Anda di halaman 1dari 49

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PEMENUHAN

KEBUTUHAN PERSONAL HYGIENE PADA NY.


XDENGAN SKIZOFRENIADI RUANG X DI RSJ X

PROPOSAL

KTI

Diajukan guna memenuhi sebagian persyaratan menyelesaikan pendidikan


Diploma III Keperawatan Fakultas Kesehatan
Universitas Harapan Bangsa

Oleh :

MELINA TRISNAWATI

NIM. 170102036

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN D3

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA

PURWOKERTO

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya yang telah

memberikan kesehatan, kekuatan dan kemudahan dalam berpikir sehingga penulis

dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan

Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Personal Hygiene pada Ny. Xdengan

Skizofrenia di RSJ X sebagai syarat untuk menyelesaikan program pendidikan

DIII Keperawatan Universitas Harapan Bangsa Purwokerto.

Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang turut membantu memberi

bimbingan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini. Oleh karena itu, penulis

mengucapkan terimakasih kepada :

1. Iis Setiawan Mangku Negara, S.Kom., M.Ti., selaku Ketua Yayasan

Dwi Puspita Universitas Harapan Bangsa.

2. dr. Pramesti Dewi, M.Kes selaku Rektor Universitas Harapan

Bangsa.

3. Murniati, M.Kep selaku Dekan Fakultas Kesehatan Universitas

Harapan Bangsa.

4. Ns. Arni Nur Rahmawati, S.Kep selaku Ketua Program Studi DIII

Keperawatan Universitas Harapan Bangsa sekaligus menjadi

pembimbing I yang dengan sabar dan bijaksana memberikan

koreksi, arahan dan masukan dalam pembuatan proposal karya

tulis ilmiah ini .


5. Suci Khasanah, S.Kep., Ns., M.Kep selaku koordinator KTI

2019/2020 Universitas Harapan Bangsa Purwokerto.

6. Ita Apriliyani., S.Kep., Ns, M.Kep selaku pembimbing II yang

dengan sabar dan bijaksana memberikan koreksi, arahan dan

masukan dalam pembuatan proposal karya tulis ilmiah ini.

7. Ns. Indri Heri Susanti, S.Kep., M.Kep selaku penguji karya

tulis ilmiah.

8. Kedua orangtua penulis yang sudah memberikan doa, dorongan moral, dan

materil.

Purwokerto, Desember

2019

Penulis
DAFTAR ISI

Table of Contents
HALAMAN JUDUL................................................................................................................1
KATA PENGANTAR.............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iv
BAB I.......................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG..................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH.............................................................................................4
C. TUJUAN......................................................................................................................5
D. MANFAAT..................................................................................................................6
BAB II.....................................................................................................................................7
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................7
A. KONSEP DASAR SKIZOFRENIA...........................................................................7
1. Skizofrenia............................................................................................................7
a. Pengertian............................................................................................................7
b. Manifestasi klinis................................................................................................8
c. Patofisiologi /Pathways....................................................................................9
d. Pemeriksaan Penunjang................................................................................10
e. Komplikasi..........................................................................................................11
f. Penatalaksanaan..............................................................................................12
B. Konsep Asuhan Keperawatan Personal Hygiene : Defisit
Perawatan Diri..............................................................................................................14
1. Definisi perawatan diri...................................................................................14
2. Etiologi.................................................................................................................14
3. Tanda dan gejala.............................................................................................16
4. Proses keperawatan pada pasien dengan Defisit Perawatan
Diri meliputi : (Iskandar, 2010)...........................................................................17
5. Diagnosa Keperawatan..................................................................................26
6. Intervensi............................................................................................................32
7. Implementasi.....................................................................................................37
8. Evaluasi...............................................................................................................37
BAB III..................................................................................................................................39
METODE STUDI KASUS...................................................................................................39
A. RANCANGAN STUDI KASUS..............................................................................39
B. SUBYEK STUDI KASUS........................................................................................39
C. FOKUS STUDI.........................................................................................................39
D. TEMPAT DAN WAKTU..........................................................................................39
E. PENGUMPULAN DATA.........................................................................................40
F. PENYAJIAN DATA..................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................42
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sehat jiwa tidak hanya terbatas dari gangguan jiwa, tetapi sesuatu

yang dibutuhkan oleh semua orang. Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi

perasaan sejahtera secara subjektif, suatu penilaian diri tentang perasaan

yang mencakup askep konsep diri, kebugaran dan kemampuan

pengendalian diri (Purwanto, 2015). Proses keperawatan jiwa pada klien

dengan masalah kesehatan jiwa merupakan tantangan yang unik karena

masalah keperawatan jiwa mungkin tidak dapat dilihat secara langsung,

seperti pada masalah kesehatan fisik yang memperlihatkan berbagai

macam gejala dan yang disebabkan oleh berbagai hal (Erlinafsiah, 2010).

Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 Tentang

Kesehatan Jiwa, kesehatan jiwa merupakan kondisi dimana seorang

individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial

sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat

mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu

memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Penyakit jiwa didefinisikan

sebagai spektrum kognitif, emosi, dan kondisi, tingkah laku yang

bersinggungan dengan sosial, dan emosi yang baik, dan hidup serta

produktivitas masyarakat (Hungerford dkk, 2012).


Menurut World Health Organisasion (2016), terdapat sekitar 35 juta

orang terkena depresi, 21 juta orang terkena skizofrenia, serta 47,5 juta

terkena demensia. Indonesia mengalami peningkatan untuk penderita

gangguan jiwa. Prevalensi gangguan jiwa berat secara nasional di

Indonesia 1,7 per mil dan 70% diantaranya adalah skizofrenia.

Peningkatan proporsi gangguan jiwa di Indonesia pada data yaitu naik

1,7% menjadi 7% (Riskesdas, 2018). Sedangkan pravelansi gangguan

mental emosional pada penduduk umur >15 tahun naik dari 6%

(Riskesdas, 2013) menjadi 9,8% (Riskesdas, 2018). Menurut Dinas

Kesehatan di Jawa Tengah (2015), menyebutkan bahwa angka kejadian di

Jawa Tengah sendiri masih berkisar diangka 317.504 jiwa.

Penyakit skizofrenia atau schizophrenia merupakan kepribadian yang

terpecah seperti pikiran, perasaan, dan perilaku. Artinya apa yang

dilakukan tidak sesuai dengan pikiran dan perasaannya. Secara spesifik

skizofrenia adalah orang yang mengalami gangguan emosi, pikiran, dan

perilaku. Skizofrenia ditunjukkan dengan gejala pasien suka berbicara

sendiri, mata melihat kekanan dan kekiri, jalan mondar mandir, sering

tersenyum sendiri, sering mendengar suara-suara dan sering mengabaikan

hygiene atau perawatan dirinya (Faisal, 2008 dalam Prabowo, 2014).

