OLEH
DEPARTEMEN AKUNTANSI
2021
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
pada Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
2
DAFTAR ISI
3
4
BAB I
PENDAHULUAN
Laporan keuangan yang disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) adalah
sumber informasi yang digunakan untuk menilai posisi keuangan dan kinerja perusahaan yakni
informasi berupa laporan keuangan yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan
ekuitas dan laporan arus kas . Laporan tersebut nantinya akan digunakan oleh pengguna informasi,
khususnya oleh stakeholders agar memperoleh informasi penting tentang perusahaan yang berguna
Salah satu informasi yang terdapat dalam laporan keuangan adalah informasi mengenai laba
perusahaan. Informasi mengenai laba perusahaan dijadikan fokus utama serta mendapat perhatian
khusus oleh pengguna laporan keuangan. Hal ini dikarenakan informasi laba dalam suatu perusahaan
dapat menaksirkan kinerja atau pertanggungjawaban manajemen. Menurut Sukandar (2014) kinerja
perusahaan merupakan kemampuan yang dimiliki oleh perusahaan untuk melakukan seluruh
terhadap laporan keuangan telah mempengaruhi pola pikir pemimpin perusahaan bahwa mengelola
perusahaan di masa modern dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat adalah menjadi hal
5
Menurut Wijayanti dan Mutmainah (2012) semakin kompleks aktivitas pengelolaan maka
semakin meningkat pula kebutuhan akan prakti tata kelola perusahaan (corporate governance) untuk
memastikan bahwa manajemen perusahaan terlaksana dengan baik. Menurut Trinanda dan Mukodim
(2010), salah satu sistem yang dapat mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan menjadi baik
adalah tata kelola perusahaan (Good Corporate Governance ) yang baik. Dalam penelitiannya
disebutkan bahwa semakin baik corporate governance yang diterapkan maka akan semakin baik
pula kinerja keuangan perusahaan. Jika pelaksanaannya dilakukan dengan baik, maka sistem
corporate governance akan memberikan perlindungan efektif kepada para pemegang saham dan
kreditur, sehingga menanamkan kepercayaan pihak- pihak tersebut atas investasinya terhadap
perusahaan.
Secara umum, Good Corporate Governance (GCG) adalah sistem dan struktur yang baik
berbagai pihak yang berkepentingan perusahaan (stakeholder), seperti: kreditor, pemasok, asosiasi
bisnis, konsumen, pekerja, pemerintah, dan masyarakat luas (Syakhroza, 2014). Perusahaan
meyakini bahwa implementasi GCG merupakan bentuk lain penegakan etika bisnis dan etika kerja
yang sudah lama menjadi komitmen perusahaan, dan implementasi GCG berhubungan dengan
peningkatan nilai perusahaan. Perusahaan yang mempraktikkan GCG akan mengalami perbaikan
6
Bukti empiris yang diperoleh dari hasil riset menunjukkan masih lemahnya perusahaan-
Tenggara, hal ini ditunjukkan oleh masih lemahnya standar-standar akuntansi, pertanggungjawaban
kepengurusan perusahaan (Zhuang, 2015). Hal ini secara tidak langsung menunjukkan masih
stakeholder perusahaan. Dalam upaya mengatasi kelemahan–kelemahan tersebut, maka para pelaku
bisnis di Indonesia menyepakati penerapan Good Corporate Governance (GCG) merupakan suatu
Pada penelitian (Subroto, Sutrisno dkk, 2013) yang mengintegrasikan bukti- bukti empiris dari tahun
2000-2012, hasil analisis meta mendapatkan bukti bahwa peran corporate governance sebagai
monitoring untuk menekan manajemen laba pada perusahaan di Indonesia belum konsisten terbukti
namun demikian, ditemukan secara robust pada kepemilikan manajerial dan kualitas audit.
Penelitian (Patrick, Paulinus dkk, 2015) membuktikan bahwa praktik tata kelola perusahaan seperti
ukuran direksi, ukuran perusahaan, dewan komisaris, dan komite audit memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap praktik manajemen laba antara perusahaan Nigeria pada tahun 2011- 2014,
sehingga harus ada perbaikan dalam kode tata kelola perusahaan yang mengatur perusahaan.
