Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MANAJEMEN PERBANKAN SYARIAH

DISUSUN OLEH :
NAMA : MAISSY AMELIA
NIM : 161218049
JURUSAN : S1 MANAJEMEN

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI RAHMANIYAH


SEKAYU
TAHUN AJARAN 2019/2020
1. SEJARAH BANK SYARIAH
Secara mayoritas masyarakat Indonesia adalah muslim, maka hadirnya bank
syariah sudah menjadi obsesi banyak orang bahkan sebelum Indonesia merdeka. Sejarah
mencatat K.H Mas Mansyur, ketua pengurus besar Muhammadiyah periode 1937-1944
pernah menyatakan kalau umat Islam di Indonesia terpaksa mengunakan jasa bank
konvensional karena belum memiliki lembaga yang bebas riba.
Di tahun 1983 pemerintah Indonesia pernah berencana menerapkan “sistem bagi
hasil” dalam berkreditan yang merupakan konsep dari perbankan syariah.
Saat itu kondisi perbankan Indonesia memang parah-parahnya karena Bank Indonesia
tidak bisa mengendalikan tingkat suku bunga di bank-bank yang membumbung tinggi.
Sehingga pemerintah mengeluarkan deregulasi tanggal 1 Juni 1983 yang menimbulkan
kemungkinan bank mengambil untung dari bagi hasil sistem kredit.
Namun lima tahun kemudian, pemerintah menganggap bisnis perbankan harus
dibuka seluas-luasnya untuk menunjang pembangunan. Dan tanggal 27 Oktober 1988,
pemerintah pun mengeluarkan Paket Kebijaksanaan Pemerintah Bulan Oktober
(PAKTO) untuk meliberalisasi perbankan. Nah, meskipun lebih banyak bank
konvensional yang berdiri, beberapa bank daerah yang berasaskan syariah juga mulai
bermunculan.
Tahun 1990, MUI membentuk kelompok kerja untuk mendirikan Bank Islam di
Indonesia. Nah, ini merupakan cikal bakal lahirnya perbankan syariah di Indonesia.
Pada tahun 1991, bank syariah pertama di Indonesia yaitu Bank Muamalat pun lahir.

2. PERBANKAN SYARIAH MASA KINI


Saat krisis ekonomi tahun 1998 yang menyebabkan Presiden Soeharto lengser,
para bankir sempat heran mengapa Bank Muamalat bisa bertahan dari krisis yang
membuat belasan bank konvensional lain tersungkur tak berdaya. Terinspirasi dengan
tegarnya Bank Muamalat menghadapi krisis, maka berdirilah Bank Syariah Mandiri,
bank syariah kedua di Indonesia. Bank Syariah Mandiri ini merupakan gabungan dari
beberapa bank yang dimiliki BUMN yang kebetulan terimbas krisis di tahun 1998.
Tentu saja para bankir kembali bertaruh apakah bank ini akan bertahan atau tidak.
Mereka yakin, kalau Bank Syariah Mandiri bisa bertahan maka perbankan syariah
ternyata punya masa depan menjanjikan di Indonesia. Siapa sangka akhirnya Bank
Syariah Mandiri ternyata cukup sukses dan jadi penyemangat munculnya beragam bank
syariah lainnya di Indonesia. Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia sudah diatur
dalam UU no 10/ 1998 tentang Perubahan UU No. 7 1992 tentang perbankan.

