada faktor-faktor alam yang dilakukan oleh Sipon dkk. (2014), banjir
mempengaruhi banjir, antara lain faktor dapat menyebabkan stres level tinggi dan
meteorologi (intensitas curah hujan, masalah psikologis lainnya. Namun efek
distribusi curah hujan, frekuensi dan tersebut berbeda dari satu individu ke

100
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

individu lain berdasarkan umur, gender, dapat belajar dengan baik, motivasi
dan tempat mereka tinggal. Norris dkk. meningkat, dan tingkah laku sesuai situasi.
(2002) menyatakan bahwa pengalaman Kedua adalah kecemasan sedang
individu yang menjadi korban banjir dapat (moderate anxiety). Pada level ini
memengaruhi well-being individu tersebut; seseorang hanya fokus pada urusan yang
mereka cenderung akan memiliki well- akan dilakukan dengan segera, termasuk
being yang negatif. Sinha & Verma (1992) mempersempit pandangan, sehingga apa
menyatakan bahwa well-being memiliki yang dilihat, didengar, dan dirasakan
banyak aspek seperti rasa percaya diri, menjadi lebih sedikit atau sempit.
kecemasan, kontrol diri, dan kesepian. Manifestasi pada level ini adalah kelelahan
Kecemasan menjadi salah satu dampak meningkat, denyut jantung dan pernafasan
dari adanya banjir. Stuart dan Laraia (2005) meningkat, ketegangan otot meningkat,
menyatakan bahwa kecemasan adalah berbicara cepat dan bervolume tinggi,
perasaan yang tidak menyenangkan, tidak kemampuan konsentrasi menurun, mudah
enak, khawatir dan gelisah. Perasaan tersinggung, tidak sabar, mudah lupa,
tersebut dapat berasal dari berbagai sumber, marah, dan menangis. Ketiga adalah
baik internal maupun eksternal. Sumber kecemasan berat (severe anxiety). Pada
eksternal antara lain terpapar infeksi virus level ini seseorang akan fokus pada sumber
dan bakteri, polusi, gangguan keamanan, kecemasan yang diarasakan dan tidak
masalah tempat tinggal, dan sebagainya. berpikir lagi tentang hal lain. Semua
Sedangkan, sumber internal dapat berupa perilaku yang muncul bertujuan untuk
gangguan fisiologis seperti jantung, system mengurangi kecemasan. Manifestasi pada
imunitas, temperatur dan perubahan level ini adalah mengeluh pusing, sakit
fisiologis lainnya. Kecemasan merupakan kepala, mual, insomnia, sering kencing,
respon terhadap suatu hal yang telah terjadi diare, palpitasi, berfokus pada dirinya
di waktu lampau ataupun yang akan terjadi sendiri, munculnya keinginan tinggi untuk
di masa yang akan datang. Semakin besar menghilangkan kecemasan, perasaan tidak
ancaman yang dirasakan, maka kecemasan berdaya, bingung, dan disorientasi. Yang
yang dirasakan pun semakin besar. terakhir adalah panik. Hal ini ditandai
dengan perasaan ketakutan dan teror luar
Klasifikasi Tingkat Kecemasan
biasa karena mengalami kehilangan kendali
Menurut Stuart dan Laraia (2005),
terhadap dirinya, sehingga tidak mampu
terdapat empat level tingkat kecemasan,
melakukan sesuatu walaupun diberikan
yaitu kecemasan ringan, kecemasan
pengarahan. Manifestasi pada level ini
sedang, berat, dan panik. Kecemasan ringan
adalah susah bernafas, dilatasi pupil,
(mild anxiety) adalah kecemasan yang
palpitasi, pucat, diaphoresis, pembicaraan
terjadi karena kejadian atau masalah sehari-
inkoheren, tidak dapat merespon perintah
hari selama hidup seseorang. Level ini
yang sederhana, berteriak, menjerit, serta
mengakibatkan seseorang merasa waspada
mengalami halusinasi dan delusi.
dan pandangan perseptual orang tersebut
Respon terhadap kecemasan berbeda-
meningkat, sehingga membuat seseorang
beda pada setiap individu. Respon tersebut
lebih peka dalam melihat, mendengar, dan
dapat bersifat adaptif, yaitu kecemasan
merasakan. Manifestasi (tanda dan gejala)
menjadi motivasi kuat untuk
pada level ini adalah kelelahan, iritabel,
menyelesaikan suatu masalah secara

101
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

produktif dan berprestasi. Selain itu, respon serta merawat dan menjaga anak-anak
kecemasan juga ada yang bersifat dalam keadaan bencana, bahkan ketika
maladaptif. Hal itu terjadi ketika mereka menangis meminta makanan ketika
kecemasan tidak membantu menyelesaikan tak ada makanan, merupakan situasi yang
permasalahan yang ada, namun malah sangat memicu stres dan emosional
memperburuk keadaan dan membuat perempuan. Penelitian Pooja &
seseorang terpuruk (Stuart & Laraia 2005). Nagalakshami (2018) juga mengungkapkan
bahwa perempuan memiliki rata-rata yang
Perbedaan Kecemasan Ditinjau dari
lebih tinggi dalam kecemasan, stress, dan
Gender
depresi daripada laki-laki.
Salah satu faktor-faktor yang
Berangkat dari latar belakang di atas,
memengaruhi perbedaan kecemasan antara
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
satu individu dengan individu yang lain
perbedaan tingkat kecemasan pada
adalah gender (Stuart &Laraia, 2005).
penduduk yang tinggal di daerah rawan
Kecemasan dapat dipengaruhi oleh faktor
banjir di Kota Malang berdasarkan gender.
biologis yaitu asam lemak bebas dalam
Hipotesis penelitian ini adalah ada
tubuh. Pria mempunyai produksi asam
perbedaan tingkat kecemasan antara
lemak bebas lebih banyak dibandingkan
penduduk laki-laki dan perempuan yang
wanita sehingga pria berisiko mengalami
tinggal di daerah rawan banjir di Kota
kecemasan yang lebih tinggi daripada
Malang.
wanita.
Hasil-hasil riset sebelumnya METODE
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan Penelitian ini menggunakan desain
antara laki-laki dan perempuan dalam penelitian kuantitatif. Penelitian ini
merespon stresor, sehingga mempengaruhi dilaksanakan di Jalan Sigura-gura dan Jalan
cara mereka menyikapi berbagai situasi, Candi Kecamatan Lowokwaru, Malang.
termasuk dalam bencana. Riset Lamba, Hal tersebut karena Kecamatan
Munayang, dan Kandou (2017) Lowokwaru menjadi salah satu titik rawan
menyimpulkan bahwa laki-laki lebih aktif- banjir di Kota Malang (Jatim Now, 2018).
eksploratif, sedangkan perempuan lebih Populasi dalam penelitian ini adalah
sensitif. Ugwu (dalam Lamba, Munayang, penduduk yang tinggal di Jalan Sigura-gura
& Kandou, 2017) juga menyatakan bahwa dan Jalan Candi, Kecamatan Lowokwaru,
perempuan lebih rentan terhadap Malang. Sedangkan sampel dari penelitian
kecemasan dibandingkan laki-laki di ini berjumlah 30 orang (17 perempuan dan
daerah rawan banjir karena sering 13 laki-laki). Pemilihan sampel
dieksklusikan dalam pencegahan dan menggunakan teknik purposive sampling.
persiapan bencana, termasuk dalam Purposive sampling adalah teknik untuk
program intervensi darurat. Selain itu, menentukan sampel penelitian dengan
perempuan karir juga tetap diharapkan beberapa pertimbangan tertentu (Sugiyono,
untuk menjalankan tugas sebagai istri, ibu 2009). Peneliti menggunakan teknik ini
rumah tangga, dan merawatanak yang agar mendapatkan data yang lebih sesuai
secara kumulatif memberikan stress dengan tujuan penelitian.
psikologis yang semakin berat.
Menjalankan tanggung jawab reproduktif

102
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Penelitian ini menggunakan instrument Kebanyakan responden adalah ibu


berupa Skala HARS-A (Hamilton Anxiety rumahtangga dan wiraswasta.
for Rating Scale) yang digunakan untuk Tabel 1.
mengukur tingkat kecemasan (McDowell, Karakteristik Usia Responden
2006). Skala HARS-A merupakan Karakteristik
instrumen pengukuran kecemasan yang (n) (%)
Responden
didasarkan pada munculnya gejala pada Remaja (12 – 20) 6 20
individu yang mengalami kecemasan. Skala Dewasa Awal (21-30) 15 50
ini terdiri dari 14 aitem yang masing- Dewasa Madya (31- 49) 7 23,33
Lansia(≥50) 2 6,67
masing aitem merupakan gejala kecemasan
dan mengukur dua kecemasan: kecemasan
Peneliti menggunakan 5 klasifikasi
psikis (mental agitasi dan tekanan
tingkat kecemasan HARS (Kautsar, 2015).
psikologis) dan kecemasan somatik
Berdasarkan skor dari 30 responden, rata-
(keluhan fisik yang berkaitan dengan
rata memiliki tingkat kecemasan ringan
kecemasan). Setiap aitem dinilai dengan
(M=15,77; SD=9,47). Tidak ada responden
skala bernilai 0 (tidak merasakan) sampai 4
yang memiliki tingkat “kecemasan berat
(parah) dengan kisaran nilai total 0-56. Jika
sekali” (0%). Mayoritas responden berada
nilai total kurang dari 17, hal itu
pada tingkat “tidak ada kecemasan”
menunjukkan tingkat angka kecemasan
(56,67%), diikuti “kecemasan ringan”
yang ringan, 18-24 menunjukkan tingkat
(16,67%), “kecemasan berat sekali”
kecemasan sedang, dan 25-30
(16,67%), dan “kecemasan sedang” (10%)
menunjukkan tingkat kecemasan yang
(Tabel 2).
parah atau berat. Skala HARS-A yang
digunakan dalam penelitian ini merupakan Tabel 2.
skala yang telah diadaptasi (Kautsar, 2015). Klasifikasi Kecemasan Responden
Data penelitian yang telah dikumpulkan Klasifikasi Jumlah Persentase
kemudian dianalisis menggunakan teknik Tidak ada kecemasan 17 56,67
analisis one-way anova dengan bantuan Kecemasan ringan 5 16,67
perangkat lunak SPSS. Peneliti Kecemasan sedang 3 10,00
menggunakan one-way anova karena ingin Kecemasan berat 5 16,67
menguji perbedaan rerata antara dua Kecemasan berat sekali 0 0,00
kelompok gender, yaitu antara perempuan Total 30 100
dan laki-laki.
HASIL Kecemasan Berdasarkan Gender
Dari segi usia, mayoritas responden Berdasarkan klasifikasi menurut
yang terlibat dalam penelitian ini termasuk gender, terlihat (Tabel 3) bahwa responden
kategori dewasa awal (50%), diikuti perempuan memiliki rata-rata skor 15,00,
dewasa madya (23,33%), remaja (20%), sedangkan responden laki-laki sebesar
dan lansia (6,67%) (Tabel 1). Berdasarkan 16,77.
hasil wawancara singkat yang dilakukan
saat memberikan kuisioner, para responden
pernah menjadi korban terdampak banjir.

103
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Tabel 3. PEMBAHASAN
Rata-Rata Skor Kecemasan Menurut Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Gender berdasarkan klasifikasi gender, responden
Std.
Std. perempuan memiliki rata-rata kecemasan
Gender N Mean Error yang lebih rendah (15,00) dibandingkan
Deviation
Mean
responden laki-laki (16,77). Hasil
Perempuan 17 15.00 9.035 2.191
Skor penelitian ini berbeda dengan hasil-hasil
laki-laki 13 16.77 10.305 2.858
riset sebelumnya menunjukkan bahwa
Sebelum melakukan uji hipotesis, perempuan lebih rentan terhadap bencana
peneliti melakukan uji asumsi homogenitas dibandingkan laki-laki (Lamba, Munayang,
(Levene Test). Hasilnya menunjukkan & Kandou, 2017; Pooja & Nagalakshami,
bahwa koefisien Levene statistic sebesar 2018).
0,402 denganp (0,531) > α 0,05 Namun demikian, berdasarkan hasil
(signifikan). Hal ini menunjukkan bahwa perhitungan one-way anova, dapat
data kecemasan di antara kedua kelompok disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan
gender dalam penelitian ini memenuhi yang signifikan dalam kecemasan antara
asumsi homogenitas. penduduk laki-laki dan perempuan di
Tabel 4. daerah rawan banjir. Hal tersebut sejalan
Hasil Uji Asumsi Homogenitas dengan penelitian yang dilakukan oleh
F df1 df2 Sig. Casey (2011) yang menyatakan bahwa
0,402 1 28 0,531 tidak ada perbedaan yang signifikan antara
laki-laki dan perempuan dalam tingkat
Setelah memenuhi asumsi kecemasan, depresi, dan well-being.
homogenitas, uji hipotesis pun dilakukan. Tidak adanya perbedaan yang
Hasilnya menunjukkan bahwa variabel signifikan antara responden laki-laki dan
gender sebesar memiliki koefisien Fisher perempuan dalam hal kecemasan dalam
sebesar 0,250 dan p 0,621> α 0,05 (tidak penelitian ini sangat mungkin dipengaruhi
signifikan), yang berarti H0 diterima dan H1 oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti
ditolak. Kesimpulannya, tidak ada dalam penelitian ini. Menurut Stuart &
perbedaan yang signifikan dalam hal Laraia (2005), terdapat beberapa faktor
kecemasan antara penduduk laki-laki dan yang memengaruhi kecemasan selain
perempuan di daerah rawan banjir. gender. Pertama, usia dan tingkat
Tabel 5. perkembangan. Semakin tua seseorang
Hasil Uji Hipotesis maka semakin tinggi pula tingkat
Sum of Mean perkembangannya, sehingga semakin
Squares df Square F Sig. banyak pula pengalaman hidup yang telah
Between 23.059 1 23.059 .250 .621 ia lalui. Pengalaman hidup itulah yang
Groups
dapat mengurangi kecemasan seseorang.
Within 2580.308 28 92.154
Groups Kedua, pendidikan. Seseorang yang
Total 2603.367 29 berpendidikan tinggi akan menggunakan
koping yang lebih baik sehingga memiliki
tingkat kecemasan yang lebih rendah
daripada orang yang berpendidikan rendah.
Ketiga, sistem pendukung. Sistem ini

104
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

merupakan kesatuan antara individu, Jatim Now. (2018, 11 Desember). Banjir di


keluarga, lingkungan, dan masyarakat Kota Malang, Ini Daftar Kerusakan
sekitar yang memberikan pengaruh pada dan Wilayah Terdampak. (Online).
individu dalam melakukan sesuatu, Diakses dari
sehingga memengaruhi mekanisme koping https://jatimnow.com/baca-9962-
individu sehingga mampu memberi banjir-di-kota-malang-ini-daftar-
gambaran kecemasan yang berbeda. kerusakan-dan-wilayah-terdampak
Jawa Pos. (2018, 4 Desember). Jalan
PENUTUP
Borobudur Langganan Banjir,
Kesimpulan Warga: Dinas Baru Datang Kalau
Berdasarkan hasil penelitian dapat Macet. (Online). Diakses dari
disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan https://www.jawapos.com/jpg-
tingkat kecemasan pada penduduk yang today/04/12/2018/jalan-borobudur-
tinggal di daerah rawan banjir di kota langganan-banjir-warga-dinas-baru-
Malang ditinjau dari gender. datang-kalau-macet/
Saran Kautsar, F. (2015). Uji Validtas dan
Dalam penelitian ini, jumlah Reliabilitas Hamilton Anxiety Rating
respondennya terbilang masih sedikit. Oleh Scale Terhadap Kecemasan dan
karena itu, untuk penelitian selanjutnya, Produktivitas Pekerja Visual
perlu menambah jumlah respon den Inspection PT Widatra Bhakti.
penelitian untuk menghasilkan kesimpulan Prosiding Seminar Nasional
yang lebih konklusif. Selain itu, perlu juga Teknologi 2015 Institut Teknologi
memperluas wilayah penelitian sehingga Negeri Malang, 588-592. Diakses
dapat mengetahui bagaimana tingkat dari
kecemasan penduduk yang tinggal di http://ejournal.itn.ac.id/index.php/se
berbagai daerah rawan banjir. natek/article/view/1248/856
Lamba, C.T, Munayang, H., & Kandou,
DAFTAR RUJUKAN
L.F.J. (2017). Gambaran tingkat
Asian Disaster Reduction Center. (2006),
kecemasan pada warga yang tinggal
Glossary on Natural Disasters 2006.
di daerah rawan banjir khususnya
(Online). Diakses dari
warga di Kelurahan Tikala Ares Kota
www.adrc.or.jp
Manado. E-Clinic (eCl), 5, 61 -65.
BNPB. (2007). Definisi dan Jenis Bencana.
McDowell, I. (2006). Measuring Health: A
(Online). Diakses dari
Guide to Rating Scale
https://bnpb.go.id/home/definisi
Questionnaires. 3th ed. England:
Casey, L. (2011). Stress and wellbeing in
Oxford University Press.
Australia in 2011: A state of the
Norris, F.H., Matthew, J.F., Patricia, J.W.,
nationsurvey. The Australian
Christopher, M.B., Eolia, D., &
Psychological Society, 1, 1-9.
Krzysztof, K. (2002). 60.000 disaster
Edesia, S. (2008). Hubungan Antara
victims speak: Part I: An empirical
Kualitas Hidup Warga DKI Jakarta
review of the empirical literature,
yang Tinggal Di Daerah Rawan
1981-2001. Psychiatry, 65, 207-239.
Banjir. [Skripsi]. Jakarta: Fakultas
Sinha, J.N.P. & Verma, J. (1992). Social
Psikologi Universitas Indonesia.
support as a moderator of the

105
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

relationship between alcoholism and Fakultas MIPA Institut Pertanian


psychological well-being. Social and Bogor.
Applied Issue.Social and Behavioral Surya Malang. (2018, 11 Desember). Ini
Science, 29, 663 – 669. Kondisi Sungai Pemicu Banjir Kota
Sipon, S., Nasrah, S.K., Nik Nazli, N.N.N., Malang Usai Dibersihkan, Walikota
Abdullah, S., & Othman, K. (2014). Malang Tunjukkan Hasilnya.
Stress and religious coping among (Online). Diakses dari
flood victims. Procedia – Social and https://suryamalang.tribunnews.com/
Behavioral Sciences, 140, 605-608. 2018/12/11/ini-kondisi-sungai-
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014 pemicu-banjir-kota-malang-usai-
.04.478 dibersihkan-wali-kota-malang-
Stuart, G.W. & Laraia, M.T. (2005). tunjukkan-hasilnya
Principles and Practice of Pooja, V.K. & Nagalakshami, K. (2018).
Psychiatric Nursing. 8th edition. St. Stress, anxiety, and depression
Louis: Mosby Book Inc. among flood affected people in
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kerala. International Journal of
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Education and Psychological
Bandung: Alfabeta. Research (IJEPR), 7(4), 78-80.
Suherlan, E. (2001). Zonasi Tingkat Diakses dari
Kerentanan Banjir Kabupaten http://ijepr.org/doc/V7_Is4_Dec18/ij
Bandung Menggunakan Sistem 15.pdf
Informasi Geografis. [Skripsi].

106
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

MINDFULNESS SEBAGAI MANAGEMEN NYERI


Nur Aziz Afandi
Prodi Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya
Universitas Trunojoyo Madura
mas_jiz@yahoo.co.id

ABSTRAK
Rasa nyeri dirasakan oleh seseorang dapat disebabkan oleh berbagai macam diantaranya luka
karena menjadi korban bencana atau kecelakaan yang tidak segera mendapatkan penanganan,
sakit yang dideritanya atau permasalahan psikologis seperti stress akut yang dialaminya. Nyeri
yang dialami oleh seseorang dapat menjadi sangat mengganggu bahkan menjadikan seseorang
untuk melakukan hal yang membahayakan dirinya seperti bunuh diri. Agar hal tersebut tidak
terjadi maka diperlukan cara untuk mengatasi atau memanage rasa nyeri yang dialaminya.
Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana mindfulness dapat menjadi alternative
managemen nyeri. Berdasarkan kajian terhadap referensi yang ada, maka didapat bahwa
mindfulness dapat menjadi salah satu alternative dalam managemen rasa nyeri. Mindfulness
dapat menjadi alterative managemen nyeri karena dengan mempraktekkannya seseorang akan
dapat mencapai gelombang otak alpha yang mempengaruhi kerja thalamus dan hypothalamus
yang secara bersama sama dapat mempengaruhi menurunnya atau menghilangkan sensasi nyeri
seseorang. Gelombang otak alpha juga meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah,
memicu pelepasan glukosa dari tempat penyimpanan energi, meningkatkan aliran darah ke otot
rangka yang berguna bagi seseorang yang depresi karena menyerah terhadap rasa nyeri yang
selalu muncul dan tidak dapat diatasi.
Kata kunci: managemen nyeri; mindfulness; gelombang otak alpha.

ABSTRACT
Pain is felt by someone caused by various kinds including injuries due to being a victim of a
disaster, an accident that does not immediately get treatment, the disease he suffered or
psychological problems such as acute stress he experienced. Pain experienced by someone can
be very annoying and even make someone to do things that endanger him like suicide. So that
this does not happen to someone, then we need a way to manage the pain experienced. This
paper aims to explain how mindfulness can be an alternative pain management. Based on the
study of existing references, it is found that mindfulness can be an alternative in pain
management. Mindfulness that is done by being aware of and accepting what is happening
without an assessment or analytical thinking can be an alternative pain management because
by practicing a person will be able to reach alpha brain waves that affect the work of the
thalamus and hypothalamus which together can affect the decline or eliminate sensation
someone's pain. Alpha brain waves also increase heart rate and blood pressure, trigger the
release of glucose from energy storage, increase blood flow to skeletal muscle which is useful
for someone who is depressed because of giving in to pain that always appears and cannot be
overcome.
Keywords: pain management; mindfulness; alpha brain waves.

107
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

PENDAHULUAN membahayakan diri yaitu bunuh diri.


Bencana alam yang terjadi selama ini, Penanganan biasa yang sering dilakukan
telah banyak menimbulkan banyak korban untuk mengatasi nyeri adalah dengan
baik berupa korban materi, korban jiwa dan mengkonsumsi obat antiinflamasi (Obat
korban luka ringan maupun berat. Korban anti-inflamasi non-steroid (OAINS)) yang
yang mengalami luka ringan atau berat mudah dicari di apotik atau warung warung
akan mengalami masalah jika tidak segera terdekat tanpa resep dari dokter. Menurut
mendapatkan penangan medis karena Feenstra dkk (dalam Zahra & Carolia,
keterbatasan obat dan atau alat medis. 2017) bahwa jenis OAINS dapat
Sebagaimana yang terjadi pada sejumlah mengganggu homeostasis sistem
korban bencana gempa dan sunami Palu kardiovaskular sehingga pasien yang
dan Donggala yang berada di Rumah Sakit memiliki penyakit kardiovaskular akan
Umum Budi Agung pada tanggal 29 rentan terhadap efek samping dari
September 2018 karena kekurangan tabung penggunaan OAINS ini.
oksigen, infus serta tenaga dokter dan Begitu juga sebagaimana yang
perawat para korban bencana luka berat dijelaskan oleh Tjay TH dan Rahardja K
merintih kesakitan (Aliansyah, 2018) (dalam (dalam Sholeha, dkk 2018) bahwa
Tingginya angka bunuh diri pada perlunya analisis lanjut terhadap
penderita kanker perlu diwaspadai. penggunaan penggunaan AINS nonselektif
Ternyata para lansia cenderung melakukan karena memiliki risiko perdarahan gastro
bunuh diri karena tidak mampu menahan intestinal, hipertensi dan gagal jantung bila
rasa sakit yang kronis akibat kanker, radang digunakan dalam waktu lama dengan dosis
sendi, ataupun penyakit lainnya (Maharani, maksimal. Dixit (dalam Sholeha dkk, 2017)
2018). Begitu juga sebagaimana yang meyarankan bagi dokter harus
dilaporkan di Jawa Pos (2019) bahwa mendiskusikan risiko pemberian
banyak penderita kaker merasa putus asa Antiinflamation Nonsteroid Over The
hingga depresi akibat dari rasa sakit (nyeri) Counter (AINS OTC) kepada anak-anak
yang begitu hebat yang pada akhirnya karena dapat menimbulkan kerusakan pada
membuat mereka merasa lebih baik cepat ginjal.
untuk mengakhiri hidup atau bunuh diri. Berdasarkan pemaparan di atas maka
Hal itu juga disampaikan Gunnes, alasan menjadi jelas bahwa penggunaan obat
risiko bunuh diri ini tidak dapat dipastikan. antiinflami tertentu dengan cara tertentu
Seringkali, pasien merasa putus asa tidak untuk mengurangi rasa sakit dapat
tahu ke mana harus meminta bantuan, atau memberikan efek samping yang berbahaya
mereka mungkin tidak menemukan bagi kesehatan. Akan tetapi obat tersebut
penanganan yang tepat. sering kali dijadikan sebagai solusi bagi
Nyeri juga biasa dialami orang masyarakat dalam mengatasi nyeri yang
beberapa wanita yang sedang haid, habis dirasakan. Sebenarnya tubuh kita memiliki
menjalani proses operasi, sakit jantung dan mekanisme sendiri dalam mengatasi nyeri
lain lain. Berdasarkan pemaparan di atas, tersebut dalam keadaan tertentu misalnya
maka nyeri yang dirasakan sebagaimana adalah dalam keadaan sedang melakukan
yang dijelaskan di atas akan dapat meditasi mindfulness.
mengganggu individu pederita bahkan bisa Berdasarkan apa telah peneliti dapatkan
berakibat pada tindakan yang saat memberikan latihan pada penderita

108
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

kanker nasofaring menunjukkan bahwa sehari saat ini ia dapat tidur dalam sehari 6
dengan latihan mindfulness salah seorang jam.
penderita kanker nasofaring di Rumah Sakit Berdasarkan pemaparan di atas, latihan
Daerah Kariadi Semarang mampu untuk mindfulness dapat dijadikan sebagai cara
memakan dan menghabiskan nasi 1 untuk merangsang system tubuh untuk
bungkus hanya dengan 1 gelas air yang melakukan mekanisme sendiri dalam
sebelumnya untuk menghabiskan nasi 1 mengatasi nyeri dengan tidak perlu
bungkus ia harus menghabiskan 5 gelas air memanfaat obat anti nyeri yang dapat
putih. memberikan efek negative.
Berdasarkan intervensi mindfulness
Nyeri
peneliti pada salah satu pasien yang Nyeri adalah pengalaman sensorik dan
menderta kanker payudara. Sebelum pasien emosional yang tidak menyenangkan akibat
tersebut mendapatkan latihan mindfulness kerusakan jaringan, baik aktual maupun
seringkali merasa tidak tahan terhadap potensial atau yang digambarkan dalam
nyeri yang dirasakan sehingga ada bentuk kerusakan tersebut. Nyeri adalah
keinginan untuk bunuh diri. Setelah suatu pengalaman sensorik yang
mendapatkan latihan, penderita kanker multidimensional. Fenomena ini dapat
payudara tersebut merasa nyaman karena berbeda dalam intensitas (ringan,sedang,
rasa sakit yang disadari saat melakukan berat), kualitas (tumpul, seperti terbakar,
mindfulness seperti berjalan ke perut, ke tajam), durasi (transien,
pada, ke kaki dan berakhir dengan menguap intermiten,persisten), dan penyebaran
di ujung ujung jari kaki. Dengan latihan (superfisial atau dalam, terlokalisir atau
tersebut penderita merasa mampu untuk difus). Meskipun nyeri adalah suatu
kendalikan rasa sakit itu. sensasi, nyeri memiliki komponen kognitif
Seorang mahasiswi salah satu dan emosional, yang digambarkan dalam
universitasi negeri di Madura telah suatu bentuk penderitaan. Nyeri juga
didiagnosa oleh psikiater mengalami berkaitan dengan reflex menghindar dan
neurotic. Setiap hari ia meminim obat perubahan output otonom (Meliala,dalam
penenang untuk mengurangi gangguan Bahrudin, 2017).
kecemasannya akan tetapi obat tersebut Nyeri merupakan pengalaman yang
tidak memberikan pengaruh terhadap subjektif, sama halnya saat seseorang
hilangnya gelaja kecemasannya yang mencium bau harum atau busuk, mengecap
berupa kehilangan konstrasi, tidak dapat manis atau asin, yang kesemuanya
tidur atau mengalami insomnia, perasaan merupakan persepsi panca indera dan
takut yang berlebihan, penurunan nafsu dirasakan manusia sejak lahir. Walau
makan yang menyebabkannya menderita demikian, nyeri berbeda dengan stimulus
sakit maag akut sehingga rasa mual dan panca indera, karena stimulus nyeri
nyeri akibat sakit maag selalu ia alami. merupakan suatu hal yang berasal dari
Setelah latihan mindfulness ia berangsur- kerusakan jaringan atau yang berpotensi
angsur rasa mual dan nyeri akibat sakit menyebabkan kerusakan jaringan (Meliala
maag mulai menghilang yang disertai
dalam Bahrudin, 2017).
dengan gejala-gejala kecemasan lainpun Stimulus nyeri adalah semua stimulus
mulai menghilang dan menjadi lebih yang cukup kuat untuk menimbulkan
tenang. Jam tidur yang biasanya 15 menit

109
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

kerusakan jaringan. Stimulus dapat nyeri adalah proses mengubah transmisi


berwujud tekanan, perubahan temperature, nyeri. Kemungkinan bahwa baik
kejutan listrik maupun zat kimia iritan mekanisme inhibitor dan eksitatoris
(Asiyah, 2014). Stimulus nyeri yang memodulasi transmisi impuls nyeri
ditangkap oleh nosiseptor perifer (nosiseptif) dalam PNS dan CNS. Persepsi
selanjutnya diantarakan ke saraf tulang nyeri dianggap dimediasi melalui thalamus
belakang dan struktur lebih tinggi pada yang bertindak sebagai stasiun relay pusat
CNS. Kornu dorsalis spinal sebagai pusat untuk sinyal rasa sakit yang masuk dan
penyampaian untuk aktivitas nosiseptif dan korteks somatosensoris primer yang
sensoris lainnya. Bagian dari proyeksi ini melayani untuk diskriminasi pengalaman
menghantarkan informasi menuju korteks sensoris spesifik (Janasuta dan Putra 2017).
somatosensoris melalui talamus, Oleh karena itu, nyeri dapat ditekan
menyediakan informasi seputar lokasi dan secara efektif dengan faktor kognitif serta
intensitas rangsangan yang menyakitkan. emosional. Contohnya: rasa sakit yang
Proyeksi neuron lainnya mengikutsertakan dialami para tentara perang dianggap biasa
korteks cingulate dan insular melalui dalam medan pertempuran. Teori yang
hubungan dalam batang otak (nukleus menjelaskan hal tersebut dikenal dengan
parabrakialis) dan amigdala, berkontribusi Gate Control Theori. Tahun 1965, Melzakc
terhadap komponen afektif pada dan Wall (Strong dkk., dalam Rachmawati,
pengalaman nyeri. Informasi yang naik ini 2018) mempublikasi teori tersebut.
juga mengakses neuron-neuron pada rostral Menurut teori ini, sebuah mekanisme di
ventral medulla dan lapisan abu-abu otak berbuat seperti sebuah gerbang untuk
periaqueductal otak tengah untuk meningkatkan atau mengurangi aliran
melibatkan sistem umpan balik menurun sinyal dari dari serat ke system saraf pusat.
yang memodulasi transmisi informasi Gerbang yang “terbuka” memungkinkan
nosiseptif melalui saraf tulang belakang aliran sinyal saraf sehingga otak dapat
(Janasuta dan Putra 2017). menerima pesan nyeri. Gerbang yang
Pada prinsipnya pengalaman nyeri “tertutup” tidak memungkinkan saraf
melibatkan serangkaian proses mengalirkan pesan nyeri ke otak sehingga
neurofisiologis yang kompleks, secara nyeri tidak disadari atau dipersepsi. Gate
kolektif disebut sebagai nosisepsi, dengan Control Theory ini mengakomodir variabel
empat komponen berbeda: transduksi, psikologis dalam persepsi nyeri, termasuk
transmisi, modulasi, dan persepsi. motivasi untuk bebas dari nyeri, dan
Transduksi adalah proses dimana peranan pikiran, emosi, dan reaksi stress
rangsangan berbahaya (contohnya panas, dalam meningkatkan atau menurunkan
dingin, distorsi mekanis) dikonversikan sensasi nyeri. Melalui model ini, dapat
menjadi suatu impuls elektik pada ujung dimengerti bahwa nyeri dapat dikontrol
akhir saraf sensoris. Transmisi adalah oleh manipulasi farmakologis maupun
konduksi berbagai impuls elektrik ini intervensi psikologis (painedu.org, dalam
menuju CNS dengan hubungan utama Bahrudin, 2017).
untuk saraf-saraf ini berada dalam konu
dorsalis saraf tulang belakang dan thalamus
dengan proyeksi menuju cingulate, insular,
dan korteks somatosensoris. Modulasi

110
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Thalamus Korteks
somatosesnsoris
Lokasi dan
intensitas nyeri Hipotalamus kesadaran dan merespons secara optimal
Batang terhadap proses mental yang berkontribusi
Amigdala Koteks singulat Aspek afektif
Otak
dan insular dari nyeri terhadap tekanan emosi dan perilaku
Saraf maladaptif (Bischop dalam Janssen dkk,
Tulang
Meningkatka
Belakang
Nyeri n sekresi 2018)
berkurang atau serotonin,
hilang dan beta Kabat-Zinn (dalam Janssen dkk, 2018 )
Nosiseptor endorphin
menggambarkan mindfulness sebagai
Gambar 1. "kesadaran yang muncul melalui aktivitas
Jalur transmisi informasi nyeri memperhatikan dengan sengaja terhadap
menuju otak peristiwa pada saat ini, dan tidak
menghakimi terhadap yang pengalaman
Teori lain yang juga digunakan adalah yang sedang berlangsung dari waktu ke
analgesic endogen yang muncul karena waktu”.
ditemukan opiate endogen di daerah abu- Bishop et al. (dalam Janssen dkk, 2018)
abu periakueduktal otak, reseptor opioid di menjelaskan definisi pelaksanaan
susunan saraf pusat dan kemudian serotonin mindfulness dengan dua komponen.
dan reseptor neuropeptide (Rachmawati, Pertama mindfulness berkaitan dengan
2018). pengaturan diri terhadap perhatian, yang
Mindfulness difokuskan pada pengalaman langsung saat
Kabat-Zinn (Afandi, 2007) telah ini. Yang kedua, mindfulness mencakup
menggunakan latihan meditasi mindfulness sikap terbuka, ingin tahu, dan sikap
dalam program pengobatan perilaku dan menerima pengalaman.
menejemen sakit untuk mengajari pasien Beberapa penelitian mindfulness
mampu merasakan sensasi tubuhnya dan membuktikan bahwa mindfulness dapat
menjadi tidak reaktif terhadanya. Lebih mengurangi kepekaan terhadap stres
lanjut Laely dan Prasetyo (2017) telah [Astin; Goleman & Schwarz; Shapiro
membuktikan bahwa mindfulness dapat dkk,;Williams dkk., dalam Janssen dkk,
menurunkan intensitas nyeri pada pederita 2018 ) meningkatkan ketahanan fisik (
kanker nasofaring. Davidson dkk,; Massion dkk,; Robinson
Kata mindfulness pada awalnya berasal dkk., dalam Janssen dkk, 2018]. Studi yang
dari kata Pali sati, yang berarti memiliki lebih baru telah melaporkan efek positif
kesadaran, perhatian, dan mengingat dari intervensi mindfulness pada nyeri
(Bodhi, dalam Davis dan Hayes, 2011) kronis (Davis, dkk., dalam Janssen dkk,
Mindfulness dapat dengan mudah 2018)
didefinisikan sebagai "kesadaran dari Praktek meditasi mindfulness dilakukan
waktu ke waktu " (Germer et al, Davis dan diawali dengan pendeteksian tubuh
Hayes, 2011) (scanning body). Dalam hal ini, Kabet-Zinn
Mindfulness adalah sikap dan metode menjelaskan bahwa meditasi mindfulness
untuk mengurangi penderitaan pribadi dan pertama dilakukan dengan cara merasakan
mengembangkan wawasan, kasih sayang, sensasi-sensasi tubuh (seperti rasa sakit dan
dan kebijaksanaan (Silananda dalam tidak enak) dan tidak melakukan penilaian
Janssen dkk, 2018). Dalam psikologi atau evaluasi terhadap sensasi-sensasi
kontemporer, mindfulness dipandang tersebut. Setelah melalui tahap fokus
sebagai cara untuk meningkatkan perhatian pada somatik, mindfulness

111
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

dilakukan dengan mengobservasi emosi- perilaku yang mengganggu serta tanpa


emosi, kognisi dan peristiwa peristiwa luar suatu indentifikasi terhadapnya.
(dalam Afandi, 2007). Latihan meditasi mindfulness telah
Menurut Greenberg (dalam Afandi, dikembangkan oleh para terapis membantu
2007) latihan meditasi mindfulness salah klien untuk selalu mampu membebaskan
satunya dilakukan dengan pemfokusan diri dari bentuk-bentuk pikiran, perasaan
perhatian pada pernafasan yang dikenal dan perilaku yang mengganggu dan
dengan pernafasan mindful. Saat pikiran merasakan kenyamanan kesadaran dari
seseorang yang melalukan mindfulness waktu ke waktu (Germer, dalam Afandi,
dalam kondisi tenang, dianjurkan untuk 2007).
focuskan perhatian pada peristiwa di sini Menurut Dunn (dalam Afandi, 2007)
dan sekarang. latihan meditasi mindfulness dapat
Selanjutnya, latihan meditasi menurunkan kecemasan karena dengan
mindfulness dilakukan dengan duduk melakukan latihan meditasi mindfulness
nyaman, tenang, dengan memfokuskan seseorang dapat mencapai gelombang otak
perhatian pada objek kesadaran mental atau alpha yaitu frekuensi gelombang otak yang
proses misalnya proses pernafasan, suara, rendah
mantra atau pertanyaan-pertanyaan, Menurut Monaghan (dalam Afandi,
visualisasi atau pengalaman dan kemudian 2007)), latihan pernafasan dalam meditasi
secara sadar meneliti pikirannya secara merupakan hal yang dapat merubah
terbuka, mengganti secara bebas satu frekuensi gelombang otak yang tinggi
persepsi dengan persepsi lain yang lebih menjadi frekuensi gelombang otak yang
lanjut. Tidak ada pikiran, bayangan atau rendah, yaitu dari gelombang otak beta
sensasi yang diharapkan mengganggu. Saat menjadi gelombang otak yang rendah
melakukan latihan meditasi mindfulness, seperti alpha dan theta. Arambula dkk
seseorang secara tidak terpaksa diminta (dalam dalam Afandi, 2007) ) menjelaskan
untuk mengingat pada peristiwa di sini dan bahwa pola pernafasan yang dapat
sekarang. Seseorang diminta menggunakan menciptakan keadaan Alpha adalah
fokus perhatian sebagai jangkar membawa pernafasan lima kali per menit. Meditasi
diri kembali secara konstan ke kinian, mindfulness adalah jenis meditasi yang
menjauhi analisis kognitif atau fantasi yang paling banyak menciptakan gelombang
berkaitan dengan isi kesadaran dan otak pada sesorang yang melakukannya
meningkatkan toleransi dan relaksasi (Cardaciotto, dalam Afandi, 2007)) karena
proses berfikir tambahan (Albeniz & dalam latihan meditasi mindfulness,
Holmes, dalam Afandi, 2007) pemfokusan terhadap pernafasan menjadi
Menurut Afandi (2007) mindfulness hal yang utama (Albeniz & Holmes, dalam
dilakukan dengan memfokuskan perhatian Afandi, 2007).
pada pernafasan, sensasi-sensasi tubuh, Hubungan antara perubahan alpha dan
somatik, perasaan, kognisi terhadap aktivitas kortek telah diukur dengan EEG
peristiwa kekinian baik internal maupun (Electroencephalographic) dan fMRI-PET
ekstenal secara lebih sering dengan penuh (functional magnetic resonance maging-
kesadaran dan penerimaan yang bebas dari Positron emission tomography). Hasilnya
bentuk bentuk pikiran, perasaan dan menunjukkan bahwa kekuatan alpha
mempengaruhi berkurangnya aliran darah

112
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

yang menuju bagian otak frontal bawah, selama terjaga, dan mencapai tingkat yang
temporal superior dan kortek oksipital jauh lebih tinggi selama situasi stres atau
(Goldman dkk dalam dalam Afandi, 2007) bahaya. Di otak, noradrenalin
yang merupakan baga-baga yang meningkatkan gairah dan kewaspadaan,
berhubungan dengan thalamus (Markam & meningkatkan pembentukan dan
Markam, 2003). Dari hasil pengukuran pengembalian kembali memori, serta
tersebut, Schreckenberger (dalam dalam memfokuskan perhatian; hal ini juga
Afandi, 2007) menyimpulkan bahwa meningkatkan kegelisahan dan kecemasan.
gelombang otak alpha mampunyai korelasi Di seluruh tubuh, noradrenalin
positif dengan aktivitas pada beberapa meningkatkan denyut jantung dan tekanan
lokasi thalamus tidak secara keseluruhan. darah, memicu pelepasan glukosa dari
Selain itu, keadaan alpha juga tempat penyimpanan energi, meningkatkan
mempengaruhi peningkatan sekresi aliran darah ke otot rangka, mengurangi
hormon norepinephrin, serotonin and beta- aliran darah ke sistem pencernaan, dan
endorphin levels yang disertai dengan menghambat pengosongan kandung kemih
pengurangan tingkat produksi darah. dan motilitas gastrointestinal
Tingkat produksi darah berkaitan secara (wikipedia.org, 2018).
langsung dengan stres, dengan demikian Serotonin adalah adalah hormone yang
maka terdapat pengurangan respons stres diilepaskan oleh batang otak dan kornu
dengan peningkatan respons sistem imun dorsalis untuk menghambat transmisi nyeri
(Cozzolino dalam Afandi, 2007). (Bahrudin, 2017). Sedangkan beta
Adapun hipotalamus merupakan endorphin adalah merupakan substansi
penghasil hormon-hormon yang sejenis morfin yang disuplai oleh tubuh.
mengendalikan produksi hormon Diaktivasi oleh daya stress dan nyeri.
di kelenjar pituitari. Artinya seluruh sekresi Terdapat pada otak, spinal, dan traktus
kelenjar pituitari dikontrol oleh gastrointestinal. Berfungsi memberi efek
hipotalamus. Hipotalamus dikontrol oleh analgesic (Bahrudin, 2017). Hormon
rangsang saraf dari otak. Kelenjar pituitari diproduksi diproduksi oleh kelenjar
rupanya memiliki manfaat yang penting pituari dan sistem saraf pusat manusia
bagi tubuh Anda, karena dapat (Noya dalam alodokter, 2018).
mengendalikan beberapa kelenjar, seperti
PEMBAHASAN
kelenjar tiroid, ovarium, testis, dan kelenjar Berdasarkan teori Gate Control Theory
adrenal (Adrian dalam alodokter.com, bahwa manusia memiliki kemampuan
2017). bawaan untuk mengurangi dan
Hormone norepinephrin adalah adalah meningkatkan nyeri melalui modulasi
hormon dihasilkan nukleus. Nukleus yang impuls yang masuk pada kornu dorsalis
paling penting adalah locus coeruleus, memalui gate (gerbang). Menurut teori ini,
terletak di pons. Selain itu, noradrenalin ini sensasi nyeri tidak hanya membutuhkan
juga dilepaskan langsung ke aliran darah teraktivasinya reseptor nyeri dikulit, tetapi
oleh kelenjar adrenal. Secara umum fungsi juga mengharuskan melewati gerbang
dari norepinefrin adalah untuk
neural di medulla spinalis agar sinyal saraf
memobilisasi otak dan tubuh untuk dapat masuk ke otak. Bila serabut kritis di
bertindak. Pelepasan noradrenalin terendah medulla spinalis teraktivasi, maka gerbang
terjadi pada saat tidur, yang kemudian naik

113
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

neural akan terbuka. “Gate” menutup atau bebas dari stres. Keadaan tenang yang
membuka yang mempengaruhi demikian juga tercipta karena saat
meningkatnya atau berkurangnya sensasi seseorang melakukan mindfulness
nyeri berikaita dengan variable psikologis dianjurkan hanya untuk menyadari dan
seperti persepsi, motivasi, pikiran, emosi menerima terhadap apa yang terjadi
dan reaksi stress. termasuk nyeri yang dirasakan dengan
Variable psikologis tersebut dapat tanpa melakukan atas nyeri tersebut.
dimodifikasi oleh praktek mindfulness, Kondisi tenang yang demikian menjadikan
karena dalam prakteknya mindfulness thalamus dapat berfungsi dengan baik dan
mampu mengkondisikan gelombang seimbang sebagai stasiun relay pusat untuk
seseorang pada gelombang otak alpha. sinyal rasa sakit yang masuk dan korteks
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Dunn somatosensoris dan begitu juga menjadikan
(dalam Afandi, 2007) bahwa dengan hypothalamus hingga dapat memproduksi
latihan meditasi mindfulness seseorang hormon-hormon penurun penghambat,
dapat mencapai gelombang otak alpha yaitu pereda dan penghilang rasa sakit seperti
frekuensi gelombang otak yang rendah. beta endorphin dan serotonin.
MacGregor (2005) menjelaskan bahwa Hormone norepinephrin adalah adalah
seseorang yang mencapai gelombang otak hormon dihasilkan nukleus. Nukleus yang
alpha atau keadaan alpha adalah dalam paling penting adalah locus coeruleus,
kondisi yang rileks atau tanpa stress. terletak di pons. Selain itu, noradrenalin ini
Menurut Schreckenberger (dalam Afandi, juga dilepaskan langsung ke aliran darah
2007) menyimpulkan bahwa gelombang oleh kelenjar adrenal. Secara umum fungsi
otak alpha mampunyai korelasi positif dari norepinefrin adalah untuk
dengan aktivitas pada beberapa lokasi memobilisasi otak dan tubuh untuk
thalamus. Thalamus berfungsi bertindak. Pelepasan noradrenalin terendah
menyampaikan sinyal sensoris dari bagian- terjadi pada saat tidur, yang kemudian naik
bagain lain nervous system (sistem saraf) selama terjaga, dan mencapai tingkat yang
ke kortek cerebral (Greenberg, 1999). jauh lebih tinggi selama situasi stres atau
Thalamus berhubungan dengan bagian otak bahaya. Di otak, noradrenalin
frontalis, oksipitalis dan temporalis. meningkatkan gairah dan kewaspadaan,
Keadaan gelombang otak alpha selain meningkatkan pembentukan dan
itu berkaitan dengan kerja thalamus, pengembalian kembali memori, serta
keadaan alpha juga mempengaruhi memfokuskan perhatian; hal ini juga
peningkatan sekresi hormon norepinephrin, meningkatkan kegelisahan dan kecemasan.
serotonin and beta-endorphin levels yang Di seluruh tubuh, noradrenalin
disertai dengan pengurangan tingkat meningkatkan denyut jantung dan tekanan
produksi darah (Cozzolino dalam Afandi, darah, memicu pelepasan glukosa dari
2007). tempat penyimpanan energi, meningkatkan
Saat seseorang sedang melakukan aliran darah ke otot rangka, mengurangi
mindfulness dengan diawali dengan aliran darah ke sistem pencernaan, dan
penafasan perut akan menjadikan individu menghambat pengosongan kandung kemih
menjadi lebih tenang karena tercapainya dan motilitas gastrointestinal
gelombang otak alpha sebagai gelombang (wikipedia.org, 2018). Sedangkan
yang terjadi saat orang dalam keadaan serotonin adalah adalah hormone yang

114
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

diilepaskan oleh batang otak dan kornu pernafasan perut dan sikap jiwa
dorsalis untuk menghambat transmisi nyeri. menyadari dan menerima terhadap
Beta endorphin adalah merupakan nyeri dengan tanpa melakukan
substansi sejenis morfin yang disuplai oleh penilaian terhadapnya. Hal demikian
tubuh. Diaktivasi oleh daya stress dan menciptakan gelombang otak alpha
nyeri. Terdapat pada otak, spinal, dan yang dapat mempengaruhi kerja
traktus gastrointestinal. Berfungsi memberi thalamus sebagai penyampai sinyal
efek analgesic (Bahrudin, 2017). Hormon sensoris dan hypothalamus untuk
Beta endorphin ini diproduksi oleh kelenjar memproduksi hormon serotonin dan
pituari (Wikipedia, 2019). beta endorphin sebagai hormon
Dengan demikian maka, kondisi penekan, pereda dan penghilang nyeri.
gelombang otak alpha dapat melakukan 3. Gelombang otak alpha juga
fungsi Gate Control stimulus nyeri dengan meningkatkan denyut jantung
cara mempengaruhi kerja hipotalamus dan tekanan darah, memicu
dalam peningkatan sekresi hormon pelepasan glukosa dari tempat
norepinephrin, serotonin and beta- penyimpanan energi, meningkatkan
endorphin levels yang merupakan horman aliran darah ke otot rangka yang
yang dapat menekan nyeri yang berguna bagi seseorang yang depresi
tersampaikan ke korteks karena menyerah terhadap nyeri yang
Mindfulness
Latihan Pernafasan, Fokuskan selalu muncul dan tidak dapat diatasi.
perhatian sensasi, perasaan,
pikiran dan pengindraan pada
peristiwa kekinian DAFTAR RUJUKAN
Afandi, Nur Aziz. (2007). Pelatihan
Thalamus Korteks Lokasi dan
Hipotalamus
somatosesnsoris intensitas nyeri meditasi mindfullnes penurunan
Batang
Otak
Amigdala Koteks singulat
dan insular
Aspek afektif
dari nyeri
tingkat kecemasan. Tesis. Sekolah
Saraf Pascasarjana. Universitas Gadjah
Tulang
Meningkatka
Belakang
Nyeri n sekresi Mada. Yogyakarta.
berkurang atau serotonin,
hilang dan beta
Nosiseptor endorphin Aliansyah, Muhamad Agil. (2018) Cerita
anggota Satpol-PP selamat saat
Gambar 2.
tsunami terjang Palu.
mekanisme mindfulness memanage
https://www.merdeka.com/peristiwa/
nyeri
cerita-anggota-satpol-pp-selamat-
saat-tsunami-terjang-palu.html
SIMPULAN
Alodokter.com (2017) Kelenjar Pituitari:
1. Mindfulness yang dilakukan dengan
Master Kelenjar yang Kendalikan
menggunakan pernafasan perut dan
Banyak Fungsi Tubuh.
sikap menyadari dan menerima
https://www.alodokter.com/kelenjar-
terhadap nyeri tanpa penilaian dapat
pituitari-master-kelenjar-yang-
menjadi salah satu alternative dalam
kendalikan-banyak-fungsi-tubuh
managemen nyeri
Terakhir diperbarui: 9 Juli 2017
2. Mindfulness sebagai managemen nyeri
bekerja dengan cara menjadikan Alodokter.com (2018) Hormon Endorfin:
seseorang dapat mencapai ketenangan. Penghilang Stres dan Pereda Rasa
Mindfulness dilakukan menggunakan Sakit Alami.