7
Dipilihnya perusahaan food and beverage sebagai objek penelitian ini karena berdasarkan
informasi yang diperoleh, industri food and beverage memberikan kontribusi besar terhadap
pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Pada triwulan I tahun 2015, pertumbuhan industri food and
beverage mencapai 8,16% atau lebih tinggi dari pertumbuhan industri non migas sebesar 5,21%
(Kementrian Perindustrian Republik Indonesia). Kemudian pada triwulan III tahun 2017, industri
makanan dan minuman kinerjanya naik di atas pertumbuhan ekonomi yaitu sebesar 9,49%. Industri
food and beverage juga dipastikan akan menjadi andalan dalam beberapa tahun kedepan. Menteri
manufaktur nasional di tahun 2018, salah satunya yaitu industri makanan dan minuman yang
diharapkan mampu mencapai target pertumbuhan industri pengolahan non-migas tahun 2018 yang
telah ditetapkan sebesar 5,67% (Kontan.co.id). Selain itu, perusahaan food and beverage menjadi
salah satu perusahaan yang memegang peranan penting dalam kebutuhan masyarakat. Dengan
tingginya minat kebutuhan konsumen, semakin besar pula persaingan dalam dunia bisnis ini.
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian oleh Maria Rofina dan Maswar Patuh Priyadi,
pembaharuannya ada pada penambahan variabel ROA dan EPS berdasarkan saran dari penelitian
tersebut. Penelitian ini juga berbeda dengan penelitian sebelumnya dalam hal jangka waktu
pengambilan sampel yaitu antara 2014-2017 dan objek penelitian yang dipusatkan pada perusahaan
8
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka judul penelitian ini adalah
9
Diharapkan temuan dari penelitian ini dapat memberikan manfaat berupa tambahan ilmu
pengetahuan kepada penulis mengenai pengaruh pelaksanaan Good Corporate Governance di
Indonesia, khususnya pengaruh terhadap kinerja keuangan pada industri food and beverage
3. Manfaat Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan mampu memberi suatu informasi yang bermanfaat kepada perusahaan dan
para pemegang saham yang ingin menerapkan konsep Good Corporate Governance terhadap
peningkatan kinerja keuangan perusahaan, khususnya untuk industri food and beverage
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teoritis
2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory)
Teori dasar yang terkait untuk menggambarkan Good Corporate Governance yaitu teori
keagenan (agency theory).Teori keagenan ini merupakan salah satu bentuk dari game theory, yang
artinya suatu model kontraktual antara dua pihak atau lebih, yang menjelaskan antara agent
(manajemen suatu usaha) dengan principal (pemilik usaha).
Ross (1973) menyatakan bahwa bisa dikatakan hubungan keagenan muncul diantara dua
(atau lebih) bagian dimana salah satu ditunjuk sebagai agen yang bertindak atas nama atau sebagai
perwakilan untuk pihak lain (principal) yang merupakan pemegang saham dalam perusahaan. Teori
keagenan menyangkut hubungan kontraktual antara dua pihak yaitu, principal (pemilik) dan agent
(manajer), dimana pemilik perusahaan atau investor menunjuk agent sebagai manajer yang
mengelola perusahaan atas nama pemilik. Di dalam perusahaan terdapat dua kepentingan yang
berbeda dimana pihak tersebut berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran
yang dikehendaki.Principal termotivasi untuk mengadakan kontrak dengan tujuan mensejahterakan
dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Sedangkan agent berusaha untuk
memaksimalkan kinerja, antara lain dalam hal untuk memperoleh investasi, pinjaman, maupun
kontrak kompensasi (Jensen dan Meckling, 1976) dalam (Rahmawati dan Khoiruddin, 2017).
Tujuan utama dari teori keagenan yaitu untuk memperlihatkan cara pihak-pihak yang
membuathubungan kontrak dapat menyusun kontrak yang tujuannya untuk meminimalkan biaya
akibat dampak dari informasi yang tidak simetris dan kondisi tidak pasti. Teori keagenan juga
berusaha untuk memberi jawaban atas masalah keagenan yang diakibatkan oleh pihak-pihak yang
memiliki kerja sama pada suatu perusahaan yang memiliki tujuan yang berbeda, dalam menjalankan
tanggung jawabnya untuk mengelola suatu perusahaan.
