Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

PENGERTIAN DAN TUJUAN HUKUM SECARA FILOSOFIS

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 4

1. Ronal Raja Liot Gultom 9. Jul Bahri


NPM. 19.021.121.014 NPM. 19.021.121.037
2. Abdi Tansar 10. Paskalis Marojahan Sinurat
NPM. 19.021.121.013 NPM. 19.021.121.012
3. Ahmad Mula Purba 11. Bobby Christian Halim
NPM. 19.021.121.036 NPM. 19.021.121.056
4. Ardianto Panahatan Butarbutar 12. Sylvia Fransisca Hutabarat
NPM. 19.021.121.002 NPM. 19.021.121.059
5. Mangatur Erginda Siallagan 13. Yessika Agnestia Sitepu
NPM. 19.021.121.041 NPM. 19.021.121.060
6. Hasiholan Rodearman Saragih 14. Hendra Pramana Sakti
NPM. 19.021.121.018 NPM. 19.021.121.061
7. Amri Powaster Samosir 15. Eva Suhendra Damanik
NPM. 19.021.121.003 NPM. 19.021.121.031
8. Tri Pranata Purba 16. Sumitro Andy S. Lumbantoruan
NPM. 19.021.121.033 NPM. 19.021.121.055

UNIVERSITAS DARMA AGUNG


MAGISTER HUKUM
MEDAN
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Kuasa yang telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesehatan, kesempatan serta pengetahuan sehingga
makalah tentang “Pengertian dan Tujuan Hukum secara Filosofis” ini bisa selesai sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan. Kami berharap agar makalah ini bisa bermanfaat untuk
menambah pengetahuan rekan-rekan yang merupakan salah satu bagian dari pelajaran
Filsafat Ilmu.

Mudah-mudahan makalah sederhana yang telah berhasil kami susun ini bisa dengan
mudah dipahami oleh siapapun yang membacanya. Sebelumnya kami meminta maaf
bilamana terdapat kesalahan kata atau kalimat yang kurang berkenan. Serta tak lupa kami
juga berharap adanya masukan serta kritikan yang membangun dari Anda demi terciptanya
makalah yang lebih baik lagi.

Penyusun,

Kelompok Empat

2
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam pergaulan masyarakat terdapat aneka ragam hubungan antara anggota
masyarakat, yakni hubungan hubungan yang ditimbulkan oleh kepentingan-kepentingan
anggota masyarakat itu. Dengan banyak dan aneka ragamnya hubungan itu, para anggota
masyarakat memerlukan aturan-aturan yang dapat menjamin keseimbangan agar tidak
terjadi kekacauan. Salah satu sistem yang dipergunakan dalam menegakkan norma atau
kaedah yang merupakan kesepakatan bersama, agar dapat menjadi pedoman hidup adalah
adanya suatu lembaga peradilan. Pada awal perkembangannya digunakan hanya sekedar
untuk menegakkan kepastian hukum. Hal ini dianggap penting bukan hanya untuk
mewujudkan satu kehidupan masyarakat yang teratur, tetapi lebih merupakan suatu syarat
mutlak bagi terbentuknya suatu organisasi kehidupan yang dapat menjamin adanya suasana
kehidupan yang aman dan tenteram.
Perkembangan kehidupan masyarakat ke arah suatu bentuk kehidupan yang lebih
maju, menghendaki bukan hanya sekedar penegakan kepastian hukum belaka, tetapi
masyarakat yang telah secara sadar memahami bahwa dalam pola hidup bermasyarakat,
penegakan hukum bukan hanya sekedar kepastian hukum yang dapat membawa
ketenteraman dan kedamaian, tetapi penegakan hukum itu memerlukan pula upaya
penegakan keadilan dan kegunaan (Satjipto Rahardjo, 1996;19) atau kemanfaatan (Sudikno
Mertokusumo, 1993; 1), sebab menumbuhkan keadilan hukum di kalangan masyarakat itu
akan berarti tidak terjadinya kesewenang-wenangan antara individu yang satu dengan yang
lain.
Demikian pula dengan menegakkan kegunaan / kemanfaatan hukum akan membawa
kepada suatu suasana aman, tertib dalam kehidupan suatu masyarakat. Kehidupan
masyarakat tersebut yang kemudian berkembang menjadi suatu negara, tentunya lebih
memerlukan suatu perangkat peraturan formal yang akan menjadi alat pengatur kehidupan
warga negara, yang dalam hal ini dalam rangka penegakan norma-norma kehidupan,
memerlukan perangkat khusus guna penegakan hukumnya, yang dimulai dengan penyediaan
aturan yang akan dipedomani, kemudian ditetapkan penegak hukumnya, dilengkapi dengan
sarana atau fasilitas penegakan hukum, yang dengan ketiga unsur ini, diharapkan apa yang
menjadi kebutuhan dasar warga negara dalam bidang penegakan hukum akan dapat
terwujud.

3
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hukum secara filosofis ?
2. Apa tujuan hukum secara filosofis ?

C. Tujuan Penulisan
1. Memahami pengertian hukum secara filosofis
2. Memahami tujuan hukum secara filosofis

D. Manfaat Penulisan
1. Agar memahami .pengertian hukum secara filosofis
2. Agar memahami tujuan hukum secara filosofis
3. Lebih memperkaya diri tentang pengetahuan hukum

4
PEMBAHASAN

A. MANUSIA, MASYARAKAT DAN KAIDAH HUKUM

Manusia adalah makhluk monodualistik, artinya adalah manusia selain sebagai


makhluk individu (perseorangan) mempunyai kehidupan jiwa yang menyendiri namun
manusia juga sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Manusia lahir,
hidup dan berkembang dan meninggal dunia di dalam masyarakat. Menurut Aristoteles
(Yunani, 384-322 SM), bahwa manusia itu adalah ZOON POLITICON artinya bahwa manusia
itu sebagai makhluk pada dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama
manusia lainnya, jadi makhluk yg suka bermasyarakat. Dan oleh karena sifatnya suka bergaul
satu sama lain, maka manusia disebut makhluk sosial.
Terjadilah hubungan satu sama lain yang didasari adanya kepentingan, dimana
kepentingan tersebut satu sama lain saling berhadapan atau berlawanan dan ini tidak
menutup kemungkinan timbul kericuhan. Kepentingan adalah suatu tuntutan perorangan
atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi. Disinilah peran hukum mengatur
kepentingan-kepentingan tersebut agar kepentingan masing-masing terlindungi, sehingga
masing-masing mengetahui hak dan kewajiban. Pada akhirnya dengan adanya hukum
masyarakat akan hidup aman, tentram, damai, adil dan makmur.
Kesimpulannya adalah dimana ada masyarakat disitu ada hukum (ubi societes ibi ius).
Hukum ada sejak masyarakat ada. Dapat dipahami disini bahwa hukum itu sesungguhnya
adalah produk otentik dari masyarakat itu sendiri yang merupakan kristalisasi dari naluri,
perasaan, kesadaran, sikap, perilaku, kebiasaan, adat, nilai, atau budaya yang hidup di
masyarakat.
Bagaimana corak dan warna hukum yang dikehendaki untuk mengatur seluk beluk
kehidupan masyarakat yang bersangkutanlah yang menentukan sendiri.
Suatu masyarakat yang menetapkan tata hukumnya bagi masyarakat itu sendiri dalam
berlakunya tata hukum itu artinya artinya tunduk pada tata hukum hukum itu disebut
masyarakat hukum.
Menurut Utrecht, sebab mengapa masyarakat mentaati hukum karena bermacam-
macam yaitu :
• Karena orang merasakan mereka benar-benar memiliki kepentingan bersama dalam
peraturan tersebut.
• Karena ia harus menerimanya supaya ada rasa ketentraman. Ia menganggap peraturan
hukum secara rasional (rationeele aanvaarding). Penerimaan rasional ini sebagai akibat
adanya sanksi hukum. Agar tidak mendapatkan kesukaran-kesukaran, orang memilih untuk
taat saja pada peraturan hukum karena melanggar hukum mendapat sanksi hukum.

