Anda di halaman 1dari 3

SUNAN GRESIK

(Syekh Maulana Malik Ibrahim)


Riwayat dakwah
Maulana Malik Ibrahim dianggap termasuk salah seorang yang pertama-tama menyebarkan agama
Islam di tanah Jawa, dan merupakan wali senior di antara para Walisongo. lainnya.Beberapa
versi babad menyatakan bahwa kedatangannya disertai beberapa orang. Daerah yang ditujunya
pertama kali ialah desa Sembalo, sekarang adalah daerah Leran, Kecamatan Manyar, yaitu 9
kilometer ke arah utara kota Gresik. Ia lalu mulai menyiarkan agama Islam di tanah Jawa bagian
timur, dengan mendirikan mesjid pertama di desa Pasucinan, Manyar.
Pertama-tama yang dilakukannya ialah mendekati masyarakat melalui pergaulan. Budi bahasa yang
ramah-tamah senantiasa diperlihatkannya di dalam pergaulan sehari-hari. Ia tidak menentang
secara tajam agama dan kepercayaan hidup dari penduduk asli, melainkan hanya memperlihatkan
keindahan dan kebaikan yang dibawa oleh agama Islam. Berkat keramah-tamahannya, banyak
masyarakat yang tertarik masuk ke dalam agama Islam.
Setelah berhasil memikat hati masyarakat sekitar, aktivitas selanjutnya yang dilakukan Maulana
Malik Ibrahim ialah berdagang. Ia berdagang di tempat pelabuhan terbuka, yang sekarang
dinamakan desa Roomo, Manyar.Perdagangan membuatnya dapat berinteraksi dengan masyarakat
banyak, selain itu raja dan para bangsawan dapat pula turut serta dalam kegiatan perdagangan
tersebut sebagai pelaku jual-beli, pemilik kapal atau pemodal.
Setelah cukup mapan di masyarakat, Maulana Malik Ibrahim kemudian melakukan kunjungan ke ibu
kota Majapahit di Trowulan. Raja Majapahit meskipun tidak masuk Islam tetapi menerimanya
dengan baik, bahkan memberikannya sebidang tanah di pinggiran kota Gresik. Wilayah itulah yang
sekarang dikenal dengan nama desa Gapura. Cerita rakyat tersebut diduga mengandung unsur-
unsur kebenaran; mengingat menurut Groeneveldt pada saat Maulana Malik Ibrahim hidup, di ibu
kota Majapahit telah banyak orang asing termasuk dari Asia barat.
Demikianlah, dalam rangka mempersiapkan kader untuk melanjutkan perjuangan menegakkan
ajaran-ajaran Islam, Maulana Malik Ibrahim membuka pesantren-pesantren yang merupakan tempat
mendidik pemuka agama Islam pada masa selanjutnya. Hingga saat ini makamnya masih diziarahi
orang-orang yang menghargai usahanya menyebarkan agama Islam berabad-abad yang silam.
Setiap malam Jumat Legi, masyarakat setempat ramai berkunjung untuk berziarah. Ritual ziarah
tahunan atau haul juga diadakan setiap tanggal 12 Rabi'ul Awwal, sesuai tanggal wafat pada
prasasti makamnya. Pada acara haul biasa dilakukan khataman Al-Quran, mauludan (pembacaan
riwayat Nabi Muhammad), dan dihidangkan makanan khas bubur harisah.
Setelah selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di Leran. Syeh Maulana
Malik Ibrahim wafat tahun 1419. Makamnya kini terdapat di desa Gapura, Gresik, Jawa Timur.

SUNAN BONANG

(Raden Makdum Ibrahim)

Riwayat dakwah

Raden Makdum Ibrahim lahir pada 1465 M di Surabaya dan tumbuh dalam asuhan keluarga ningrat
yang agamis. Sunan Ampel adalah pendiri sekaligus pengasuh Pesantren Ampeldenta.
Pendidikan Islam diperoleh Raden Makdum Ibrahim pertama kali dari ayahnya sendiri di pesantren
Ampeldenta. Sejak kecil, Sunan Ampel sudah mempersiapkan putranya itu sebagai penerus untuk
mensyiarkan ajaran Islam di bumi Nusantara.

