Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

SISTEM KEUANGAN SYARIAH


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Operasional Perbankan Syariah

Dosen Pengampu: Ahmad Mukhlisuddin, S.E.I., M.E

Disusun Oleh kelompok 1:

Muh. Nicahya Saputra (20211700231024)


Sarif Hidayat (20211700231032)

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS KH ABDUL CHALIM


MOJOKERTO

2024
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas mata kuliah operasional perbankan syariah berupa makalah yang diberikan oleh
bapak dosen Ahmad Mukhlisuddin, S.E.I., M.E.

Dalam pembuatan makalah yang berjudul sistem keuangan syariah, penulis merasa
dalam menyusun makalah ini masih terdapat kekurangan dan juga kesalahan yang jauh
dari kata sempurna dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami.
Tidak lupa pula penulis ucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
berkontribusi tenaga maupun fikiran dalam pembuatan makalah ini sehingga makalah
ini dapat terselesaikan.

Makalah ini dibuat sebagai tugas kelompok yang diharapkan dapat memberikan
pengetahuan baru bagi kita untuk lebih mengetahui bagaimana sistem keuangan
syariah itu sendiri. Dan tentunya, dalam penyusunan makalah ini tidak terlepas dari
segala kekurangan, kami (penulis) telah mengusahakan meminimalisir sesuatu yang
menjadi kekurangan dalam makalah ini. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.

Mojokerto, 18 Februari 2024

Penulis
DAFTAR ISI

LATAR BELAKANG
................................................................................................................... i

DAFTAR ISI
.................................................................................................................................. ii

KATA PENGANTAR.................................................................................................. i
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 3
A. C. Tujuan ...................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................ 4
A. Definisi Sistem Keuangan Syariah ............................................................... 4
B. Sejarah dan Perkembangan Sistem Keuangan Syariah ................................. 5
C. Prinsip dan Pedoman Sistem Keuangan Syariah ........................................ 14
D. Konsep Sistem Keuangan Syariah .............................................................. 19
E. Bentuk Laporan Lembaga Keuangan Syariah ............................................ 22
BAB III PENUTUP ................................................................................................... 27
A. Kesimpulan ................................................................................................. 27

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 29


BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem keuangan syariah merupakan salah satu bentuk sistem keuangan
yang menggunakan prinsip dan landasan hukum Islam menjadi acuan dan
pedomannya. 1 Prinsip dan landasan hukum Islam selain diterapkan pada
sistemnya juga diterapkan pada lembaga yang menyelenggarakan sistem
keuangan serta berbagai produk yang ditawarkan. Suatu istem ekonomi
mengandung 2 sektor, yaitu sector riil dan keuangan. Dalam
perkembangannya, sektor keuangan dalam ekonomi Islam lebih cepat
berkembang dari pada sektor riilnya. Bahkan di beberapa negara termasuk
Indonesia, Malaysia, dan lain-lain, sistem ekonominya menganut dual
economic system, sistem keuangannya pun juga dual financial system.2

Selama beberapa dekade terakhir, perkembangan keuangan Islam


menunjukkan perubahan dan dinamika dramatis yang cepat. Sebagai bagian
instrumen pengembang aktivitas di bidang ekonomi, beragam tantangan
dihadapi sistem keuangan Islam, seperti pada aspek teoritis, operasional, dan
3
implementasi. Pada aspek teoritis, dibutuhkan pengembangan prinsip,
filosofis dan fungsi sistem keuangan atas dasar pembagian keuntungan dan
kerugian. Pada sisi operasional, dibutuhkan perhatian terhadap inovasi,
intermediasi, disiplin, dan disesuaikan dengan regulasi, dan kondisi
masyarakat saat ini. seperti yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

1
Yuyun Wahyuni, Konsep Dasar Keuangan Syariah, (Purbalingga: Eureka Media Aksara, 2022),
13.
2
Nur Kholis, Potret Perkembangan dan Praktik Keuangan Islam di Dunia, Vol. XVII, No. 1
(Millah: Jurnal Studi Agama: Universitas Islam Indonesia, 2017).
3
Zamir dan Abbas, Pengantar Keuangan Islam: Teori dan Praktek, (Jakarta: Prenada Media
Group, 2008).

1
Gambar 1

Sistem Keuangan Syariah di Indonesia

Mei 2023

7%

populasi muslim
nasabah syariah

93%

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Pada Mei 2023, jumlah nasabah sistem keuangan syariah di Indonesia


mendekati 19 juta, tepatnya sebanyak 18,7 juta nasabah. Sementara itu,
menurut catatan RISSC, populasi Muslim di Indonesia pada tahun yang sama
mencapai 240,62 juta jiwa. Dengan demikian, jika dibandingkan dengan
jumlah total populasi Muslim di Indonesia, proporsi nasabah sistem keuangan
syariah hanya sekitar 7,77% dari total populasi Muslim. Hal ini menunjukkan
bahwa masih terdapat ruang besar untuk pertumbuhan sistem keuangan syariah
di Indonesia, mengingat potensi pasar yang besar dari jumlah populasi Muslim
yang signifikan. Dampaknya adalah adanya peluang bagi lembaga keuangan
syariah untuk meningkatkan penetrasi pasar dan meningkatkan jumlah nasabah
melalui berbagai strategi pemasaran dan edukasi masyarakat tentang
keuntungan menggunakan produk dan layanan keuangan syariah.

2
B. Rumusan Masalah
Dari permasalahan diatas, dapat diambil rumusan masalah
sebagai berikut:

1. Bagaimana definisi sistem keuangan syariah?


2. Bagaimana sejarah dan perkembangan sistem keuangan syariah?
3. Apa saja prinsip dan pedoman sistem keuangan syariah?
4. Apa saja konsep sistem keuangan syariah
5. Apa saja bentuk laporan lembaga keuangan syariah?
A. C. Tujuan
Tujuan dalam makalah ini adalah

1. Untuk mengetahui definisi sistem keuangan syariah


2. Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan sistem keuangan syariah
3. Untuk mengetahui prinsip dan pedoman sistem keuangan syariah
4. Untuk mengetahui konsep sistem keuangan syariah
5. Untuk mengetahui bentuk laporan lembaga keuangan syariah