5
Masyarakat dan Lembaga Kemasyarakatan (Kaidah Sosial)
1. Definisi masyarakat
• Menurut Ralph Linton, masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang hidup dan
bekerja bersama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap
diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas.
• Menurut Selo Soemarjan, masyarakat adalah orang yang hidup bersama, yang
menghasilkan kebudayaan.
• Menurut CST. Kansil, SH, masyarakat adalah persatuan manusia yang timbul dari kodrat
yang sama. Jadi masyarakat itu terbentuk apabila ada dua orang atau lebih hidup bersama
sehingga dalam pergaulan hidup timbul berbagai hubungan yang mengakibatkan seorang dan
orang lain saling kenal mengenal dan pengaruh mempengaruhi.

Unsur masyarakat :

• Manusia yang hidup bersama


• Berkumpul dan bekerja untuk waktu yang lama
• Merupakan kesatuan
• Merupakan suatu sistem hidup bersama

Dalam masyarakat terdapat berbagai golongan dan aliran. Namun walaupun golongan
itu beraneka ragam dan masing-masing mempunyai kepentingan sendiri-sendiri akan tetapi
kepentingan bersama mengharuskan adanya ketertiban dalam kehidupan masyarakat itu.
Adapun yang memimpin kehidupan bersama, yang mengatur tingkah laku manusia dalam
masyarakat ialah peraturan hidup.
Agar supaya dapat memenuhi kebutuan-kebutuhannya dengan aman dan tentram
dan damai tanpa gangguan, maka tiap manusia perlu adanya suatu tata (orde – ordnung).
Tata itu berwjud aturan yang menjadi pedoman bagi segala tingkah laku manusia dalam
pergaulan hidup, sehingga kepentingan masing-masing dapat terpelihara dan terjamin. Setiap
anggota masyarakat mengetahui hak dan kewajiban. Tata tersebut sering disebut kaidah atau
norma.
2. Kaidah/norma Sosial :
Adalah patokan-patokan atau pedoman-pedoman perihal tingkah laku dan perikelakuan yang
diharapkan.Kaidah berasal dari bahasa Arab atau Norma berasal dari bahasa Latin.
Kaidah/Norma berisi :

• Perintah, yang merupakan keharusan bagi seseorang untuk berbuat sesuatu oleh
karena akibat-akibatnya dipandang baik.
• Larangan, yang merupakan keharusan bagi seseorang untuk tidak berbuat sesuatu
oleh karena akibat-akibatnya dipandang tidak baik.

6
Guna kaidah/norma tersebut adalah untuk memberi petunjuk kepada manusia bagaimana
seorang harus bertindak dalam masyarakat serta perbuatan-perbuatan mana yang harus
dijalankan dan perbuatan-perbuatan mana pula yang harus dihindari.
Kaidah sosial dibedakan menjadi :
1. Kaidah yang mengatur kehidupan pribadi manusia yang dibagi lebih lanjut menjadi :
a. Kaidah kepercayaan/agama, yang bertujuan untuk mencapai suatu kehidupan yang
beriman (Purnadi Purbacaraka 1974 : 4). Kaidah ini ditujukan terhadap kewajiban manusia
kepada Tuhan. Sumbernya adalah ajaran-ajaran kepercayaan/agama yang oleh pengikut-
pengikutnya dianggap sebagai perintah Tuhan, misalnya :

• Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang
keji dan suatu jalan yang buruk (Al Isra’ : 32).

b. Kaidah kesusilaan, yang bertujuan agar manusia hidup berakhlak atau mempunyai hati
nurani. Kaidah ini merupakan peraturan hidup yang dianggap sebagai suara hati nurani
manusia (insan kamil). Sumber kaidah ini adalah dari manusia sendiri, jadi bersifat otonom
dan tidak ditujukan kepada sikap lahir tetapi ditujukan kepada sikap batin manusia juga,
misalnya :

• Hendaklah engkau berbuat baik terhadap sesama manusia.

2. Kaidah yang mengatur kehidupan antara manusia atau pribadi yang dibagi lebih lanjut
menjadi :
a. Kaidah kesopanan, bertujuan agar pergaulan hidup berlangsung dengan menyenangkan.
Kaidah ini merupakan peraturan hidup yang timbul dari pergaulan segolongan manusia,
misalnya :

• Orang muda harus menghormati orang yang lebih tua.

b. Kaidah hukum, bertujuan untuk mencapai kedamaian dalam pergaulan hidup antar
manusia. Kaidah ini adalah peraturan-peraturan yang timbul dari norma hukum, dibuat oleh
penguasa negara. Isinya mengikat setiap orang dan pelaksanaannya dapat dipertahankan
dengan segala paksaan oleh alat-alat negara misalnya “Dilarang mengambil milik orang lain
tanpa seizin yang punya”.

Perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya :


1. Perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah agama dan kesusilaan dapat ditinjau dari
berbagai segi sbb :

7
• Ditinjau dari tujuannya, kaidah hukum bertujuan untuk menciptakan tata tertib masyarakat
dan melindungi manusia beserta kepentingannya. Sedangkan kaidah agama dan kesusilaan
bertujuan untuk memperbaiki pribadi agar menjadi manusia ideal.
• Ditinjau dari sasarannya : kaidah hukum mengatur tingkah laku manusia dan diberi sanksi
bagi setiap pelanggarnya, sedangkan kaidah agama dan kaidah kesusilaan mengatur sikap
batin manusia sebagai pribadi. Kaidah hukum menghendaki tingkah laku manusia sesuai
dengan aturan sedangkan kaidah agama dan kaidah kesusilaan menghendaki sikap batin setia
pribadi itu baik.
• Ditinjau dari sumber sanksinya, kaidah hukum dan kaidah agama sumber sanksinya berasal
dari luar dan dipaksakan oleh kekuasaan dari luar diri manusia (heteronom), sedangkan
kaidah kesusilaan sanksinya berasal dan dipaksakan oleh suara hati masing2 pelanggarnya
(otonom).
• Ditinjau dari kekuatan mengikatnya, pelaksanaan kaidah hukum dipaksakan secara nyata
oleh kekuasaan dari luar, sedangkan pelaksanaan kaidah agama dan kesusilaan pada asasnya
tergantng pada yang bersangkutan.
• Ditinjau dari isinya kaidah hukum memberikan hak dan kewajiban (atribut dan normatif)
sedang kaidah agama dan kaidah kesusilaan hanya memberikan kewajiban saja (normatif).

2. Perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah kesopanan

• Kaidah hukum memberi hak dan kewajiban, kaidah kesopanan hanya memberikan
kewajiban saja.
• Sanksi kaidah hukum dipaksakan dari masyarakat secara resmi (negara), sanksi kaidah
kesopanan dipaksakan oleh masyarakat secara tidak resmi.

Ciri-ciri kaidah hukum yang membedakan dengan kaidah lainnya :

• Hukum bertujuan untuk menciptakan keseimbangan antara kepentingan


• Hukum mengatur perbuatan manusia yang bersifat lahiriah
• Hukum dijalankan oleh badan-badan yang diakui oleh masyarakat
• Hukum mempunyai berbagai jenis sanksi yang tegas dan bertingkat
• Hukum bertujuan untuk mencapai kedamaian (ketertiban dan ketentraman)

Mengapa kaidah hukum masih diperlukan, sementara dalam kehidupan masyarakat sudah
ada kaidah yang mengatur tingkah laku manusia dalam pergaulan hidupnya ?
Hal ini karena :

• Masih banyak kepentingan-kepentingan lain dari manusia dalam pergaulan hidup


yang memerlukan perlindungan karena belum mendapat perlindungan yang

8
sepenuhnya dari kaidah agama, kesusilaan dan kaidah sopan santun, kebiasaan
maupun adat.
• Kepentingan-kepentingan manusia yang telah mendapat perlindungan dari kaidah-
kaidah tersebut diatas, dirasa belum cukup terlindungi karena apabila terjadi
pelanggaran terhadap kaidah tersebut akibat atau ancamannya dipandang belum
cukup kuat.

B. PENGERTIAN HUKUM

Aneka Arti Hukum


1. Hukum dalam arti ketentuan penguasa
Disini hukum adalah perangkat-peraturan peraturan tertulis yang dibuat oleh pemerintah
melalui badan-badan yang berwenang.

2. Hukum dalam arti para petugas


Disini hukum adalah dibayangkan dalam wujud petugas yang berseragam dan bisa bertindak
terhadap orang-orang yang melakukan tindakan-tindakan yang membahayakan warga
masyarakat, seperti petugas Polisi patroli, Jaksa dan hakim dengan toganya. Disini hukum
dilihat dalam arti wujud fisik yg ditampilkan dalam gambaran orang-orang yang bertugas
menegakkan hukum.

3. Hukum dalam arti sikap tindak


Yaitu hukum sebagai perilaku yang ajeg atau sikap tindak yang teratur. Hukum ini tidak
nampak seperti dalam arti petugas yang patroli, yang memeriksa orang yang mencuri atau
hakim yang mengadili, melainkan menghidup bersama dengan perilaku individu terhadap
yang lain secara terbiasa dan senantiasa terasa wajar serta rasional. Dalam hal ini sering
disebut hukum sebagai suatu kebiasaan (hukum kebiasaan).

4. Hukum dalam arti sistem kaidah adalah :


a. Suatu tata kaidah hukum yang merupakan sistem kaidah-kaidah secara hirarkis
b. Susunan kaidah-kaidah hukum yang sangat disederhanakan dari tingkat bawah ke atas
meliputi :

• Kaidah-kaidah individual dari badan-badan pelaksana hukum terutama pengadilan


• Kaidah-kaidah umum didalam UU hukum atau hukum kebiasaan
• Kaidah-kaidah konstitusi

c. Sahnya kaidah-kaidah hukum dari golongan tingkat yang lebih rendah tergantung atau
ditentukan oleh kaidah-kaidah yang termasuk golongan tingkat yang lebih tinggi.

9
5. Hukum dalam arti jalinan nilai
Hukum dalam artian ini bertujuan mewujudkan keserasian dan kesinambungan antar faktor
nilai obyektif dan subyektif dari hukum demi terwujudnya nilai-nilai keadilan dalam hubungan
antara individu di tengah pergaulan hidupnya. Nilai objektif tersebut misalnya ttg baik buruk,
patut dan tidak patut (umum), sedangkan nilai subjektif memberikan keputusan bagi keadilan
sesuai keadaan pada suatu tempat , waktu dan budaya masyarakat (khusus). Inilah yg perlu
diserasikan antara kepentingan publik, kepentingan privat dan dengan kepentingan individu.

6. Hukum dalam arti tata hukum


Hukum disini adalah tata hukum atau kerapkali disebut sebagai hukum positif yaitu hukum
yang berlaku disuatu tempat, pada saat tertentu (sekarang misalnya di Indonesia). Hukum
positif tersebut misalnya hukum publik (HTN, HAN, Pidana, internasional publik), hukum
privat (perdata, dagang, dll)

7. Hukum dalam ilmu hukum


Disini hukum berarti ilmu tentang kaidah atau normwissenschaft atau sallenwissenschaft
yaitu ilmu yang menelaah hukum sebagai kaidah atau sistem kaidah-kaidah, dengan dogmatik
hukum dan sistematik hukum. Dalam arti ini hukum dilihatnya sebagai ilmu pengetahuan atau
science yang merupakan karya manusia yang berusaha mencari kebenaran tentang sesuatu
yang memiliki ciri-ciri, sistimatis, logis, empiris, metodis, umum dan akumulatif.
• Normwissenschaft adalah ilmu pengetahuan tentang kaidah/norma
• Sollenwissenschaft adalah ilmu pengetahuan tentang seharusnya.

8. Hukum dalam arti disiplin hukum atau gejala sosial


Dalam hal ini hukum sebagai gejala dan kenyataan yang ada ditengah masyarakat. Secara
umum disiplin hukum menyangkut ilmu hukum ((ilmu pengertian, ilmu kaidah dan ilmu
kenyataan), politik hukum dan filsafat.
Ilmu hukum adalah ilmu pengetahuan yang berusaha menelaah hukum. Ilmu hukum
mencakup dan membicarakan segala hal yang berhubungan dengan hukum. Ilmu hukum
objeknya hukum itu sendiri.

Politik hukum adalah mencakup kegiatan-kegiatan mencari dan memilih nilai-nilai dan
menerapkan nilai-nilai tersebut bagi hukum dalam mencapai tujuannya.
Filsafat hukum adalah perenungan dan perumusan nilai-nilai, juga mencakup penyesuaian
nilai-nilai, misalnya penyerasian antara ketertiban dengan ketentraman, antara kebendaan
dengan keakhlakan dan antara kelanggengan dan pembaharuan.