Teori agen ini dikembangkan oleh Michael Johnson, ia menilai bahwa manajemen
perusahaan (agents) akan berbuat dengan penuh kesadaran untuk kepentingan pribadinya, bukan
menjadi pihak yang bijaksana serta adil kepada pemegang saham. Teori agen inidinilai lebih luas
karena dianggap mampu mencerminkan keadaan yang sebenarnya.Teori keagenan memberikan
penekanan tentang pentingnya pendelegasian wewenang dari principal kepada agent, dimana agent
memiliki kewajiban dalam mengelola perusahaan sesuai dengan kepentingan principal. Karena
principal telah memberikan pendelegasian wewenang kepada agent, maka agent memiliki kekuasaan
dan pemegang kendali suatu perusahaan dalam kelangsungan hidupnya, karena itulah agent dituntut
agar bisa selalu transparan dalam kegiatan pengelolaannya atas suatu perusahaan. Untuk itu, melalui
laporan keuangan agent dapat menunjukkan salah satu bentuk pertanggungjawabannya atas kinerja
yang telah dilakukannya terhadap perusahaan. (Triwahyuningtyas, 2012).
11
Dalam Teori keagenan terdapat asimetri informasi antara pemilik perusahaan dengan manajer
perusahaan yang dapat menimbulkan konflik keagenan (agency problem) (Jensen dan Smith, 1985)
dalam (Pratama, 2017).Agency problem muncul ketika principal mendelegasikan kewenangan
pengambilan keputusan kepada agent. Hubungan keagenan ini menimbulkan permasalahan, yaitu
adanya asimetri informasi, dimana salah satu pihak mempunyai informasi yang lebih banyak
daripada pihak lainnya. (Zimmerman., 1977) dalam (Setyaningrum dan Syafitri., 2012:154-170).
Asimetris informasi yang terjadi antara principal (pemilik) danagent (manajer) ini akan
menyebabkan terciptanya perbedaan informasi antara informasiyang sebenarnya dan yang bukan
sebenarnya yang terjadi pada perusahaan. Selagiadanya asimetri informasi antara agent (manajer)
danprincipal (pemilik) akanmemberi peluang kepada manajer untuk melakukan manipulasi data
yangberada dalam laporan keuangan yang akan diperiksa oleh principal (pemilik), dimana
manipulasi data yang dibuat oleh manajer tersebut memiliki tujuan untukmenguntungkan
kepentingan, baik untuk manajer itu sendiri ataupun untukkepentingan pihak-pihak lainnya. Menurut
Eisenhardt (1989) dalam Sam’ani (2008), terdapat tiga asumsi sifat dasar dari manusia guna
menggambarkan tentang teori agensi adalah: (1) manusia pada kebanyakan mementingkan diri
sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa depan
(bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari resiko (risk averse). Haris (2004)
mengatakan bahwa berdasarkan asumsi sifat alami dari manusia tersebut manajer sebagai manusia
kemungkinan besar akan melakukan tindakan berdasarkan sifatopportunistic, yaitu mengutamakan
kepentingan sendiri.
12
Untuk mendukung peningkatan kinerja keuangan maka diperlukan tata kelola perusahaan yang baik
(Good Corporate Governance) (Indarti, 2013). Menurut Sukandar (2014) penerapan dan pengelolaan
corporate governance yang baik merupakan sebuah konsep yang menekannya pentingnya hak
pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar, akurat, dan tepat waktu
a. Fairness (Keadilan)
Menjamin adanya perlakuan adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang
timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Prinsip ini
menekankan bahwa semua pihak, yaitu baik pemegang saham minoritas maupun asing harus
diberlakukan sama. Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan diharapkan selalu memperhatikan
kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas keadilan.
b. Transparency (Transparansi)
Mewajibkan adanya suatu informasi yang terbuka, akurat dan tepat pada waktunya mengenai
semua hal yang penting bagi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan para pemegang kepentingan
(stakeholders). Dalam pelaksanaannya perusahaan diharuskan untuk menyediakan informasi yang
material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan.
c. Accountability (Akuntabilitas)
d. Responsibility (Pertanggungjawaban)
perundangan yang berlaku. Dalam hal ini perusahaan memiliki tanggungjawab sosial terhadap
masyarakat atau stakeholders dan menghindari penyalahgunaan kekuasaan dan menjujung etika
bisnis serta tetap menjaga lingkungan bisnis yang sehat, sehingga dapat memelihara kesinambungan
usaha dalam jangka panjang.
e. Independency (Independensi)
Agar pelaksanaan Good Corporate Governance berjalan lancer, perusahaan harus dikelola
secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak
dapat diintervensi oleh pihak lain.
