Disusun oleh :
KELAS J
2018
BAB I
PENDAHLUAN
1
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Rajawali, Jakarta, 1982, hlm. 195-198.
2
Ibid, hlm. 21
Pemberian kuasa juga diatur dalam Pasal 1792 sampai dengan Pasal 1819 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata, atau dalam titel XVI Buku ke III.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Perjanjian Pemberian Kuasa?
2. Apa saja Jenis-jenis Perjanjian Pemberian Kuasa?
3. Apa saja syarat Perjanjian Pemberian Kuasa?
4. Apa saja asas-asas Perjanjian Pemberian Kuasa?
5. Bagaimana Contoh Perjanjian Pemberian Kuasa?
BAB II
Pembahasan
Apabila dilihat dari cara terjadinya, perjanjian pemberian kuasa dibedakan menjadi enam
macam, yaitu:3
1. akta umum,
Pemberian kuasa dengan akta umum adalah suatu pemberian kuasa dilakukan
antara pemberi kuasa dan penerima kuasa dengan menggunakan akta notaris atau
akta notariel.
2. surat di bawah tangan,
Pemberian kuasa dengan surat di bawah tangan adalah suatu pemberian kuasa yang
dilakukan antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa.
3. lisan,
Pemberian kuasa secara lisan adalah suatu kuasa yang dilakukan secara lisan oleh
pemberi kuasa kepada penerima kuasa.
4. Diam-diam,
Pemberian kuasa secara diam-diam adalah suatu kuasa yang dilakukan secara diam-
diam oleh pemberi kuasa kepada penerima kuasa
5. Cuma-cuma,
3
https://waromuhammad.blogspot.com/2012/02/pemberian-kuasa.html diakses tanggal 12 Oktober 2018
pukul 22.46 WIB.
Sedangkan pemberian kuasa secara cuma-cuma adalah suatu pemberian kuasa yang
dilakukan antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa,
6. Kata khusus,
Pemberian kuasa khusus, yaitu suatu pemberian kuasa yang dilakukan antara
pemberi kuasa dengan penerima kuasa,
7. Umum (Pasal 1793 s.d. Pasal 1796 KUH Perdata).
pemberian kuasa umum, yaitu pemberian kuasa yang dilakukan oleh pemberi kuasa
kepada penerima kuasa,
C. Syarat sah Perjanjian
Menurut pasal 1340 KUH pdt , syarat sahnya suatu perjanjian adalah;
1. Sepakat mereka yang meningkatkan dirinya
Bahwa para pihak yang hendak mengadakan suatu perjanjian,harus terlebih dahulu
bersepakat atau setuju mengenai hal – hal yang pokok dari perjanjian yang akan
diadakan itu. Kata sepakat tidak sah apabila kata seppakat itu diberikan karena
kekhilafan,paksaan atau penipuan ( pasal 1321 KUH pdt ).
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
Pada dasarnya, setiap orang adalah cakap untuk membuat perjanjian, kecuali jika oleh
udang – undang tidak dinyatakan tak cakap ( pasal 1329 KUH pdt ). Menurut pasal
1330 KUH pdt, mereka yang tidak cakap membuat suatu perjanjian adalah:
a. orang yang belum dewasa
b. mereka yang ditaruh di bawah pengampuan
c. prang perempuan dalam hal – hal yang ditatepkan oleh undang – undang,dan semua
orang kepada siapa undang – undang telah melarang membuat perjanjian –
perjanjian tertentu.
3. Adanya suatu hal tertentu
Adanya suatu hal tertentu adalah menyangkut objek perjanjian harus jelas dan dapat
ditentukan.menurut pasal 1333 KUH pdt, suatu perjanjian harus mempunyai sebagai
pokok suatu barang yang lebih sedikit ditentukan jenisnya.menurut pasal 1332 KUH
pdt, hanya barang – barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok
suatu perjanjian. Selanjutnya menurut pasal 1334 ayat (1) KUH pdt, barang – barang
yang baru akan ada di kemudian hari dapat menjadi pokok suatu perjanjian.
4. Adanya suatu sebeb yang halal
Adanya suatu sebab ( causa dalam bahasa latin ) yang halal ini adalah menyangkut isi
perjanjian yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum,kesusilaan,dan undang –
undang ( lihat pasal 1337 KUH pdt ). Dengan demikian undang – undang tidak
memperdulikan apa yang menjadi sebab orang mengadakan suatu perjanjian. Menurut
pasal 1335 KUH pdt, suatu perjanjian tanpa sebab atau yang telah dibuat karena sesuatu
sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan.
D. Asas-asas dalam Perjanjian
SURAT KUASA
Yang bertanda tangan dibawah ini,
Nama : Riyan Bahtiar
Pekerjaan : Pensiunan Karyawan PT Kereta Api Indonesia
Alamat : Jalan Bulusan Selata No 38 RT 04 RW 01 Surabaya
Surat kuasa ini dibuat berhubung saya sedang sakit dan terpaksa harus dirawat di
rumah sakit.
Demikian surat kuasa ini dibuat dengan sesungguhnya dan dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya.
Nama: Si Fulan
Pekerjaan: Wiraswasta
Alamat: Jalan X, Kabupaten X, Bogor
KHUSUS
Mengajukan gugatan terhadap: Ny. Fulana, umur 35 tahun, beralamat di Jl. Pemuda No
12, Bogor; karena menempati tanah milik pemberi kuasa melewati batas
perjanjian/Wanprestasi, di Pengadilan Negeri Bogor.
Kuasa diberi hak untuk, membuat dan mengajukan gugatan, membuat dan
menandatangani surat-surat, menghadap sidang pengadilan, mengajukan jawaban dan
menolak jawaban lawan, mengajukan bukti serta menolak bukti lawan, mengajukan
permohonan dan keberatan, melakukan pembayaran dan menerima pembayaran,
mengadakan perdamaian dan menandatangani akta perdamaian.
Singkat kata, kuasa diberi hak untuk menggunakan segala upaya hukum yang
diperkenankan oleh Hukum Acara Perdata (HIR/R.Bg), menggunakan hak Retensi, hak
Subsitusi.
Bogor, 31 Januari 2014
Yang diberi kuasa Yang memberi kuasa
Penutup
A. Kesimpulan
Pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dengan mana seorang memberikan
kekuasaan (wewenang) kepada seorang lain, yang menerimanya untuk atas namanya
menyelenggarakan suatu urusan (pasal 1792). Apabila dilihat dari cara terjadinya,
perjanjian pemberian kuasa dibedakan menjadi enam macam, yaitu: akta umum, surat
di bawah tangan, lisan, diam-diam, cuma-cuma,kata khusus, dan umum (Pasal 1793 s.d.
Pasal 1796 KUH Perdata).
Ada lima cara berakhirnya pemberian kuasa, yaitu
1. penarikan kembali kuasa oleh pemberi kuasa;
2. pemberitahuan penghentian kuasanya oleh pemberi kuasa;
3. meninggalnya salah satu pihak;
4. pemberi kuasa atau penerima berada di bawah pengampuan; atau
5. pailitnya pemberi kuasa atau penerima kuasa;
6. kawinnya perempuan yang memberi dan menerima kuasa (Pasal 1813 KUH
Perdata)
Daftar pustaka
https://media.neliti.com/media/publications/80770-ID-aspek-keabsahan-perjanjian-dalam-
hukum-k.pdf
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/4573/4-.pdf