115
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

https://www.alodokter.com/hormon- Janssen, M., Heerkens, Y., Kuijer, W.,


endorfin-penghilang-stres-dan- Heijden, B. van der., Engels, J.,
pereda-rasa-sakit-alami. Terakhir (2018) Effects of Mindfulness-Based
diperbarui: 27 November 2018 Stress Reduction on employees’
mental health: A systematic review.
Asiyah, Siti Nur. (2014) Kuliah Psikologi
PLOS ONE.
Faal. Zifatama: Sidoarjo
https://doi.org/10.1371/journal.pone.
Bahrudin, Mochamad. (2017) Patofisiologi 0191332 January 24, 2018
Nyeri (Pain). Fakultas Kedokteran
JawaPos.com (2019) Ketahuilah, Penderita
Universitas Muhammadiyah Malang
Kanker Usia Muda Berisiko Bunuh
Jl. Bendungan Sutami No. 188A
Diri.
Malang. Volume 13 Nomor 1 Tahun
https://www.jawapos.com/kesehatan/
2017
05/12/2016/ketahuilah-penderita-
Zahra, Amira Puri & Carolia, Novita (2017) kanker-usia-muda-berisiko-bunuh-
Obat Anti-inflamasi Non-steroid diri/
(OAINS): Gastroprotektif vs
MacGregor S., (2005) Piece of Mind.
Kardiotoksik. Majority. Volume 6,
Gramedia Pustaka, Jakarta.
Nomor 3 | Juli 2017
Markam, S.,S., & Markam, S., (2003).
Davis, Daphne M. & Hayes, Jeffrey A.
Pengantar Neuro-Psikologi, Fakultas
(2011) What Are the Benefits of
Kedokteran Universitas Indonesia,
Mindfulness? A Practice Review of
Jakarta.
Psychotherapy-Related Research..
Psychotherapy. 2011, Vol. 48, No. 2, Maharani, Ayu (20018) Waspadai
198–208 Kecenderungan Lansia untuk Bunuh
Diri. https://www.klikdokter.com/
Greenberg, J., S., (1999). Comprehensive
info-sehat/read/3613533/waspadai-
Stress Management,
kecenderungan-lansia-untuk-bunuh-
WCB/McGrawHill, United States of
diri
America
Rachmawati, Imami Nur (2008) Analisis
Janasuta, Putu Bagus Redika & Putra,
Teori Nyeri: Keseimbangan antara
Kadek Agus Heryana (2017)
Analgesik dan Efek Samping. Jurnal
Fisiologi Nyeri. Ilmu Anestesi Dan
Keperawatan Indonesia, Vol 12 No.
Terapi Intensif. Fakultas Kedokteran
2, Juli 2008; Hal 129-136
Universitas Udayana/ Rsup Sanglah
Denpasar. Diterjemahkan dari buku Soleha, M., dkk., (2018) Profil Penggunaan
“Pain Physiology” oleh Hui Yang, Obat Antiinflamasi Nonstreoid di
Bihua Bie, Mohamed A. Nagui dalam Indonesia. Jurnal Kefarmasian
buku : Flood P, Rathmell JP, Shafer Indonesia. Vol.8 No.2-Agustus 2018.
S. Stoelting’s (2016) Pharmacology p-ISSN: 2085-675X e-ISSN: 2354-
& Physiology in Anesthetic Practice 8770
5th Edition. Wolter Kluwer Health; Wikipedia.org (2018) Noradrenalin.
Halaman 206-216 https://id.wikipedia.org/wiki/Noradre
nalin. Halaman ini terakhir diubah

116
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

pada 24 November 2018, pukul


23.52.
Wikipedia.org (2019) Endorfin.
https://id.wikipedia.org/wiki/Endorfi
n. Halaman ini terakhir diubah pada
31 Agustus 2019, pukul 22.30

117
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

PELATIHAN MANAJEMEN STRESS PADA KADER KOMUNITAS


PROLANIS (PROGRAM PENGELOLAAN PENYAKIT KRONIS)
PUSKESMAS X
Nixie Devina Rahmadiani
Universitas Muhammadiyah Malang
nixie.nixie@yahoo.co.id
Iswinarti
Universitas Muhammadiyah Malang
iswinarti@umm.ac.id

ABSTRAK
Kader Prolanis (Program Pengeloalaan Penyakit Kronis) merupakan warga di sekitar
wilayah Puskesmas X yang mengalami penyakit hipertensi dan diabetes melitus.
Berdasarkan hasil asesmen yang dilakukan, Kader Prolanis ini rentan mengalami stress baik
yang disebabkan karena respon terhadap penyakit itu sendiri maupun dari faktor psikososial.
Pentingnya diberikan pelatihan manajemen stress pada Kader Prolanis adalah membantu
menurunkan resiko kekambuhan penyakit dengan menguatkan sisi psikologis. Penelitian ini
dilakukan dengan memberikan intervensi untuk meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan subjek terkait manajemen stress. Subjek dalam penelitian ini adalah 25 orang
Kader Prolanis dari berbagai wilayah di lingkup Puskesmas X. Intervensi yang diberikan
berupa pelatihan yang dilakukan dalam 6 sesi dengan menggunakan teknik ceramah,
pemutaran musik relaksasi, roleplay, diskusi dan tanya jawab. Hasil dari intervensi adalah
subjek menunjukkan peningkatan pengetahuan manajemen stress berdasarkan nilai pretest
dan posttest (nilai signifikansi 0,00 < 0,05). Selain itu, subjek juga mampu melakukan
latihan relaksasi dan SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique). Pada proses follow
up juga diketahui bahwa ada perbedaan antara tingkat stres subjek dari sebelum dan sesudah
pemberian intervensi.
Kata Kunci: Pelatihan Manajemen Stress; Kader Prolanis; Penyakit Kronis.

PENDAHULUAN antara lain buruknya kondisi kesehatan


Indonesia merupakan salah satu yang mayoritas menyebabkan munculnya
Negara berkembang yang mengalami penyakit kronis yang diderita individu.
peningkatan drastis pada populasi lansia. Selain itu, tidak meratanya fasilitas
Proporsi saat ini sejumlah 7,6% kesehatan, faktor sosioekonomi dan
diproyeksikan akan terus meningkat pada perbedaan perkembangan antara satu
proporsi usia tua berkisar diatas 60 tahun daerah dengan daerah lain menyebabkan
pada 2045 akan mencapai 28,7 %. Adanya banyak permasalahan yang dialami oleh
peningkatan proporsi jumlah individu lansia (Christiani, 2017).
yang berada di usia tua turut Penyakit kronis yang seringkali
memunculkan berbagai permasalahan diderita oleh lansia adalah diabetes

118
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

melitus dan hipertensi. Prevalensi meningkatkan kemampuan manajemen


diabetes semakin meningkat di dunia. stress individu. Manajemen stress
Pada tahun 2010 diperkirakan 150 juta merupakan rangkaian teknik dan metode
sampai 200 juta orang di dunia akan untuk menurunkan stress yang dialami
meningkat menjadi diabetes tipe 2 (Soo & individu atau meningkatkan
Lam, 2014). Sementara itu, WHO kemampuannya dalam melakukan coping
melaporkan bahwa hipertensi juga banyak terhadap berbagai stresor. Teknik yang
diderita lansia maupun usia dewasa digunakan sangat beragam seperti metode
dengan prevalensi sejumlah 40 % pada perilaku dengan relaksasi, meditasi,
individu yang berusia lebih dari 25 tahun desensitisasi sistematis serta metode
(Kishore, Gupta, Kohli, & Kumar, 2016). kognitif perilaku dengan pelatihan coping
Semakin tingginya jumlah penderita yang skill, pelatihan asertif, dan restrukturisasi
mengalami penyakit kronis ini seringkali kognitif (Saraei, Hatami, & Bagheri,
memunculkan berbagai masalah dalam 2016).
diri individu yaitu salah satunya adalah Berdasarkan hasil asesmen yang
mereka mengalami stress. dilakukan, dapat diketahui bahwa kondisi
Kehidupan yang dijalani oleh kader Prolanis yang berada dalam lingkup
individu pada dasarnya seringkali puskesmas X rentan mengalami stress.
memunculkan kondisi stress. Selye Kader Prolanis merupakan anggota yang
mendefinisikan stres sebagai reaksi tergabung dalam salah satu program di
nonspesifik dari tubuh ketika individu Puskesmas yaitu Program Pengelolaan
tertekan atau saat mereka tidak Penyakit Kronis. Mereka memiliki
mengetahui apa yang harus dilakukan berbagai macam penyakit kronis yang
selanjutnya. Dalam merespon stresor, dapat memicu munculnya kondisi stress
sistem fisiologis diaktifkan sehingga tersebut dan semakin memperparah
mempengaruhi efek kardiovaskular kondisi fisiknya. Menurut keterangan dari
(Nagele et al., 2014) dokter, beberapa dari kader ini memang
Pada dasarnya, keterkaitan antara cenderung memiliki permasalahan
stress dan penyakit sangat kompleks. psikologis seperti munculnya rasa cemas,
Kondisi stress tersebut dipengaruhi oleh sulit tidur, dan juga masalah psikososial
bagaimana kerentanan genetis, coping yang turut menjadi stresor individu. Kader
style, tipe kepribadian dan dukungan Prolanis juga mengungkapkan bahwa
sosial (Salleh, 2008). Disinilah fungsi mereka juga sebelumnya lebih banyak
penting dari bagaimana individu mendapatkan pembinaan dari sisi
mengontrol dirinya atau merespon ketika kesehatan fisik saja, mereka belum
mengalami stress. Oleh karena itu, maka memiliki pengetahuan yang lebih tentang
dirasa penting untuk meningkatkan bagaimana cara melakukan manajemen
manajemen diri individu untuk sehingga stress yang efektif sehingga dapat
kualitas hidup dan kesehatan dapat meningkatkan kesehatan mentalnya.
meningkat (Merkes, 2010). Dengan melihat kondisi tersebut,
Salah satu cara untuk mengatasi maka dirasa perlu untuk memberikan
permasalahan tersebut adalah dengan intervensi yang dapat meningkatkan

119
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

pengetahuan serta kemampuan Kader Observasi dilakukan dengan melihat


sehingga dapat melakukan manajemen aktivitas ketika kegiatan Kader Prolanis
stress yang sesuai dan efektif. Manajemen berlangsung serta jumlah peminat Poli
stres merupakan salah satu bagian dari life Psikologi. Kuesioner tentang pengetahuan
skill individu dan diberikan dalam bentuk manajemen stress diberikan untuk
pelatihan tentang manajemen stress mengetahui sejauh mana pengetahuan dan
sehingga dapat mempromosikan kemampuan subjek dalam melakukan
kesehatan mental individu dalam manajemen stress. Kuesioner terkait
komunitas, meningkatkan hubungan pengetahuan disusun berdasarkan materi
manusia, meningkatkan perilaku yang dalam pelatihan yang diberikan sehingga
sehat dalam masyarakat (Pahlevani et al., dapat melihat perubahan terkait
2015). Pelatihan berbasis life skill ini pengetahuan dan kemampuan subjek
berperan penting dalam peningkatan terkait manajemen stress. Materi
kesejahteraan psikologis dan kesehatan. pelatihan terdiri dari gambaran tentang
Tujuan dari intervensi dengan metode stress dan manajemen stress. Selain itu,
pelatihan berbasis life skill yaitu pelatihan subjek juga diberikan skala Perceived
manajemen stres ini diharapkan anggota Stress Scale yang terdiri dari 10 item
kader prolanis dapat mengubah atau untuk mengetahui seberapa tingkat stress
membentuk perilaku yang seimbang pada dari sebelum dan setelah diberikannya
3 aspek yaitu pengetahuan, sikap, dan terapi.
kemampuan individu. Jumlah subjek dalam penelitian yang
berbasis intervensi ini berjumlah 25 orang
kader Prolanis. Bentuk penelitian ini
METODE adalah dengan melakukan seraingkan sesi
Metode yang digunakan dalam pelatihan yang bertujuan untuk
penelitian ini adalah dengan systemic case meningkatkan pengetahuan dan
study dimana penelitian berawal dari kemampuan peserta.
sebuah kasus dan setelah itu diberikan Prosedur dalam melakukan sesi-sesi
sebuah intervensi serta peneliti melihat intervensi terbagi dalam 6 sesi, yaitu : (1)
apakah ada perubahan sebelum dan Pembukaan, (2) Pemaparan materi
setelah dilakukan intervensi tersebut. hubungan kesehatan fisik dan psikis, (3)
Metode asesmen yang digunakan Pemaparan materi stress dan manajemen
dalam kasus komunitas ini adalah dengan stress, (4) Latihan relaksasi imagery, (5)
wawancara, observasi dan kuesioner. Roleplay SEFT (Spiritual Emotion
Wawancara dilakukan terhadap dokter, Freedom Technique), (6) Diskusi dan
perawat, dan beberapa Kader Prolanis. evaluasi
Wawancara ini bertujuan untuk menggali SEFT (Spiritual Emotion Freedom
data atau informasi tentang permasalahan Technique) pada dasarnya bukan
yang seringkali dialami oleh beberapa merupakan rangkaian dari manajemen
anggota Kader serta menyesuaikan stress yang baku, namun dalam intervensi
dengan kebutuhan. yang dilakukan, peneliti menambahkan
metode SEFT sebagai salah satu cara yang

120
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

dilatihkan pada peserta agar dapat Posttest 9,48 2 -


diterapkan sebagai salah satu metode 5 12,4
untuk mengelola emosinya. 8

HASIL Dari hasil uji statistik sederhana di


Intervensi komunitas pada Kader- atas dapat disimpulkan bahwa ada
kader Prolanis dengan mengambil tema peningkatan mean antara pretest dan
pelatihan manajemen stress di Puskesmas posttest terkait pengetahuan manajemen
X diselenggarakan oleh praktikan pada stress subjek. Selain itu secara statistik
bulan Februari-Maret 2019. Pelatihan ini untuk melihat apakah ada perbedaan
diikuti oleh 25 peserta yang terdiri dari antara sebelum dan sesudah pemberian
Kader Prolanis baik laki-laki maupun treatment maka dapat melihat dari taraf
perempuan. Secara umum, hasil yang signifikansi. Apabila signifikansi < 0,05
dicapai dalam intervensi sesuai dengan maka dapat dikatakan bahwa ada
target yang telah ditentukan oleh terapis perbedaan antara sebelum dan sesudah.
yaitu meningkatnya pengetahuan dan Dari uji statistik di atas dapat diketahui
kemampuan subjek dalam melakukan bahwa signifikansi < 0,05 (0,00 < 0,05)
manajemen stress. maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ada
Sebelum dilaksanakannya perbedaan skor pengetahuan subjek antara
pelatihan manajemen stress, seluruh sebelum dan sesudah diberikan pelatihan
subjek diberikan kuesioner pretest yang manajemen stress.
berisi sejauh mana pengetahuan terkait Pada proses pelaksanaan
materi yang akan diberikan. Di akhir sesi, intervensi komunitas, para kader prolanis
subjek kembali diberikan kuesioner yang juga diberikan skala Perceived Stress
sama untuk mengukur peningkatan Scale untuk mengetahui apakah ada
pengetahuan subjek (posttest). Skor perbedaan tingkat stress sebelum
antara pretest dan posttest kemudian pemberian terapi dan setelah diberikannya
diolah dengan menggunakan uji statistik terapi. Berikut ini hasil perbedaan skor
paired sample t-test untuk mengetahui tingkat stress peserta dengan
apakah ada perbedaan sebelum dan menggunakan skala Perceived Stress
sesudah treatment. Adapun hasil Scale 10 :
perubahan sebelum dan sesudah
pemberian pelatihan manajemen stress Tabel 2. Hasil Pretest dan Posttest
yaitu sebagai berikut : Tingkat Stress Subjek
Perlakuan Mean N Signifikansi
Tabel 1. Hasil Pretest dan Posttest Pretest 26,64 25
Pengetahuan Stress dan Manajemen 0,005
Posttest 25,68 25
Stress
Perlaku Mea N t Signifika Signifikansi skor tingkat stress
an n nsi peserta menunjukkan nilai sebesar 0,005
Pretest 3,64 2 < 0,05. Maka dapat dikatakan bahwa ada
0,000
5 perbedaan skor antara sebelum dan

121
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

sesudah pemberian intervensi dilakukan. karena beberapa faktor baik dari pihak
Perubahan skor tersebut adalah 0,96 poin. puskesmas maupun dari peserta intervensi
Sementara itu, peningkatan itu sendiri. Pihak puskesmas mendukung
kemampuan subjek dalam melakukan dan memang mendorong untuk
manajemen stress dilihat selama proses memberikan kegiatan yang berhubungan
intervensi berlangsung. Subjek mampu dengan penguatan psikologis pada kader
mengikuti beberapa teknik mengontrol prolanis. Selain itu, dari subjek atau
stress yang diajarkan oleh terapis yaitu peserta intervensi sendiri tampak antusias
dengan latihan relaksasi imagery dan dalam mengikuti seluruh rangkaian sesi
pernafasan. Subjek juga merasakan yang diberikan.
manfaat dari apa yang telah diajarkan oleh Pelaksanaan intervensi mengajak
terapis dengan teknik SEFT (Spiritual beberapa bidang yang terkait dengan
Emotional Freedom Technique). Subjek materi yang diberikan. Intervensi ini
mampu mengikuti dan merasakan menggunakan berbagai disiplin ilmu yaitu
manfaat positif dari diajarkannya teknik dalam bidang medis oleh dokter dan juga
manajemen stress ini. oleh psikolog yang bertujuan agar materi
Follow up dilakukan 2 minggu pasca lebih luas dan subjek mendapatkan
terminasi dengan melakukan wawancara pengetahuan yang lebih kaya lagi.
terhadap beberapa Kader Prolanis. Keterlibatan berbagai disiplin ilmu
Hasilnya menunjukkan bahwa setelah menjadi sebuah pendekatan inovasi yang
diadakannya pelatihan manajemen stress baru dari sekedar tindakan preventif dan
telah menerapkan beberapa cara yaitu promotif, menjadi sebuah kolaborasi
dengan melakukan teknik relaksasi untuk membuat komunitas yang sehat
pernafasan seperti yang telah diajarkan dengan melihat berbagai macam latar
serta mencari kegiatan positif lain belakang budaya yang lebih luas serta
sehingga tidak terpaku pada stresor yang sistem yang berbeda pula (Jimenez et al.,
sedang dialaminya. 2016). Dalam hal ini, adanya keterlibatan
dokter mampu memberikan pengetahuan
PEMBAHASAN bagi subjek terkait hubungan antara
Pelatihan manajemen stress yang kesehatan fisik dan kesehatan secara
dilakukan untuk meningkatkan mental atau psikologis. Selain itu, dari
pengetahuan dan kemampuan (skill) pada bidang psikologi lebih mengenalkan apa
kader prolanis menunjukkan hasil yang itu manajemen stress dan bagaimana cara
sesuai dengan target yang ditentukan. melakukan manajemen stress yang efektif
Adanya perbedaan pengetahuan subjek dan sederhana sehingga dapat diterapkan
sebelum dan sesudah pemberian oleh subjek.
intervensi berdasarkan uji statistik Kemampuan (skill) yang ingin
menunjukkan bahwa subjek mampu diajarkan kepada peserta dalam intervensi
memahami apa dan bagaimana ini adalah agar subjek mampu melakukan
manajemen stress yang efektif seperti teknik manajemen stress yang sederhana.
yang telah diajarkan. Intervensi ini dapat Dalam intervensi ini, subjek diajarkan
tercapai sesuai target yang ditetapkan latihan relaksasi dan teknik SEFT

122
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

(Spiritual Emotion Freedom Technique). perilaku baru melalui serangkaian bentuk


Pada intervensi ini, latihan relaksasi pengajaran pada pelatihan yang telah
dengan menggunakan teknik imagery dan dilakukan. Selama intervensi
diperdengarkan musik menjadi salah satu berlangsung, subjek diberikan penjelasan
cara yang sederhana dan efektif untuk mengenai stress dan manajemen stress
menurunkan tingkat stress pada individu. sehingga subjek yang sebelumnya kurang
Beberapa teknik yang efektif dan sering memahami dapat lebih meningkatkan
digunakan dalam mereduksi stress antara pengetahuannya. Selain itu dalam
lain dengan meditasi, latihan pernafasan, prosesnya, subjek juga diminta untuk
teri relaksasi dan yoga (Nagele et al., mempraktikkan satu kemampuan
2014). Penelitian juga menunjukkan sehingga harapannya adalah mereka
bahwa pasien hipertensi mampu memiliki skill yang baru dan dapat
menurunkan pengobatan secara medisnya diterapkan dalam kehidupannya sehari-
karena melakukan relaksasi imagery. hari. Strategi intervensi yang melibatkan
Selain latihan relaksasi, sesi aspek psikomotor dan kemampuan afektif
selanjutnya dalam pelatihan ini adalah dapat menstimulasi individu untuk
SEFT (Spiritual Emotional Freedom tertarik dalam melakukannya misal
Technique). SEFT merupakan metode melalui simulasi atau roleplay (Yang et
baru untuk menangani permasalahan al., 2017).
psikologis dimana metode ini Melalui pelatihan manajemen
menggabungkan antara spiritualitas stress dengan beberapa sesi tahapan
(melalui doa, keikhlasan, dan kepasrahan) pelaksanaan, individu akan mampu
dan psikologi energi (Anwar, 2017). mengembangkan pengetahuan dan
SEFT bisa menjadi salah satu metode kemampuan coping yang dibutuhkan
yang berdasarkan mindfulness untuk untuk menurunkan atau menghapus stress
menurunkan tingkat stress pada individu dalam dirinya. Intervensi manajemen
dengan berbagai masalah psikologis stress pada akhirnya akan membuat
(Esch, Fricchione, Joos, & Teut, 2013). individu menjadi lebih sehat sehingga
Berdasarkan beberapa penelitian mampu mencapai kesejahteraan
menunjukkan bahwa penerapan SEFT psikologisnya (Pahlevani et al., 2015)
dapat memberikan pengaruh pada tekanan
darah pasien hipertensi. Melalui SEFT ini, PENUTUP
pasien-pasien penyakit kronis seperti SIMPULAN
hipertensi dapat mengatur faktor Intervensi komunitas dengan
emosionalnya karena sebenarnya sumber pelatihan manajemen stress pada Kader
penyakit kronis tersebut berasal dari Prolanis di Puskesmas X menunjukkan
faktor psikologis atau emosional hasil yang positif sesuai dengan target
(Lismayanti & Pamela, 2018). yang ditetapkan yaitu meningkatnya
Peningkatan pengetahuan dan pengetahuan dan kemampuan kader
kemampuan pada subjek setelah tentang manajemen stress. Kader Prolanis
dilakukan intervensi terjadi karena adanya yang sebelumnya kurang memiliki
proses kognitif serta pembentukan pengetahuan tentang manajemen stress

123
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

dan belum mengetahui bagaimana teknik


mereduksi stress yang efektif dan Jimenez, T. R., Sanchez, B., Mcmahon, S.
sederhana menunjukkan perubahan dalam D., & Viola, J. (2016). A vision for
aspek pengetahuan dan kemampuan. the future of community psychology
Melalui peningkatan pengetahuan dan education and training. Am J
kemampuan subjek, tingkat kekambuhan Community Psychol, 0, 1–9.
penyakit kronis yang dialami diharapkan https://doi.org/10.1002/ajcp.12079
dapat menurun serta membuat subjek
lebih mampu menghadapi stress dan Kishore, J., Gupta, N., Kohli, C., &
menggunakan cara-cara yang lebih Kumar, N. (2016). Prevalence of
adaptif ketika menghadapi situasi hypertension and determination of its
tersebut. risk factors in Rural Delhi.
Dari hasil penelitian ini dapat International Journal of
disarankan bagi pihak Puskesmas agar Hypertension, 2016, 1–6.
selanjutnya dapat lebih memperhatikan https://doi.org/10.1155/2016/79625
aspek kesehatan secara psikis bagi para 95
pasien dan bagi peserta agar dapat
menerapkan metode manajemen stress Lismayanti, L., & Pamela, N. (2018).
yang telah dilatihkan melalui kegiatan ini. Efektivitas Spiritual Emotional
Freedom Therapy (SEFT) dalam
DAFTAR RUJUKAN menurunkan tekanan darah pada
American Psychiatric Association. lansia diatas 65 tahun yang
(2013). Diagnostic and statistical mengalami hipertensi. In Seminar
manual of mental disorders fifth Nasional dan Diseminasi Penelitian
edition (Fifth Edit). Arlington, VA. Kesehatan (pp. 64–67).

Anwar, Z. (2017). Intervensi psikologi. Merkes, M. (2010). Mindfulness-based


Malang: Penerbit Universitas stress reduction for people with
Muhammadiyah Malang. chronic diseases. Australian Journal
of Primary Health, 16, 200–210.
Christiani, Y. (2017). Ageing and chronic
disease in Indonesia - Assessing and Nagele, E., Jeitler, K., Horvath, K.,
responding to inequity. Innovation in Semlitsch, T., Posch, N., Herrmann,
Aging, 1(S1), 999. K. H., … Siebenhofer, A. (2014).
Clinical effectiveness of stress-
Esch, T., Fricchione, G. L., Joos, S., & reduction techniques in patients with
Teut, M. (2013). Self-care, stress hypertension: systematic review and
management, and primary care : meta-analysis. Journal of
From salutogenesis and health Hypertension, 32(10), 1936–1944.
promotion to mind-body medicine. https://doi.org/10.1097/HJH.000000
Evidence-based Complementary and 0000000298
Alternative Medicine (Vol. 2013).

124
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Pahlevani, Ebrahimi, Radmehr, Amini, stress, and quality of life ) among


Bahraminasab, & Yazdani. (2015). patients with type 2 diabetes, 7(4),
Effectiveness of stress management 258–265.
training on the psychological well- https://doi.org/10.5901/mjss.2016.v
being of the nurses. Journal of 7n4p
Medicine and Life, 8(4), 313–318.
Soo, H., & Lam, S. (2014). Stress
Poorgholami, F., Abdollahifard, S., management training in diabetes
Zamani, M., Jahromi, M. K., & mellitus. Journal of Health
Jahromi, Z. B. (2016). The effect of Psychology, 14(7), 933–943.
stress management training on hope https://doi.org/10.1177/1359105309
in hemodialysis patients. Global 341146
Journal of Health Science, 8(7),
165–171. Supratiknya. (2011). Merancang program
https://doi.org/10.5539/gjhs.v8n7p1 dan modul psikoedukasi edisi revisi.
65 Yogyakarta: Universitas Sanata
Dharma.
Salleh, M. R. (2008). Life event, stress
and illness. Malaysian Journal of Yang, B. X., Stone, T. E., & Davis, S. A.
Medical Sciences, 15(4), 9–18. (2017). The effect of a community
mental health training program for
Saraei, F. H., Hatami, H., & Bagheri, F. multidisciplinary staff. Archieve of
(2016). Effectiveness of stress Psychiatric Nursing, (115).
management on glycemic control https://doi.org/10.1016/j.apnu.2017.
and change of some of mental health 12.007
indicators ( depression , anxiety ,

125
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

PSIKOEDUKASI UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN


ORANG TUA TERHADAP KEKERASAN SEKSUAL

Ditsar Ramadhan
RSUD dr. Saiful Anwar Malang
Klojen, Kota Malang, Jawa Timur, 65112
kotaksurat.ditsar@gmail.com

ABSTRAK
Anak-anak usia dini disekitar lokasi intervensi terlihat bermain dengan menggunakan baju
dalam yang terbuka dan celana yang pendek hingga paha mereka terlihat. Asessmen yang
dilakukan menggunakan wawancara, observasi dan skala sikap orang tua terhadap
pendidikan seks. Hasilnya warga lokasi intervensi masih menganggap tabu membicarakan
masalah area seksual pada anak usia dini sehingga anak tidak mendapat informasi mengenai
pentingnya menjaga area seksual. Berdasarkan hasil asessmen, intervensi yang diberikan
adalah upaya preventif untuk mencegah anak usia dini menjadi korban kekerasan seksual.
Upaya preventif yang diberikan adalah psikoedukasi. Intervensi psikoedukasi dilakukan
dalam 6 sesi. Hasil intervensi yang diberikan adalah komunitas mampu meningkatkan sikap
orang tua pada pendidikan seks untuk pencegahan kekerasan seksual pada anak usia dini.
Kata kunci: psikoedukasi; orang tua; kekerasan seksual.

ABSTRACT
Early childhood in the intervention site were seen playing with underwear and short pants
until their thighs were exposed. Assessment was conducted using interviews, observations
and parent’s attitudes towards sex education scale. Result is community of the intervention
site still consider it taboo to discuss sexual area problems in early childhood. So early
childhood are not informed importance of protecting sexual areas. Based on assessment
result, interventions provided are preventive measures to prevent early childhood victims of
sexual violence. Preventive efforts are psychoeducation. Psychoeducation intervention was
carried out in 6 sessions. Results of the intervention, community is able to improve attitudes
of parents in sex education to prevent sexual violence on early childhood.
Keyword: Psychoeducation; parents; sexual violence.

PENDAHULUAN dewasa. Namun mereka tidak menyadari


Banyak orang tua yang menganggap bahwa anak usia dini yang tidak dibekali
bahwa penjelasan untuk menjaga area untuk menjaga area seksualnya akan
seksual pada anak usia dini masih tabu rentan menjadi korban kekerasan seksual.
untuk dibicarakan karena mereka Kekerasan seksual telah menjadi
menganggap mereka masih terlalu kecil kasus kekerasan yang sering dialami oleh
untuk membicarakan hal-hal yang anak di Indonesia. Menurut WHO (World
seharusnya layak dibicarakan oleh orang Health Organization). Kekerasan seksual

126
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

adalah keterlibatan anak dalam aktivitas Dampak yang ditimbulkan antara lain
seksual dengan orang dewasa atau anak sulit tidur, takut terhadap orang dewasa
kecil lainnya (anak kecil yang memiliki tertentu, sakit diarea intim, terlihat tidak
kekuasaan dibanding korban) yang anak nyaman (Ayurinanda, 2016). Sedangkan
tidak memahami sepenuhnya, tidak pada masa dewasa anak akan mengalami
mampu memberikan persetujuan untuk gangguan paranoid, trauma
melakukan dan kegiatan ini melanggar berkepanjangan, bermasalah dengan
hukum atau tabu sosial masyarakat. lawan jenis menjadi pribadi apatis,
Kekerasan seksual pada anak dapat kecemasan, kelainan seksual, depresi
berupa perlakuan tidak senonoh dari tinggi, percobaan bunuh diri yang
orang lain, kegiatan yang menjurus berulang-ulang, melukai diri sendiri dan
pornografi, perkataan porno dan tindakan dapat menjadi pelaku kekerasan seksual
pelecehan organ seksual anak, perbuatan pada orang lain pada masa dewasa
cabul (Justicia, 2016). (Cashmore & Shackel, 2013; Corona,
Menurut sebuah penelitian Jannini, & Maggi, 2014; Sawyerr &
metaanalisis yang dilakukan skala Bagley, 2017).
internasional, hasilnya prevalensi Tujuan penulisan artikel ini adalah
kekerasan seksual pada anak perempuan untuk mencegah anak-anak usia dini
18-20% dan 8% anak laki-laki pernah menjadi krban kekerasan seksual yang
mengalami kekerasan seksual pada saat saat ini marak terjadi. Pencegahan
anak-anak (Barth, Bermetz, Heim, Trelle, kekerasan seksual terus dilakukan dalam
& Tonia, 2013). Sedangkan di Indonesia, hal ini adalah upaya preventif. Upaya
menurut data KPAI pada tahun 2011, preventif tentang kekerasan seksual ini
terjadi 2275 kasus kekerasan terhadap seharusnya tidak saja menjadi tanggung
anak, 887 kasus diantaranya merupakan jawab sekolah, namun diperlukan
kekerasan seksual. Pada tahun 2012 kesadaran orang tua untuk memberikan
kekerasan terhadap anak telah terjadi pendidikan seks pada usia dini juga
3.871 kasus, 1028 kasus diantaranya sangatlah penting (Finkelhor, 2009). Di
adalah kekerasan seksual terhadap anak. Amerika Serikat, pendidikan seks sangat
Pada tahun 2013, dari 2637 kekerasan menjadi topik hangat karena tingginya
anak, 48 % atau sekitar 1.266 merupakan angka kekerasan seksual di negara
kekerasan seksual pada anak (Noviana, tersebut (Raphael, 2015)
2015). Intervensi komunitas untuk mencegah
Pelaku kekerasan seksual ini 68% kekerasan seksual pada anak usia dini ini
dilakukan oleh orang yang dikenal anak tidak terbatas untuk orang tua saja namun
(paman, pekerja, sepupu, tetangga dll) bisa untuk guru bahkan masyarakat luas
sedangkan 10% dilakukan oleh orang dapat diberikan intervensi komunitas.
asing yang baru dikenal anak sedangkan Sangat penting untuk melindungi
sisanya, pelaku merupakan orang tua anak generasi penerus bangsa agar tidak
sendiri (Justicia, 2015). menjadi korban kekerasan seksual dan
Kekerasan seksual memiliki dampak tidak menambah jumlah korban dan
yang sangat besar pada anak usia dini. pelaku (Rheingold et al., 2015). Oleh

127
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

karena itu perlu diperlukan usaha seksual. Observasi dilakukan untuk


preventif untuk mencegah itu semua. melihat gambaran secara umum perilaku
Usaha preventif yang dapat dilakukan anak-anak usia dini dilingkungan mereka.
adalah psikoedukasi. Psikoedukasi
HASIL
bertujuan untuk memberi pengetahuan Warga lokasi intervensi komunitas
dan informasi mengenai kekerasan dapat mengikuti rangkaian intervensi
seksual dan bagaimana cara mencegahnya komunitas dengan baik pada tanggal 29
(Kenny, 2009; Tougas, Tourigny, April 2017. Warga yang mengikuti
Lemieux, Lafortune, & Proulx, 2014). berjumlah 27 orang. Hasilnya,
METODE pengetahuan warga yang memiliki anak
Rancangan penelitian yang digunakan usia dini terhadap bahaya kekerasan
adalah quasi eksperimen dengan one seksual pada anak meningkat antara lain
group pre test post test design. Penelitian siapa saja pelaku kekerasan seksual, apa
ini akan melihat efek sebelum dan saja yang menyebabkan kekerasan
sesudah diberikan perlakuan. Subjek seksual dapat terjadi dan dampak pada
dalam penelitian ini adalah warga kota anak yang ditimbulkan akibat kekerasan
Malang di kelurahan X RW Y dengan seksual. Tidak hanya itu, bagaimana cara
prosedur pengumpulan data mencegah agar anak tidak menjadi korban
menggunakan purposive sampling karena kekerasan seksual. Gambaran hasil
3 pekan sebelumnya telah ditangkap intervensi dapat dilihat ditabel berikut.
pelaku kekerasan seksual pada anak Tabel 6. Perbandingan kondisi sebelum
didaerah tersebut. Analisis data dan sesudah intervensi
menggunakan SPSS sample paired T-
Sebelum Sesudah
Test.
intervensi intervensi
Untuk mengetahui sikap orang tua
 Menganggap  Ingin
terhadap pendidikan seks, maka diberikan
tabu membicarakan
skala untuk mengukur hal tersebut. Skala
membicarakan area mana saja
yang diberikan adalah skala sikap orang
masalah area yang boleh
tua terhadap pendidikan seks yang
seksual pada disentuh oleh
dikembangkan oleh Jasmine Sui pada
anak usia dini orang lain
tahun 1994 skala ini memiliki realibilitas
 Tidak  Mengetahui
Alpha Cronchbach sebesar 0.78 (Nyarko,
mengetahui siapa saja yang
2014).
siapa saja dapat menjadi
Metode asessmen yang digunakan
pelaku pelaku
adalah wawancara dan observasi.
kekerasan kekerasan
Wawancara dilakukan kepada warga
seksual seksual
lokasi intervensi komunitas yang
 Tidak  Mengetahui
memiliki anak usia dini. Wawancara
mengetahui cara mencegah
dilakukan bertujuan untuk menggali
bagaimana cara anak usia dini
informasi mengenai pengetahuan warga
mencegah anak menjadi korban
sekitar tentang pencegahan anak usia dini
usia dini
agar tidak menjadi korban kekerasan

128
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

menjadi korban kekerasan setempat yang memberikan motivasi


kekerasan seksual kepada warganya yang memiliki anak
seksual usia dini untuk mengikuti intervensi. Hal
ini membuat warga antusias untuk
Data pretest-posttest yang dianalisis mengikuti intervensi. Dengan
menggunakan SPSS sample paired T-Test bertambahnya pengetahuan warga tentang
menunjukan nilai signifikansinya adalah kekerasan seksual pada anak akan dapat
0.001 Yang menunjukan bahwa terdapat menghindarkan anak mereka menjadi
perbedaan pengetahuan sebelum dan korban kekerasan seksual.
sesudah diberikan intervensi. Hal ini juga Teknik psikoedukasi yang diberikan
dapat dilihat dari peningkatan nilai mean sudah tepat diberikan dalam level
pada saat pretest berjumlah 27.2. pencegahan kekersan seksual anak. Hal
Sedangkan posttest berjumlah 34.3 ini dikarenakan warga dibekali
adapun grafik peningkatan sikap warga pengetahuan tentang siapa saja yang
setelah intervensi dijabarkan pada grafik berpotensi menjadi pelaku, dampak yang
berikut ditimbulkan dan bagaimana pencegahan
agar anak terhindar dari kekerasan
seksual. Pemberian brosur yang berisi
40
cara pencegahan anak menjadi korban
30 kekerasan seksual juga efektif untuk
20 peningkatan pengetahuan dan
10 keberhasilan intervensi (Barlas, 2017).
0 Hal ini juga terdapat dalam penelitian
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 Justicia (2015) bahwa psikoedukasi
Pre test efektif untuk mencegahh terjadinya
post test kekerasan seksual pada anak usia dini.

Grafik 5. Pengetahuan sikap warga SIMPULAN


sebelum dan sesudah intervensi. Hasil penelitian menunjukan
meningkatnya pengetahuan orang tua
PEMBAHASAN
tentang pentinggnya pendidikan seksual
Hasil penelitian menunjukan
sejak dini untuk menghindarkan anak
meningkatnya pengetahuan orang tua
menjadi korban kekerasan seksual. Usaha
tentang kekerasan seksual. Diharapkan
preventif ini efektif untuk mencegah anak
dengan meningkatnya pengetahuan warga
menjadi korban kekerasan seksual.
tentang kekerasan seksual pada anak usia
Karena dapat meningkatkan pengetahuan
dini dapat mencegah terjadinya kekerasan
dan kewaspadaan orang tua agar anak
seksual pada anak usia dini.
mereka terhindar dari kejahatan kekerasan
Tercapainya target dalam intervensi
seksual. Usaha preventif dapat pemberian
komunitas ini tidak lepas dari beberapa
pengetahuan, pelatihan (Finkelhor, 2009).
faktor antara lain warga lokasi intervensi
Seperti yang dilakukan pada intervensi ini
komunitas terbuka dan kooperatif
yaitu memberikan pendidikan mengenai
terhadap mahasiswa, kader posyandu
bahaya kekerasan seksual pada anak.

129
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Dimana warga dapat pemahaman secara Studies. Retrieved from


mendalam mengenai kekerasan seksual http://cdn.basw.co.uk/upload/basw_1
dan mengajarkan pada anak bagaimana 03914-1.pdf
agar terhindar dari kekerasan seksual. Corona, G., Jannini, E. A., & Maggi, M.
Diharapkan kedepannya seluruh elemen (Eds.). (2014). Emotional, Physical
masyarakat khususnya yang bertemu and Sexual Abuse. Cham: Springer
langsung dengan anak usia dini semisal International Publishing. Retrieved
sekolah, PAUD dsb bisa melakukan from
upaya preventif pencegahan kekerasan http://link.springer.com/10.1007/978-
seksual pada anak usia dini agar korban 3-319-06787-2
kekerasan seksual dapat dicegah
semaksimal mungkin. Finkelhor, D. (2009). The prevention of
childhood sexual abuse. The Future
DAFTAR RUJUKAN of Children, 19(2), 169–194.
Ayurinanda, A. R. (2016). Melindungi
anak usia dini dari kekerasan seksual. Justicia, R. (2015). Program underwear
In SciTePress (Vol. 1, pp. 149–158). rules untuk mencegah kekerasan
Yogyakarta: Faculty of Tarbiyah and seksual pada anak usia dini. JURNAL
Teaching Science, State Islamic PENDIDIKAN USIA DINI, 9(2),
University Kalijaga. Retrieved from 217–232.
http://ejournal.uin- Kenny, M. C. (2009). Child Sexual
suka.ac.id/tarbiyah/conference/index. Abuse Prevention: Psychoeducational
php/iciece/iciece1 Groups for Preschoolers and Their
Barlas, G. Ü. (2017). Effectiveness of a Parents. The Journal for Specialists in
group and brochure psychoeducation Group Work, 34(1), 24–42.
intervention to improve depression https://doi.org/10.1080/01933920802
level and treatment continuity among 600824
adults with depression in turkey: A Krapp, K. M. (Ed.). (2005).
controlled study. Biomedical Psychologists and their theories for
Research, 28(4), 1493–1499. students. Detroit: Thomson Gale.
Barth, J., Bermetz, L., Heim, E., Trelle, Noviana, I. (2015). Kekerasan seksual
S., & Tonia, T. (2013). The current terhadap anak: Dampak dan
prevalence of child sexual abuse penanganannya. Jurnal Sosio
worldwide: a systematic review and Informa, 1(1), 34–56.
meta-analysis. International Journal
Nyarko, K. (2014). Parental Attitude
of Public Health, 58(3), 469–483.
towards Sex Education at the Lower
https://doi.org/10.1007/s00038-012-
Primary in Ghana. International
0426-1
Journal of Elementary Education,
Cashmore, J., & Shackel, R. (2013). The 3(2), 21.
long-term effects of child sexual https://doi.org/10.11648/j.ijeedu.2014
abuse. Australian Institute of Family 0302.11

130
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Raphael, D. A. (2015). The Effect of https://doi.org/10.1007/s11121-014-


Sexual Education on Sexual Assault 0499-6
Prevention. Women North Carolina. Sawyerr, A., & Bagley, C. (2017). Child
WomenNC. Retrieved from Sexual Abuse and Adolescent and
http://www.womennc.org/wp/wp- Adult Adjustment: A Review of
content/uploads/2015/04/2015- British and World Evidence, with
WomenNC-ResearchPaper-Effects- Implications for Social Work, and
ofSexEduc-on- Mental Health and School
PreventSexAssault_Dana- Counselling. Advances in Applied
Raphael0415.pdf Sociology, 7(1), 1–15.
Rheingold, A. A., Zajac, K., Chapman, J. https://doi.org/10.4236/aasoci.2017.7
E., Patton, M., de Arellano, M., 1001
Saunders, B., & Kilpatrick, D. Tougas, A.-M., Tourigny, M., Lemieux,
(2015). Child Sexual Abuse A., Lafortune, D., & Proulx, J.
Prevention Training for Childcare (2014). Psychoeducational group
Professionals: An Independent Multi- intervention for juvenile sex
Site Randomized Controlled Trial of offenders: outcomes and associated
Stewards of Children. Prevention factors. Hellenic Journal of
Science, 16(3), 374–385. Psychology, 11, 184–207.

131
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

PSIKODRAMA UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI REMAJA


KORBAN KONFLIK ORANG TUA

May Lia Elfina


Universitas Muhammadiyah Malang
Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur 65145
mayliaelfina@gmail.com
Cahyaning Suryaningrum
Universitas Muhammadiyah Malang
Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur 65145
cahyaning@umm.ac.id

ABSTRAK
Konsep diri merupakan hal yang penting pada masa remaja. Konflik antar orang tua
menempatkan anak dalam risiko mengalami kesulitan perkembangan emosi dan perilaku
sehingga berpengaruh pada pembentukan konsep diri remaja. Penelitian ini bertujuan untuk
meningkatkan konsep diri remaja akibat konflik orang tua melalui psikodrama. Partisipan
dalam penelitian ini yaitu empat siswa Sekolah Menengah Pertama yang memiliki konsep
diri rendah akibat konflik orang tua. Desain penelitian ini yaitu systematic case study
bertujuan untuk menguji efektivitas suatu intervensi, yaitu psikodrama. Pelaksanaan terapi
dilakukan sebanyak 5 sesi. Analisis data yang digunakan bersifat kualitatif dengan
membandingkan kondisi sebelum dan sesudah intervensi, serta selama proses intervensi
berlangsung. Alat ukur yang digunakan untuk melihat adanya perubahan konsep diri yaitu
Adolescent Self Concept Short Scale (ASCSS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
psikodrama dapat meningkatkan konsep diri para partisipan.
Kata Kunci: konsep diri; psikodrama; remaja.
ABSTRACT
Self-concept is important in adolescence. Conflicts between parent’s place children at risk
of experiencing emotional and behavioral development difficulties so that it affects the
development of adolescent’s self-concept. This research aims to improve adolescent self-
concept due to parent conflict through psychodrama. Participants in this study were four
junior high school students who had low self-concepts due to parent conflict. The design of
this research is a systematic case study that aims to test psychodrama as intervention. The
therapy is carried out in 5 sessions. Analysis of the data used is qualitative by comparing
conditions before and after the intervention, as well as during the intervention process, in
addition, the scale is used to see changes in self-concept before and after the intervention.
The measuring tool used to see changes in self-concept is the Adolescent Self-Concept Short
Scale (ASCSS). The results showed that psychodrama could improve the self-concept of
the participants.
Keywords: adolescent; psychodrama; self-concept

132
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

PENDAHULUAN Konsep diri rendah dialami oleh


Konflik antar orang tua dapat remaja dengan beberapa permasalahan,
menempatkan anak dalam risiko, bukan antara lain yakni adanya konflik dengan
hanya berpisahnya orangtua, namun juga orang tua, terjadinya bully, adanya
konflik pertengkaran yang berhubungan tantangan akademik tanpa memiliki
dengan menurunnya kualitas hubungan dukungan dari keluarga, trauma, dan
orang tua (Reynolds & Houlston, 2014). konflik yang terjadi pada orangtua.
Anak mengalami kesulitan ketika orang (Forrest, 1996; Slaninova & Stainerova,
tua mereka memiliki konflik dan tidak 2015; Sweeney & Bracken, 2000).
dapat menyelesaikannya, dan anak Permasalahan dalam penelitian ini
seringkali marah dengan kejadian tersebut yakni kondisi siswa yang memiliki orang
serta menjadi lebih terpancing secara tua yang sedang mengalami konflik
emosi ketika menemui isu yang berkaitan (keluarga tidak harmonis) bahkan
dengan konflik orangtua (Harold, Aitken, terancam melakukan perceraian. Siswa
& Shelton, 2007). Konflik orang tua akan merasa bahwa masalah di rumah dibawa
mempengaruhi kehidupan anak, bukan ke sekolah dan mudah sekali terpancing
hanya pada perilaku anak, namun juga secara emosi akibat kondisi keluarganya
berpengaruh pada proses belajar, sehingga mereka mudah marah dan
performa, bahkan keseluruhan hidupnya melakukan agresi.
(Allison, 2000). Banyakanya masalah tersebut
Kesulitan yang dialami oleh remaja membuat siswa merasa bahwa banyak
ketika orang tua mengalami konflik sekali kekurangan yang ada pada dirinya
diantaranya yakni kesulitan dalam dan merasa pesimis dengan kemampuan
memiliki hubungan dengan teman sebaya, diri akibat dari konflik keluarga yang
orang tua, guru, maupun saudara dialaminya. Konsep diri rendah juga
kandung. Selain itu prestasi akademik ditemukan pada hasil skor ASCSS
akan menurun, mempengaruhi (Adolescent Self-Concept Short Scale)
kemampuan atensi anak, tempramen anak pada keseluruhan partisipan dalam
juga meningkat, dan lebih rentan penelitian ini.
meluapkan emosi dan amarah (Reynolds Konsep diri merupakan pengetahuan
& Houlston, 2014) seseorang tentang dirinya (tentang apa
Berdasarkan penelitian oleh Sweeney yang seseorang ketahui mengenai dirinya
& Bracken, siswa yang memiliki keluarga sendiri seperti usia, jenis kelamin,
single parent cenderung memiliki self- kebangsaan, suku, pekerjaan dan lainnya),
concept yang lebih rendah dibandingkan pengharapan mengenai dirinya
dengan orang tua yang utuh. Demikian (deskriptif, misal individu tersebut
pula siswa yang memiliki keluarga memiliki pengharapan bagi dirinya
dengan koflik memiliki family self sendiri dan pengharapan yang sesuai
concept yang lebih rendah dibandingkan dengan diri idealnya) dan penilaian
dengan siswa dengan orang tua yang utuh (evaluatif, misal mengukur apakah
(Sweeney & Bracken, 2000). individu dapat menjadi apa atau
seharusnya menjadi seperti apa) (Acocella

133
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

& Calhoun, 1990). Sedangkan domain anekdotal oleh terapis tentang faktor yang
yang mempengaruhi konsep diri berkontribusi mempengaruhi jalannya
diantaranya yakni, sosial, kompetensi, intervensi(Kazdin, 2011).
afeksi, akademik, keluarga, dan fisik Partisipan penelitian dipilih melalui
(Bracken, Bunch, Keith, & Keith, 2000). purposive sampling dimana disesuaikan
Salah satu intervensi yang dapat dengan kriteria penelitian sehingga nilai
digunakan untuk meningkatkan konsep validasi yang didapatkan terpercaya
diri adalah psikodrama. Psikodrama (Palys, 2008). Partsipian yang dipilih
adalah salah satu bentuk variasi terapi yakni berjumlah empat remaja yang
kelompok yang dikembangkan oleh J.L memiliki konsep diri rendah akibat
Moreno pada tahun 1946, dimana konflik orang tua. Selain itu dilakukan
seseorang didorong untuk memainkan pula tes piskologi, yakni DAP (Draw a
suatu peran emosional didepan para person) dan SSCT (Sack Sentence
audience tanpa latihan sebelumnya. Sesi Completion Test) sebagai data tambahan
psikodrama terdiri dari warming up, efektivitas pemilihan partisipan.
enactment, dan sharing. Instrumen yang digunakan dalam
Psikodrama berfokus pada penelitian ini adalah Adolescent Self-
mengurangi kecemasan melalui Concept Short Scale (ASCSS). Skala ini
kemampuan spontanitas seseorang yang memiliki reliabilitas sebesar 0.87 (Veiga
dilakukan dalam kegiatan acting sehingga & Leite, 2016), dengan jumlah aitem
memunculkan pemikiran-pemikiran baru sebanyak 30 aitem dan enam pilihan
pada seseorang dalam menghadapi respon (sangat tidak setuju sampai dengan
masalah di kehidupannya (Wilkins, sangat setuju). ASCSS terbagi menjadi 6
1999). Dalam penelitian ini konsep diri, domain, physical appearance, behavior,
psikodrama berfungsi sebagai media popularity, happiness dan intellectual
Oleh karena itu, penelitian ini hendak status.
melihat sejauh mana perubahan konsep Analisis data yang digunakan yakni
diri pada partisipan setelah dilakukannya bersifat kualitatif dengan
psikodrama. membandingkan kondisi sebelum dan
sesudah intervensi, serta selama proses
METODE
intervensi berlangsung. Selain itu
Desain penelitian yang digunakan
digunkana skala ASCSS untuk
yakni systematic case study. Systematic
mengetahui perubahan konsep diri pada
case study termasuk dalam Small N
partisipan sebelum dan setelah diberikan
design, dimana dapat digunakan untuk
intervensi.
melihat efektivitas suatu intervensi
dengan melakukan pengukuran HASIL
perubahan efek terapi pada setiap sesi Hasil intervensi menunjukkan adanya
tanpa adanya kontrol eksperimen (Barker, peningkatan konsep diri pada masing-
Pistrang, & Elliott, 2002). Lebih lanjut masing partisipan. Meningkatnya konsep
Kazdin mengatakan bahwa case study diri terjadi ditandai dengan adanya
melakukan investigasi secara intensif dari perubahan pada partisipan dalam setiap
individu dengan melakukan deskripsi sesinya, hingga pada akhir sesi

134
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

mengalami peningkatan pada skor Kategori skoring pada ASCSS adalah


ASCSS. Pada sesi pertama klien masih bila skor di atas 105 maka dapat
ragu dan malu untuk tampil dan dikategorikan konsep diri positif,
mengutarakan keinginan dan tentang sedangkan jika skor di bawah 105 maka
dirinya, hanya satu dari empat partisipan dikategorikan sebagai konsep diri yang
yang mengajukan diri dan berani tampil. negatif. Berdasarkan grafik tersebut dapat
Pada sesi kedua, ketiga klien yang dikatakan ke empat partisipan mengalami
awalnya diam mulai bernai berpendapat peningkatan konsep diri setelah diberikan
bahkan mengajukan diri untuk menjadi psikodrama.
protagonist/pemeran utama dalam sesi
PEMBAHASAN
psikodrama yang ada. Pada sesi ketiga, Hasil intervensi menunjukkan bahwa
seluruh partisipan mulai aktif berpendapat konsep diri remaja korban orang tua yang
dan bercerita tentang pengalamannya. mengalami konflik meningkat setelah
Setiap akhir sesi, partisipan dibeirkan intervensi psikodrama. Dalam
mengungkapkan perasaan dan pikirannya penelitian ini terjadi peningkatan skor self
tentang apa yang diperoleh dari sesi concept menggunakan Adolescent Self-
tersebut. Pada sesi sharing, partisipan Concept Short Scale. Partisipan yang
mengungkapkan pengalaman melakukan sebelumnya merasa tidak mampu, saat ini
psikodrama. Seluruh partisipan menjadi lebih optimis dan tidak terkekang
mengungkapkan memiliki pemikiran baru dengan pemikiran bahwa hanya
tentang bagaimana sikap yang seharusnya keluarganya yang mengalami masalah.
dilakukan ketika mengingat atau melihat Keempat partisipan pada awalnya tidak
orang tua yang sedang bertengkar. Selain yakin dengan kemampuannya, saat ini
itu seluruh pastisipan tidak lagi merasa berkomitmen untuk melakukan
sendiri memiliki orang tua yang sering perubahan perilaku dengan
mengalami konflik atau sering memaksimalkan potensi yang ada, misal
bertengkar. saling sharing ketika ada masalah. Selain
Pada akhir sesi, diberikan ASCSS itu, partisipan yang sbeelumnya mudah
sebagai data kuantitatif adanya perubahan terpancing emosi ketika terjadi masalah,
skor konsep diri pada partisipan. Berikut saat ini berusaha untuk lebih mampu
ini adalah grafik peningkatan konsep diri mengontrol diri.
pada partisipan. Setting kelompok sengaja dipilih
peneliti karena intervensi psikodrama
merupakan terapi yang menggunaan
format grup dengan adanya intersection
dari beberapa hubungan peran yang
berbeda antar seseorang, dengan adanya
kesulitan dan kemungkinan potensi yang
dapat dibangun bersama antar anggota
Gambar 1. Grafik Peningkatan Konsep terapi sehingga sangat cocok untuk
Diri diterapkan dalam setting grup (Cruz,
Sales, Alves & Moita, 2018).

