Anda di halaman 1dari 20

Makalah

Perbankan Syariah
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata kuliah : Lembaga Keuangan
Dosen pengampu : Reza Kurnia Sekedang, ,SE., M.Si,

Oleh :
Nama : Ian Primusta Tarigan
Nim : 190503214
KELAS AR E
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2020
1
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan
kesempatan pada saya untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-
Nya lah saya dapat menyelesaikan makalah yg berjudul Perbankan Syariah tepat
waktu. Makalah Bank Indonesia disusun guna memenuhi tugas dari bapak Reza
Kurnia Sekedang, ,SE., M.Si, pada Mata kuliah Lembaga Keuangan di Universitas
Sumatera Utara . Selain itu, saya juga berharap agar makalah ini dapat menambah
wawasan bagi pembaca tentang Perbankan syariah. Saya mengucapkan terima
kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Reza Kurnia Sekedang, ,SE., M.Si, selaku dosen
mata kuliah Lembaga Keuangan. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang saya ditekuni . Saya juga
mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses
penyusunan makalah ini.

Saya menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

(Kabanjahe, 28 september 2020)

Ian Primusta Tarigan

2
Daftar Isi

Judul ………………………………………………………………1
Kata Pengantar ……………………………………………………2
Daftar Isi …………………………………………………..3
BAB 1 Pendahuluan ………………………………………4
A.Latar Belakang ………………………………………4
B.Rumusan masalah……………………………………4
C.Tujuan penelitian ……………………………………4
BAB 2 Pembahasan ………………………………………5
A.Definisi dan Dasar Hukum Perbankan Syariah..…….5
B.Kegiatan Usaha Perbankan Syariah ..……………….6
C.Kepemilikan Bank Syariah………………………….7
D.Kelemahan dan Kekuatan Bank Syariah..………….11
E. Bank Syariah dan Bank Konvensional.…………….14
BAB 3 Penutup …………………………………………..18
a. Kesimpulan …………………………………………18
b. Saran……………………………………………...…18
Daftar Pustaka …………………………………………...19

3
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang

Bank Indonesia merupakan lembaga yang memiliki peran penting


dalam perekonomian terutama dibidang moneter, keuangan, dan perbankan.
Salah satunya adalah bank syariah Bank Syariah adalah Bank yang
menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut
jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah. Perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan
Prinsip Syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian. aktivitas atau
kegiatan keuangannya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah islam,
khususnya yang menyangkut tat acara bermuamalah secara islam.

B.Rumusan Masalah

a. Apa Definisi dan Dasar Hukum Bank Syariah ?


b. Apa saja Kegiatan usaha Bank Syariah ?
c. Bagaimana Kepemilikan Bank Syariah ?
d. Apa Saja Kelemahan dan Kekuatan Bank Syariah ?
e. Apa itu Bank Syariah dan Bank Konvensional ?

C.Tujuan Penelitian

a. Mendeskripsikan Definisi dan Dasar Hukum Bank Syariah


b. Mendeskripsikan Kegiatan Usaha Bank Syariah
c. Mengetahui kepemilikan Bank Syariah
d. Mendeskripsikan Kelemahan dan Kekuatan Bank Syariah
e. Mendeskripsikan Bank sSyariah dan Bank Konvensional
f. Menyelesaikan Tugas Lembaga Keuangan

4
BAB II
Pembahasan

A.Definisi dan Dasar Hukum Bank Syariah


Bank syariah adalah bank yang aktivitas atau kegiatan keuangannya mengikuti
ketentuan-ketentuan syariah islam, khususnya yang menyangkut tat acara
bermuamalah secara islam. Bank syariah berdiri atas prakarsa oleh Majelis Ulama
Indonesia (MUI) sekitar tahun 18-20 Agustus 1990.
Bank syariah adalah lembaga keuangan (bank) yang menjalankan kegiatan
usahanya berdasarkan prinsip syariah islam dan menurut jenisnya, bank syariah
terdiri dari Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Syariah. (UU 21/2008)

UU 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah didalamnya mengatur pula


kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah meliputi kegiatan
usaha yang tidak mengandung unsur-unsur riba, maisir, gharar, haram, dan zalim.
Juga diatur juga mengenai masalah kepatuhan syariah (syariah compliance) yang
kewenangannya berada pada Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang direpresentasikan
melalui Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang harus dibentuk pada masing-masing
Bank Syariah dan UUS.
Kegiatan usaha yang berasaskan Prinsip Syariah, antara lain, adalah kegiatan usaha
yang tidak mengandung unsur:

a. riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (batil) antara lain dalam transaksi
pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan
(fadhl), atau dalam transaksi pinjam-meminjam yang mempersyaratkan Nasabah
Penerima Fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman
karena berjalannya waktu (nasi’ah);
b. maisir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti dan
bersifat untung-untungan;
c. gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui
keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali
diatur lain dalam syariah;
d. haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah; atau
e. zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lainnya.