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Sistem Keuangan Syariah


Sistem Keuangan Syariah, termasuk sistem bank syariah, merupakan
suatu sistem keuangan yang didasarkan pada prinsip-prinsip syariah, yang
merupakan pedoman utama Al-Quran dan hadits. Sistem ini dianggap sebagai
tata perekonomian yang Allah SWT ciptakan dan dicontohkan oleh Rasulullah
beserta sahabat-sahabatnya. Menurut Wiroso (2009)4, prinsip syariah dalam
konteks sistem keuangan ini melibatkan aturan perjanjian berdasarkan hukum
Islam antara bank dan pihak lain. Perjanjian tersebut dapat mencakup
penyimpanan dana, pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang
sesuai dengan prinsip syariah. Beberapa prinsip pembiayaan dalam sistem
keuangan syariah mencakup: 1. Mudharabah (Bagi Hasil) ialah Pembiayaan
yang didasarkan pada prinsip bagi hasil, di mana pihak bank memberikan dana
dan hasil keuntungan atau kerugian dibagi antara pihak bank dan pihak lain. 2.
Musyarakah (Penyertaan Modal) ialah Prinsip pembiayaan di mana bank dan
pihak lain berpartisipasi dalam suatu usaha dengan menyumbangkan modal,
dan keuntungan atau kerugian juga dibagi sesuai kesepakatan. 3. Murabahah
(Jual Beli dengan Keuntungan) merupakan Pembiayaan yang melibatkan
pembelian barang oleh bank dan dijual kembali kepada pihak lain dengan
penambahan keuntungan. 4. Ijarah (Sewa Murni) ialah Prinsip pembiayaan
barang modal berdasarkan penyewaan murni tanpa opsi pembelian oleh pihak
penyewa. 5. Ijarah wa Iqtina (Sewa dengan Pilihan Pembelian) ialah
Pembiayaan barang modal dengan opsi pemindahan kepemilikan setelah masa
sewa berakhir. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, sistem keuangan
syariah bertujuan untuk memastikan bahwa seluruh transaksi keuangan sesuai
dengan nilai-nilai Islam dan tidak melibatkan riba (bunga) serta aktivitas yang

4
Wiroso “ Produk Perbankan Syariah” Penerbit LPFE Usakti 2009 : 41

4
diharamkan dalam agama. Sistem ini menciptakan suatu kerangka ekonomi
yang adil, transparan, dan sesuai dengan ajaran Islam.
B. Sejarah dan Perkembangan Sistem Keuangan Syariah
1. Sejarah Bank
Pada abad ke-6 SM, masyarakat telah menggunakan "kredit hipotik," di
mana Bank meminjamkan emas dan perak dengan tingkat bunga 20%, yang
dikenal sebagai Temples of Babylon setiap bulannya. Pada tahun 500 SM,
di Yunani, didirikan Greek Temple, yang berfungsi sebagai bank yang
menerima simpanan dengan menerapkan biaya penyimpanan dan
meminjamkannya kembali kepada masyarakat setelah menyimpannya.
Inilah awal munculnya bankir-bankir swasta. 5 Seiring waktu, pada tahun
560 SM, lembaga perbankan pertama di Yunani mulai muncul. Bank-bank
di Romawi muncul dengan operasi yang lebih luas, melibatkan pertukaran
mata uang, penerimaan deposito, pemberian layanan kredit, dan transfer
modal. Namun, dengan jatuhnya kota Roma pada tahun 509 SM, perbankan
ikut jatuh, dan sejarah lembaga keuangan negara Babylon terhenti.6
Setelah masa tersebut, pada periode Renaissance, kota-kota dagang
seperti Venice dan Florence berkembang, meninggalkan warisan sejarah di
bidang perbankan. Pada tahun 527-565, Yustinianus mengkodefikasikan
hukum Romawi di Konstantinopel, mendorong perkembangan perbankan.
Perdagangan antara Konstantinopel dengan Cina, India, dan Ethiopia
memperluas mata uang Konstantinopel sebagai mata uang internasional.
Pada tahun 1171, didirikan bank Venesia, menjadi Bank Negara Pertama
yang dana-nya digunakan untuk membiayai perang. Pada tahun 1320,
banyak bank berdiri, termasuk Bank of Genoa dan Bank of Barcelona, 7
menciptakan landasan bagi perkembangan sistem perbankan di Eropa.
Sejarah ini mencerminkan evolusi sistem perbankan dari zaman kuno

5
Dedy Syaifuddin, “Manajemen Perbangkan”, (Kendari: Unhalu Press:2019), h.2
6
Ibid., h. 3
7
Ibid., h. 2

5
hingga periode Renaissance, menunjukkan peran pentingnya dalam
memfasilitasi perdagangan dan kegiatan ekonomi di berbagai wilayah.
2. Sejarah Bank Syariah
Gagasan tentang bank yang menggunakan sistem bagi hasil telah
muncul sejak lama, dengan banyak pemikir Muslim yang menyampaikan
pandangan mereka terkait bank syariah. Beberapa di antaranya mencakup
Anwar Qureshi pada tahun 1946, Naiem Siddiqi pada tahun 1948, Mahmud
Ahmad pada tahun 1952, dan penjelasan lebih rinci disampaikan oleh
Mawdudi pada tahun 1961. Muhammad Hamidullah juga menyumbangkan
pemikiran-pemikiran tersebut dengan tulisan-tulisan pada tahun 1944, 1955,
1957, dan 1962, yang dapat dianggap sebagai gagasan pendahulu terkait
perbankan Islam.8 Awalnya, perbankan berasal dari Eropa dan berkembang
seiring dengan penyebaran daerah jajahan ke Asia Barat. Pada masa jajahan
Belanda, didirikan bank seperti De Post Paar Bank dan De Javasche Bank.
Selain itu, bank-bank milik warga lokal dan dari negara-negara seperti
Jepang, Cina, dan Eropa juga hadir, seperti Batavia Bank dan Bank Nasional
Indonesia.9
Perkembangan bank syariah di negara-negara Muslim masih
memerlukan usaha peningkatan. Pada Desember 1970, Organisasi
Konferensi Islam (OKI) mengadakan pertemuan di Karachi, Pakistan, yang
membahas pendirian bank syariah. Mesir mengajukan proposal pendirian
bank syariah yang kemudian dikaji oleh ahli dari delapan belas negara
Islam. OKI memutuskan untuk membentuk konsep bank syariah, dan pada
Juli 1973, perwakilan komite ahli negara Islam bertemu di Jeddah, Arab
Saudi, untuk membahas pendirian Bank Pembangunan Islam atau Islamic
Development Bank (IDB) dengan modal sebesar 12 miliar. Perkembangan
pesat bank syariah menarik perhatian bank konvensional, seperti yang
terlihat dalam penawaran produk-produk bank syariah oleh bank

8
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta: Ekonisia, 2007), h.28
9
Andri Soemitra. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan syariah, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 62

6
konvensional, seperti "Islamic windows" di Malaysia, "the Islamic
transactions" di cabang Bank Mesir, dan "the Islamic services" di cabang
bank perdagangan Arab Saudi. Pada tahun 1996, Citibank mendirikan anak
perusahaan yang sepenuhnya dimiliki yang diberi nama Citi Islamic
Investment Bank di Bahrain, menunjukkan minat yang terus berkembang
dalam industri perbankan syariah.10
3. Sejarah Perbankan Pada Masa Rasulullah
merupakan bagian dari perekonomian umat Islam yang melaksanakan
pembiayaan dengan prinsip-prinsip syariah. Pada waktu itu, perbankan
menjalankan tiga fungsi utama, yaitu meminjamkan uang, menerima
simpanan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang. Sebagai contoh,
pada masa Rasulullah, praktik pengiriman dan peminjaman uang sudah
dilaksanakan untuk keperluan bisnis serta menerima titipan harta untuk
konsumsi.11 Rasulullah diberi gelar Al-Amin karena beliau mau menerima
simpanan harta, dan masyarakat Mekkah mempercayai integritasnya dalam
hal tersebut. Fungsi cek juga sudah ada pada masa Nabi, digunakan
misalnya untuk mengambil gandum dari Baitul Mal, yang pada saat itu
diimpor dari Mesir. Pemberian modal untuk modal kerja dengan prinsip
bagi hasil, seperti mudharabah, musyarakah, muzara’ah, musaqah, sudah
dikenal sejak awal di antara kaum Muhajirin dan Anshar.12