135
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Prinsip dari psikodrama yang pikiran yang lebih luas dalam menanggapi
diungkapkan oleh Moreno adalah situasi tersebut, serta mengalami perasaan
individu dilatih untuk menurunkan yang lebih baik setelah mendapatkan
kecemasan dalam menghadapi masalah beberapa efek dari munculnya ego
untuk memunculkan spontanitas reaksi auxiliaries, misalnya.
yang lebih baik dengan danya panggung Teknik yang digunakan pertama yakni
drama (Wilkins, 1999). Oleh karena itu role reversal. Partisipan melakukan role
psikodrama memiliki tujuan untuk reversal dengan tujuan agar memahami
menekankan kecemasan yang dialami dan posisi dan persepsi melalui sudut pandang
menggantinya dengan spontanitas reaksi yang berbeda dan semua dilakukan secara
yang baru sehingga lebih memunculkan spontan. Role reversal adalah mesin dari
perilaku adaptif, selain itu dengan adanya psikodrama karena membawa kejadian
masukan dari audience, auxiliaries, dan kehidupan nyata sebagai hal yang terbalik
director, maka proses psikoterapi dengan keseharian sehingga hal tersebut
semakin hidup. sangat mungkin muncul kembali dalam
Moreno meyakini bahwa melakukan kehidupan sehari-hari. Selain itu dengan
“acting out” pada lingkungan yang aman role reversal seseorang akan bermain,
dan terkontrol, dalam hal ini adalah mengembangkan kemungkinan peran
setting psikodrama dapat menolong orang dengan peran lainnya, dapat dilakukan
dan menurunkan konflik yang supervisi maupun tidak mengenai
dialaminya. Sehingga dapat dikatakan spontanitas yang muncul, dimana hal
tujuan psikodrama adalah untuk tersebut akan memunculkan pandangan
menurukan konflik demi mendapatkan baru tentang suatu pengalaman pada
insight melalui aksi dibandingkan dengan individu (Farnsworth, 2010).
berbicara sendiri, aksi yang dimaksud Teknik doubling digunakan sebagai
adalah roleplay, berfikir, merasakan, psikodrama juga dapat memberikan efek
secara serentak sehingga mengeluarkan terapeutik dengan adanya ego auxiliaries.
hal-hal yang selama ini ditekan Pengalaman adanya doubling dengan
(repressed). Kekuatan psikodrama yakni kuatnya kualitas dari identifikasi empatik
terletak pada emosional katarsis yang secara sensitif akan dirasakan oleh
dilakukan oleh individu (Miller, 2012). seseorang sebagai konteks terapeutik
Struktur konsep diri selama periode dalam psikodrama (Farnsworth, 2010).
perkembangan didominasi oleh keadaan Psikodrama dapat meningkatkan konsep
psikologis, yakni pikiran, perasaan, sikap, diri secara signifikan dengan pengukuran
keinginan, keyakinan, ketakutan, dan perubahan konsep diri pada saat follow up
harapan (Rosenberg, 1986). Melalui (Carroll & Howieson, 1984).
psikodrama dengan teknik-tekniknya Faktor yang dapat mendukung
(role reversal dan doubling), partisipan lancarnya proses psikodrama yakni
ditempatkan dalam situasi (scene) tertentu kesatuan dari kelompok yang saling
yang sama dengan situasi pemicu mendukung. Partisipan mampu menyatu
ketakutan, harapan, kecemasan, bahkan dan saling mendukung, saling
keinginan, sehingga partisipan memiliki memberikan feedback dan tanpa malu

136
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

menceritakan pengalamannya tentang Farnsworth, J. (2010). Creative


konflik dalam keluarganya sehingga Supervision Through Doubling ,
anggota berperan cukup aktif. Pada Mirroring and Role Reversal. New
dasarnya psikodrama adalah suatu konten Zaeland.
termasuk keseluruhan informasi yang Forrest, W. (1996). Self-concept
didapatkan dari perkumpulan orang differences between bullied and
mengenai mereka sendiri dan mereka non- bullied children Edith Cowan
melakukan evaluasi terhadap diri mereka University. Cowan University.
sendiri (Styła, 2015).
Kazdin, A. E. (2011). Single-case
SIMPULAN research designs: Methods for
Psikodrama dapat meningkatkan konsep
clinical and applied settings. New
diri pada remaja dengan permasalahan
York: Oxford University Press.
korban orang tua yang mengalami
konflik. Perubahan yang terjadi pada Palys, T. (2008). Purposive sampling. The
masing-masing partisipan yakni Sage Encyclopedia of Qualitative
menunjukan peningkatan konsep diri Research Methods, 2(1), 697–698.
yang ditandai meningkatnya skor konsep Rosenberg, M. (1986). Self-concept from
diri menggunakan ASCSS yang disertai middle childhood through
dengan perilaku yang tampak seperti adolescence. Psychological
partisipan mulai melakukan perubahan Perspectives on the Self, 3.
pada dirinya, yakni lebih semangat
Slaninova, G., & Stainerova, M. (2015).
bersekolah, tidak kabur dari kelas, dan
Trauma as a Component of the Self-
tidak merasa sendiri dalam mengalami
Concept of Undergraduates.
masalah keluarga, dan meyakini potensi
Procedia - Social and Behavioral
yang ada pada dirinya.
Sciences, 171, 465–471.
DAFTAR RUJUKAN https://doi.org/10.1016/j.sbspro.201
Acocella, J. F. C. J. R., & Calhoun, J. F. 5.01.148
(1990). Psychology of Adjustment
Sweeney, R. B., & Bracken, B. A. (2000).
and Human Relationships. New
Influence of family structure on
York.
children’s self-concept
Allison, B. N. (2000). Parent–adolescent development. Canadian Journal of
conflict in early adolescence. School Psychology, 16(1), 39–52.
Research and implications for
Veiga, F., & Leite, A. (2016). Adolescents
middle school programs. Journal of
’ Self-concept Short Scale : A
Family and Consumer Sciences
version of PHCSCS. Social and
Education, 18(2).
Behavioral Science, 217(351), 631–
Barker, C., Pistrang, N., & Elliott, R. 637.
(2002). Research methods in https://doi.org/10.1016/j.sbspro.201
clinical psychology (2nd ed.). 6.02.079
London: John Wiley & Sons, Ltd.
Wilkins, P. (1999). Psychodrama. New

137
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Delhi: Sage Publication India Pvt


Ltd.

138
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

UNWELL TO WELL-BEING : ANALISIS KEPATUHAN MINUM


OBAT PADA PASIEN HIPERTENSI
Yulia Asmarani
Universitas Brawijaya
Ketawanggede, Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur, 65145
y.asmarani92@gmail.com
Dita Rachmayani
Universitas Brawijaya
Ketawanggede, Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur, 65145
dh33ta@ub.ac.id

ABSTRAK
Hipertensi merupakan kondisi medis dimana tekanan darah meningkat hingga
>140/90mmHg dan terjadi berulang sehingga harus mengonsumsi obat secara rutin.
Tingkat kepatuhan dipengaruhi oleh kondisi psikologis orang tersebut, yaitu
psychological well-being yang merupakan dorongan untuk menyempurnakan dan
merealisasikan potensi diri. Penderita hipertensi yang memiliki psychological well-being
baik maka akan memiliki keinginan sembuh dari penyakitnya dengan rajin minum obat,
begitu sebaliknya. Tujuan penelitian adalah untuk menguji dan menjelaskan hubungan
psychological well-being dengan kepatuhan minum obat pada penderita hipertensi.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan teknik pengambilan sampel adalah
accidental sampling. Subyek penelitian ini adalah penderita hipertensi sebanyak 220
orang. Teknik analisis data menggunakan analisis Spearman. Skala penelitian yang
digunakan adalah psychological well-being dan MMAS-8. Hasil pengujian diperoleh
koefisien sebesar 0,463 (p-value 0,000<0,05) karena koefisien bertanda positif
mengindikasikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan searah antara
psychological well-being terhadap kepatuhan minum obat. Artinya semakin tinggi
psychological well-being akan mengakibatkan semakin tinggi pula kepatuhan minum
obat, begitu juga sebaliknya.
Kata Kunci: hipertensi; kepatuhan minum obat; psychological well-being.

ABSTRACT
Hypertension is a medical condition where blood pressure rises to >140/90mmHg and
occurs repeatedly so that it must take medication regularly. The level of compliance is
influenced by the psychological condition of the person, namely psychological well-being
which is an encouragement to perfect and realize self potential. Hypertension sufferers
who have a good psychological well-being will have the desire to recover from their
illness by diligently taking medication, and vice versa. The purpose of the study was to

139
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

examine and explain the relationship of psychological well-being with medication


adherence in hypertension. This study uses a quantitative method with sampling
technique is accidental sampling. The subjects of this study were 220 people with
hypertension. Data analysis techniques using Spearman analysis. This reseach use
psychological well-being scale and MMAS-8 scale. The results obtained coefficients of
0.463 (p-value 0,000<0.05) because the coefficients with a positive sign indicate that
there is a significant and unidirectional relationship between psychological well-being
towards medication adherence. This means that the higher the psychological well-being
will lead to higher medication adherence, and vice versa.
Keywords : hypertension; medication adherence; psychological well-being.
orang kurang melakukan aktifitas fisik
PENDAHULUAN
(Kemenkes, 2018). Hipertensi memang
Dewasa ini hipertensi merupakan suatu
mulai ditemukan pada usia muda tetapi
penyakit yang sangat umum ditemukan
hal ini masih belum menjadi
di masyarakat dan dapat menyerang
kekhawatiran bagi masyarakat karena
siapa saja, bahkan hampir semua
jumlah penderita hipertensi pada anak di
kalangan dapat menderita penyakit ini.
Indonesia masih belum diketahui secara
Meskipun hampir sebagian besar
pasti.
penderita hipertensi ini adalah orang-
Pada tahun 2011 WHO mencatat
orang usia lanjut, namun tidak menutup
terdapat 1 miliar orang yang terkena
kemungkinan bahwa pada usia-usia yang
penyakit hipertensi dan menyebut angka
dianggap cukup muda juga bisa memiliki
hipertensi saat ini terus meningkat secara
riwayat penyakit hipertensi. Insidensi
global (Kompas, 2013). Peningkatan
dan prevalensi hipertensi meningkat
orang-orang dewasa yang akan
seiring dengan bertambahnya usia
menderita hipertensi diprediksi
terutama pada lanjut usia. Individu yang
meningkat hingga 29% pada tahun 2025
berumur 45 tahun atau lebih mempunyai
(Quamila, 2017). Pada tahun 2008
risiko 90% untuk mengidap penyakit
penderita hipertensi mencapai angka
hipertensi (Adikusuma, Qiyaam, &
32% dengan Hipertensi merupakan
Yuliana, 2015). Hal ini dapat terjadi
kondisi yang sering ditemukan pada
apabila pola hidup seseorang tidak
pelayanan kesehatan primer dan masalah
terjaga dengan baik atau memiliki pola
kesehatan dengan prevalensi yang tinggi
hidup tidak sehat.
di Indonesia, yaitu sebesar 34,1% sesuai
Menurut data Riskesdas tahun 2013
dengan data Riskesdas tahun 2018
penduduk Indonesia pada usia 15 tahun
(Kemenkes, 2018). Di samping itu,
ke atas sebesar 36,3% orang merokok,
pengontrolan hipertensi belum adekuat
93,5% orang kurang mengonsumsi buah
meskipun obat-obatan yang efektif
dan sayur, 52,7% orang mengonsumsi
banyak tersedia serta data menunjukkan
garam lebih dari 2000mg/hari, 15,4%
bahwa hanya 0,7% orang yang
orang mengalami obesitas, dan 26,1%
terdiagnosis tekanan darah tinggi

140
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

meminum obat hipertensi (Kemenkes, (tekanan darah ≥160/100 mmHg), terapi


2017). Hal ini menunjukkan bahwa obat harus diberikan setelah
sebagian besar penderita hipertensi terdiagnosis, biasanya dengan
masih belum menyadari bahwa mereka memberikan dua jenis obat, tanpa
menderita hipertensi dan belum menunggu untuk melihat efek dari
mendapatkan pengobatan. perubahan pola hidup. Perawatan dengan
Hipertensi atau tekanan darah tinggi pemberian obat juga dapat dimulai pada
adalah suatu kondisi medis dimana semua pasien hipertensi dimana untuk
tekanan darah seseorang yang meningkat alasan logis atau praktis lainnya, praktisi
biasanya terjadi pada seseorang dengan percaya bahwa perlu untuk lebih cepat
tekanan darah 140/90 mmHg ke atas, mengontrol tekanan darah sebelum
diukur di kedua lengan tiga kali dalam muncul faktor risiko lain (Weber,
jangka beberapa minggu (Sutanto, Schiffrin, White, & et. al.). Tujuan
2010). Menurut Weber (Weber, pengobatan adalah untuk mengelola
Schiffrin, White, & et. al.) untuk hipertensi dan menangani faktor risiko
penderita dengan tekanan darah sistolik lain yang diidentifikasi sebagai penyakit
antara 120-139 mmHg atau tekanan kardiovaskular, termasuk gangguan
diastolik antara 80-89 mmHg dapat lipid, glukosa intoleransi atau diabetes,
digunakan istilah prehipertensi. Pasien kegemukan, dan merokok.
dengan kondisi ini seharusnya tidak Pemberian obat juga akan
diobati dengan obat tekanan darah. dipengaruhi oleh kondisi lain (misalnya
Namun mereka harus didorong untuk diabetes, dan penyakit koroner) yang
melakukan perubahan gaya hidup terkait dengan hipertensi. Obat-obatan
dengan harapan menunda atau bahkan jangka panjang yang diberikan untuk
mencegah perkembangan ke hipertensi. diminum sehari sekali lebih disukai
Penderita dengan tekanan darah sistolik daripada obat yang bekerja dalam jangka
140-159 mmHg atau tekanan darah waktu singkat yang memerlukan dosis
diastolik 90-99 mmHg dapat tinggi karena pasien lebih mungkin
dikategorikan sebagai hipertensi stadium mengikuti resimen pengobatan (Weber,
1, sedangkan penderita dengan tekanan Schiffrin, White, & et. al.).
≥160 mmHg atau tekanan darah diastolik Pemberian obat yang lebih dari satu
≥100 mmHg maka dapat dikategorikan jenis bisa jadi hal tersebut dilakukan
sebagai hipertensi stadium 2 (Weber, untuk mengontrol tekanan darah maupun
Schiffrin, White, & et. al.). kondisi kesehatan lainnya yang
Pengobatan dengan obat-obatan berhubungan dengan tekanan darah
harus dimulai pada pasien dengan dalam tubuh penderita. Obat hipertensi
tekanan darah >140/90 mmHg dimana harus dikonsumsi secara teratur sesuai
perawatan dengan menjaga pola hidup dengan anjuran yang diberikan oleh
sehat dirasa belum cukup efektif. Namun dokter. Hal ini secara tidak langsung
pada pasien dengan hipertensi stadium 2 mengharuskan penderita hipertensi

141
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

untuk patuh dalam menjalani mereka takut jika nantinya akan


pengobatan terutama untuk ketergantungan terhadap obat tersebut,
mengonsumsi obat antihipertensi yang takut nantinya akan berdampak lebih
telah diberikan atau diresepkan oleh buruk terhadap kesehatannya jika terus-
dokter. Terdapat beberapa kasus yang menerus mengkonsumsi obat, sehingga
terjadi di masyarakat terkait dengan mereka memutuskan untuk berhenti atau
kepatuhan minum obat hipertensi hanya meminum obat pada saat tertentu.
diantaranya adalah kurangnya kesadaran Sebagian besar penderita hipertensi
diri dari penderita hipertensi untuk tersebut memilih untuk tidak
mengonsumsi obat yang telah mengkonsultasikan pada dokter tentang
diresepkan oleh dokter. Hal ini terjadi perilaku minum obat yang mereka
karena sebagian besar penderita lakukan selama ini karena adanya
hipertensi mengabaikan ketentuan atau perasaan takut dan merasa bahwa hal
instruksi dari dokter tentang waktu dan tersebut tidak perlu dilakukan karena
dosis obat yang diresepkan untuk merupakan hal yang biasa. Sementara itu
penderita hipertensi, seperti berdasarkan hasil penelitian terdahulu
mengabaikan jadwal minum obat, menurut Hayers, dkk. (2009) akan terjadi
memilih untuk meminum obat apabila efek samping obat yang dapat merugikan
gejalanya kambuh. kesehatan penderita, membengkaknya
Selain itu, hampir sebagian besar biaya rumah sakit, penderita dapat
penderita hipertensi yang diwawancarai mengalami resistensi terhadap obat
mengatakan bahwa mereka mengurangi tertentu, selain itu ada sebagian obat
mengonsumsi obat pada saat mereka yang bila penggunaannya berhenti
merasa keadaannya telah berangsur sebelum batas waktu yang ditentukan
membaik dan gejala yang dirasakan justru dapat berakibat harus mengulang
sebelumnya tidak kambuh lagi setelah lagi dari awal (Lailatushifah, 2010).
beberapa hari minum obat, bahkan juga Dampak yang ditimbulkan jika
terdapat seorang penderita hipertensi penderita hipertensi tidak patuh untuk
merasa bahwa setiap kali akan minum meminum obat menurut Mutmainah
obat beliau merasa kepalanya pusing dan (2010) adalah kepatuhan minum obat
ada perasaan tidak enak, serta pada penderita hipertensi sangat penting
menganggap bahwa minum obat adalah karena dengan minum obat
suatu beban baginya. Penderita antihipertensi secara teratur dapat
hipertensi tersebut mengatakan bahwa mengontrol tekanan darah pada
beliau lebih senang jika disarankan penderita, sehingga dalam jangka
untuk melakukan terapi yang lain panjang risiko kerusakan organ-organ
dibandingkan harus meminum obat. penting tubuh dapat dikurangi
Beberapa orang mengungkapkan (Mutmainah & Rahmawati, 2010).
alasan mereka tidak mematuhi ketentuan Tekanan darah tinggi pada usia dini
dokter dalam minum obat adalah bahwa dapat berakibat pada proses belajar dan

142
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

tumbuh kembang sehingga terapi yang dijalani, maupun dari


mengakibatkan faktor risiko obesitas penderita sendiri dalam hal ini yang
pada seseorang nantinya. Apabila dimaksud adalah kondisi psikologisnya.
seseorang memiliki berat badan yang Kondisi psikologis seseorang yang
berlebih, maka gerak dan aktivitas akan sedang tidak normal atau berlebihan
terbatas sehingga akan memupuk dapat memicu meningkatnya tekanan
kolesterol dalam pembuluh darah. darah di dalam tubuh. Setiap emosi
Begitu juga apabila kolesterol dalam negatif memiliki pengaruh yang sangat
darah semakin tinggi akan berakibat kuat terhadap sistem imun tubuh
pada meningkatnya tekanan darah dalam seseorang serta menyebabkan penurunan
tubuh. Tidak hanya berhenti pada tingkat kesehatan fisik maupun
meningkatnya tekanan darah dalam psikologis (Wells, 2010). Stres dan
tubuh, tekanan darah tinggi juga dapat emosi negatif dapat menggambarkan
menyebabkan penyakit lain seperti, bahwa seseorang mengalami penurunan
jantung dan stroke apabila tidak diobati kesejahteraan psikologis (psychological
dengan baik. Jantung dan otak well-being).
merupakan organ yang menjadi sasaran Psychological well-being (Ryff &
utama penyakit darah tinggi (Kompas, Singer, 1996) sendiri merupakan suatu
2013). Oleh karena itu, sebaiknya pencapaian penuh dari potensi
penderita hipertensi patuh untuk psikologis seseorang dan suatu keadaan
menjalani pengobatan khususnya dalam di mana individu dapat menerima
minum obat untuk mengurangi faktor kelebihan dan kekurangan dalam dirinya
risiko tersebut. yang didasarkan pada enam aspek
Horne mengemukakan adherence kebutuhan biologis yang mewakili
sebagai ketaatan penderita dalam kriteria fungsi psikologi positif yaitu
mengkonsumsi obat sesuai dengan saran kemandirian (autonomy),
dokter dan juga adanya keterlibatan pengembangan pribadi (personal
penderita dalam pengambilan keputusan growth), penguasaan lingkungan
(konsultasi) terhadap hal-hal yang (environmental mastery), tujuan hidup
penderita inginkan atau harapkan dalam (purpose in life), hubungan positif
proses pengobatan (Lailatushifah, 2010). dengan orang lain (positive relations
Pada penelitian Mutmainah (2010) with others), dan penerimaan diri (self-
menyatakan tingginya kepatuhan acceptance).
berpengaruh pada peningkatan Ryff (1995) mengartikan
tercapainya tekanan darah optimum dan psychological well-being sebagai suatu
penurunan komplikasi hipertensi. dorongan untuk menyempurnakan dan
Tingkat kepatuhan penggunaan obat merealisasikan potensi diri. Dorongan
dipengaruhi oleh banyak faktor, ini dapat menyebabkan seseorang
diantaranya sosial-ekonomi, faktor menjadi pasrah terhadap keadaan karena
sistem kesehatan, kondisi penyakit, memiliki psychological well-being

143
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

rendah atau berupaya memperbaiki memiliki interaksi yang kurang baik


kehidupannya sehingga psychological dengan keluarga maupun orang-orang
well-beingnya meningkat (Ramadi, disekitarnya maka hal ini mencerminkan
Posangi, & Katuuk, 2017). Hal ini yang bahwa hubungannya dengan orang lain
dimaksud dorongan adalah dorongan tidak berjalan dengan baik dan dapat
untuk sembuh, dorongan untuk kembali dikatakan orang tersebut memiki
normal seperti pada saat pasien sehat psychological well-being yang rendah.
dengan tekanan darah yang Hal ini secara tidak langsung dapat
normal/stabil. menyebabkan meningkatnya tekanan
Pada penelitian Sneed dan Cohen darah karena emosi negatif yang keluar
(2014) yang meneliti tentang interaksi mempengaruhi kinerja aliran darah
negatif pada penderita hipertensi, dalam tubuh dan menyebar keseluruh
menunjukkan bahwa 29% peserta organ tubuh yang dapat menimbulkan
mengalami hipertensi selama 4 tahun. gejala fisik.
Setiap peningkatan 1 unit dalam rata-rata Sehingga ketika pada pasien
total skor interaksi sosial negatif hipertensi yang mempunyai masalah
dikaitkan dengan peningkatan peluang psychological well-being, seperti stres
pertumbuhan hipertensi sebesar 38%. tidak mampu mengendalikan lingkungan
Jenis kelamin memoderasi hubungan sekitarnya dan dirinya, merasa cemas,
antara total interaksi sosial negatif dan marah yang berlebihan maka hal ini akan
hipertensi berdasarkan pengamatan pada mempengaruhi tekanan darah dalam
wanita bukan pria. Hubungan rata-rata tubuhnya. Tetapi jika pasien hipertensi
total interaksi negatif dan hipertensi pada memiliki kemampuan psychological
wanita terutama disebabkan interaksi well-being yang tinggi maka ia akan
dengan teman-teman, tetapi juga mampu mengembangkan potensi dalam
interaksi negatif dengan keluarga dan diri serta mampu untuk memiliki dan
pasangan. Usia juga memoderasi menciptakan lingkungan yang sesuai
hubungan antara interaksi sosial negatif dengan kondisi fisiknya, maka tekanan
dan hipertensi, dengan pengamatan yang darah akan terkontrol dengan baik
dilakukan pada mereka yang berusia 51- (Wells, 2010).
64 tahun. Kesimpulannya dalam sampel Penelitian Ramadi, Posangi, dan
dewasa yang lebih tua ini, interaksi Katuuk (2017) hasil penelitian
sosial negatif dikaitkan dengan menunjukkan jumlah responden yang
peningkatan risiko hipertensi pada menderita hipertensi memiliki
wanita yang lebih tua dan orang tua. psychological well-being tinggi
Interaksi negatif dalam penelitian sebanyak 38 responden (50,7%) dan
tersebut berhubungan dengan aspek sisanya memiliki psychological well-
psychological well-being, yaitu being rendah sebanyak 37 responden
hubungan positif dengan orang lain. (49,3%) dengan nilai p = 0,001, dan di
Ketika seorang penderita hipertensi peroleh nilai odds ratio 10,125, nilai

144
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

tersebut menunjukkan bahwa seseorang being : analisis kepatuhan minum obat


dengan psychological well-being yang pada penderita hipertensi” hal ini
tinggi, memiliki peluang 10,125 kali dilakukan untuk mengetahui apakah ada
untuk mengontrol tekanan darahnya. hubungan diantara kepatuhan minum
Sehingga dapat disimpulkan bahwa obat dengan psychological well-being
semakin tinggi psychological well-being pada penderita hipertensi.
maka akan semakin rendah derajat
METODE
hipertensi pada pasien hipertensi di
Puskesmas Bahu Manado, begitu juga Desain Penelitian
sebaliknya. Apabila seorang penderita Desain penelitian ini menggunakan
hipertensi memiliki psychological well- metode penelitian kuantitatif, dengan
being yang baik maka ia akan memiliki jenis penelitian korelasional, yaitu
keinginan untuk sembuh dari mencari atau menguji hubungan antara
penyakitnya, salah satunya dengan rajin variabel.
meminum obat antihipertensi. Namun Subjek Penelitian
apabila sebaliknya seseorang tersebut Sejumlah 220 pasien hipertensi di Kota
tidak memiliki psychological well-being dan Kabupaten Malang menjadi subjek
yang baik maka ia tidak akan memiliki dalam penelitian ini yang diambil
kesadaran untuk minum obat menggunakan teknik accidental
antihipertensi dengan rutin. sampling, yaitu teknik penarikan sampel
Kepatuhan minum obat pada yang didasarkan pada kemudahan (Idrus,
penyakit kronis khususnya hipertensi 2009). Alasan pengambilan sampel ini
merupakan suatu hal yang penting dalam dikarenakan besarnya ukuran populasi
mencapai sasaran pengobatan dan efektif tidak memungkinkan diambil
dalam mencegah beberapa komplikasi keseluruhan karena terhalang oleh faktor
penyakit (Hannan, 2013). Sehingga waktu, biaya, dan sumber daya manusia
diharapkan dengan adanya kesadaran lainnya (Sekaran, 2006).
dalam kepatuhan minum obat dapat
Instrumen
mengontrol tekanan darah pada
Penelitian ini menggunakan dua skala,
penderita hipertensi dan mengurangi
yaitu :
dampak psikologis, seperti perasaan
cemas, kekhawatiran akan penyakitnya, 1. Skala Psychological Well-Being
dan kekhawatiran pada obat yang Skala Psychological Well-Being
diminum. dari Ryff terdiri dari 86 item
Adanya fenomena di lapangan dan pernyataan, namun peneliti
kurangnya penelitian tentang menggunakan skala Psychological
psychological well-being dengan Well-Being yang telah diujicobakan
kepatuhan minum obat pada penderita oleh Rachmayani dan Ramdhani
hipertensi sehingga peneliti tertarik (2014) dengan jumlah 48 item dan
untuk mengambil judul “Well to well- mempunyai koefisien korelasi antara

145
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

skor masing-masing item dengan Mayoritas responden yang berpartisipasi


skor total sebesar 0.304-0.580. dalam penelitian ini adalah wanita
Pengujian reliabilitas skala dengan persentase sebesar 74,55% atau
Psychological Well-Being dilakukan 164 orang. Berdasarkan usianya
dengan cronbach’s alpha dan sebagian besar berusia >61 tahun dengan
memperlihatkan skala Psychological jumlah persentase sebesar 52.73% (116
Well-Being cukup reliabel dengan orang). Jika menilik dari pendidikan
koefisien alpha sebesar 0.923. terakhir responden, mayoritas responden
2. Skala Kepatuhan Minum Obat berpendidikan sekolah dasar (SD) yaitu
Skala Kepatuhan Minum Obat sebesar 36,82% atau 81 orang.
terdiri dari 8 item yang disusun Berdasarkan karakteristik status
berdasarkan teori Morisky. Morisky pernikahan mayoritas responden
Medication Adherence Scale berstatus menikah dengan persentase
(MMAS-8) adalah instrumen yang sebesar 89,55% atau sebanyak 197
digunakan untuk menilai kepatuhan orang. Menilik dari karakteristik lama
terapi. Nilai reliabilitas skala ini menjalani pengobatan, mayoritas
sebesar 0.616. responden menjalani pengobatan selama
1-5 tahun sebanyak 105 orang atau
Analisis Data
47,73%.
Dalam penelitian ini, pengujian hipotesis
dilakukan dengan menggunakan metode Hasil Uji Hipotesis
analisis korelasi Spearman. Menurut Santoso (2014) dasar
pengambilan keputusan dengan melihat
HASIL
nilai signifikansi yaitu jika nilai
Data Demografi signifikansi < 0,05 maka terdapat
Tabel 1. Data Demografi korelasi antar varibel, sebaliknya jika
silai signifikansi > 0,05 maka tidak
terdapat korelasi antar variabel. Kriteria
tingkat hubungan diperoleh dari
koefisien korelasi antar variabel yang
berkisar antara ± 0,00 sampai ± 1,00,
serta tanda (+) menunjukkan hubungan
positif dan tanda (-) menunjukkan
hubungan negatif (Santoso, 2014).
Berikut hasil uji hipotesis dengan
analisis Spearman menggunakan rumus
variabel psychological well-being dan
kepatuhan minum obat dapat dilihat pada
:
Tabel 2. Hasil Uji

146
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Analisis mengakibatkan semakin tinggi pula


Variabel Signifikasi
korelasi kepatuhan minum obat, sebaliknya
semakin rendah psychological well-
Psychological
being akan mengakibatkan semakin
well-being dan
0.463 0.000 rendah pula kepatuhan minum obat.
Kepatuhan
minum obat Kondisi kesehatan seseorang akan
dipengaruhi oleh kondisi psikologisnya
dimana apabila orang tersebut
Hasil perhitungan persamaan koefisien
mempunyai tekanan psikis yang cukup
korelasi di atas menunjukkan nilai
berat, maka secara tidak langsung akan
koefisien sebesar 0.463. Koefisien
direspon oleh tubuh. Respon tersebut
korelasi bertanda positif
dapat berupa pusing, jantung terasa
mengindikasikan bahwa terdapat
berdegup kencang, mengeluarkan
hubungan yang signifikan dan positif
keringat dingin, dan mungkin akan
(hubungan searah) antara psychological
merasakan gemetar dibeberapa bagian
well-being terhadap kepatuhan minum
tubuh. Apabila respon tersebut dirasakan
obat. Artinya semakin tinggi
secara terus menerus oleh tubuh ketika
psychological well-being akan
mendapat tekanan psikis maupun beban
mengakibatkan semakin tinggi pula
pikiran, maka nantinya akan berdampak
kepatuhan minum obat, begitu juga
pada kesehatan tubuh seseorang, salah
sebaliknya semakin rendah
satunya adalah naiknya tekanan darah
psychological well-being akan
dan jika tekanan tersebut terus
mengakibatkan semakin rendah pula
meningkat maka akan menjadi penyakit
kepatuhan minum obat, dengan
hipertensi. Jika penyakit tersebut tidak
demikian hipotesis penelitian ini
mendapatkan perawatan dan perhatian
diterima.
lebih dari penderita maka penyakitnya
PEMBAHASAN akan semakin parah, sehingga
Penelitian ini bertujuan untuk menyebabkan perasaan cemas, depresi,
mengetahui hubungan antara menyebabkan penyakit lain, dan bahkan
psychological well-being dengan dapat menyebabkan kematian (Sutanto,
kepatuhan minum obat pada penderita 2010).
hipertensi. Hasil pengujian korelasi Penelitian ini didukung oleh
antara psychological well-being dengan penelitian Mutmainah dan Rahmawati
kepatuhan minum obat menunjukkan (2010) yang menyatakan tingginya
koefisien korelasi sebesar 0.463 yang kepatuhan berpengaruh pada
mengindikasikan bahwa terdapat peningkatan tercapainya tekanan darah
hubungan yang searah antara optimum dan penurunan komplikasi
psychological well-being terhadap hipertensiHubungan skor kepatuhan
kepatuhan minum obat. Artinya semakin dengan penurunan tekanan darah
tinggi psychological well-being akan ditemukan bahwa penyakit hipertensi

147
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

lebih banyak diderita oleh perempuan memperoleh kesembuhan bagi


dengan usia 47-60 tahun (52,2%). penderita, tindakan untuk mengenal atau
Penyakit lain yang juga diderita oleh mengetahui fasilitas kesehatan yang
pasien hipertensi terbanyak adalah tepat untuk memperoleh kesembuhan,
diabetes mellitus (34,8%). Terapi melakukan kewajiban sebagai pasien
antihipertensi yang banyak diberikan antara lain dengan mematuhi nasihat-
adalah dalam bentuk kombinasi 2 jenis nasihat dari dokter maupun perawat
obat yaitu Angiotensin Converting untuk mempercepat kesembuhannya,
Enzym Inhibitor (ACEI) dan diuretik tidak melakukan sesuatu yang
(34,8%). Sedangkan kepatuhan pasien merugikan bagi proses
ditemukan pada tingkat sedang (30,4%) penyembuhannya, serta melakukan
dan tinggi ( 69,6%) dan dari analisis kewajiban (minum obat, istirahat dan
korelasi product moment ditemukan lainnya) agar penyakit yang diderita
korelasi antara skor kepatuhan dengan tidak kambuh (terkontrol)
penurunan tekanan darah sangat rendah, (Notoatmodjo, 2014).
dimana tingkat kepatuhan Menurut Krousel-Wood, Thomas,
mempengaruhi keberhasilan terapi Muntnern, dan Morisky (2004)
sebesar 18,03%. Tingkat kepatuhan kepatuhan (complience) secara klasik
penggunaan obat dipengaruhi oleh dan sering dikutip adalah sejauh mana
banyak faktor, diantaranya sosial- perilaku pasien bertepatan dengan
ekonomi, faktor sistem kesehatan, rekomendasi penyedia layanan
kondisi penyakit, terapi yang dijalani, kesehatan untuk kesehatan dan nasihat
maupun dari pasien/penderita sendiri medis, sebaliknya kepatuhan
dalam hal ini yang dimaksud adalah (adherence) berfokus pada kemampuan
kondisi psikologisnya. Kondisi dan kemauan pasien hipertensi untuk
psikologis seseorang yang sedang tidak mematuhi rejimen terapeutik yang
normal atau berlebihan dapat memicu ditentukan (Krousel-Wood, Thomas,
meningkatnya tekanan darah di dalam Muntner, & Morisky, 2004). Bagi
tubuh. Setiap emosi negatif memiliki seorang penderita hipertensi mematuhi
pengaruh yang sangat kuat terhadap ketentuan dokter untuk meminum obat
sistem imun tubuh seseorang serta adalah suatu keharusan karena obat
menyebabkan penurunan tingkat antihipertensi yang diresepkan adalah
kesehatan fisik maupun psikologis merupakan suatu terapi untuk menjaga
(Wells, 2010). Stres dan emosi negatif kestabilan tekanan darah dalam tubuh
dapat menggambarkan bahwa seseorang penderita. Hal ini juga dijelaskan dalam
mengalami penurunan kesejahteraan penelitian Mutmainah (2010) kepatuhan
psikologis (psychological well-being). minum obat pada penderita hipertensi
Oleh karena itu, perlu adanya upaya sangat penting karena dengan minum
untuk mengurangi dampak tersebut obat antihipertensi secara teratur dapat
adalah dengan adanya tindakan untuk mengontrol tekanan darah pada

148
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

penderita, sehingga dalam jangka pengembangan pribadi (personal


panjang risiko kerusakan organ-organ growth), penguasaan lingkungan
penting tubuh dapat dikurangi (environmental mastery), tujuan hidup
(Mutmainah & Rahmawati, Hubungan (purpose in life), hubungan positif
Antara Kepatuhan Penggunaan Obat dan dengan orang lain (positive relations
Keberhasilan Terapi Pada Pasien with other), dan penerimaan diri (self-
Hipertensi di Rumah Sakit Daerah acceptance). Apabila beberapa aspek
Surakarta Tahun 2010, 2010). Oleh tersebut dapat terpenuhi, maka akan
karena itu, sebaiknya penderita secara tidak langsung juga akan
hipertensi patuh dalam minum obat memnuhi faktor-faktor kepatuhan
untuk mengurangi faktor risiko tersebut. minum obat, yaitu sikap atau motivasi
Ryff (1995) mengartikan individu untuk sembuh, keyakinan,
psychological well-being sebagai suatu dukungan keluarga, dukungan sosial,
dorongan untuk menyempurnakan dan dan dukungan petugas kesehatan. Jadi
merealisasikan potensi dini. Dorongan penderita hipertensi yang memiliki
ini dapat menyebabkan seseorang psychological well-being baik maka ia
menjadi pasrah terhadap keadaan karena akan memiliki keinginan untuk sembuh
memiliki psychological well-being dari penyakitnya, yaitu dengan rajin
rendah atau berupaya memperbaiki meminum obat antihipertensi. Namun
kehidupannya sehingga psychological apabila sebaliknya penderita tersebut
well-beingnya meningkat (Ramadi, tidak memiliki psychological well-being
Posangi, & Katuuk, 2017). Sehingga yang baik maka ia tidak akan memiliki
pada pasien hipertensi yang mempunyai kesadaran maupun motivasi untuk
masalah psychological well-being, minum obat antihipertensi dengan rutin.
seperti stres tidak mampu Penelitian ini tidak luput dari
mengendalikan lingkungan dan dirinya, adanya keterbatasan diantaranya adalah
cemas, emosi marah yang berlebihan minimnya referensi jurnal yang
akan memengaruhi tekanan darahnya.
mendukung penelitian ini dikarenakan
Tetapi jika pasien hipertensi memiliki belum ada penelitian yang membahas
kemampuan psychological well-being langsung hubungan psychological well-
yang tinggi akan mampu being dengan kepatuhan minum obat
mengembangkan potensi dalam diri serta baik pada penderita hipertensi maupun
mampu untuk memiliki dan menciptakan pada penderita penyakit lainnya,
lingkungan yang sesuai dengan kondisi sehingga peneliti tidak dapat
fisiknya, maka tekanan darah akan membandingkan hasil penelitian ini
terkontrol dengan baik (Wells, 2010). dengan penelitian lainnya. Penelitian ini
Psychological well-being memiliki tidak meneliti tentang stadium (tingkat
enam aspek kebutuhan biologis yang keparahan) hipertensi pada subyek
mewakili kriteria fungsi psikologi sehingga peneliti tidak dapat melihat
positif, yaitu kemandirian (autonomy), apakah penderita hipertensi stadium I

149
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

atau II memiliki psychological well- Adikusuma, W., Qiyaam, N., & Yuliana,
being dan tingkat kepatuhan minum obat F. (2015). Kepatuhan
yang tinggi atau rendah. Selain itu, Penggunaan Obat Antihipertensi
peneliti juga hanya melakukan penelitian di Puskesmas Pagesangan
di beberapa puskesmas dan rumah sakit Mataram. Jurnal
di Malang dikarenakan keterbatasan Pharmascience, 2(2), 56-62.
waktu dan tenaga, serta kendala terkait
Bremner, A. D. (2002).
perizinan untuk melakukan penelitian
Antihypertensive Medication
maka peneliti memutuskan untuk
and Quality of Life—Silent
melakukan penelitian di beberapa
Treatment of a Silent Killer?
puskesmas yang telah memberikan izin
353-364.
lebih dahulu.
Coyne, K. S., Davis, D., Frech, F., &
Hill, M. N. (2002). Health-
SIMPULAN
Related Quality of Life in
Penelitian ini memberikan gambaran Patients Treated for
bahwa terdapat korelasi antara Hypertension: A Review of the
psychological well-being dengan Literature from 1990 to 2000.
kepatuhan minum obat dengan nilai Clinical Therapeutics.
koefisien sebesar 0.463 yang
mengindikasikan bahwa terdapat Hannan, M. (2013). Analisis Faktor yang
hubungan yang searah antara Mempengaruhi Kepatuhan
psychological well-being terhadap Minum Obat pada Pasien
kepatuhan minum obat. Artinya semakin Diabetes Mellitus di Puskesmas
tinggi psychological well-being akan Bluto Sumenep. Jurnal
mengakibatkan semakin tinggi pula Kesehatan Wiraraja Medika.
kepatuhan minum obat, sebaliknya Idrus, M. (2009). Metode Penelitian Ilmu
semakin rendah psychological well- Sosial "Pendekatan Kualitatif
being akan mengakibatkan semakin dan Kuantitatif" (2 ed.).
rendah pula kepatuhan minum obat. Yogyakarta: Erlangga.
Hasil penelitian ini dapat berimplikasi
Kompas. (2013, April 5). Penderita
pentingnya meningkatkan kondisi
Hipertensi Terus Meningkat.
psychological well-being pada pasien Kompas.com.
dengan hipertensi, dengan melakukan
psikoedukasi kepada pasien dan juga Krousel-Wood, M., Thomas, S.,
kepada keluarga pasien sehingga Muntner, P., & Morisky, D.
diharapkan pasien dapat patuh untuk (2004). Medication Adherence: a
minum obat. Key Factor in Achieving Blood
Pressure Control and Good
DAFTAR RUJUKAN

150
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Clinical Outcomes in Bahu Manado. e-Journal


Hypertensive Patients. Keperawatan, 5(1).

Lailatushifah, S. F. (2010). Kepatuhan Sekaran, U. (2006). Metodologi


Pasien yang Menderita Penyakit Penelitian Untuk Bisnis. Jakarta:
Kronis dalam Mengkonsumsi Salemba Empat.
Obat Harian.
Sutanto. (2010). Cekal Penyakit
Mutmainah, N., & Rahmawati, M. Modern: Hipertensi, Stroke,
(2010). Hubungan Antara Jantung, Kolesterol, dan
Kepatuhan Penggunaan Obat dan Diabetes. Yogyakarta: Andi.
Keberhasilan Terapi Pada Pasien
Vika, Siagian, M., & Wangge, G. (2016).
Hipertensi di Rumah Sakit
Validity and Reliability of
Daerah Surakarta Tahun 2010.
Morisky Medication Adherence
Jurnal Farmasi Indonesia, 11(2).
Scale 8 Bahasa version to
Mutmainah, N., & Rahmawati, M. Measure Statin Adherence
(2010). Hubungan Antara Among Military Pilots. Health
Kepatuhan Penggunaan Obat dan Science Journal of Indonesia.
Keberhasilan Terapi Pada Pasien
Weber, M. A., Schiffrin, E. L., White,
Hipertensi di Rumah Sakit
W. B., & et. al. (n.d.). Clinical
Daerah Surakarta Tahun 2010.
Practice Guidelines for the
Jurnal Farmasi Indonesia, 11.
Management of Hypertension in
Notoatmodjo, S. (2014). Ilmu Perilaku the Community Statement by the
Kesehatan (2nd ed.). Jakarta: PT American Society of
Rineka Cipta. Hypertension and International
Society of Hypertension. The
Quamila, A. (2017, September 8). Apa
Journal of Clinical
Itu Hipertensi (darah tinggi)?
Hypertension.
Hello Sehat.
Wells, I. E. (2010). Psychological Well
Ramadi, R. P., Posangi, J., & Katuuk, M.
Being: Psychological Of Emotions,
E. (2017). Hubungan
Motivations, And Actions. New York:
Psychological Well Being
Nova Sience Publisher
Dengan Derajat Hipertensi Pada
Pasien Hipertensi Di Puskesmas

151
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

AGENDA PRESENTASI ARTIKEL


SEMINAR NASIONAL PSIKOLOGI KLINIS PSIKOLOGI UM 2019
“Peran Psikologi Klinis Untuk Pendidikan Kebencanaan”
11 Oktober 2019
Ruang III

No Waktu Judul Artikel


1 13.30 – Pemahaman Guru BK Terhadap Konsep Krisis Psikologis
13.40 Di Sekolah
Rohmatus Naini, Siwi Vilia Intan
2 13.41 – Gambaran Kemampuan Komunikasi Sosial Pada Anak
13.50 Dengan
Gangguan Spektrum Autis
Robik Anwar Dani
3 13.51 – Pengaruh Harga Diri (Self Esteem) Terhadap Perilaku
14.00 Bulliying Pada Narapidana Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Jember
Safitri Dewi, Panca Kursistin Handayani, Erna Ipak
Rahmawati
4 14.01 – Kualitas Kehidupan Kerja Ditinjau Dari Strategi Coping
14.10 Pada Karyawan Depo Lokomotif Sidotopo
Lailatul Muarofah Hanim, Luluk Fauziah
5 14.11 – Gambaran Problematika Mahasiswa Baru Fakultas
14.20 Pendidikan Psikologi (FPPsi) Universitas Negeri Malang
Dwi Nikmah Puspitasari, Krista Insan Darmawan, Afifah
Chusna Az Zahra, Ayu Dyah Hapsari, Rakhmaditya Dewi
Noorrizky
6 14.21 – Kualitas Persahabatan dan Forgiveness Pada Mahasiswa
14.30 Umdatun Naja, Hetti Rahmawati
7 14.31 – Penyesuaian Diri Pada Perempuan Yang Pensiun Dini
14.40 Nila Rosa Pratiwi, Yudi Tri Harsono
8 14.41 – Gratitude Pada Perempuan Single Parent
14.50 Rosita Yulia Widiarti, Yudi Tri Harsono
9 14.51 – --------------------
15.00

152
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

PEMAHAMAN GURU BK TERHADAP KONSEP KRISIS PSIKOLOGIS DI


SEKOLAH

Rohmatus Naini
Universitas Negeri Semarang
Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
rohmatusnaini@gmail.com
Siwi Vilia Intan
Universitas Negeri Semarang
Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
siwivilia@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pemahaman konsep krisis psikologis guru
BK di sekolah. Responden penelitian berjumlah 78 orang yang ditentukan dengan
purposive random sampling. Penelitian survey ini dilakukan secara online yang kemudian
dianalisis deskriptif. Karakteristik guru BK yang menjadi responden sebanyak 52 orang
memiliki pengalaman dalam mengajar lebih dari satu tahun dan 26 orang memiliki
pengalaman mengajar dibawah satu tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih
rendahnya tingkat pemahaman guru BK terkait konsep trauma, stress, dan krisis. Dampak
dari kurangnya pemahaman terkait krisis menjadi hambatan guru BK sehingga layanan
kurang efektif (assessmen, treatmeant maupun referral). Tugas utama guru BK yakni
memfasilitasi perencanaan, mengkoordinasikan respon, mengadvokasi kebutuhan
emosional yang mengalami dampak/sedang krisis dengan menyediakan layanan
konseling langsung selama dan setelah kejadian. Selain itu, guru BK perlu melakukan
suatu kolaborasi dengan ahli lain misalnya psikolog, psikiater, dokter, pekerja sosial dan
administrator dalam upaya memberikan bantuan kepada siswa. Terdapat 83,8 %
responden menyatakan tidak melakukan referral meskipun mendapati siswa yang
mengalami permasalahan yang cukup berat. Peran guru BK di sekolah sebagai helper
perlu untuk melakukan persiapan, pemberian intervensi krisis sebagai layanan
pencegahan maupun pengentasan. Saran untuk penelitian selanjutnya yakni adanya
penelitian pengembangan mengenai panduan penanganan krisis di sekolah, dan atau
penelitian dalam bentuk pelatihan misalnya psychological first aid, psychological
debriefing, dan isu-isu etis dalam pemberian intervensi krisis.
Kata kunci: krisis psikologi; psychological first aid

ABSTRACT
This study aims to identify the understanding of the concept of psychological crisis in
school counselors. Research respondents numbered 78 people who were determined by

153
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

purposive random sampling. This survey research was conducted online which was the
descriptive analysis. Characteristics of counselors as many as 52 people have experience
in teaching more than one year and 26 peoples have teaching experience less than one
year. There were 28.5% who did not understand the concept of crisis, 21.8% had a similar
understanding the concept of crisis, and 38.5% understood and 11.5% understood the
concept of crisis. As many as 70.5% of guidance and counseling teachers have a good
understanding the concept of trauma, and 61.5% understand the concept of stress. The
role of school counselor as a helper needs to prepare, provide crisis intervention as a
prevention and curative services. The results showed that the counselor level of
understanding was still low regarding the concepts of trauma, stress, and crisis. The
impact of the lack understanding related to the crisis becomes a barrier for counselor to
be less effective services (assessments, treatments and referral). The main tasks of the
counselors are to facilitate planning, coordinate responses, and advocate for emotional
needs that are experiencing the impact of crisis by providing direct counseling services
during and after the event. Suggestions for further research are to development of research
on guidelines for handling crisis in schools, or crisis management training such as
psychological first aid, psychological debriefing, and ethical issues in providing crisis
intervention.
Keywords: psychological crisis; guidance and counseling; counselor comprehension

PENDAHULUAN baik faktor internal maupun eksternal.