13
2.2.3 Mekanisme Corporate Governance
Mekanisme merupakan cara kerja sesuatu secara tersistem untuk memenuhi persyaratan
tertentu. Mekanisme corporate governance merupakan suatu prosedur dan hubungan yang jelas
antara pihak yang mengambil keputusan dengan pihak yang melakukan kontrol atau pengawasan
terhadap keputusan. Mekanisme dalam pengawasan corporate governance dibagi menjadi dua
kelompok yaitu internal dan eksternal (Nugrahanti dan Novia, 2012). Internal mechanisms adalah
cara untuk mengendalikan perusahaan dengan menggunakan struktur dan proses internal seperti
rapat umum pemegang saham (RUPS), komposisi dewan direksi, komposisi dewan komisaris dan
pertemuan dengan board of director. Sedangkan external mechanisms adalah cara mempengaruhi
perusahaan selain dengan menggunakan mekanisme internal, seperti pengendalian oleh perusahaan
dan pengendalian pasar.
Mekanisme corporate governance dalam penelitian ini meliputi kepemilikan manajerial, dewan
komisaris independen, dan komite audit.
a. Kepemilikan Manajerial
Adanya kepemilikan manajerial akan sangat berkaitan dengan agency theory. Dalam agency
theory, hubungan antara manajer dan pemegang saham digambarkan sebagai hubungan antara agent
dan principal. Manajer sebagai agent dipercaya oleh pemegang saham yang bertindak sebagai
principal untuk menjalankan perusahaan dan memaksimalkan sumber daya agar tujuan perusahaan
tercapai. Masalah dasar dalam agency theory adalah timbulnya konflik kepentingan antara pemegang
saham dan manajer. Manajer memiliki resiko untuk tidak dipilih lagi sebagai manajer jika gagal
menjalankan fungsinya, sementara pemegang saham memiliki resiko kehilangan modalnya jika salah
memilih manajer.
Dewan Komisaris Independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan
direksi, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari
hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak
independen atau bertindak semata-mata untuk kepentingan perseroan (Hidayat, 2015).
Anggota komisaris diharapkan memiliki watak yang amanah dan mempunyai pengalaman
dan kecakapan yang diperlukan untuk menjalankan tugasnya. Tutut (2010) menyatakan bahwa
perusahaan yang tercatat di BEI wajib memiliki komisaris Independen yang jumlah proporsionalnya
sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham pengendali dengan
ketentuan jumlah komisaris independennya sekurangkurangnya 30% dari jumlah seluruh anggota
komisaris.
14
c. Komite Audit
Komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada Dewan
Komisaris dalam membantu melaksanakan tugas dan fungsi Dewan Komisaris. Komite audit
mempunyai peran yang penting dan strategis dalam hal memelihara kredibilitas proses penyusunan
laporan keuangan, menjaga terciptanya sistem pengawasan perusahaan yang memadai serta
dilaksanakannya good corporate governance.
Komite audit diketuai oleh Komisaris Independen dan memiliki anggota paling sedikit terdiri
dari 3 (tiga) orang anggota yang berasal dari Komisaris Independen dan pihak dari luar perusahaan
publik. Masa tugas anggota Komite Audit tidak boleh lebih lama dari dari masa jabatan Dewan
Komisaris Independen, sebagaimana diatur dalam Anggaran dasar dan dapat dipilih kembali hanya
untuk 1 (satu) periode berikutnya.
Menurut Fahmi (2011), kinerja keuangan merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk
melihat sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan aturan-aturan
pelaksanaan keuangan secara baik dan benar. Kinerja perusahaan adalah suatu gambaran mengenai
kondisi keuangan perusahaan yang dianalisis dengan alat-alat analisis keuangan, sehingga dapat
diketahui kinerja perusahaan dalam periode tertentu.