5
Dasar hukum UU 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah adalah:

1. Pasal 20 dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun


1945;
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 3
Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4357);
4. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 96, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4420);
5. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4756);

B. Kegiatan Usaha Bank Syariah


Secara umum terdapat bentuk usaha bank syariah terdiri atas Bank Umum dan
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), dengan aturan pokok BPRS dilarang
menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas sistem
pembayaran. Secara kelembagaan bank umum syariah ada yang berbentuk bank
syariah penuh (full-pledged) dan terdapat pula dalam bentuk Unit Usaha Syariah
(UUS) dari bank umum konvensional.

Kegiatan usaha Bank Umum Syariah pun meliputi:

1. Menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau


bentuk lain yang disamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi'ah atau Akad lain
yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah.

2. Menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito, Tabungan, atau


bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah atau
Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah.

3. Menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah,


murabahah, salam, istishna ', musyarakah, qardh, atau Akad lain yang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah.

6
4. Menyalurkan Pembiayaan Penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak
kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan / atau sewa beli dalam bentuk ijarah
muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah.

5. pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau Akad lain yang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah,

6. melakukan kegiatan usaha kartu debit dan / atau kartu pembiayaan berdasarkan
Prinsip Syariah.

7. Membeli, menjual, atau menjamin risiko sendiri surat berharga pihak ketiga


yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip Syariah, antara
lain, seperti Akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau
hawalah.

8. Membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan


pemerintah dan / atau Bank Indonesia.

9. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan


perhitungan dengan pihak ketiga atau antarpihak ketiga berdasarkan Prinsip
Syariah.

10.Penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu Akad yang


berdasarkan Prinsip Syariah.

11. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga


berdasarkan.

12. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri kepentingan Nasabah.

13.Melakukan fungsi sebagai Wali Amanat berdasarkan Akad wakalah.

14.Memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan Prinsip


Syariah

15.Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan


bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan sesuai
ketentuan peraturan-undangan.

Berikut ini kegiatan usaha BPRS menurut OJK:

 BPRS menjalankan seluruh kegiatan bank dengan prinsip syariah berdasarkan aturan
BI

7
 BPRS menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana kepada masyarakat
atau nasabah
 BPRS menghimpun dana nasabah ke bank syariah lain dalam berdasarkan semua akad
syariah
 BPRS Memindahkan uang, dengan tujuan untuk kepentingan bank sendiri atau untuk
kepentingan nasabah melalui rekening BPRS lain yang ada di Bank Umum Syariah
atau Bank Umum Konvensional.

C.Kepemilikan Bank Syariah


A. Undang-Undang Kepemilikan Bank Syariah
Kepemilikan Bank oleh badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
“Bank hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh:
1.      Warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia.
2.   Warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga negara
asing dan/atau badan hukum asing secara kemitraan; atau
3.   Pemerintah daerah.”
Paling tinggi sebesar modal sendiri bersih badan hukum yang bersangkutan.
Kepemilikan bank tergantung kepada sebesar apa modal yang dikeluarkan.
B.     Kepemilikan Dan Perubahan Modal Bank
Kepemilikan Bank oleh badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
paling tinggi sebesar modal sendiri bersih badan hukum yang bersangkutan.
Berkaitan dengan kepemilikan, sumber-sumber dana yang dilarang digunakan dalam
rangka kepemilikan bank adalah :
1.      Berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank
dan/atau pihak lain; dan/atau
2.      Berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang (money laundering).
Dalam kepemlikan bank, pemilik bank harus memenuhi persyaratan integritas yang
mencakup akhlak dan moral yang baik, komitmen mematuhi peraturan, dan
komitmen yang tinggi terhadap pengembangan bank yang sehat dan tangguh. Untuk
persoalan ini telah jelas dinyatakan dalam PBI nomor 11/ 3 /2009  Bab III
tentang kepemilikan dan perubahan modal bank pasal 16 yang berbunyi :
“Pihak-pihak yang dapat menjadi pemilik Bank wajib memenuhi persyaratan
integritas, yang paling kurang mencakup:
1.      Memiliki akhlak dan moral yang baik.
2.      Memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perbankan syariah dan peraturan
perundang-undangan lain yang berlaku; dan

8
3.      Memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan Bank yang sehat dan
tangguh (sustainable).”
Dalam kepemilikan bank, selain Warga Negara Indonesia juga bisa memiliki bank
sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 6 ayat (1) huruf b mengatakan “Warga
negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga negara asing
dan/atau badan hukum asing secara kemitraan”.
C.    Kepemilikan Oleh Warga Negara Asing