Beberapa istilah perbankan modern ternyata berasal dari khazanah ilmu


fiqih. Sebagai contoh, istilah "kredit" berasal dari kata credo dalam bahasa
Romawi, yang diambil dari istilah qard dalam fiqih yang berarti
meminjamkan uang atas dasar kepercayaan. Begitu pula dengan istilah

10
M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, (Jakarta: Gema Insani, 1999), h.
239
11
Abdul Muhith, “Sejarah Perbankan Syariah”, Attanwir, Jurnal Kajian keislaman dan Pendidikan,
Volume 01,
Nomor 02, September 2012, h.69-84
12
Kadim Sadr, “Money and Monetary Policies in Early Islam”, Essay on Iqtisad, NurCopr.,Silver
Spring, 1989.

7
"cek" yang berasal dari kata saq (suquq) dalam bahasa Arab, yang berarti
pasar. Cek, sebagai alat pembayaran yang biasa digunakan di pasar,
memiliki keterkaitan dengan istilah terseb 13 ut dalam sejarah perbankan
Islam pada masa Rasulullah.14

4. Sejarah Perbankan Syariah Pada Masa Bani Umayyah dan Abasiyah


Sejarah perbankan syariah pada masa Bani Umayyah dan Bani
Abbasiyah mencakup perkembangan mata uang, pengenalan istilah, dan
kemajuan dalam sistem perbankan. Pada masa Umayyah, terjadi penelitian
khusus dalam pengelolaan mata uang, dengan keahlian para ahli yang
dikerahkan untuk memahami kandungan logam mulia pada setiap mata
uang. Zaman Muawiyah (661-680M) mengenal istilah "jihbiz," yang berasal
dari bahasa Persia dan pada masa pemerintahan Sasanid dipergunakan untuk
orang yang mengumpulkan pajak tanah. Jihbiz dan bank memiliki
persamaan dalam melaksanakan fungsi menerima deposito, menyalurkan
pembiayaan, dan mentransfer uang. Namun, perbedaannya terletak pada
pengelolaannya, di mana jihbiz dikelola oleh individu, sedangkan bank
dikelola oleh institusi.15

Pada zaman Abbasiyah, masyarakat memiliki banker sendiri-sendiri,


dan pada pemerintahan Muqtadir (908-932M), peran banker semakin
populer. Contohnya, Ibnu Furat menunjuk Harun ibnu Imran dan Joseph
ibnu Wahab sebagai bankirnya, sementara Ibnu Abi Isa, Hamid ibnu Wahab,
dan Abdullah al-Baridi memiliki banker masing-masing. Bank mengalami
kemajuan dengan beredarnya cek atau saq secara luas. Peran banker pada
masa ini melibatkan tiga fungsi utama, yaitu menerima deposito,
menyalurkannya, dan mentransfer uang. Proses transfer uang dari satu

13
Sami Hamoud, Islamic Banking, Arabian Information Ltd, London, 1985
14
Abdul Muhith, “Sejarah Perbankan Syariah”, Attanwir, Jurnal Kajian keislaman dan Pendidikan,
Volume 01, Nomor 02, September 2012, h.69-84
15
SudinHaron, Islamic Banking: Rules and Regulations, Pelanduk Publications, Petaling
Jaya, 1997, h. 2 17 Ibid. 2

8
negeri ke negeri lainnya dapat terjadi tanpa perlu memindahkan fisik uang
tersebut. Para money changer yang mendirikan kantor-kantor di berbagai
negeri juga mulai menggunakan cek sebagai media transfer uang dan
kegiatan pembayaran lainnya. Dalam sejarah perbankan Islam, Sayf al-
Dawlah al-Hamdani menjadi orang pertama yang tercatat menerbitkan cek
untuk keperluan kliring antara Baghdad (Irak) dan Aleppo (Spanyol
sekarang), menandai kemajuan dalam sistem perbankan syariah pada masa
itu.17

5. Sejarah Perbankan Syariah di Indonesia


Sejarah perbankan syariah di Indonesia berawal pada zaman penjajahan
Belanda, di mana beberapa bank telah beroperasi, antara lain De Javasche
NV, De Post Paar Bank, De algemene Volks Crediet Bank, Nederland
Handels Maatschappij (NHM), De Escomto Bank NV, Bank Nasional
Indonesia, Bank Abuan Saudagar, NV Bank Boemi, dan The Chartered
Bank India. Logo industri perbankan syariah di Indonesia diresmikan pada
tanggal 2 Juli 2007, bertepatan dengan perayaan HUT Bank Indonesia yang
ke-54. 16 Seiring dengan masa kemerdekaan Indonesia, sektor perbankan
semakin berkembang, dan beberapa bank berorientasi pada pelayanan
kepada rakyat didirikan.17 Dalam sejarah perkembangan perbankan syariah,
Bank Muamalat menjadi yang pertama berdiri pada tahun 1992.
Namun, dalam perkembangannya, Bank Muamalat mengalami
kelambatan pertumbuhan dibandingkan dengan negara-negara Muslim
lainnya. Hal ini disebabkan oleh banyaknya pilihan bank konvensional yang
telah berdiri di Indonesia. Pada tahun 1992-1998, hanya satu bank syariah
yang berdiri di Indonesia, namun pada tahun 1999, jumlahnya meningkat
menjadi tiga unit, dan pada tahun 2000, jumlahnya menjadi enam unit.
Sementara itu, jumlah Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) mencapai

16
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, edisi baru, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1999), h. 28-29.
17
Ibid., h.28-29

9
86 unit dan terus bertambah. 18 Pertumbuhan jumlah kantor cabang bank
syariah menandakan perkembangan yang pesat dalam sektor perbankan
syariah di Indonesia.
6. Perbankan Syariah di Era Terkini
Keberadaan perbankan syariah tidak hanya inclusif dalam
pengembangan sektor keuangan syariah, tetapi juga menciptakan bentuk
baru dalam keuangan syariah secara menyeluruh. Termasuk di antaranya
adalah reksadana berbasis syariah, perusahaan pembiayaan berbasis syariah,
asuransi berbasis syariah, obligasi berbasis syariah, dan pasar modal
berbasis syariah. Dengan berkembangnya berbagai bentuk keuangan syariah
tersebut, keduanya, baik konvensional maupun syariah, dapat memainkan
peran ganda dalam sistem keuangan di Indonesia.21 Cikal bakal perbankan
syariah di Indonesia dimulai dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia
(BMI) pada Mei 1992, dengan modal awal sebesar Rp 106.126.382.000,00.
Pendirian bank ini merupakan hasil dari Munas MUI (Majelis Ulama
Indonesia), di mana salah satu hasil utamanya adalah pembentukan
kelompok kerja untuk mendirikan bank syariah. Sejak saat itu, keberadaan
bank syariah terus berkembang pesat di Indonesia.19

