Anda di halaman 1dari 3

MATERI PERTEMUAN KE 5

MATA KULIAH HUKUM PERBANKAN SYARIAH


DEWAN SYARIAH NASIONAL- MUI DAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH

Dewan Syariah Nasional (DSN) adalah Lembaga yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia
(MUI) yang secara struktural berada di bawah MUI yang bertugas mengembangkan penerapan
nilai Syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan sektor keuangan pada khususnya.
Metode Penetapan Fatwa dan Prosedur Pemberian Fatwa
MUI membentuk DSN-MUI yang salah satu tugasnya mengeluarkan fatwa dalam bidang ekonomi Syariah.
Fatwa yang dikeluarkan oleh DSN merupakan sumber materiil yang dimuat dalam Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah (KHES).
Metode Penetapan fatwa DSN mengikuti pedoman yang telah ditetapkan oleh komisi fatwa MUI tertuang
dalam Surat Keputusan Majelis Ulama Indonesia (SK MUI) No. U-59/MUI/X/1997.
Dasar fatwa MUI ditetapkan dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2). Dalam ayat (1) disebutkan bahwa setiap fatwa
didasarkan pada al illat al-ahkam (dasar hukumnya) yang paling kuat dan membawa kemaslahatan bagi
umat. Dalam ayat (2) disebutkan bahwa dasar-dasar fatwa adalah Alquran, hadis, ijma’, qiyas, dan dalil-
dalil hukum lainnya.
Metode Istinbath Hukum Fatwa DSN-MUI: Al Quran, Hadist, Ijma, Qiyas lalu muncullah FATWA
Menurut Zubairi Hasan salah satu rujukan hukum tentang ekonomi Syariah adalah fatwa MUI yang
biasanya di-godog dan dikeluarkan DSN. MUI kini menjadi rujukan bagi semua masyarakt Muslim di
Indonesia. Menurut Sutan Remy Sjahdeini sebagaimana dikutip Sofyan Mulazid, bahwa hingga tahun 2012,
DSN MUI telah mengeluarkan 82 fatwa terkait produk keuangan Syariah. Hal ini menunjukkan pentingnya
peran fatwa dalam menumbuh kembangkan Lembaga keuangan Syariah di Indonesia.
Urgensi Fatwa DSN-MUI
Pengaturan mengenai fatwa DSN-MUI dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan
Syariah dapat dilihat pada Pasal 26 ayat (1), (2), dan (3) sebagai berikut :
(1) Kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20, dan Pasal 21 dan/atau produk dan
jasa Syariah, wajib tunduk kepada prinsip Syariah.
(2) Adapun prinsip syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difatwakan oleh MUI.
(3) Fatwa sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia
(PBI).
Keberadaan fatwa dalam pelaksanaan ekonomi Syariah memiliki peran yang strategis, karena fatwa
merupakan panduan bagi para pelaku usaha dalam menjalankan bisnisnya. Selain itu juga fatwa sering
dijadikan rujukan oleh pemerintah dalam menyusun dan merumuskan peraturan perundang-undangan yang
akan dibuat.
Kedudukan Fatwa DSN-MUI bagi Praktik Perbankan
Umat Islam pada umumnya menjadikan fatwa sebagai rujukan di dalam bersikap dan bertingkah laku. Dalil
yang digunakan adalah al-Fata fi Haqqil ‘Ami kal Adillah fi Haqqil Mujtahid, artinya bahwa kedudukan
fatwa bagi orang banyak, seperti dalil bagi mujtahid.
Fatwa DSN-MUI sebagai pedoman operasional perbankan Syariah pada tahun 2005 sebagian besar
dijadikan substansi dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan
dan Penyaluran Dana bagi Bank yang melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
Kaidah dan Prinsip Penetapan Fatwa DSN-MUI
Ada tiga pendekatan yang dilakukan DSN-MUI dalam merespon problematika hukum ekonomi yang baru:
1. Mencari solusi melalui dalil yang qath’i (pasti, tegas dan jelas).
2. Mendasarkan pendapat para ulama (aqwal ulama). Bila terjadi perbedaan di antara para ulama
maka dicari titik persamaannya dan dilakukan tarjih (memilih pendapat yang paling kuat).
3. Jika poin 1 & 2 tidak ada maka akan dilakukan pendekatan ilhaqi (yaitu mencari padanan kasus
serupa dalam hukum islam klasik yang merupakan hasil ijtihad ulama hukum cabang).
Fatwa sebagai Alat Pengembangan Produk Keuangan Syariah
Fatwa merupakan salah satu alternatif untuk menjawab perkembangan zaman yang tidak ter-cover dengan
nash-nash keagamaan (an-nushuh al-syar’iyah).
DSN dibentuk melalui SK pimpinan MUI No. Kep-754/MUI/II/1999 tertanggal 10 Februari 1999, yang
salah satu tugasnya adalah mengeluarkan fatwa di bidang ekonomi syariah.
Fatwa DSN mempunyai peranan yang penting dalam upaya pengembangan produk Lembaga keuangan
Syariah, baik bank maupun nonbank.
Fatwa-fatwa ekonomi Syariah dikeluarkan melalui proses dan formulasi fatwa kolektif, koneksitas, dan
melembaga yang disebut ijtihad ulama secara kolektif (ijtihad jama’i), bukan ijtihad individu (ijtihad fardi).
Wafiditas jama’i dan fardi jelas sangat berbeda. Ijtihad jama’i telah mendekati ijma.
Definisi Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah Badan yang ada di Lembaga Keuangan Syariah (LKS)
dan bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan DSN di LKS tersebut. DPS diangkat dan diberhentikan di
LKS melalui RUPS setelah mendapat rekomendasi DSN
Landasan Yuridis Pembentukan DPS
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perbankan Syariah mengatur mengenai DPS dalam Pasal
32, yang intinya DPS wajib dibentuk di Bank Syariah dan Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS,
mereka diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atas Rekomendasi MUI.
Peraturan yang pertama kali memberikan aturan berkaitan dengan DPS
a. Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang Melaksanakan
Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana diubah dengan PBI No. 7/35/PBI/2005.
b. Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/3/PBI/2006 tentang Perubahan Kegiatan Usaha yang
Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah dan Pembukaan Kantor Bank yang
Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Umum Konvensional.
Menurut PBI No 11/3/PBI/2009 dan PBI No. 11/10/PBI/2009 DPS harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Integritas
b. Kompetensi
c. Reputasi Keuangan