Disebutkan juga tentang kepemelikan bank Warga Negara Asing dalam PBI BAB II
tentang PERIZINAN Bagian Kesatu Pendirian Bank pasal 6 ayat (2) menyatakan
“Kepemilikan oleh warga negara asing dan/atau badan  hukum asing sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b paling banyak sebesar 99% (sembilan puluh sembilan
persen) dari modal disetor Bank”.
Bank Indonesia (BI) dihimbau segera mengajukan revisi Undang-Undang (UU)
Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, terutama pasal 9 ayat 3 tentang
kepemilikan asing yang mereka atur.
Anggota Komisi XI DPR, Sadar Soebagyo mengatakan, kepemilikan saham di
perbankan syariah harus dibatasi, agar tidak kebablasan seperti di perbankan
konvensional.
Kepemilikan warga negara asing tidak boleh lebih dari 30 persen, bila perlu tidak
sama sekali. Kalau warga negara asing sudah masuk di Bank Muamalat, perlu diatur
lagi komposisinya. Untuk mengubah aturan tersebut, payung hukumnya khususnya
UU harus direvisi, dan menegaskan batas maksimal yang diperbolehkan.
Perbankan sudah terlanjur digadai ke negara asing. Di AS, aturan kepemilikan warga
negara asing maksimal 30 persen. Di Asean, Philipina paling liberal, namun
komposisi kepemilikan warga negara asing tetap dibatasi maksimal 50 persen.
Singapura cuma 40 persen, Malaysia 40 persen. Sedangkan di kita 99 persen, ini
sudah kebablasan.
Pengamat Perbankan Syariah, Sofyan Harahap mengatakan pembatasan kepemilikan
asing di perbankan syariah sangat penting sehingga terkontrol. Selain itu bila pemilik
saham asing membeli bank syariah maka harus tunduk dengan sistem syariah
sehingga kerakusan dan keserakahan dibatasi oleh sistem.
Di bank syariah ada dewan pengawas syariah. Tetapi bank konvensional tidak ada
seperti itu. Di sana tidak ada keharusan untuk memberikan kepada rakyat kecil
sedangkan di bank syariah, sistemnya sendiri menyuruh agar membuat masyarakat
yang tadinya miskin menjadi tidak miskin.
Walaupun pemegang sahamnya adalah orang asing, namun begitu dia membeli bank
syariah maka harus tunduk kepada ketentuan itu. Pemilik perbankan syariah harus
membayar zakat walaupun bukan orang muslim. Hal itu yang tidak dimiliki bank
konvensional.

9
Adapun perubahan kepemilikan bank tunduk kepada tata cara perubahan pemilik
bank yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang beralaku mengenai
penggabungan bank, peleburan bank, pengambilalihan bank dan pembelian saham
bank umum.
D.    Struktur Kepemilikan Bank
Sesuai Peraturan Bank Indonesia No. 8/16/PBI/2006 tentang Kebijakan Tunggal Pada
Perbankan Indonesia (PBI) maka pihak-pihak yang diwajibkan untuk menyesuaikan
struktur kepemilikan bank-banknya dapat memilih salah satu alternatif penyesuaian
struktur kepemilikan sebagai berikut:
a.   Mengalihkan sebagian atau seluruh kepemilikan sahamnya pada salah satu atau
lebih Bank yang dikendalikannya kepada pihak lain sehingga yang bersangkutan
hanya menjadi Pemegang Saham Pengendali (PSP) pada 1 (satu) Bank;
b.   Melakukan merger atau konsolidasi atas Bank-Bank yang dikendalikannya; atau
c.   Membentuk Perusahaan Induk di Bidang Perbankan  atau Bank Holding
Company (BHC).
Dalam hal PSP yang memiliki 2 (dua) Bank atau lebih tidak bermaksud untuk
melaksanakan merger atau konsolidasi, atau membentuk BHC bagi Bank-Bank di
bawah pengendaliannya, maka PSP dapat mengalihkan sebagian atau seluruh
kepemilikan sahamnya pada salah satu atau lebih Bank yang dikendalikannya kepada
pihak lain sehingga yang bersangkutan hanya menjadi PSP pada 1 (satu) Bank.
Dalam hal setelah PBI berlaku, pihak-pihak yang telah terkena kewajiban untuk
melakukan penyesuaian struktur kepemilikan karena telah menjadi PSP pada lebih
dari 1 (satu) Bank melakukan pembelian saham Bank lain atau menerima pengalihan
saham Bank lain sehingga mengakibatkan yang bersangkutan memenuhi kriteria
sebagai PSP Bank yang dibeli atau diterima pengalihannya, maka yang bersangkutan
wajib melakukan merger atau konsolidasi atas Bank dimaksud dengan Bank yang
telah dimiliki sebelumnya.
Dalam hal Bank akan melakukan merger atau konsolidasi, dimana untuk melancarkan
proses merger atau konsolidasi dimaksud perlu didahului dengan akuisisi terhadap
Bank yang akan dimerger atau dikonsolidasi maka Bank Indonesia hanya dapat
memberikan persetujuan apabila Bank yang diakuisisi tersebut langsung dimerger
atau dikonsolidasi dengan Bank yang  telah  dikendalikan  oleh  PSP.
Pembentukan Perusahaan Induk di Bidang Perbankan atau Bank Holding
Company (BHC), dapat dilakukan  dengan cara:
a.   Mendirikan badan hukum baru bukan bank yang akan bertindak sebagai
BHC; atau
b.   Menunjuk salah satu Bank yang dikendalikannya sebagai BHC.
Tugas BHC adalah:
a.  Menetapkan program kerja strategis BHC;
b.  Memberikan arah strategis untuk jangka waktu paling sedikit 3 (tiga) tahun ke
depan, dan mengkonsolidasikan program kerja Bank-Bank yang menjadi anak
perusahaan;
c.  Menyetujui program kerja strategis Bank-Bank yang menjadi anak perusahaan.
Jangka waktu program kerja strategis tersebut paling sedikit 3 (tiga) tahun ke depan;
d.  Mengawasi pelaksanaan program kerja strategis; dan