Meskipun Indonesia memainkan peran penting dalam perkembangan


perbankan syariah, sejarahnya menunjukkan bahwa negara-negara seperti
Pakistan dan Malaysia telah menjadi pelopor pengembangan perbankan
syariah dengan konsep modern pada sekitar tahun 1940. Di Mesir, pada
tahun 1963, berdiri Mit Ghamr Lokal Saving Bank, menjadi embrio
perbankan syariah di negara tersebut. Seiring waktu, sejumlah negara Islam
di dunia internasional menyepakati prinsip-prinsip keuangan syariah pada
konferensi di Malaysia pada tanggal 21-27 April 1969. Hasil dari konferensi

18
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, edisi baru, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1999), h. 28-29. 21 A. Wangsawidjaja Z, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2012), h. 10
19
Syukri Iska, Sistem Perbankan Syariah di Indonesia dalam Perspektif Fikih Ekonomi,
(Yogyakarta: Fajar Media Press, 2012), h. 252-253

10
tersebut antara lain menekankan bahwa keuntungan harus mengacu pada
prinsip untung-rugi, dan setiap tindakan riba, baik dalam jumlah kecil
maupun besar, dianggap sebagai haram sesuai hukum syariah. Oleh karena
itu, diusulkan pembentukan bank syariah yang bersih dari riba.20

Tabel 1

Sejarah dan Sistem Keuangan Syariah

Keterangan Nama Tokoh tahun

Sejarah bank, masyarakat telah Yustinianus 5-6 Sebelum


menggunakan "kredit hipotik," di Masehi
mana Bank meminjamkan emas
dan perak dengan tingkat bunga
20%, yang dikenal sebagai
Temples of Babylon setiap
bulannya.21

Sejarah bank syariah, Pada Anwar 1946-1996


Desember 1970, Organisasi Qureshi
Konferensi Islam (OKI) (1946),
mengadakan pertemuan di Naiem
Karachi, Pakistan, yang Siddiqi
membahas (1948),
pendirian bank syariah Mahmud
Ahmad
(1952),
Pada masa Rasulullah, Seorang Rasullullah, 622 Masehi
sahabat Zubair bin al-
Rasulullah SAW, Zubair bin al-
Awwam r.a,
Awwam r.a., memilih tidak
menerima titipan harta. Ia lebih Ali bin Abi
suka menerimanya dalam bentuk Thalib
pinjaman. Tindakan Zubair ini r.a,

20
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta: Ekonisia, 2007), h.28
21
Kasmir. 28-29

11
menimbulkan implikasi yang
berbeda,

yakni yang pertama, dengan


mengambil uang itu sebagai
pinjaman, Ia memiliki hak untuk
memanfaatkannya; kedua, karena
bentuknya pinjaman, ia
berkewajiban untuk
mengembalikannya secara utuh.
Dalam riwayat lain disebutkan,
Ibnu Abbas r.a. juga pernah
melakukan pengiriman barang ke
Kuffah dan Abdullah bin Zubair
r.a. melakukan pengiriman uang
dari Mekkah ke adiknya Mis'ab
bin Zubair r.a. yang tinggal di
Irak.

12
Zaman bani Umayyah masa Zaman Muawiyah
mengenal istilah "jihbiz," yang pemerintahan (661-680M) dan
berasal dari bahasa Persia dan Sasanid ( zaman abbasiyah
pada masa pemerintahan Sasanid bani (908-932M)
dipergunakan untuk orang yang muawiyyah )
mengumpulkan pajak tanah. &

Pada zaman Abbasiyah, pemerintahan


masyarakat memiliki banker Muqtadir (
sendiri-sendiri, dan pada
pemerintahan Muqtadir zaman
(908932M), peran banker abbasiyah )
semakin populer. Contohnya,
Ibnu Furat menunjuk Harun ibnu
Imran dan Joseph ibnu Wahab
sebagai bankirnya, sementara
Ibnu Abi Isa, Hamid ibnu Wahab,
dan Abdullah alBaridi memiliki
banker masing-masing. Bank
mengalami kemajuan dengan
beredarnya cek atau saq secara
luas.
Bank syariah di Indonesia, Mr. Cristian 1828-1992
Dalam sejarah perkembangan De
perbankan syariah, Bank Haan & Cj.
Muamalat menjadi yang pertama Smulders ,
KH.
berdiri pada tahun 1992 yang
Hasan Basri (
Dimana berawal pada zaman
penjajahan

13
Belanda, di mana beberapa bank Ketum MUI (
telah beroperasi, antara lain De
1984-1990 )
Javasche NV, De Post Paar Bank,
De algemene Volks Crediet
Bank, Nederland Handels
Maatschappij (NHM), De
Escomto Bank NV, Bank
Nasional Indonesia, Bank Abuan
Saudagar, NV Bank Boemi, dan
The Chartered Bank India.22

Bank Syariah Era Terkini, Ketum MUI 1992 - Sekarang


Keberadaan perbankan syariah Periode
tidak hanya inclusif dalam 1984-
pengembangan sektor keuangan
syariah, tetapi juga menciptakan 1990
bentuk baru dalam keuangan
syariah secara menyeluruh.
Termasuk di antaranya adalah
reksadana berbasis syariah,
perusahaan pembiayaan berbasis
syariah, asuransi berbasis syariah,
obligasi berbasis syariah, dan
pasar modal berbasis syariah.