Persyaratan dalam Kualifikasi bagi Anggota DPS


Sebagaimana sifat dari tugas dan tanggung jawab dari DPS adalah untuk memecahkan atau menyelesaikan
berbagai permasalahan Syariah yang berkaitan dengan bisnis perbankan Syariah, maka persyaratan yang
paling penting bagi setiap anggota dari dewan ini adalah kepakaran dalam bidang perbankan dan keuangan
Syariah.

DPS Harus memenuhi kriteria :


a. Memiliki akhlak dan moral yang baik
b. Memiliki komitmen untuk memenuhi peraturan perbankan Syariah dan peraturan perundang-
undangan lain yang berlaku
c. Memiliki komitmen terhadap pengembangan bank yang sehat dan Tangguh (sustainable).
d. Tidak termasuk dalam Daftar Tidak Lulus sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai uji
kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) yang ditetapkan BI
FUNGSI DPS
• Melakukan pengawasan secara periodik pada LKS yang berada di bawah pengawasannya.
• Berkewajiban mengajukan usul-usul pengembangan LKS kepada pimpinan lembaga yang
bersangkutan dan kepada DSN.
• Melaporkan perkembangan produk dan operasional LKS yang diawasinya kepada DSN sekurang-
kurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun anggaran
• Merumuskan permasalahan-permasalahan yang memerlukan pembahasan DSN.
STRUKTUR DPS
1. Kedudukan DPS dalam struktur perusahaan berada setingkat dengan fungsi komisaris sebagai
pengawas direksi.
Jika fungsi komisaris adalah pengawas dalam kaitan dengan kinerja manajemen, maka DPS melakukan
pengawasan kepada manajemen dalam kaitan dengan implementasi sistem dan produk-produk agar
tetap sesuai dengan syariah Islam
2. Bertanggung jawab atas pembinaan akhlak seluruh karyawan berdasarkan sistem pembinaan ke-
Islaman yang telah diprogramkan setiap tahunnya.
3. Ikut mengawasi pelanggaran nilai-nilai Islam di lingkungan perusahaan tersebut
4. Bertanggung jawab atas seleksi syariah karyawan baru yang dilaksanakan oleh Biro Syariah
KEDUDUKAN DPS
Sebagai Penasehat / Pemberi Saran: Kepada Direksi, Pimpinan Unit Usaha Syariah, dan pimpinan
kantor cabang Syariah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan aspek Syariah;
Sebagai mediator : Antara bank dengan DSN dalam mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan
produk dan jasa bank yang memerlukan kajian dan fatwa dari DSN
Sebagai Perwakilan DSN: Yang ditempatkan pada bank.

Anda mungkin juga menyukai