Nilai-nilai dasar hukum (Radbruch) adalah : 1. Keadilan, 2. Kemamfaatan/kegunaan, dan 3.


Kepastian hukum

10
Berbagai Definisi Hukum
Arnold (Achmad Ali, 1996 : 27) salah seorang sosiolog, mengakui bahwa dalam
kenyataan hukum memang tidak akan pernah dapat didefinisikan secara lengkap, jelas dan
tegas. Sehingga sampai sekarang ini tidaka ada kesepakatan bersama tentang definisi hukum.
Namun Arnold juga menyadari bahwa bagaimanapun para juris tetap akan terus berjuang
mencari bagaimana hukum didefinisikan sebab definisi hukum merupakan bagian yang
substansial dalam meberi arti keberadaan hukum sebagai ilmu. Hukum juga merupakan
sesuatu yang rasional dan dimungkinkan untuk dibuatkan definisi sebagai penghormatan para
juris terhadap eksistensi hukum.
Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto menyebutkan sembilan arti hukum, yaitu:
1. Ilmu pengetahuan, yaitu pengetahuan yang tersusun secara sistematis atas dasar
kekuatan pemikiran
2. Disiplin, yaitu suatu sistem ajaran tentang kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi.
3. Norma, yaitu pedoman atau patokan sikap tindak atau perilaku yang pantas diharapkan.
4. Tata Hukum, yaitu struktur dan proses perangkat norma-norma hukum yang berlaku pada
suatu waktu dan tempat tertentu serta berbentuk tertulis.
5. Petugas, yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang berhubungan erat
dengan penegakan hukum (law enforcement officer).
6. Keputusan Penguasa, yakni hasil proses diskresi.
7. Proses Pemerintahan, yaitu proses hubungan timbal balik antara unsur-unsur pokok dari
sistem kenegaraan.
8. Sikap tindak ajeg atau perilaku yang teratur, yakni perilaku yang diulang-ulang dengan cara
yang sama, yang bertujuan mencapai kedamaian.
9. Jalinan nilai-nilai, yaitu jalinan dari konsepsi-konsepsi abstrak tentang apa yang dianggap
baik dan buruk.

Berikut beberapa definisi hukum yang dikemukakan para ahli hukum (juris) berdasarkan aliran
atau paham yang dianutnya :
1. Van Apeldoorn, hukum itu banyak seginya dan demikian luasnya sehingga tidak mungkin
menyatakanya dalam (satu) rumusan yang memuaskan.
2. I Kisch, oleh karena hukum itu tidak dapat ditangkap oleh panca indera maka sukarlah
untuk membuat definisi tentang hukum yang memuaskan.
3. Lemaire, hukum yang banyak seginya dan meliputi segala macam hal itu menyebabkan tak
mungkin orang membuat suatu definisi apapun hukum itu sebenarnya.
4. Grotius, hukum adalah aturan-aturan tingkah laku yang dibuat menjadi kewajiban melalui
sanksi-sanksi yang djatuhkan terhadap setiap pelanggaran dan kejahatan melalui suatu
otoritas pengendalian.

11
5. Aristoteles, hukum adalah sesuatu yang berbeda daripada sekadar mengatur dan
mengekpresikan bentuk dari kontitusi dan hukum berfungsi untuk mengatur tingkah laku
hakim dan putusannya di pengadilan untk menjatuhkan hukuman terhadap pelangggar.
6. Schapera, hukum adalah setiap aturan tingkah laku yang mungkin diselenggarakan oleh
pengadilan.
7. Paul Bohannan, hukum adalah merupakan himpunan kewajiban yang telah dilembagakan
kembali dalam pranata hukum.
8. Pospisil, hukum adalah aturan-aturan tingkah laku yang dibuat menjadi kewajiban melalui
sanksi-sanksi yang dijatuhkan terhadap setiap pelanggaran dan kejahatan melalui
suatuotoritas pengendalian.
9. Karl von savigny, hukum adalah aturan yang tebentuk melalui kebiasaan dan perasaan
kerakyatan, yaitu melalui pengoperasian kekuasaan secara diam-diam. Hukum berakar pada
sejarah manusia, dimana akarnya dihidupkan oleh kesadaran, keyakinan dan kebiasaan warga
masyarakat.
10. Marxist, hukum adalah suatu pencerminan dari hubungan umum ekonomis dalam
masyarakat pada suatu tahap perkembangan tertentu.
11. John Austin, melihat hukum sebagai perangkat perintah, baik langsung maupun tidak
langsung dari pihak yang berkuasa kepada warga rakyatnya yang merupakan masyarakat
politik yang independen, dimana otoritasnya (pihak yang berkuasa) meruipakan otoritas
tertinggi.

• Kelemahan pandangan John Austin sebagai berikut :

1. Hukum dilihat semata-mata sebagai kaidah bersanksi yang dibuat dan diberlakukan oleh
negara, padahal di dalam kenyataannya kaidah tersebut belum tentu berlaku.
2. Undang-undang yang dibuat oleh negara, hanya salah satu sumber-sumber hukum
3. Hanya warga masyarakat yang dilihat sebagai subjek hukum, padahal dalam kenyataannya
dikenal pula adanya hukum tata negara, hukum administrasi negara, dsb.

12. Hans Kelsen, hukum adalah suatu perintah terhadap tingkah laku manusia. Hukum adalah
kaidah primer yang menetapkan sanksi-sanksi. 13 Paul
13. Scholten, hukum adalah suatu petunjuk tentang apa yang layak dilakukan dan apa yang
tidak layak untuk dilakukan yang bersifat perintah.
14. Van Kan, hukum adalah keseluruhan aturan hidup yang bersifat memaksa untuk
melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat.
15. Eugen Ehrlich (Jerman), sesuatu yang berkaitan denagan fungsi kemasyarakatan dan
memandang sumber hukum hanya dari legal history and jurisprudence dan living law (hukum
yang hidup didalam masyarakat).
16. Bellefroid, hukum adalah kaidah hukum yang berlaku dimasyarakat yang mengatur tata
tertib masyarakat dan didasarkan atas kekuasaan yang ada di dalam masyarakat.

12
17. Holmes (Hakim Amerika Serikat), hukum adalah apa yang dikerjakan dan diputuskan oleh
pengadilan.
18. Salmond, hukum adalah kumpulan-kumpulan asas-asas yang diakui dan diterapkan oleh
negara di dalam pengadilan.
19. Roscoe Pound, hukum itu dibedakan dalam arti :

1. Hukum dalam arti sebagai tata hukum, mempunyai pokok bahasan :


• hubungan antara manusia denagan individu lainnya
• tingkah laku para individu yang mempengaruhi individu lainnya.
2. Hukum dalam arti kumpulan dasar-dasar kewenangan dari putusan-putusan
pengadilan dan tindakan administrasi. Pandangan Roscoe Pound tergolong dalam
aliran sosiologis dan realis.