C. Prinsip dan Pedoman Sistem Keuangan Syariah


1. Prinsip sistem keuangan syariah
Berdasarkan pengelolaan keuangan pada prinsip yang bebas dari bunga
atau riba, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Ada dua jenis bank yang
menjalankan kegiatan usahanya sesuai dengan prinsip syariah, yaitu Bank
Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Syariah, sebagaimana difatwakan

22
Syukri Iska, Sistem Perbankan Syariah di Indonesia dalam Perspektif Fikih Ekonomi,
(Yogyakarta: Fajar Media Press, 2012), h. 252-253

14
oleh Majelis Ulama Indonesia. Pada sebuah kuliah umum yang
diselenggarakan oleh Magister Kenotariatan FH UNAIR, Prof. Dr. A.
Shomad menjelaskan perbedaan utama antara bank syariah dan bank
konvensional. 23 Bank syariah tidak hanya mencari keuntungan semata
seperti bank konvensional, tetapi juga mencari kemakmuran di dunia dan
akhirat, menjadi orientasi keuntungan dan falah (profit and falah oriented).
Prof. A. Shomad menyoroti larangan riba dalam agama Islam dan mencatat
bahwa dalam bidang syariah, riba dilarang. Ia menguraikan enam prinsip
yang harus dipenuhi oleh keuangan syariah yaitu :
a) prinsip kaffah
Kaffah, dalam pengertian bahasa, merujuk pada kelengkapan atau
menyeluruh dari segala aspek. Dalam konteks industri keuangan, aspek
transaksi mencakup akad (perjanjian), agunan, sengketa, kepailitan
(taflis), dan lelang.24 Guru besar kenotariatan menegaskan bahwa semua
aspek transaksi ini harus berlandaskan pada prinsip syariah. Dengan kata
lain, transaksi dalam industri keuangan harus sesuai dengan ketentuan-
ketentuan syariah, dan tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip
tersebut. Dalam konteks prinsip syariah, terdapat empat unsur yang
dianggap bertentangan, yaitu riba, maysir, gharar, dan unsur haram dan
zalim. Riba merujuk pada praktik bunga yang diharamkan dalam Islam.
Maysir mengacu pada perjudian atau aktivitas berisiko tinggi
yang dianggap tidak sesuai dengan prinsip syariah. Gharar berkaitan
dengan ketidakpastian atau ketidakjelasan dalam suatu transaksi yang
dapat merugikan salah satu pihak. Unsur haram dan zalim mencakup
segala sesuatu yang dilarang atau tidak adil menurut ajaran Islam.
Dengan demikian, prinsip kaffah dalam transaksi industri keuangan

23
FH UNAIR, https://fh.unair.ac.id/sekilas-tentang-prinsip-syariah-dalam-industri-keuangan/ ,
Diakses pada tanggal 24 Febuari 2024
24
UNAIR NEWS, https://unair.ac.id/guru-besar-unair-paparkan-prinsip-syariah-dalam-industri-
keuangan/ , diakses pada tanggal 24 Febuari 2024

15
menekankan perlunya menyelaraskan setiap aspek dengan prinsip
syariah, sambil menghindari unsur-unsur yang dianggap bertentangan
dengan nilai-nilai tersebut.
b) prinsip keadilan
Arti keadilan dalam Islam bukanlah kesamaan mutlak, melainkan
keadaan di mana setiap individu memperoleh hak dan kewajibannya
secara setara. Meskipun hakikat derajat manusia dianggap sama, terdapat
perbedaan yang mendasar, yaitu tingkat ketakwaan setiap individu dalam
Islam. Keadilan diakui sebagai nilai mendasar dalam ajaran Islam,
sebagaimana tergambar dalam Al-Qur’an surat AlMaidah (5): 8, yang
menyeru kepada orang-orang beriman untuk menjadi penegak keadilan
sebagai saksi yang adil. Dalam konteks ekonomi syariah, Islam
mendorong nilai keadilan dalam berusaha, sebagaimana tercantum dalam
AlQur’an surah Al-Jumuah (62):10 yang mendorong manusia untuk
mencari karunia Allah dengan bekerja dan berusaha.25
Prinsip keadilan juga tercermin dalam pembatasan hasil usaha
ekonomi agar tidak berlebihan dan kebijakan anti-penimbunan harta,
sesuai dengan Al-Qur’an surat Al-Humazah (104): 1-3. Hal ini
mencerminkan kehati-hatian terhadap pengumpulan harta dan keyakinan
bahwa harta tersebut tidak akan dapat mempertahankan dirinya. Lebih
lanjut, Islam mengajarkan bahwa kelebihan harta hasil usaha ekonomi
sebaiknya dinafkahkan untuk kepentingan bersama, sesuai dengan
prinsip keadilan yang dinyatakan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah
(2):267. Dengan mengeluarkan sebagian dari hasil usaha yang baik,
termasuk dari hasil bumi, diharapkan tercapainya prinsip keadilan yang
mencerminkan kekayaan dan pujian kepada Allah.

25
Sharia Knowledge Centre, landasan ekonomi syariah
,https://www.shariaknowledgecentre.id/id/news/sistemekonomi-syariah/, Diakses pada tanggal 24
Febuari 2024

16
c) prinsip al mas’uliyah
yang menekankan pentingnya tanggung jawab antara individu,
dalam masyarakat, dan pemerintah. Prinsip pertanggungjawaban atau
accountability dalam Islam, dikenal sebagai Al-Mas’uliyah, menyoroti
kewajiban seseorang untuk mempertanggungjawabkan tindakan dan
keputusannya, serta memastikan bahwa hak-hak orang lain tidak
dilanggar. Ini mencakup pertanggungjawaban antar individu (mas’uliyah
al-afrad), tanggungjawab dalam masyarakat (mas’uliyah al-mujtama),
dan tanggungj awab pemerintah (mas’uliyah al-daulah). Dengan prinsip
ini, setiap individu, masyarakat, dan pemerintah diharapkan untuk
bertanggungjawab secara etis dan adil terhadap sesama, menjaga
keadilan, dan menghindari pelanggaran hak-hak orang lain.26
d) prinsip keseimbangan
yang menyoroti pentingnya keseimbangan antara kepentingan
individu dan masyarakat. Asas keseimbangan (tawazun) merupakan
prinsip yang menyoroti pentingnya menjaga proporsi dan keseimbangan
dalam transaksi syariah. Prinsip ini mendorong pihak-pihak yang terlibat
dalam transaksi untuk secara cermat mempertimbangkan hubungan
antara keuntungan yang diharapkan dan risiko yang mungkin timbul,
dengan tujuan memilih transaksi yang seimbang dalam hal keuntungan
dan risikonya. Dalam penerapannya, asas keseimbangan dapat
diwujudkan dengan berbagai cara. Pertama, pihak yang terlibat dalam
transaksi diharapkan untuk mempertimbangkan secara seksama risiko
dan manfaat yang terkait dengan transaksi tersebut. Dengan menilai
secara proporsional antara keuntungan yang diharapkan dan risiko yang

26
Siregar. Bonanda J ,Arah dan politik hukum bisnis di Indonesia
,https://ejournal.unisba.ac.id/index.php/amwaluna/article/download/3146/2157 , diakses pada
tanggal 24 febuari 2024

