Anda di halaman 1dari 4

Mata Kuliah : Manajemen Perbankan Syariah

Dosen Pengampu : Hj. Marlina Widiyanti K., S.E., S.H., M.M., Ph.D.

Nama : Miranda Akhmalia Putri

NIM : 01011282025122

Kelas : Manajemen (B) Palembang

A. Undang-Undang Tentang Perbankan Syariah

 UU No. 10 Tahun 1998


Pada tahun 1998, UU Perbankan (UU No. 7 Tahun 1992) diamandemen
dengan UU No. 10 Tahun 1998. Berbeda dengan UU No. 7 Tahun 1992 yang tidak
mengatur secara pasti perbankan syariah, ketentuan-ketentuan mengenai perbankan
syariah dalam UU No. 10 Tahun 1998 lebih lengkap dan sangat membantu
perkembangan perbankan syariah di Indonesia. UU No. 10 Tahun 1998 secara
tegas menggunakan kata bank syariah dan mengatur secara jelas bahwa bank, baik
bank umum dan BPR, dapat beroperasi dan melakukan pembiayaan berdasarkan
pada prinsip syariah.
 UU No. 21 Tahun 2008
Berdasarkan UU No. 10 Tahun 1998 yang merupakan perubahan atas UU No.
7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan berbagai peraturan yang dikeluarkan oleh
Bank Indonesia, dasar hukum perbankan syariah di Indonesia semakin kuat dan
jumlah bank syariah semakin meningkat secara signifikan. Akan tetapi, beberapa
praktisi dan pakar perbankan syariah berpendapat bahwa peraturan yang ada masih
tidak cukup untuk mendukung operasional perbankan syariah di Indonesia. Bank
syariah memiliki karakterisitk yang berbeda dengan bank konvensional, sehingga
pengaturan bank syariah dan bank konvensional dalam satu Undang-Undang yang
sama dipandang tidak mencukupi. Oleh karena itu pada tahun 2008, Dewan
Perwakilan Rakyat dengan dukungan pemerintah, mengesahkan UU No. 21 Tahun
2008 tentang Perbankan Syariah.
B. Jenis Bank Syariah Yang Ada Di Indonesia
1. Bank Umum Syariah
Bank Umum Syariah atau yang disingkat BUS adalah Bank Syariah yang dalam
menjalankan kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Contoh
dari Bank Umum Syariah adalah Bank Mandiri Syariah, Bank BNI Syariah, Bank
BRI Syariah, Bank Muamalat Indonesia, dan lain-lain.
2. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah Bank Syariah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Berbeda dengan
Bank Umum Syariah ataupun Unit Usaha Syariah, dalam menjalankan operasional
perbankan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) memiliki layanan yang
terbatas. Contoh dari BPRS adalah BPRS Harta Insan Karimah, BPRS Al-Salaam,
BPRS Insan Cita dan lain-lain.
3. Unit Usaha Syariah
Unit Usaha Syariah adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional
(BUK) yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau unit kerja di
kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor
induk dari kantor cabang pembantu syariah/atau unit syariah. Contoh dari bank
konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah (UUS) adalah Bank Danamon
Indonesia, Bank Permata, Bank CIMB Niaga dan beberapa perbankan
konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah lainnya.
C. Tugas Dewan Syariah Nasional
 Menetapkan fatwa atas sistem, kegiatan, produk, dan jasa LKS, LBS, dan LPS
lainnya;
 Mengawasi penerapan fatwa melalui DPS di LKS, LBS, dan LPS lainnya;
 Membuat Pedoman Implementasi Fatwa untuk lebih menjabarkan fatwa tertentu
agar tidak menimbulkan multi penafsiran pada saat diimplementasikan di LKS,
LBS, dan LPS lainnya;
 Mengeluarkan Surat Edaran (Ta’limat) kepada LKS, LBS, dan LPS lainnya;
 Memberikan rekomendasi calon anggota dan/atau mencabut rekomendasi anggota
DPS pada LKS, LBS, dan LPS lainnya;
 Memberikan Rekomendasi Calon ASPM dan/atau mencabut Rekomendasi ASPM;
 Menerbitkan Pernyataan Kesesuaian Syariah atau Keselarasan Syariah bagi produk
dan ketentuan yang diterbitkan oleh Otoritas terkait;
 Menerbitkan Pernyataan Kesesuaian Syariah atas sistem, kegiatan, produk, dan
jasa di LKS, LBS, dan LPS lainnya;
 Menerbitkan Sertifikat Kesesuaian Syariah bagi LBS dan LPS lainnya yang
memerlukan;
 Menyelenggarakan Program Sertifikasi Keahlian Syariah bagi LKS, LBS, dan LPS
lainnya;
 Melakukan sosialisasi dan edukasi dalam rangka meningkatkan literasi keuangan,
bisnis, dan ekonomi syariah; dan
 Menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan
perekonomian pada umumnya dan keuangan pada khususnya.
D. Tugas Dewan Pengawas Syariah
Berdasarkan Keputusan Dewan Syariah Nasional Nomor 02 Tahun 2000
Tentang Pedoman Rumah Tangga Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
(PRT DSN-MUI) pada pasal 4 mengenai fungsi dan tugas DPS, diantaranya:
DPS pada setiap Lembaga Keuangan mempunyai tugas pokok sebagai berikut:
 Memberikan nasehat dan saran kepada direksi, pimpinan unit usaha syariah dan
pimpinan kantor cabang lembaga keuangan syariah mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan aspek syariah.
 Melakukan pengawasan, baik secara aktif maupun secara pasif, terutama dalam
pelaksanaan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) serta memberikan pengarahan /
pengawasan atas produk / jasa dan kegiatan usaha agar sesuai dengan prinsip
syariah.
 Sebagai mediator antara lembaga keuangan syariah dengan DSN dalam
mengkomunikasi usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari lembaga
keuangan syariah yang memerlukan kajian dan fatwa dari DSN

DPS berfungsi sebagai perwakilan DSN yang ditempatkan pada lembaga


keuangan syariah wajib:
 Mengikuti fatwa DSN.
 Merumuskan permasalahan yang memerlukan pengesahan DSN.
 Melaporkan kegiatan usaha serta perkembangan lembaga keuangan syariah yang
diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun.
Tugas dan wewenang Dewan Pengawas Syariah di Bank Syariah secara lebih rinci
dapat dijabarkan sebagai berikut:
 Sebagai penasehat dan pemberi saran kepada Direksi, pimpinan Unit Usaha
Syariah dan pimpinan Kantor Cabang Syariah mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan aspek syariah.
 Sebagai mediator antara bank dengan Dewan Syariah Nasional dalam
mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari bank yang
memerlukan kajian dan fatwa dari Dewan Syariah Nasional.
E. Bagi Hasil
Bagi hasil adalah pembagian atas hasil usaha yang telah dilakukan oleh pihak-
pihak yang melakukan perjanjian yaitu pihak nasabah dan pihak bank syariah. Dalam
hal terdapat dua pihak yang melakukan perjanjian usaha, maka hasil atas usaha yang
dilakukan oleh kedua pihak atau salah satu pihak, akan dibagi sesuai dengan porsi
masing-masing pihak yang melakukan akad perjanjian. Pembagian hasil usaha dalam
perbankan syariah ditetapkan dengan menggunakan nisbah. Nisbah adalah persentase
yang disetujui oleh kedua belah pihak dalam menentukan bagi hasil atas usaha yang
dikerjasamakan.

Anda mungkin juga menyukai