Perubahan digital di era revolusi Disinilah merupakan peran konselor
industri 4.0 memberikan dampak besar sangat penting sebagai helper dalam
bagi beberapa aspek diantaranya yakni membantu mengembangkan potensi dan
kesehatan mental disebabkan memandirikan siswa atau individu dalam
ketidakmampuan dalam mengikuti proses pengambilan keputusan dan
perubahan. Hal tersebut menjadikan pilihan sehingga dapat tercapainya
muncul beberapa gangguan atau krisis. kehidupan yang produktif, sejahtera dan
Stevens & Ellerbrock (dalam Studer and peduli kemaslahatan umum.
Salter, 2010) menjelaskan bahwa kondisi Beberapa temuan yang diperoleh
krisis seseorang ditempatkan pada yakni meningkatnya permintaan
keadaan disequilibrium psikologis konselor sekolah dalam memberikan
dengan perasaan cemas, layanan intervensi krisis disekolah
ketidakberdayaan dan kebingungan. . namun tidak selaras dengan kebutuhan di
Dalam setting pendidikan, siswa yang lapangan. Alasannya yakni ketidak
mengalami suatu krisis, maka mereka siapan konselor sekolah dalam
cederung mengalami gangguan dalam menanggapi permasalahan krisis
hal akademik maupun kemampuan. Fase (Murphy, 2004). Intervensi krisis
kondisi krisis juga terjadi pada siswa melibatkan pemberian bantuan langsung
yang dipengaruhi oleh banyak faktor kepada individu yang mengalami krisis.

154
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Hal ini adalah proses bantuan jangka Sayangnya masih banyak guru
pendek yang diarahkan pada tujuan yang bimbingan dan konseling yang masih
difokuskan penyelesaian masalah segera memiliki pemahaman yang kurang
dan stabilisasi konflik emosional yang mengenai konsep krisis psikologis ini.
dihasilkan. Intervensi yang cepat harus Sehingga masih banyak siswa yang
diarahkan untuk membangun kembali mengalami krisis cenderung kesulitan
emosi dan perilaku stabilitas, dan terabaikan. Tidak semua krisis
memberikan dukungan, dan psikologis ini dapat dilihat secara kasat
memfasilitasi kebutuhan mereka yang mata, namun juga membutuhkan
terkena dampak paling dekat krisis observasi maupun pengukurang
(Klicker, 2000). Sehingga konselor perlu menggunakan instrumen-instrumen
untuk menyiapkan keterampilan, lainnya. Oleh karena itu dibutuhkan
pengetahuan dan pemahaman dalam kepekaan guru bimbingan dan konseling
memberikan intervensi untuk respon serta kecakapannya dalam menggunakan
krisis yang dialami siswa. Salah satu instrumen untuk mendapatkan data yang
kompetensi dari konselor atau guru terkait dengan gejala yang ada.
bimbingan dan konseling yakni Tujuan dari penelitian ini sendiri
mengaplikasikan kaidah-kaidah adalah untuk mengetahui tingkat
kesehatan mental klien dalam seting pemahaman guru Bimbingan dan
pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa Konseling mengenai konsep krisis
siswa perlu untuk diberikan layanan beserta cara penanganannya. Dari hasil
sekalipun dalam kondisi normal maupun tersebut kemudian dapat dijadikan bahan
krisis psikologis. evaluasi pihak yang berwenang untuk
Guru Bimbingan dan Konseling di melakukan perbaikan sehingga guru
sekolah diharapkan dapat mengentaskan Bimbingan dan Konseling lebih siap
siswa dari masalah krisis bahkan dapat ketika dihadapkan dengan permasalahan
melakukan tindakan preventif. Tidak yang berkaitan dengan krisis psikologis.
hanya untuk mencegah atau mengurangi Manfaat jangka panjangnya adalah
angka putus sekolah, namun juga untuk adanya peningkatan kualitas kesehatan
membantu siswa untuk lebih mandiri mental siswa yang jauh lebih baik dan
dalam mengatasi krisis yang dialaminya. siap berkontribusi dalam pembangunan
Pada tiap proses perkembangan individu negara Indonesia.
memiliki potensi kegagalan dalam
METODE
pencapaian tahap perkembangan yang Penelitian ini menggunakan metode
akan berdampak pada individu survey online yang diberikan pada guru
mengalami krisis psikologis yang bimbingan dan konseling jenjang
memiliki pengaruh pada tahapan sekolah menengah (SMP/SMA).
perkembangan selajutnya (Erikson, Sebanyak 78 guru BK sebagai responden
1986). penelitian dengan menggunakan
purposive random sampling. Hasil

155
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

pengujian pada kuesioner yang Setidaknya ada 28.5% responden


digunakan dalam penelitian memiliki yang mengaku tidak mengerti tentang
angka reliabilitas sebesar 0.716. Data konsep krisis, 21.8% responden meiliki
yang diperoleh kemudian dianalisis sedikit pemahaman konsep krisis dan
dengan melakukan koding pada setiap hanya ada 38.5% yang memahami dan
jawaban deskriptif dari beberapa item 11.5% yang sangat memahami tentang
pertanyaan yang kemudian data tersebut konsep krisis dengan benar. Trauma
dihitung prosentase frekuensi masing- menjadi hal yang cukup banyak ditemui
masing pertanyaan dengan kategorisasi di lingkungan masyarakat dan sekolah,
yang telah ditentukan. dari total responden ada 70.5% yang
sudah memiliki pemahaman yang baik
HASIL
tentang konsep trauma sehingga
Karakteristik responden dalam
harapannya dapat terus meningkat dan
penelitian ini yakni 66,7% guru
meminimalisir adanya korban trauma
bimbingan dan konseling yang memiliki
yang parah. Sementara itu, total
pengalaman mengajar lebih dari satu
responden yang memahami konsep
tahun dan sebanyak 33,3% responden
stress hanya 61.5% dari total responden.
dengan pengalaman mengajar dibawah
Permasalahan yang berat menurut
satu tahun. Berdasarkan data tersebut
jawaban guru bimbingan dan konseling
dapat diindikasikan bahwa mayoritas
diantaranya masalah trauma, kecemasan
responden memiliki kemampuan yang
tingkat tinggi dan permasalahan klinis
baik dalam mengatasi berbagai
yang tidak dapat diberikan intervensi
permasalahan siswa. Hasil lain
oleh klien (51,2% responden yang
menunjukkan bahwa pemahaman guru
melakukan referall dengan para ahli
bimbingan dan konseling mengenai
termasuk psikolog). Sisi lain, guru
konsep stress, trauma, dan krisis masih
bimbingan dan konseling tidak
sangat rendah. Hal ini ditunjukkan dari
melakukan referral dengan alasan
hasil pengisian kuesioner yang
terkendala biaya, kesediaan siswa atau
diberikan, dimana para responden
keluarga (48,8% responden tidak
kurang dapat menjelaskan konsep dari
melakukan referral).
ketiga hal tersebut dengan tepat.
Tidak hanya pada guru bimbingan
Minimnya pemahaman ini yang menjadi
dan konseling dengan pengalaman kerja
salah satu penyebab dari kurang
dibawah satu tahun yang kurang
efektifnya penanganan pada siswa yang
mengerti tentang konsep stress, trauma,
mengalami krisis. Selain itu juga
dan krisis. Bahkan untuk responden
menjadikan guru bimbingan dan
dengan pengalaman mengajar lebih dari
konseling kurang peka terhadap gejala-
satu tahun juga tidak begitu mengerti
gejala yang ada, sehingga permasalahan
tentang konsep tersebut. Kepekaan guru
tersebut tidak teratasi dan menimbulkan
bimbingan dan konseling dalam
hal-hal negatif.
mengenali gejala-gejala permasalahan

156
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

siswa adalah kunci dari pemberian berkaitan dengan krisis, stress, dan
asesmen kepada siswa yang kemudian trauma. Sisanya hanya berfokus pada
dapat dilakukan pemberian treatment layanan dasar seperti akademik dan
maupun referral jika memang karir. Penelitian Ali Lukmanul Hakim
dibutuhkan. (2014) dengan judul Kepuasan Siswa
Dari total responden, mayoritas Terhadap Layanan Bimbingan
mengaku sudah pernah menangani siswa Konseling di SMK Al-Hidayah Lestari
dengan permasalahan yang berkaitan Lebak Bulus yang menyebutkan bahwa
dengan stress, trauma, dan krisis. Untuk pemberian layanan oleh guru BK
di Indonesia sendiri memiliki angka dibidang akademik sebesar 23,80%,
kerentanan akan krisis maupun trauma layanan bidang pribadi sosial sebesar
cukup tinggi, sehingga selalu ada 13,75% dan layanan karir sebesar
kemungkinan dari ratusan bahkan ribuan 34,21%. Jelas dapat dilihat jika
siswa di sekolah ada yang mengalami kurangnya perhatian guru BK terhadap
salah satu dari tiga hal tersebut. Namun, layanan psikologis siswa. Guru
lagi-lagi untuk menganalisisnya bimbingan dan konseling justru hanya
membutuhkan kejelian dari guru terpaku pada pemberian layanan karir,
bimbingan dan konseling karena tidak meskipun pada akhirnya masih banyak
semua dampak dari stress, trauma, siswa yang kurang paham dan bisa
maupun krisis dapat dilihat secara kasat menentukan pilihan karirnya.
mata atau pengamatan sekilas. Berikut Terkait dengan penanganan
prosentasi responden yang memberikan permasalahan stress, trauma, dan krisis
layanan kepada siswa dengan ada beberapa hal yang harus
permasalahan stress, trauma, maupun diperhatikan oleh konselor. Salah
krisis. satunya adalah apabila tingkat stress,
Pemberian layanan di sekolah trauma, maupun krisis yang dialami oleh
hanyalah terbatas pada pemberian siswa sudah melampaui batas jangkauan
bimbingan klasikal dan konseling guru bimbingan dan konseling, maka
individual dengan permasalahan umum harus dilakukan referral. Referral ini
atau banyak dijumpai pada usia anak dapat dilakukan dengan psikolog
sekolah. Namun, guru bimbingan dan maupun pihak-pihak lain yang relevan
konseling banyak yang mengabaikan dengan persetujuan dari siswa. Hal
akan permasalahan yang berkaitan tersebut sesuai dengan kode etik ABKIN
dengan stress, trauma, dan krisis yang yang menyebutkan bahwa “alih tangan
tidak menutup kemungkinan dialami kasus kepada konselor lain atau ahli lain
juga oleh siswa yang disebabkan harus seizin konseli, dan konseli
berbagai faktor. Dalam penelitian ini diberitahu informasi apa saja tentang
sendiri, hanya 55,5% responden yang dirinya yang disampaikan kepada
memberikan layanan dalam bentuk konselor atau ahli lain”. Sementara itu,
klasikal maupun konseling yang guru bimbingan dan konseling justru

157
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

jarang melakukan referral dengan pihak- menyebabkan krisis, stress maupun


pihak yang dapat membantu trauma. Thompson (2004)
permasalahan siswa. Para guru menggambarkan trauma sebagai anak-
bimbingan dan konseling di sekolah anak, remaja, dan orang dewasa dengan
yang menjadi responden memberikan gangguan stress, trauma sering
penjelasan bahwa sebanyak 44,9% menggambarkan perasaan bersalah yang
responden mendapatkan pengetahuan menyakitkan, terutama tentang bertahan
terkait konsep stress, trauma dan krisis hidup ketika orang lain, seperti teman
berasal dari materi perkuliahan, 23,1% dekat tidak merasakannya. Sementara itu
dari sumber bacaan yang relevan, 31,8% menurut Thompson (2004) stress pada
mendapatkan pemahaman melalui usia sekolah menengah ditandai dengan
pengalaman pribadi maupun oranglain. adanya perilaku menarik diri atau isolasi,
keinginan untuk bunuh diri, anti sosial,
PEMBAHASAN
gangguan tidur, kebingungan, dan
Krisis didefinisikan sebagai sebuah
depresi.
tekanan yang dialami oleh individu
Keberagaman responden tidak hanya
dalam suatu keadaan yang tidak dapat
berbeda dari jenjang pendidikannya,
direspon dengan baik dan menyebabkan
namun juga dari lamanya responden
adanya kecemasan atau dampak negatif
dalam menjalankan profesinya sebagai
pada pemenuhan kebutuhan individu
guru bimbingan dan konseling. Hal ini
tersebut. Hal ini dapat mengganggu dan
dibedakan menjadi dua yaitu yang
merugikan individu dalam beraktivitas.
bekerja kurang dari satu tahun dan yang
Namun, tidak semua individu dapat
lebih dari satu tahun. Dari perbedaan
mengatasi keadaan krisis yang dialami,
durasi lamanya mengajar, pasti akan
akan tetapi masih banyak individu yang
memberikan perbedaan pula pada pola
mengalami kesulitan untuk dapat keluar
pikir, pengetahuan, serta kemampuan
dari gangguan krisis.
yang dimiliki. Sejalan dengan
Pada usia sekolah menengah yang
pernyataan tersebut, menurut Dewey
termasuk usia remaja cenderung rentan
(2002) yang menyatakan bahwa dengan
untuk mengalami krisis. Berdasarkan
pengalaman yang cukup panjang dan
jenis krisis terdapat tiga jenis yakni 1)
cukup banyak maka diharapkan mereka
krisis terkait dengan keadaan biologis
memiliki kemampuan yang lebih besar
(contohnya siswa memasuki sekolah
daripada yang tanpa pengalaman.
atau masa pubertas), 2) krisis terkait
Pemahaman konsep terkait krisis yang
dengan lingkungan diantaranya yakni
dialami siswa juga perlu dibekali disaat
kematian keluarga, orang tua bercerai,
menempuh pendidikan. Hal ini menjadi
kekerasan dll, 3) krisis terkait dengan
sangat penting untuk digunakan dasar
perubahan mendadak dan tidak menentu
melakukan assesmen, penyusunan
(banjir, gunung meletus, kebakaran,
program layanan, pelaksanaan dan
gunung meletus) (Mulawarman dan
evaluasi program layanan bimbingan
Jafar, 2019). Kondisi-kondisi tersebut

158
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

dan konseling. Kurangnya informasi dan yang berisiko, atau mendapati


pengetahuan terkait suatu konsep, maka kekerasan, serta mengajarkan
akan menjadikan suatu ketidaktepatan keterampilan sosial, mengadopsi
dalam memberikan intervensi. kebijakan untuk bertoleransi, dan
Secara keseluruhan, responden yang memberikan konseling bagi siswa
mewakili guru bimbingan dan konseling dengan kesulitan emosional (Cornell &
di sekolah menengah sudah aktif dalam Sheras, 1998). James & Gilliland (2005)
memberikan layanan kepada siswa atau memaparkan bahwa intervensi sekunder
terus melakukan asesmen. Namun hal yang dapat dilakukan konselor sekolah
tersebut dirasa kurang cukup ketika guru yakni dengan segera meminimalkan
bimbingan dan konseling dihadapkan traumatisasi serta intervensi tersiernya
pada permasalahan stress, trauma, dan dengan melakukan strategi
kriris. Guru bimbingan dan konseling pembekalan/pencegahan. Penting untuk
masih kurang memiliki pemahaman dilakukan tindak lanjut pada siswa yang
tentang konsep stress, trauma, maupun mengalami krisis. Namun, model
krisis karena hanya memperoleh layanan bimbingan dan konseling yang
pengetahuan tentang ketiga hal tersebut sering digunakan dalam mengatasi
dibangku perkuliahan dan seringkali permasalahan stress seringkali
tidak terus diasah karena dianggap ditemukan dalam setting layanan
kurang penting. Lebih jauh lagi, akan bimbingan klasikal dan kelompok.
menimbulkan kebingungan dalam Kemudian dilanjutkan dengan konseling
melakukan asesmen. Beberapa individu maupun kelompok jika
menyebutkan instrumen yang dapat dibutuhkan. Pemberian intervensi
digunakan untuk melakukan konseling terkait trauma dijelaskan oleh
pengumpulan data terkait permasalahan guru Bimbingan dan Konseling dengan
tersebut justru tidak sesuai. melakukan observasi dan wawancara
Dalam menanggapi permasalahan yang kemudian dilakukan pendekatan
krisis di sekolah, terdapat beberapa personal dan dilanjutkan konseling
sistem sekolah yang mengadopsi strategi individu maupun kelompok.
intervensi sekunder dan tersier (Riley, Berdasarkan ASCA (2007) yang
2000). Crepeau-Hobson, Fillaccio & menjelaskan tugas utama konselor
Gottfried (2005) menjelaskana strategi sekolah yang professional adalah untuk
utamanya dengan upaya pencegahan memfasilitasi perencanaan,
yang bersifat proaktif yang mecakup mengkoordinasikan respons dan
diantaranya a) menciptakan sekolah dan mengadvokasi kebutuhan emosional
lingkungan kelas yang aman, b) seluruh individu yang mengalami dapak
menciptakan komunitas sekolah yang krisis/kejadian kritis dengan
peduli. Selain itu, menurut Polandia menyediakan layanan konseling secara
(dalam Studer dan Salter, 2010) perlu langsung selama dan setelah insiden.
juga langkah mengidentifikasi siswa Konselor sekolah juga berkolaborasi

159
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

dengan beberapa pihak yang terkait Permasalahan dalam pelaksanaan


dengan permasalahan krisis. konseling krisis yakni kurangnya
Peraturan Menteri Pendidikan dan pemahaman guru terkait konsep krisis,
Kebudayaan nomor 111 pasal 2 tahun tidak adanya buku panduan untuk
2014 menyebutkan bahwa bimbingan program pengembangan, perencanaan
dan konseling di sekolah memiliki atau pencegahan. Kualifikasi dan
fungsi: a) pemahaman diri dan kompetensi guru bimbingan dan
lingkungan; b) fasilitasi pertumbuhan konseling juga masih ditemukan kurang
dan perkembangan; c) penyesuaian diri sesuai, serta belum adanya pelatihan
dengan diri sendiri dan lingkungan; d) penanganan krisis yang relevan.
penyaluran pilihan pendidikan, Paradigma guru bimbingan dan
pekerjaan, dan karir; e) pencegahan konseling bahwa hal-hal yang terkait
timbulnya masalah; f) perbaikan dan klinis perlu langsung di referral
penyembuhan; g) pemeliharaan kondisi sehingga guru bimbingan dan konseling
pribadi dan situasi yang kondusif untuk tidak sepenuhnya memahami
perkembangan diri konseli; h) permasalahan yang dialami siswa dalam
pengembangan potensi optimal; i) kondisi krisis. Dasar pemahaman terkait
advokasi diri terhadap perlakuan urgensi penyelesaian masalah krisis
diskriminatif; dan j) membangun dengan segera menjadikan konselor
adaptasi pendidik dan tenaga tidak dengan tanggap sehingga
kependidikan terhadap program dan terkadang permasalahan siswa
aktivitas pendidikan sesuai dengan latar bertambah dan tidak terselesaikan
belakang pendidikan, bakat, minat, dengan tuntas.
kemampuan, kecepatan belajar, dan Allen et al (2002) menjelaskan
kebutuhan konseli. Dalam peraturan bahwa kondisi krisis di sekolah dapat
tersebut, jelas konselor sekolah memiliki merusak keamanan dan stabilitas
fungsi pemeliharaan kondisi pribadi dan sekolah dan cenderung akan sulit dalam
situasi kondusif untuk perkembangan melindungi siswa dan staf. Padahal
diri siswa yang termasuk didalamnya konsep sekolah yang RESPECT perlu
adalah mengenai pengentasan untuk diterapkan konselor sebagai
permasalahan yang berkaitan dengan seorang helper. Model sekolah
krisis, stress, dan trauma agar siswa RESPECT (Reflect, Educate, Secure,
dapat berkembang secara optimal. Prepare, Cooperate, and Transform)
Pemberian layanan di sekolah oleh merupakan sebuah upaya menciptakan
guru bimbingan dan konseling tidak iklim sekolah yang penuh hormat.
selalu berjalan dengan baik. Kendala (Reflect pada iklim saat ini, mengedukasi
atau hambatan dapat muncul dari factor masyarakat sekolah, berkomitmen
internal maupun eksternal. Salah satu memberikan keamanan, bersiap untuk
permasalahan internal adalah hal yang hal-hal yang tidak di duga, mengolah
muncul dari konselor itu sendiri. data, bekerjasama dengan segala bidang

160
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

(kooperatif), mentransformasikan Tim penanggulangan krisis dapat


budaya dan iklim sekolah (Dahir dan menawarkan dukungan dan struktur bagi
Stone, 2012). Hal tersebut juga sebagai siswa, staf, dan keluarga untuk
cakupan tugas konselor sekolah dalam mengungkapkan kesedihan dan
mewujudkan budaya dan lingkungan rasa kehilangan, sementara itu juga
sekolah yang aman, mendukung, disiplin mengidentifikasi intervensi dan sumber
dan hormat. daya yang diperlukan untuk
Dalam konteks mengedukasi para mereka yang mungkin membutuhkan
masyarakat sekolah terutama siswa konseling atau terapi yang dijadwalkan
dengan tujuan adanya rasa secara teratur. Hal ini dapat mendukung
keterhubungan dirinya dengan sekolah. kesejahteraan psikologis masyarakat
Sehingga kecil kemungkinan dalam sekolah.
munculnya pelanggaran, resiko tindak Pentingnya guru bimbingan dan
kekerasan dan perilaku agresif. Peranan konseling mempersiapkan rencana
aktif yang dilakukan siswa membantu pemberian intervensi krisis untuk siswa
terselenggaranya layanan dari guru salah satunya untuk mereduksi dampak
bimbingan dan konseling dalam upaya trauma yang dialami. Kegiatan layanan
penanganan, pencegahan dan yang dapat diberikan guru bimbingan
pengembangan sebuah konseling krisis. dan konseling yakni konseling krisis
Tercapainya sekolah yang aman secara sebagai upaya memberikan bantuan
fisik maupun psikologis maka dapat dalam mengatasi permasalahan krisis
menumbuhkembangkan kesejahteraan sehingga siswa yang mengalami mampu
masyarakat sekolah. berpikir, merencanakan dan mengatasi
Selain itu, dalam menciptakan masalahnya secara efektif. Hal ini juga
sekolah yang respect, guru bimbingan sebagai wujud meningkatkan
dan konseling juga memerlukan keberdayaan dan keberadaan guru
keterampilan dalam merespon bimbingan dan konseling. Dalam
permasalahan krisis yang kemudian prosesnya perlu juga berkolaborasi
diidentifikasi dan diberikan tindak lanjut dengan pekerja sosial, psikolog maupun
sekalipun hal tersebut referral misalnya administrator dalam sebuah tim
ke dokter, psikolog, psikiater, maupun manajemen krisis yang efektif
pihak-pihak ahli lainnya. Urgensi (Kusmaryani, Fathiyah, dan Sugiyanto,
dilakukan pelatihan memberikan 2012).
pemahaman kepada petugas kesehatan Hasil penelitian yang dilakukan
mental, psikolog maupun konselor Kusmaryani, Fathiyah, dan Sugiyanto
sekolah agar memberikan pelayanan dan (2012) menunjukkan bahwa 1)
membantu siswa untuk melalui pemahaman guru BK terkait masalah
permasalahan krisis. Sehingga butuh dan konseling krisis berada pada
adanya persiapan yang solid untuk kategori cukup baik, 2) penguasaan
merespon dan mengelola insiden krisis. konseling krisis dan sangat

161
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

membutuhkan keterampilan dan Topik pelatihan penanganan krisis


penguasaan tahapan pelaksanaan yang dapat diikuti oleh guru bimbingan
konseling krisis. 3) terdapat keterbatasan dan konseling yakni program untuk
dalam mendapatkan bahan belajar terkait merespon kekerasan, PFA
konseling krisis. (Psychological First Aid), dalam PFA ini
Jika mengacu pada seting konselor korban dari suatu keadaan krisis maupun
sekolah di Amerika, para konselor traumatis akan diajak oleh konselor
sekolah telah melakukan persiapan dan untuk kembali pada keadaan awal atau
perencanaan dalam penanganan krisis di respon normal sebelum terjadinya
sekolah. Hal ini ditunjukkan dari hasil peristiwa krisis maupun traumatis
survey, bahwa sebanyak 50% konselor tersebut. Dengan PFA ini bukan
sekolah telah mengikuti persiapan perubahan perilaku atau emosi yang
penanganan krisis, dan 89% konselor diharapkan, namun kembalinya korban
mengikuti pelatihan tambahan. Kegiatan pada kondisi yang normal kembali.
yang diikuti meliputi pelatihan untuk Selanjutnya adalah Critical Incident
oeanganan krisis, misalnya terkait bunuh Stress Debriefing, dimana adanya
diri, kekerasan, kecelakaan, pemberian arahan atau briefing dari ahli
alkohol/narkoba, bencana, sehingga untuk memberikan pembekalan ilmu
memiliki kesiapan secara kompentensi untuk dapat tetap bertahan dalam
dan pengalaman. keadaan krisis. Selain itu, dapat juga
Hal tersebut membantu konselor diberikan simulasi krisis dan isu-isu etis
dalam pemberian program layanan baik dalam pemberian intervensi krisis
pencegahan maupun pengentasan sehingga siswa mempunyai gambaran
(Mathai, 2002). Berbanding terbalik tentang keadaan krisis, stress, maupun
dengan hasil penelitian ini, bahwa trauma.
pemahaman terkait konsep stress, trauma
SIMPULAN
dan krisis masih belum sepenuhnya Berdasarkan hasil dan pembahasan
dipahami oleh para konselor di
di atas dapat disimpulkan bahwa
Indonesia. Konsepsi terkait pemahaman guru bimbingan dan
permasalahan klinis bukan ranah konseling terkait konsep krisis masih
penanganan, sehingga para guru kurang sehingga perlu untuk
bimbingan dan konseling cenderung ditingkatkan kembali. Salah satu langkah
mengandalkan untuk melakukan alih yang dapat dilakukan oleh guru
tangan kasus pada psikolog. Namun, bimbingan dan konseling adalah agar
faktanya jumlah guru bimbingan dan lebih mengasah lagi kemampuannya
konseling yang melakukan referral terkait dengan krisis dengan cara terus
belum banyak, diindikasikan lebih peka terhadap tanda dari perilaku
keterbatasan kolega, maupun respon siswa yang menunjukkan tengah
konselor sebagai wujud awareness mengalami krisis. Adanya perhatian
sebagai helper masih kurang. khusus pemerintah untuk mengatasi

162
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

permasalahan terkait krisis pada siswa, the Schools. Alexandria, VA:


untuk memfasilitasi guru bimbingan dan Author.
konseling dengan memberikan berbagai Carol A. Dahir & Carolyn Bishop Stone.
fasilitas. Untuk melengkapi fasilitas (2012). The Transformed School
tersebut pihak terkait seperti Counselor. 2nd Ed USA:
Musyawarah Guru Bimbingan dan Brooks/Cole.
Konseling (MGBK) atau universitas Cornell, D. G & Sheras, P.L. (1998).
maupun lembaga sosial secara aktif Common errors in school crisis
menyelenggarakan program pemantapan response: Learning from our
dan pemahaman terkait konsep krisis di mistakes. Psychology in the Schools.
sekolah. Untuk penelitian selanjutnya Vol 35
dapat dijadikan dasar penyusunan Crepeau-Hobson, M. F., Filaccio, M., &
pedoman penanganan permasalahan Gottfried, L. (2005). Violence
krisis di sekolah. akan membantu para Prevention After Columbine: A
guru bimbingan dan konseling dalam Survey of High School Mental
belajar secara mandiri. Adanya perhatian Health Professionals. National
khusus dari pemerintah maupun pihak Association of Social Workers. Vol
terkait tentang penanganan krisis pada 27.
siswa akan membantu guru bimbingan Dewey, J. (2002). Pengalaman dan
dan konseling di sekolah untuk lebih Pendidikan. Yogyakarta: Kepel
memperhatikan perubahan-perubahan Press.
pada siswa yang menjadi indikasi adanya Erikson, E. (1968). Identity, Youth and
dampak dari kriris, stress, dan trauma. Crisis. New York: Norton.
Model pengembangan modul atau garis Hakim, A. L. (2014). Kepuasan Siswa
besar penanganan kasus krisis di sekolah Terhadap Layanan Bimbingan
dan intervensi serta layanan preventif Konseling di SMK Al-Hidayah
untuk membantu siswa yang mengalami Lestari Lebak Bulus. Jakarta: UIN
permasalahan krisis dapat dijadikan Syarif Hidayatullah.
pengembangan penelitian selanjutnya. James, R.K & Gilliland, S. S. (2005).
Crisis Intervention Strategies (5th
DAFTAR RUJUKAN
Ed). Belmont, CA: Thomson.
Allen, M., Burt, K., Bryan, E Carter, D.,
Kemendikbud. (2014). Permendikbud
Orsi, R., & Durkan, L. (2002).
Nomor 111 Tahun 2014 Tentang
School Counsellor’ Preparation for
Bimbingan dan Konseling. Jakarta:
Participation in Crisis Intervention.
Kementerian Pendidikan dan
Professional school counselling. Vol
Kebudayaan.
6.
Klicker, R. L. (2000). A student dies, a
American Counseling Assosiation.
school mourns: Dealing with death
(2007). Position Statement:
and loss in the school community.
Crisis/critical Incident Response in
Philadelphia, PA: Taylor & Francis.

163
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Mathai, C. McGrady. (2002). Surveying Response. Professional School


School Counselor Via the Internet Counseling. Vol 4.
Regarding Their Experiences and Rosita Endang Kusmaryani, Kartika Nur
Training Needs in Crisis Fathiyah, dan Sugiyanto. (2012).
Intervention. Dissertation. USA: Konseling Krisis sebagai Upaya
Virginia Polytechnic Institute and Penanganan Masalah Psikilogis
State University. Remaja di Yogyakarta. Prosiding
Mulawarman & Jafar. (2019). Bahan Seminar Nasional dalam rangka
Ajar Bimbingan dan Konseling Dies Natalis ke-48 Universitas
Kebencanaan. Semarang: UNNES Negeri Yogyakarta. Yogyakarta:
Press. LPPM UNY.
Murphy, Michelle Lynn. (2004). Crisis Studer, J. R & Salter, S.E. (2010). The
Intervention Training for Students in Role of the School Counsellor in
School Counselor Preparation Crisis Planning and Intervention.
Programs. Dissertation. The Article. Vistas Online (American
Graduate School of The University Counseling Assosiation).
of Florida. Thompson, C. L. et, al. (2004).
Permendiknas RI No. 27 Tahun 2008 Counseling Children. Canada:
tentang Standar Kualifikasi Thompson Brooks/Cole.
Akademik dan Kompetensi Thompson, R. A. (2004). Crisis
Konselor. Bandung: Nuansa Aulia. Intervention and Crisis
Riley, P. L. (2000). School Violence, Management. New York: Brunner-
Prevention, Intervention, and Crisis Routledge

164
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

GAMBARAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI SOSIAL PADA ANAK


DENGAN GANGGUAN SPEKTRUM AUTIS
Robik Anwar Dani
Fakultas Psikologi, Universitas Katolik Widya Mandala Madiun
robikanwar@staff.widyamandala.ac.id

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk komunikasi sosial pada anak
dengan gangguan spektrum autis serta faktor yang mempengaruhi kemampuan
komunikasi sosial mereka. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan
pendekatan studi kasus. Subjek dalam penelitian ini adalah tiga anak dengan gangguan
spektrum autis yang bersekolah di salah satu sekolah dasar di kota Semarang.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan wawancara terkait dengan tema
kemampuan komunikasi sosial anak dengan gangguan spektrum autis yang meliputi
interaksi sosial, kognisi sosial, dan pragmatik. Analisis data dilakukan melalui tiga tahap,
yakni reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan menarik
kesimpulan (verification). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anak penyandang
gangguan spektrum autis melakukan komunikasi sosial dengan bentuk-bentuk perilaku
tertentu. Mereka cenderung menggunakan bentuk komunikasi non-verbal untuk
berkomunikasi. Komunikasi non-verbal yang lazim mereka lakukan pada umumnya
terdiri atas sentuhan, kontak mata, isyarat, komunikasi objek, postur tubuh, gaya berjalan,
suara serta ekspresi wajah. Dilihat dari tiap aspek interaksi sosial, anak penyandang
gangguan spektrum autis masih belum mampu secara efektif menggunakan komunikasi
verbalnya. Umumnya anak penyandang gangguan spektrum autis memiliki kesulitan
dalam pemrosesan informasi verbal yang panjang. Hal itu yang membuat mereka lebih
suka menyendiri karena merasa tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan dan
membuat mereka menjadi pasif serta seolah tidak menanggapi apa yang disampaikan
kepadanya.
Kata Kunci: Komunikasi Sosial; Gangguan Spektrum Autis

ABSTRACT
The objective of this research was to examine the forms of social communication in
children with autism spectrum disorders and factors that influence their social
communication skills. This research used a qualitative method with a case study
approach. The subjects of the research is three childrens who studying in a elementary
school in Semarang who diagnosed with Autism Spectrum Disorder (ASD). Observation
and interview about social communication skills (include social interaction, social
cognition, and pragmatics) of children with autism spectrum disorder was used for data
collecting in this research. The data analysis was taken as follows: data reduction, data

165
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

display, and verification. The results of this research indicate that children with autism
spectrum disorders perform social communication with certain forms of behavior. They
tend to use non-verbal forms of communication to communicate. Non-verbal
communication that they usually do generally consists of touch, eye contact, cues, object
communication, body posture, gait, voice and facial expressions. Viewed from every
aspect of social interaction, children with autism spectrum disorders are still unable to
effectively use verbal communication. Generally children with autism spectrum disorders
have difficulty in processing long verbal information. This is what makes them prefer to
be alone because they feel unable to adapt to the environment and make them become
passive and as if not responding to what was conveyed to him.
Keywords: Social Communication; Autism Spectrum Disorder

PENDAHULUAN gangguan spektrum autis (autism


Komunikasi merupakan aktivitas spectrum disorder).
dasar manusia. Manusia dapat saling Gangguan spektrum autis merupakan
berhubungan satu sama lain dengan suatu kumpulan sindrom akibat
kegiatan komunikasi yang melibatkan kerusakan syaraf. Penyakit ini
bahasa. Komunikasi memiliki beberapa menganggu perkembangan anak,
fungsi, yaitu mengenal diri sendiri dan ditunjukkan dengan adanya
orang lain, mengetahui dunia luar, penyimpangan perkembangan
menciptakan dan memelihara (Danuatmaja, 2003). Bagi anak dengan
lingkungan, bermain dan mencari gangguan spektrum autis, komunikasi
hiburan, dan membantu orang lain menjadi sesuatu yang sangat sulit. Hal
(Widjaja, 2000). Hal ini menandakan ini dikarenakan kemampuan komunikasi
pentingnya komunikasi bagi manusia. anak dengan gangguan spektrum autis
Dalam lingkup dunia pendidikan, sangat berbeda dari kebanyakan anak-
khususnya dalam proses pembelajaran di anak seusianya. Anak dengan gangguan
kelas komunikasi memiliki peran yang spektrum autis mengalami kesulitan
sangat penting. Hal tersebut dikarenakan dalam berkomunikasi karena mereka
sekolah merupakan lembaga pendidikan mengalami hambatan dalam
formal yang pada hakikatnya bertujuan perkembangan bahasanya, sedangkan
untuk mengubah tingkah laku peserta bahasa merupakan media utama dalam
didik, di mana proses tersebut bisa komunikasi. Apabila perkembangan
terjadi melalui komunikasi. Akan tetapi bahasa mengalami hambatan, maka
kenyataannya tidak semua peserta didik kemampuan komunikasinya juga akan
dapat melakukan komunikasi dengan terhambat. Kemungkinan munculnya
baik karena mengalami kesulitan dalam hambatan dapat disebabkan karena anak
berkomunikasi. Salah satu peserta didik yang menjadi komunikator merupakan
yang memiliki kesulitan dalam hal anak dengan kebutuhan khusus, yang
komunikasi adalah peserta didik dengan mengalami hambatan dalam

166
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

perkembangan perilakunya seperti dengan gangguan spektrum autis


kemampuan berbicara (Handojo, 2003). mempunyai cara tersendiri dalam
Anak dengan gangguan spektrum autis berkomunikasi dengan orang lain di
memiliki kesulitan dalam berkomunikasi sekitarnya karena mengalami kesulitan
dan memahami komunikasi baik verbal dalam berpikir, mengingat dan
maupun non-verbal. Selain itu, mereka menggunakan bahasa.
kesulitan untuk menyampaikan pesan Berdasarkan wawancara dengan
dan menerima pesan. guru koordinator inklusi di salah satu
Anak dengan gangguan spektrum sekolah di Kota Semarang diketahui
autis akan mengalami penyimpangan bahwa anak autis memiliki kendala yang
perkembangan sosial, kemampuan cukup berarti dalam hal berkomunikasi.
berbahasa dan kepedulian terhadap Anak autis kesulitan dalam menangkap
lingkungan sekitar (Yatim, 2007). Anak pesan yang disampaikan oleh lawan
dengan gangguan spektrum autis bicaranya. Secara umum, anak autis
biasanya mengalami gangguan dalam memiliki kendala dalam berkomunikasi
bidang kognitif, afektif, dan sosial. Hal secara verbal maupun non-verbal.
ini terlihat pada keterbatasan mereka Kehadiran peserta didik autis di lembaga
dalam beraktivitas, sering mengulang- pendidikan umum seringkali
ulang gerakan yang sama (stereotype) menimbulkan persoalan bagi peserta
dan mengalami gangguan komunikasi didik lain, maupun guru. Terlebih bila
dalam berhubungan dengan orang lain, sekolah belum memiliki guru-guru yang
meskipun secara fisik terlihat sehat memahami karakteristik peserta didik
(Soekanto, 2004). autis. Dampaknya seringkali peserta
Anak yang mengalami gangguan didik autis memperoleh perlakuan
spektrum autis dengan tingkat inteligensi diskriminatif dan terpinggirkan dalam
dan kognitif yang rendah, tidak mampu pergaulan sosial. Persoalan
berbicara dan berkomunikasi secara non- ketidakmampuan untuk berkomunikasi
verbal, memiliki perilaku menyakiti diri dan berinteraksi sosial yang dihadapi
sendiri serta menunjukkan terbatasnya oleh peserta didik autis dapat semakin
minat dan rutinitas yang dilakukan diperkuat, bila sekolah inklusi tidak
diklasifikasikan sebagai low functioning memberinya ruang dan lingkungan
autism. Sementara bagi anak dengan belajar yang baik. Upaya pengembangan
gangguan spektrum autis yang kemampuan sosial peserta didik autis
menunjukkan fungsi kognitif dan dalam konteks pendidikan inklusi masih
inteligensi yang tinggi, mampu memerlukan penelitian dan
menggunakan bahasa dan berbicara pengembangan.
secara efektif serta menunjukkan Banyak penelitian terdahulu yang
kemampuan mengikuti rutinitas yang telah mengkaji tentang anak dengan
umum diklasifikasikan sebagai high gangguan spektrum autis. Beberapa di
functioning autism. Oleh karena itu anak antaranya adalah penelitian yang

167
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

dilakukan oleh Handayani (2013) oleh para pengasuh dan pendidik


mengenai interaksi sosial anak tersebut mampu menghasilkan anak
berkebutuhan khusus di SDN 016/016 binaannya memiliki karakteristik
inklusif Samarinda yang merupakan sebagai anak gangguan spektrum autis
sebuah studi kasus pada anak yang mandiri dalam interaksi sosial dan
penyandang autis. Penelitian ini komunikasi, meskipun masih perlu
memberikan wawasan bahwa dalam pengawasan dari orang lain, mereka
melakukan interaksi sosial anak dengan mampu mengenal dan menerima dirinya
gangguan spektrum autis memiliki sendiri dalam lingkungan, maupun
berbagai kendala. Kendala itu tidak mengarahkan dirinya dan mewujudkan
hanya berasal dari anak autis tersebut dirinya secara baik. Penelitian senada
tetapi juga dari guru yang kurang dilakukan oleh Khotimah (2009) yang
kompeten dalam menghadapi anak autis. meneliti mengenai upaya penanganan
Ketika berkomunikasi anak autis lebih gangguan interaksi sosial pada anak autis
banyak membeo kata yang diucapkan di yayasan autistik Fajar Nugraha
kepadanya serta membolak-balikkan Yogyakarta. Dari penelitian tersebut
kata. Selain itu sering juga terjadi menunjukkan bahwa penanganan
perkelahian dengan teman yang suka problem interaksi sosial anak autis di
berbuat jahil pada anak yang autis. Fajar Nugraha Yogyakarta dilakukan
Seharusnya hal tersebut bisa diatasi oleh dengan penanganan dini yaitu dengan
dengan pembentukan sebuah tim yang melatih pemberian salam, berjalan-jalan
bertugas mengontrol segala aktifitas di sekeliling lingkungan luar sekolah,
anak-anak penyandang autis dan senam, makan, bermain bersama,
memberikan penyadaran pada anak-anak kegiatan berenang, terapi musik dan
normal tentang rasa bertoleransi kegiatan lain yang lebih kompleks dan
terhadap temannya yang berkebutuhan penanganan terpadu meliputi terapi
khusus. Demikian salah satu saran yang okupasi, terapi wicara, metode lovaas,
diberikan dalam penelitian tersebut. metode drill, metode sunrise dan metode
Penelitian lain dilakukan oleh Ja’far one by one.
(2011) di Yayasan Sayap Ibu Panti II Penelitian eksperimen dengan subjek
Yogyakarta yang meneliti tentang anak autis juga dilakukan oleh Wahyuni
metode meningkatkan kemandirian dan Roswita (2011) yang membahas
interaksi sosial dan komunikasi anak tentang efek metode priming dalam
autis. Penelitian tersebut menunjukkan meningkatkan inisiasi spontan anak autis
bahwa metode yang dilakukan oleh terhadap teman sebaya. Hasil penelitian
Yayasan Sayap Ibu Panti II di sekolah ini menunjukkan bahwa metode priming
dan di asrama adalah metode lovaas, dapat meningkatkan inisiasi spontan
metode drill, metode sunrise, fisioterapi, anak autis terhadap teman sebayanya.
metode observasi dan metode one by Penelitian sejenis dilakukan juga oleh
one. Dengan metode yang dilakukan Murhanjati (2008) tentang efek terapi

168
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

applied behavior analysis (ABA) mengenai karakteristik kemampuan


metode lovaas terhadap kemampuan komunikasi sosial pada anak gangguan
komunikasi pada anak autis. Hasil spektrum autis.
penelitian ini menunjukkan bahwa terapi
METODE
applied behavior analysis (ABA) Metode penelitian yang digunakan
memberikan efek yang positif terhadap dalam penelitian ini adalah metode
perkembangan komunikasi pada anak kualitatif. Metode penelitian kualitatif
autis.
dalam penelitian ini menggunakan
Penelitian tentang pola komunikasi pendekatan studi kasus di mana peneliti
pernah dilakukan oleh Robiah (2012) berusaha mengetahui bentuk-bentuk
yang meneliti tentang pola komunikasi komunikasi sosial anak dengan
guru dengan siswa autis kelas IV sekolah gangguan spektrum autis serta faktor-
dasar di Sekolah Autisme Laboratorium faktor yang mempengaruhi perilaku
Universitas Negeri Malang. Hasil tersebut. Adapun tema yang akan
penelitian ini menunjukkan terdapat dua diungkap terkait dengan kemampuan
bentuk komunikasi, yaitu verbal dan komunikasi sosial anak dengan
non-verbal. Terdapat tujuh fungsi gangguan spektrum autis adalah sebagai
komunikasi, yaitu memerintah,
berikut:
menegaskan, menyetujui, menanyakan, 1. Interaksi sosial, meliputi:
menolak, menyatakan sesuatu, dan a. Gaya bicara (suara, gaya
mengungkapkan. Ditemukan tiga berbahasa dan pengucapan kata)
hambatan komunikasi, yaitu dan konteks pembicaraan.
ketidakselarasan keinginan guru dengan b. Aturan untuk kesopanan
kemampuan intelektual siswa, berbahasa.
ketidakseimbangan pilihan kata guru 2. Kognisi sosial (misalnya,
dengan kemampuan intelektual siswa, kompetensi emosional, memahami
dan ketidaksesuaian keinginan guru emosi diri dan orang lain).
dengan kondisi emosi siswa.
3. Pragmatik, meliputi:
Berdasarkan uraian permasalahan, a. Niat komunikatif (Dapat berupa
teori mengenai kemampuan komunikasi perilaku: mengawali
sosial anak dengan gangguan spektrum pembicaraan, memanggil teman,
autis dan fakta-fakta konkret yang terjadi mengucapkan salam/halo, dan
di lapangan tersebut, dapat diketahui lain-lain).
bahwa komunikasi merupakan hal yang b. Bahasa tubuh (sentuhan, gesture,
sangat penting dalam berbagai aspek mimik muka dan isyarat).
kehidupan, bahkan pada anak dengan c. Kontak mata
gangguan spektrum autis sekalipun. Subjek dalam penelitian ini adalah
Permasalahan ini dipilih untuk peserta didik yang aktif di lembaga
dijelaskan lebih lanjut, guna pendidikan sekolah dasar. Berusia antara
memberikan pengetahuan yang konkret enam sampai dengan delapan tahun serta

169
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

mengalami gangguan spektrum autis


yang mengacu pada keterangan dari
guru, orangtua dan hasil tes psikologi
yang pernah dilakukan pada yang
bersangkutan. Peneliti mengumpulkan
data dengan melakukan observasi,
wawancara dan dokumentasi kemudian
mendeskripsikan bentuk-bentuk
komunikasi sosial anak dengan Gambar 1. Intensitas Tema Subjek 1
gangguan spektrum autis serta faktor- (GA)
faktor yang mempengaruhinya. Analisis Gambar 1 menunjukkan intensitas
data dalam penelitian ini meliputi tiga tema pada subjek 1 (GA). Dari gambar
tahap, yakni reduksi data, penyajian data, tersebut menunjukkan bahwa pada
dan menarik kesimpulan. kemampuan Gaya Bicara (GB) GA
HASIL mendapatkan jumlah intensitas 5 yang
Penelitian ini dilakukan terhadap tiga berarti cukup untuk dapat melakukan
orang subjek yang berstatus sebagai interaksi. Suara GA ketika berbicara
peserta didik di sebuah sekolah dasar di sudah cukup keras. Akan tetapi untuk
Kota Semarang, yaknik GA (kelas VI), pelafalan katanya masih kurang jelas,
NA (kelas II), dan EG (kelas VI). namun masih dapat dimengerti oleh
Berdasarkan hasil observasi dan lawan bicaranya. Kemampuan gaya
wawancara yang telah dilakukan oleh bicara GA berpengaruh pada niat
peneliti, maka ditemukan tema-tema komunikatif yang yang cukup. Hal itu
yang muncul selama penelitian dikarenakan kurangnya stimulus yang
berlangsung. Sebelum menentukan diberikan. Pada tema Konteks
intensitas tema, peneliti melakukan Pembicaraan (KP), GA jumlah
pengkodean (coding) terlebih dahulu. intensitasnya juga 5, yang berarti
Pengkodean ini berguna untuk konteks pembicaraan yang dibicarakan
memudahkan peneliti dalam sudah cukup bisa dimengerti. Karena
menganalisisa data penelitian. Setelah kesulitan untuk berkomunikasi secara
itu, langkah selanjutnya adalah verbal, untuk merespon apa yang sedang
penyortiran data. Dari hasil sortir dibicarakan GA menggunakan bahasa
tersebut, maka intensitas tema yang tubuhnya yang berupa isyarat atau
muncul pada masing-masing subjek simbol.
adalah sebagai berikut: Pada tema Aturan Kesopanan
Berbahasa (AKB), jumlah intensitas GA
ialah 7. Hal ini berarti GA cukup tidak
mengatakan kata-kata yang tidak sopan
kepada gurunya. Kemungkinan GA bisa
mendapatkan angka yang cukup tersebut

170
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

karena dalam lingkungannya GA


tergolong tidak aktif. GA hanya
melakukan apa yang disuruh oleh
gurunya. Jadi kemungkinan GA memang
belum memiliki konsep tentang
kesopanan, sehingga tidak menunjukkan
kata-kata yang tidak sopan kepada orang
lain. Hal itu membuat GA kurang
Gambar 2. Intensitas Tema Subjek 2
memiliki niat untuk berkomunikasi
(NA)
dengan orang lain, yakni dapat dilihat
dari jumlah intensitas tema Niat Gambar 2 menunjukkan intensitas
Komunikatif (NK) GA yang tergolong tema pada subjek 2 (NA). Dari gambar di
cukup, yaitu 3. Niat komunikatif tersebut atas dapat dilihat bahwa pada tema Gaya
juga berpengaruh pada bahasa tubuh GA. Bicara (GB), jumlah intensitas temanya
Pada tema Bahasa Tubuh (BT) GA adalah 7 yang tergolong baik. Hal ini
memiliki jumlah intensitas yang berarti bahwa NA sudah memiliki gaya
tergolong cukup yakni 9. Dalam bicara dengan suara yang keras dan juga
berkomunikasi dengan orang lain. pelafalan yang sudah cukup jelas.
Misalnya ketika sedang bertemu dengan Dikarenakan tema Kognisi Sosial (KS)
kepala sekolah pada waktu pagi, GA jumlah intensitasnya 4 yang tergolong
lebih cenderung melakukan perilaku cukup, itu membuat NA tidak mampu
salim (menunjukkan bahasa tubuhnya) memanfaatkan dengan baik gaya bicara
daripada mengucapkan salam. Pada tema yang jelas dan keras tersebut. Keadaan
Kognisi Sosial (KS), jumlah seperti itu membuat intensitas Konteks
intensitasnya adalah 4, yang berarti Pembicaraan (KP) kurang (jumlahnya
kemampuan kognisinya cukup untuk 4). NA lebih sering menghabiskan
memproses informasi. GA sudah mampu waktunya sendiri daripada bermain
untuk berempati pada temannya yang dengan teman-temannya ketika di
menangis, tetapi masih belum mampu sekolah. Pada tema Niat Komunikatif
untuk mengontrol emosinya. Untuk (NK), jumlah intensitas NA pada tema
mengungkapkan emosinya, GA tersebut masih kurang, yakni 2. NA
menggunakan bahasa nonverbal dengan hanya mau menyapa gurunya jika
gerakan atau bahasa tubuh. Kemampuan disuruh oleh ibunya. Di kelas NA juga
kognisi sosial yang cukup tersebut tampak sibuk sendiri dan jarang bermain
kadang membuat GA kurang bisa dengan temanya. Pada waktu istirahat,
memfokuskan kontak mata pada lawan NA lebih sering jajan sendiri, tidak
bicaranya. Sehingga jumlah intensitas bersama teman-temannya. Hal itu
tema Kontak Matanya 1 yakni tergolong membuat bahasa tubuhnya terkesan kaku
kurang. ketika berbicara. Pada tema Aturan
Kesopanan Berbahasa (AKB) yang