17
mungkin timbul, transaksi dapat diarahkan menuju suatu keseimbangan
yang sejalan dengan prinsip syariah.27
Selain itu, diversifikasi investasi juga menjadi langkah yang
diterapkan untuk meminimalkan risiko. Dengan menyebarkan investasi
ke berbagai instrumen atau sektor, pihak yang terlibat dapat mengurangi
risiko potensial yang mungkin muncul dari perubahan kondisi pasar atau
ekonomi. Terakhir, menjaga keseimbangan antara risiko dan keuntungan
yang diharapkan merupakan langkah penting lainnya. Ini mengacu pada
usaha untuk tidak hanya mengejar keuntungan semata, tetapi juga
mempertimbangkan risiko yang mungkin dihadapi. Dengan demikian,
asas keseimbangan menjadi landasan dalam pengelolaan transaksi
syariah yang sesuai dengan nilai-nilai etika dan prinsip-prinsip keuangan
Islam.
e) prinsip al kifayah
prinsip Al-Kifayah, atau prinsip kecukupan, bertujuan untuk
menghapuskan kefakiran dan mencukupi kebutuhan dasar seluruh
anggota masyarakat. Prinsip ini mengajarkan pentingnya berbagi sumber
daya dan membantu sesama agar tidak ada yang hidup dalam kondisi
kekurangan. Dengan menerapkan prinsip Al-Kifayah, masyarakat
diharapkan untuk saling mendukung dan menciptakan lingkungan yang
mampu memenuhi kebutuhan primer bagi semua individu.28
2. Pedoman Sistem Keuangan Syariah
UU Perbankan Syariah memberikan wewenang kepada Majelis Ulama
Indonesia (MUI) melalui organ khususnya, Dewan Syariah Nasional (DSN)

27
Sharia Knowledge Centre, landasan ekonomi syariah
,https://www.shariaknowledgecentre.id/id/news/sistemekonomi-syariah/, Diakses pada tanggal 24
Febuari 2024
28
Siregar. Bonanda J ,Arah dan politik hukum bisnis di Indonesia
,https://ejournal.unisba.ac.id/index.php/amwaluna/article/download/3146/2157 , diakses pada
tanggal 24 febuari 2024

18
MUI, untuk menerbitkan fatwa terkait hukum atau akad yang menjadi dasar
produk dan jasa perbankan syariah. Fatwa ini diatur dalam peraturan Bank
Indonesia (BI), yang sekarang dikelola oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
MUI memiliki kewenangan untuk mengeluarkan fatwa yang menjadi dasar
kegiatan perbankan Syariah yang tertuang pada Pasal 1 angka 12 UU
Perbankan Syariah sebagai prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan.
Fatwa yang dikeluarkan oleh MUI secara tegas menyatakan bahwa hanya
fatwa dari MUI yang dapat digunakan sebagai acuan dalam perbankan
syariah, bukan dari lembaga atau organisasi lain. Prinsip kepastian hukum
mendasari pemberian wewenang kepada MUI, sebagai majelis yang terdiri
dari ulama-ulama terkemuka.29
Untuk mengaplikasikan fatwa dalam kegiatan perbankan syariah,
lembaga yang memiliki wewenang pembentukan peraturan di bidang
tersebut, yaitu Bank Indonesia (BI) dan saat ini Otoritas Jasa Keuangan
(OJK), diberi kewenangan oleh pembuat undang-undang. Ini sesuai dengan
perkembangan legislatif di sektor perbankan. Fatwa yang dikeluarkan oleh
Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Dewan Syariah Nasional (DSN)
MUI dapat diadopsi sebagai ketentuan dalam peraturan yang mengatur
secara umum dan luas. Ini memastikan bahwa fatwa tersebut memiliki
kekuatan hukum yang mengikat dalam kegiatan perbankan syariah.
D. Konsep Sistem Keuangan Syariah
Deregulasi perbankan di Indonesia dimulai pada tahun 1983, ketika Bank
Indonesia memberikan keleluasaan kepada bank-bank untuk menetapkan suku
bunga. Kebijakan ini diharapkan dapat menciptakan kondisi perbankan yang
lebih efisien dan kuat dalam mendukung perekonomian. Pada tahun yang sama,
pemerintah merencanakan menerapkan "sistem bagi hasil" dalam perkreditan,
menggagas konsep perbankan syariah. Pada tahun 1988, Pemerintah
mengeluarkan Paket Kebijakan Deregulasi Perbankan 1988 (Pakto 88),

29
Mahkamah Konstitusi RI, “DPR Jelaskan Kewenangan MUI Menerbitkan Fatwa Usaha
Perbankan Syariah”, https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=18030&menu=2 ,
diakses pada tanggal 2 Maret 2024

19
membuka peluang bisnis perbankan secara luas untuk mendukung
pembangunan.

Meskipun bank konvensional lebih dominan, beberapa usaha perbankan


daerah berbasis syariah mulai muncul. Inisiatif pendirian bank Islam di
Indonesia dimulai pada tahun 1980 melalui diskusi-diskusi di Bandung dan
Jakarta. Pada tahun 1990, Majelis Ulama Indonesia membentuk kelompok
kerja untuk mendirikan Bank Islam di Indonesia. Ini mengarah pada pendirian
PT Bank Muamalat Indonesia pada 1 November 1991. Pada tahun 1998, UU
No. 10 Tahun 1998 secara tegas menyatakan dual banking system,
membedakan sistem perbankan konvensional dan syariah. Bank Muamalat
menjadi pelopor dalam industri perbankan syariah di Indonesia.30

Sehingga OJK membagi beberapa jenis konsep di Lembaga Keuangan


Syariah yang ada di Indonesia, yaitu:

1. Bank Syariah merupakan Bank yang menjalankan kegiatan usaha


berdasarkan prinsip syariah Islam, seperti keadilan, kemaslahatan, dan tanpa
unsur riba serta hal-hal yang diharamkan. Penyaluran dana dalam bank
syariah dibedakan berdasarkan prinsip jual beli, sewa, bagi hasil, dan akad
pelengkap.
2. Tempat Gadai Syariah merupakan Lembaga keuangan yang memberikan
pembiayaan dengan jaminan barang atau surat berharga. Nasabah biasanya
harus menyerahkan barang sebagai jaminan, dengan akad utama
menggunakan akad rahn.

30
OJK, https://ojk.go.id/id/kanal/syariah/tentang-syariah/pages/sejarah-perbankansyariah.aspx, Diakses pada

tanggal 24 febuari 2024


31
OJK,PEDOMANAKUNTANSIPERBANKANSYARIAHINDONESIA(PAPSI),https://ojk.go.id/id/kanal/perbankan/Docu
ments/Pages/Pedoman-
Akuntansi-Perbankan-Indonesia-
(PAPI)/PEDOMAN%20AKUNTANSI%20PERBANKAN%20SYARIAH%20INDONESIA%20(PAPSI).pdf, di akses
tanggal 18 Febuari 2024