3. PENGERTIAN PERBANKAN SYARIAH


Bank pada dasarnya adalah entitas yang melakukan penghimpunan dana dari
masyarakat dalam bentuk pembiayaan atau dengan kata lain melaksanakan fungsi
intermediasi keuangan. Dalam sistem perbankan di Indonesia terdapat dua macam
sistem operasional perbankan, yaitu bank konvensional dan bank syariah. Sesuai UU
No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank Syariah adalah bank yang
menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau prinsip hukum islam yang
diatur dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia seperti prinsip keadilan dan keseimbangan
('adl wa tawazun), kemaslahatan (maslahah), universalisme (alamiyah), serta tidak
mengandung gharar, maysir, riba, zalim dan obyek yang haram. Selain itu, UU
Perbankan Syariah juga mengamanahkan bank syariah untuk menjalankan fungsi sosial
dengan menjalankan fungsi seperti lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang
berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya
kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai kehendak pemberi wakaf (wakif).
Pelaksanaan fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan syariah dari aspek
pelaksanaan prinsip kehati-hatian dan tata kelola yang baik dilaksanakan oleh OJK
sebagaimana halnya pada perbankan konvensional, namun dengan pengaturan dan
sistem pengawasan yang disesuiakan dengan kekhasan sistem operasional perbankan
syariah. Masalah pemenuhan prinsip syariah memang hal yang unik bank syariah,
karena hakikinya bank syariah adalah bank yang menawarkan produk yang sesuai
dengan prinsip syariah. Kepatuhan pada prinsip syariah menjadi sangat fundamental
karena hal inilah yang menjadi alasan dasar eksistensi bank syariah. Selain itu,
kepatuhan pada prinsip syariah dipandang sebagai sisi kekuatan bank syariah. Dengan
konsisten pada norma dasar dan prinsip syariah maka kemaslhahatan berupa kestabilan
sistem, keadilan dalam berkontrak dan terwujudnya tata kelola yang baik dapat
berwujud.
Sistem dan mekanisme untuk menjamin pemenuhan kepatuhan syariah yang
menjadi isu penting dalam pengaturan bank syariah. Dalam kaitan ini lembaga yang
memiliki peran penting adalah Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI. Undang-undang
No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah memberikan kewenangan kepada MUI
yang fungsinya dijalankan oleh organ khususnya yaitu DSN-MUI untuk menerbitkan
fatwa kesesuaian syariah suatu produk bank. Kemudian Peraturan Bank Indonesia
(sekarang POJK) menegaskan bahwa seluruh produk perbankan syariah hanya boleh
ditawarkan kepada masyarakat setelah bank mendapat fatwa dari DSN-MUI dan
memperoleh ijin dari OJK. Pada tataran operasional pada setiap bank syariah juga
diwajibkan memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang fungsinya ada dua, pertama
fungsi pengawasan syariah dan kedua fungsi advisory (penasehat) ketika bank
dihadapkan pada pertanyaan mengenai apakah suatu aktivitasnya sesuai syariah apa
tidak, serta dalam proses melakukan pengembangan produk yang akan disampaikan
kepada DSN untuk memperoleh fatwa. Selain fungsi-fungsi itu, dalam perbankan
syariah juga diarahkan memiliki fungsi internal audit yang fokus pada pemantauan
kepatuhan syariah untuk membantu DPS, serta dalam pelaksanaan audit eksternal yang
digunakan bank syariah adalah auditor yang memiliki kualifikasi dan kompetensi di
bidang syariah.
Secara umum terdapat bentuk usaha bank syariah terdiri atas Bank Umum dan
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), dengan perbedaan pokok BPRS dilarang
menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas sistem pembayaran.
Secara kelembagaan bank umum syariah ada yang berbentuk bank syariah penuh (full-
pledged) dan terdapat pula dalam bentuk Unit Usaha Syariah (UUS) dari bank umum
konvensional. Pembagian tersebut serupa dengan bank konvensional, dan sebagaimana
halnya diatur dalam UU perbankan, UU Perbankan Syariah juga mewajibkan setiap
pihak yang melakukan kegiatan penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk
simpanan atau investasi berdasarkan prinsip syariah harus terlebih dahulu mendapat izin
OJK.
4. TUJUAN DAN FUNGSI PERBANKAN SYARIAH
Perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan pada Prinsip
Syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian. Perbankan Syariah bertujuan
menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan,
kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat.
Sedangkan fungsi dari perbankan syariah adalah :
1. Bank Syariah dan UUS wajib menjalankan fungsi menghimpun dan
menyalurkan dana masyarakat.
2. Bank Syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk
lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak,
sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada
organisasi pengelola zakat.
3. Bank Syariah dan UUS dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari
wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai
dengan kehendak pemberi wakaf (wakif).
4. Pelaksanaan fungsi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat
(3) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