10
e.   Mengkonsolidasikan laporan keuangan anak perusahaan dengan laporan keuangan
BHC serta membuat laporan konsolidasi lainnya sesuai Peraturan Bank Indonesia.
Penambahan modal disetor oleh PSP dapat dilakukan melalui pengalihan saham PSP
di Bank-Bank dimaksud kepada BHC. Adapun kepemilikan saham Bank oleh BHC
tersebut paling tinggi sebesar modal sendiri bersih BHC.
Penyertaan saham PSP kepada BHC dapat dilakukan dengan cara inbreng saham
Bank yang dimiliki oleh PSP kepada BHC. Dengan demikian, setelah inbreng saham
maka pihak yang menjadi pemegang saham Bank secara langsung adalah BHC.
Bank-Bank dengan PSP yang sama wajib menyusun rencana penyesuaian struktur
kepemilikan dan menyampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat akhir
Desember 2007. Dalam hal ini, PSP wajib menetapkan rencana penyesuaian struktur
kepemilikan Bank yang akan dipilih dari 3 (tiga) alternatif sebagaimana diatur dalam
PBI.
Rencana penyesuaian struktur kepemilikan tersebut wajib dilakukan secara
berkelanjutan dan mulai dimuat dalam Rencana Bisnis Bank tahun 2008 dan
dilaporkan perkembangan pelaksanaannya kepada Bank Indonesia setiap triwulan
dalam laporan Realisasi Rencana Bisnis Bank.
BHC wajib melaporkan kepada Bank Indonesia:
1.      Program kerja strategis BHC, yang disampaikan sekali dalam setahun
pada  posisi akhir Desember yang disampaikan paling lambat pada akhir Februari;
2.      Laporan pengawasan BHC kepada bank, yang disampaikan setiap semester,
masing-masing untuk posisi bulan Juni dan Desember. Untuk posisi Juni disampaikan
paling lambat pada akhir Agustus sedangkan untuk posisi Desember disampaikan
paling lambat pada akhir Maret; dan
3.      Laporan lainnya sesuai Peraturan Bank Indonesia, antara lain tentang transparansi
kondisi keuangan bank dan ketentuan tentang penerapan manajemen risiko secara
konsolidasi bagi bank yang melakukan pengendalian terhadap perusahaan anak.
Kepemilikan BPRS Pasal 1 ayat (1) UUPT menentukan bahwa Perseroan Terbatas
didirikan oleh 2(dua) orang atau lebih dengan Akta Pendirian yang dibuat dimuka
notaris dalam bahasa Indonesia. Namun demikian, secara khusus Pasal 9 ayat (2)
UUPS menentukan bahwa BPRS dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh:
(1) Warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia yang seluruh
pemiliknya warga negara Indonesia;
(2) Pemerintah Daerah;
(3) Dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud pada angka (1) dan (2) Berdasarkan
ketentuan di atas, ketentuan kepemilikan Perseroan Terbatas dalam UUPT dapat
dikesampingkan dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2) UUPS.
Untuk itu, dapat ditentukan bahwa Pemerintah Daerah termasuk dapat memiliki
BPRS dengan modal seluruh atau sebagian besar milik Pemerintah Daerah. Namun
demikian, sebagai badan hukum, BPRS adalah badan hukum yang berdiri sendiri
dengan harta kekayaan sendiri. Untuk itu, Pemerintah Daerah dalam kepemilikannya
pada BPRS harus memisahkan sejumlah kekayaan daerah secara terpisah ke dalam
BPRS melalui Peraturan Daerah (Perda) yang khusus menentukan jumlah penyertaan
modal daerah ke dalam pendirian BPRS.