Defisit perawatan diri merupakan kurangnya perawatan diri pada

pasien dengan gangguan jiwa yang terjadi akibat adanya perubahan proses

pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri

menurun. Kurang perawatan diri terlihat dari ketidakmampuan merawat


kebersihan diri antaranya mandi, makan minum secara mandiri, berhias

secara mandiri, toileting (BAK/BAB) secara mandiri (Damaiyanti, 2012).

Defisit perawatan diri makan merupakan hambatan kemampuan untuk

melakukan atau menyelesaikan aktivitas makan mandiri. Defisit perawatan

diri berpakaian merupakan hambatan kemampuan untuk melakukan atau

menyelesaikan aktivitas berpakaian secara mandiri. Defisit perawatan diri

mandi merupakan hambatan kemampuan untuk melakukan atau

menyelesaikan aktivitas mandi secara mandiri. Defisit perawatan diri

eliminasi merupakan hambatan kemampuan untuk melakukan atau

menyelesaikan aktivitas eliminasi mandiri (NANDA, 2013-2017).

Hasil penelitian Hidayati, (2017) mengatakan bahwa usia 13 sampai

usia 30 tahun adalah usia yang banyak ditemukan pada responden baik

kelompok perlakuan perlakuan maupun kelompok kontrol, hal ini sesuai

dengan teori (DSM-IV TR dalam Madalis, 2015) bahwa pasien defisit

perawatan diri ditemukan paling banyak pada remaja akhir dan dewasa

awal yaitu pada usia 16 tahun sampai dengan 40 tahun, usia tersebut

merupakan usia perkembangan dewasa pertengahan, yaitu usia dimana

individu mendapatkan tuntutan dari lingkungan sekitar yaitu keluarga dan

masyarakat untuk mengaktualisasikan dirinya. Kegagalan dalam

memenuhi tuntutan dari lingkungan dan melaksanakan tugas

perkembangannya diartikan sebagai ketidakmampuan yang akan

mengakibatkan perhatian hanya tertuju pada diri sendiri, perhatian pada


orang lain berkurang dan penurunan motivasi untuk merawat diri sendiri

atau defisit perawatan diri.

Personal Hygiene merupakan cara perawatan diri manusia untuk

memelihara kesehatan mereka. Pemeliharaan hygiene perorangan

diperlukan untuk kenyamanan individu, keamanan, dan kesehatan. Cara

perawatan diri menjadi rumit dikarenakan kondisi fisik atau keadaan

emosional seseorang. Oleh karena itu hendaknya setiap orang selalu

berusaha supaya Personal Hygienenya dipelihara dan ditingkatkan (Potter

dan Perry, 2012).

Peran perawat dalam membantu klien dengan defisit perawatan diri

adalah dengan memberikan asuhan keperawatan defisit perawatan diri.

Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang

melibatkan hubungan kerjasama antar perawat dengan klien, keluarga atau

masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Keliat

dkk,2009). Ketidakmampuan individu yang tidak bisa melakukan

perawatan diri biasanya dialami oleh orang yang mengalami gangguan

jiwa, berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk membuat Karya

Tulis Ilmiah dengan judul Asuhan Keperawatan pasien dengan

“Gangguan PemenuhanKebutuhan Personal Hygiene” pada pasien

gangguan jiwa.
B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian pada latar belakang dan masalah yang

ditemukan, untuk mengatasi masalah kebutuhan personal hygiene defisit

perawatan diri maka penulis mengidentifikasi permasalahan yaitu

bagaimana cara melakukan asuhan keperawatan gangguan pemenuhan

kebutuhan personal hygiene : defisit perawatan diri pada Ny. X dengan

skizofrenia di RSJ X.

C. TUJUAN

1. Tujuan umum

Mendeskripsikan Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan

Kebutuhan Personal Hygiene : Defisit Perawatan Diri pada Ny. X

dengan Skizofrenia di RSJ X.

2. Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan asuhan keperawatan pada Gangguan

Pemenuhan Kebutuhan Personal Hygiene : Defisit Perawatan Diri

pada Ny. X dengan Skizofrenia di RSJ X.

b. Mendeskripsikan diagnosa keperawatan pada Gangguan

Pemenuhan Kebutuhan Personal Hygiene : Defisit Perawatan Diri

pada Ny. X dengan Skizofrenia di RSJ X.

c. Mendeskripsikan intervensi keperawatan pada Gangguan

Pemenuhan Kebutuhan Personal Hygiene : Defisit Perawatan Diri

pada Ny. X dengan Skizofrenia di RSJ X.


d. Mendeskripsikan implementasi keperawatan pada Gangguan

Pemenuhan Kebutuhan Personal Hygiene : Defisit Perawatan Diri

pada Ny. X dengan Skizofrenia di RSJ X.

e. Mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada Gangguan

Pemenuhan Kebutuhan Personal Hygiene : Defisit Perawatan Diri

pada Ny. X dengan Skizofrenia di RSJX.

D. MANFAAT

Studi kasus diharapkan dapat memberi manfaat bagi :

1. Masyarakat

Memperoleh pengetahuan dalam merawat pasien Gangguan

Pemenuhan Kebutuhan Personal Hygiene : Defisit Perawatan Diri

dengan Skizofrenia dalam pemenuhan kebutuhan aktifitas sehari-hari.

2. Bagi pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan

Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang keperawatan

dalam merawat pasien Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Personal

Hygiene : Defisit Perawatan Diri pada pasien Skizofrenia.

3. Penulis

Memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan hasil riset

keperawatan, khususnya studi kasus tentang pelaksanaan merawat

pasien Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Personal Hygiene: Defisit

Perawatan Diri pada pasien Skizofrenia.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR SKIZOFRENIA

1. Skizofrenia

a. Pengertian

Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang bersifat kronis

atau kembali ditandai dengan terdapatnya perpecahan (schism)

antara pikiran, emosi dan perilaku pasien yang terkena. Perpecahan

pada pasien digambarkan dengan adanya gejala fundamental

(primer) spesifik, yaitu gangguan pikiran yang ditandai dengan

gangguan asosiasi, khususnya kelonggaran asosiasi. Gejala

fundamental lainnya adalah gangguan afektif, autism, dan

ambivalensi. Sedangkan gejala sekundernya adalah waham dan

halusinasi (Stuart, 2013).

a. Jenis-jenis Skizofrenia

Pembagian skizofrenia yang dikutip (Maramis, 2005 dalam

Prabowo, 2014):

1) Skizofrenia simple

Jenis ini sering timbul pertama kali puberta. Gejalanya

yaitu kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan.