Beranjak remaja, Raden Makdum Ibrahim pergi ke negeri Pasai, Aceh, untuk berguru kepada Syekh
Maulana Ishak, ayahanda Sunan Giri. Sejak kecil, sudah tampak kecerdasan dan keuletan Raden
Makdum Ibrahim dalam menuntut ilmu.
Selain dibimbing oleh Sunan Ampel dan Syekh Maulana Ishak, Raden Makdum Ibrahim juga
berguru kepada banyak ulama lainnya. Hingga akhirnya, Raden Makdum Ibrahim diakui
keilmuannya yang mumpuni dalam penguasaan fikih, ushuluddin, tasawuf, seni, sastra, arsitektur,
dan bela diri silat.
Kelak, keterampilan silat Sunan Bonang berguna ketika ia mengalahkan seorang perampok
bernama Raden Said. Raden Said pun tunduk dan bertobat, kemudian ikut menyebarkan dakwah
Islam dan menjadi anggota Wali Songo yang dikenal dengan nama Sunan Kalijaga.
Dakwah Sunan Bonang dimulai dari Kediri, Jawa Timur. Ia mendirikan langgar atau musala di tepi
Sungai Brantas, tepatnya di Desa Singkal. Diceritakan, Sunan Bonang sempat mengislamkan
Adipati Kediri, Arya Wiranatapada, dan putrinya.
Usai dari Kediri, Sunan Bonang bertolak ke Demak, Jawa Tengah. Oleh Raden Patah, pendiri
sekaligus pemimpin pertama Kesultanan Demak, Sunan Bonang diminta untuk menjadi imam Masjid
Demak.
Ada satu lagi versi berbeda terkait penamaan Sunan Bonang yang disematkan kepada Raden
Makdum Ibrahim selain dari kisah bahwa ia adalah penemu gamelan jenis bonang.
Selama menjadi imam Masjid Demak, Raden Makdum Ibrahim tinggal di Desa Bonang. Versi kedua
menyebut julukan Sunan Bonang disematkan berdasarkan lokasi tempat tinggalnya tersebut.

Sebagaimana Wali Songo lainnya, Raden Makdum Ibrahim menyebarkan Islam melalui media seni
dan budaya. Ia menggunakan alat musik gamelan untuk menarik simpati rakyat.
Konon, Raden Makdum Ibrahim sering memainkan gamelan berjenis bonang, yaitu perangkat musik
ketuk berbentuk bundar dengan lingkaran menonjol di tengahnya.
Jika tonjolan tersebut diketuk atau dipukul dengan kayu, maka akan muncul bunyi merdu. Raden
Makdum Ibrahim alias Sunan Bonang membunyikan alat musik ini yang membuat penduduk
setempat penasaran dan tertarik.
Warga berbondong-bondong ingin mendengarkan alunan tembang dari gamelan yang dimainkan
Sunan Bonang. Ia menggubah sejumlah tembang tengahan macapat, seperti Kidung Bonang, dan
sebagainya. Hingga akhirnya, banyak orang yang bersedia memeluk agama Islam tanpa paksaan.

Sunan Bonang juga mahir memainkan wayang serta menguasai seni dan sastra Jawa. Dalam
pertunjukan wayang, Sunan Bonang menambahkan ricikan, yaitu kuda, gajah, harimau, garuda,
kereta perang, dan rampogani untuk memperkaya pertunjukannya.

Dalam buku sejarah kebudayaan islam (2013), Hery Nugroho menuliskan bahwa dakwah Sunan
Bonang yang lain adalah melalui penulisan karya sastra yang bertajuk Suluk Wujil.
Saat ini, naskah asli Suluk Wujil disimpan di perpustakaan Universitas Leiden, Belanda. Suluk
Wujil diakui sebagai salah satu karya sastra terbesar di Nusantara karena isinya yang indah serta
kandungannya yang kaya dalam menafsirkan kehidupan beragama.
Sunan Bonang sangat fokus dalam menjalani perannya sebagai ulama dan seniman sehingga ia
tidak sempat menikah hingga wafatnya pada 1525 M.
Makam Sunan Bonang terletak di kompleks pemakaman Desa Kutorejo, Tuban, Jawa Timur, atau
berada di barat alun-alun dekat Masjid Agung Tuban.

Nama : Ridho Maulana


Kelas : IX E
Mapel : PAI (sejarah dakwah sunan bonang)

Anda mungkin juga menyukai