Kinerja keuangan perusahaan sangat erat kaitannya dengan pengukuran dan penilaian kinerja.
Pengukuran kinerja digunakan perusahaan untuk melakukan perbaikan atas kegiatan operasional
perusahaan agar dapat bersaing dengan perusahaan lain. Kinerja keuangan dapat dinilai dengan
beberapa alat analisis. Berdasarkan tekniknya, analisis keuangan dapat dibedakan menjadi
(Jumingan, 2011):
b. Analisis Tren (tendensi posisi), merupakan teknik analisis untuk mengetahui tendensi
keadaan keuangan apakah mengalami kenaikan atau penurunan.
d. Analisis Sumber dan Penggunaan Modal Kerja, merupakan teknik analisis untuk
mengetahui besarnya sumber dan penggunaan modal kerja melalui dua periode waktu yang
dibandingkan.
e. Analisis Sumber dan Penggunaan Kas, merupakan teknik analisis untuk mengetahui
kondisi kas disertai sebab terjadinya perubahan kas pada suatu periode waktu tertentu.
15
f. Analisis Rasio Keuangan, merupakan teknik analisis keuangan untuk mengetahui
hubungan di antara pos tertentu dalam neraca maupun laporan laba rugu baik secara individu
maupun secara simultan.
g. Analisis Perubahan Laba Kotor, merupakan teknik analisis untuk mengetahui posisi
laba dan sebab-sebab terjadinya perubahan laba.
h. Analisis Break Even, merupakan teknik analisis untuk mengetahui tingkat penjualan
yang harus dicapai agar perusahaan tidak mengalami kerugian.
b. Menjadi pengganti yang lebih sederhana dari informasi yang disajikan dalam laporan
keuangan yang sangat rinci dan rumit.
d. Lebih mudah melihat tren perusahaan serta melakukan prediksi di masa yang akan
datang.
Pengukuran kinerja perusahaan dilakukan untuk melakukan perbaikan dan pengendalian atas
kegiatan operasionalnya agar dapat bersaing dengan perusahaan lain. Selain itu, pengukuran kinerja
juga dibutuhkan untuk menetapkan strategi yang tepat dalam rangka mencapai tujuan perusahaan.
Dengan kata lain mengukur kinerja perusahaan merupakan pondasi tempat berdirinya pengendalian
yang efektif.
Kinerja keuangan yang akan diukur dalam penelitian ini meliputi Return On Asset (ROA), Earning
Per Share (EPS), dan Net Profit Margin (NPM).
Return on asset merupakan rasio yang menunjukkan hasil (return) atas jumlah aktiva yang
digunakan dalam perusahaan (Kasmir, 2012). ROA digunakan untuk mengukur efektivitas
perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. ROA
merupakan salah satu bentuk rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk mengukur kemampuan
perusahaan atas keseluruhan dana yang ditanamkan dalam kegiatan operasi perusahaan yang
bertujuan untuk menghasilkan laba dengan memanfaatkan aktiva yang dimiliki oleh perusahaan.
16
b. Earning Per Share (EPS)
Earning Per Share merupakan jumlah laba per setiap saham perusahaan yang beredar. EPS
digunakan untuk menunjukkan seberapa besar laba yang dihasilkan per lembar saham yang beredar,
serta menunjukkan laba bersih yang siap dibagikan kepada para pemegang saham. EPS adalah
indikator yang paling banyak digunakan untuk menilai profitabilitas suatu perusahaan.