171
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

jumlah intensitasnya 7, yakni cukup tergolong baik. Dengan didukung hal


juga. Kemungkinan NA juga belum tersebut, maka EG memiliki Niat
memiliki konsep tentang kesopanan itu Komunikatif (NK) yang baik, yakni
sendiri. Pemahaman aturan kesopanan jumlah intensitasnya 6. EG mampu
yang kurang itu membuat bahasa tubuh berinisiatif untuk mengawali
NA cenderung kaku dan kontak mata pembicaraan dengan orang lain dan juga
yang tidak fokus. Dilihat dari jumlah bertanya. Hal itu juga didukung dengan
intensitas tema Bahasa Tubuh (BT) NA kontak mata EG yang sudah cukup fokus
adalah 5 yang berarti kurang. Dan untuk menatap lawan bicaranya, yakni
jumlah intensitas Kontak Mata (KM), dilihat dari jumlah intensitas pada tema
yang berarti kurang juga. Kontak mata Kontak Mata (KM) EG adalah 2 yang
yang dilakukan NA kadang tidak fokus tergolong cukup.
pada orang yang mengajak dia bicara. Dari kemampuan pemahaman konteks
pembicaraan yang baik itu membuat EG
begitu ekspresif mengungkapkan apa
yang dia rasakan. Selain dengan kata-
kata verbal, ketika berkomunikasi EG
juga menggunakan bahasa tubuh untuk
mempertegas apa yang dia sampaikan.
Untuk tema Aturan Kesopanan
Berbahasa (AKB), EG sudah cukup
Gambar 3. Intensitas Tema Subjek 3 memiliki konsep tentang kesopanan. Hal
(EG) itu karena kemampuan intelektualnya
Gambar 3 menunjukkan intensitas juga sudah cukup bagus. Akan tetapi
tema pada subjek 3 (EG). Dari gambar terkadang EG masih belum mampu
tersebut dapat dilihat bahwa pada tema mengontrol emosinya karena
Gaya Bicara (GB), jumlah intensitasnya kemampuan kognisi sosialnya yang
adalah 9. Hal ini berarti kemampuan cukup, yakni jumlah intensitasnya 6.
bicara EG sudah baik. EG mampu Pada tema Bahasa Tubuh (BT), jumlah
berbicara dengan suara yang keras dan intensitas temanya 9 yang tergolong
pelafalan kata yang jelas juga. Hal itu cukup. EG mampu mengekspresikan apa
membuat Konteks Pembicaraan (KP) yang sedang dia rasakan dalam bentuk
yang dibicarakan oleh EG juga cukup bahasa tubuh. Karena kadang lupaan
banyak. EG mampu memahami bahasa emosi yang diungkapkan EG selain
verbal dengan format yang cukup dengan bentuk mengulang-ulang kata,
panjang yang disampaikan kepadanya. juga terwujud pada bentuk bahasa tubuh
Dan EG juga mampu memberikan tertentu (misalnya memukul ketika
tanggapan. Hal ini dapat dilihat dari marah dan menggaruk kepala ketika
jumlah intensitas tema Konteks sedang bingung).
Pembicaraan (KP) EG adalah 7 yang

172
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Berdasarkan hasil analisa data dan gangguan spektrum autis ketika mereka
kroscek ulang kepada guru selaku berada di sekolah. Pada subjek 1 (GA),
significant person dari ketiga subjek dalam hal interaksi dengan guru maupun
ketika berada di sekolah, maka diperoleh teman sebaya masih lebih banyak tidak
hubungan antar tema yang menunjukkan memperhatikan. GA lebih bersikap pasif
keterkaitan bentuk-bentuk komunikasi di dalam lingkungannya. GA memiliki
sosial untuk ketiga subjek adalah sebagai suara yang keras dengan pelafalan yang
berikut: kurang jelas. Akan tetapi guru dan
temannya masih bisa memahami apa
yang dimaksud oleh GA. Kemampuan
penalaran GA juga masih kurang. Hal itu
membuat GA belum mampu
menghadapi dua hal sekaligus. GA
masih belum bisa memahami situasi
yang ada di lingkungannya. Untuk
menjalankan intruksi dari guru, GA
Gambar 4. Bagan Subjek 1 (GA) masih merasa cukup sulit tapi GA sudah
lumayan mampu. Seperti ketika GA
mendapat intruksi untuk menyanyi atau
bergoyang. GA lebih menggunakan
bentuk komunikasi non-verbal atau
bahasa tubuh seperti sentuhan atau
isyarat. Terkadang GA menggeret
gurunya sebagai isyarat untuk
menunjukkan keinginannya atau
bertepuk tangan untuk menunjukkan
Gambar 5. Bagan Subjek 2 (NA) emosi senangnya ketika dia berhasil
melakukan sesuatu.
Ketika mengerjakan tugas, GA
hanya mampu meng-copy pekerjaan
temannya. Hal itu karena GA masih
kesulitan memproses informasi yang
diperoleh. Konteks pembicaraan yang
dilakukannya pun juga tergantung pada
lawan bicaranya. GA juga masih belum
Gambar 6. Bagan Subjek 3 (EG)
bisa melakukan kontak mata dengan
Dari hasil observasi dan wawancara orang di sekelilingnya dan masih sulit
yang telah dilakukan. Peneliti untuk mengontrol diri ketika berhadapan
memperoleh hasil tentang bentuk-bentuk dengan situasi yang membuatnya tidak
komunikasi sosial anak penyandang nyaman. Pada waktu GA berbicara,

173
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

terkadang dia melakukan gerakan- temannya pun dia tampak acuh tak acuh.
gerakan tertentu yang tergolong aneh Begitu juga sikap kepada gurunya. NA
jika dilakukan oleh anak seusianya. belum memiliki niat komunikasi dengan
Apalagi ketika subjek berbicara dan orang lain. Dia mengucapkan salam
melakukan gerakan tersebut dengan kepada guru dan salim hanya jika dia
mimik muka yang datar tanpa ekspresi. disuruh oleh ibunya. Itu yang membuat
Selain itu, GA juga belum mampu untuk NA tidak pernah minta tolong kepada
mengawali pembicaraan dengan orang orang lain ketika dia sedang
lain, misalnya mengucapkan salam membutuhkan sesuatu. Contohnya
kepada guru. ketika NA disekolah sedang ingin
Jadi dapat disimpulkan bahwa GA mewarnai. Dia mencari sendiri kertas
masih belum mampu melakukan gambarnya yang terletak di lemari guru
komunikasi sosial secara efektif dengan tanpa permisi atau bertanya kepada guru.
orang lain. Kemampuan penalaran GA Gaya bicara NA juga cenderung
yang masih kurang membuat dia masih pelan, tapi pelafalan katanya sudah
pasif terhadap lingkungan sekitarnya. cukup jelas. Kemampuan pemrosesan
Hal itu membuat GA memerlukan informasi NA juga hampir sama dengan
dukungan yang substansial atau GA, NA sulit memproses informasi yang
requiring substantial support (level 2) dia peroleh. NA kurang bisa memahami
agar mampu beradaptasi dengan bahasa verbal ketika bahasa yang
lingkungannya. GA juga tergolong anak disampaikan kepadanya terlalu panjang
penyandang gangguan spektrum autis dan rumit. Hal itu yang terkadang
dengan tipe low fungtioning autism. membuat NA mengulangi kata terakhir
Untuk subjek 2 (NA), dalam hal yang diucapkan oleh orang lain. Gerakan
interaksi dengan guru hampir sama tubuh NA ketika berbicara cenderung
dengan subjek 1 (GA), akan tetapi NA kaku dan NA tidak merasa nyaman pada
sudah cukup mampu untuk memberikan sentuhan yang diberikan kepadanya. NA
perhatian pada penjelasan yang juga tidak memiliki kontak mata dengan
dijelaskan oleh guru. NA juga lawan bicaranya ketika dia sedang
menunjukkan reaksi ketika ada terlibat suatu percakapan pendek. Jadi
kebiasaannya yang dirubah, meskipun kesimpulan dari subjek 2 (NA) adalah
kadang reaksi NA cenderung negatif. NA masih belum mampu melakukan
Namun NA masih belum memiliki indra komunikasi sosial secara aktif. NA
perabaan (taktil) dan indra pendengaran masih bergantung kepada ibunya untuk
dengan peka. Sehingga itu membuat NA melakukan komunikasi sosial. Dia masih
kadang tidak menghiraukan apa yang belum memiliki inisiatif untuk
disampaikan oleh gurunya. Ketika NA membangun komunikasi dengan
berinteraksi dengan teman sekelasnya, temamnya ketika di sekolah. Hal itu
NA lebih banyak diam dan asyik disebabkan karena kurang pekanya indra
bermain sendiri. Ketika didekati oleh perabaan dan indra pendegaran NA.

174
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Selain itu, kemampuan pemrosesan verbal dalam berkomunikasi. EG juga


informasinya juga masih kurang yang melakukan kontak mata ketika ada orang
membuat NA belum mampu yang mengajaknya berbicara. Namun,
mengendalikan emosinya sehingga kadang kontak mata itu hilang ketika EG
ketika ada kebiasaannya yang dirubah sedang tidak fokus pada sesuatu atau
NA berteriak-teriak. Maka dari itu, NA ketika EG sedang bingung. Terkadang
masih memerlukan dukungan yang EG juga tidak mampu mengontrol
substansial atau requiring substantial dirinya ketika berhadapan dengan situasi
support (level 2) untuk dapat tertentu dengan mengatakan kata-kata
menyesuaikan diri dengan yang aneh.
lingkungannya. NA juga tergolong anak Pada saat bicara, EG kadang
penyandang gangguan spektrum autis menggerakkan tubuhnya secara normal
dengan tipe low fungtioning autism. dan dia juga menunjukkan mimik muka
Berbeda dengan kondisi dua yang variatif. EG berani menyampaikan
temannya, subjek 3 (EG) cukup mampu pendapat kepada gurunya dan memiliki
berinteraksi dengan guru. EG mampu kontak mata ketika berbicara. EG
merespon instruksi yang diberikan menunjukkan kesenangannya dengan
kepadanya dengan baik. Gaya bicaranya mengatakannya berulang-ulang. Namun
cukup keras dengan pelafalan kata yang EG tidak begitu suka jika dia disentuh
jelas. EG seolah seperti anak normal oleh orang lain. Misalnya ketika gurunya
lainnya, akan tetapi indikasi autisnya menepuk-nepuk pundaknya, dia akan
akan terlihat jika simptom impulsifnya langsung menghidar atau mengibaskan
muncul. Kemampuan penalaran EG juga tangan gurunya. EG juga belum mampu
cukup bagus. Hal itu dapat dilihat ketika mengendalikan emosinya. Ketika ada
EG melakukan negosiasi dengan rutinitas EG dirubah, EG marah dan
gurunya ketika dia disuruh untuk kadang berteriak. Jadi dapat disimpulkan
menghafalkan asmaul husna di depan bahwa EG memiliki kemampuan
kelas lain, sedangkan dia merasa belum interaksi sosial yang cukup baik. Hal itu
siap. Dia menawarkan untuk didukung oleh kemampuan
menggunakan catatan ketika membaca penalarannya yang baik pula. Akan
asmaul husna. Dalam berinteraksi tetapi EG kadang belum mampu
dengan teman sekelas, EG kadang mengendalikan emosinya ketika ada
menunjukkan lebih mendominasi kebiasaannya yang dirubah. EG
pembicaraan. Tidak seperti anak autis tergolong anak autis dengan tipe high
lainnya, EG mampu menggunakan fungtioning. Meskipun begitu EG juga
bahasa yang baik dalam berkomunikasi memerlukan dukungan atau requiring
dan memahami konteks pembicaraan support (level 1) orang lain untuk
yang sedang dibicarakan. Kemampuan beradaptasi dengan lingkungannya
pemrosesan informasi EG juga cukup dengan baik.
bagus. EG mampu memahami bahasa
PEMBAHASAN

175
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Berdasarkan pada analisis yang telah


dilakukan terhadap ketiga subjek
penelitian, ternyata ditemukan beberapa
tema yang sejenis dan memiliki
intensitas yang cukup tinggi. Meskipun
terdapat sedikit perbedaaan pada
kemampuan komunikasi sosial pada
ketiga subjek, tetapi faktor yang
mempengaruhi kemampuan tersebut
hampir sama antara subjek satu dengan
yang lainnya. Perbedaan lain juga
disebabkan karena adanya karakteristik Dalam berkomunikasi GA lebih
pribadi yang berbeda satu sama lain. cenderung menggunakan bahasa non-
Intensitas tema yang muncul dapat verbal seperti sentuhan dan gerakan
dilihat pada tabel 1. tubuh. GA senang terhadap sentuhan
yang diberikan kepadanya. Hal itu
Berdasarkan tabel 1, dapat dijelaskan
membuat GA merasa nyaman. Akan
bahwa subjek memiliki kemampuan
tetapi, kontak mata GA cenderung tidak
komunikasi sosial yang bervariasi. Pada
fokus dan masih suka melihat benda-
subjek 1 (GA), memiliki kemampuan
benda tertentu yang berputar. GA juga
interaksi sosial yang cukup rendah jika
belum memiliki inisiatif untuk
dibandingkan dengan kedua subjek yang
membangun komunikasi dengan orang
lain. Hal itu dapat dilihat dari gaya bicara
lain. Tetapi ketika di sekolah GA
GA yang cukup keras, akan tetapi
memiliki kebiasaan untuk salim kepada
pelafalan katanya yang masih belum
kepala sekolahnya setiap pagi, setelah
cukup jelas. Konteks pembicaraan yang
dibiasakan dalam beberapa waktu oleh
dibicarakan GA tergantung pada lawan
gurunya.
bicaranya. Hal itu disebabkan karena GA
belum memiliki kemampuan menalar Untuk subjek 2 (NA), memiliki
(kognisi sosial) yang cukup, sehingga kemampuan interaksi sosial yang lebih
GA pasif di lingkungannya. GA juga tinggi dari GA. Suaranya cukup keras
belum memiliki konsep tentang ketika berbicara dan pelafalannya pun
kesopanan, sehingga aturan kesopanan juga cukup jelas. NA mampu memahami
pada GA hanya sebatas menuruti apa konteks pembicaraan yang sedang
yang diperintahkan kepadanya. disampaikan kepadanya. Akan tetapi NA
memiliki kekurangan yang hampir sama
Tabel 1.
dengan GA, yakni belum memiliki
Intensitas Tea Penelitian
konsep tentang kesopanan itu sendiri.
Hal itu disebabkan karena NA masih
belum memiliki kemampuan kognisi
sosial yang baik, sehingga dia kadang

176
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

masih tidak peduli dengan teman- menggunakan bahasa non verbal saja.
temannya dan kondisi di sekitarnya. EG menunjukkan emosi senangnya
Dikarenakan ketidakpedulian terhadap dengan mengucapkan kata ungkapan
lingkungannya itu membuat niat senangnya dengan berkali-kali, misalnya
komunikatif NA cukup rendah. Dia mau horee.
mengucapkan salam dan salim kepada Dibandingkan dengan kedua
gurunya hanya jika ada ibunya yang temannya, EG memiliki niat komunikatif
menyuruh. Bahasa tubuh NA ketika
yang cukup. EG mampu mengucapkan
berbicara juga masih cenderung kaku. salam kepada gurunya tanpa disuruh.
NA tidak menyukai sentuhan fisik yang Ketika EG penasaran pada suatu hal, EG
diberikan kepadanya. Mimik mukanya tidak ragu untuk bertanya. Gerak
datar dan dalam berkomunikasi NA tubuhnya ketika berbicara juga tergolong
masih belum mampu untuk normal. Tapi kadang ketika EG sedang
menggunakan isyarat. Kontak matanya tidak nyaman, EG sering menggaruk-
pun juga masih belum fokus, hampir garuk kepalanya. EG juga sudah cukup
sama dengan GA. mampu melakukan kontak mata ketika
Hal yang serupa tidak terjadi pada sedang berbicara dengan orang lain.
subjek 3 (EG). Meskipun EG tergolong Meskipun kadang pandangan matanya
anak dengan gangguan spektrum autis, terfokus pada benda yang berputar.
namun EG memiliki kemampuan Berdasarkan pembahasan tema
interaksi sosial yang cukup tinggi jika utama dan intensitas tema yang muncul
dibandingkan kedua temannya. Gaya antar kasus di atas, maka keterkaitan
bicaranya cukup keras dan pelafalannya bentuk-bentuk komunikasi sosial pada
juga jelas. Kemampuan berbahasa EG semua subjek sebagai berikut:
juga hampir sama dengan anak normal
seusianya. EG memahami konteks
pembicaraan yang disampaikan
kepadanya dan mampu memberikan
respon dengan baik. EG juga sudah
cukup memiliki aturan kesopanan
berbahasa ketika sedang berhadapan
dengan orang lain. Hal itu dikarenakan
kemampuan kognisi sosial EG yang
cukup tinggi untuk mampu melakukan
pemrosesan informasi. Namun Gambar 7. Bagan Semua Subjek
terkadang EG belum mampu
Berdasarkan hasil penelitian yang
mengendalikan emosinya ketika
telah dilakukan, maka diperoleh hasil
berhadapan dengan situasi tertentu yang
bahwa ketiga subjek memiliki
membuatnya tidak nyaman. Dalam
karakteristik bentuk-bentuk komunikasi
menunjukkan emosinya, EG tidak hanya

177
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

sosial yang khas pada anak penyandang berkomunikasi masih bergantung pada
gangguan spektrum autis. Bentuk- orang lain dalam arti subjek masih pasif.
bentuk khas tersebut ditandai dengan Berbeda dengan EG yang sudah cukup
adanya ciri-ciri sebagai berikut: mampu secara mandiri melakukan
1. Kesulitan terus-menerus dengan komunikasi dengan orang lain. GA dan
komunikasi verbal dan non-verbal NA juga belum memiliki aturan dalam
yang tidak dapat dijelaskan oleh kesopanan berbahasa, hal ini mungkin
kemampuan kognitif rendah. disebabkan karena subjek memang
2. Gejala termasuk kesulitan dalam belum memiliki konsep tentang
akuisisi dan penggunaan lisan dan kesopanan itu sendiri. EG juga kadang
bahasa serta masalah dengan belum memiliki aturan kesopanan
tanggapan yang tidak pantas dalam bahasa, namun hal itu lebih dikarenakan
percakapan tertulis. kontrol emosi EG yang masih kurang
3. Keterbatasan dalam komunikasi ketika EG berhadapan dengan situasi
yang efektif, hubungan sosial, tertentu yang membuatnya merasa tidak
prestasi akademik, atau kinerja kerja. nyaman. Ketika berada dalam kondisi
Dilihat dari aspek interaksi sosial, yang tidak nyaman, ciri khas yang
gaya bicara yang meliputi suara, gaya dimiliki oleh anak autis pada umumnya
bahasa dan pelafalan kata yang muncul pada EG, yakni mengucapkan
diucapkan. Pada subjek 1 (GA) suaranya bahasa aneh dan diulang-ulang. Bahasa
ketika bicara masih pelan, tapi kadang aneh yang sering diucapkan subjek
juga keras dengan pelafalan yang kurang adalah “poolijoon”.
jelas. Pada subjek 2 (NA) suaranya dan Untuk aspek pragmatik, GA dan NA
pelafalannya sudah cukup jelas, begitu masih belum mampu untuk mengawali
juga dengan subjek 3 (EG). GA dan EG pembicaraan dan mengucapkan salam
memiliki pemahaman terhadap bahasa kepada orang lain, mereka masih
yang digunakannya dan mampu untuk cenderung pasif dalam lingkungan di
memberikan tanggapan terhadap apa sekolahnya. Sedangkan EG sudah cukup
yang disampaikan kepadanya. Namun mampu untuk membangun komunikasi
kemampuan yang dimiliki EG jauh lebih dengan orang lain serta memiliki niat
tinggi dibandingkan GA. GA masih komunikatif yang cukup. Dari aspek
menggunakan gesture tubuhnya untuk gesture, GA dan EG terkadang
menanggapi pembicaraan, dan EG sudah menggerak-gerakkan tubuhnya apabila
cukup efektif menggunakan bahasanya. sedang berbicara, tetapi NA cenderung
Hal itu karena kemampuan penalaran kaku ketika berbicara. GA juga
GA yang masih rendah dibandingkan EG merespon sentuhan-sentuhan yang
Sedangkan NA kadang masih belum diberikan pada tangannya dengan respon
mampu menanggapi apa yang yang positif. Namun untuk NA dan EG
disampaikan kepadanya dengan baik. justru memberikan respon sebaliknya.
Kedua subjek GA dan NA ketika Mereka tidak begitu menyukai sentuhan

178
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

yang diberikan kepadanya. GA mengungkapkan informasi secara


terkadang menunjukkan mimik muka verbal. Selain itu, masalah emosi dan
tersenyum dan tertawa apabila sedang sosial (social and emotional issues) juga
berbicara di sekolah. Begitu juga dengan membuat subjek (GA, NA dan EG) sulit
EG, mimik muka yang ditunjukkan EG beradaptasi dengan lingkungannya
lebih bervariatif dan bermakna jika karena mereka cenderung berpikir kaku
dibandingkan GA. Namun NA masih dan memiliki ritual-ritual tertentu yang
belum mampu menunjukkan ekspresi sulit dirubah.
wajah, mimik mukanya cenderung datar- Oleh karena itu untuk subjek 1 (GA)
datar saja. dan subjek 2 (NA) memiliki kekurangan
GA juga cukup memahami bahasa yang kentara pada keahlian komunikasi
isyarat yang disampaikan kepadanya, verbal dan non-verbal; gangguan sosial
contohnya adalah kepalan tangan kanan yang nyata walaupun mendapat
untuk simbol bahwa subjek tidak boleh dukungan di tempat; keterbatasan
teriak. Begitu juga EG juga sudah mengawali interaksi sosial; respon yang
mampu memahami bahasa isyarat yang sedikit atau abnormal terhadap ajakan
diberikan kepadanya. Dan NA berada bersosialisasi dari pihak lain. Menurut
sedikit di bawah mereka. Sedangkan kategori tingkat keparahan pada DSM-5,
dalam hal kontak mata, GA dan NA GA dan NA tergolong anak penyandang
masih belum bisa fokus pada orang yang gangguan spektrum autis pada level 2,
diajaknya bicara. Mereka sering terlihat yakni anak yang membutuhkan
seperti menerawang atau terfokus pada dukungan substansial (requiring
benda-benda tertentu. Sedangkan EG substantial support). GA dan NA juga
sudah cukup mampu membangun kontak termasuk pada kelompok anak
mata dengan lawan bicaranya. penyandang gangguan spektrum autis
Komunikasi sosial yang paling yang pasif, yang ditunjukkan dari hasil
sering digunakan oleh ketiga subjek penelitian bahwa mereka belum mampu
cenderung pada jenis komunikasi non- memulai pembicaraan dengan orang lain
verbal, yang pada umumnya terdiri atas di sekitarnya dan hanya mampu
sentuhan, kontak mata, isyarat, mengulang informasi yang sering
komunikasi objek, postur tubuh, gaya diucapkan. Hal tersebut sesuai dengan
berjalan, suara serta ekspresi wajah. pernyataan Yatim (2007) yang
Komunikasi sosial pada subjek dapat menyatakan bahwa anak autis bertipe
dipengaruhi oleh kesulitan memproses pasif memiliki ciri-ciri seperti memiliki
informasi (processing problems) dan pembendaharaan kata yang lebih banyak
berkomunikasi (communication meskipun masih mengalami
frustration). Sebagian subjek (GA dan keterlambatan untuk bisa berbicara
NA) cenderung terbatas dalam dibandingkan anak lain yang sebaya.
memahami suatu konteks pembicaraan. Selain itu, GA dan NA juga tergolong
Hal itu membuat subjek sulit low functioning autism. Hal itu dilihat

179
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

dari tingkat intelegensi dan kognitif yang tertentu. Mereka cenderung


rendah, terbatasnya kemampuan menggunakan bentuk komunikasi non-
berbicara dan berkomunikasi, serta verbal untuk berkomunikasi.
menunjukkan terbatasnya minat dan Komunikasi non-verbal yang lazim
rutinitas yang dilakukan. mereka lakukan pada umumnya terdiri
Pada subjek 3 (EG), tanpa dukungan atas sentuhan, kontak mata, isyarat,
di tempat, EG mengalami kekurangan komunikasi objek, postur tubuh, gaya
dalam hal komunikasi sosial berjalan, suara serta ekspresi wajah.
menimbulkan gangguan yang berarti, Dilihat dari tiap aspek interaksi sosial,
tapi tidak seberat GA dan NA. Kadang anak penyandang gangguan spektrum
merasa kesulitan mengawali interaksi autis masih belum mampu secara efektif
sosial, dan contoh yang jelas dari respon menggunakan komunikasi verbalnya.
yang tidak normal atau tidak sukses Umumnya anak penyandang gangguan
terhadap ajakan dari pihak lain. Sehingga spektrum autis memiliki kesulitan dalam
menurut kategori tingkat keparaan pada pemrosesan informasi verbal yang
DSM-5, Eg tergolong anak penyandang panjang. Hal itu yang membuat mereka
gangguan spektrum autis pada level 1, lebih suka menyendiri karena merasa
yakni yang memerlukan dukungan tidak mampu beradaptasi dengan
(requiring support). EG tergolong anak lingkungan dan membuat mereka
penyandang gangguan spektrum autis menjadi pasif serta seolah tidak
yang aktif. Hal itu dikarenakan EG lebih menanggapi apa yang disampaikan
cepat berbicara dan memiliki kepadanya.
perbendaharaan kata yang cukup Dari segi kognisi sosial, anak
banyak, meskipun kadang EG juga penyandang gangguan spektrum autis
masih menggunakan kata dengan bahasa memiliki kemampuan kognisi yang
yang tidak bisa dimengerti (Yatim, variatif, ada beberapa anak autis yang
2007). EG juga tergolong sebagai high tingkat kognisinya rendah yang
functioning autism, karena EG tergolong low fungtioning autism dan
menunjukkan fungsi kognitif dan anak autis dengan tingkat kognitif yang
intelegensi yang tinggi, mampu tinggi yang termasuk golongan high
menggunakan bahasa dan berbicara fungtioning autism. Yang mana keadaan
secara efektif serta menunjukkan ini akan mempengaruhi niat
kemampuan mengikuti rutinitas yang komunikatif, kontak mata, bahasa tubuh
umum. dan aspek lainnya. Dilihat dari segi
pragmatik, anak penyandang gangguan
SIMPULAN
spektrum autis kadang kurang memiliki
Berdasarkan penelitian ini, secara
niat untuk berkomunikasi dengan orang
garis besar dalam ditarik kesimpulan
lain. Mereka lebih banyak diam,
bahwa anak penyandang gangguan
sekalipun mereka melakukan
spektrum autis melakukan komunikasi
komunikasi itu karena ada orang lain
sosial dengan bentuk-bentuk perilaku

180
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

yang menyuruhnya. Gesture tubuh anak Danuatmaja, B. (2003). Terapi Anak


autis ketika berbicara juga cenderung Autis di Rumah. Jakarta: Puspa
berbeda dengan anak normal. Kadang Swara.
ada yang menggoyangkan badan atau Effendy, O. (2000). Ilmu Komunikasi:
kepala, namun ada juga yang cenderung Teori dan Praktek. Bandung:
kaku. Kontak mata anak penyangdang Remaja Rosdakarya.
gangguan spektrum autis pun juga masih
belum bisa memfokuskan pada lawan Fadhli (2010). Buku Pintar Kesehatan
bicaranya. Pandangan mereka masih Anak. Yogyakarta: Pustaka
sering tidak fokus dan kadang terfokus Anggrek.
pada benda-benda yang berputar. Ginanjar, Adriana.S. (2008). Panduan
Komunikasi sosial anak autis dapat Praktis Mendidik Anak Autis
dipengaruhi oleh kesulitan memproses Menjadi Orang Tua Istimewa.
informasi (processing problems) dan Jakarta: Dian Rakyat.
berkomunikasi (communication
Hadi, Sutrisno. (1992). Metodologi
frustration). Sebagian dari mereka
Research. Yogyakarta: Andi
cenderung terbatas dalam memahami
Offset.
suatu konteks pembicaraan. Hal itu
membuat subjek sulit mengungkapkan Hanafi, A. (1984). Memahami
informasi secara verbal. Selain itu, Komunikasi Antar Manusia.
masalah emosi dan sosial (social and Surabaya: Usaha Nasional.
emotional issues) juga membuat mereka Handayani, Indar Mery. (2013).
sulit beradaptasi dengan lingkungannya Interaksi Sosial Anak
karenapola pikir mereka cenderung kaku Berkebutuhan Khusus di SDN
dan memiliki ritual-ritual tertentu yang 016/016 Inklusif Samarinda (Studi
sulit dirubah. Kasus Anak Penyandang Autis).
DAFTAR RUJUKAN eJournal Sosiatri-Sosiologi. Vol.
Arikunto, S. (1998). Prosedur Penelitian 1. No. 1: 1 – 9.
Suatu Pendekatan Praktek. Handojo, Y. (2003). Autism: Petunjuk
Jakarta: PT. Rineka Cipta. Praktis dan Pedoman Praktis
Candless Mc, J. (2003). Children With untuk Mengajar Anak Normal,
Starving Brains (2nd ed) atau Autis dan Perilaku Lain. Jakarta:
Anak-Anak dengan Otak yang Buana Ilmu Popular Kelompok
Lapar. Terjemahan: Wibowo, F., Gramedia.
dkk. Jakarta: Grasindo. Ja’far, Ahmad. (2011). Meningkatkan
Chaplin, J. P. (2001). Kamus Lengkap Kemandirian Interaksi Sosial dan
Psikologi. Terjemahan: Kartini Komunikasi Anak Autis (Studi di
Kartono. Jakarta: PT. Raja Yayasan Sayap Ibu Panti II).
Grafindo Persada. Skripsi. Jurusan Pengembangan

181
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Masyarakat Islam Fakultas Penelitian Kualitatif. Bandung:


Dakwah UIN Sunan Kalijaga PT. Remaja Rosdakarya.
Yogyakarta. Mulyana, Deddy. (2009). Ilmu
Jamila K. A Muhammad. (2008). Special Komunikasi: Suatu Pengantar.
Aducation for Special Children. Bandung: PT. Remaja
Jakarta: Hikmah. Rosdakarya.
Joseph A. Devito, (1997). Komunikasi Murhanjati, Jovita Adyarani. (2008).
antar manusia (edisi kelima). Efek Terapi Appliled Behavior
Jakarta: Profesional Books. Analysis (ABA) Metode Lovaas
Terhadap Kemampuan
Kaplan, dkk. (1997). Sinopsis Psikiatri
Komunikasi Pada Anak Autis.
Jilid 2. Jakarta: Bina Rupa Aksara.
Skripsi. Fakultas Psikologi
Kementerian Pendidikan Nasional. Universitas Katolik Soegijapranata
(2009). Peraturan Menteri Semarang.
Pendidikan Nasional Republik
Ormrod, Jeanne Ellis. (2008). Psikologi
Indonesia Nomor 70 Tahun 2009
Pendidikan Membantu Siswa
Tentang Pendidikan Inklusif
Tumbuh dan Berkembang.
(Pensif) Bagi Peserta Didik Yang
Terjemahan: Wahyu Indianti, Eva
Memiliki Kelainan Dan Memiliki
Septiana, Airin Y.Saleh, Puji
Potensi Kecerdasan Dan/Atau
Lestari. Jakarta: Erlangga.
Bakat Istimewa. Jakarta: Bagian
Penyusunan Rancangan Peraturan Panitia Sekolah Penelitian Umum
Perundang-undangan Dan Bantuan (SPU). (2010). Metodologi
Hukum. Penelitian Go To Research
University. Malang: LKP2M UIN-
Khotimah, Siti Nur. (2009). Upaya
MALIKI Malang.
Penanganan Gangguan Interaksi
Sosial pada Anak Autis di Yayasan Peeters, Th. (2004). Panduan Autisme
Autistik Fajar Nugraha Terlengkap. Jakarta: Dian Rakyat.
Yogyakarta. Skripsi. Jurusan Poerwandari, E.K. (1998). Pendekatan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam Kualitatif dalam Penelitian
Fakultas Dakwah UIN Sunan Psikologi. Jakarta: LPSP3 Fakultas
Kalijaga Yogyakarta. UI.
Maslim, Rusdi. (2001). Diagnosis Prasetyono, D. S. (2008). Serba Serbi
Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas Anak Autis. Yogyakarta: DIVA
PPDGJ-III. Jakarta: PT.Nuh Jaya. Press.
Maulana, M. (2007). Anak Autis. Priyatna, Andri. (2010). Let's End
Yogyakarta: Katahati. Bullying: Memahami, Mencegah
Moleong, Lexi J. (2007). Metode dan Mengatasi Bullying. Jakarta:

182
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

PT. Elex Media Komputindo. Soekanto, S. (2004). Pengantar


Psikologi Umum. Jakarta: CV.
Puspasari, Amaryllia. (2007). Seri
Rajawali.
Membangun Karakter Anak,
Mengukur Konsep Diri Anak. Sugiyono, (2010). Penelitian Kuantitatif
Jakarta: PT Elex Media Kualitatif dan R&D. Bandung:
Komputindo. Alfabeta.
Puspita, D. (2004). Untaian Duka Sutedja, Wira. (2006). Panduan
Taburan Mutiara: Hikmah Layanan Konsumen. Jakarta: PT.
Perjuangan Ibunda Anak Autistik. Grasindo.
Bandung: PT Mizan Pustaka. Turner, Lynn, (2008), Pengantar Teori
Rachmat. (2006). Teknis Praktis Riset Komunikasi: Teori dan Aplikasi.
Komunikasi. Jakarta: Kencana Jakarta: Salemba Humanika.
Richard West, & Turner, Lynn H. Undang-Undang Republik Indonesia.
(2008). Pengantar Teori (2003). Undang-Undang Republik
Komunikasi: Analisis dan Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
Aplikasi, Edisi 3, Buku 1. Tentang Sistem Pendidikan
Terjemahan: Maria Natalia, Nasional. Jakarta: Departemen
Damayanti Maer. Jakarta: Salemba Pendidikan Nasional Republik
Humanika. Indonesia.
Robiah, Siti. (2012). Pola Komunikasi Wahyuni, Trie Utami dan Yang Roswita.
Guru dengan Siswa Autis Kelas IV (2011). Efek Metode Priming
Sekolah Dasar di Sekolah Autisme Dalam Meningkatkan Inisiasi
Laboratorium Universitas Negeri Spontan Anak Autis Terhadap
Malang. Skripsi. Fakultas Sastra Teman Sebaya. Seri Kajian Ilmiah.
Universitas Negeri Malang. Vol. 14. No. 1.
Safaria, Triantoro. (2005). Autisme: Widjaja. (2000). Ilmu Komunikasi:
Pemahaman Baru Untuk Hidup Pengantar Studi. Jakarta: PT.
Bermakna Bagi Orang Tua. Rineka Cipta.
Yogyakarta: Graha Ilmu. Yatim, F. (2007). Autisme Suatu
Seroussi K. (2004). Untukmu Segalanya. Gangguan Jiwa Pada Anak-Anak.
Jakarta: Mizan Media Utama. Jakarta: Pustaka

183
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

PENGARUH HARGA DIRI (SELF-ESTEEM) TERHADAP


PERILAKU BULLYING PADA NARAPIDANA LEMBAGA
PEMASYARAKATAN KELAS IIA JEMBER
Safitri Dewi
Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Jember
Safitridewi100397@gmail.com
Panca Kursistin Handayani
Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Jember
Erna Ipak Rahmawati
Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Jember

ABSTRAK
Bullying merupakan perilaku intimidasi yang dilakukan secara berulang-ulang oleh pihak
yang lebih kuat terhadap pihak yang lemah, dilakukan secara sengaja dan bertujuan untuk
melukai korbannya secara fisik maupun psikis (emosional). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran tingkat harga diri (self esteem), gambaran tingkat perilaku bullying
dan pengaruh harga diri (self esteem) terhadap perilaku bullying pada
narapidana.Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan bentuk hubungan
kausal. Peneliti menggunakan purpovise sampling untuk mendapatkan sampel sebanyak
186 narapidana. Penelitian ini menggunakan skala harga diri (self esteem) yang di
adaptasi dari Felker (dalam Hardini, 2010) dan skala bullying yang diadaptasi dari Oong
dan Sullivan (dalam M. Roes, 2011).Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh
harga diri (self esteem) terhadap perilaku bullying pada narapidana lembaga
pemasyarakatan kelas II A Jember dengan nilai koefisien signifikan 0,000 > 0,05. Hasil
uji deskriptif harga diri (self esteem) menunjukkan kategori tinggi (54,83%) dengan aspek
tertinggi bullying fisik dan hasil uji deskriptif perilaku bullying menunjukkan kategori
tinggi (56,98%) dengan aspek tertinggi aspek perasaan diterima. Hasil uji deskriptif harga
diri ditinjau dari usia tertinggi pada usia 17-21 tahun (66,66%). Harga diri berdasarkan
tingkat pendidikan tertinggi yaitu tingkat D3/S1 (100%). Harga tinggi narapidana
berdasarkan suku tertinggi pada suku pandhalungan (75%). Hasil uji deskriptif perilaku
bullying ditinjau dari usia tertinggi pada usia 17-21 tahun (61,11%). Perilaku bullying
narapidana berdasarkan tingkat pendidikan tertinggi yaitu tingkat pendidikan SD
(59,57%). Perilaku bullying narapidana berdasarkan suku tertinggi yaitu suku Madura
(58,49%).
Kata kunci: harga diri, bullying, narapidana

184
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

ABSTRACT
Bullying is an act of intimidation carried out repeatedly by a stronger party against
a weak party, done intentionally and aims to hurt the victim physically and
psychologically (emotionally). This study aims to determine the level of self-esteem, the
level of bullying behavior and the effect of self-esteem on bullying behavior in prisoners.
This research uses quantitative methods in the form of causal relationships. Researchers
used purpovise sampling to get a sample of 186 inmates. This study uses a self-esteem
scale adapted from Felker (in Hardini, 2010) and a bullying scale adapted from Oong and
Sullivan (in M. Roes, 2011). The results showed that there was an effect of self esteem
on bullying behavior in prison class II A Jember prisoners with a significant coefficient
value of 0,000> 0.05. Descriptive test results of self-esteem (self-esteem) showed a high
category (54.83%) with the highest aspects of physical bullying and the results of a
descriptive test of bullying behavior showed a high category (56.98%) with the highest
aspect of feeling accepted. Descriptive test result of self-esteem are reviewed from the
highest age at the age of 17-21 years (66,66%). Prisoners self-esteem is based on the
highest level of education namely the D3/S` level (100%). Prisoners self esteem is based
on the highest tribe, the pandhalungan tribe (75%). Bullying behavior descriptive test
result were reviewed from the highest age at the age of 17-21 years (61,11%). Bullying
behavior of prisoner based on the highest level education is elementary school level SD
(59,57%). Bullying behavior of prisoner based on the highest ethnic group the madura
(58,49%).
Keyword: self-esteem; bullying; prisoner.

PENDAHULUAN yang menjadikan tindak kekerasan di


Lembaga pemasyarakatan atau yang lapas karena kapasitas yang overload.
di singkat LAPAS merupakan suatu Kapasitas di Lembaga Pemasyarakatan
institusi dari sistem peradilan pidana Jember seharusnya tidak lebih dari 350
yang mempunyai fungsi strategis narapidana, akan tetapi di LAPAS
sebagai tempat pinada penjara dan Jember terisi sekitar 850 warga binaan
tempat pembinaan bagi narapidana pemasyarakatan. Kapasitas yang
(Selvina, 2017). Lembaga pemasyarakan overload mengakibatkan petugas bekerja
merupakan tempat pembinaan bagi tidak secara optimal dalam melakukan
narapidana namun tidak menutup pengawasan sehingga tindak kekerasan
kemungkinan penjara justru merupakan narapidana bisa terjadi kapanpun. Salah
salah satu tempat terjadinya kejahatan satu tindak kekerasan yaitu bullying.
kekerasan yang di lakukan antar Menurut Smokowski (2010) bullying
narapidana. merupakan perilaku agesif yang
Kasus tindak kekerasan kerap terjadi dilakukan berulang dalam waktu
pada narapidana. Salah satunya faktor berbeda dan terdapat kekuatan yang

185
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

tidak seimbang (orang atau kelompok Narapidana yang memiliki perasaan


yang lebih berkuasa menyerang orang mampu termasuk orang yang memiliki
atau kelompok yang kurang memiliki harga diri yang tinggi. Salah satu orang
kekuasaan). Perilaku agresif disini yang memiliki harga diri yang tinggi
biasanya secara fisik (memukul, mampu melakukan hal-hal yang
menendang, menggigit, dan lainnya), menyangkut akademik ataupun yang
secara verbal (mengolok-olok, lainnya dan orang yang memiliki harga
mengancam, dan lainnya), atau jenis diri (self esteem) yang tinggi dapat
perilaku yang membahayakan atau mengontrol tindakannya dengan orang
mengganggu.salah satu penyebab lain sehingga bisa menerima kritik dan
perilaku bullying yaitu harga diri (self saran dari orang lain dengan baik.
esteem). Penelitian terkait harga diri yang
Harga diri (self-esteem) menurut berhubungan dengan bullying sudah
Maria dan Ria (2017) merupakan salah pernah di lakukan pada lingkup
satu komponen yang lebih spesifik dari pendidikan di Padang dilakukan oleh
konsep diri, yang melibatkan unsur yaitu penelitian Vanechia (2017) dan
evaluasi atau penilaian terhadap diri. Irmayati (2016). Irmayati (2016)
Individu yang memiliki harga diri yang mengatakan bahwa orang memiliki
tinggi berarti memandang dirinya secara harga diri yang negatif atau rendah maka
positif dan cenderung mengekspresikan orang tersebut memandang bahwa
kemarahannya secara positif. Individu dirinya orang yang tidak berharga. Orang
yang memiliki harga diri (self esteem) yang memiliki harga diri (self esteem)
rendah memiliki perasaan tidak rendah mudah tersinggung dan marah. .
berharga, tidak berarti dan rendah diri Dapat dikatakan ada pengaruh negatif
yang berkepanjangan akibat evaluasi antara harga diri (self esteem) terhadap
negatif terhadap dirinya sendiri dan perilaku bullying. Semakin rendah harga
orang yang memiliki harga diri (self diri (self esteem) maka semakin tinggi
esteem) rendah mengekspresikan perilaku bullying sebaliknya semakin
kemarahan secara terbuka dan tampak tinggi harga diri (self esteem) maka
jelas seperti penganiayaan dan perilaku semakin rendah perilaku bullying.
yang lainnya (Baron dan Donn, 2003). Penelitian ini penting dilakukan
Narapidana menyatakaan bahwa dikarena ketika bullying di dalam
dirinya mampu membatu petugas dalam LAPAS dibiarkan maka berdampak pada
hal menjaga kemanan dan narapidana narapidana yang lain dan dapat
tersebut di angkat menjadi tamping oleh mengganggu kenyamanan narapidana di
petugas LAPAS. Narapidana merasa dalam lembaga pemasyarakatan. Pada
bahwa dirinya bisa membantu petugas setting lembaga pemasyarakatan belum
lapas dalam hal keamanan seperti pernah dilakukan penelitian dengan
mengurus pertikaian atau pertengkaran subjek narapidana. Hasil dari penelitian
antar narapidana bahkan keluarganya. ini juga dapat digunakan instansi

186
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

menjadi salah satu penduan intervensi pengambilan sampel menggunakan


terhadap narapidana terkait dengan purpovise sampling . purpovise sampling
pemahaman harga diri (self esteem) adalah teknik penentuan sampel dimana
sehingga narapidana bisa mengahrgai peneliti menentukan sampel berdasarkan
dirinya dalam bentuk yang positif dan kriteria yang sudah ditentukan. Teknik
bukan menghargai dirinya dengan cara analisa data menggunakan uji regresi
membully. Sehingga penelitian ini dibantu dengan program computer SPSS
meneliti pengaruh harga diri (self 16.0 for windows.
esteem) terhadap perilaku bullying pada
HASIL DAN PEMBAHASAN
narapidana lembaga pemasyarakatan Hasil analisa hipotesa probabilitas
kelas II A Jember. signifikansi dengan nilai sebesar 0,000 <
METODE 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima
Pengumpulan data dalam yang artinya harga diri (self esteem)
penelitian ini menggunakan kuisioner berpengaruh terhadap perilaku bullying
atau angket. Kuisioner merupakan teknik pada narapidana lembaga
pengumpulan data yang dilakukan pemasyarakatan kelas II A Jember.
dengan cara memberikan seperangkat Sumbangan efektif pengaruhnya dapat
pertanyaan atau pernyataan tertulis dilihat dari tabel dibawah ini melalui
kepada responden untuk di jawab analisis koefisien korelasi dari tabel
(Sugiono, 2016). Penelitian ini summary. Sumbangan pengaruh dilihat
menggunakan 2 variabel yaitu harga diri dari R square yaitu 0,403 dapat
(self esteem) sebagai variabel diprosentasekan 40,3 % sisanya 59,7 %
independen yang diadaptasi dari Felker dipengaruhi faktor lain.. Berikut hasil
(dalam Hardini, 2010) dengan nilai perhitungan dengan SPSS versi 16 for
validitas (rxy) berkisar dari 0,196- 0,602 windows:
dan nilai cronbach alpha sebesar 0,671 Tabel 1.
dan bullying sebagai variable dependen Analisa Koefisien Korelasi Model
yang diadaptasi dari Oong dan Sullivan Summaryb
(dalam M. Roes, 2011) dengan nilai Std. Error
validitas (rxy) berkisar 0,182- 0,469 dan R Adjusted of the
nilai cronbach alpha sebesar 0,921. Model R Square R Square Estimate

Penelitian ini menggunakan pendekatan 1 -.635 .403 .733 .537

kuantitatif dengan bentuk hubungan a. Predictors: (Constant), Harga Diri


kausal.
Pendekatan kuantitatif dengan Adanya pengaruh harga diri (self
hubungan kausal yaitu hubungan yang esteem) terhadap perilaku bullying pada
bersifat sebab akibat dimana ada variable narapidana lembaga pemasyarakatan
dependen dan variable dependen kelas II A Jember dapat disebabkan
(Sugiono, 2016). Sampel pada penelitian karena narapidana yang memiliki harga
ini berjumlah 186 narapidana dan teknik diri biasanya sulit mengontrol dirinya

187
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

dengan dunia luar, kurang dapat sesame narapidana. Tidak sejalan


menerima kritik dan saran (Coopersmith dengan hipotesa bahwasanya semakin
dalam Vintyana, 2015). Selain itu ada tinggi harga diri (self esteem) maka
juga faktor lain yang mempengaruhi semakin rendah perilaku bullying,
perilaku bullying diantaranya ada faltor semakin rendah harga diri (self esteem)
internal dan faktor eksternal. Pada faktor maka semakin tinggi bullying yang
internal selain harga diri yaitu faktor diperkuat dengan penelitian (Afriani,
kepribadian sedangkan pada faktor 2018). Namun hasil penelitian
eksternal yaitu faktor keluarga, faktor menunjukkan semakin tinggi harga diri
budaya, faktor teman sebaya dan faktor (self esteem) pada narapidana
media massa (Andrew dalam Sartika, menunjukkan pula semakin tinggi
2016). Di perkuat dengan penelitian bullying. Sesuai dengan hasil data yang
Vanechia (2017) ada hubungan yang di dapatkan bahwasanya yang
signifikan antara harga diri (self esteem) melakukan perilaku bullying merupakan
dan perilaku bullying pada siswa SMKN orang yang menjadi panutan pada oleh
8 Padang. narapidana lain seperti tetua blok atau
Hasil uji deskriptif pada tabel 2 preman blok, orang yang memiliki
menunjukkan skala harga diri (self memiliki status sosial tinggi sebelum
esteem) pada kategori tinggi sebesar menjadi narapidana dan orang –orang
54,83 % yang dapat di artikan bahwa yang memiliki jabatan sebelum menjadi
kebanyakan narapidana memiliki narapidana. Menurut Maslow (dalam
penilain diri secara positif terhadap Simantupang, 2011) orang yang
dirinya sendiri. Pada skala bullying memiliki harga diri (self esteem) salah
menunjukkan pada kategori tinggi satunya memiliki perasaan bebas.
sebesar 56,98 % yang Perasaan bebas dapat diartikan bebas
Tabel 2. melakukan hal apapun di dalam penjara
Uji deskriptif skala harga diri (self seperti halnya bebas dalam berperilaku
esteem) dan bullying dan bebas dalam berkata tanpa adanya
Skala Rum Katego F Prosenta batasan sehingga memungkinkan untuk
us ri se melakukan perilaku bullying terhadap
Harga X< Tinggi 10 54,83 %
sesama narapidana. Budaya yang ada di
diri 72,86 2
(self- X> Rendah 84 45,16 %
lapas salah satunya yaitu budaya
esteem 72,86 bullying. Kemungkinan besar
) narapidana melakukan perilaku bullying
X< Tinggi 10 56,98 % karena sudah terbiasa.
Bullyin 62,38 6
g X> Rendah 80 43,02 % Tabel 3.
62,38 Uji deskripsi aspek harga diri (self-
esteem)
dapat diartikan bahwa kebanyakan Aspek Rum Katego F Prosenta
narapidana melakukan perilaku bullying us ri se

188
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Bullyin X< Tinggi 10 58,06 % Perasa X< Tinggi 11 60,75 %


g fisik 34,02 8 an 34,44 3
X> Rendah 78 41,94 % mampu X< Rendah 75 39,24 %
34,02 34,44
Bullyin X< Tinggi 10 54,86 % Perasa X< Tinggi 16 84,55 %
g non 42,12 2 an 17,80 1
fisik X< Rendah 84 45,14 % diterim X> Rendah 27 13,44 %
42,12 a 17,80

Pada tabel 3, hasil uji deskripsi pada tinggi sebesar 84,55% yang dapat
aspek aspek bullying menunjukkan diartikan bahwa kebanyakan narapidana
bahwa bullying yang dilakukan oleh merasa diterima oleh lingkungan sekitar.
narapidana bullying fisik pada kategori Dari ketiga aspek harga diri (self esteem)
tinggi sebesar 58,06 % dan pada pada kategori tinggi.
bullying non fisik pada kategori tinggi Tabel 5.
sebesar 54,86 %. Dapat diartikan bahwa Self-Esteem Berdasarkan Usia
narapidana melakukan bullying dalam Usia Interv Katego F Prosent
bentuk fisik (menendang, memukul dan al ri ase
menusuk) dan non-fisik (mengejek, 17-21 X> Tinggi 1 66,66 %
mengancam). tahun 72,86 2
(remaja X< Rendah 6 33,34%
Hasil uji deskripsi pada tabel 4,
lanjut) 72,86
menunjukan aspek harga diri (self
22-39 X> Tinggi 6 55,96%
esteem) pada aspek perasaan berharga tahun 72,86 1
dengan kategori tinggi sebesar 65,05% (dewasa X< Rendah 4 44,04 %
yang dapat di artikan bahwa banyak awal) 72,86 8
narapidana merasa bahwa dirinya 40-65 X> Tinggi 3 55,93 %
tahun 72,86 3
berharga dan di hargai oleh narapidana
(dewasa X< Rendah 2 44,07 %
lain. Pada aspek perasaan mampu menenga 72,86 6
dengan kategori tinggi sebesar 60,75 % h)
yang dapat di artikan bahwa kebanyakan
narapidana merasa mampu dalam Harga diri (self esteem) di tinjau dari
mencapai suatu hal. Pada aspek perasaan segi usia menunjukkan pada usia 17-21
diterima pada kategori tahun (remaja lanjut) pada kategori
Tabel 4. tinggi sebesar 66,66 %, pada usia 22-39
Uji deskripsi aspek harga diri (self tahun (dewasa awal) pada kategori
esteem) tinggi
Aspek Rum Katego F Prosenta sebesar 55,96% dan pada usia 40-65
us ri se
tahun (dewasa menengah) pada kategori
Perasa X< Tinggi 12 65,05 %
an 23,32 1
tinggi sebesar 55,93% yang dapat di
berhar X> Rendah 67 34,94 % artikan bahwa narapidana mulai usia
ga 23,32 remaja lanjut- dewasa menengah