2) Skizofrenia hebefenik

Jenis ini sering timbul pada remaja umur 15-25 tahun.

Gejala yang mencolok adalah gangguan proses berfikir,

gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi.

3) Skizofrenia katatonik

Jenis ini sering timbul sekitar umur 15-30 tahun dan

biasanya akut serta sering didahului dengan stress

emosional.

4) Skizofrenia paranoid

Jenis ini muncul pada umur 30 tahun, awalnya akut,

mudah tersinggung, menyendiri, kurang percaya diri.

5) Skizofrenia residual

Jenis ini dengan keadaan yang muncul setelah beberapa

kali serangan skizofrenia.

b. Manifestasi klinis

Skizofrenia merupakan penyakit kronik, selama periode

residual, pasien lebih menarik diri aneh, dan gejala-gejalanya

terlihat jelas oleh orang lain. Pemikiran dan pembicaraan yang

samar-samar sehingga kadang-kadang tidak dapat dimengerti.

Mereka mungkin mempunyai keyakinan yang salah yang tidak

dapat dikoreksi. Penampilan dan kebiasaan-kebiasaan itu

mengalami kemunduran serta afeknya terlihat tumpul dan kognitif

buruk. Pasien mengalami anhedonia yaitu ketidakmampuan


merasakan rasa senang. Pasien juga mengalami deteriorasi yaitu

perburukan yang terjadi secara berangsur-angsur. Kepribadian

prepsikotik, yang ditandai dengan penarikan diri dan terlalu kaku

secara sosial sangat pemalu dan mengalami kesulitan disekolah

(Elvira,2010).

c. Patofisiologi /Pathways

Gejala mulai timbul biasanya pada masa remaja atau

dewasa sampai dengan umur pertengahan dengan melalui beberapa

fase (Iyus & Titin, 2014) yaitu :

1) Fase prodomal :

a) Berlangsung antara 6 bulan sampai 1 tahun.

b) Gangguan dapat berupa self care, gangguan dalam

akademik, gangguan dalam pekerjaan, gangguan fungsi

sosial, gangguan pikiran dan persepsi.

2) Fase aktif :

a) Berlangsung kurang lebih 1 bulan.

b) Gangguan dapat berupa gejala psikotik, halusinasi, delusi,

disorganisasi proses berpikir, gangguan bicara, gangguan

perilaku, disertai kelainan neurokimiawi.

3) Fase residual :

Pasien mengalami minimal 2 gejala yaitu gangguan afek

dan gangguan peran, serangan biasanya berulang.


d. Pemeriksaan Penunjang

Pada Skizofrenia pemeriksaan penunjang menurut Probowo

(2014) antara lain :

1) Neuropatologi

Atropi yang bilateral, simetris lebih menonjol pada lobus

temporoparietal, anterior frontal, korteks oksipital, korteks

motorik primer, sistem somatosensorik tetap utuh dan berat

otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).

2) CT scan

Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran ventrikel

keduanya merupakan gambaran marker dominan yang sangat

spesifik pada penyakit Skizofrenia. Penipisan substansia alba

serebri dan pembesaran ventrikel berkoreksi dengan beratnya

gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental.

3) MRI

Peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan

periventrikuler (capping anterior horn pada ventrikel lateral).

4) EEG

Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang

subklinis.
5) Laboratorium darah

Pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, BSE,

fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis,

skreening antibody yang dilakukan secara selektif.

e. Komplikasi

Skizofrenia bisa mengakibatkan trauma emosi, perilaku,

kesehatan dan bahkan masalah hukum dan keuangan yang

mempengaruhi setiap bidang kehidupan. Komplikasi yang

disebabkan oleh Skizofrenia, menurut Sutejo, Probo dkk (2014)

antara lain:

1) Bunuh diri (pikiran dan perilaku)

2) Perilaku merusak diri sendiri

3) Depresi

4) Penyalahgunaan alkohol, obat-obatan atau obat resep

5) Kemiskinan

6) Tunawisma

7) Dipenjara

8) Konflik keluarga

9) Ketidakmampuan untuk bekerja atau bersekolah

10) Gangguan kesehatan akibat obat antipsikotik

11) Menjadi korban atau perilaku kejahatan kekerasan

12) Jantung dan penyakit paru-paru yang berhubungan dengan

merokok
f. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien Skizofrenia dapat berupa terapi

biologis dan terapi psikososial (Durand, 2011).

1) Terapi Somatik (Medikamentosa)

Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia

disebut Antipsikotik, yang bekerja mengontrol halusinasi,

delusi dan perubahan pola fikir yang terkait pada Skizofrenia.

Obat yang digunakan adalah Chiorpromazine (Thorazine) dan

Fluphenazine Decanoate (Prolixin). Kedua obat tersebut

termasuk kelompok obat Phenothiazines, Reserpine (Serpasil),

dan Haloperidol (haldol). Obat ini disebut obat penenang

utama, obat tersebut dapat menimbulkan rasa kantuk dan

kelesuan, tetapi tidak mengakibatkan tidur yang lelap,

sekalipun dalam dosis yang sangat tinggi (orang tersebut dapat

dengan mudah terbangun). Obat ini cukup tepat bagi penderita

Skizofrenia yang tampaknya tidak dapat menyaring stimulus

yang tidak relevan.

2) Terapi psikososial

Gejala-gejala gangguan skizofrenia yang kronik

mengakibatkan situasi pengobatan di dalam maupun di luar

Rumah Sakit Jiwa (RSJ) menjadi mononton dan menjemukan.

Secara historis, sejumlah penanganan psikososial telah

diberikan pada pasien skizofrenia yang mencerminkan adanya


keyakinan bahwa gangguan ini merupakan akibat masalah

adaptasi terhadap dunia karena berbagai pengalaman yang

dialami di usia dini.

Pada terapi psikososial terdapat empat bagian yaitu terapi

perilaku, terapi berorientasi pada keluarga, terapi kelompok,

dan psikoterpi individual. Terapi perilaku menggunakan

hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial untuk

meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri

sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal. Terapi

berorientasi keluarga topik penting yang dibahas yaitu terapi

keluarga yang meliputi proses pemulihan, khususnya lama dan

kecepatannya. Terapi kelompok memusatkan pada proses

rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata.

Dalam Psikoterapi individual terdapat konsep penting bagi

pasien Skizofrenia yaitu perkembangan suatu hubungan

teraupetik yang aman (Durand, 2011).