11
D.Kekuatan dan kelemahan Bank Syariah
  Kelebihan Bank Syariah
a.       Keunggulan Bank syariah terutama pada kuatnya ikatan emosional keagamaan
antara pemegang saham, pengelola bank, dan nasabahnya. Dari ikatan emosional
inilah dapat dikembangkan kebersamaan dalam menghadapi resiko usaha dan
membagi keuntungan secara jujur dan adil.
b.      Dengan adanya keterkaitan secara religi,  maka semua pihak yang terlibat dalam
bank syariah adalah berusaha sebaik-baiknya dengan pengalaman ajaran agamanya
sehingga berapa pun hasil yang diperoleh diyakini membawa berkah.
c.       Adanya fasilitas pembiayaan ( al-mudharabah dan al-musyarakah) yang tidak
membebani nasabah sejak awal dengan kewajiban membayar biaya secara tetap. Hal
ini adalah memberi kelonggaran psikologis yang diperlukan nasabah untuk dapat
berusaha secara tenang dan sungguh-sungguh.
d. dengan adanya sistem bagi hasil,  untuk penyimpan dana setelah peringatan
tentang keadaan banknya yang bias diketahui sewaktu-waktu dari naik turunnya
jumlah bagi hasil yang diterima. Kelima , penerapan bagi hasil dan
penanggulangannya, sistem bunga menjadikan bank Islam lebih mandiri dari pengaruh
gejolak moneter baik dari dalam maupun dari luar negeri.

Kelemahan Bank syariah


Kekurangan Bank Syariah
a.       Bank dengan system ini terlalu berprasangka baik kepada semua nasabahnya dan
berasumsi bahwa semua orang yang terlibat dalam bank syariah adalah jujur. Dengan
demikian bank syariah sangat rawan terhadap mereka yang beritikad tidak baik,
sehingga diperlukan usaha tambahan untuk mengawasi nasabah yang menerima
pembiayaan dari bank syariah.
b.      Sistem bagi hasil memerlukan perhitungan-perhitungan yang rumit terutama dalam
menghitung bagian laba nasabah yang kecil-kecil dan yang nilai simpanannya di bank
tidak tetap. Dengan demikian kemungkinanan salah hitung setiap saat bisa terjadi
sehingga diperlukan kecermataan yang lebih besar dari bank konvensional.

12
c.       Karena bank ini membawa misi bagi hasil yang adil, maka bank syariah lebih
memerlukan tenaga-tenaga professional yang andal daripada bank konvensional.
Kekeliruan dalam menilai proyek yang akan dibiayai bank dengan system bagi hasil
akan membawa akibat yang lebih besar dari pada yang dihadapi bank konvensional
yang hasil pendapatannya sudah tetap dari bunga.
d. istem Penghitungan yang Rumit Sebagaimana kita ketahui, bank syariah menganut
syariat Islam dalam menjalankan kegiatan usahanya. Perbedaan ekonomi syariah dan
konvensional memicu terjadinya perbedaan prinsip yang dianut oleh bank syariah dan
konvensional. Salah satunya ialah tentang pemberian bunga kepada nasabah yang
menabung di bank. Pada bank konvensional, bunga diberikan bank kepada nasabah
sebagai imbal jasa atas pinjaman uang. Namun pada prinsip Islam, bunga dianggap
sebagai riba, sehingga bank syariah tidak membagikan bunga kepada nasabah. Sebagai
gantinya, bank syariah melakukan sistem bagi hasil alias membagi pendapatan yang
diperoleh bank kepada para nasabah.
Sistem penghitungan ini dinilai cukup rumit oleh sebagian besar masyarakat. Apalagi
terdapat berbagai jenis usaha yang dilakukan oleh bank syariah, dan semuanya
dihitung dan dilakukan berdasarkan prinsip Islam yang masih awam di mata
masyarakat. Hal ini mengakibatkan bank syariah kurang diminati oleh kebanyakan
orang.