189
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

memiliki penilaian diri secara positif tinggi sebesar 52,08 % yang dapat di
atau penilaian diri secara baik pada artikan bahwa narapidana dengan
dirinya sendiri. Pada tahap pendidikan terakhir SD terkadang
perkembangan Hurlock menunjukkan memiliki penilaian penilain positif.
pada usia remaja lanjut sudah mulai Narapidana dengan tingkat pendidikan
memiliki pemikiran yang baik terhadap terakhir SMP pada kategori tinggi
dirinya dan pada orang lain. pada tahap sebesar 55,10 %, yang dapat di artikan
usia ini narapidana sudah muali merubah bahwa narapidana dengan tingkat
dari sifat kekanak-kanakan ke dewasa. pendidikan terakhir SMP memiliki
Sehingga narapidana dengan tahap usia penilaian diri positif pada dirinya sendiri.
remaja lanjut sudah bisa menilai dirinya Narapidana dengan pendidikan terakhir
sendiri. Pada tahap dewasa awal sampai SMA/SMK pada kategori tinggi sebesar
dewasa menengah menunjukkan bahwa 56,25%, yang dapat di artikan bahwa
narapidana pada usia dewasa awal dan narapidana yang pendidikan yterakhir
dewasa menengah memiliki penilaian SMA/SMK memiliki penilaian diri
diri secara positif terhadap dirinya positif terhadap dirinya. Narapidana
sendiri. dengan pendididkan terakhir D3/S1 pada
kategori tinggi sebesar 100 % yang dapat
Tabel 6.
diartikan bahwa narapidana yang
Self-Esteem Berdasarkan Pendidikan
Pendidik Interv Kateg F Prosent pendidikan terakhir D3/S1 semuanya
an al ori ase memiliki penilain diri yang baik
SD X> Tinngi 2 52,08 % terhadap dirinya. Dapat disimpulkan
72,86 5 bahwa semakin tinggi tingkat
X< Renda 2 47,92% pendidikan yang di tempuh maka
72,86 h 3
semakin tinggi harga diri (self esteem)
SMP X> Tinggi 2 55,10%
72,86 7 seseorang.
X< Renda 2 44,90 % Tabel 7
72,86 h 2 Self-Esteem Berdasarkan Suku
SMA/S X> Tinggi 4 56,25% Suku Interv Kateg F Prosent
MK 72,86 5 al ori ase
X< Renda 3 43,75% Madura X> Tinngi 2 54,71%
72,86 h 5 72,86 9
D3/S1 X> Tinggi 9 100% X< Renda 2 45,28%
72,86 72,86 h 4
X< Renda 0 0% Jawa X> Tinggi 6 55,55%
72,86 h 72,86 5
X< Renda 5 44,45%
72,86 h 2
Harga diri (self esteem) di tinjau dari Pandalun X> Tinggi 1 75%
gan 72,86 2
pendididakan narapidana dengan
X< Renda 4 25 %
pendidikan terakhir SD pada kategori 72,86 h

190
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Harga diri (self esteem) di tinjau dari Perilaku bullying di tinjau dari usia
suku narapidana dengan suku madura pada usia remaja 17-21 tahun (remaja
pada kategori tinggi sebesar 54,71 % lanjut) pada kategori tinggi sebesar 61,11
yang dapat diartikan bahwa orang %, usia 22-39 tahun (dewasa awal) pada
madura memiliki harga diri yang tinggi katewgori tinggi sebesar 50,45% dan
atau penilaian diri yang positif. Orang usia 40-65 tahun sebesar 61,01 %. Bisa
yang bersuku madura biasanya di tempat disimpulkan bahwasanya semakin tua
manapun mereka ingin menjadi orang usia narapidana di lembsgs
yang menonjol di depan banyak orang. pemasyarakatan jember semakin mereka
Pada suku jawa pada kategori tinggi melakukan perilaku bullying. Pada tahap
sebesar 55,55 % yang dapat diartikan perkembangan Hurlock semakin orang
bahwa narapidana dengan suku jawa tersebut dewasa semakin mereka tau
memiliki penilaian positif terhadap bahwa menyakiti orang lain adalah hal
dirinya sendiri. di lapas jember yang salah.
mayoritas narapidana bersuku jawa Table 9.
sehingga semakin mayoritas atau Perilaku Bullying Berdasarkan
memiliki suku yang sama semakin Pendidikan
memiliki penilain diri yang baik. Pada Pendidik Interv Kateg F Prosent
suku pandalungan pada kategori tinggi an al ori ase
SD X> Tinngi 2 59,57 %
sebesar 75 % yang dapat di artikan
62,38 8
bahwa narapidana yang bersuku X< Renda 1 40,42 %
pandalungan memiliki penilaian diri 62,38 h 9
yang positif. Suku pandalungan SMP X> Tinggi 2 59,18 %
memiliki karakteristik. 62,38 9
Table 8 X< Renda 2 40,82 %
62,38 h 0
Perilaku Bullying Berdasarkan Usia
SMA/S X> Tinggi 4 51,25%
Usia Interv Katego F Prosent MK 62,38 1
al ri ase
X< Renda 3 48,75 %
17-21 X> Tinngi 1 61,11 %
62,38 h 9
tahun 62,38 1
D3/S1 X> Tinggi 3 33,33 %
(remaja X< Rendah 7 38,89 %
62,38
lanjut) 62,38
X< Renda 6 66,67 %
22-39 X> Tinggi 5 50,45 %
62,38 h
tahun 62,38 5
(dewasa X< Rendah 5 49,54 %
awal) 62,38 4 Perilaku bullying berdasarkan
40-65 X> Tinggi 3 61,01 % tingkat pendidikan, narapidana dengan
tahun 62,38 6 tingkat pendididikan SD pada kategori
(dewasa X< Rendah 2 38,98 % tinggi sebesar 59,57%, SMP pada
menenga 62,38 3
kategori tinggi sebesar 59,18 % dan
h)
SMA/SMK pada kategori tinggi sebesar
51,25 % yang dapat diartikan bahwa

191
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

narapidana yang berpendidikan terakhir bahwa narapidana yang bersuku jawa


SD,SMP dan SMA/SMK meemiliki kebanyakan melakukan perilaku
perilaku bullying yang tinggi. bullying. Kabanyakan orang bersuku
Narapidana dengan pendidikan terakhir jawa merupakan orang yang selalu
D3/S1 pada kategori rendah sebesar mengikuti gaya lingkunga. Dimanapun
66,67 % yang dapat diartikan bahwa mereka tinggal mereka akan ikut-ikutan
narapidana dengan pendidikan terakhir lingkungan mereka. Tidak menutup
D3/S1 tidak melakukan perilaku kemungkinan karena di LAPAS Jember
bullying. Dapat disimpulkan bahwa mayoritas orang jawa narapidana
semakin tinggi pendidikan yang di berperilaku mengikuti teman –
tempuh seseorang maka semakin rendah temannya. Salah satu budaya yang ada di
perilaku bullying. dalam lapas yaitu budaya bullying. Suku
Tabel 10 pandalungan pada kategori rendah
Perilaku Bullying Berdasarkan Suku sebesar 68,75% yang dapat diartikan
Suku Interv Kateg F Prosent bahwa narapidana yang bersuku
al ori ase pandalungan perilaku bullying nya
Madura X> Tinggi 3 58,49 %
rendah bahkan hampir tidak ada.
62,38 1
X< Renda 2 41,50 %
Karakteristik orang pandalungan salah
62,38 h 2 satunya yaitu memiliki solidaritas dan
Jawa X> Tinggi 6 56,41 % memelihara hubungan sosial yang baik
62,38 6 dan etika sosial yang terbentuk seperti
X< Renda 5 43,58 % tatakrama dan sopan santun. Sehingga
62,38 h 1
kategori perilaku bullying pada
Pandalun X> Tinggi 5 31,25%
gan 62,38 narapidana bersuku pandalungan rendah
X< Renda 1 68,75 (Rifqi, 2015).
62,38 h 1 %
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian ini maka
Perilaku bullying ditinjau dari suku,
dapat ditarik kesimpulan bahwa :
suku madura pada kategori tinggi
1. Hipotesa H1 diterima yaitu harga diri
sebesar 58,49 % yang dapat diartikan
(self esteem) berpengaruh terhadap
bahwa narapidana yang bersuku madura
perilaku bullying pada narapidana
memiliki perilaku bullying yang tinggi.
lembaga pemasyarakatan kelas II A
Suku madura terkenal dengan sikap yang
Jember. Sumbangan pengaruh harga
keras dan cenderung terbuka. Ketika
diri (self esteem) terhadap perilaku
mereka tidak suka maka akan langsung
bullying sebesar 40,3 %, sisanya
di katakana dan tidak menutup
dipengaruhi oleh faktor lain
kemungkinan dengan sikapnya yang
2. Berdasarkan uji deskriptif
keras maka akan melakukan perilaku
narapidana menujukkan harga diri
bullying. Suku jawa pada kategori tinggi
(self esteem) yang tinggi dan
sebesar 56,41% yang dapat diartikan
merujuk pada aspek self esteem yang

192
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

menonjol yaitu perasaan perasaan di bullying tinggi sebesar 56,41 %.


terima sebesar 84,55 %. Suku pandalungan dengan kategori
3. Bersadarkan uji deskritif narapidana tinggi sebesar 75% dan perilaku
meunjukkan perilaku bullying yang bullying rendah sebesar 68,75 %.
tinggi dan merujuk pada aspek Berdasarkan hasil penelitian yang
bullying yang menonjol yaitu sudah dilakukan peneliti menyarankan
bullying fisik sebesar 58,06 %. kepada pihak terkait antara lain :
4. Harga diri (self esteem) di tinjau dari 1. Lembaga pemasyarakatan kelas II A
usia. Usia 17-21 tahun (remaja Jember
lanjut) dengan kategori tinggi Hasil penelitian ini menunjukkan
sebesar 66,66% dan perilaku kecendurungan narapidana
bullying tinggi sebesar 61,11 %. Usia melakukan bullying tinggi sehingga
22-39 tahun (dewasa awal) dengan dapat di jadikan rujukan untuk
kategori tinggi sebesar 55,96% dan melakukan program-program kepada
perilaku bullying tinggi sebesar narapidana berbasis pengelolaan diri.
50,45 % . Pada usia 40-65 tahun 2. Narapidana
(dewasa menengah) dengan kategori Hasil penelitian menunjukkan
tinggi sebesar 55,93%.dan perilaku adanya pengaruh secara langsung
bullying tinggi sebesar 61,01%. antara harga diri (self esteem)
5. Harga diri (self esteem) di tinjau dari terhadap perilaku bullying. Hasil
pendidikan. Pendidikan terakhir SD penelitian ini dapat digunakan untuk
dengan kategori tinggi sebesar 52,08 acuan dalam berperilaku sehingga
dan perilaku bullying tinggi sebesar narapidana dapat mengurangi
59,57 %.. Pendidikan terakhir SMP perilaku bullying di dalam lembaga
dengan kategori tinggi sebesar pemasyarakatan agar tidak terjadi
55,10% dan perilaku bullying tinggi intimidasi antar narapidana dan
sebesar 59,18 %. Pendidikan terakhir narapidana dapat menghargai dirinya
SMA/SMK dengan kategori tinggi dalam bentuk positif.
sebesar 56,25 % dan perilaku 3. Peneliti selanjutnya
bullying tinggi sebesar 51,25 %. Peneliti selanjutnya diharapkan
Pendidikan terakhir D3/S1 dengan menyertakan narapidana dengan
kategori tinggi sebesar 100 % dan jenis kelamin perempuan, lama di
perilaku bullying rendah sebesar penjara, dan jenis kasus. Peneliti
66,67 %. selanjutnya dengan tema yang sama
6. Harga diri (self esteem) ditinjau dari diharapkan alat ukur disesuaikan
suku. Suku madura dengan kategori dengan fenomena sehingga dapat
tinggi sebesar 54,71% dan perilaku mengukur apa yang seharusnya di
bullying tinggi sebesar 58,49 %. ukur. Selain harga diri (self esteem)
Suku jawa dengan kategori tinggi banyak faktor-faktor lain yang
sebesar 55,55% dan perilaku mempengaruhi bullying diantaranya

193
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

faktor temperamen, balas dendam, perilaku bullying pada mahasiswa


faktor kepribadian dan prasangka. UMN Alwashliyah. Jurnal
Edukasi : (3) 2
DAFTAR PUSTAKA
Irmayanti, N. (2016). Pola asuh otoriter,
Afriani,W. (2018). Pengaruh harga diri
self esteem dan perilaku bullying.
dan kontrol sosial terhadap
Jurnal Penelitian Psikologi
kecenderungan perilaku bullying
Universitas Psikologi Wijaya
verbal pada siswa kelas x di
Putra (7) 01
SMAN 1 Alalak Barito Kuala.
Kamila, I. (2013). Perbedaan harga diri
Jurnal Tugas Akhir Mahasiswa
(self esteem) remaja ditinjau dari
Bimbingan dan Konseling Fitrah
keberadaan ayah. Jurnal Psikologi
:1(1).
: 9 (12).
Ariesto, A.(2009).Pelaksanaan Program
Prawesti dan Dewi. (2016). Self esteem
Anti Bullying Teacher
dan self disclosure pada
Empowerment Program (TEP) di
mahasiswa psikologi pengguna
Sekolah (Studi Deskriptif Program
blackberry messenger. Jurnal
Teacher Empowering Program
Psikologi Dan Teori Terapan :7
Bagi Guru Di SMA “X” Jakarta
(1)
Selatan). Skripsi UI FISIP
Rifqi.A.D.A., Iin Ervina dan Erna Ipak.
Coloroso, B. (2007). Stop Bullying
(2015). Peran dan fungsi orang tua
(memutus rantai kekerasan anak
dalam membentuk moralitas anak
prasekolah hingga SMU). Jakarta :
pada keluarga pendalungan di
Serambi ilmu semesta.
Desa Arjasa Kab. Jember. Jurnal
Fithria & Rahmi Aulia. (2016). Faktor –
Unmuh Jember : 7 (1)
faktor yang berhubungan dengan
Safitri, S. (2016). Gambaran Perilaku
perilaku bullying ( factors related
Bullying Pada Warga Binaan Di
to the bullying behavor). Idea
Lembaga Pemasyarakatan Kelas
Nursing Journal : VII (3)
II A Padang. Riset Psikologi
Maria, Ilga & Ria Novianti (2017).
Universtas Negeri Padang :3
Pengaruh Pola Asuh Dan Bullying
Sugiyono, 2016. Metode Penelitian,
Terhadap Harga Diri (Self Esteem)
Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Pada Anak Kelompok B TK Di
Bandung : Alfabeta
Kota Pekanbaru Tahun 2016.
South, C & Jane,W .(2006). Bullying in
Jurnal Educhlid : 6 (1)
prisons: the importance of
Marela, Gitry dkk .(2017). Bullying
perceived social status,
verbal menyebabkan depresi
prisonization and moral
remaja SMA Kota Yogyakarta.
disengagement. Aggressive
Berita kedokteran masyarakat : 33
Behavior : 32 hal 490-501
(1)
Srisayekti wilis & David A setiady.
Putri, Shaveni Oktadi & Beta Rapita
(2015). Harga-diri (self-esteem)
Silalahi. (2017). Gambaran

194
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

terancam dan perilaku Kecenderungan Perilaku Bullying


menghindar. Jurnal Psikologi : 42 Pada Siswa Smp Kristen 1
(2) Magelang. Skripsi Program Studi
Tahir, M Azam & Bairakataris, K Psikologi : Universitas Kristen
(2011). Bullying among prison Styawacana Salatiga
inmates in pakistan: anexploration Zakiyah, Ela Zain dkk (2017). Faktor
of the problem. Bi-Annual yang mempengaruhi remaja dalam
Research Journal “Balochistan melakukan bullying. Jurnal
Review” : 24 (1) penelitian & PPM : 4 (2)
Vintyana, Serafika S.R. (2015).
Hubungan Antara Harga Diri Dan

195
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

KUALITAS KEHIDUPAN KERJA DITINJAU DARI STRATEGI


COPING PADA KARYAWAN DEPO LOKOMOTIF SIDOTOPO
PT. KAI DAOP VIII

Lailatul Muarofah Hanim


Program Studi Psikologi, Universitas Trunojoyo Madura
ailatulmuarofah.hanim@gmail.com
Luluk Fauziah
Program Studi Psikologi, Universitas Trunojoyo Madura
lulukfauziah96@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat kualitas kehidupan
kerja ditinjau dari strategi coping karyawan Depo Lokomotif Sidotopo PT. KAI Daop
8.Strategi coping dibagi menjadi dua jenis yaitu Problem Focused Coping (coping yang
berfokus pada masalah) dan Emosional Focused Coping (coping yang berfokus pada
emosi). Subyek dalam penelitian ini adalah karyawan Depo Lokomotif Sidotopo yang
berjumlah 42 responden dengan rincian 21 responden kelompok PFC (Problem Focused
Coping) dan 21 responden kelompok PFC (Emosional Focused Coping). Penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan teknik Purposive Sampling. Pengumpulan data dalam
penelitian ini menggunakan kuesioner dari dua jenis skala yaitu skala kualitas kehidupan
kerja dan skala strategi coping. Metode analisis data dilakukan dengan menggunakan uji
beda yaitu Independent Sample T-Test dengan menggunakan bantuan SPSS Statistics 23.0
For Windows. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada uji beda (Independent Sample
T-Test) diperoleh taraf signifikansi sebesar 0.023 (p < 0.05) yang berarti terdapat perbedaan
tingkat kualitas kehidupan kerja ditinjau dari strategi coping pada karyawan Depo
Lokomotif Sidotopo PT. KAI Daop VIII.
Kata kunci: kualitas kehidupan kerja; strategi coping; karyawan.

ABSTRACT

This study aims ti determine the differences in level of work life quality in terms of
coping srtategies of Employees of Sidotopo Locomotive Depot PT. KAI Daop 8. Coping
Strategy is divided into two types, namely Problem Focused Coping (problem focused
coping) and Emotional Focused Coping (coping that focuses on emotions). The subject in
this study werw employees of the Sidotopo Locomotive Depot which numbwrwd 42
respondents with details of 21 respondents in the PFC group (Problem Focused Coping) and
21 respondents in the EFC (Emotional Focused Coping) group.This research was conducted
using Purposive Samplinh techniques. Data collection in this study used a quesionnaire from
two types of scale. Namely the scale of work life and the scale of coping strategies. The
method of data analysis is done by using a different test namely the independent sample t

196
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

test using SPSS Statistics 23.0 For Windows. The result of this study indicate that in
different test (Independent Sample T-test) obtaint significance level of 0.023 (p <
0,05)which means that there are defferences in the level of work life quality in term of
coping strategies in Sidotopo Locomotive Depot employees PT. KAI Daop VIII.

Keywords: Quality of Work Life, Coping Strategy, Employees

PENDAHULUAN menuntut karyawan untuk mencapai


Pekerjaan merupakan sarana dalam target dan menyelesaikan pekerjaannya
pencarian sumber kehidupan manusia secepat dan sebaik mungkin. adanya
untuk meningkatkan taraf kehidupannya. tuntutan kerja yang berlebih menjadikan
Sumber daya manusia dan organisasi karyawan di perusahaan ini dapat
merupakan kedua hal yang saling mengalami kelelahan kerja.
berkaitan dalan dunia kerja. Pada Depo Lokomotif Sidotopo terletak di
sebagian besar organisasi, karyawan kota Surabaya yang merupakan salah satu
merupakan faktor penentu bagi kota terbesar di Indonesia. Kepadatan
tercapainya tujuan perusahaan. Setiap penduduk, kebisingan, temperatur udara
perusahaan memiliki tujuan, standar dan suhu sangat mempengaruhi karyawan
kerja, tuntutan, bahkan target yang harus dalam bekerja. Dalam penelitian yang
dicapai oleh karyawan. Hal tersebut tentu dilakukan oleh Nilamsari, dkk. (2018)
berdampak pada beban ditemukan pekerja yang mengalami
kerja yang harus ditanggung oleh kelelahan kerja yang berhubungan dengan
karyawan dalam menyelesaikan masa kerja, shif kerja dan kebisingan.
tanggungjawabnya. Terdapat beberapa Kelelahan kerja dipengaruhi oleh beban
profesi yang dituntut untuk akrab dengan kerja yang tidak seimbang, jika beban
tekanan dan risiko kerja yang tinggi, salah terlalu berat maka akan terjadi kelelahan
satunya adalah bidang maintenance yang berlebihan, bahkan stres kerja yang
(pemeliharaan dan perawatan). akan mengganggu karyawaan dalam
Depo Lokomotif Sidotopo merupakan menyelesaikan pekerjaannya.
salah satu Depo yang bertanggung jawab Stres kerja merupakan suatu proses
terhadap perawatan dan perbaikan mesin yang menyebabkan orang merasa sakit,
lokomotif yang dilakukan secara rutin tidak nyaman atau tegang karena
maupun berkala yang dinaungi oleh PT. pekerjaan, tenpat kerja atau situasi kerja
Kereta Api Indonesia Daerah Operasi tertentu. Stres kerja muncul saat karyawan
VIII. Depo Lokomotif Sidotopo tidak mampu memenuhi tuntutan-tuntutan
beroperasi selama 24 jam penuh dalam pekerjaan yang menjadi tanggung
setiap harinya, sehingga mengharuskan jawabnya, tidak adanya dukungan untuk
para pegawai untuk bekerja secara shif. mrnjalankan pekerjaan serta tugas-tugas
Perawatan dan perbaikan lokomotif yang saling bertentangan. Stres kerja
tersebut harus dilakukan secara cepat dan yang terlalu tinggi menyebabkan
tepat demi tercapainya kebutuhan terganggunya kemampuan karyawan
lokomotif yang siap pakai. Pekerjaan ini dalam melaksankan tugas dan

197
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

menghadapi lingkungannya (Handoko, dilakukan oleh individu tentu saja berbeda


2008). Pada penelitian yang dilakukan satu sama lain, tergantung pada
oleh Iqbal (2016) menyatakan bahwa kepribadian seseorang dan sejauh mana
semakin tinggi stres kerja individu maka tingkat stres yang dialami oleh individu.
semakin rendah tingkat kualitas Strategi coping yang digunakan dapat
kehidupan kerjanya. Karyawan yang menentukan tingkat kualitas kehidupan
bekerja dalam tekanan dan target yang kerja karyawan.
tinggi pasti akan mengalami stres yang Kualitas kehidupan kerja merupakan
pada akhirnya mereka akan melakukan cerminan perasaan karyawan terhadap
coping sebagai upaya untuk mengatasi pekerjaannya, termasuk dampak dari
stres akibat banyaknya tuntutan dalam pekerjaan tersebut terhadap kesejahteraan
sebuah pekerjaan. Sehingga perlu dilihat dirinya. Dampak pekerjaan dengan
strategi coping apa yang paling efektif tekanan berlebih mengharuskan individu
untuk meningkatkan kualitas kehidupan untuk melaksanakan strategi coping yang
kerja karyawan. tepat demi terciptanya kualitas kehidupan
Coping stress merupakan suatu usaha kerja yang baik. Kualitas kehidupan kerja
dalam bentuk apapun yang dilakukan oleh karyawan akan meningkat jika karyawan
seseorang dalam menghadapi dan memiliki strategi coping yang efektif
menanggulangi suatu permasalahan untuk menanggapi tuntutan dan kondisi
dengan tujuan kesejahteraan dan rasa lingkungan kerjanya. Setiap strategi
aman yang diinginkan, atau setidaknya coping tentu memiliki dampak yang
berusaha untuk melakukan sesuatu berbeda terhadap kualitas kehidupan kerja
dengan tujuan agar dapat beradaptasi karyawan. Sehingga perlu diadakan
dengan permasalahan tersebut sehingga penelitian untuk mengetahui apakah
dapat mengurangi atau meminimalisir terdapat perbedaan tingkat kualitas
kejadian atau keadaan yang penuh dengan kehidupan kerja ditinjau dari strategi
tekanan. Lazarus dan Folkman (2004) coping karyawan Depo Lokomotif
mengatakan bahwa ada dua jenis coping Sidotopo?
yaitu problem-focused coping dan
Kualitas Kehidupan Kerja
emotion-focused coping. Individu yang
Kualitas kehidupan kerja diartikan
menggunakan problem focused coping sebagai persepsi karyawan akan
biasanya melalui strategi kognitif kesejahteraan mental dan fisik mereka di
langsung mengambil tindakan untuk tempat kerja. Kualitas kehidupan kerja
memecahkan masalah atau mencari merupakan suatu keadaan dimana para
informasi yang berguna untuk pemecahan pegawai dapat memenuhi kebutuhan
masalah. Sedangkan individu yang mereka dengan bekerja dalam organisasi
menggunakan emotion-focused coping dan mempunyai kemampuan untuk
lebih menekankan pada usaha untuk melakukan hal itu bergantung pada ada
menurunkan emosi negative yang atau tidaknya perlakuan yang adil serta
dirasakan ketika menghadapi masalah
kesempatan bagi pegawai untuk di
atau tekanan dan berupaya untuk mencari apresiasi. Kualitas kehidupan kerja
dukungan sosial. Strategi coping yang merupakan persepsi karyawan tentang

198
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

menyenangkan atau tidaknya sebuah b. Mencoba memberikan andil imbalan


lingkungan kerja bagi karyawan (Desler financial dari organisasi sehingga
dalam Nafi’ah 2016).Pendapat lain setiap orang mendapatkan manfaat
mengungkapkan bahwa kualitas dari kerjasama yang lebih besar,
kehidupan kerja adalah reaksi karyawan produktifitas lebih tinggi dan
terhadap pekerjaannya, terutama meningkatkan profitabilitas.
kosekuensi pribadi dalam memenuhi c. Mencoba mancari cara untuk
kebutuhan dan kesehatan keryawan menciptakan keamanan kerja yang
(Sajjad & Abbasi dalam Nafi’ah 2016). lebih besar dengan meningkatkan
Menurut Cascio (dalam Hermawati & daya hidup organisasi dan lebih
Mas 2016) terdapat dua cara untuk meningkatkan hak pekerja.
mengetahui kualitas kehidupan kerja d. Mencoba meningkatkan
karyawan, yaitu: pengembangan individu dengan
a. Kualitas kehidupan kerja ditunjukkan menciptakan kondisi yang
sebagai sekumpulan sasaran yang mendukung terhadap pertumbuhan
ingin dicapai melalui kebijakan pribadi.
organisasi, seperti: peningkatan Menurut Nawawi (dalam Hermawati
pengembangan pekerjaan, & Mas, 2016) ada 3 aspek kualitas
keterlibatan karyawan, dan kondisi kehidupan kerja, antara lain sebagai
pekerjaan yang aman. berikut:
b. Kualitas kehidupan kerja ditunjukkan 1. Restrukturisasi kerja menyangkut
sebagai sekumpulan persepsi perbaikan metode atau sistem kerja,
karyawan bahwa mereka merasa konsep baru yang dapat menciptakan
aman, relatif merasa puas, dan mampu pekerjaan yang lebih tertantang untuk
untuk tumbuh dan berkembang dapat meningkatkan kualitas
sebagaimana layaknya manusia. kehidupan kerja. Gitosudarmo (2000)
Berdasarkan beberapa definisi diatas, mengemukakan pengertian kualitas
dapat diambil kesimpulan bahwa Kualitas kehidupan kerja ini sebagai “program
Kehidupan Kerja adalah persepsi kualitas kehidupan kerja umumnya
karyawan terhadap kesejahteraan mental berkaitan dengan berbagai perubahan
maupun fisik sehingga tercapai metode kerja tradisional, program
keseimbangan antara kehidupan pribadi pemerkayaan pekerjaan dan berbagai
dan pekerjaan. macam pola kerja”
Menurut Gitosudarmo (dalam 2. Sistem Imbalan adalah segala sesuatu
Hermawati & Mas, 2016) sasaran utama yang diterima para karyawan sebagai
kualitas kehidupan kerja terdiri dari 4 balas jasa untuk kerja mereka.
unsur yaitu: Simamora (dalam Hermawati, 2016)
a. Program kualitas kehidupan kerja mengemukakan bahwa kompensasi
menciptakan organisasi yang lebih bagi organisasi merupakan
demokratis dimana setiap orang penghargaan atau ganjaran
memiliki suara terhadap sesuatu yang pendapatan pekerja yang telah
mempengaruhi kehidupannya. memberikan kontribusi dalam

199
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

mewujudkan tujuannya melalui kehidupan kerja organisasi secara


kegiatan yang disebut dengan bekerja. keseluruhan. Menurut Cascio (dalam
Terdapat dua macam imbalan yaitu Hermawati, A. & Mas, N. 2016). wujud
imbalan intrinsik dan ekstrinsik. dari kualitas kehidupan kerja adalah:
Imbalan intrinsik tidak diwujudkan a. Perkembangan pekerjaan dan
dalam materi, tetapi merupakan aktualisasi diri
bagian dari pekerjaan itu sendiri yang b. Meningkatkan motivasi
mencakup adanya penyelesaian tugas, c. Penampilan (kualitas dan
prestasi otonomi,dan pertumbuhan kuantitas) kerja yang lebih baik
yang dinilai dari dlam diri mereka d. Sedikitnya karyawan yang keluar
sendiri. Sedangkan imbalan masuk kerja
ekstrinsik berasal dari pekerjaan yang e. Tingkat absensi rendah
dihasilkan seseorang yang dapat f. Mengurangi waktu bermalas-
berupa finansial : gaji/upah, malasan
tunjangan, dan imbalan antar pribadi g. Meningkatkan kepuasan.
(adanya pengakuan dan penghargaan).
Strategi Coping
3. Lingkungan kerjamencakup segala Strategi Coping adalah upaya untuk
sesuatu yang berkaitan dengan hal mengelola situasi yang membebani,
yang dapat membahayakan pekerja memperluas usaha untuk memecahkan
dan lingkungan secara fisik, misalnya
masalah-masalah hidup dan berusaha
aspek keselamatan kerja, keamanan mengatasi atau mengurangi stres (Santrok
kerja, keselamatan lingkungan dan 2001). Strategi Coping menurut Lazarus
kesehatan kerja. Setiap pekerja dan Folkman (dalam Smet, 1994) adalah
memerlukan lingkungan kerja yang suatu proses dimana individu mencoba
aman dan nyaman, untuk itu untuk mengelola jarak yang ada antara
perusahaan berkewajiban memenuhi tuntutan (baik itu tuntutan yang berasal
hal tersebut. dari individu maupun tuntutan yang
Luthans (2005) menyatakan faktor- berasal dari lingkungan) dengan sumber-
faktor yang mempengaruhi kepuasan sumber daya yang mereka gunakan dalam
kerja adalah: upah/gaji, pekerjaan itu
menghadapi situasi stressfull. Menurut
sendiri, promosi, supervisi, kelompok- Sarafino (dalam Maryam 2017) Coping
kelompok kerja, kondisi dalam bekerja. adalah usaha untuk menetralisir atau
Dengan adanya kepuasan. kerja tersebut mengurangi stres yang terjadi. Coping
akan meningkatkan produktifitas, adalah proses dimana individu mencoba
mengurangi turnover, mengurangi untuk mengelola jarak yang ada antara
absensi, mengurangi kecelakaan kerja, tuntutan-tuntutan yang berasal dari
sedikit terjadi keluhan, kesehatan fisik individu maupun yang berasal dari
dan mental baik, bekerja lebih cepat. Hal- lingkungan dengan sumber daya yang
hal seperti inilah yang diharapkan mereka gunakan dalam menghadapi stres.
organisasi, dengan pemberian motivasi
Coping behavior adalah sembarang
akan memberikan kepuasan dan akhirnya perbuatan atau perilaku dimana individu
diharapkan dapat menciptakan kualitas melakukan interaksi dengan lngkungan

200
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

sekitarnya dengan tujuan untuk Mencoba untuk memperoleh


menyelesaikan masalah (Chaplin, 2014). dukungan dari orang lain berupa
Berdasarkan pendapat para ahli dapat informasi, bantuan nyata, maupun
ditarik kesimpulan, coping stress adalah dukungan emosional.
upaya pengelolaan kognitif dan perilaku b) Confrontative coping
pada individu dalam menanggapi atau (Konfrontasi). Bereaksi
menghadapi suatu kondisi yang menekan mengubah keadaan yang dapat
dan melampaui batas kemampuan menggambarkan tingkat risiko
individu tersebut. yang harus diambil.
Lazarus dan Folkman (1984) secara c) Planful problem solving
umum membagi strategi coping dalam (menyelesaikan penyelesaian
dua macam yaitu sebagai berikut: masalah). Bereaksi dengan
a. Strategi Coping yang berfokus pada melakukan usaha-usaha tertentu
masalah (problem focused coping) yang bertujuan untuk mengubah
adalah strategi untuk penanganan keadaan dengan pendekatan
stress atau coping yang berpusat pada analitis dalam menyelesaikan
sumber masalah, individu berusaha masalah.
langsung menghadapi sumber b. Strategi Coping yang berfokus pada
masalah, mencari sumber masalah, emosi (emotional focused coping)
mengubah lingkungan yang adalah melakukan usaha- usaha yang
menyebabkan stress dan berusaha bertujuan untuk memodifikasi fungsi
menyelesaikannya sehingga pada emosi tanpa melakukan usaha
akhirnya stress berkurang atau hilang. mengubah stressor secara langsung.
Untuk mengurangi stressor individu Digunakan untuk mengatur respon
akan mengatasi dengan mempelajari emosional terhadap stress. Pengaturan
cara-cara atau keterampilan- ini melalui perilaku individu
keterampilan yang baru. Individu bagaimana meniadakan fakta-fakta
akan cenderung menggunakan strategi yang tidak menyenangkan. Bila
ini bila dirinya yakin akan dapat individu tidak mampu mengubah
mengubah situasi karena individu kondisi yang menekan individu akan
secara aktif mencari penyelesaian dari cenderung untuk mengatur emosinya
masalah untuk menghilangkan dalam rangka penyesuaian diri dengan
kondisi atau situasi yang dampak yang akan ditimbulkan oleh
menimbulkan stress. Strategi ini akan suatu kondisi atau situasi yang penuh
cenderung digunakan seseorang jika tekanan. Individu akan cenderung
dia merasa dalam menghadapi menggunakan strategi ini jika dia
masalah dia mampu mengontrol merasa tidak bisa mengontrol masalah
permasalahan itu. Adapun aspek- yang ada. Adapun aspek-aspek
aspek problem focused coping adalah emotional focused coping yang di
sebagai berikut: kemukakan oleh Folkman dan
a) Seeking informasional support Lazarus (1984)adalah sebagai berikut:
(Mencari dukungan sosial).

201
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

a) Distancing (membuat jarak merespon atau melakukan tindakan. Stres


dengan lingkungan sekitar). kerja merupakan reaksi-reaksi emosional
Mengeluarkan upaya kognitif dan psikologis yang terjadi pada situasi
untuk melepaskan diri dari yang menghalangi tujuan individu dan
masalah seperti contohnya tidak dapat mengatasinya. Wijono (2010)
menjauhkan diri dalam pergaulan mengungkapkan bahwa stres kerja
sosial. merupakan faktor-faktor yang dapat
b) Escape avoidance (Menghindar). memberi tekanan terhadap produktivitas
Menghindar dari masalah yang dan lingkungan kerja serta dapat
dihadapi, seperti individu mengganggu individu tersebut. Stres kerja
melakukan fantasi andaikan yang positif dapat meningkatkan motivasi
permasalahannya pergi dan karyawan (eustress). Sebaliknya stres
mencoba untuk tidak memikirkan kerja juga dapat menurunkan
mengenai masalah dengan tidur produktivitas kerja karyawan (distress).
atau menggunakan alkohol yang Waluyo (2013) menyatakan bahwa stres
berlebih. kerja merupakan sumber atau stressor
c) Self control (Kontrol diri) kerja yang menyebabkan reaksi individu
mencoba untuk mengatur berupa reaksi fisiologis, psikologi, dan
perasaan diri sendiri atau perilaku.
tindakannya dalam hubungannya Beehr dan Newman (dalam Wijono
untuk menyelesaikan masalah, 2010) mengartikan stres kerja sebagai
seperti menjaga keseimbangan suatu keadaan yang timbul dari interaksi
emosi dalam dirinya saat antara manusia dan pekerjaan yang dapat
menghadapi masalah, menahan mengganggu fungsi mental, fisik,
emosi dalam dirinya. kimiawi dalan tubuh seseorang. Stres
d) Accepting responsibility kerja merupakan faktor – faktor
(Tanggung jawab). lingkungan kerja yang negatif seperti
Menumbuhkan kesadaran akan konflik peran, kekaburan peran, dan
peran diri dalam permasalahan beban kerja yang berlebihan dalam
yang dihadapi, dan berusaha pekerjaan. kondisi ini dapat mengganggu
mendudukkan segala sesuatu prestasi dan kemampuan individu dalam
sebagaimana mestinya. bekerja. Rangsangan negatif dari
e) Positive reappraisal (Berfikir lingkungan kerja dianggap sebagai
positif). Menciptakan makna penyebab stres eksternal dan tindakan
positif yang bertujuan untuk secara emosional sebagai penyebab
mengembangkan diri termasuk internal.
melibatkan diri dalah hal yang Stres kerja diartikan sebagai suatu
religius. kondisi dari hasil penghayatan subyektif
individu yang dapatberupa interaksi
Stres Kerja
antara individu dan lingkungan kerja yang
Stres kerja merupakan reaksi dan
dapat mengancam dan memberi tekanan
tuntutan secara nonspesifik yang
secara psikologis, fisiologis, dan sikap
mengaharuskan seorang individu untuk

202
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

individu (Wijono, 2010). Stres kerja sulit membuat keputusan, hilangnya


timbul karena lingkungan dan tanggapan kreativitas, hilangnya gairah dalam
setiap individu dalam menghadapinya penampilan, dan hilangnya minat
dapat berbeda. Masalah stres kerja dalam terhadap orang lain.
organisasi perusahaan merupakan gejala c. Perilaku, yaitu sikap hati-hati menjadi
yang penting diamati sejak timbulnya cermat yang berlebihan, cemas
tuntutan untuk efisien dalam pekerjaan. menjadi lekas panik, kurang percaya
Akibat adanya stres kerja tersebut, diri menjadi rawan, penjengkel
seseorang menjadi gugup, merasakan menjadi meledak-ledak.
kecemasan yang kronis, penngkatan Robbin dalam Marliani (2015)
ketegangan pada emosi, proses berpikir mengidentifikasikan tiga perangkat faktor
dan kondisi fisik individu. Stres kerja penyebab stres, yaitu lingkungan,
disebabkan adanya ketidakseimbangan organisasi, dan individu yang bertindak
antara karakteristik pribadi karyawan dan sebagai sumber potensial dari stres.
karakteristik aspek pekerjaannya dan Ketiga faktor tersebut mengarah pada
dapat terjadi pada semua kondisi stres yang aktual bergantung pada
pekerjaan, beberapa atribut tertentu dapat perbedaan individual. Apabila stres
mempengaruhi daya tahan stres pada dialami oleh individu, gejalanya dapat
karyawan. Dari definisi diatas, dapat muncul sebagai keluaran atau hasil
disimpulkan bahwa stres kerja merupakan fisiologis, psikologis dan perilaku.
suatu keadaan yang menekan diri dan jiwa
Karyawan
seseorang yang timbul akibat Tenaga kerja adalah setiap orang yang
ketidakseimbangan antara manusia dan mampu melakukan pekerjaan guna
lingkungan kerja. menghasilkan barang atau jasa baik untuk
Menurut Wijono (2010) ada beberapa memenuhi kebutuhan sendiri maupun
gejala stres yang dapat di lihat dari untuk masyarakat (UU ketenagakerjaan
beberapa hal yang menunjukkan adanya nomor 13 tahun 2003). Menurut Undang-
perubahan, baik secara fisiologis, Undang Tahun 1969 tentang Ketentuan-
psikologis, maupun sikap. Tanda – tanda Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja
tersebut adalah sebagai berikut:
dalam pasal 1 dikatakan bahwa karyawan
a. Fisiologis yaitu napas yang memburu, adalah tenaga kerja yang melakukan
mulut dan kerongkongan kering, pekerjaan dan memberikan hasil kerjanya
tangan lembab, merasa panas, otot- kepada pengusaha yang mengerjakan
otot tegang, pencernaan terganggu, dimana hasil karyanya itu sesuai dengan
sembelit, letih yamg tidak beralasan, profesi atau pekerjaan atas dasar keahlian
sakit kepala, salah urat dan gelisah. sebagai mata pencariannya.
b. Psikologis, yaitu perasaan bingung, Menurut Robbins (dalam Marliani,
cemas dan sedih, jengkel, salah 2015) pegawai adalah orang yang bekerja
paham, tidak berdaya, tidak mampu pada pemberi kerja, baik sebagai pegawai
berbuat apa-apa, gelisah, gagal, tidak
tetap atau tidak, berdasarkan kesepakatan
menarik, kehilangan semangat, sulit kerja baik tertulis maupun tidak tertulis
berkonsentrasi, sulit berpikir jernih, untuk melaksanakan suatu pekerjaan

203
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

dalam jabatan atau kegiatan yang kecenderungan menggunakan strategi


ditetapkan oleh pemberikerja. Karyawan coping yang berfokus pada masalah
dalam perusahaan memiliki fungsi dan (Problem Focused Coping) dan 21 subyek
peranan yang harus dilaksanakan. memiliki memiliki kecenderungan
Diantaranya: Melaksanakan pekerjaan menggunakan strategi coping yang
sesuai dengan tugas dan perintah yang berfokus pada emosi (Emosional Focused
diberikan, menjaga ketertiban dan Coping).Selanjutnya untuk uji beda kedua
keamanan di lingkungan perusahaan demi kelompok strategi coping tersebut, maka
kelangsungan perusahaan, bertanggung peneliti mengambil dari jumlah kelompok
jawab pada hasil produksi, menciptakan terendah yaitu 21 karyawan. Sehingga
ketenangan kerja di perusahaan. dalam menguji hipotesis perbedaan
kualitas kehidupan karja karyawan,
METODE
peneliti menggunkan 21 subyek
Penelitian ini menggunakan pendekatan
kelompok PFC (Problem Focused
penelitian komparatif, sehingga dalam
Coping) dan 21 subyek kelompok EFC
penelitian ini peneliti ingin mengetahui
(Emosional Focused Coping). Hal ini
perbedaan tingkat kualitas kehidupan
dilakukan agar jumlah dari kedua
kerja ditinjau dari strategi coping pada
kelompok dapat seimbang.
karyawan Depo Lokomotif Sidotopo, PT
KAI Daop VII. Adapun proses
pengambilan sampel penelitian
menggunakan teknik purposive sampling,
yang kemudian didapatkan subjek
penelitian yang berjumlah 64 karyawan.
Selama proses penelitian berlangsung,
pengumpulan data dari subjek penelitian
diperoleh melalui angket atau kuesioner
dengan menggunakan skala likert.
HASIL
No. Strategi Coping Jumlah Presentase
1 Kelompok PFC 43 67,19%
(Problem
Focused
Coping) Dari hasil yang diperoleh dari uji
2 Kelompok EFC 21 32,81% hipotesis menunjukkan nilai sig. 2 tailed
(Emosional sebesar 0,023 (p < 0,05) yang berarti
Focused terdapat perbedaan yang signifikan antara
Coping)
tingkat kualitas kehidupan kerja
Jumlah 64 100%
kelompok strategi coping yang berfokus
pada masalah PFC (problem focused
Berdasaran tabel diatas menunjukkan
coping) dan kelompok strategi coping
bahwa subyek dalam penelitian ini
yang berfokus pada emosi EFC
berjumlah 64 subyek. Dari 64 subyek
(emosional focused coping) pada
terdapat 43 subyek memiliki

204
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

karyawan Depo Lokomotif Sidotopo. Lokomotif Sidotopo dapat mengurangi


Diketahui dari hasil penelitian diatas tekanan kerja yang dialami sehingga
menunjukkan bahwa kelompok PFC dapat meningkatkan kualitas kehidupan
(problem focused coping) memiliki nilai kerja. kualitas kehidupan kerja akan
rata-rata sebesar 100,48 lebih tinggi tercapai jika karyawan dapat mengurangi
dibandingkan dengan kelompok EFC tingkat stres yang dialami dengan
(emosional focused coping) yang melakukan strategi coping yang tepat.
mempunyai skor rata – rata sebesar 93,29. Cascio (dalam Hermawati, 2016)
Perbedaan skor rata-rata tersebut, mengatakan kualitas kehidupan kerja
menunjukkan bahwa penggunaan strategi merupakan persepsi karyawan tentang
coping yang berorientasi pada masalah lingkungan kerja fisik maupun psikis
dalam pekerjaan ini lebih adaptif untuk yang ditunjukkan dengan perasaan aman,
meningkatkan kualitas kehidupan kerja relatif puas dan mampu untuk tumbuh dan
karyawan Depo Lokomotif Sidotopo. berkembang. Individu dapat tumbuh dan
berkembang jika terbebas dari tekanan
PEMBAHASAN
yang ada pada dirinya. PFC (Problem
Secara umum hasil penelitian ini
focused coping) adalah cara mengatasi
menunjukkan bahwa penggunaan strategi
permasalahan secara konkrit dan
coping yang berbeda menyebabkan
langsung. Sehingga hal tersebut sangat
tingkat kualitas kehidupan kerja yang
efektif untuk mengatasi setiap
berbeda pula pada karyawan Depo
permasalahan yang timbul dalam
Lokomotif Sidotopo. Lazarus dan
lingkungan kerja. Kondisi pekerjaan
Folkman (1984) menyatakan bahwa
bidang perawatan, seperti shif kerja
individu dapat menggunakan PFC
karyawan, temperatur, hubungan dengan
(problem focused coping) maupun EFC
rekan kerja, tuntutan tugas, risiko
(emosional focused coping) dalam situasi
terjadinya kecelakaan dapat menimbulkan
yang penuh dengan tekanan. Akan tetapi,
permasalahan, sehingga perlu adanya
lingkungan kerja juga memberikan
strategi coping yang efektif agar tercapai
kontribusi pada kecenderungan
kualitas kehidupan kerja yang lebih baik.
penggunaan strategi coping yang akan
Selain imbalan terdapat beberapa faktor
digunakan individu. PFC (problem
yang dapat mempengaruhi kualitas
focused coping) cenderung dilakukan jika
kehidupan kerja karyawan, salah satunya
individu merasa yakin bahwa sumberdaya
adalah lingkungan kerja. Lingkungan
yang dimiliki dapat mengubah situasi.
kerja terdiri dari lingkungan fisik dan
Dengan menggunakan PFC (problem
psikis. Setiap pekerjaan memiliki kondisi
focused coping) individu dapat
lingkungan kerja yang berbeda.
menyelesaikan masalah yang dihadapinya
Karyawan dituntut untuk dapat mengatasi
secara langsung sehingga memudahkan
permasalahan yang terjadi. Individu yang
individu untuk melewati rintangan yang
dapat mengatasi tuntutan lingkungannya
dihadapi. Jenis strategi coping ini
akan mencapai kualitas kehidupan kerja.
memiliki potensi adaptif untuk mengatasi
Sejalan dengan penelitian yang
situasi dilingkungan kerja. Strategi coping
dilakukan oleh Dewi (2010)
yang efektif pada karyawan Depo

205
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

menunjukkkan bahwa pemilihan strategi (Emosional Focused Coping). Jenis


coping yang berbeda menyebabkan strategi coping yang berfokus pada
tingkat stres yang berbeda pula pada pemecahan masalah dinilai lebih efektif
pekerja shift bagian finishing di PT. Dan dalam pemecahan masalah di lingkungan
Liris. Tingkat stres yang rendah kerja Depo Lokomotif Sidotopo PT. KAI
memungkinkan pekerja shif memiliki Daop VIII sehingga dapat tercapai
kontrol dan kemampuan untuk mengubah kualitas kehidupan kerja.
situasi yang dialami menjadi lebih baik Menurut Hermawati & Mas, N.,
sehingga strategi yang berfokus pada (2018) mengungkapkan bahwa fokus
masalah dinilai lebih efektif. Pada usaha-usaha kualitas kehidupan kerja
penelitian yang dilakukan oleh Resvi A. bukan hanya pada bagaimana orang dapat
& Ancu (17) pada siswa SMA Negeri 17 melakukan pekerjaan yang lebih baik
Makasar menunjukkan bahwa siswa yang dalam arti peningkatan produktifitas
menggunakan problem focused coping belaka, melainkan juga bagaimana
jauh lebih efektif dalam meningkatkan pekerjaan dapat menyebabkan pekerja
motivasi belajarnya dibandingkan dengan menjadi lebih baik dalam hal pemenuhan
siswa yang menggunakan emosional kesejahteraan maupun martabat mereka.
focused coping. Berdasarkan penelitian Kualitas kehidupan kerja meliputi
yang dilakukan oleh Ristanti, A.J. & manajemen organisasi dan persepsi
Dihan, F.N (2016) mengungkapkan karyawan atas keadaan yang aman dan
bahwa kualitas kehidupan kerja memiliki nyaman serta dapat menjadikan karyawan
pengaruh positif tidak signifikan terhadap untuk tumbuh dan berkembang dengan
kinerja karyawan PT. Pertamina Persero ketrampilan yang dimiliki. Sehingga
RU IV Cilacap. Sejalan dengan penelitian dengan adanya sistem perusahaan yang
yang dilakukan oleh Nugraheni (2018) baik, melibatkan partisipasi karyawan
yang mengungkapkan bahwa kualitas dalam pengambilan keputusan,
kehidupan kerja seperti faktor rekan kerja, menciptakan lingkugan kerja yang
imbalan dan lingkungan kerja sangat kondusif, adanya hubungan yang baik
berpengaruh terhadap kinerja karyawan antar karyawan, serta sitem imbalan yang
PT. Taspen Persero Cabang Malang. memadai dan sesuai merupakan langkah
Kualitas kehidupan kerja yang tinggi yang tepat dalam pengembangan dan
dapat meningkatkan kinerja karyawan. peningkatan kualitas kehidupan kerja
Dari hasil penelitian yang dilakukan karyawan Depo Lokomotif Sidotopo.
oleh peneliti terhadap 21 kelompok PFC Adanya sistem imbalan yang sesuai dan
(Problem Focused Coping) dan 21 lingkungan kerja yang baik menjadikan
kelompok EFC (Emosional Focused karyawan tetap fokus terhadap target-
Coping) karyawan Depo Lokomotif target yang harus dicapai dengan sistem
Sidotopo PT. KAI Daop VIII dapat yang ada didalam perusahaan. kualitas
disimpulkan bahwa rata – rata tingkat kehidupan kerja merupakan
kualitas kehidupan kerja kelompok PFC keseimbangan antara kehidupan individu
(Problem Focused Coping) lebih tinggi dalam suatu perusahaan, sehingga seberat
dibandingkan dengan kelompok EFC apapun pekerjaan yang dibebankan

206
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

perusahaan kepada karyawan dianggap b. Nilai rata - rata tingkat kualitas


sebagai tanggungjawab yang harus kehidupan kerja karyawan Depo
dikerjakan. Jika dengan aturan organisasi, Lokomotif Sidotopo PT. KAI Daop
individu merasa puas dengan apa yang VIII kelompok PFC (problem focused
telah didapatkan di perusahaan tersebut coping) sebesar 100,48,
maka telah tercapai kualitas kehidupan sedangkankelompok EFC (emosional
kerja yang baik dalam suatu organisasi. focused coping) sebesar 93,29. Hal ini
Secara umum, karyawan Depo menunjukkan bahkan nilai rata - rata
Lokomotif Sidotopo memiliki pola tingkat kualitas kehidupan kerja PFC
pekerjaan yang baik untuk (problem focused coping) lebih tinggi
meningkatkatkan produktifitas dibandingkan dengan nilai rata –rata
perusahaan, hal ini dikarenakan tinggat kelompok EFC (emosional focused
kualitas kehidupan kerja yang cukup baik coping).
sehingga membuat karyawan lebih SARAN
bertanggungjawab terhadap pekerjaannya a. Bagi Subyek Penelitian
dan melakukan tugas sebaik mungkin. Dalam penelitian ini diketahui
Peningkatan kualitas kehidupan kerja bahwa strategi coping yang berfokus
diperlukan untuk menciptakan kepuasan pada masalah cenderung lebih efektif
kerja karyawan sehingga dapat memicu untuk meningkatkan kualitas
timbulnya semangat kerja. karyawan yang kehidupan kerja. sehingga diharapkan
memiliki kualitas kehidupan kerja yang responden dapat menentukan strategi
baik maka akan dengan mudah coping yang sesuai dengan
mengaktualisasikan diri dalam permasalahan yang terjadi agar
lingkungan pekerjaan, mempunyai strategi yang digunakan lebih efektif
motivasi kerja yang tinggi, rendahnya dan kualitas kehidupan kerja
tingkat absensi serta meningkatnya meningkat.
kepuasan karyawan. b. Bagi Perusahaan
KESIMPULAN Perusahaan hendaknya selalu
a. Berdasarkan hasil uji Independent memperhatikan faktor-faktor yang
Sample T-Test antara kualitas dapat meningkatkan kualitas
kehidupan kerja kelompok PFC kehidupan kerja karyawan, seperti:
(problem focused coping) dan EFC keterlibatan karyawan, sistem
(emosional focused coping) diperoleh imbalan yang sesuai, adanya
hasil sig. 2-tailed sebesar 0,023 (p< kesempatan untuk tumbuh dan
0.05) yang berarti bahwa terdapat berkembang bagi karyawan, suasara
perbedaan signifikan antara kualitas di lingkungan kerja seperti
kehidupan kerja kelompok PFC kebersihan, keamanan, kenyamanan,
(problem focused coping) dan hubungan rekan kerja yang baik,
kelompok EFC (emosional focused kesehatan dan keselamatan karyawan,
coping) pada karyawan Depo sehingga karyawan selalu merasa
Lokomotif Sidotopo PT. KAI Daop aman dan nyaman untuk mengurangi
VIII. berada di lingkungan kerja.