20
3. Koperasi Simpan Pinjam Syariah merupakan Koperasi yang menerima
simpanan dan memberikan pinjaman kepada anggotanya. Sumber modal
berasal dari simpanan anggota dan modal pinjaman. Menerapkan asas
kekeluargaan dan prinsip syariah, seperti akad wadi’ah dan mudharabah.
4. Lembaga Asuransi Syariah merupakan Usaha tolong-menolong dan saling
melindungi berdasarkan prinsip syariat Islam. Beroperasi dengan berbagai
jenis akad, seperti mudharabah, tabarru’, mudharabah musytarakah, dan
wakalah bil ujrah. Menyediakan produk asuransi seperti pendidikan,
kendaraan, dan jiwa.
5. Lembaga Pembiayaan Syariah merupakan Lembaga yang Menawarkan
berbagai jenis pembiayaan, seperti kendaraan dan pendidikan. Layanan ini
juga membutuhkan jaminan sebagai salah satu persyaratan, serupa dengan
tempat gadai.
Tabel 2
Jenis Lembaga Keuangan Syariah
Jenis-jenis LKS Lembaga yang Keterangan
mengeluarkan
1. Bank Syariah DSN-MUI & UU No. 21 TAHUN 2008
OJK tentang Perbankan Syariah
2. Gadai DSN-MUI Fatwa DSN Nomor 25/DSN-
Syariah MUI/III/2002 tentang rahn
3. KSP syariah Kementerian No.11/PER.KUKM/XII/2017
koperasi dan Tahun 2017 ttg Pelaksanaan
UKM kegiatan simpan pinjam dan
pembiayaan Syariah oleh
Koperasi
4. Lembaga OJK Undang-Undang Nomor 40
Asuransi Tahun 2014 Tentang
Syariah Perasuransian
5. Lembaga OJK POJK Nomor
pembiayan 31/POJK.05/2014 tentang
Syariah Penyelenggaraan Usaha
Pembiayaan Syariah
Perbankan syariah diharapkan selalu mengikuti prinsip-prinsip seperti
keadilan, kemitraan, transparansi, dan universalitas, tanpa membedakan

21
suku, agama, ras, dan golongan dalam masyarakat. Selain itu, bunga bank
dianggap sebagai riba, yang secara tegas diharamkan oleh Islam. Ulama dan
forum-forum internasional telah menyepakati haramnya bunga bank, dan
pendapat mayoritas ulama sepakat bahwa bunga bank adalah riba yang
dilarang oleh Islam. Dalam berbagai fatwa dan keputusan, termasuk dari
Dewan Syari'ah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI),
dijelaskan bahwa bunga bank tidak sesuai dengan syariah Islam.
Demikianlah, perbankan syariah diharapkan dapat memberikan alternatif
yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam dalam pelayanan keuangan kepada
masyarakat.
E. Bentuk Laporan Lembaga Keuangan Syariah
Tujuan akuntansi syariah adalah untuk mengimplementasikan nilai-nilai
syariah melalui interpretasi angka dan keuangan atas transaksi ekonomi secara
transparan dan akuntabel di dalam lembaga keuangan, khususnya lembaga
keuangan syariah. Dalam konteks ini, akuntansi tidak bisa dipisahkan dari
pembuatan laporan. Secara konseptual, akuntansi dianggap sebagai seni dan
ilmu yang bertujuan untuk menyampaikan informasi keuangan kepada para
penggunanya. Laporan keuangan yang disusun oleh lembaga keuangan syariah
melibatkan beberapa elemen utama, yaitu:
1. Laporan Posisi Keuangan: Menyajikan gambaran mengenai aset,
kewajiban, dan ekuitas pada suatu periode tertentu.
2. Laporan Laba Rugi: Merinci pendapatan dan beban untuk mencerminkan
laba atau rugi suatu lembaga keuangan syariah selama periode tertentu.
3. Laporan Perubahan Ekuitas: Menunjukkan perubahan pada ekuitas lembaga
keuangan syariah, termasuk kontribusi pemilik dan distribusi laba.
4. Laporan Arus Kas: Menyajikan aliran masuk dan keluar kas selama suatu
periode, memberikan gambaran mengenai likuiditas dan pengelolaan kas.
5. Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat: Menjelaskan perubahan dana
investasi terikat pada lembaga keuangan syariah.

22
6. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana ZIS (Zakat, Infaq, dan Sadaqah):
Membahas sumber-sumber dana dan cara penggunaannya terkait dengan
zakat, infaq, dan sadaqah.
7. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Qardhul Hasan: Memberikan
informasi mengenai sumber dan penggunaan dana qardhul hasan (pinjaman
yang diberikan tanpa bunga).
8. Catatan Atas Laporan Keuangan: Menyediakan penjelasan lebih lanjut,
klaim, dan informasi tambahan yang mendukung pemahaman laporan
keuangan.
Dengan menyusun laporan-laporan tersebut, lembaga keuangan syariah
bertujuan untuk memberikan informasi yang jelas, transparan, dan akuntabel
kepada pihak-pihak terkait, termasuk nasabah, pemegang saham, regulator, dan
masyarakat umum. Hal ini sejalan dengan prinsip-prinsip akuntansi syariah
yang mendasarkan interpretasi angka dan keuangan pada nilai-nilai syariah
dalam rangka mencapai tujuan akuntansi yang sesuai dengan prinsip-prinsip
Islam.

Tabel 1. Perbandingan antara Laporan Keuangan Lembaga Keuangan


Konvensional dengan Lembaga Keuangan Syariah.

Laporan Keuangan Lembaga Laporan Keuangan Lembaga


Konvensional Syariah

23
• Laporan Posisi Keuangan • Laporan posisi keuangan
• Laporan Laba-Rugi • Laporan laba-rugi
• Laporan Perubahan Ekuitas • Laporan perubahan ekuitas
• Laporan Arus Kas • Laporan arus kas
• Cacatan atas laporan • Laporan penggunaan dan
keuangan
sumber dana ZIS

• Laporan penggunaan dan


sumber qadhul hasan

• Cacatan atas laporan


keuangan

Tujuan akuntansi syariah adalah untuk membumikan nilai-nilai


syariah melalui interpretasi angka dan keuangan atas transaksi ekonomi
secara transparan dan akuntabel dalam sebuah lembaga keuangan,
terutama lembaga keuangan syariah. Akuntansi, sebagai seni dan ilmu,
secara konseptual berfungsi untuk menginformasikan informasi
keuangan kepada para penggunanya. Untuk lembaga keuangan syariah,
laporan keuangan menjadi sarana utama untuk menyampaikan
informasi tersebut. Laporan keuangan pada lembaga keuangan syariah
mencakup beberapa komponen, seperti laporan posisi keuangan,
laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, laporan
perubahan dana investasi terikat, laporan sumber dan penggunaan dana
ZIS (zakat, infaq, dan sadaqah), laporan sumber dan penggunaan dana
qardhul hasan, dan Catatan atas laporan keuangan.

Selain komponen laporan keuangan tersebut, lembaga keuangan


syariah juga diharuskan untuk menyajikan komponen laporan keuangan
tambahan yang menjelaskan karakteristik utama jenis lembaga
keuangan syariah tersebut jika substansi informasinya belum tercakup
pada laporan keuangan utama. Misalnya, jika lembaga keuangan

24
syariah belum melaksanakan fungsi sosial secara penuh, mereka tetap
harus menyajikan komponen laporan keuangan seperti laporan sumber
dan penggunaan dana ZIS serta laporan sumber dan penggunaan dana
qardhul hasan.