B. Konsep Asuhan Keperawatan Personal Hygiene :

Defisit Perawatan Diri

1. Definisi perawatan diri

Defisit perawatan diri merupakan suatu kondisi pada seseorang

yang mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan perawan

diri secara mandiri (hygiene), berpakaian/berhias, makan minum,

BAK/BAB (toileting) (Fitria,2009). Personal hygiene adalah suatu


tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk

kesejahteraan fisik dan psikis (Direja, 2011).

2. Etiologi

a. Faktor predisposisi

1) Biologis yaitu disebabkan karena adanya penyakit fisik dan

mental yang disebabkan oleh pasien yang tidak mampu

melakukan perawatan diri dan adanya faktor herediter yaitu

adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.

2) Psikologis yaitu pasien gangguan jiwa mengalami defisit

perawatan diri karena kemampuan realitas yang kurang

sehingga menyebabkan pasien tidak peduli terhadap dirinya

dan lingkungan termasuk perawatan diri.

3) Sosial yaitu kurangnya dukungan sosial dan lingkungan

mengakibatkan penurunan kemampuan dalam perawatan diri.

b. Faktor presipitasi

Faktor yang menimbulkan perawatan diri yaitu penurunan

motivasi, kerusakan kognitif atau persepsi, cemas, lelah, lemah

yang dialami individu sehingga kurang melakukan perawatan diri.

Ada beberapa faktor presipitasi yaitu sebagai berikut :

1) Citra tubuh

Gambaran individu terhadap dirinya sendiri yang

sangat mempengaruhi kebersihan diri. Dapat berupa


perubahan fisik akibat operasi bedah, misalnya tidak peduli

terhadap kebersihannya.

2) Status sosial ekonomi

Sumber penghasilan atau sumber ekonomi

mempengaruhi jenis dan tingkat praktek keperawatan diri

yang dilakukan. Perawat harus menentukan apakah pasien

dapat mencukupi perlengkapan perawatan diri yang penting

seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, sampo. Lalu apakah

penggunaan perlengkapan tersebut sesuai dengan kebiasaan

sosial yang biasa dilalukan oleh pasien.

3) Pengetahuan

Pengetahuan perawatan diri itu sangat penting

karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan

kesehatan. Apabila kurangnyan pengetahuan tentang

pentingnya perawatan diri dan implikasinya bagi kesehatan

dapat mempengaruhi praktek perawatan diri.

4) Variabel kebudayaan

Kepercayaan akan nilai kebudayaan dan nilai diri

mempengaruhi perawatan diri. Orang dari latar belakang

kebudayaan yang berbeda tentu dalam praktek kesehatan

yang berbeda pula. Misalnya dalam masyarakat yaitu, ada

yang menerapkan mandi setiap hari, tetapi masyarakat


dengan lingkup budaya yang berbeda hanya mandi

seminggu sekali.

5) Kondisi fisik

Pada keadaan tertentu atau sakit kemampuan untuk

merawat diri berkuran dan memerlukan bantuan orang lain.

Biasanya, jika tidak mampu dalan kodisi fisik yang tidak

sehat pasien lebih memilih untuk tidak melakuakn

perawatan diri.

3. Tanda dan gejala

Tanda dan gejala menurut fitria (2009) yaitu sebagai berikut:

a. Mandi

Pasien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan

badan, dalam mendapatkan sumber air, perlengkapan mandi serta

masuk dan keluar kamar mandi.

b. Berpakaian/ berhias

Pasien mempunyai kelemahan dalam mengambil pakaian,

meninggalkan pakaian, serta menukar pakaian, dan tidak mampu

memakai pakaian.

c. Makan dan minum

Pasien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan

makanan, memperispkan makanan dan minuman, mengunyah

makanan, mendapatkan makanan, memanipuasi makanan dalam

mulut, mengambil makanan dari wadah ke mulut, melengkapi


makan,mengambil camgkir atau gelas, serta mencerna makanan

dengan aman.

d. BAK/BAB

Pasien mengalami keterbatasan dalam mendapatkan

jamban, duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi pakaian

untuk toileting, membersihkan diri setelah BAB/BAK dengan

tepat, dan menyiram toilet.

4. Proses keperawatan pada pasien dengan Defisit

Perawatan Diri meliputi : (Iskandar, 2010).

a. Pengkajian

Defisit perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa

terjadi adanya perubahaan proses pikir sehingga kemampuan untuk

melakukan aktifitas perawatan diri menurun. Defisit perawatan diri

tampak dari ketidakmampuan merawat kebersihan diri, makan

secara mandiri, berhias secara mandiri, dan toileting : Buang Air

Besar (BAB), Buang Air Kecil (BAK) secara mandiri. Untuk

mengetahui apakah pasien mengalami masalah perawatan diri

maka tanda dan gejala dapat diperoleh melalui observasi pada

pasien (Fitria, 2010) antara lain :

1) Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi

kotor, kulit berdaki dan bau, kuku panjang dan kotor.

2) Ketidakmampuan berhias/berdandan, ditandai dengan rambut

acak-acakan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak


sesuai, pada pasien laki-lakitidak bercukur, pada pasien

wanita tidak berdandan.

3) Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai dengan

ketidakmampuan mengambil makan sendiri, makan

berceceran, dan makan tidak pada tempatnya.

4) Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai dengan

ketidakmampuan mengambil makan sendiri, makan

berceceran, dan makan tidak pada tempatnya. Untuk

pengkajian fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ

tubuh menurut Irfan, (2018), yaitu sebagai berikut :

1. Identitas Pasien

Ditulis identitas lengkap seperti nama, usia dalam

tahun, jenis kelamin, nomor rekam medik (CM) dan

diagnosis medisnya. Hal ini dapat dilihat pada rekam

medik atau wawancara langsung dengan pasien bila

memungkinkan.

2. Alasan Masuk

Tanyakan pada pasien, keluarga, atau pihak yang

berkaitan dan tuliskan hasilnya, apa yang menyebabkan

pasien datang ke rumah sakit, apa yang sudah dilakukan

oleh pasien atau keluarga sebelumnya saat dirumah

untuk mengatasi masalah ini dan bagaimana hasilnya.


3. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi adalah faktor risiko yang

mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat

dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress

(faktor pencetus atau penyebab utama timbulnya

gangguan jiwa). Stressor adalah stimulus yang

dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman,

atau tuntunan dan memerlukan energi ekstra untuk

mengatasinya (faktor yang memperberat terjadinya

gangguan jiwa). Faktor predisposisi yang harus dikaji

meliputi terjadinya gangguan jiwa dimasa lalu,

pengobatan yang telah dilaksanakan, adanya trauma

masa lalu, faktor genetik, silsilah orang tuanya dan

pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan.