e. Inovasi dalam Penawaran Produk Seiring berjalannya waktu, persaingan antar bank
semakin ketat. Pesaing bank syariah bukan hanya bank syariah lainnya, melainkan
juga bank konvensional. Maka sebagaimana layaknya suatu perusahaan, bank syariah
pun perlu melakukan beberapa inovasi khususnya terhadap produk-produk yang
ditawarkan. Inovasi tersebut bisa berbagai macam, seperti menghentikan produk
tertentu atau menambah jenis produk yang ditawarkan.
Menambah jenis produk yang ditawarkan bisa jadi hal rumit bagi bank syariah. Karena
selain harus memikirkan hal-hal apa yang dapat dijadikan nilai tambah produk baru
dibanding produk lama, bank syariah juga harus memperhatikan kebutuhan nasabah
sehingga produk baru yang ditawarkan mampu diterima secara luas dan dapat menjadi
solusi bagi permasalahan masyarakat. Sayangnya, perbankan syariah di Indonesia
didominasi oleh pelaku perbankan konvensional. Atau dengan kata lain, sebagian
besar bank syariah hanyalah lini produk dari bank konvensional. Akibatnya, jarang
dilakukan inovasi terhadap penawaran produk dan kalaupun ada, pasti produk tersebut
dikhususkan bagi orang-orang yang memahami prinsip syariah.

13
f. Memerlukan Tenaga Perbankan Profesional kekurangan menabung di bank syariah
ialah perlunya tenaga perbankan profesional dalam membantu kegiatan usaha,
terutama saat menjelaskan produk yang ditawarkan kepada calon nasabah. Untuk
menarik perhatian calon nasabah, maka bank syariah memerlukan orang-orang yang
paham betul prinsip perbankan secara konvensional maupun syariah agar dapat
memberikan perbandingan antara produk-produk yang ditawarkan.
Sayangnya, prinsip-prinsip perbankan syariah jarang diajarkan secara umum. Sehingga
jumlah orang yang memahami prinsip perbankan syariah tergolong minim. Hal ini
pula yang menyebabkan banyak orang enggan menabung di bank syariah. Selain
karena penghitungannya rumit, juga minimnya tenaga profesional yang dapat
menjelaskan secara umum mengenai prinsip-prinsip perbankan syariah.

E.Bank Syariah dan Bank Konvensional


Bank konvensional adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran
secara umum berdasarkan prosedur dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh negara.
Bank konvensional akan menerima segala macam bentuk investasi ke semua bidang
usaha asalkan sesuai dengan persyaratan yang sudah ditetapkan. Selain itu, bank
konvensional hanya berorientasi pada keuntungan, menetapkan bunga sebagai harga,
dan untuk jasa-jasa bank lainnya, pihak bank menggunakan atau menerapkan berbagai
biaya dalam nominal atau presentase tertentu. Pada bank konvensional, kepentingan
pemilik dana adalah memperoleh imbalan berupa bunga simpanan yang tinggi, sedang
kepentingan pemegang saham adalah diantaranya memperoleh spread yang optimal
antara suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman.

Sementara Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah, atau prinsip hukum islam yang diatur dalam fatwa Majelis Ulama
Indonesia seperti prinsip keadilan dan keseimbangan (‘adl wa tawazun), kemaslahatan
(maslahah), universalisme (alamiyah), serta tidak mengandung gharar, maysir, riba,
zalim dan obyek yang haram. (UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah).
Dalam kegiatannya, bank syariah tidak mengenal bunga, karena dalam hukum Islam
bunga disebut riba dan itu haram. Jadi kalau Anda menabung dengan harapan
mendapat bunga besar maka bank syariah bukanlah pilihan. Sebaliknya, bank syariah
menawarkan keuntungan bagi hasil, margin keuntungan dan fee. Selain itu bank
syariah hanya akan berinvestasi pada sektor yang halal.

1. Cara Mendapatkan Keuntungan

Dalam kegiatan opersionalnya, baik bank konvesional maupun syariah sama-sama


membutuhkan keuntungan atas usaha yang dijalankan. Meski demikian, kedua bank
ini menerapkan perhitungan  yang berbeda dalam hal keuntungan bisnis usaha. Bank
konvesional menjalankan usahanya dengan memberikan keuntungan dalam jumlah

14
tertentu dalam bentuk suku bunga bagi nasabahnya. Suku bunga ini akan diatur
berdasarkan ketentuan yang dikeluarkan pemerintah melalui lembaga keuangan dan
perbankan di mana besaran suku bunga harus menguntungkan pihak bank.

Sementara itu, bank syariah tidak menerapkan sistem bunga pada layanan mereka.
Bank ini dijalankan berdasarkan syariat Islam, sehingga bunga dilarang karena
dianggap tidak sesuai syariat. Bank syariah menggunakan sistem bagi hasil dan
mendapatkan sejumlah keuntungan dari sistem tersebut.

2. Sistem Operasional

Bank konvensional dijalankan berdasarkan standar opersional perbankan yang telah


ditetapkan pemerintah dan tunduk pada aturan hukum yang berlaku di Indonesia. Hal
ini diatur pemerintah melalui lembaga keuangan dan pihak lainnya yang dianggap
berkepentingan dengan masalah tersebut.