20. Liwellyn, hukum adalah apa yang diputuskan oleh seorang hakim tentang suatu
persengketaan adalah hukum itu sendiri.
21. Drs. E. Utrecht, SH, Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan
larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati
oleh masyarakat itu.
22. SM. Amin, SH, Hukum adalah kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma dan
sanksi-sanksi.
23. J.C.T. Simorangkir, SH & Woerjono Sastroparnoto, Hukum adalah peraturan-peraturan
yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan
masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap
peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan yaitu hukuman tertentu
24. M.H. Tirtaatmidjaja, SH, Hukum adalah semua aturan (norma yang harus diturut dalam
tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti
kerugian —- jika melanggar aturan-aturan itu akan membahayakan diri sendiri atau harta,
umpamanya orang akan kehilangan kemerdekaannya, di denda dsb.
25. Van Vollenhoven (Het adatrecht van Nederlandsche Indie), Hukum adalah suatu gejala
dalam pergaulan hidup yang bergejolak terus menerus dalam keadaan bentur membentur
tanpa henti-hentinya dengan gejala lainnya.
26. Wirjono Prodjodikoro, hukum adalah rangkaian peraturan2 mengenai tingkah laku orang-
orang sebagai anggota suatu masyarakat.
27. Soerojo Wignjodipoero, hukum adalah himpunan peraturan2 hidup yang bersifat
memaksa, berisikan suatu perintah, larangan atau perizinan untuk bebruat tidak bebruat
sesuatu serta dengan maksud untuk mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

13
Isi Kaidah Hukum :
Ditinjau dari segi isinya kaidah hukum dapat dibagi menjadi tiga :
1. Berisi tentang perintah, artinya kaidah hukum tersebut mau tidak mau harus dijalankan
atau ditaati, misalnya ketentuan syarat sahnya suatu perkawinan, ketentuan wajib pajak dsb.
2. Berisi larangan, yaitu ketentuan yang menghendaki suatu perbuatan tidak boleh dilakukan
misalnya dilarang mengambil barang milik orang lain, dilarang bersetubuh dengan wanita
yang belum dinikahi secara sah dsb.
3. Berisi perkenan, yaitu ketentuan yang tidak mengandung perintah dan larangan melainkan
suatu pilihan boleh digunakan atau tidak, namun bila digunakan akan mengikat bagi yang
menggunakannya, misalnya mengenai perjanjian perkawinan, pada waktu atau sebelum
perkawinan dilangsungkan kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan
perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan. Ketentuan ini boleh
dilakukan boleh juga tidak dilaksanakan.

Unsur-unsur kaidah hukum :


Dari beberapa perumusan tentang hukum yang diberikan para sarjana hukum Indonesia
diatas, dapatlah disimpulkan bahwa kaidah hukum itu meliputi beberapa unsur yaitu :
a. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat
b. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib
c. Peraturan itu bersifat memaksa
d. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas

C. TUJUAN HUKUM SECARA FILOSOFIS


Dalam menentukan tujuan hukum, salah satu masalah yang dihadapi adalah
menemukan sistem dan pelaksanaan penegakan hukum yang dapat menjelmakan fungsi
hukum dengan baik seperti fungsi kontrol sosial yang mempengaruhi ketertiban masyarakat
yaitu fungsi menyelesaikan perselisihan, fungsi memadukan, fungsi memudahkan, fungsi
pembaharuan, fungsi kesejahteraan dan lain-lain. Pada saat ini, perbedaan-perbedaan fungsi
hukum tersebut, sering kali menjadi unsur yang mendorong timbulnya perbedaan mengenai
tujuan menerapkan hukum. Ada yang lebih menekankan pada fungsi kontrol sosial, atau
fungsi perubahan, dan lain-lain.

Pengertian Tujuan Hukum


Tujuan hukum ialah mengatur pergaulan hidup secara damai . Hukum menghendaki
perdamaian . Pikiran itu diucapkan dalam salah satu prolog dari hukum rakyat “Franska salis” ,
lex salics ( kira – kira 500th sebelum masehi ), zaman dahulu sangat berpengaruh dalam hidup
bangsa – bangsa Germania .
Dengan menjalankan tujuan hukum tersebut, maka tercipta tatanan masyarakat yang
tertib, damai, adil yang ditunjang dengan kepastian hukum sehingga kepentingan individu dan

14
masyarakat dapat terlindungi. Dalam beberapa literatur Ilmu Hukum para sarjana hukum
telah merumuskan tujuan hukum dari berbagai sudut pandang, dan paling tidak ada 5 teori:

1. Teori Etis
Teori etis pertama kali dikemukakan oleh filsuf Yunani, Aristoteles, dalam karyanya
ethica dan Rhetorika, yang menyatakan bahwa hukum memiliki tujuan suci memberikan
kepada setiap orang apa yang menjadi haknya. Menurut teori ini hukum semata-mata
bertujuan demi keadilan. Isi hukum ditentukan oleh keyakinan etis kita mana yang adil dan
mana yang tidak. Artinya hukum menurut teori ini bertujuan mewujudkan keadilan.
Mengenai isi keadilan, Aristoteles membedakan adanya dua macam keadilan; justitia
distributive (keadilan distributif) dan justitia commulative (keadilan komuliatif). Keadilan
distributif adalah suatu keadilan yang memberikan kepada setiap orang berdasarkan jasa atau
haknya masing-masing. Makna keadilan bukanlah persamaan melainkan perbandingan secara
proposional. Adapun keadilan kumulatif adalah keadilan yang diberikan kepada setiap orang
berdasarkan kesamaan. Keadilan terwujud ketika setiap orang diperlakukan sama.

2. Teori Utilitis
Menurut teori utilitis (utilities theorie) hukum bertujuan untuk menghasilkan
kemanfaatan yang sebesar-besarnya pada manusia dalam mewujudkan kesenangan dan
kebahagiaan. Penganut teori ini adalah Jeremy Bentham dalam bukunya “Introduction to the
morals and legislation”. Pendapat ini dititik beratkan pada hal-hal yang berfaedah bagi orang
banyak dan bersifat umum tanpa memperhatikan aspek keadilan.

3. Teori Campuran
Menurut Apeldoorn tujuan hukum adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat
secara damai dan adil. Mochtar Kusumaatmadja menjelaskan bahwa kebutuhan akan
ketertiban ini adalah syarat pokok (fundamental) bagi adanya masyarakat yang teratur dan
damai. Kedamaian atau damai adalah suatu keadaan yang meliputi dua hal, yaitu ketertiban
atau keamanan (orde) dan ketenteraman atau ketenangan (rust). Ketertiban tertuju pada
hubungan lahiriah, dengan melihat pada proses interaksi antar-pribadi dalam bermasyarakat.
Sedangkan ketenteraman tertuju pada keadaan batin yaitu melihat pada kehidupan batiniah
masing-masing pribadi dalam masyarakat. Dan untuk mewujudkan kedamaian masyarakat
maka harus diciptakan kondisi masyarakat yang adil dengan mengadakan perimbangan
antara kepentingan satu dengan yang lain, dan setiap orang (sedapat mungkin) harus
memperoleh apa yang menjadi haknya. Dengan demikian pendapat ini dikatakan sebagai
jalan tengah atau campuran antara teori etis dan utilitis.