(1) Apakah pasien pernah mengalami gangguan jiwa

dimasa lalu atau sebelumnya.

(2) Bila pernah, bagaimana hasil pengobatan

sebelumnya (berhasil jika pasien dapat beradaptasi

di masyarakat tanpa gejala-gejala gangguan jiwa,

kurang berhasil jika pasien bisa berdaptasi tapi

masih ada gelaja-gejala sisa dan tidak berhasil jika

gejala pasien menetap bahkan gejala semakin perah.


(3) Apakah ada anggota keluarga lain yang mengalami

gangguan jiwa. Bila ada, bagaimana hubungan

keluarga dengan pasien, bagaimana gejala yang

terjadi dan riwayat pengobatannya.

(4) Apakah ada pengalaman masa lalu yang tidak

menyenangkan (seperti kegagalan, perpisahan,

kematian, trauma) selama tumbuh kembang yang

pernah dialami pasien sepanjang hidupnya.

4. Pemeriksaan Fisik

Pengkajian pemeriksaan fisik difokuskan pada

sistem dan fungsi organ tubuh dengan cara observasi,

auskultasi, palpasi, perkusi dan hasil pengukuran yang

dapat digambarkan sebagai berikut :

(1) Lakukan pengukuran dan tuliskan tentang tanda-

tanda vital (tekanan darah dalam mmHg, nadi

beberapa kali dalam 1 menit, suhu badan dalam°C,

berat badan dalam kg dan tinggi badan dalam cm).

(2) Apakah ada keluhan-keluhan fisik yang dirasakan

pasien, bila ada kaji lebih lanjut tentang sistem dan

fungsi organ sesuai dengan keluhan yang dirasakan

pasien.
5. Psikososial

Pengkajian pada aspek psikososial dapat dilakukan

pada genogram, konsep diri, hubungan sosial dan aspek

yang akan diuraikan secara singkat dibawah ini : Irfan,

(2018).

a. Genogram

Penelusuran genetik yang menyebabkan atau

menurunkan gangguan jiwa merupakan hal yang

sulit dilakukan hingga saat ini. Oleh karena itu

perlunya gambaran genogram keluarga dan

bagaimana maknanya terhadap terjadinya gangguan

jiwa pada pasien.

b. Konsep Diri

Konsep diri adalah semua jenis pikiran,

keyakinan dan kepercayaan yang membuat

seseorang mengetahui tentang dirinya dan

mempengaruhi hubungannya dengan orang lain.

Konsep diri ada melalui pembelajaran setelah lahir

sebagai hasil pengalaman unik dalam dirinya,

bersama orang terdekat dan didunia nyata.Konsep

diri terdiri atas citra tubuh, ideal diri, harga diri,

peran dan identitas diri.


c. Hubungan Sosial

Hubungan sosial dapat dikaji sebagai

berikut, siapa orang yang berarti dalam kehidupan

pasien (tempat mengadu, bicara, minta bantuan atau

dukungan baik secara meterial maupun non

material), peran serta masyarakat dalam kegiatan

masyarakat (kegiatan apa saja yang diikuti

dilingkungannya dan sejauh mana pasien terlibat,

hambatan apa saja dalam berhubungan dengan

kelompok masyarakat tersebut. Guna mencapai

kepuasan dalam kehidupan individu harus membina

hubungan interpersonal yang positif.

d. Spiritual

Aspek spiritual yang dapat dikaji adalah apa

agama dan keyakinan pasien, bagaimana nilai,

norma, pandangan yang dimiliki pasien, keluarga

dan masyarakat setempat tentang gangguan jiwa

sesuai dengan norma budaya dan agama yang

dianutnya. Kegiatan keagamaan, ibadah dan

keyakinan apa saja yang dikerjakan pasien dirumah

baik secara individu atau kelompok, pendapat

pasien tentang ibadah tersebut.


e. Status Mental

Pengkajian pada status mental dapat

dilakukan pada penampilan, pembicaraan, aktivitas

motorik, dan afek emosi. Pada penampilan

umumnya yang dilihat adalah bagaimana kerapihan

dalam penampilan, seperti rambut acak-acakan,

kancing baju tidak tepat, resleting tidak dikunci,

baju terbalik, baju tidak diganti beberapa hari,

penggunaan pakaian tidak sesuai. Pembicaraan pada

pasien dengan gangguan jiwa ada yang cepat, keras,

gagap, inkoherensi, apatis, lambat, membisu, tidak

mampu memulai pembicaraan, pembicaraan

berpindah-pindah, dari satu kalimat ke kalimat lain

yang tidak berkaitan dan jelaskan hal-hal yang

berkaitan.

Untuk aktivitas motoriknya perlu dicatat

dalam hal tingkat aktivitasnya (letargik, tegang

gelisah, agitasi) jenis (tik, seringai, tremor) dan

isyarat tubuhnya yang tidak wajar.Selanjutnya

adalah afek dan emosi, biasanya afeknya datar,

tumpul, labil atau tidak sesuai. Dan alam perasaan

yang terjadi pada pasien seperti sedih, ketakutan,


putus asa, khawatir atau bisa juga gembira

berlebihan.

f. Interaksi Selama Wawancara

Jelaskan keadaan yang di tampilkan pasien

saat wawancara seperti bermusuhan, tidak

kooperatif, mudah tersinggung, kontrak mata

kirang, defensife, atau curiga.

g. Persepsi – Sensorik

Persepsi adalah daya mengenal barang,

kualitas, hubungan, perbedaan sesuatu, hal tersebut

melalui proses mengamati, mengetahui dan

mengartikannya setelah panca indra mendapatkan

rangsangan. Ada dua hal dalam masalah perseptual

yaitu halusinasi dan ilusi.

h. Proses Pikir

Proses pikir merujuk pada bagian ekspresi

diri pasien. Sedangkan isi pikir mengacu pada arti

spesifik yang diekspresikan dalam komunikasi

pasien, merujuk pada apa yang dipikirkan pasien.