Net Profit Margin merupakan rasio yang mengukur laba yang dihasilkan oleh setiap
penjualan. NPM biasanya digunakan untuk mengukur seberapa efisien perusahaan mengelola
perusahaan dan juga untuk memperkirakan profitabilitas di masa yang akan datang berdasarkan
peramalan penjualan yang telah dibuat
19
2.5 Kerangka Konseptual
Berdasarkan landasan teoritis seperti yang telah dijelaskan di atas, maka kerangka konseptual
dalam penelitian ini disajikan sebagai berikut:
Dewan Komisaris
Independen
H1
(X1)
Kinerja Keuangan
Komite Audit H2 (Y)
(X2)
Kepemilikan Manajerial
H3
(X3)
Dewan komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak memiliki hubungan
dengan perusahaan. Dengan semakin besarnya komposisi dewan komisaris independen dalam suatu
perusahaan, maka diharapkan tingkat independensi dalam pengendalian terhadap manajemen
semakin objektif. Menurut Noviawan dan Septiani (2013) semakin besar proporsi dewan komisaris
independen menunjukkan bahwa fungsi pengawasan akan lebih baik. Hal yang sama juga
disampaikan oleh Khan dan Awan (2012) yang dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa Dewan
Komisaris Independen berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan. Berdasarkan uraian di
atas, hipotesis yang dapat dikembangkan adalah:
H1: Dewan Komisaris Independen berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan
20
2.5.2 Komite Audit dan Kinerja Keuangan Perusahaan
Komite audit merupakan suatu komite yang bekerja secara profesional dan independen yang
tugasnya adalah membantu dewan komisaris dalam menjalankan fungsi pengawasan atas laporan
keuangan serta implementasi dari GCG. Karena tugas komite audit adalah untuk membantu dewan
komisaris maka dengan semakin banyaknya anggota komite audit, maka pengawasan yang dilakukan
akan semakin baik dan diharapkan dapat meminimalisir upaya manajemen untuk memanipulasi data-
data yang berkaitan dengan keuangan dan prosedur akuntansi, sehingga kinerja keuangan perusahaan
pun akan semakin meningkat. Hal ini didukung oleh Siallagan dan Machfoedz dalam Ekowati Dyah
Lestari (2011) yang menyatakan bahwa keberadaan komite audit berpengaruh terhadap kinerja
keuangan perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Putra dan Fidiana (2017) mengatakan bahwa
komite audit berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Berdasarkan uraian di atas, hipotesis
yang dapat dikembangkan adalah:
Kepemilikan manajerial merupakan jumlah kepemilikan saham biasa yang dimiliki olek
pihak manajemen dalam suatu perusahaan yang dapat diukur dari persentase saham biasa yang
dimiliki oleh pihak manajemen yang secara aktif terlibat dalam pengambilan keputusan perusahaan.
Semakin besar proporsi kepemilikan manajerial pada suatu perusahaan, maka manajemen cenderung
lebih giat untuk menciptakan kinerja perusahaan secara optimal dan memotivasi manajer untuk
bertindak secara hati-hati. Hal ini didukung oleh Mehran dalam Puspita dan Ermawati (2010) yang
menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara kepemilikan saham manajerial terhadap
kinerja keuangan perusahaan. Proporsi saham yang dimiliki oleh komisaris, direktur, dan direksi
dipercaya bisa memperbaiki kinerja perusahaan yang nantinya akan meningkatkan kinerja keuangan
perusahaan (Prahesti, 2013). Dengan demikian, semakin besar saham perusahaan yang dimiliki oleh
pihak manajerial maka akan memperbaiki kinerja keuangan perusahaan. Berdasarkan uraian di atas,
hipotesis yang dapat dikembangkan adalah:
21
BAB III
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, yaitu
penelitian yang berfokus pada pengujian teori-teori melalui pengukuran variabel-variabel penelitian
dengan angka dan melakukan analisis data dengan prosedur statistik
Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek, atau kegiatan
yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiyono, 2013)
Variabel independen atau variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel independen dalam penelitian
ini adalah good corporate governance yang diproksikan dengan kepemilikan manajerial, dewan
komisaris independen, dan komite audit.
22
3.2.1.2 Dewan Komisaris Independen
Dewan Komisaris Independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan
direksi, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari
hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak
independen atau bertindak semata-mata untuk kepentingan perseroan (Hidayat, 2015).
Komite Audit adalah komite yang dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada Dewan
Komisaris dalam membantu melaksanakan tugas dan fungsi Dewan Komisaris. Komite audit
mempunyai peran yang penting dan strategis dalam hal memelihara kredibilitas proses penyusunan
laporan keuangan, menjaga terciptanya sistem pengawasan perusahaan yang memadai serta
dilaksanakannya good corporate governance
Variabel dependen atau variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kinerja
keuangan yang diproksikan dengan Return On Asset (ROA), Net Profit Margin (NPM), dan Earning
Per Share (EPS).