207
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

c. Bagi Peneliti Selanjutnya Luthans, F. (2005). Organizational


Disarankan bagi peneliti Behavior. Tenth Edition. McGraw-
selanjutnya untuk dapat meneliti Hill; New York.
faktor- faktor lain yang berhubungan Marnis, P. (2008). Manajemen Sumber
dengan kualitas kehidupan kerja Daya Manusia. Zifatma Publisher:
karyawan, seperti: motivasi kerja dan Sidoarjo.
semangat kerja.
Marliani, R. (2015). Psikologi Industri
DAFTAR PUSTAKA dan Organisasi. CV. Pustaka Ceria;
Azwar, S. (2015). Dasar – dasar Bandung.
Psikometri. Edisi 2. Pustaka Pelajar;
Yogyakarta. Maryam, S. (2017). Strategi Coping:
Teori dan Sumberdayanya. Jurnal
Azwar, S. (2017). Penyusunan Skala Konseling Andi Matappa, Vol. 1(2)
Psikologi. Edisi 2. Pustaka Pelajar; 101-107
Yogyakarta.
Munandar, A.S. (2001). Psikologi
Chaplin, J.P. (2014). Kamus Lengkap Industri dan Organisasi.Universitas
Psikologi. Edisi Revisi. PT. Raja Indonesia Press; Jakarta.
Grafindo Persada; Jakarta.
Nafi’ah, S. I. (2016). Pengaruh Kualitas
Dessler, Gary. (2015). Manajemen Kehidupan Kerja Terhadap
Sumber Daya Manusia. Edisi 14. Komitmen Karyawan BTN Syariah
Salemba Empati; Jakarta. Cabang Malang. Skripsi. Fakultas
Fahmi, I. (2016). Pengantar Sumber Daya Psikologi Universitas Islam Negeri
Manusia Konsep & Kinerja. Mitra Malang.
Wacana Media: Jakarta. Siagian, Sondang P. (2006). Manajemen
Feldman, R. S. (2012). Pengantar Sumber Daya Manusia. Edisi 1.
Psikologi. Edisi 10. Salemba Bumi Aksara; Jakarta.
Humanika: Jakarta. Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan. PT.
Herawati, N. & Edi, F. R. S. (2016). Grasindo: Jakarta.
Aplikasi Komputer untuk Psikologi. Sugiyono, (2015). Metode Penelitian
AE Publishing; Malang. Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Hermawati, A. & Mas, N. (2016). Quality Alfabeta, CV; Bandung.
of Work Life dan Organizational Waluyo, M. (2013). Psikologi Industri.
Citizenship Behavior Sebuah Akademia permata; Jakarta.
Kajian Empiris. Badan Penerbitan
Universitas Widagama; Malang. Wijono. S. (2010). Psikologi Industri dan
Organisasi Dalam Suatu Bidang
Lazarus, R.S & Folkman, S. (1984). Gerak Psikologi Sumber Daya
Stress, Appraisal and Coping. Manusia. Edisi Revisi. Kencana
Springer Publishing Company, Inc; Prenada Media Group; Jakarta
New York.

208
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

209
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

GAMBARAN PROBLEMATIKA MAHASISWA BARU FAKULTAS


PENDIDIKAN PSIKOLOGI (FPPsi) UNIVERSITAS NEGERI
MALANG

Dwi Nikmah Puspitasari


Universitas Negeri Malang
Sumbersari, Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur, 65145
dwi.nikmah.fppsi@um.ac.id
Krista Insan Dermawan
Universitas Negeri Malang
Sumbersari, Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur, 65145
kristaid9@gmai.com
Afifah Chusna Az Zahra
Universitas Negeri Malang
Sumbersari, Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur, 65145
afifah.chusna.1708116@students.um.ac.id
Ayu Dyah Hapsari
Universitas Negeri Malang
Sumbersari, Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur, 65145
ayu.dyah.fppsi@um.ac.id
Rakhmaditya Dewi Noorrizki
Universitas Negeri Malang
Sumbersari, Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur, 65145
rakhmaditya.dewi.fppsi@um.ac.id

ABSTRAK
Mahasiswa merupakan sebuah status dimana individu dalam tahap remaja akhir dihadapkan
pada beberapa perubahan di berbagai aspek kehidupan. Perubahan yang terjadi tidak hanya
dalam segi biologis, tetapi juga aspek psikologis dan sosial, seperti cara berpikir (kognitif),
emosi, perilaku hingga peran sosial yang lebih luas. Tugas dan tanggung jawab tambahan,
disertai dengan perubahan status sebagai mahasiswa baru, menjadikan mahasiswa baru
rentan mengalami masalah psikologis. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap
gambaran masalah yang dihadapi oleh mahasiswa baru di lingkungan Fakultas Pendidikan
Psikologi (FPPsi). Subjek dari penelitian sejumlah 120 orang yang kesemuanya merupakan
mahasiswa baru angkatan 2018 dengan total respon sebanyak 204, sehingga memungkinkan
satu responden menjawab lebih dari satu permasalahan. Metode penelitian yang digunakan
adalah metode kuantitatif deskriptif dengan memberikan kuesioner terbuka kepada setiap
mahasiswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 31.3% (64) mengalami problem
terkait diri sendiri, 30% (61) masalah terkait pendidikan, 15.2% (31) masalah dalam
lingkungan sosial, 14.7% (30) masalah perilaku, 7.8% (16) terkait permasalahan keluarga

210
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

dan sisanya sebanyak 1% (2) permasalahan lain yang tidak termasuk di atas. Bantuan yang
diharapkan oleh mahasiswa dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi diantaranya;
membutuhkan dukungan orang terdekat untuk berbagi hingga pelatihan terkait skill dalam
meningkatkan kemampuan secara sosial.
Kata kunci: masalah remaja; mahasiswa tingkat pertama; remaja akhir.

ABSTRACT
College student is a status when the individual in late adolescence stage faced with some
changes in various aspects of life. Changes that occur not only in biological terms, but also
the psychological and social aspects, such as the way of thinking (cognitive), emotions,
behaviors to a wider social role. Additional duties and responsibilities, accompanied by
changes in the status of a new student, make new students vulnerable to psychological
problems. This study aims to reveal the picture of the problems faced by new students in
the Faculty of Education Psychology (FPPsi). The subject of this study are 120 people all
of whom are freshmen class of 2018 with a total of 204 responses, thereby allowing the
respondents who answered more than one question. The method used is descriptive
quantitative method by providing an open questionnaire to each student. The results showed
that as many as 31.3% (64) reported experiencing problems related to themselves, 30% (61)
issues related to education, 15.2% (31) problems in the social sphere, 14.7% (30) behavior
problems, 7.8% (16) Related family problems and the remaining 1% (2) other matters that
are not included above. Expected Student assistance in solving the problems faced by them;
requires the support of those closest to share and skill-related training to improve the ability
to engage with social environment.
Keywords: adolescent’s issues; freshman; late-adolescent.

PENDAHULUAN
Mahasiswa dapat dipahami sebagai rentang usia mahasiswa dimulai sekitar
status dimana individu sedang dalam umur 17 atau 18 tahun.
proses mencari ilmu dan terdaftar sedang Pada usia 17 atau 18 tahun, individu
menjalani pendidikan di perguruan tinggi dapat dikategorikan masuk di dalam
baik yang berupa akademi, politeknik, periode remaja, menurut Mestre, Anna
sekolah tinggi, institut dan universitas Liorta, dkk (2017) menyatakan bahwa
(Hartaji, 2012). Takwin (2008) periode remaja dibagi menjadi tiga yaitu
menyebutkan bahwa mereka yang remaja awal (12-14 tahun), remaja tengah
terdaftar sebagai peserta didik di (14-17 tahun) dan remaja akhir (17-19
perguruan tinggi dapat disebut sebagai tahun). Sedangkan menurut Hurlock
mahasiswa. Periode menjadi mahasiswa (1990), remaja sendiri dibagi menjadi dua
sendiri dialami oleh individu yang selepas periode yaitu remaja awal (13-16 tahun)
masa Sekolah Menengah Atas (SMA) dan remaja akhir (17-18 tahun). Masa
memilih untuk melanjutkan ke jenjang remaja diketahui sebagai period of
berikutnya, sehingga secara umum transition, hal ini dikarenakan pada masa

211
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

remaja terjadi perubahan di berbagai melihat sesuatu dengan beragam sudut


aspek kehidupan yang dialami oleh pandang, dan cenderung menjadi
individu, sehingga hal inilah yang independent thinker. Dalam aspek emosi,
menyebabkan masa remaja kerap dikenal remaja akan lebih tertarik untuk
sebagai periode badai dan tekanan (storm memahami dan mendalami kepribadian
and stress). Aspek kehidupan yang mereka dan mencari alasan mengapa
berubah meliputi aspek biologis, kognitif, mereka melakukan sesuatu, mereka juga
sosial serta keadaan emosi (Hashmi, bergerak menjadi individu yang lebih
2013). Sementara Sarwono (2012) mandiri, dapat memilih dan mengambil
mengungkapkan bahwa beberapa aspek keputusan, serta cenderung menanyakan
yang berubah pada masa remaja antara pendapat teman sebaya mengenai
lain perkembangan di bidang inteligensi, keputusan yang diambil. Sedangkan
peran sosial, peran gender, serta secara sosial, remaja menghabiskan
perkembangan moral dan religi. Mestre, banyak waktu dengan teman sebaya,
Anna Liocra, dkk. (2017) secara lebih luas menyukai pertukaran informasi melalui
menggambarkan bahwa pada masa diskusi terkait dengan sosial maupun yang
remaja, individu akan dihadapkan pada bersifat lebih intim, sehingga membantu
dunia nyata yang menuntut mereka dapat mereka untuk lebih memahami diri
memprediksi situasi yang dihadapi, sendirimaupun orang lain di sekitarnya.
sementara lingkungan akan menuntut Remaja yang menjadi mahasiswa juga
mereka untuk segera bereaksi secara memiliki peran tambahan, Novita (2014)
appropriate. Perubahan peran, fungsi menyebutkan bahwa peran remaja yang
serta munculnya tekanan dari lingkungan menjadi mahasiswa diantaranya adalah:
yang lebih luas inilah yang kemudian 1) Direct of Change, yaitu pelaku
menandai bahwa pada masa remaja, perubahan, 2) Agent of Change,
individu akan selalu menyesuaikan diri merupakan sumber daya manusia sebagai
dengan perubahan di dalam dirinya motor pergerakan perubahan, 3) Iron
sendiri maupun di lingkungan sosial. Stock, yakni sebagai sumber daya
Hashmi (2013) menyatakan bahwa manusia yang berkelanjutan dan aka nada
perubahan fisik yang dialami selama terus-menerus, 4) Moral Force,
masa remaja meliputi perubahan hormon merupakan kumpul individu yang dapat
tertentu di dalam tubuh yang dapat dijadikan pedoman moral, dan juga 5)
mempengaruhi fungsi organ spesifik, Social Control, yakni sebagai pelaku yang
pada laki-laki ditemukan peningkatan mengontrol kehidupan sosial. Tidak bisa
hormon testosterone, sementara pada dipungkiri dengan banyaknya perubahan
perempuan hormon esterogen. Pada di segala aspek dan juga tuntutan peran
perubahan fisik sendiri dapat yang disematkan kepada remaja yang
mempengaruhi tinggi rendahnya self- menjadi mahasiswa, menjadikan mereka
esteem pada remaja. Secara kognitif, akan rentan mengalami permasalahan.
remaja sudah akan mengembangkan Permasalahan yang muncul bisa sifatnya,
pemikiran abstraknya, mulai membangun individual maupun sosial yang dapat
pemikiran yang bersifat metakognisi,

212
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

mempengaruhi kesehatan dan dalam beradaptasi dengan lingkungan


kesejahteraan psikologis mereka. perkuliahan, hal ini dikarenakan terjadi
Problem remaja yang menjadi perubahan culture yang terjadi, bahwa
mahasiswa diantaranya adalah: 1) Argue pada masa SMA sangat berbeda dengan
for the sake of arguing, remaja akan masa kuliah. Perubahan ini mejadikan
cenderung terlibat pada diskusi yang mahasiswa merasa tidak tahu bagaimana
memungkinkan menimbulkan debat tidak harus bersikap, terutama kepada dosen,
berkesudahan; 2) cenderung mudah dalam serta perubahan sistem tugas selama
mengambil kesimpulan, hal ini perkuliahan yang berbeda. Jika masa
dikarenakan pergolakan emosi yang SMA mereka mengaku akan dipantau
cenderung belum stabil, membuat mereka secara intesif, sedangkan pada masa
akan lebih tergesa-gesa dalam mengambil kuliah tugas diserahkan sepenuhnya
kesimpulan; 3) Be Self-centered, kepada mahasiswa. Hal-hal tersebut yang
cenderung terlihat mementingkan diri menjadikan mereka kebingungan, dan
sendiri; 4) constatntly find fault ini adults mengalami kesulitan di bidang akademik.
position, hal ini juga dikarenakan mereka Secara sosialpun, beberapa di antara
sudah mulai mengembangkan pemikiran mereka mengaku mengalami krisis
yang lebih kritis; dan 5) Become overly percaya diri dan kesulitan menjalin
dramatic, hal ini juga disebabkan hubugan pertemanan yang baru.
perubahan situasi yang begitu cepat, Tujuan dilaksanakannya penelitian
perubahan hormon, maupun tekanan dari kali ini adalah peneliti ingin mengungkap
lingkungan yang diterima (Steinberg & tentang gambaran permasalahan yang
Amanda, 2001). dihadapi oleh mahasiswa baru angkatan
Mahasiswa baru dalam penelitian kali 2018, sehingga nantinya dapat
ini adalah mahasiswa angkatan 2018 di memberikan solusi yang sesuai untuk
Fakultas Pendidikan Psikologi mereka.
Universitas Negeri Malang, yang juga
METODE
mengalami transisi seperti yang telah Metode penelitian yang digunakan
disebutkan di atas, lebih lanjut periode yaitu metode kuantitatif deskriptif, dengan
transisi dari masa SMA ke masa
memberikan kuesioner terbuka kepada
perkuliahan ini juga dipahami sebagai masing-masing subjek. Kuesioner terdiri
perubahan yang dialami oleh remaja dari 4 pertanyaan, seperti topik
secara sosial, kognitif dan emosi yakni permasalahan seputar diri sendiri,
pergerakan dari immaturity of childhood pendidikan, sosial, perilaku, keluarga,
menuju the maturity of adulthood. Bahwa maupun masalah di luar hal-hal tersebut.
individu di rentas remaja akhir akan Mahasiswa bisa memilih lebih dari satu
dipersiapkan menjadi individu yang siap permasalahan yang tengah dihadapi.
memasuki masa dewasa Hashmi (2013). Pertanyaan selanjutnya ialah berbentuk
Data awal dari wawancara yang dilakukan uraian masalah yang tengah dihadapi,
secara acak kepada beberapa mahasiswa
sehingga peneliti dapat memastikan
angkatan 2018 menyebutkan bahwa, pada bahwa subjek memasukkan di kategori
saat ini mereka mengalami kesulitan yang sudah sesuai. Pertanyaan ketiga

213
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

mengenai usaha yang telah dilakukan dan respon sebanyak 64. Penelitian ini
dalam mengatasi masalah yang dihadapi, menunjukkan bahwa permasalahan diri
dan yang terakhir ialah harapan akan yang dialami responden yaitu; merasa
bantuan yang dibutuhkan oleh para kurang percaya diri hal ini yang
mahasiswa. Peneliti mengembangkan kemudian membuat mereka menjadi takut
konsep dan menghimpun fakta. Pada mencoba hal-hal baru, kurang percaya diri
penelitian ini tidak dilakukan uji hipotesis. dalam berpenampilan, selalu mengikuti
Populasi pada penelitian ini adalah keinginan orang lain, ragu dalam
Mahasiswa S1 Psikologi Universitas mengambil keputusan, mengalami
Negeri Malang angkatan 2018 sebanyak kecemasan (anxiety) ketika berbicara di
197 responden. Teknik sampling yang depan umum, dan kurang nyaman menjadi
digunakan dalam penelitian ini adalah pusat perhatian banyak orang.
quota-sampling. Jumlah sampel penelitian Kepercayaan diri sendiri dapat dipahami
adalah 120 mahasiswa tingkat pertama. sebagai aspek kepribadian yang dipandang
Penelitian berlangsung pada bulan Maret penting dalam masa perkembagan remaja,
2019. Teknik analisis data yang digunakan hal ini dikarenakan kepercayaan diri
dalam penelitian ini dilakukan dengan merupakan suatu wujud kepuasan dari
pengelompokan yang mengacu pada kualitas kemampuan dari diri (self). Fitri
kriteria kategorisasi. Konversi masalah (2018) menyebutkan bahwa, remaja yang
terdiri dari 5 kategori yaitu: diri, merasa puas terhadap kualitas dirinya akan
pendidikan, sosial, perilaku, keluarga, dan cenderung merasa aman, tidak muncul
permasalahan lainnya. kecewa dan juga remaja akan mengetahui
HASIL DAN PEMBAHASAN apa yang diinginkan dan dibutuhkan,
Hasil dalam penelitian kali ini adalah sehingga hal ini yang akan menyebabkan
sebagai berikut: ia tidak akan tergantung kepada orang lain,
serta dapat memutuskan segala sesuatu
Tabel 1. Hasil Penelitian Permasalahan
secara objektif. Di sisi lain, jika dalam diri
Mahasiswa Tingkat Pertama
remaja masih terdapat rasa tidak percaya
Permasalahan Jumlah Prosentase
diri, biasanya disebabkan oleh faktor
Diri (Self) 64 31.3%
beberapa faktor, yakni 1) pola asuh, 2)
Akademis 61 30%
kematangan usia, 3) jenis kelamin, dan 4)
Relasi Sosial 31 15.2%
penampilan fisik (Hurlock, 2003).
Perilaku 30 14.7%
Sementara Ghufron dan Risnawita (2011)
Keluarga 16 7.8%
berpendapat bahwa faktor remaja menjadi
Lainnya 2 1%
kurang percaya diri disebabkan oleh 1)
Total 204 100% harga diri, 2) pengalaman, 3) pendidikan
dan 4) konsep diri. Masa remaja sendiri
Hasil penelitian menyatakan bahwa dalam pembahasan di atas telah
permasalahan diri (self) merupakan disebutkan bahwa mereka mengalami
permasalahan yang banyak dialami oleh masa transisi hampir di segala aspek,
mahasiswa baru angkatan 2018 dengan sehingga masalah kepercayaan diri akan
persentase tertinggi yaitu mencapai 31,3% mudah ditemui apalagi jika berhadapan

214
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

dengan faktor pola asuh yang berbeda, saat-saat tertentu, terutama apabila
penampilan fisik dimana mereka terdapat kebutuhan untuk mencapai suatu
mengalami perubahan sehingga tujuan yang dirasa mendesak (Sadirman,
membutuhkan waktu untuk menerima 2007). Masalah terkait dengan kurang
perubahan dalam tubuhnya, pengalaman motivasi disebabkan beberapa faktor,
yang mereka butuh untuk mengolah secara Pelangi (2016) menyebutkan faktor
lebih kritis untuk dapat lebih memahami, tersebut diantaranya adalah; 1) faktor
sehingga kesemuanya ini akan eksternal seperti guru/pengajar yang
berpengaruh pada kemampuan mereka kurang memberikan motivasi ketika
dalam menghadapi diri, perubahan dan kegiatan pembelajaran terjadi, kurangnya
menghadapi lingkungan yang lebih luas. perhatian orangtua di rumah sehingga
Permasalahan akademis menjadi tidak terpantau kegiatan belajar, pelajar
permasalahan tertinggi kedua setelah yang bermasalah dengan kenakalan dan
permasalahan diri. Hasil penelitian lingkungan sosial, serta 2) faktor
menunjukkan bahwa persentase internal, seperti tidak menyukai cara
permasalahan akademis yg dialami oleh pengajaran yang disampaikan pengajar,
mahasiswa baru FPPsi Universitas Negeri tidak menyukai mata kuliah tertentu,
Malang angkatan 2018 mencapai 30% belum adanya cita-cita, serta kurang
dengan respon sebanyak 61. memiliki kepercayaan diri bahwa ia
Permasalahan akademis sendiri dijabarkan mampu. Pada masa remaja, faktor internal
terkait dengan kurangnya motivasi dan eksternal mengalami banyak
belajar pada mahasiswa baru, sehingga perubahan, sehingga motivasi dapat
mengakibatkan merasa malas dalam menjadi salah satu masalah yang kerap
belajar, prestasi akademik menurun, dihadapi.
merasa pesimis dalam belajar, dan merasa Permasalahan relasi sosial pada
kurang memiliki kemampuan dalam mahasiswa baru angkatan 2018 Fakultas
mengingat materi yang telah disampaikan. Pendidikan Psikologi Universitas Negeri
Dalam konsep psikologi, permasalahan Malang mendapatkan respon yang cukup
akademis dapat dikaitkan dengan proses banyak. Berdasarkan hasil penyebaran
belajar. Belajar merupakan aktivitas yang kuisioner, diketahui terdapat 31 respon
sangat penting bagi individu. Menurut dengan persentase 15.2% pada
Crow and Crow dalam (Lilik, 2011), permasalahan relasi sosial mahasiswa
belajar merupakan perbuatan untuk baru. Permasalahan kesulitan dalam
memperoleh kebiasaan, ilmu menjalin hubungan interpersonal,
pengetahuan, dan berbagai sikap, diantaranya; kurangnya komunikasi
termasuk penemuan baru dalam dengan teman sebaya, kurangnya minat
mengerjakan sesuatu, usaha memecahkan berkomunikasi dengan orang lain,
rintangan, dan meyesuaikan dengan memiliki konflik dengan teman sebaya,
situasi baru. Belajar dalam bidang merasa dimanfaatkan oleh teman apabila
akademis berarti belajar untuk mempunyai relasi yang cukup dekat, dan
memperoleh ilmu pengetahuan. memiliki trauma dengan masa lalunya
Sementara motif akan menjadi aktif pada sehingga mengakibatkan takut menjalani

215
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

hubungan atau relasi dengan orang lain. respon dengan persentase 14.7% pada
Setiap masalah berasal dari permasalahan perilaku mahasiswa baru.
ketidakseimbangan yang ditimbulkan Permasalahan perilaku mahasiswa baru
antar individu dalam perilaku dan interaksi sendiri dapat dijabarkan terkait dengan
sosial (Ina, 2017). Munculnya masalah kecanduan merokok, kecanduan dalam
dan ketidakefektifan penyelesaian berasal memainkan gawai, kecanduan bermain
dari psikologi seseorang terhadap game, mudah menyakiti orang lain baik
kehidupan sosialnya yang bisa berdampak secara fisik maupun perasaan, dan
positif atau negatif. Komunikasi kecanduan meminum minuman
interpersonal merupakan wujud yang berakohol. Seperti yang telah dijelaskan di
efektif terkait dengan keterbukaan, empati awal, bahwa pada masa remaja terjadi
terhadap sesama, sikap mendukung, sikap pergolakan secara internal maupun
yang positif dan juga kesetaraan yang eksternal (Hashmi, 2013). Masalah
membuat remaja merasa dihargai, hal ini internal seperti perubahan hormon,
yang juga dapat mempengaruhi sikap menjadikan remaja kerap tidak stabil dan
seorang individu dalam bertindak kurang dapat menguasai emosinya,
(Hurlock, 2003). Lebih lanjut, Devito sehingga ia akan cenderung berbuat dan
(2011) mengungkapkan bahwa dalam memutuskan hal-hal yang bersifat
komunikasi interpersonal terjadi proses impulsif. Sementara secara eksternal,
sosial dimana orang-orang yang terlibat bertemu orang baru dan mengeksplorasi
akan saling mempengaruhi. Pada akhirnya banyak hal memungkinkan mereka akan
komunikasi interpersonal akan bertemu dengan pengalaman apapun, yang
mempengaruhi perkembangan relasional mana hal ini memungkinkan remaja dapat
antara-pihak-pihak yang terlibat. Pada mencoba hal-hal baru. Hal negatif juga
komunikasi interpersonal terdapat satu set dapat dialami, apabila peran kontrol dan
keterampilan berupa; 1) pengetahuan aturan pada lingkungan terdekat kabur
tentang komunikasi dan 2) evaluasi diri. atau tidak ada.
Sementara, faktor yang menyebabkan Masalah keluarga pada mahasiswa
masalah dalam hubungan interpersonal baru juga sangat diperhatikan dan dapat
ialah; 1) persepsi interpersonal mempengaruhi perilaku-perilaku pada
terhadap teman dan pengajar. Persepsi mahasiswa baru. Berdasarkan hasil
sendiri didapatkan dari serangkaian penyebaran kuisioner subjek penelitian,
pengetahuan dan pengalaman, 2) konsep diketahui terdapat 16 respon dengan
diri, berupa penggambaran diri yang persentase 7.8% pada permasalahan
diamati melalu rasa percaya diri yang keluarga mahasiswa baru. Permasalahan
dimiliki oleh setiap individu, 3) keluarga mahasiswa baru sendiri dapat
lingkungan fisik dan juga 4) lingkungan dijabarkan terkait dengan hubungan yang
sosial. tidak harmonis dengan orangtua akibat
Mahasiswa baru dalam berperilaku dari orangtua yang terlalu sibuk dengan
juga memiliki permasalahan tersendiri. aktivitas atau pekerjaannya, kurang
Berdasarkan hasil penyebaran kuisioner terbuka atau jarang bercerita dengan
subjek penelitian, diketahui terdapat 30 orangtua, kurang mendapatkan kasih

216
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

sayang dari orangtua, dan orangtua yang Malang angkatan 2018 mengalami
membanding-bandingkan dengan orang permasalahan pada masalah Diri (Self),
lain. Pada umumnya, keluarga merupakan sementara beberapa kasus yang awalnya
barier atau garda terdepan yang berupa masalah motivasi dan juga
memberikan pendidikan, perlindungan, kesulitan dalam menjalin hubungan
kenyamanan, dukungan, dan hal hal interpersonal, seteah ditelaah lebih lanjut
positif lainnya terhadap perkembangan berakar pada masalah diri seperti self-
seorang individu (Ina, 2017). Keluarga concept dan self-esteem.
merupakan awal dari lahirnya sosok
PENUTUP
individu yang baik maupun yang tidak
baik. Sementara, Maulana & Gumelar Simpulan
(2013) memaparkan bahwa komunikasi Berdasarkan hasil penelitian yang
antara orangtua dengan remaja memiliki telah dipaparkan, dapat disimpulkan
fungsi kontrol, dimana orangtua dapat bahwa problematika mahasiswa baru
menginternalisasi nilai-nilai kepada angkatan 2018 Fakultas Pendidikan
remaja. Lebih lanjut Lestari (2012) Psikologi Universitas Negeri Malang,
menyebutkan bahwa komunikasi dalam dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah
keluarga sangat penting bagi satunya ialah peralihan dari SMA ke
perkembangan individu, dikarenakan hal Perguruan Tinggi. Dari hasil penyebaran
ini akan menjadi kunci pemahaman anak kuesioner kepada subjek penelitian
dalam memahami kehidupan sosial yang didapatkan hasil bahwa, mahasiswa baru
lebih luas. Seperti yang telah disebutkan angkatan 2018 Fakultas Pendidikan
sebelumya, bahwa ketika masa remaja, Psikologi Universitas Negeri Malang,
akan terjadi gap yang cukup lebar antara memiliki masalah yang terbanyak terkait
anak dan orangtua, sehingga jembatan dengan Diri (Self). Permasalahan diri ini
yang paling efektif untuk menghubungkan berakibat pada kurangnya kepercayaan
adalah melalui komunikasi. diri yang bisa berwujud berbagai macam
Permasalahan terakhir yang memiliki perilaku, mulai munculnya takut mencoba
persentase paling kecil adalah hal-hal baru, keragu-raguan dalam
permasalahan lainnya. Berdasarkan hasil menentukan pilihan atau membuat
penyebaran kuisioner, diketahui terdapat 2 keputusan, cemas ketika berada di depan
respon dengan persentase 1% pada umum, hingga masuk ke dunia akademis
permasalahan lainnya mahasiswa baru. seperti mempengaruhi motivasi dalam
Permasalahan lainnya sendiri dijabarkan belajar dan juga pada hubungan sosial
tekait dengan masalah finansial dan pola mempengaruhi dalam menjalin hubungan
tidur yang tidak teratur. Hal ini merupakan interpersonal.
faktor-faktor lain yang dapat Masalah lain yang tidak bisa
menimbulkan atau memperparah masalah dikesampingkan selain masalah dengan
yang dihadapi oleh para remaja. diri (self) ialah terkait masalah motivasi
Dari hasil diatas, dapat ditarik belajar akibat faktor eksternal, masalah
kesimpulan bahwa mahasiswa Fakultas hubungan interpersonal karena lack of
Pendidikan Psikologi Universitas Negeri skill, hal ini dikarenakan pada masa remaja

217
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

mereka masih terbatasnya pengetahuan Gunarsa, S. D. dan Gunarsa, Y. 1995.


dan pengalaman, masalah perilaku Psikologi Praktis: Anak, Remaja
dikarenakan perubahan secara biologis dan Keluarga. Jakarta: BPK
maupun pengaruh eksternal, dan masalah Gunung Mulia.
dengan keluarga terkait relasi yang Hashmi, Saba. 2013. Adolescence: An
berhubungan dengan kurang terjalinnya Age of Storm and Stress. Review of
komunikasi. Arts and Humanities. Vo.2 No.1.
Saran Hurlock, E. B. 2003. Psikologi
Saran-saran yang dapat dijadikan Perkembangan: Suatu Pendekatan
pertimbangan yaitu penelitian Sepanjang Rentan Kehidupan.
selanjutnya dapat melakukan pendalaman Jakarta: Erlangga.
permasalahan mahasiswa melalui
observasi, wawancara, dan melakukan Ina. 2017. Psikologi Keluarga-
pemetaan demografis sehingga dapat Pengertian, Fungsi, Manfaat, dan
menggali informasi lebih dalam mengenai Penjelasannya di
permasalahan yang terjadi pada https://dosenpsikologi.com/psikolo
mahasiswa. gi-keluarga (diakses pada 4 Oktober
Saran kepada Fakultas Pendidikan 2019).
Psikologi (FPPsi) Universitas Negeri Ina. 2017. Psikologi Sosial- Pengertian,
Malang yaitu memberikan psikoedukasi Teori, Ruang Lingkup dan
maupun pelatihan kepada mahasiswa baru Konsepnya di
terutama terkait pengenalan diri dan juga https://dosenpsikologi.com/psikolo
peningkatan social skill. gi-sosial (diakses pada tanggal 4
DAFTAR PUSTAKA Oktober 2019).
Asta, Derina. 2019. Teori dan Konsep Lestari. 2012. Psikologi Keluarga.
Perilaku dalam Psikologi dan Jakarta: Kencana.
Faktor yang Mempengaruhi di
Rahmawati Siregar, A. 2006. Motivasi
https://dosenpsikologi.com/teori-
Beprestasi Mahasiswa ditinjau dari
dan-konsep-perilaku-dalam-
Pola Asuh. Skripsi. (Online).
psikologi (diakses pada tanggal 4
Medan: Universitas Sumatera Utara
Oktober 2019).
Program Studi Psikologi.
Baron, Robert A., dan Byrne, Donn. 2004.
Sadirman A.M. 2007. Interaksi dan
Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga.
Motivasi Belajar Mengajar. ---
Devito, J. 2011. Komunikasi antar
Spica, B. 2008. Perilaku Prososial
Manusia. Jakarta: Professional
Mahasiswa ditinjau dari Empati dan
Books.
Dukungan Sosial Budaya. Skripsi.
Ghufron & Risnawita. 2011. Teori-teori Fakultas Psikologi Universitas
Psikologi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Katolik Soegijapranata Semarang.
Media.
Sriyanti, Lilik. 2011. Psikologi Belajar.
Salatiga: STAIN Salatiga Press.

218
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Steinberg, Laurence & Amanda Sheffield Stewart, C J dan Cash, W B. 1974.


Morris. 2001. Adolescent Interviewing: Principles and
Development. Annu Rev. Psychol Practices. New York:McGraw-Hill
52:83-110.

219
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

KUALITAS PERSAHABATAN DAN FORGIVENESS PADA


MAHASISWA
Umdatun Najia
Universitas Negeri Malang
Sumbersari, Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur, 65145
Hetti Rahmawati
Universitas Negeri Malang
Sumbersari, Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur, 65145
hetti.rahmawati.fppsi@um.ac.id

ABSTRAK
Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui hubungan antara kualitas persahabatan
dengan forgiveness pada mahasiswa. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
korelasional. Subjek penelitian sejumlah 72 orang mahasiswa FPPsi UM usia 18-24 tahun
yang memiliki minimal seorang sahabat dan pernah mengalami konflik dengan sahabat
tersebut. Hasil penelitian menunjukkan: (1) 69.4% subjek memiliki tingkat forgiveness
sedang; (2) 68.0% subjek memiliki tingkat kualitas persahabatan sedang; (3) ada hubungan
positif antara kualitas persahabatan dengan forgiveness pada mahasiswa FPPsi UM.
Kata kunci: kualitas persahabatan; forgiveness; mahasiswa.

ABSTRACT
The purpose of this research is to know the correlation between quality of friendship and
forgiveness among students. This research is a quantitative study with a descriptive
correlational research design. The subjects of this study were 72 Faculty of Psychology
students on Malang State University, aged 18-24 years who had a minimum of friends and
had experienced conflicts with these friends. The results of this study are: (1) 69.4% of
students have moderate levels of forgiveness; (2) 68.0% of students have moderate levels
of relationship quality; (3) there is a positive relationship between the quality of friendship
and forgiveness among students.
Keywords: quality of friendship; forgiveness; college student.

PENDAHULUAN masa dewasa awal. Masa dewasa awal


Manusia adalah makhluk sosial yang merupakan masa yang penuh konflik,
pasti membutuhkan orang lain dalam kesulitan, dan masalah. Hal tersebut
menjalani kehidupannya. Dalam terjadi karena individu harus
menjalani kehidupan sehari-harinya, menyesuaikan diri dengan peran barunya
individu tentu saja pernah mengalami yang berbeda dari masa-masa
konflik dengan orang lain. Dalam fase sebelumnya. Mahasiswa merupakan
kehidupan manusia, masa-masa yang dewasa awal yang tentu saja juga
paling mudah terjadinya konflik adalah memiliki konflik. Terlebih konflik dengan

220
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

sahabat yang kemungkinan setiap hari dan menjadikan orang yang memaafkan
mereka bertemu atau berkumpul. tersebut sebagai pemenang. McCullough,
Berdasarkan survei awal yang Rachal, & Worthington (1997)
dilakukan peneliti tanggal 28 Februari mengartikan forgiveness sebagai
2019, 94.4% mahasiswa dari 142 seperangkat motivasi untuk mengubah
mahasiswa Fakultas Pendidikan seseorang agar tidak membalas dendam
Psikologi, Universitas Negeri Malang dan meredakan dorongan untuk
(FPPsi UM) angkatan 2015-2018 mereka memelihara kebencian terhadap pihak
pernah mengalami konflik dengan yang menyakiti serta meningkatkan
sahabat. Konflik yang paling banyak dorongan untuk berbuat baik dengan
terjadi diantaranya yaitu salah paham, pihak yang menyakiti.
perbedaan pendapat, saling Forgiveness menurut McCullough
mementingkan ego (tidak mau mengalah), (2000) merupakan serangkaian perubahan
cemburu atau iri jika salah satu memiliki motivasi atau perilaku dengan cara
teman dekat lain, miskomunikasi, menurunkan motivasi untuk membalas
masalah lawan jenis, kurang terbuka, dan dendam, menjauhkan diri atau
kebohongan. Konflik tersebut jika tidak menghindar dari perilaku kekerasan dan
diselesaikan dengan baik maka yang meningkatkan keinginan untuk berdamai
terjadi adalah renggangnya hubungan dengan pelaku. Suatu kesediaan untuk
persahabatan yang telah terjalin atau meninggalkan hal-hal tidak
dapat juga mengakibatkan seseorang menyenangkan yang bersumber dari
mengalami sakit baik secara fisik atau hubungan interpersonal dengan orang lain
hati. dan menumbuhkan serta mengembangkan
Menurut Furqon (2011), individu perasaan, pikiran dan hubungan yang
akan memiliki masalah serius di dalam lebih positif dengan orang yang telah
kehidupannya jika ia menyimpan melakukan perbuatan tidak
kemarahan dan kebencian terhadap orang menyenangkan atau tidak adil. Menurut
yang menyakitinya. Ia nampaknya terlalu Bordens & Horowitz (2008), forgiveness
yakin bahwasannya pembalasan dendam adalah pengurangan motivasi individu
merupakan solusi yang paling tepat untuk untuk menyakiti dalam pembalas dendam
melepaskan kebencian dan kemarahan. dan mengurangi kecenderungan menjaga
Oleh karena itu, jika individu pernah jarak dari pasangan dalam suatu
menjadi korban dari suatu tindak hubungan dan meningkatkan keinginan
kejahatan, kemampuan memaafkan atau untuk berdamai dan meningkatkan niat
forgiveness menjadi bagian yang sangat baik bersilaturahmi dengan pasangan
penting dalam kehidupannya. Karena hal dalam hubungan.
tersebut berkaitan dengan proses Menurut McCullough (2000), aspek-
pemulihan dan penyembuhan trauma di aspek dari forgiveness antara lain:
masa lalu. Forgiveness akan memperluas avoidance motivation, yaitu semakin
dan merubah cara pandang seseorang menurun motivasi untuk menghindari
mengenai sesuatu. Forgiveness dapat pelaku, membuang keinginan untuk
memberikan kedamaian, kebahagiaan, menjaga kerenggangan (jarak) dengan

221
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

orang yang telah menyakitinya, revenge mengendalikan dirinya. Hilangnya


motivation, yaitu semakin menurun pengendalian diri mengalami penurunan
motivasi untuk membalas dendam ketika individu memaafkan dan hal
terhadap suatu hubungan, membuang tersebut menghentikan keinginan untuk
keinginan untuk membalas dendam membalas dendam.
terhadap orang yang telah menyakiti, Terdapat beberapa faktor yang dapat
benevolence motivation, yaitu semakin memengaruhi forgiveness menurut
termotivasi oleh niat baik dan keinginan McCullough (2000), salah satunya yaitu
untuk berdamai dengan pelaku meskipun kualitas hubungan interpersonal.
pelanggarannya termasuk tindakan Kualitas hubungan interpersonal tersebut
berbahaya, keinginan untuk berdamai bisa diartikan hubungan antara individu
dengan orang yang telah menyakitinya. yang dekat. Individu akan sangat
Beberapa dampak forgiveness memungkinkan untuk memaafkan dalam
terhadap kualitas hidup manusia, yaitu: suatu hubungan yang dicirikan dengan
kesehatan fisik, ketenangan hidup, closeness, commitment, dan satisfaction
kemampuan mengendalikan diri. (McCullough, 2000). Kemampuan
Terdapat sebuah penelitian yang memaafkan juga memiliki hubungan
dilakukan oleh Worthington dan Scherer positif dengan seberapa penting hubungan
(2004) menunjukkan bahwa perilaku tersebut antara pelaku dan korban.
tidak mau memaafkan yang sangat parah Kualitas hubungan interpersonal yang
akan berdampak buruk pada kesehatan menjadi fokus bahasan pada penelitian ini
fisik, yaitu dengan membiarkan adanya adalah kualitas hubungan persahabatan,
stres pada diri orang tersebut. Hal tersebut dikarenakan hampir semua mahasiswa
akan mempercepat reaksi jantung dan memiliki sahabat. Hal tersebut didasari
pembuluh darah ketika penderita oleh survei awal yang telah dilakukan
mengingat peristiwa buruk yang peneliti pada Februari 2019, yaitu 97.9%
dialaminya. Sebaliknya, memaafkan dari 142 mahasiswa angkatan 2015-2019
berperan sebagai penyangga yang dapat FPPsi UM memiliki sahabat. Kualitas
menekan reaksi jantung dan pembuluh persahabatan diukur sejauh mana
darah serta sebagai pemicu untuk hubungan persahabatan ditandai dengan
munculnya emosi positif yang akan dukungan, kepedulian, menghabiskan
menggantikan emosi negatif. Menurut waktu bersama, saling membantu,
Worthington & Scherer (2004), pengungkapan informasi dan perasaan
forgiveness selanjutnya akan pribadi, perselisihan (konflik), dan sejauh
memengaruhi kesehatan fisik dengan mana perselisihan dalam hubungan
meningkatkan sistem kekebalan pada sel diselesaikan dengan baik dan efisien
dan neuro-endokrin, membebaskan (Parker dan Asher, 1993, dalam Putri,
antibodi, serta memengaruhi proses 2016).
sistem syaraf pusat. Hasil penelitian Persahabatan dengan kualitas yang
Worthington dan Scherer (2004) tinggi adalah hubungan yang sangat
membuktikan bahwa forgiveness terkait dipertahankan dan jika berpisah pasti
erat dengan kemampuan seseorang dalam akan sangat menyedihkan. Oleh karena

222
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

itu, terkadang seorang individu akan hubungan positif yang sangat signifikan
memaafkan sahabatnya jika terjadi antara kepercayaan interpersonal dengan
kesalahan. Namun, individu yang pemaafan dalam hubungan persahabatan
mempertahankan hubungan pada laki-laki dan perempuan. Jadi,
persahabatannya terkadang hanya semakin tinggi kepercayaan interpersonal
memaafkan sepihak dan menekan yang ada dalam hubungan persahabatan
perasaannya sendiri yang menyebabkan maka akan semakin tinggi juga pemberian
interaksi tidak seperti biasa (Anggraini & maaf dalam hubungan persahabatan
Cucuani, 2014). Kualitas persahabatan tersebut. Terdapat juga penelitian
bisa jadi berpengaruh besar terhadap Puspitasari (2018) mengenai hubungan
forgiveness, individu yang memiliki positif yang signifikan antara kualitas
persahabatan dengan kualitas yang baik persahabatan dan kemampuan
kemungkinan akan mudah memaafkan memaafkan pada remaja akhir. Hal ini
sahabatnya. Tetapi, masih banyak menunjukkan bahwasannya semakin
individu yang belum memahami bahwa tinggi kualitas persahabatan, maka
kualitas persahabatan akan berpengaruh semakin mudah remaja akhir dalam
pada forgiveness, maka yang terjadi memaafkan.
adalah timbul dendam atau kebencian Kedua penelitian tersebut mendukung
diantara persahabatan tersebut. adanya hubungan antara kualitas
Menurut hasil wawancara dengan persahabatan dan forgiveness pada remaja
keempat narasumber tersebut dapat akhir. Namun, terdapat penelitian lain
disimpulkan bahwasannya forgiveness yang menunjukkan tidak adanya
pada mahasiswa FPPsi UM tidak hanya hubungan antara kualitas persahabatan
disebabkan oleh faktor kualitas dan forgiveness, kecuali jika faktor
persahabatan yang dimilikinya, namun kualitas persahabatan tersebut
terdapat juga faktor lain. Selain itu, digabungan dengan faktor lain.
persahabatan yang hanya terjalin oleh 2 Sebagaimana dalam penelitian Anggraini
orang, maka persahabatannya akan lebih & Cucuani (2014) yang menelaah tentang
dekat dan akrab, dengan begitu jika kualitas persahabatan dengan empati
memiliki konflik, mereka lebih mudah terhadap pemaafan pada subjek remaja.
dalam memaafkan dan kembali bersama. Hasil lain dari penelitian tersebut adalah
Persahabatan dengan kualitas yang tinggi tidak terdapat hubungan positif kualitas
atau persahabatan yang memiliki ciri persahabatan pada pemaafan remaja
kedekatan, komitmen dan kepuasan akhir. Artinya, jika kualitas persahabatan
merupakan hubungan yang sangat berdiri sendiri, maka maka tidak cukup
dipertahankan dan pastinya akan sangat pengaruhnya terhadap forgiveness.
menyedihkan jika berpisah begitu saja. Melihat dari beberapa penelitian tentang
Oleh karena itu, individu dengan sukarela adanya hubungan kualitas persahabatan
akan memaafkan sahabatnya jika ada dengan forgiveness yang terkait pada
pelanggaran yang terjadi. Berdasarkan remaja akhir saja, belum terdapat
hasil penelitian yang dilakukan Utami penelitian mengenai dewasa awal dalam
(2015) disimpulkan bahwasannya ada hal ini mahasiswa. Maka, peneliti

223
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

berkeinginan untuk meneliti lebih lanjut avoidance motivation, yaitu penurunan


tentang apakah ada hubungan kualitas motivasi untuk menjauhi dan
persahabatan dengan forgiveness pada menghindari pelaku yaitu orang terdekat
mahasiswa dalam rentang usia dewasa yang telah menyakiti, dalam hal ini adalah
awal, dalam hal ini mahasiswa. sahabat; (2) revenge motivation, yaitu
penurunan motivasi untuk membalas
METODE
pelaku yaitu orang terdekat yang telah
Subjek dan Desain Penelitian menyakiti, dalam hal ini adalah sahabat;
Penelitian ini menggunakan (3) benevolence motivation, yaitu
pendekatan kuantitatif. Jenis penelitian ini peningkatan berbuat baik kepada pelaku
adalah penelitian koreasional, dimana yaitu orang terdekat yang telah
penelitian ini bertujuan mengungkapkan menyakiti, dalam hal ini adalah sahabat.
hubungan antara dua variabel. Pengujian Skala kualitas persahabatan mengacu
hipotesis dalam penelitian ini dilakukan pada teori yang dikemukakan oleh Parker
dengan menggunakan teknik korelasi dan Asher (dalam Putri, 2016) bahwa
Pearson product moment. kualitas persahabatan memiliki enam
Sampel diambil kurang lebih 50% aspek yaitu (1) dukungan dan kepedulian
dari populasi yaitu sebanyak 72 (validation and caring), (2) pertemanan
mahasiswa aktif Fakultas Pendidikan dan rekreasi (companionship and
Psikologi, Universitas Negeri Malang, recreation), (3) bantuan dan bimbingan
angkatan 2015-2018, berusia 18-24 tahun, (help and guidance), (4) pertukaran yang
memiliki minimal seorang sahabat, dan akrab (intimate change), (5) konflik dan
pernah memiliki konflik dengan sahabat pengkhianatan (conflict and betrayal), (6)
tersebut. Dalam pengambilan sampelnya, pemecahan masalah (conflict resolution).
peneliti menggunakan teknik sampel acak Pengujian validitas dilakukan dengan
sederhana (simple random sampling). menggunakan content validity.
Instrumen Penelitian Penghitungan content validity dilakukan
Dalam penelitian ini, teknik dengan menggunakan formula Aiken’s V.
pengumpulan data adalah dengan Berdasarkan hasil perhitungan
menggunakan skala. Skala yang akan menggunakan rumus formula Aiken’s V,
digunakan dalam penelitian ini adalah variabel forgiveness memiliki rentang
skala likert. Dalam pendekatan ini content validity coefficient (V) antara
ditentukan oleh distribusi respon sesuai 0.778 – 1, sedangkan pada variabel
atau tidak sesuai dari kelompok kualitas persahabatan bergerak dari 0.778
responden yang bertindak sebagai – 1. Selanjutnya dilakukan perhitungan
kelompok uji coba. Penelitian ini CFA untuk mendukung hasil dari content
menggunakan dua skala, yaitu skala validity. Bersadarkan uji CFA, sebanyak
forgiveness dan skala kualitas 33 aitem dari 60 aitem skala forgiveness
persahabatan. Skala forgiveness mengacu dinyatakan layak pakai. Sedangan pada
pada teori yang dikemukakan oleh skala kualitas persahabatan, sebanyak 24
McCullough (2000) yang membagi aitem dinyatakan gugur dan 36 aitem
forgiveness pada tiga aspek, yaitu (1) dinyatakan layak pakai. Setelah

224
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

melakukan perhitungan reliabilitas data penelitian dan berkaitan dengan


menggunakan Composite Reliability hipotesis.
(CR), skala forgiveness memiliki hasil CR Secara ringkas hasil kategorisasi
sebesar 0,967, sedangkan skala kualitas terhadap kualitas persahabatan dapat
persahabatan sebesar 0,986. Keduanya dilihat pada tabel 2. Tabel 2
berarti memiliki reliabilitas yang tinggi menggambarkan hasil pengkategorisasian
karena memiliki hasil CR di atas 0,7. kualitas persahabatan mahasiswa FPPsi
UM yang menjadi subjek. 16,7% dari 72
HASIL
subjek atau sebanyak 12 subjek memiliki
Hasil Analisis Deskriptif tingkat kualitas persahabatan tinggi.
Untuk mendeskripsikan forgiveness 68,0% dari 72 subjek atau sebanyak 49
dan kualitas persahabatan digunakan tiga subjek memiliki tingkat kualitas
pengkategorian, yaitu tinggi, sedang, dan persahabatan sedang. Sedangkan, 15,3%
rendah. Secara ringkas hasil kategorisasi dari 72 subjek atau sebanyak 11 orang
terhadap skor forgiveness dapat dilihat subjek memiliki tingkat kualitas
pada Tabel 1. persahabatan rendah.
Tabel 1. Kategorisasi Forgiveness Tabel 2 : Kategorisasi Kualitas
Rumus Rentangan Klasifika Jumlah Persentase
Persahabatan
Skor si Subjek
Rumus Rentangan Klasifi Jumlah Persentase
M + 109,86 ≤ X Tinggi 15 20,8%
Skor kasi Subjek
1SD ≤
M + 115,07≤ X Tinggi 12 16,7%
X
1SD ≤
M – 82 ≤ X < Sedang 50 69,5%
X
1SD ≤ 109,86
M – 94,37≤ X < Sedang 49 68,0%
X < M
1SD ≤ 115,07
+1SD
X < M
X < M X < 82 Rendah 7 9,7%
+1SD
– 1SD
X < M X < 94,37 Rendah 11 15,3%
Total 72 100%
– 1SD
Tabel 1 menggambarkan hasil Total 72 100%
pengkategorisasian subjek. Sebesar
20,8% dari 72 subjek atau sebanyak 15 Dari pengkategorian dan presentase
subjek memiliki tingkat forgiveness tersebut, dapat disimpulkan bahwa
tinggi. 69,5% dari 72 subjek atau sebagian besar mahasiswa FPPsi UM
sebanyak 50 subjek memiliki tingkat memiliki tingkat kualitas persahabatan
forgiveness sedang. Sedangkan, 9,7% dari sedang.
72 subjek atau sebanyak 7 orang subjek
memiliki tingkat forgiveness rendah. Dari Hasil Uji Hipotesis
Penelitian ini menguji hipotesis ada
pengkategorian dan presentase tersebut,
hubungan antara kualitas persahabatan
dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
dengan forgiveness pada mahasiswa
mahasiswa FPPsi UM memiliki tingkat
FPPsi UM. Hasil uji hipotesis dapat
forgiveness sedang. Bagian hasil berisi
dilihat pada Tabel 3.
temuan penelitian yang didapatkan dari