Pada pengkajian jelaskan terjadinya gangguan

proses pikir seperti sirkumtansial, tangensial,

blocking, kehilangan asosiasi, dan flight of idea.


i. Tingkat Kesadaran

Jelaskan apakah pasien mengalami

gangguan kesadaran secara kuantitas (kesadaran

meninggi atau menurun) atau secara kualitas

(kesadaran berubah). Kesadaran secara fisiologi

biasanya menurun dari kesadaran penuh atau

composmentis, apatis, bingung, sedasi, stupor atau

sampai koma. Bagaimana kesadaran menurut ilmu

jiwa dan bagaimana orientasi pasien terhadap

waktu, orang dan tempat atau lingkungan

sekitarnya.

j. Memori (Daya Ingat)

Bagaimana daya ingat pasien atau

kemampuan mengingat hal-hal yang telah terjadi

(jangka panjang atau pendek) dan apakah ada

gangguan pada daya ingat.Gangguan ini dapat

terjadi pada salah satu komponen daya ingat yang

pencatat, penahanan atau memanggil kembali

sesuatu yang terjadi sebelumnya.

k. Daya Titik Diri

Daya titik diri merujuk pada pemahaman

pasien tentang sifat suatu penyakit. Biasanya

mengalami gangguan pada kelainan mental organik,


psikosis dan letardasi mental. Bagaimana pasien

menilai dirinya secara keseluruhan terhadap dirinya

dan lingkungan sekitarnya. Apakah normal atau ada

gangguan seperti mengingkari penyakitnya atau

menyalahkan hal-hal diluar dirinya. Hal ini dapat

dilihat dan disesuaikan dengan konsep dirinya dan

tingkat kesadaran yang terjadi saat ini.

l. Kebutuhan Perencanaan Pulang

Khusus data-data ini harus dikaji untuk

mengetahui masalah yang mungkin akan terjadi

pada pasien, keluarganya atau masyarakat

sekitarnya pada saat pasien pulang atau setelah

pasien pulang dari rumah sakit dan pasien berada

dirumahnya, ditengah keluarga dan masyarakat.

Data ini bermanfaat agar dapat segera mungkin

dibuatkan suatu rencana keperawatan saat ini atau

pada saat pasien menjelang pulang. Data

dikumpulkan melalui wawancara, observasi,

pemerikasaan fisik, data dari keluarga atau sumber-

sumber lainnya yang mendukung. Tuliskan data

secara singkat dan jelas.


m. Masalah Psikososial dan Lingkungan

Apakah pasien mempunyai masalah yang

berkaitan dengan psikososial dan lingkungan

sekitar, bila mempunyai jelaskan secara spesifik dan

singkat, seperti masalah dengan dukungan

kelompok berhubungan dengan lingkungan,

pendidikan, pekerjaan, perumahan, ekonomi,

pelayanan kesehatan atau masalah spesifik lainnya.

Dan bagaimana pengaruhnya terhadap kehidupan

pasien.

n. Aspek Pengetahuan

Bagaimana pengetahuan pasien atau

keluarga saat ini tentang penyakitnya. Sistem

pendukung, faktor yang memperberat masalah,

mekanisme koping, penyakit fisik, obat-obatan atau

lainnya. Apakah perlu diberikan tambahan

pengetahuan yang berkaitan dengan spesifiknya

masalah tersebut (Irfan, 2018).

5. Diagnosa Keperawatan

a. Defisit Perawatan Diri : Mandi

1) Definisi :Hambatan kemampuan untuk melakukan atau

menyelesaikan aktivitas mandi secara mandiri Heather,

(2015).
2) Batasan Karakteristik :

a) Ketidakmampuan membasuh tubuh.

b) Ketidakmampuan mengakses kamar mandi.

c) Ketidakmampuan mengambil perlengkapan mandi.

d) Ketidakmampuan mengatur air mandi.

e) Ketidakmampuan mengeringkan tubuh.

f) Ketidakmampuan menjangkau sumber air.

3) Faktor yang Berhubungan :

a) Ansietas.

b) Gangguan fungsi kognitif.

c) Gangguan fungsi muskuloskeletal.

d) Gangguan neuromuskular.

e) Gangguan persepsi.

f) Kelemahan.

g) Kendala lingkungan.

h) Ketidakmampuan merasakan bagian tubuh.

i) Ketidakampuan merasakan hubungan spasial.

j) Nyeri.

k) Penurunan motivasi.

b. Defisit Perawatan Diri : Berpakaian

1) Definisi :Hambatan kemampuan untuk melakukan atau

menyelesaikan aktivitas berpakaian secara mandiri

(Herdman, T. Heather, 2015).


2) Batasan Karakteristik :

a) Hambatan memilih pakaian.

b) Hambatan mempertahankan penampilan yang

memuaskan.

c) Hambatan mengambil pakaian.

d) Hambatan mengenakan pakaian pada bagian tubuh atas.

e) Hambatan mengenakan pakaian pada bagian tubuh

bawah.

f) Hambatan menggunakan alat bantu.

g) Hambatan menggunakan resleting.

h) Ketidakmampuan melepaskan atribut pakaian

(mis,blouse, kaus kaki, sepatu).

i) Ketidakmampuan memadupadankan pakaian.

j) Ketidakmampuan mengancing pakaian

3) Faktor yang Berhubungan :

a) Ansietas.

b) Gangguan fungsi kognitif.

c) Gangguan fungsi musculoskeletal.

d) Gangguan fungsi neuromuskular.

e) Gangguan persepsi.

f) Kelemahan.

g) Keletihan.

h) Kendala lingkungan.
i) Ketidaknyamanan.

j) Nyeri.

k) Penurunan motivasi.

c. Defisit Perawatan Diri : Makan

1) Definisi :Hambatan kemampuan untuk melakukan atau

menyelesaikan aktivitas makan sendiri (Heather, 2015).

2) Batasan Karakteristik:

a) Ketidakmampuan memakan makanan dalam cara yang

dapat diterima.

b) Ketidakmampuan memakan makanan dalam jumlah

memadai.

c) Ketidakmampuan memanipulasi makanan di dalam

mulut.

d) Ketidakmampuan membuka wadah makanan.

e) Ketidakmampuan memegang alat makan.

f) Ketidakmampuan menelan makanan.

g) Ketidakmampuan menempatkan makanan ke alat makan.

h) Ketidakmampuan mengambil cangkir.

i) Ketidakmampuan mengambil makanan dan memasukkan

ke mulut.

j) Ketidakmampuan menghabisakan makanan secara

mandiri.

k) Ketidakmampuan mengunyah makanan.


l) Ketidakmampuan menyiapkan makanan untuk dimakan.

3) Faktor yang Berhubungan :

a) Ansietas.

b) Gangguan Fungsi Kognitif.

c) Gangguan Muskuloskeletal.

d) Gangguan Neuromuskular.

e) Gangguan Persepsi.

f) Kelemahan.

g) Keletihan.

h) Kendala lingkungan.

i) Ketidaknyamanan.

j) Nyeri.

k) Penurunan motivasi.

d. Defisit Perawatan Diri : Eliminasi

1) Definisi :Hambatan kemampuan untuk melakukan atau

menyelesaikan aktivitas eliminasi mandiri (Herdman T.