23
3.2.2.2 Net Profit Margin (NPM)
Net Profit Margin merupakan rasio yang mengukur laba yang dihasilkan oleh setiap
penjualan. NPM biasanya digunakan untuk mengukur seberapa efisien perusahaan mengelola
perusahaan dan juga untuk memperkirakan profitabilitas di masa yang akan datang berdasarkan
peramalan penjualan yang telah dibuat
Earning Per Share merupakan jumlah laba per setiap saham perusahaan yang beredar. EPS
digunakan untuk menunjukkan seberapa besar laba yang dihasilkan per lembar saham yang beredar,
serta menunjukkan laba bersih yang siap dibagikan kepada para pemegang saham
Net Income−Dividen
EPM =
Shares
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur sektor food and
beverage yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Menurut Sugiyono (2011), sampel
merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Pemilihan sampel yang
digunakan dalam penelitian adalah purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan
sampel dengan pertimbangan tertentu, dimana umumnya disesuaikan dengan tujuan atau masalah
penelitian. Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia dengan kriteria sebagai berikut:
a. Perusahaan manufaktur sektor food and beverage yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) tahun 2014-2017.
24
b. Perusahaan manufaktur sektor food and beverage yang menerbitkan laporan keuangan
dan laporan tahunan untuk periode yang berakhir 31 Desember selama periode 2014-
2017.
Dengan berdasarkan sampel diatas, maka dapat dijelaskan pemilihan sampel penelitian dapat
disajikan pada tabel sebagai berikut :
Kriteria Jumlah
Perusahaan manufaktur sektor food and beverage yang
16
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2014-2017.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, maka metode yang
digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah menggunakan metode dokumentasi
yaitu pengumpulan data dengan cara mengumpulkan data dari laporan keuangan perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode pengamatan 2014 – 2017 yang diperoleh di
website www.idx.co.id.
Metode analisis data adalah metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam rangka
memecahkan masalah atau menguji hipotesis. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah analisis statistik deskriptif, uji asumsi klasik (uji normalitas, uji heterokedastisitas,uji
multikolinieritas, dan uji autokorelasi), analisis regresi linear berganda, dan uji hipotesis (uji
koefisiendeterminasi, uji f, dan uji t).
25
3.5.1 Analisis Statistik Deskriptif
Uji asumsi klasik digunakan untuk mengetahui apakah data yang digunakan telah memenuhi
asumsi-asumsi dasar (Sinaga, 2014). Pengujian asumsi klasik yang digunakan adalah uji normalitas,
uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi.
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah dalam model regresi, variabel-variabel
memiliki distribusi normal. Data yang terdistribusi normal akan memperkecil kemungkinan
terjadinya bias. Pengujian normalitas dilakukan dengan uji Kolmogorov Smirnov. Kriteria pengujian
ini yaitu jika nilai sig lebih besar dari 5% maka dapat disimpulkan bahwa residual menyebar normal.
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regesi terjadi
ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Menurut Sachs &
Stern (2017) pengujian heteroskedastisitas dapat menggunakan “Uji Glejser” dengan nilai absolut
dari residual dari persamaan regresi sebagai variabel terikat. Dengan hasil tingkat signifikansi di atas
5% maka model regresi dapat dikatakan layak dan terbebas dari masalah heteroskedastisitas.
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada suatu model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel independen penelitian. Menurut Sachs & Stern (2017) uji
multikolinieritas dapat diuji dengan menggunakan Variance Inflation Factor (VIF) untuk masing-
masing variabel bebas. Jika nilai tolerance >0,1 dan <1 serta nilai Variance Inflation Factor (VIF) <
10, maka dapat dikatakan bahwa dalam suatu model regresi tersebut terjadi gejala multikolinearitas.
26
3.5.2.4 Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi disini bertujuan untuk menguji apakah dalam satu model regresi terdapat
korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode saat ini (t) dengan kesalahan pada periode
sebelumnya (t-1). Jika terdapat autokorelasi, maka dinamakan ada masalah autokorelasi (Santoso,
2012). Untuk mengetahui gejala autokorelasi maka dapat menggunakan uji Durbin-Watson (DW),
dengan kriteria bila nilai D-W terletak diantara -2 sampai +2 berarti tidak terdapat masalah
autokorelasi.