4.Teori Normatif-Dogmatif

15
Menurut teori ini, tujuan hukum adalah semata-mata untuk menciptakan kepastian
hukum (John Austin dan van Kan). Arti kepastian hukum disini adalah adanya melegalkan
kepastian hak dan kewajiban. Van Kan berpendapat tujuan hukum adalah menjaga setiap
kepentingan manusia agar tidak diganggu dan terjaminnya kepastiannya.

5. Teori Peace (Damai Sejahtera)


Menurut teori ini dalam keadaan damai sejahtera (peace) terdapat kelimpahan, yang
kuat tidak menindas yang lemah, yang berhak benar-benar mendapatkan haknya dan adanya
perlindungan bagi rakyat. Hukum harus dapat menciptakan damai dan sejahtera bukan
sekedar ketertiban.

Dengan demikian, pada hakikatnya tujuan hukum menghendaki keseimbangan kepentingan,


ketertiban, keadilan, ketenteraman, kebahagiaan, kedamaian, dan kesejahteraan bagi setiap
manusia. Tujuan hukum mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil.
Hukum menghendaki pelayanan kepentingan setiap orang, baik secara individual maupun
kelompok tidak diganggu oleh orang atau kelompok lain yang selalu menonjolkan
kepentingan pribadinya atau kelompoknya, sehingga pada intinya tujuan hukum adalah agar
terciptanya kebenaran dan keadilan.
Adapun tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib,
menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Dengan tercapainya ketertiban dalam
masyarakat diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi. Dalam mencapai tujuan itu,
hukum bertugas membagi hak dan kewajiban antarindividu dalam masyarakat, membagi
wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum, serta memelihara kepastian
hukum.

Tujuan Hukum Menurut Roscoe Pound


Menurut Roscoe Pound yang beraliran Sociological Jurisprudence, fungsi utama
hukum adalah untuk melindungi kepentingan yang ada dalam masyarakat, yaitu public
interest; individual interest; dan interest of personality. Rincian dari setiap kepentingan
tersebut bukan merupakan daftar yang mutlak tetapi berubah-ubah sesuai perkembangan
masyarakat. Jadi, sangat dipengaruhi oleh waktu dan kondisi masyarakat. Apabila
kepentingan-kepentingan tersebut disusun sebagai susunan yang tidak berubah-ubah, maka
susunan tersebut bukan lagi sebagai social engineering tetapi merupakan pernyataan politik
(manifesto politik).
Menurut Roscoe Pound, tujuan Hukum secara filosofis terbagi atas dua yaitu Tujuan
Hukum secara Tradisional dan tujuan hukum secara Modern.
1. Tujuan Hukum Secara Tradisional
Tujuan hukum sudah timbul di dalam pemikiran yang sadar, kita mengenal tiga gagasan dalam
sejarah hukum.

16
a. Ketertiban Hukum
Tujuan hukum yang paling sederhana ialah hukum diadakan supaya terjaga
ketenteraman dalam masyarakat tertentu, tujuan hukum yang demikian ini sangat penting
artinya bagi masyarakat, karena dalam masyarakat yang disusun dalam suatu kekerabatan,
yang acapkali di dalamnya terjadi benturan-benturan kepentingan sehingga timbul
perselisihan.
b. Menjaga Perdamaian:
Tujuan hukum ialah untuk menjaga perdamaian dalam keadaan bagaimana saja, dan
dipelihara dengan mengorbankan apa saja. Pengertian hukum yang demikian ini disebut
sebagai hukum yang primitif, alasannya ialah bahwa perdamaian antara kekerabatan yang
satu dengan kekerabatan lain, antara orang-orang yang sekutu, dan penduduk yang
bertambah banyak. Sehingga dimungkinkan terjadi benturan-benturan kepentingan. Oleh
karena itu, hukum dibentuk.
c. Mencegah Pergeseran dalam Masyarakat:
Tujuan hukum ketiga ini timbul, untuk mencegah pergeseran antar sesama
masyarakat. Hal ini disebabkan sistem kekerabatan semakin hilang dan digeser oleh orang-
orang yang kehilangan kekerabatan serta para pendatang, sementara itu orang-orang yang
memiliki kekerabatan masih berkuasa, sehingga gagasan mengenai tujuan hukum ketiga
dapat juga disebut untuk menjaga ketertiban sosial.

2. Tujuan Hukum Secara Modern


Seiring dengan perkembangan ekonomi dalam masyarakat, semakin terasa akan
adanya perlindungan hukum untuk kegiatan yang terkait ekonomi, yaitu:
a. Tujuan Penyingkiran Pembatasan Kegiatan Ekonomi yang Bebas:
Hukum ditujukan untuk menyingkirkan pembatasan terhadap kegiatan ekonomi yang
bebas, yang bertumpuk-tumpuk selama jaman pertengahan sebagai insiden dari sistem
kewajiban di dalam hubungan antar manusia dan sebagai pengucapan dari gagasan tentang
penetapan orang di tempatnya masing-masing di dalam suatu masyarakat yang statis.
b. Tujuan Konstruktif:
Tujuan ini berkembang pada saat hukum dagang memberikan efek kepada apa yang
dilakukan orang menurut kehendaknya, yang menilik niat bukan bentuknya, yang
menafsirkan keamanan umum sebagai keamanan bagi transaksi dan mencoba melaksanakan
kemauan tiap orang untuk menciptakan akibat hukum. Tujuan konstruktif ini dikembangkan
dari hukum Romawi dan kebiasaan saudagar dengan perantaraan teori hukum mengenai
hukum alam.
c. Menjaga Kestabilan:
Pada akhir abad ke-19, timbul pandangan hukum adalah keburukan, karena pada
hakekatnya hukum mengekang kebebasan orang, sehingga para sarjana hukum dan pembuat
undang-undang dengan senang hati membiarkan masyarakat melakukan kemauannya untuk

17
mencapai kesenangannya maupun kesengsaraannya. Oleh karena itu pada akhir abad ke-19
gagasan hukum yang ada dipergunakan untuk mencapai kebebasan secara maksimum.