Heather, 2015).

2) Batasan Karakteristik :

a) Ketidakmampuan melakukan hygiene eliminasi secara

mandiri.

b) Ketidakmampuan memanipulasi pakaian untuk eliminasi.

c) Ketidakmampuan mencapai toilet.

d) Ketidakmampuan menyiram toilet.


e) Ketidakmampuan naik ke toilet.

f) Ketidakmampuan untuk duduk di toilet.

3) Faktor yang Berhubungan :

a) Ansietas.

b) Gangguan Fungsi Kognitif.

c) Gangguan Muskuloskeletal.

d) Gangguan Neuromuskular.

e) Gangguan Persepsi.

f) Hambatan kemampuan berpindah.

g) Hambatan Mobilitas.

h) Kelemahan.

i) Keletihan.

j) Kendala lingkungan.

k) Nyeri.

l) Penurunan motivasi.
e.
6. Intervensi

Diagnosa Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi Rasional


Keperawatan (TUK/TUM)
Defisit TUM : Pasien dapat Bina hubungan saling percaya Kepercayaan dari pasien
perawatan Pasien dapat menunjukan dengan prinsip komunikasi merupakan hal yang akan
diri : merawat hubungan saling terapeutik, yaitu : mepermudah perawat dalam
kebersihan kebersihan percaya dengan 1. Sapa pasien dengan ramah melakukan pendekatan
diri, diri. perawat : baik verbal maupun non keperawatan selanjutnya terhadap
berdandan, a. Pasien verbal. pasien.
makan TUK 1 menunjukan 2. Perkenalkan diri dengan
BAB/BAK. Pasien dapat wajah senang. sopan.
membina b. Pasien 3. Tanya nama lengkap pasien
hubungan bersedia dan nama kesukaan pasien.
saling berjabat 4. Jelaskan tujuan pertemuan.
percaya. tangan. 5. Tunjukan sikap empati dan
c. Pasien menerima pasien apa
bersedia adanya.
menyebutkan 6. Beri perhatian pada
namanya. pemenuhan kebutuhan dasar
d. Ada kontak pasien.
mata 7. Jujur, menepati janji dan
Pasien bersedia tepat waktu.
duduk
berdampingan
dengan
perawat.
Diagnosa Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi Rasional
Keperawatan (TUK/TUM)
TUK 2 Pasien dengan Melatih pasien cara-cara Pengetahuan tentang pentingnya
Pasien aman melakukan melakukan perawatan diri perawatan diri dapat meningkatkan

39
mampu (kemampuan dengan cara : motivasi pasien, meningkatkan
melakukan malsimum) 1. Menjelaskan pentingnya kemandirian pasien dan bimbingan
kebersihan aktivitas kebersihan diri. perawat akan mempermudah pasien
diri secara perawatan diri 2. Menjelaskan cara-cara melakukan perawatan diei secara
mandiri. secara mandiri. melakukan kebersihan diri. mandiri.
3. Menjelaskan alat-alat
kebersihan diri.
4. Melatih pasien
mempraktekan cara
menjaga kebersihan diri.
TUK 3 Pasien dengan 1. Melatih pasien Bimbingan perawat akan
Pasien aman melakukan berdandan yaitu : mempermudah pasien melakukan
mampu (kemampuan a. Berpakaian. perawatan diri secara mandiri.
melakukan maksimum) atau b. Menyisir rambut.
tindakan kemampuan c. Berhias. Penguatan (rein forcement) dapat
perawatan, perawatan diri 2. Memantau kemampuan meningkatkan motivasi pasien.
berupa berhias. Pasien pasien dalam
berhias berusaha untuk berpakaian.
secara baik. memelihara 3. Mengidentifikasi
kebersihan diri, adanya kemunduran
seperti mandi sensori, kognitif,
pakai sabun dan psikomotor yang
disiram dengan mengakibatkan pasien
air sampai bersih, kesulitan dalam
mengganti berpakaian.
pakaian bersih 4. Diskusikan dengan
dan merapikan adanya hambatan
penampialn. berpakaian.

40
Diagnosa Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi Rasional
Keperawatan (TUK/TUM)
5. Menggunakan instruksi
yang mudah dimengerti
oleh pasien.
6. Sediakan baju bersih
dan sisir.
7. Dorong pasien untuk
menggunakan baju
secara mandiri.
8. Evaluasi perasaan
pasien setelah mampu
berpakaian.
9. Berikan pujian atas
keberhasilannya
mengenakan pakaian.
TUK 4 Kebutuhan 1. Memantau kemampuan Identifikasi mengenai penyebab
Pasien personal hygine makan pasien. pasien tidak mau makan
mampu pasien terpenuhi. 2. Mnegidentifikasi menentukan intervensi perawat.
melakukan Pasien mampu faktor-farktor penyebab Pengetahuan tentang pentingnya
kegiatan melakukan pasien tidak mau perawatan diri meningkatkan
makan kegiatan makan makan. motivasi. Pasien kesulitan dalam
dengan baik. secara mandiri 3. Identifikasi hambatan mempersiapkan makanan. Dan
dan tepat dengan makan yaitu hambatan merapikan peralatan. Menambah
menggunakan fisik, emosi, intelektual, wawasan pasien tentang personal
kepuasan makan. sosial dan spiritual. hygine dan meningkatkan motivasi
4. Menjelaskan fungsi pasien.
makan pada pasien.
5. Menjelaskan cara
persiapkan makan pada
pasien.

41
Diagnosa Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi Rasional
Keperawatan (TUK/TUM)
6. Menjelaskan tentang
personal hygine pada
pola makan.
7. Menjelaskan cara
makan yang benar.
8. Menjelaskan cara
merapikan peralatan
makan.
9. Praktek makan
disesuaikan dengan
tahapan yang baik.
10. Evaluasi perasaan
pasien setelah makan.
TUK 5 Pasien dapat 1. Bantu pasien ke toilet. Mengetahui kebiasaan pasien dalam
Mampu melakukan 2. Berikan pengetahuan toileting dapat membantu perawat
melakukan perawatan diri tengan pentingnya melakukan intervensi selanjutnya.
BAB / BAK secara mandiri personal hygine Hambatan mobilitas menyebabkan
secara dalam hal BAB / kaitannya dengan pasien tidak mampu melakukan
mandiri. BAK yaitu : toileting. perawatan diri secara mandiri dan
a. Mampu 3. Menjelaskan tempat mengetahui pentingnya personal
duduk dan BAB / BAK yang hygiene bagi pasien.
turun dari sesuai.
toilet. 4. Menjelaskan cara
b. Mampu membersihakan diri
membersi setelah BAB/BAK.
hkan diri 5. Menjelaskan cara
setelah membersihkan tempat
BAB BAB / BAK.