Persamaan regresi linier berganda yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
ROA = α + β1KM + β2DKI + β3KA + ε NPM = α + β1KM + β2DKI + β3KA + ε EPS = α + β1KM
+ β2DKI + β3KA + ε
Keterangan:
α= Konstanta
KM = Kepemilikan Manajerial
KA = Komite Audit
ε = Error
27
3.5.4 Uji Hipotesis
Menurut Ghozali (2013) Koefisien determinasi (R2) pada intinya digunakan untuk
mengetahui sampai seberapa besar variabel terikat dipengaruhi oleh variabel bebas. Nilai yang
mendekati 1 (satu) berarti variabel-variabel bebas memberikan hamper semua informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel terikat.
3.5.4.2 Uji F
Uji F pada prinsipnya dilakukan untuk mengetahui tingkat kesalahan model yang digunakan.
Uji F dapat dilakukan dengan cara melihat nilai signifikansi kemudian dibandingkan dengan tingkat
signifikan ( = 5%). Semakin kecil nilai signifikansi maka semakin kecil pula tingkat kesalahan
model yang harus ditanggung oleh peneliti (Hadi, 2016).
3.5.4.3 Uji T
Uji T digunakan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh variabel bebas dalam
menerangkan variabel terikat. Penelitian ini menggunakan alpha sebesar 5%, jadi jika nilai
signifikansi < 0,05 maka berarti variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat.
Sebaliknya, jika nilai signifikansi > 0,05 maka berarti variabel bebas tidak berpengaruh signifikan
terhadap variabel terikat.
28
DAFTAR PUSTAKA
Arifani, Rizky. 2013. “Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Kinerja Keuangan
Keuangan 9(1).
Effendi, M. A. 2009. The Power of Good Corporate Governance Teori dan Implementasi.
Fahmi. 2011. Analisis Laporan Keuangan. Edisi ke-10. Lampulo: ALFABETA. Ghozali, I.
Hidayat, R. 2015. “Pengaruh Good Corporate Governance dan Ukuran Perusahaan Terhadap
183.
Jumingan. 2011. Analisis Laporan Keuangan. Edisi ke-2. Jakarta: PT Bumi Aksara.
29
Kasmir. 2012. Analisis Laporan Keuangan. Edisi ke-4. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
http://www.kemenperin.go.id/artikel/12163/Industri-Makanan-dan-
Minuman-RI-Tumbuh-8,16.
Lestari, Yuni Tri., dan Nur Fadjrih. 2015. “Pengaruh Corporate Governance terhadap Kinerja
Melia., dan Yulius Jogi. 2015. “Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Kinerja
Noviawan, R. A., dan Septiani, A. 2013. “Pengaruh Mekanisme Corporate Governance dan
Nugrahanti, Y. W., dan Novia, S. 2012. “Pengaruh Struktur Kepemilikan Sebagai Mekanisme
151-170.
Putra, R. Hartono., dan Fidiana. 2017. Pengaruh Tata Kelola Perusahaan terhadap Kinerja
30
Rafael, Eldo Christoffel. 2018. “Sektor Manufaktur Ini Jadi Andalan Di Tahun 2018”.
Kontan.co.id.
https://industri.kontan.co.id/news/sektor-manufaktur-ini-jadi-andalan- di-tahun-
2018
Kajianpustaka.com https://www.kajianpustaka.com/2016/09/pengertian-
pengukuran-dan-
penilaian-kinerja-keuangan.html
Rofina, Maria., dan Maswar Patuh Priyadi. 2013. “Pengaruh Penerapan Good Corporate
Sachs, G., & Stern, B. 2017. “Pengaruh Sistem Pengendalian Intern, Kinerja Organisasi, dan
Keuangan”. 1(1).
Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia ( BEI ) Tahun 2009-2013 )”. 3(2), 1–14.
Sukandar, P. P. 2014. “Pengaruh Ukuran Dewan Direksi dan Dewan Komisaris Serta Ukuran
31
Sulistyowati., dan Fidiana. 2017. “Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Kinerja
Keuangan pada Perusahaan Perbankan”. Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi 6(1).
http://www.gunadarma.ac.id/
Wulandari, Etty Retno. 2011. “Good Corporate Governance: Konsep, Prinsip, dan Praktik”.
32