Sementara bank syariah tentunya mengikuti aturan syariat Islam. Semua kegiatan
operasional yang dijalankan akan dilakukan berdasarkan ketentuan yang telah
dikeluarkan melalui fatwa MUI yang diambil berdasarkan ketentuan syariat Islam.

3. Cara Mengelola Dana

Pengelolaan dana di bank konvesional bisa dilakukan pada berbagai lini bisnis yang
dianggap aman dan menguntungkan. Selama pengelolaan dana ini tidak menyalahi
aturan dan hukum yang berlaku maka pihak bank memiiki kebebasan untuk
menjalankan dan mengelola dana tersebut. Bank juga memiliki sejumlah kewajiban
kepada nasabahnya terkait dengan dana simpanan dan investasi yang disetorkan ke
bank yang bersangkutan.

Dalam bank syariah, dana nasabah yang diterima dalam bentuk titipan atau investasi
tidak bisa dikelola pada semua lini bisnis secara sembarangan. Pengelolaan dan
investasi yang dilakukan bank syariah harus berdasarkan syariat Islam, di mana lini
bisnis yang dipilih harus yang memenuhi aturan syariat Islam.

4. Metode Transaksi

Seluruh aturan serta kebijakan transaksi yang ditemui dalam bank konvesional telah
diatur dan dijalankan berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia. Sementara pada
bank syariah, secara khusus beberapa transaksi telah diatur berdasarkan fatwa MUI, di
antaranya adalah sebagai berikut:

 Akad al-Mudharabah (bagi hasil)
 Al-Musyarakah (perkongsian)

15
 Al-Musaqat (kerja sama tani)
 Al-Ba’i (bagi hasil)
 Al-Ijarah (sewa-menyewa)
 Al-Wakalah (keagenan)

5. Denda Keterlambatan

Nasabah pada bank konvesional dibebankan uang tambahan atau bunga apabila
terlambat melakukan pembayaran. Besaran bunga ini akan makin bertambah, jika
nasabah tidak mampu membayar pada periode berikutnya.

Berbeda dengan bank konvesional, bank syariah tidak memiliki ketetuan beban uang
tambahan yang harus dibayarkan bagi nasabah yang melakukan keterlambatan
pembayaran. Namun, terdapat sanksi yang dikenakan bagi nasabah yang mampu
membayar tetapi sengaja menunda pembayaran. Sanksi dapat berupa uang dengan
jumlah sesuai dengan akad yang sudah disetujui dan ditandatangani.

6. Proses Perjanjian

Pada proses perjanjian atau akad bank konvesional, nasabah cukup melakukan
perjanjian dengan hukum. Sementara pada bank syariah, akad harus sesuai dengan
hukum Islam. Dalam bank syariah, akad harus menyertai rukun, seperti adanya:

 penjual,
 pembeli,
 barang,
 harga, serta
 ijab dan kabul.

Selain itu, syarat yang termasuk dalam kategori barang dan jasa harus halal, harga
barang dan jasa pun harus jelas, begitu juga dengan tempat penyerahannya.

Barang yang ditransaksikan juga harus dalam kepemilikan penjual.

7. Dewan Pengawas Syariah

Pemberlakukan dewan pengawas juga bisa menjadi salah satu perbedaan bank syariah
dan bank konvensional. Dalam hal ini, setiap bank syariah wajib mempunyai Dewan
Pengawas Syariah (DPS), sedangkan bank konvensional tidak ada keharusan. Dewan
Pengawas Syariah ini wajib dibentuk oleh bank syariah dan bank konvensional yang

16
memiliki UUS. Di sini, Dewan Pengawas Syariah berperan memberikan nasihat dan
saran kepada direksi dan bertugas mengawasi segala kegiatan agar sesuai dengan
prinsip syariah yang menjadi pedoman.

8. HUBUNGAN BANK DAN NASABAH


Hubungan bank dengan nasabah juga menjadi perbedaan bank syariah dengan bank
konvensional. Pada bank syariah, nasabah diperlakukan sebagai mitra
alias partner. Perlakuan ini terjadi karena bank syariah dan nasabah diikat dalam
“akad” yang cukup transparan. Sementara hubungan emosional yang kuat ini terjadi
karena bank syariah lebih mengutamakan pendekatan musyawarah lebih dahulu
kepada nasabah daripada pendekataan hukum. Hubungan emosional yang kuat ini
menjadi keunggulan yang tidak banyak dimiliki oleh bank konvensional.