42
secara
mandiri.
Diagnosa Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi Rasional
Keperawatan (TUK/TUM)
TUK 6 Kriteria evaluasi: 1. diskusikan dengan keluarga Memberi kesempatan kepada
Keluarga Keluarga dapat tentang fasilitas kebersihan diri keluarga untuk membantu pasien
mampu mengetahui yang dibutuhkan oleh pasien dan memberikan motivasi.
merawat defisit perawatan untuk menjaga perawatan diri
anggota diri pasien dan pasien.
keluarganya cara memberikan 2. anjurkan keluarga untuk
yang dukungan dalam terlibat dalam merawat diri
mengalami perawatan diri. pasien dan membantu
masalah mengingatkan pasien dalam
kurang merawat diri.
perawatan
diri.

43
44

7. Implementasi

Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana

tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah

direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat, apakan

rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan oleh pasien saat ini

atau tidak. Semua tindakan yang telah dilaksanakan beserta respon

pasien didokumentasikan (Prabowo, 2014).

8. Evaluasi

Menurut Direja (2011), Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk

menilai efek dari tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi dibagi

menjadi dua yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan setiap

selesai melaksanakan tindakan dan untuk evaluasi hasil atau sumatif

yang dilakukan dengan membandingkan antara respon pasien dan

tujuan khusus serta umum yang telah ditentukan. Evaluasi dapat

dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP, yaitu :

a. S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang

telah dilakukan dapat diukur dengan menanyakan kepada pasien

langsung.

b. O : Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang

telah dilakukan dapat diukur dengan mengobservasi perilaku pasien

pada saat tindkan dilakukan.


45

c. A : Analisis ulang atas data subjektif dan data objektif untuk

menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul masalah

baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada.

d. P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada

respon pasien yang terdiri dari tindakan lanjut pasien. Rencana

tindak lanjut dapat berupa :

1) Rencana diteruskan jika masalah tidak berubah.

2) Rencana dimodifikasi jika masalah tetap, semua tindakan

sudah dilakukan tetapi hasilnya belum memuaskan.

3) Rencana dibatalkan jika ditemukanmasalah baru dan bertolak

belakang dengan masalah yang ada serta diagnosa lama

dibatalkan.

4) Rencana atau diagnosa selesai jika tujuan sudah tercapai dan

yang diperlukan adalah memelihara dan mempertahankan

kondisi yang baru.

5) Pasien dan keluarga perlu dilibatkan dalam evaluasi agar dapat

melihat perubahan, berusaha mempertahankan dan

memelihara.
46

BAB III

METODE STUDI KASUS

A. RANCANGAN STUDI KASUS

Karya tulis ilmiah ini menggunakan studi kasus penelitian

desktiptif. Studi kasus ini diarahkan untuk mendeskripsikan atau

menggambarkan bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada pasien

personal hygiene dengan pemenuhan kebutuhan perawatan diri di ruang X

RSJ X.

B. SUBYEK STUDI KASUS

Subyek studi kasus ini yaitu, individu yang mengalami gangguan

jiwa dengan diagnosis medis Skizofrenia dan mengalami masalah personal

hygiene.

C. FOKUS STUDI

Fokus studi yang dimaksud disini adalah pemenuhan kebutuhan

personal hygiene pada paisen Skizofrenia di ruang X RSJ X.

D. TEMPAT DAN WAKTU

Studi kasus ini akan dilaksanakan di ruang X RSJ X dan Studi

kasus ini dilaksanakan pada tanggal 27 Januari sampai 8 Februari 2020.


47

E. PENGUMPULAN DATA

Menurut Soekidjo (2012), jenis pengumpulan data yang dilakukan

yaitu menggunkanan :

1. Wawancara

Teknik wawancara adalah teknik pengumpulan data yang

dilakukan dengan cara menanyakan langsung pada keluarga dan klien

tentang penyakit dan masalah yang dialami.

2. Observasi

Observasi adalah suatu prosedur yang terencana yang meliputi

melihat, mendengar, dan mencatat sejumlah aktivitas maupun situasi

tertentu yang ada hubungannya dengan masalah dalam penelitian ini.

Sehingga dalam melakukan observasi peneliti tidak hanya

mengunjungi, melihat saja namun disertai perhatian kusus dan

melakukan pencatatan- pencatatan.

3. Studi Dokumentasi

Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variable

yang berupa catatan, buku, transkip, dan lain sebagainya. Dalam studi

kasus ini dokumentasi yang digunakan berupa hasil dari rekam medik,

literature, pemeriksaan diagnostik, jurnal dan data yang menunjang

lainnya.

F. PENYAJIAN DATA

Data ini disajiakn menggunakan penelitian deskriptif. Data yang

disajiakan secara terstruktur.


48

DAFTAR PUSTAKA

Purwanto, T. 2015. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Hungerford, Catherine, dkk. 2012. Mental Healthh Care, 2nd Edition. New
Jersey: Wiley

WHO. (2013). Perilaku Kekerasan dan Defisit Perawatan Diri. Dipetik April 21,
2017, dari http//perilaku kekerasan.htm.

Riskesdas. (2018). Riset Kesehatan Dasar : Riskesdas 2018. Badan


Pengembangan dan Penelitian Kesehatan. Jakarta: kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.

Prabowo, E . 2014. Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta


: Nuna Medika.

Damaiyanti, D & Rusdi. 2012. Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan Keperawatan
Jiwa. Yogyakarta : Gosyan Publishing.

Madalis, S, Bidjuni, H. and Wowiling, F. (2015) „Pengaruh Pemberian


Pendidikan Kesehatan pada Pasien Gangguan Jiwa (Defisit Perawatan
Diri) terhadap Pelaksanaan ADL (Activity Daily Living) Kebersihan
Gigi dan Mulut di RSJ Prof. Dr. V. L Ratumbuysang Ruang Katrili‟,
ejournalKeperawatan, 3(2), pp. 1–8.

Perry & Potter. (2012). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep Proses
dan Praktek edisi 4. Jakarta : EGC.

Keliat, B. and Akemat (2009) Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.


Jakarta: EGC.
49

Stuart,G.W. (2013). Principles and Practice of Psychiatric Nursing. 8th edition.


Missouri:Mosby.
NANDA. 2011. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC

Fitria, N. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta : Selemba
Medika.

Direja, A.H.S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawata Jiwa. Yogyakarta : Nusa
Medika.

Herdman, T. Heather. (2015). Nanda International Inc. diagnosis keperawatan;


defisit & klasifikasi 2015-2017. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai