Anda di halaman 1dari 3

1.

AKIBAT YANG DITIMBULKAN DARI MENYEMPITNYA LAHAN PERTANIAN

Berkurangnya produksi pangan Dampak pertama yang terasa dari konvensi lahan
pertanian menjadi lahan industri adalah berkurangnya produksi pangan. Alih fungsi lahan
akan membuat sawah dan lahan pertanian lainnya semakin sempit, secara otomatis lahan
pertanian semakin sedikit. Kerentanan pangan Dilansir dari Food and Agriculture
Organization of the United Nations, pada tahun 2050 diperkirakan akan terjadi peningkatan
70 persen kebutuhan pangan global. Namun, jika lahan pertanian terus dialihfungsikan
menjadi lahan industri maka kebutuhan pangan tidak akan tercukupi. Bila hal ini terus
dibiarkan, produksi pangan akan semakin sedikit sedangkan kebutuhan pangan semakin
meningkat. Akhirnya, akan terjadi kerentanan pangan yang berujung pada kelaparan.

Berkurangnya Ketersediaan Ruang dan Lahan Meningkatnya harga pangan Harga pangan
kerap naik ketika permintaan tinggi. Konvensi lahan pertanian menjadi insutri menurunkan
produksi pangan. Persediaan pangan akan semakin sedikit dan mengakibatkan naiknya harga
pangan. Berkurangnya daerah resapan air Dilansir dar World Wild Life, setelah dari lapisan
tanah planet ini telah hilang dalam 150 tahun terakhir. Konvensi lahan pertanian ke industri
adalah salah satu penyebabnya. Lahan pertanian yang dibangun industri akan mengurangi
permukaan tanah, akibatnya daerah resapan air akan berkurang.

Ketika hujan besar, tanah yang hilang tidak akan bisa lagi menahan air sehingga dapat
mengakibatkan banjir. Berkurangnya pasokan air tanah Ketika lahan pertanian masih luas,
sumur air juga mata air tanah mengandung banyak air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.
Namun, ketika lahan pertanian digantikan menjadi lahn industri tidak jarang sumur dan mata
air mengering. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya tanah untuk meresap air hujan.
Sehingga, batuan penyimpan air (akuifer) menjadi lebih kosong dan pasokan air bersih
berkurang.

Misalnya, ekosistem sawah memiliki berbagai rantai makanan yang membentuk jaring-
jaring makanan. Ada belalang yang dimakan katak, katak yang dimakan ular, ular yang
dimakan elang, dan sebagainya. Namun ketika lahan pertanian diubah menjadi lahan industri,
ekosistem menjadi rusak. Para hewan dan tumbuhan terusir dari habitatnya dan tidak ada lagi
ekosistem di sana. Pencemaran Konversi lahan pertanian menjadi industri akan menghasilkan
pencemaran. Industri mengemisikan berbagai polutan yang menghasilkan polusi udara,
polusi tanah, polusi air, dan juga polusi suara.

Polusi tersebut merusak lingkungan dan memberikan dampak buruk bagi manusia. Udara
desa yang awalnya bersih, sejuk, dan segar, ketika dipenuhi dengan industri dapat berubah
menjadi pengap, panas, dan membawa berbagai macam penyakit.
2. APAKAH DARI TAHUN KE TAHUN LAHAN PERTANIAN DISEKITARMU
MENYEMPIT?
Kondisi ini pun diperparah dengan menyusutnya luas lahan pertanian di dalam
negeri. Sebagai contoh, luas lahan baku sawah nasional sebesar 8,07 juta ha pada 2009.
Angkanya kemudian menyusut menjadi sebesar 7,46 juta ha pada 2019.
Dua tahun setelahnya, BPS belum mencatat berapa luas lahan baku sawah di Indonesia.
Data terakhir masih berbasis kepada Keputusan Menteri ATR/BPN Nomor 686/SK-
PG.03.03/XII/2019 tentang Penetapan Luas Lahan Baku Sawah Nasional Tahun 2019.
Alih fungsi lahan akan terjadi terus menerus yang disebabkan oleh semakin
meningkatnya kebutuhan lahan seperti, pemukiman, industri, perkantoran, tempat wisata,
jalan raya dan infrastruktur lain untuk menunjang perkembangan masyarakat.

Dampaknya jelas, produktivitas pangan akan menjadi berkurang atau menurun.


Lahan pertanian yang menjadi lebih sempit karena alih fungsi menyebabkan hasil
produksi pangan juga menurun, seperti makanan pokok, buah-buahan, sayur, dan lain-
lain.

Maka dari itu, ketahanan pangan bangsa rawan terancam oleh tingginya potensi
alih fungsi lahan di seluruh Indonesia yang mencapai 100.000 hektar per tahun. Butuh
regulasi yang tepat untuk meminimalkan dampak buruknya untuk generasi yang akan
datang.

3. PERENCANAAN UNTUK MENGATASI MASALAH AKIBAT MENYEMPITNYA


LAHAN PERTANIAN

Regulasi dalam rangka perlindungan lahan pertanian telah banyak mengatur


tentang upaya-upaya mencegah dan mengurangi alih fungsi lahan. Dimulai dari UU 41
tahun 2009 sampai dengan Peraturan Presiden nomor 59 tahun 2019 tentang
pengendalian alih fungsi lahan. Namun dalam pelaksanaannya regulasi-regulasi tersebut
belum mampu mengurangi bahkan mencegah alih fungsi lahan.
Beberapa kendala seperti penguasaan lahan yang menjadi milik petani
perorangan, harga lahan yang semakin tinggi sampai dengan kurang mendukungnya
insentif yang diberikan kepada petani, menyebabkan pengendalian alih fungsi lahan sulit
dilaksanakan di lapangan.
Berdasarkan kondisi ini maka regulasi yang sejak tahun 2009 ditetapkan perlu
didukung degan political will dari pemerintah pusat maupun daerah. Tanpa political will
dari masing-masing pengambil kebijakan, maka alih fungsi lahan akan terus berlanjut
meskipun ditambahkan regulasi-regulasi baru. Pemerintah perlu mempertimbangkan
untuk melakukan reviu regulasi khususnya pada pengawasan dan pemberian fasilitasi dan
insentif pada petani yang telah melaksanakan LP2B.
Pelaksanaan LP2B juga perlu diikuti dengan sosialisasi kembali pelaksanaan
LP2B khususnya perencanaan LP2B dengan melengkapi database spasial. Selain itu reviu
terkait RTRW dan RDTR perlu segera dilaksanakan khususnya untuk melengkapi
database spasial. Apabila database spasial tidak segera dimasukkan dalam RTRW
maupun RDTR, maka sulit untuk mengendalikan alih fungsi lahan karena batasan-
batasan wilayah yang tidak jelas.
Dalam upaya untuk mengendalikan alih fungsi lahan perlu adanya reviu terkait
regulasi dan kebijakan. Regulasi dan kebijakan yang perlu direviu adalah terkait dengan
pengawasan dan juga fasilitasi dan insentif terhadap petani yang menerapkan LP2B.
Selain itu perda-perda RTRW maupun RDTR perlu segera direviu dan dilengkapi dengan
database spasial sehingga zona kawasan yang akan dikendalikan alih fungsi dapat
ditetapkan secara jelas.

Anda mungkin juga menyukai