Sementara di bank konvensional, hubungan nasabah dan bank lebih menekankan


hubungan kreditur dan debitur atau hubungan pemberi pinjaman dengan penerima
pinjaman. Jika debitur lancar dalam melakukan pembayaran kredit, bank akan
memberikan keterangan lancar. Sementara bila pinjamannya macet, bank akan
menagih dan tak segan-segan menyita aset yang diagunkan.
9. perlakuan Down Payment (DP) di bank syariah dan bank konvensional

DP di bank syariah mengurangi angsuran yang sebelumnya sudah bisa ditentukan


harga pasti. Sedangkan DP di bank konvensional mengurangi harga perolehan.

10. konsekuensi pelunasan dipercepat di bank syariah dan bank konvensional

Jika terjadi perlunasan dipercepat, maka totalutang nasabah bank syariah adalah
sejumlah total pokok + marjin. Bank syariah TIDAK boleh memberikan DISKON,
namun boleh juga MEMBERIKAN diskon, dengan syarat bahwa diskon TIDAK
PERNAH boleh DIJANJIKAN. Biasanya pihak bank syariah akan memberikan
dsikon. Sedangkan bank konvensional menetapkan ketentuan diskon bunga

17
BAB III
Penutup
a. Kesimpulan

Bank syariah adalah bank yang berjalan dengan syariat islam yang diatur
oleh mui dan telah di atur dalam undang undang no 21 tahun 2018 yang berisi
tentang bank yangmengikuti syariat islam dan juga bank syariah adalah bank yang
memilikimetode bagi hasil agar sesuai dengan syariat islam karena bunga
dalamsyariat islam itu haram karena itu sama dengan riba. Bank syariah
melakukan investasidengan cara halal dan investasi yang halal.

b. Saran

Kepada bank Syariah supaya melakukan kerja sebaik mungkin dan


bertanggung jawab atas setiap tindakan yang diambil demi memajukan
perekonomian Indonesia dan sesuai dengan syariat islam yang ada jangan hanya
bernama syariah tapi masih salah dalam mengambil tindakan yang sesuai syariat
islam.

18
Daftar Pustaka
https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-21-2008-perbankan-syariah
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt598a6c8192ed4/dasar-hukum-
prinsip-bagi-hasil-dalam-perbankan-syariah/#:~:text=Dasar%20hukum
%20mengenai%20bank%20syariah%20mengacu%20pada%20Undang
%2DUndang%20Nomor,Perbankan%20Syariah%20(%E2%80%9CUU%2021%2F
https://accounting.binus.ac.id/2017/06/17/pengertian-prinsip-dan-landasan-hukum-
bank-syariah-sesuai-uu-1098/
https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/tentang-syariah/Pages/PBS-dan-
Kelembagaan.aspx
https://ajaib.co.id/pengertian-bank-syariah-dan-kegiatan-usahanya/
#:~:text=Kegiatan%20usaha%20Bank%20Umum%20Syariah%20pun%20meliputi
%3A&text=Menghimpun%20dana%20dalam%20bentuk%20Investasi,tidak
%20bertentangan%20dengan%20Prinsip%20Syariah.
https://universalbpr.co.id/blog/bprs-bpr-pengertian-dan-perbedaannya/
#:~:text=Berikut%20ini%20kegiatan%20usaha%20BPRS,dalam%20berdasarkan
%20semua%20akad%20syariah
file:///D:/Downloads/377-1191-1-PB.pdf
https://www.zfadly.my.id/2012/06/kepemilikan-bank-syariah.html
https://dosenekonomi.com/ilmu-ekonomi/ekonomi-syariah/kekurangan-menabung-
di-bank-syariah
https://www.neraca.co.id/article/36405/kelebihan-dan-kekurangan-bank-syariah
http://adeapriatna17.blogspot.com/2016/04/kelebihandan-kekurangan-bank.html
http://www.bankmuamalahcilegon.com/2015/10/perbedaan-bank-syariah-dan-
bank.html
https://pelayananpublik.id/2020/01/04/pengertian-dan-perbedaan-bank-
konvensional-dan-syariah-lebih-baik-nabung-dimana/#:~:text=Bank
%20konvensional%20adalah%20bank%20yang,yang%20telah%20ditetapkan
%20oleh%20negara.&text=Sebaliknya%2C%20bank%20syariah%20menawarkan
%20keuntungan,hasil%2C%20margin%20keuntungan%20dan%20fee.

19
https://www.99.co/blog/indonesia/perbedaan-bank-konvensional-dan-bank-
syariah/
https://www.merdeka.com/jateng/5-perbedaan-bank-syariah-dan-bank-
konvensional-kenali-prinsip-dan-karakteristiknyaa-kln.html?page=5
https://portal.axa.co.id/direct/Tips/Detail/7-perbedaan-bank-syariah-dengan-bank-
konvensional-yang-perlu-kamu-keta

20

Anda mungkin juga menyukai