Tujuan Hukum Menurut Para Ahli Hukum


Dalam perkembangan pandangan tentang tujuan hukum, telah dikemukakan
beberapa pendapat ahli hukum lainnya tentang tujuan hukum, diantaranya :
1. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H.
Dalam bukunya “ Perbuatan Melanggar Hukum “ mengemukakan bahwa tujuan
hukum adalah mengadakan keselamatan, kebahagian, dan tata tertib dalam masyarakat. Ia
mengatakan bahwa masing – masing anggota masyarakat mempunyai kepentingan yang
beraneka ragam wujud dan jumlah kepentingannya tergantung pada wujud dan sifat
kemanusian yang ada di dalam tubuh para anggota masyarakat masing – masing. Hawa nafsu
masing – masing menimbulkan keinginan untuk mendapatkan kepuasan dalam hidupnya
sehari – hari dan upaya segala kepentinganya terpelihara dengan sebaik –baiknya sehingga
untuk memenuhi keinginan – keinginannya timbul berbagai usaha untuk mencapainya, yang
menimbulkan pemberontakan – pemberontakan antara bermacam –macam kepentingan
para anggota masyarakat. Akibat bentrokan tersebut menimbulkan guncangan antara
masyarakat dan guncangan inilah yang harus dihindari. Menghindarkan guncangan dalam
masyarakat inilah sebetulnya maksud dari tujuan hukum, maka dengan menghindarkan
guncangan tersebut hukum dapat menciptakan berbagai hubungan antar masyarakat dalam
berbagai wujud.
2. Prof. Subekti. SH.
Dalam bukunya “ Dasar – Dasar Hukum Dan Pengadilan “, Prof. Subekti, SH
mengemukakan bahwa hukum itu mengabdi pada tujuan negara yang intinya ialah
mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya. Pengabdian tersebut
dilakukan dengan cara menyelenggarakan “keadilan” dan “ ketertiban”. keadilan ini
digambarkan sebagai suatu keseimbangan yang membawa ketentraman di dalam hati orang
yang apabila melanggar menimbulkan kegelisahan dan guncangan. Kaidah ini menurut
“ dalam keadaan yang sama dan setiap oarang menerima bagian yang sama pula “.
Menurut Prof. Subekti, SH, keadilan berasal dari Tuhan Yang Maha Esa dan setiap
oramg di beri kemampuan dan kecakapan untuk meraba dan merasakan keadaan adil itu dan
segala apa yang ada di dunia ini sudah semestinya menimbulkan dasar – dasar keadilan pada
manusia.
Dengan demikian hukum tidak hanya mencarikan keseimbangan antara berbagai
kepentingan yang bertentangan satu sama lain, akan tetapi juga untuk mendapatkan
keseimbangan antara tuntutan keadilan tersebut dengan “ ketertiban “ dan “kepastian
hukum”.
3. Prof. Mr. Dr. L. J. Apeldoorn

18
Dalam bukunya “ Inleiding Tot De Studie Van Het Nederlandse Recht ”, peldorn
menyatakan bahwa tujan hukum adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai
dan adil.
Untuk mencapai kedamaian hukum harus diciptakan masyarakat yang adil dengan
mengadakan perimbangan antara kepentingan yang bertentang satu sama lain, dan setiap
orang harus memperoleh ( sedapat mungkin ) apa yang menjadi haknya. Pendan Van
Apeldoorn ini dapat dikatakan jalan tengah antara dua teori tujuan hukum, teori etis dan teori
utilitis.
4. Aristoteles
Dalam bukunya “ rhetorica “ mencetuskan teorinya bahwa, tujuan hukum
menghendaki keadilan semata – mata dan isi daripada hukum ditentukan oleh kesadaran etis
mengenai apa yag dikatakan adil dan apa yang tidak adil.
Menurut teori ini hukum mempunyai tugas suci dan luhur, ialah keadilan dengan
memberikan kepada tiap – tiap orang apa yang berhak ia terima yang memerlukan peraturan
tersendiri bagi tiap – tiap kasus. Apabila ini di laksanakan maka tidak ada habis – habisnya,
oleh karenanya hukum harus membuat apa yang dinamakan “ Algemeene regals” ( peraturan
atau ketentuan – ketentuan umum ). Peraturan ini di perlukan oleh masyarakat teratur demi
kepentingan kepastian hukum, meskipun pada suatu waktu dapat menimbulkan
ketidakadilan.
5. Jeremy Bentham
Dalam buku “ introduction to the morals and legislation ”, ia mengatakan bahwa
hukum bertujuan semata – mata apa yang berfaedah bagi orang. Pendapat ini di titik beratkan
pada hal – hal yang berfaedah bagi orang banyak dan bersifat umum tanpa memperhatikan
soal keadilan.
Teori yang berhubungan dengan kefaedahan ini di namakan teori utilitis, yang
berpendapat bahwa hukum pada dasarnya bertujuan untuk mewujudkan apa yang berfaedah
bagi orang yang satu dapat juga merugikan orang lain, maka tujuan hukum ialah untuk
memberikan faedah sebanyak – banyaknya. Di sini kepastian melalui hukum bagi perorangan
merupakan tujuan utama daripada hukum.
Teori ini berkembang di Inggris dan pengikutnya adalah John Stuart Mill dan John
Austin.
6. Thomas Hobbes
Tujuan hukum adalah memberikan hak kepada orang yang memilikinya.
7. Prof. Mr J. Van Kan
Ia berpendapat bahwa hukum bertujuan menjaga kepentingan tiap- tiap manusia agar
kepentingan – kepentingan itu tidak dapat di ganggu. Di sini di jelaskan bahwa hukum
bertugas untuk menjamin kepastian hukum di dalam masyarakat dan juga menjaga serta
mencegah agar setiap orang tidak menjadi hakim sendiri, tetapi tiap perkara harus di
selesaikan melalaui proses pengadilan berdasarkan hukum yang berlaku.

19
8. Geny
Tujuan hukum semata-mata ialah untuk mencapai keadilan. Dan ia kepentingan daya
guna dan kemanfaatan sebagai unsur dari keadilan. Pada umumnya hukum ditujukan untuk
mendapatkan keadilan, menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat serta
mendapatkan kemanfaatan atas dibentuknya hukum tersebut. Selain itu, menjaga dan
mencegah agar tiap orang tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri, namun tiap perkara harus
diputuskan oleh hakim berdasarkan dengan ketentuan yang sedang berlaku.
9. Rusli Effendy
Mengemukakan bahwa tujuan hukum dapat dapat dikaji melalui tiga sudut pandang,
yaitu :
a) Dari sudut pandang ilmu hukum normatif, tujuan hukum dititik beratkan pada segi
kepastian hukum.
b) Dari sudut pandang filsafat hukum, maka tujuan hukum dititikberatkan pada segi keadilan.
c) Dari sudut pandang sosiologi hukum, maka tujuan hukum dititikberatkan pada segi
kemanfaatan.
10. Purnadi dan Soerjono Soekanto
Mengatakan bahwa tujuan hukum adalah kedamaian hidup antarpribadi yang
meliputi ketertiban eksternal antarpribadi dan ketenangan internal pribadi.
11. S.M Amin
Tujuan hukum adalah mengadakan ketertiban dalam pergaulan manusia sehingga
keamanan dan ketertiban terpelihara.
12. Bellefroid
Tujuan hukum adalah menambah kesejahteraan umum atau kepentingan umum,
yaitu kesejahteraan atau kepentingan semua anggota masyarakat.
13. Philip S. James
Tujuan hukum adalah memberi petunjuk bagi tingkah laku manusia yang dipaksakan
kepadanya, dan dipaksakan kepada penyelenggara atau aparat negara.
14. Sutjipto Rahardjo
Tujuan hukum yang paling utama adalah membimbing manusia pada kehidupan yang
baik, aman, tenteram, adil, damai, dan penuh kasih sayang.