225
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Berdasarkan hasil penghitungan berada dalam kategori sedang dan


menggunakan teknik analisis korelasi forgiveness subjek penelitian berada pada
pearson product moment, didapatkan p- kategori sedang.
value sebesar p=0,000 (p<0,05) Hasil penelitian ini sejalan dengan
(signifikan) sehingga dapat dikatakan dua penelitian yang dilakukan Puspitasari
variabel memiliki hubungan yang (2018) yang membuktikan adanya
signifikan. Berdasarkan hasil tersebut, hubungan kualitas persahabatan dan
hipotesis penelitian yang berbunyi “ada kemampuan memaafkan pada remaja
hubungan positif antara kualitas akhir. Dengan hasil penelitiannya yang
persahabatan dengan forgiveness pada memiliki signifikansi hubungan yang
mahasiswa FPPsi UM” diterima. positif antara kualitas persahabatan dan
kemampuan memaafkan pada remaja
Tabel 3 : Hasil Analisis Korelasional
Variabel rxy p- Keterangan Kesimpulan akhir. Kualitas persahabatan yang tinggi
value adalah hubungan yang sangat
Kualitas 0,664 0,000 p < 0,05 Hipotesis dipertahankan dan jika berpisah pasti
persahabatan diterima akan sangat menyedihkan. Karena itu,
dan
individu terkadang akan memaafkan
Forgiveness
sahabatnya jika terjadi kesalahan. Selain
itu, hasil penelitian ini juga searah dengan
Nilai korelasi atau nilai rxy antara hasil penelitian A’yun (2018) yaitu
variabel kualitas persahabatan dan adanya hubungan positif antara kualitas
forgiveness sebesar 0.664 maka kedua persahabatan dengan forgiveness dengan
variabel memiliki korelasi yang positif. asumsi semakin tinggi kualitas
Artinya, semakin tinggi kualitas persahabatan, maka akan semakin tinggi
persahabatan yang dimiliki mahasiswa forgiveness. Sebaliknya, semakin rendah
FPPsi UM maka semakin tinggi juga kualitas persahabatan, maka semakin
forgiveness yang mereka miliki. Selain rendah pula forgiveness. Subjek
itu, hasil koefisien korelasi (rxy) sebesar penelitian A’yun (2018) adalah remaja
0,664 yang juga memiliki arti bahwa akhir, sehingga berbeda dengan penelitian
hubungan antara kualitas persahabatan ini yang subjeknya merupakan dewasa
dengan forgiveness pada mahasiswa awal.
FPPsi UM cukup tinggi. Forgiveness adalah kesediaan
PEMBAHASAN individu menurunkan motivasi atau
Berdasarkan uji hipotesis penelitian keinginan untuk menghindar,
maka dapat disimpulkan bahwa ada menjauhkan diri, membalas dendam, dan
hubungan positif antara kualitas memberi penilaian negatif, serta
persahabatan dengan forgiveness pada meningkatkan motivasi atau keinginan
mahasiswa FPPsi UM. Semakin tinggi untuk berdamai dan berbuat baik kepada
kualitas persahabatan maka semakin orang yang telah menyakiti yang
tinggi forgiveness, dan sebaliknya. Hasil bersumber dari hubungan interpersonal
penelitian ini menunjukkan bahwa dalam hal ini yaitu kualitas hubungan
kualitas persahabatan subjek penelitian persahabatan. Menurut McCullough

226
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

(2000), salah satu hal yang mempengaruhi persahabatan tersebut dengan baik, maka
forgiveness adalah kualitas hubungan individu tersebut akan lebih mudah dalam
interpersonal yang dicirikan dengan memaafkan sahabatnya. Dengan kata lain,
kedekatan, komitmen, dan kepuasan. individu dapat mengurangi keinginannya
Sebagaimana menurut Puspitasari (2018), untuk menjauhi sahabatnya, menghindar,
kualitas hubungan yang dimiliki individu membalas dendam, bahkan individu
dengan orang lain yang dicirikan dengan tersebut akan tetap berbuat baik dan
kedekatan, komitmen, serta kepuasan membangun hubungan yang lebih baik
akan membuat individu lebih mampu dengan sahabat yang telah menyakitinya.
untuk memaafkan. Bentuk persahabatan yang memiliki
Forgiveness akan memberi dampak kualitas yang baik dimana status
pada kualitas hidup manusia. Individu pertemanan telah beralih menjadi
yang mudah memaafkan hidupnya akan hubungan kekerabatan. Sebuah hubungan
lebih tenang, lebih mampu kekerabatan dari semula pertemanan
mengendalikan diri, dan terhindar dari adalah bentuk dukungan sosial dalam
penyakit fisik maupun psikis. Individu relasi yang didasarkan rasa percaya, rasa
yang tidak memiliki dendam dengan aman, rasa saling mencintai dan
orang lain, maka ia akan menjadi individu menghormati, sehingga apabila ada
yang tidak mudah marah, tidak mudah konflik dan persoalan diantara sahabat
tersinggung, dan dapat membina tersebut maka upaya dan peluang
hubungan yang lebih baik dengan orang memaafkan lebih besar, dibandingkan
lain. Forgiveness berarti melepaskan ketika kualitas persahabatan kurang
segala dendam, kebencian, rasa sakit, terbina sebelumnya (Pahl, 2000).
kemarahan, dan perasaan negatif lainnya Sehingga kerentanan dalam kualitas
terhadap orang yang telah menyakiti. persahabatan adalah potensi risiko yang
Forgiveness merupakan bukti individu dapat dihubungkan dengan lemahnya
telah mengalahkan rasa benci terhadap pemaafan dalam hubungan antar sahabat
orang yang telah menyakiti dengan apabila ada persoalan dan konflik yang
menghadirkan rasa maaf dan cinta kasih. sulit dilakukan resolusinya. Walaupun
Kualitas hubungan interpersonal yang sebenarnya menjadi seorang pemaaf tidak
baik akan berdampak pada forgiveness pernah membuat seseorang merugi.
individu. Seperti halnya kualitas Melepaskan segala beban, emosi dan
persahabatan yang memiliki dampak pada dendam dalam diri akan membuat
forgiveness pada hubungan persahabatan seseorang menjadi manusia bahagia. Luka
individu. Individu yang memiliki kualitas yang dibuat oleh orang-orang yang telah
persahabatan yang baik, seperti saling menyakiti seakan terhapus dengan
mendukung dan peduli satu sama lain, pemaafan. Pemaafan menjadi salah satu
saling membantu, membimbing, cara penyembuhan dari rasa sakit hati
menghabiskan waktu bersama, saling maupun fisik. Memperbaiki kualitas
terbuka satu sama lain, hingga hubungan dengan orang-orang terdekat
menyelesaikan konflik atau permasalahan akan membuat seseorang lebih mudah
yang terjadi dalam hubungan

227
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

memberikan ampunan pada kesalahan persahabatan, maka semakin rendah


mereka. forgiveness pada subjek penelitian.
Meskipun telah mencakup individu Berdasarkan hasil penelitian ini maka
dewasa awal, kekurangan dari penelitian diharapkan bagi subjek penelitian yaitu
ini adalah pengambilan populasi yang mahasiswa FPPsi UM yang memiliki
kurang meluas. Populasi hanya diambil sahabat untuk menjaga kualitas
pada mahasiswa Fakultas Pendidikan persahabatan dengan cara lebih peduli,
Psikologi Universitas Negeri Malang. saling membantu, saling terbuka, dan
Akan lebih baik jika populasi penelitian menghabiskan waktu bersama. Selain itu,
diperluas kembali atau mencari populasi ketika terjadi konflik atau permasalahan
selain mahasiswa agar penelitian tentang di dalam hubungan persahabatan, maka
kualitas persahabatan dengan forgiveness diharapkan untuk menyelesaikannya
lebih bervariasi. dengan baik, sehingga mahasiswa akan
Kelebihan penelitian ini adalah lebih mudah dalam memaafkan
pengambilan data melalui kuisioner yang sahabatnya. Peneliti selanjutnya yang
dibagikan secara online. Pengambilan tertarik menggunakan tema yang sama
data dilakukan secara online karena disarankan untuk lebih memperluas
penelitian sebelumnya mengemukakan wilayah pengambilan data sehingga dapat
bahwasannya individu akan lebih jujur mewakili lebih banyak populasi dan
ketika merespon pertanyaan secara online memperbanyak jumlah subjek. Peneliti
daripada secara langsung (Kaplan & juga dapat meneliti tentang faktor-faktor
Saccuzzo, 2009). Alasan lain yaitu untuk lain yang memengaruhi forgiveness pada
menghemat waktu, tenaga, dan biaya dewasa awal, serta dapat mengganti
penelitian. subjek dalam kategori dewasa awal selain
mahasiswa agar penelitian lebih
SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan bervariasi.
pembahasan, maka didapat kesimpulan DAFTAR RUJUKAN
mengenai penelitian ”Hubungan Kualitas A’yun, Q. (2018). Hubungan Kualitas
Persahabatan dengan Forgiveness pada Persahabatan dengan Forgiveness
Mahasiswa Fakultas Pendidikan pada Mahasiswa Fakultas Psikologi
Psikologi Universitas Negeri Malang” di Universitas Medan Area. Skripsi
sebagai berikut : 1) Tingkat forgiveness (tidak diterbitkan). Medan: Fakultas
mahasiswa FPPsi UM berada pada Psikologi Universitas Medan Area.
kategori sedang. 2)Tingkat kualitas
Anggraini, D., & Cucuani, H. (2014).
persahabatan mahasiswa FPPsi UM
Hubungan Kualitas Persahabatan
berada pada kategori sedang. 3)Ada
dan Empati pada Pemaafan
hubungan positif antara kualitas
Remaja Akhir. Jurnal Psikologi , 10
persahabatan dengan forgiveness pada
(1).
mahasiswa FPPsi UM. Artinya semakin
tinggi kualitas persahabatan, maka Bordens, K. S., & Horowitz, I. A. (2008).
semakin tinggi forgiveness, dan Social Psychology 3rd Edition.
sebaliknya semakin rendah kualitas USA: Freeload Press.

228
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Furqon, M. N. (2011). Kenali Maaf. Surabaya: Fakultas Psikologi dan


Jakarta Timur: PT. Balai Pustaka. Kesehatan UINSA.
Kaplan, R. M., Saccuzzo, D. P. (2009). Pahl, R. (2000). On Friendship.
Psychological Testing: Principles, Cambridge: Polity.
Applications, and Issues 7th ed. Putri, A. (2016). Hubungan antara
New York : Wadsworth, Cengage Persahabatan dengan self esteem.
Learning. Skripsi (tidak diterbitkan).
McCullough, M. E., Rachal, K. C., & Surakarta: Fakultas Psikologi
Worthington, E. L. (1997). Universitas Muhammadiyah
Interpersonal Forgiving in Close Surakarta.
Relationships. Journal of Utami, D. A. (2015). Kepercayaan
Personality and Social Psychology , Interpersonal dengan Pemaafan
73 (2), 321-336. dalam Hubungan Persahabatan.
McCullough, M. (2000). Forgiveness As Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan,
Human Strength : Theory, 03 (01).
Measurement, and Links To Well- Worthington, E., & Scherer, M. (2004).
Being. Journal Of Personality And Forgiveness is an emotion-focused
Clinical Psychology, 19;(1).46. coping strategy that can reduce
Puspitasari, D. C. (2018). Hubungan health risks and promote health
Kualitas Persahabatan dan resilience: theory, review, and
Perenungan dengan Kemampuan hypotheses. Psychology & Health ,
Memaafkan pada Remaja Akhir. 19(3), 385-405.
Skripsi (tidak diterbitkan).

229
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

PENYESUAIAN DIRI PADA PEREMPUAN YANG PENSIUN DINI

Nila Rosa Pratiwi


Universitas Negeri Malang
Sumbersari, Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur, 65145
nilarosa.pratiwi@gmail.com
Yudi Tri Harsono
Universitas Negeri Malang
Sumbersari, Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur, 65145
yudi.tri.fppsi@um.ac.id

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyesuaian diri pada perempuan yang
memutuskan pensiun dini. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif
dengan metode wawancara terstruktur untuk mengumpulkan data. Subjek penelitian adalah
seorang perempuan berusia 52 tahun yang pernah bekerja di bidang jasa. Hasil dari
penelitian ini adalah keputusan yang didasarkan pada keinginan pribadi akan lebih
memudahkan proses penyesuaian diri, karena telah mempersiapkannya untuk pensiun dini
dengan matang, terlebih untuk seorang perempuan, merasa lebih banyak waktu untuk
mengurus rumah tangga dan mengawasi anak setelah memasuki masa pensiun.
Kata kunci: pensiun dini; perempuan; penyesuaian.

ABSTRACT
This study aims to determine the reasons that encourage women to choose early retirement,
relationships with the people around them, as well as plans that are prepared to be able to
adjust after entering retirement. This study uses a descriptive qualitative approach with
structured interview methods to collect data. The respondent in this study was a 52-year-old
woman who had worked in the service sector. The results of this study are the decision to
retire early based on personal desires will make the process of adjustment easier, because it
has been prepared carefully, especially for a woman, feels more time to take care of the
household and supervise children after entering retirement.
Keywords: Early retirement; women; adjustment.

PENDALUHAN perempuan lebih pada membantu diri


Peran perempuan sudah banyak sendiri dan orang atau keluarga yang
mengalami perubahan, beberapa dekade dicintai untuk mencapai kemakmuran dan
lalu kebanyakan hanya mengurus rumah meningkatkan status ekonomi.
tangga dan menghabiskan sebagian besar Perempuan dapat dikatakan setara dengan
waktunya di rumah. Pada sekarang ini, laki-laki, hal ini dapat dilihat dari
perempuan banyak bekerja di luar rumah. banyaknya perempuan yang memilih
Othman (2015) menyatakan bahwa peran fokus berkarir, bahkan perempuan–

230
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

perempuan yang bekerja memiliki peran ditempuh yaitu: (1) diperhitungkan


ganda, terutama yang sudah menikah dan dengan benar terkait kondisi dan kriteria
memiliki anak. Perempuan yang PNS yang akan dipensiunkan, seperti
mempunyai peran ganda dituntut untuk usia, masa kerja, jabatan, dan
dapat membagi waktu dengan baik, produktivitas, (2) Kesepakatan dan
supaya tetap maksimal dalam bekerja persetujuan PNS tersebut atau dengan
sekaligus tidak melalaikan pekerjaan alasan yuridis dan rasional, (3) kebijakan
utamanya di rumah. Perempuan yang mungkin hanya untuk PNS yang nonjob,
mempunyai peran ganda akan mengalami mendekati usia pensiun, atau yang
lebih banyak hambatan jika dibandingkan kinerjanya rendah, (4) perlu ditegaskan
dengan perempuan dengan satu peran, pada golongan yang akan diberlakukan,
seperti terlalu fokus pada pekerjaan, golongan III, IV atau semuanya, (5)
sehingga tugas sebagai ibu rumah tangga kompensasi yang diperoleh pensiunan,
dilalaikan dan kurang memberi perhatian uang pesangon atau pelatihan
yang cukup kepada anak. Kenyataan keterampilan disertai modal usaha, dan
seperti ini membuat tidak sedikit selainnya.
perempuan yang mempunyai peran ganda Kesiapan mental penting untuk
memilih untuk pensiun dini dari dipertimbangkan selain finansial ketika
pekerjannya. Berdasarkan wawancara memutuskan untuk pensiun dini,
yang dilakukan oleh penulis terhadap disamping itu perlu juga untuk
perempuan yang pernah bekerja, mendapatkan persetujuan dari orang –
menyatakan bahwa memutuskan untuk orang terdekat. Untuk perempuan yang
pensiun dini karena ingin lebih fokus sudah berumah tangga, kesibukan sudah
mengurus rumah tangga dan mempunyai pasti akan berubah, yang awalnya
waktu lebih banyak untuk anak dan berkesibukan di tempat kerja, setelah
suami. Hasil penelitian yang dilakukan pensiun dini akan lebih banyak
oleh Putra (2006), menunjukkan bahwa menghabiskan waktu dengan kesibukan
alasan pengajuan pensiun dini oleh para di dalam rumah. Intensitas bertemu
pegawai dilatarbelakangi alasan dengan rekan kerja juga akan berkurang
kesehatan dan atas permintaan sendiri. dan dapat tergantikan dengan lebih sering
Pensiun dini sering diistilahkan bertemu keluarga atau tetangga.
dengan pensiun dipercepat (Wijayanto, Kemampuan penyesuaian diri dibutuhkan
2009). Sebelum memasuki usia pensiun, untuk tetap menjalani kehidupan dengan
seseorang dapat mengajukan untuk baik pasca pensiun dini. Penyesuaian diri
pensiun dini, normalnya seseorang dapat adalah proses mental dan tingkah laku
mengajukan pensiun dini 10 tahun lebih untuk menyelesaikan permasalahan dan
awal dari usia pensiun. Pada konflik batin sebagai upaya
perkembangannya, banyak karyawan dari menyeimbangkan tuntutan internal
perusahaan atau instansi, mengajukan dengan eksternal (Semiun, 2006).
pensiun dini jauh lebih awal, sekitar 15 – Penyesuaian diri merupakan usaha dari
20 tahun. Djarin, dkk (2006) menyatakan seorang indiviu untuk bertingkah laku
bahwa terdapat lima langkah yang patut sesuai dengan yang diinginkan

231
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

lingkungannya supaya dapat diterima Desain dan Prosedur Penelitian


secara sosial. Schniders (dalam Risnawita Penelitian ini menggunakan pendekatan
& Ghufron, 2010) menyebutkan empat kualitatif deskriptif dengan metode
aspek penyesuaian diri, (1) Adaptation, wawancara terstruktur untuk
yaitu kemampuan beradaptasi, individu mengumpulkan data. Wawancara
yang mampu menyesuaikan diri berarti terstruktur adalah wawancara yang
memiliki hubungan yang memuaskan dilakukan dengan menggunakan pedoman
dengan lingkungannya. (2) Conformity, yang telah dibuat sebelumnya.
yaitu mampu menyeragamkan diri atau Wawancara terstruktur dipilih supaya
memenuhi kriteria sosial. (3) Mastery, proses wawancara lebih erarah dan
terfokus pada topik penelitian.
yaitu mampu membuat rencana,
mengorganisasikan suatu solusi untuk HASIL DAN PEMBAHASAN
menangani masalah secara efisien. (4) Deskripsi Hasil
Individual variation, yaitu variasi atau Hasil dari transkrip wawancara yang telah
perbedaan individu pada perilaku dan dilakukan pengolahan data, selanjutnya
respon terhadap masalah. Aspek – aspek dideskripsikan sebagai upaya untuk
yang telah disebutkan di atas, dapat menguraikan ke dalam aspek – aspek
menjadi acuan dalam proses penyesuaian yang telah ditentukan berdasar teori.
diri, terpenuhinya keempat aspek a. Adaptation (Hubungan subjek dengan
tersebut, maka dapat dikatakan bahwa orang – orang di sekitar)
semakin baik pula penyesuaian diri Terdapat beberapa hubungan subjek
seseorang. dengan lingkungan kerjanya saat awal
Berdasarkan latar belakang yang telah sampai akhir bekerja, saat awal
dipaparkan, maka penulis mencoba bekerja dengan teman – teman
menggali lebih dalam mengenai seangkatannya, subjek merasa lebih
penyesuaian diri pada perempuan yang nyaman dibandingkan dengan di akhir
memilih untuk pensiun dini, tujuannya masa kerjanya sebelum memutuskan
adalah untuk mengetahui alasan yang pensiun dini. subjek merasa tidak
mendorong perempuan memilih pensiun nyaman karena kurang dapat
dini, hubungan dengan orang – orang di berinteraksi dengan baik bersama
sekitarnya, serta rencana – rencana yang dengan rekan kerjanya saat di masa
dipersiapkan untuk dapat menyesuaikan akhir bekerja.
diri setelah memasuki masa pensiun. “lingkungan di tempat saya
METODE bekerja …. saya merasakan tidak
nyaman itu lingkungannya karena
Subjek Penelitian sembilan puluh persen itu anak
Subjek merupakan seorang ibu rumah muda, naaah saya kan sudah tidak
tangga yang berusia 52 tahun dan sebelum muda lagi, otomatis tidak bisa
memutuskan untuk pensiun dini bekerja mengikuti gaya mereka, saya
di bidang jasa keuangan. merasa seperti di suatu tempat
yang nggak ada yang kenal gitu
loh, kan nggak bisa kan bekerja

232
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

seperti itu, padahal setiap hari uang sakunya juga tete terus
bertemu tapi saya merasa asing di mereka juga masih bisa sekolah
tempat itu” (90 – 97) dan apa ya semua fasilitas yang
“temen seangkatan ya kalo saya biasa mereka terima juga tetep
ada kesulitan itu ya mesti dibantu, nggak ada perubahan gitu, jadi ya
ayo dibantu biar cepet, cepet gak, gak perlulah complain
selesai biar pulangnya bisa sama – memang gak ada perubahan gitu
sama gitu”(108 – 110) loh masih tetep sama seperti waktu
Selain dengan rekan kerja, subjek juga saya masih aktif”(174 – 179)
merasakan perbedaan hubungannya “gak complain, malah sekarang
dengan atasan saat awal dan saat masa anak – anak ini apa seneng
akhir bekerja sebelum memutuskan makannya itu lebih ini biasanya
pensiun dini. kalo saya waktu kerja kan sering
“sekarang itu pimpinan itu marah – marah ya, sering marah –
kerjanya ya bukan kerjanya ya marah mungkin kebawa stres ya
pimpinan itu hanya nekan – nekan sekarang jarang marah – marah,
ke bawahan karena dia sendiri menikmati hidup aja gitu ya”(268
juga ditekan dari atas – atasnya – 272)
lagi atasnya lagi gitu loh, karena Setelah memasuki masa pensiun dini,
dia mendapat tekanan dari kantor hubungan dengan rekan kerja dan
pusat untuk harus mencapai target atasannya masih berjalan dengan baik,
yang akhirnya dia juga nekan ke subjek masih sering berkomunikasi
bawah”(132 – 136) dengan rekan kerja dan atasannya.
“jaman dulu itu masih bisalah kita “kalo kita sih masih tetep, tetep
ngobrol – ngobrol ya curhat dari keep in touch ya jadi masih tetep
hati ke hati, pak ini ini ini masih berhubungan kan sekarang ada
iya, karena dia sendiri juga gak WA jadi kita masih WA masih
terlalu banyak tekanan dari atas suka ketemu. Suka ya suka main –
jadi ya masih bisalah ini apa ya main ...”(180 – 185)
jalan dengan bawahan, nah kalo “... selepas itu beliau berkata dulu
sekarang karena dia juga ibu itu anak buah saya kan
mendapat tekanan”(142 – 145) sekarang ibu sudah pensiun ibu
Untuk hubungan dengan keluarga, adalah temen saya, gitu, jadi kalo
tidak merasa ada yang berubah, sama temen dimanapun ibu berada
saja seperti saat subjek masih aktif ketemu saya jangan lupa sama
bekerja, bahkan merasa lebih baik saat saya gitu, jadi seperti
sudah pensiun dini, karena dapat teman...”(222-228)
memiliki waktu untuk mengurus Dengan waktu luang yang lebih
anak-anaknya. banyak setelah pensiun dini,
“gak ada gak ada perubahan hubungan dengan lingkungan sekitar,
walaupun saya sudah pensiun seperti tetangga – tetangganya
tidak ada perubahan misalnya menjadi lebih baik..

233
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

“untuk tetangga, kalo dulu ada “ketemu ibu bisa ngajak beliaunya
pertemuan sering gak ikut, disini bisa, pokoknya intinya
sekarang ada undangan – waktu untuk keluarga itu bisa
undangan mesti dateng karena lebih banyak, itu selama ini
waktunya lebih banyak, lebih selama bekerja itu kan waktu saya
inilah lebih enjoy gitu loh, habis untuk bekerja...”(308-310)
menikmati hidup”(334 – 336) c. Mastery
b. Conformity Subjek melakukan rutinitas yang tidak
Sebelum memutuskan untuk pensiun dapat dilakukan sebelumnya, seperti
dini, sempat tidak mendapat mengurus rumah, mengawasi anak –
persetujuan dari beberapa anggota anak, dan menjalankan ibadah –
keluarga, kakak subjek awalnya ibadah sunnah. Subjek juga mulai
merasa keberatan dengan keputusan menyusun rencana setelah memasuki
yang diambil, namun setelah subjek masa pensiun.
memberi penjelasan kepada “... bisa dibuat usaha sebagian bisa
kakaknya, akhirnya dapat menerima buat investasi sebagian buat
keputusan subjek. disimpan untuk sekolahnya anak –
“kalo dari keluarga terus terang anak jadi walaupun saya pensiun,
banyak yang keberatan seperti sekolahnya anak – anak tetep jalan
kakak – kakak saya itu keberatan gitu”(169 – 172)
karena dikhawatirkan nanti anak – Subjek mengaku belum menemui
anak bagaimana, sekolahnya masalah atau hambatan setelah
bagaimana, karena dipikir apa memasuki masa pensiun. Subjek
namanya kalo pensiun dini kan masih sangat menikmati masa
saya gak terima uang pensiun pensiun.
padahal saya terima”( 161 – 164) “sementara ini masih belum
“berubah kok, nah karena setelah karena saya bilang tadi, saya
tau, nah mereka oke jadi tidak ada masih menikmati selama ini kan
masalah lagi dengan keluarga dikejar kejar waktu nah sekarang
gitu”( 235 – 236) saya menikmati santai”(254 –
Subjek mengaku dengan lebih banyak 256)
waktu yang dimiliki setelah pensiun d. Individual Variation
dini, menjadi lebih sering Aspek ini menjelaskan bagaimana
menghabiskan waktu untuk beretmu cara subjek dalam menghadapi
dengan orang tua dan kakaknya yang permasalahan. Aspek ini tidak ada
berada di luar kota, menghabiskan dalam penjelasan selama wawancara,
waktu untuk menemani suami, dan karena selama masa pensiunnya
juga untuk anak – anaknya, walaupun sampai saat ini, masih belum
menyadari anak – anaknya sudah menemui masalah atau hambatan.
dewasa dan memiliki kesibukan
sendiri. Subjek juga memiliki waktu
lebih banyak untuk beribadah.

234
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Pembahasan dengan rutinitas baru. Pensiun dini dapat


Berdasarkan keseluruhan hasil dilakukan dengan berbagai alasan seperti
wawancara, dari empat aspek lingkungan kerja yang tidak nyaman,
penyesuaian diri, terdapat tiga aspek yang ingin lebih fokus mengurus rumah tangga
dimiliki subjek, yaitu adaptation, dan mempunyai waktu lebih banyak
conformity, dan mastery, sedangkan satu untuk memberikan perhatian kepada
aspek yang tidak terpenuhi yaitu anaknya.
individual variation. Subjek tetap dapat Pensiun dini yang didasari oleh keinginan
menjalin hubungan yang baik dengan pribadi dan disertai persiapan yang
rekan kerja dan atasannya walaupun matang akan menumbuhkan perasaan
sudah memasuki masa pensiun, mendapat puas dan bahagia. Seseorang yang baru
dukungan penuh dari keluarga dan lebih saja memasuki masa pensiun sangat
memiliki banyak waktu untuk menikmati masa – masa awal pensiun,
memperhatikan suami dan anak – karena merasa belum menemui masalah
anaknya. Sebelum memutuskan untuk atau hambatan serta memiliki lebih
pensiun dini, subjek telah mempersiapkan banyak waktu untuk keluarga.
rencana – rencana yang akan dilakukan Penyesuaian diri setelah memasuki masa
saat memasuki masa pensiun, sehingga pensiun dapat tercapai dengan baik
begitu memasuki masa pensiun, subjek apabila ada dukungan positif dari orang –
dapat mulai mengerjakan rencana tersebut orang dan lingkungan sekitar dalam
dan tidak perlu bingung untuk mengisi melakukan rutinitas – rutinitas baru.
rutinitas barunya. Dari beberapa Saran
penjelasan tersebut, dapat dikatakan Penelitian ini masih banyak memiliki
bahwa subjek dapat menyesuaikan diri kekurangan, sehingga diharapkan peneliti
dengan cukup baik dalam menghadapi selanjutnya dapat melakukan penelitian
masa pensiunnya, namun tetap ada yang lebih mendalam. Disamping itu
indikator yang belum terpenuhi untuk disarankan untuk melakukan penelitian
menyatakan bahwa benar – benar dapat pada subjek yang telah lebih lama
menyesuaikan diri dengan baik. Hal ini menjalani masa pensiun.
dikarenakan subjek baru saja memasuki
DAFTAR PUSTAKA
masa pensiun, yaitu sekitar kurang lebih Djarin, Zamiral, Asrinaldi, Busra. 2006.
dua bulan, sehingga subjek belum Rekomendasi Diskusi Aktual.
menemui masalah atau hambatan apapun Kebijakan Pensiun Dini Pegawai
selama memasuki masa pensiun. Negeri Sipil Pada Pemerintahan
PENUTUP Daerah Provinsi Sumatera Barat:
Penyelesaian atau Masalah?.
Simpulan
Sumbar : Bidang Pemerintahan
Menetapkan pilihan untuk pensiun dini
Balitbang Provinsi Sumbar
tidak mudah, karena ada banyak hal yang
Handono & Bashori. 2013. Hubungan
perlu dipersiapkan untuk menghadapi
Antara Penyesuaian Diri dan
masa pensiun. Salah satu yang perlu
Dukungan Sosial Terhadap Stres
dipersiapkan adalah penyesuaian diri
Lingkungan Pada Santri Baru.

235
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

Jurnsl Fakultas Psikologi Kehidupan keluarga dan


Universitas Ahmad Dahlan, 2 (1) Lingkungan Masyarakat. Jurnal
Herdiansyah, H. 2014. Metodologi Sosietas Universitas Pendidikan
Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu Indonesia, 6 (2).
Psikologi. Jakarta : Salemba Risnawati, R. & Ghifron, M. N. 2010.
Humanika Teori – Teori Psikologi. Yogyakarta
Othman, M. B. (2015), Role of Women : Ar-Ruzz Media
In Achieving Shared Prosperity : An Semiun, Y. 2006)\. Kesehatan Mental 1.
Impact Study of Islamic Yogyakarta : Kanisinus
Microfinance In Malaysia. Social Setiowati, R. (2014). Faktor – Faktor yang
and Behavioral sciences, 211, Mempengaruhi Pengambilan
1043-1048. Keputusan Pensiun Dini. e-
doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.11.1 Proceeding of Management, 1 (3).
39 Sobur, A. 2003. Psikologi Umum Dalam
Putra, I. (2006). Faktor-Faktor Pendorong Lintasan Sejarah. Bandung :
dan Penghalang Pensiun Dini Pustaka Setia
Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Wijayanto, J. 2009. PHK dan Pensiun
Sumatera Barat. Jurnal Demokrasi, Dini Siapa Takut. Depok : Penerbit
5 (1).Vol : 5. Swadaya
Ramadani, N. (2016). Implikasi Peran
Ganda Perempuan Dalam

236
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

GRATITUDE PADA PEREMPUAN SINGLE PARENT

Rosita Yulia Widyarti


Universitas Negeri Malang
Sumbersari, Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur, 65145
rositayuliawidyarti@gmail.com
Yudi Tri Harsono
Universitas Negeri Malang
Sumbersari, Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur, 65145
yudi.tri.fppsi@um.ac.id

ABSTRAK
Perempuan dengan dua peran, khususnya yang menjadi single-mother tentunya memiliki
beban dan permasalahan yang lebih jika dibandingkan dengan perempuan yang hanya
memiliki satu peran. Rasa syukur sebagai emosi positif mempengaruhi seseorang dalam
merespon situasi yang berguna sebagai bentuk coping. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara
secara terstruktur. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kebersyukuran pada
perempuan single-mother. Hasil dari penelitian yaitu frekuensi kebersyukuran yang tinggi
diwujudkan melalui ibadah shalat atas rezeki yang Tuhan berikan, intensitas kebersyukuran
seperti mampu memutuskan relasi pernikahan yang menyakitkan, dan perkumpulan
keluarga besar merupakan pengalaman yang memunculkan kebersyukuran. Rentang
kebersyukuran meliputi keluarga yang mendukung, teman yang bisa memberikan saran, dan
tetangga yang tidak mencemooh.
Kata Kunci: kebersyukuran; perempuan; single-mother.

ABSTRACT
Women with two roles, especially those who become single mother certainly have more
burdens and problems when compared to women who only have one role. Gratitude as a
positive emotion influences someone in responding to a situation that is useful as a coping.
This research uses a descriptive qualitative approach. Data collection is done by structured
interview method. The purpose of this study was to determine the gratitude of single-mother.
The results of the study are the high frequency of gratitude manifested through prayer
services on the provision of God, the intensity of gratitude such as being able to break the
painful relationship of marriage, and large family gatherings are experiences that give rise
to gratitude. Range of gratitude includes supportive families, friends who can give advice,
and neighbours who don't mock.
Keywords: women; single-mother; gratitude.

237
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

PENDAHULUAN pasangan yang ikut andil dalam mengatur


Pernikahan menurut Undang-Undang rumah tangga, dan faktor kekerasan dalam
No.1 Tahun 1974 yaitu ikatan lahir batin rumah dengan adanya tindakan kekerasan
antara laki-laki dan perempuan sebagai yang dilakukan kepada pasangannya.
suami-istri yang memiliki tujuan untuk Perceraian yang disebabkan oleh
membentuk keluarga atau rumah tangga konflik dapat timbul sebelum perceraian,
yang bahagia dan kekal berdasarkan selama proses perceraian, dan bahkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Jumlah orang ketika sesudah proses perceraian. Konflik
yang talak dan cerai beberapa tahun ini menimbulkan dampak negatif bagi
terakhir mengalami peningkatan. Data pasangan ataupun anaknya, dan bahkan
Badan Pusat Statistik menunjukkan tahun seluruh anggota keluarga. Gahler dalam
2015 sampai 2017 mengalami peningkatan Khumas, dkk (2015) menyebutkan bahwa
dari 353.843 ribu menjadi 365.654 ribu. pasangan yang bercerai mengalami
Provinsi yang paling banyak jumlah kasus kecemasan, depresi, perasaan marah,
perceraian dan mengalami peningkatan, perasaan tidak kompeten, penolakan dan
yaitu Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan kesepian. Sehingga banyak dari perempuan
DKI Jakarta. Berdasarkan data Badan Pusat saat ini menjadi single-mother dan mereka
statistik berikut data talak cerai secara memiliki latar belakang yang berbeda
nasional: penyebab perceraian. Kemudian dari
Tabel 1. perceraian itu diikuti oleh berbagai
Jumlah cerai-talak di Indonesia permasalahan baik secara kognitif, konatif,
Provinsi Talak dan Cerai maupun afektif pada single-mother.
2015 2016 2017 Penelitian Sirait & Minauli (2015)
Jawa Barat 70.293 75.001 79.047
menunjukkan bahwa permasalahan yang
Sulawesi 12.211 12.668 12.859
Selatan
dihadapi single mother pada perceraian
DKI Jakarta 10.302 11.321 12.653 akan mengurangi kebahagiaan karena
Indonesia 353.843 365.654 374.516 adanya perebutan hak asuh anak, tidak
adanya dukungan suami, perasaan gagal
Perceraian dapat terjadi karena berbagai dalam memenuhi harapan keluarga dan
faktor, misalnya sebagai solusi atas konflik masyarakat umum, dan rentan adanya
yang berkepanjangan antar pasangan. masalah dari pihak keluarga yang
Thalib & Lestari (2017) menunjukkan menimbulkan gejala depresi. Estuti (2014)
bahwa di Pekanbaru faktor penyebab menunjukkan bahwa perceraian
perceraian diantaranya faktor ekonomi memberikan dampak negatif pada anak
sebesar 38,9%, faktor perselingkuhan seperti munculnya kekacauan emosi,
sebesar 22,22%, faktor lainnya seperti perilaku yang lebih agresif, sikap yang
adanya campur tangan pihak ketiga sebesar tidak bisa lebih rasional, objektif, dan
27,7%, dan kekerasan dalam rumah tangga realistik dalam menghadapi kenyataan, dan
sebesar 11,11%. Faktor ekonomi dapat tidak adanya semangat belajar. Penelitian
terjadi karena minimnya pendapatan untuk Yeshiwork, dkk (2019) mengenai dampak
memenuhi kebutuhan keluarga, faktor perceraian di Ethiopia yang menyatakan
perselingkuhan seperti komunikasi yang bahwa perceraian membawa dampak
pasif dalam pernikahan, faktor campur ekonomi, sosial, dan psikologis seperti
tangan orang ketiga seperti orangtua dukungan sosial dari keluarga dan teman

238
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

berkurang bahkan berhenti ketika mereka banyak perasaan bersyukur setiap harinya.
bercerai. Dampak ekonomi dari perceraian Kedua, intensitas (intensity) yaitu
yaitu menurunkan standar hunian, sulitnya pengalaman atau peristiwa yang mampu
membayar biaya sekolah anak, tidak mempengaruhi perasaan syukur individu.
adanya jaminan makanan, masalah Ketiga, rentang (span) yaitu pengalaman
kesehatan, dan ketidakpastian lainnya individu yang dapat membangkitkan rasa
untuk memenuhi kebutuhan hidup. syukur atas apa yang mereka miliki.
Perceraian memiliki banyak dampak Keempat, kepadatan (density) yaitu
negatif,, namun di sisi lain banyak dari pengakuan yang tulus individu kepada
perempuan memiliki pandangan yang individu lain yang berkontribusi terhadap
positif ataupun harapan. Penelitian pribadi mereka.
Khumas, dkk (2015) menyebutkan bahwa Kebersyukuran merupakan manifestasi
perempuan memiliki keyakinan dan perilaku dari emosi positif yang bertolak
harapan untuk hidup lebih baik, bertemu belakang dengan emosi marah, cemburu,
dengan pasangan yang berbeda, dan dan bentuk emosi negatif lainnya.
menghindari perceraian pada pernikahan Kebersyukuran berperan penting dalam
selanjutnya. Sisi positif lainnya adalah pengambilan sikap oleh single-mother
berusaha untuk mandiri secara ekonomi, untuk menyeimbangkan antara status yang
lebih memiliki pengetahuan dan kesadaran dimilikinya dengan berbagai permasalahan
atas hak-haknya dalam rumah tangga yang timbul akibat perceraian.
sebagai istri, persepsi terhadap pernikahan Kebersyukuran memiliki korelasi dengan
bahwa disamping sebagai ibadah juga fenomena-fenomena klinis seperti
bentuk hubungan transaksional yang psikopatologi, karakteristik yang adaptif,
menguntungkan untuk menjadi pribadi kesehatan, relasi positif, subjektif well-
yang lebih baik, senang, dan bahagia. Hal being, dan orientasi humanistik. Penelitian
ini diperkuat dengan hasil penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana
Andaryuni (2017) bahwa pemahaman kebersyukuran single-mother terhadap
peran gender perempuan merupakan suatu perceraiannya yang mungkin tidak
perkembangan positif dengan memiliki memandang perceraian sebagai satu hal
kesadaran hukum pernikahan yaitu hak dan secara positif maupun negatif saja.
kewajiban suami/istri.
METODE
Kebersyukuran adalah perasaan Penelitian ini menggunakan metode
menyenangkan yang khas yang terwujud kualitatif-deskriptif. Herdiansyah (2015)
berupa rasa syukur atau terima kasih yang menyatakan metode kualitatif merupakan
muncul ketika menerima kebaikan, manfaat metodologi penelitian untuk memahami arti
atau bantuan dari pihak lain terutama hal- dari pengalaman individu berdasarkan
hal yang tidak layak diterima , yaitu hal-hal perilaku yang dimunculkannya serta
yang bukan disebabkan oleh upayanya aktivitas mental yang mendasarinya dengan
sendiri (Emmons & McCullough, 2004). batasan central phenomenon berupa
Kebersyukuran memiliki empat aspek dan konstruk psikologis yang dipahami
saling berkaitan yaitu frekuensi, intensitas,
berdasarkan sudut pandang subjek
rentang, dan kepadatan (Emmons & penelitian. Subjek dalam penelitian ini
McCullough, 2004). Pertama, frekuensi adalah dua perempuan dengan status single-
(frequency) yaitu individu yang merasakan

239
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

mother, memiliki peran sebagai kepala anaknya yang membuatnya subjek selalu
rumah tangga. Pengumpulan data bersyukur.
menggunakan wawancara terstruktur Kedua, intensitas kebersyukuran
dimana daftar pertanyaan telah ditetapkan terwujud dalam pengalaman
sebelumnya. Analisis data dalam penelitian menyenangkan setelah menjadi seorang
ini menggunakan data rekaman hasil single-mother yaitu ketika merasakan
wawancara yang dibuat transkip dan di ketenangan dan kesenangan. Subjek
kategorisasikan berdasarkan tema tertentu. mengalami pengalaman yang kurang
Kemudian dianalisis dengan data observasi menyenangkan ketika ia mendapatkan
dan diberi kesimpulan, hal tersebut perlakuan KDRT, sehingga muncul
digunakan untuk memperjelas hal-hal yang perasaan tenang dan senang karena telah
telah ditemukan oleh peneliti selama proses keluar dari keadaan tersebut. Namun
penelitian. pengalaman yang kurang menyenangkan
tersebut tidak membuat subjek merasa
HASIL DAN PEMBAHASAN
terpuruk, hal ini terwujud dalam sikap
Berikut ini adalah informasi mengenai
optimisme subjek dan teman-teman yang
identitas informan:
mendukung serta meberikan saran-saran
Tabel 2. kepada subjek.
Identitas informan Ketiga, rentang kebersyukuran yaitu
IDENTITAS Subjek 1 Subjek 2
pengalaman atau peristiwa yang mampu
Nama ST MR
mempengaruhi perasaan syukur.
Agama Islam Islam
Usia 45 tahun 51 tahun Pengalaman yang mempengaruhi
Pendidikan SMP SMA kebersyukuran subjek ketika melihat
Lama menjadi 1 tahun 5 tahun keluarga lain yang bahagia dan suaminya
single-mother baik dan menurut pendapat subjek
Jumlah anak 2 orang 2 orang seharusnya orang lain yang memiliki
keluarga yang utuh dan baik-baik saja harus
Subjek ST menjadi seorang single- disyukuri.
mother selama kurang lebih satu tahun Keempat, kepadatan kebersyukuran
terakhir dengan tanggungan dua anak yang bersumber dari peran orang di sekitar yaitu
masih menempuh pendidikan. Ia anak-anak yang bagi subjek merupakan
mengalami perceraian karena mendapatkan sumber kebersyukuran utamanya. Anak-
perlakuan KDRT oleh suaminya. Pertama, anak subjek berperan memberikan
frekuensi kebersyukuran ST merasakan dukungan kepada subjek untuk
banyak perasaan bersyukur setiap harinya memutuskan pernikahannya dan
yang diwujudkan dalam ibadah shalat. memahami bagaimana kondisinya baik
Selain itu subjek ST mengungkapkan secara ekonomi maupun psikologis. Selain
kebersyukurannya dengan ucapan syukur itu peran teman dan tetangga memiliki
“Alhamdulillah” atas apa yang dimilikinya kontribusi terhadap rasa syukur subjek.
sampai saat ini. Kebersyukuran dan berdoa Teman-teman subjek yang memberikan
memiliki korelasi yang positif, namun tidak support kepada subjek supaya sabar dan
bisa langsung dikaitkan dengan religiusitas tidak putus asa untuk kehidupan
seseorang (Lambert, dkk, 2009). Rezeki selanjutnya. Peran tetangga subjek yang
untuk memenuhi kebutuhan makan tidak mencemooh subjek dan memberikan

240
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

dukungan kepada subjek mampu menerima semua keadaan dengan lebih


mempengaruhi rasa syukurnya. Adanya positif.
dukungan sosial yang tinggi secara Kedua, aspek intensitas muncul berupa
langsung berhubungan dengan rendahnya pengalaman menyenangkan yang dirasakan
simton-simton depresi (Canlies, dkk, oleh subjek selama ini yaitu ketika ia dapat
2018), hal ini menunjukkan bahwa berkumpul dengan keluarganya. Namun
pentingnya dukungan sosial untuk setiap kali keluarganya pergi untuk
mengurangi depresi karena perceraian. beberapa waktu subjek merasa sedih, akan
Subjek memiliki harapan yaitu melihat tetapi subjek menyadari bahwa keluarganya
anak-anaknya sukses, dan memiliki partner akan berkumpul lagi di lain waktu. MR
yang baik. tidak mendapatkan pengalaman buruk
Subjek mampu mengambil perspektif terhadap status yang dimilikinya.
positif dari kehidupannya sebagai single- Ketiga, rentang kebersyukuran menurut
mother yaitu menganggap bahwa subjek yaitu keluarga yang masih utuh
perceriannya sebagai ujian untuk harusnya menjaga hubungan dan
meningkatkan derajatnya dan dari membicarakan dengan baik apabila ada
perceraiannya subjek dapat mengeveluasi permasalahan, ia juga menyatakan
kehidupannya saat ini untuk menjadi bekal sebaiknya mereka melakukan
kehidupan selanjutnya jika menikah lagi. perbandingan sosial ke bawah untuk dapat
Witvliet, dkk (2018) menyatakan bahwa meningkatkan rasa syukurnya. Subjek juga
kepribadian yang bersyukur merupakan menyatakan bahwa seharusnya sebagai
perdiktor terhadap harapan dan seorang manusia selama ia masih diberikan
kebahagiaan, melebihi memaafkan, kehidupan harusnya melakukan apapun
kesabaran, dan self-control lainnya. dengan sebaik-baiknya dengan beribadah
Subjek MR merupakan seorang single- maupun beramal.
mother yang suaminya meninggal dunia Keempat, kepadatan kebersyukuran
karena sakit, ia telah menjadi single-mother yaitu muncul berupa hubungan MR dengan
kurang lebih selama lima tahun, dan keluarganya sangat baik. Dukungan
memiliki dua orang anak. Pertama, diperoleh MR dari adik-adiknya, anak, dan
frekuensi kebersyukuran tidak hanya ketika keluarga yang lain supaya subjek selalu
ia shalat namun disetiap waktu ia juga bersabar. Dukungan tetangga yang
merasakan kebersyukuran karena masih diperoleh subjek yaitu tetangga yang
diizinkan oleh Allah untuk bernafas. MR membantu subjek dalam keadaan apapun.
memiliki konsep tersendiri tentang orang Dapat juga dilihat bahwa subjek
yang bersyukur, yaitu orang mampu memandang perceraian merupakan suatu
menerima semua pemberian Allah ujian yang sudah dikehendaki oleh Tuhan
meskipun senang ataupun susah harus YME sehingga subjek harus menerima
diterima dengan ikhlas. Ikhlas merupakan apapun yang sudah ditetapkan.
suatu kondisi menerima segala sesuatu dan
KESIMPULAN
hal itu ditujukan untuk mendapatkan Berdasarkan hasil penelitian dapat
keberkahan dari Tuhan Yang Maha Esa. disimpulkan bahwa kebersyukuran bagi
Lubis & Maslihah (2012) menyatakan single mother yaitu memiliki anggota
bahwa melalui ikhlas seseorang dapat keluarga dan teman yang selalu

241
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Psikologi Klinis UM 2019

memberikan dukungan, serta tetangga yang Herdiansyah, H. 2015. Metodologi


tidak mencela statusnya merupakan Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu
pengalaman menyenangkan sehingga Psikologi. Jakarta: Salemba
mampu meningkatkan rasa syukur. Humanika.
Sehingga diharapkan bagi masyarakat Khumas, A., Prawitasari, J, E., Retnowati,
dapat memberikan dukungan sosial kepada S., & Hidayat, R.. 2015. Model
single-mother. Untuk single-mother Penjelasan Intensi Cerai Perempuan
diharapkan dapat ikhlas, dan dapat lebih Muslim di Sulawesi Selatan. Jurnal
memaknai hidup untuk memiliki kehidupan Psikologi, 42 (3).
yang lebih baik kedepannya. Untuk peneliti
selanjutnya dapat mengembangkan konsep Lambert, N.M., dkk, Graham, S.M., &
dukungan sosial dan bagaimana Beach, S.R.. 2009. Can Prayer
pengaruhnya pada gratitude single-mother. Increase Gratitude?. Psychology of
Religion and Spiritually, 1 (3).
DAFTAR RUJUKAN
Lubis, S.M. & Maslihah, S. 2012. Analisis
Andaryuni, L. 2017. Pemahaman Gender Sumber-Sumber Kebermaknaan
Dan Tingginya Angka Cerai Gugat Hidup Narapidana Yang Menjalani
Di Pengadilan Agama Samarida. Hukuman Seumur Hidup. Jurnal
Fenomena, 9 (1). Psikologi Undip, 11 (1).
Canlies, E.C., Gu, J.K., Andrew, M.E., & Sirait, N. & Minauli, I. 2015. Hardiness
Violanti, J.M. 2018. The Effect Of Pada Single Mother. Jurnal Psikologi
Social Support, Gratitude, Resilience Universitas Medan Area, 1 (2).
And Satisfaction With Life On
Depressive Symptoms Among Police Thalib, A. & Lestari, M. 2017. Tingginya
Officers Following Hurricane Tingkat Gugat Cerai Di Pengadilan
Katrina. International Journal Of Agama Pekanbaru. Jurnal Hukum
Social Psychiatry, 64 (1). Islam, 17 (1).

Emmons, R. A., & McCullough, M. E. Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Pasal 1.


2004. The Psychology of Gratitude. Tentang Perkawinan
New York: Oxford University Press, Witvliet, C.V.O., Richie, F.J., Root Luna,
Inc. L.M., & Van Tongeren, D.R. 2018.
Estuti, W.T. 2014. Dampak Perceraian Gratitude Predicts Hope And
Orangtua Terhadap Tingkat Happiness: A Two-Study Assessment
Kematangan Emosi Anak Kasus Of Traits And States. The Journal Of
Pada 3 Siswa Kelas VII SMP Negeri Positive Psychology.
2 Pakuncen Banyumas Tahun Ajaran Yeshiwork, M., Koye, K., & Mesereet, A.
2012/2013. Universitas Negeri 2019. Prevalence, Causes, And
Semarang, Semarang, Indonesia. Consequence Of Divorce In Bahir
Dar City, Ethiopia. African Journal
Of Social Work, 9 (1).

242

Anda mungkin juga menyukai