Laporan keuangan yang terkait dengan alokasi rekening dana


kebajikan disajikan dalam laporan sumber dan penggunaan dana
qardhul hasan atau laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan.
Laporan sumber dan penggunaan dana qardhul hasan menunjukkan
sumber dan penggunaan dana selama suatu jangka waktu tertentu,
mencakup sumber dana dari lembaga keuangan itu sendiri atau dari luar,
serta penggunaan dana yang melibatkan pemberian pinjaman baru dan
pengembalian dana qardhul hasan. Dalam pelaporan dana kebajikan,
PSAK 101 tahun 2007 mengaturnya dengan rinci. Sumber dana
kebajikan bisa berasal dari infaq, sadaqah, hasil pengelolaan wakaf
sesuai perundang-undangan, pengembalian dana kebajikan produktif,
denda, dan pendapatan nonhalal.

Penggunaan dana kebajikan dapat melibatkan dana kebajikan


produktif, sumbangan, dan penggunaan lainnya untuk kepentingan
umum. Laporan ini juga mencakup kenaikan atau penurunan sumber
dana, saldo awal dan akhir dana penggunaan dana kebajikan. Seluruh
pelaporan dana kebajikan disajikan tersendiri dalam laporan sumber
dan penggunaan dana qardhul hasan karena dana ini bukan merupakan
aset perusahaan dan dicatat dalam jurnal dengan akun rekening dana
kebajikan. Semua transaksi ini kemudian diposting ke buku besar
pembantu atas dana kebajikan berdasarkan jenis dana kebajikanyang
diterima atau dikeluarkan.

Tabel 2. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan

25
PT Bank Syariah X Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Qardhul
Hasan Periode yang berakhir 31 Desember 20XX

Sumber dana Kebajikan


• Infaq zakat dari dalam bank syariah xxx
• Sadaqah xxx
• Hasil pengelolaan wakaf xxx
• Pengembalian dana kebajikan produktif xxx
• Denda xxx
• Pendapatan non halal xxx
Jumlah sumber dana Kebajikan
xxx
• Penggunaan dana kebajikan Dana kebajikan produktif xxx
• Sumbangan xxx
• Penggunaan laiinya untuk kepentingan umum
Jumlah penggunaan dana Kebajikan xxx
• Kenaikan/ penurunan dana Kebajikan
(Xxx)
• Saldo awal dana Kebajikan
Xxx
• Saldo akhir dana Kebajikan
xxx

Sumber : PSAK 101, 2007


Tabel 3. Jurnal yang Dicatat oleh Penerima Pembiayaan

Tanggal Keterangan Ref Debit


Kredit

26
• Dana kebajikan-kas XXX
Dana kebajikan-infaq/sadaqah/hasil wakaf
(Penerimaan dana sumbangan dari pihak ekstern)
XXX

• Dana Kebajikan-kas
Dana kebajikan-denda/ XXX
pendapatan nonhalal (Penerimaan dana dari denda
XXX dan pendapatan nonhalal)
• Dana kebajikan-dana kebajikan produktif XXX
Dana kebajikan-kas
(Pengeluaran dalam rangka pengalokasian
dana qardhul hasan)
XXX

• Dana kebajikan-kas XXX


Dana kebajikan-dana kebajikan produktif(Penerimaan pelunasan)
XXX

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Sistem keuangan syariah merupakan suatu sistem keuangan yang
didasarkan pada prinsip-prinsip syariah Islam. Sistem ini mencakup lembaga
keuangan syariah, seperti bank syariah, yang menyelenggarakan transaksi
keuangan sesuai dengan nilai-nilai Islam. Prinsip-prinsip pembiayaan dalam
sistem keuangan syariah mencakup mudharabah, musyarakah, murabahah,
ijarah, dan ijarah wa iqtina. Sistem keuangan syariah bertujuan untuk
menciptakan ekonomi yang adil, transparan, dan sesuai dengan ajaran Islam,
menghindari riba, dan mempromosikan keberlanjutan ekonomi. Sejarah sistem

27
keuangan syariah mencakup perkembangan perbankan syariah dari masa
Rasulullah hingga era terkini. Bank syariah di Indonesia memiliki sejarah yang
dimulai pada zaman penjajahan Belanda, dan pertumbuhannya terus
berkembang seiring dengan perkembangan sektor perbankan di Indonesia.
Perkembangan bank syariah di berbagai negara Muslim juga mencerminkan
minat yang terus berkembang dalam industri perbankan syariah di seluruh
dunia.
Prinsip dan pedoman sistem keuangan syariah mencakup prinsip-
prinsip investasi mudharabah, penyertaan modal musyarakah, jual beli
murabahah, dan sewa ijarah. Prinsipprinsip ini memberikan landasan bagi
lembaga keuangan syariah untuk menyusun transaksi keuangan yang sesuai
dengan prinsip-prinsip Islam. Pedoman akuntansi perbankan syariah dan
standar akuntansi syariah memberikan panduan yang jelas dalam menyusun
laporan keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Konsep sistem
keuangan syariah mencakup operasional bank syariah berdasarkan prinsip-
prinsip syariah, yang melibatkan ketentuan-ketentuan seperti pemisahan dana,
pemilihan instrumen investasi, dan pematuhan terhadap prinsip-prinsip syariah
lainnya. Laporan keuangan lembaga keuangan syariah menjadi alat utama
dalam menyampaikan informasi keuangan dan operasional yang transparan
dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Dengan demikian, kesimpulan utama dari materi ini adalah bahwa
sistem keuangan syariah memiliki landasan yang kokoh pada prinsip-prinsip
syariah Islam, dan lembaga keuangan syariah berkomitmen untuk
menyelenggarakan operasionalnya dengan mematuhi nilai-nilai Islam.
Laporan keuangan menjadi instrumen penting dalam memberikan keyakinan
kepada para pemangku kepentingan bahwa lembaga keuangan syariah
beroperasi dengan integritas dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam.

28
DAFTAR PUSTAKA

Otoritas Jasa Keuangan, Prinsip dan Konsep Dasar Keuangan


Syariah ,

29
https://ojk.go.id/id/kanal/syariah/tentang-syariah/Pages/Prinsip-dan-Konsep-PB-
Syariah.aspx , Yuyun Wahyuni, Konsep Dasar Keuangan Syariah, (Purbalingga:
Eureka Media Aksara, 2022), 13.
Nur Kholis, Potret Perkembangan dan Praktik Keuangan Islam di Dunia, Vol.
XVII, No. 1 (Millah: Jurnal Studi Agama: Universitas Islam Indonesia, 2017).
Zamir dan Abbas, Pengantar Keuangan Islam: Teori dan Praktek, (Jakarta:
Prenada Media Group, 2008).
Wiroso “ Produk Perbankan Syariah” Penerbit LPFE Usakti 2009 : 41

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta: Ekonisia,


2007), h.28

SudinHaron, Islamic Banking: Rules and Regulations, Pelanduk Publications,


Petaling Jaya, 1997, h. 2
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, edisi baru, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1999), h. 28-29.

30

Anda mungkin juga menyukai