Dari pendapat-pendapat para ahli ilmu hukum yang berbeda-beda, maka dapat
diambil inti sari bahwa tujuan hukum dibagi menjadi 3 teori, yaitu teori etis , teori utilitis dan
teori campuran. Ada juga beberapa sarjana hukum yang mengartikan tujuan hukum sebagai
mengadakan keselamatan, kebahagiaan, dan tata tertib dalam masyarakat menurut
Dr.Wirjono Prodjodikoro.SH dalam bukunya “ Perbuatan Melanggar Hukum “ atau menurut
Prof. Subekti, SH dalam bukunya “ Dasar – Dasar Hukum Dan Pengadilan “, mengemukakan
bahwa hukum itu mengabdi pada tujuan negara yang intinya ialah mendatangkan
kemakmuran dan kebahagiaan rakyat.

20
Fungsi Hukum

1. Hukum berfungsi sebagai alat ketertiban dan keteraturan masyarakat. Hukum sbg petunjuk
bertingkah laku untuk itu masyarakat harus menyadari adanya perintah dan larangan dalam
hukum sehingga fungsi hukum sebagai alat ketertiban masyarakat dapat direalisir.

2. Hukum sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir batin. Hukum yg bersifat
mengikat, memaksa dan dipaksakan oleh alat negara yang berwenang membuat orang takut
untuk melakukan pelanggaran karena ada ancaman hukumanya (penjara, dll) dan dapat
diterapkan kepada siapa saja. Dengan demikian keadilan akan tercapai.

3. Hukum berfungsi sebagai alat penggerak pembangunan karena ia mempunyai daya


mengikat dan memaksa dapat dimamfaatkan sebagai alat otoritas untuk mengarahkan
masyarakat ke arah yg maju.

4. Hukum berfungsi sebagai alat kritik. Fungsi ini berarti bahwa hukum tidak hanya mengawasi
masyarakat semata-mata tetapi berperan juga untuk mengawasi pejabat pemerintah, para
penegak hukum, maupun aparatur pengawasan sendiri. Dengan demikian semuanya harus
bertingkah laku menurut ketentuan yg berlaku dan masyarakt pun akan merasakan keadilan.

5. Hukum berfungsi sebagai sarana untuk menyelesaikan pertingkaian. Contoh kasus tanah.

21
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Pada saat ini belum ada satu definisi tentang hukum yang sama dari berbagai pakar
hukum, karena begitu sulitnya untuk mendefinisikan hukum yang memuaskan bagi semua
pihak. Namun demikian, akan dicoba untuk manyampaikan definisi hukum yang dapat
diterima oleh semua pihak. Menurut E. Utrecht memberikan batasan hukum sebagai berikut:
“Hukum itu adalah himpunan peraturan­peraturan (perintah-perintah dan
larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati
oleh masyarakat itu.” Kemudian dari pendapat sarjana lain seperti S.M. Amin, hukum
dirumuskan sebagai berikut “Kumpulan-kumpulan peraturan--peraturan yang terdiri dari
norma dan sanksi­sanksi itu disebut hukum dan tujuan sebagai berikut “Kumpulan-kumpulan
peraturan--peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi-sanksi itu disebut hukum dan tujuan.
Dalam membicarakan tentang tujuan hukum, sama sulitnya dengan membicarakan
tentang pendefinisian hukum, karena kedua-duanya mempunyai obyek kajian yang sama
yaitu membahas tentang hukum itu sendiri. Atas dasar tersebut dimana hukum merupakan
suatu hal yang penting dalam mengatur dan menciptakan ketertiban dalam masyarakat
kiranya dapat teratasi, sehingga dapat dikatakan bahwa hukum merupakan sekumpulan
peraturan mengenai tingkah laku dalam masyarakat yang harus ditaati untuk mencapai suatu
tujuan. Hukum bertindak sebagai pelindung kepentingan manusia dalam masyarakat, maka
hukum mempunyai sasaran yang hendak dicapai, dimana hukum bertugas membagi hak dan
kewajiban antara perorangan di dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengatur cara
memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum itu sendiri.
Dari hal tersebut, berbagai pakar di bidang hukum maupun di bidang ilmu sosial
lainnya mengemukakan pandangannya masing-masing tentang pengertian dan tujuan hukum
itu sendiri berdasarkan sudut pandang mereka masing-masing.

B. SARAN
Tujuan hukum secara umum ialah arah atau sasaran yang hendak dicapai hukum
dalam mengatur masyarakat. Dalam rumusan tentang tujuan hukum masih terdapat
perbedaan pendapat antara para ahli hukum. Hal ini disebabkan karena sifatnya yang
universal, adanya faktor penyebab lain yaitu dari masing-masing masyarakat atau bangsa
yang memiliki karakteristik yang menjelma menjadi ideologi bangsa yang sekaligus bertujuan
mencapai cita-cita hukum. Diharapkan kepada para penegak hukum bahwa di dalam proses
pembentukan hukum dan proses penemuan hukum agar dapat mengkaji dan menggali nilai-
nilai hukum yang hidup di dalam masyarakat, agar dapat tercapai tujuan hukum.

22
DAFTAR PUSTAKA

Kansil, SH, Drs “ Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia”, Balai Pustaka

Lili Rasjidi. Ira Thania Rasjidi. 2002. Pengantar Filsafat Hukum. Bandung : Mandar Maju.

Rahardjo, Satjipto. 2006. Ilmu Hukum. Bandung : Citra Aditya Bakti.

Riduan Syahrani, SH. “Rangkuman Intisari Ilmu Hukum” Citra Aditya Bakti, Bandung
Santoso, Agus. 2014. Hukum, Moral dan Keadilan : Sebuah Kajian Filsafat Hukum. Jakarta :
Prenada Media Group.
Satjipto Rahardjo, SH.,Dr. Prof. “Ilmu Hukum”, Alumni Bandung.
Soekanto Soerjono. 2009. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: Rajawali Pers.

Soedjono Dirdjosisworo, SH. Dr. “Pengantar Ilmu Hukum” Rajagrafindo, Jakarta

Soerojo Wignjodipoero, SH. Dr. Prof “Pengantar Ilmu Hukum”, Alumni Bandung

Sudarsono, SH. Drs. “ Pengantar Ilmu Hukum”, Rineka Cipta, Jakarta

23

Anda mungkin juga menyukai