5. STRUKTUR PERBANKAN SYARIAH


Berdasarkan Kegiatannya Bank Syariah dibedakan menjadi Bank Umum
Syariah, Unit Usaha Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
1.) Bank Umum Syariah Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Kegiatan usaha Bank Umum Syariah meliputi:
1. menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi'ah
atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
2. menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito, Tabungan,
atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad
mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah;
3. menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah,
Akad musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan
Prinsip Syariah;
4. menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, Akad salam,
Akad istishna', atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah;
5. menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain yang
tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
6. menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak
bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau sewa beli
dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah;
7. melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau Akad
lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
8. melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan
Prinsip Syariah;
9. membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak
ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip
Syariah, antara lain, seperti Akad ijarah, musyarakah, mudharabah,
murabahah, kafalah, atau hawalah;
10. membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan
oleh pemerintah dan/atau Bank Indonesia;
11. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan
perhitungan dengan pihak ketiga atau antarpihak ketiga berdasarkan
Prinsip Syariah;
12. melakukan Penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu
Akad yang berdasarkan Prinsip Syariah;
13. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga
berdasarkan Prinsip Syariah;
14. memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan Nasabah berdasarkan Prinsip Syariah;
15. melakukan fungsi sebagai Wali Amanat berdasarkan Akad wakalah;
16. memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan
Prinsip Syariah; dan
17. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan
di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah
dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.) Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja dari kantor
pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau
unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di
kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor
cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah.
Kegiatan usaha UUS meliputi:
1. menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi'ah atau Akad lain
yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
2. menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito, Tabungan, atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah
atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
3. menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah, Akad
musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
4. menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, Akad salam, Akad
istishna', atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
5. menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain yang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah;
6. menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak
kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk
ijarah muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan
Prinsip Syariah;
7. melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau Akad lain
yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
8. melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan Prinsip
Syariah;
9. membeli dan menjual surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar
transaksi nyata berdasarkan Prinsip Syariah, antara lain, seperti Akad ijarah,
musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah;
10. membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh
pemerintah dan/atau Bank Indonesia;
11. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan
perhitungan dengan pihak ketiga atau antarpihak ketiga berdasarkan Prinsip
Syariah;
12. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan
Prinsip Syariah;
13. memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan
Nasabah berdasarkan Prinsip Syariah;
14. memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan Prinsip
Syariah; dan
15. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di
bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3.) Bank Pembiayaan Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Kegiatan usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah meliputi:
a) menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk:
 Simpanan berupa Tabungan atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan
Akad wadi'ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
dan
 Investasi berupa Deposito atau Tabungan atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang
tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
b) menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk:
 Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah atau musyarakah;
 Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, salam, atau istishna';
 Pembiayaan berdasarkan Akad qardh;
 Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah
berdasarkan Akad ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya
bittamlik; dan
 pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah;
c) menempatkan dana pada Bank Syariah lain dalam bentuk titipan berdasarkan Akad
wadi'ah atau Investasi berdasarkan Akad mudharabah dan/atau Akad lain yang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah;
d) memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan
Nasabah melalui rekening Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang ada di Bank Umum
Syariah, Bank Umum Konvensional, dan UUS; dan
e) menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Syariah lainnya yang
sesuai dengan Prinsip Syariah berdasarkan persetujuan Bank Indonesia (sekarang OJK).

6. PRODUK-PRODUK PERBANKAN SYARIAH


7. STRATEGI PEMASARAN BANK SYARIAH
Perlu diketahui perkembangan perbankan nasional dengan prinsip syariah di
Indonesia cukup mengesankan. Bahkan, semakin banyak berdiri bank dengan nama
belakang syariah, meskipun pada awalnya bank tersebut menganut paham konvensional.
Tidak ada masalah karena merupakan salah satu strategi perbankan untuk menjaring
banyak konsumen. Bagitu juga untuk bank syariah, terdapat beberapa strategi
pemasaran yang diterapkannya, antara lain sebagai berikut.
Pertama, penawaran berbagai produk perbankan syariah. Salah satu strategi yang
dilakukan sama dengan bank konvensional, yaitu menawarkan berbagai produk
perbankan, tetapi dengan prinsip syariah. Sebagai contoh, kredit perumahan rakyat
dengan sistem bagi hasil, tabungan dengan berbagai nama dan jenis, kredit pembiayaan,
dan lain sebagainya. Semua produk tersebut dipasarkan dengan prinsip syariah, yaitu
tanpa bunga bank dan sebagai gantinya memakai sistem bagi hasil yang lebih aman dan
menentamkan.
Kedua, jaminan keamanan. Semua nasabah pasti sangat menginginkan jaminan
keamanan dalam penyimpanan dananya di sebuah bank. Begitu juga yang diterapkan
oleh bank syariah yang sudah pasti menjamin keamanan semua dana yang disimpan
oleh nasabah dalam berbagai produk perbankan syariah yang dipilih. Dengan begitu,
nasabah akan lebih percaya akan bank syariah karena kenyamanan dan keamanan dalam
menyimpan uang tidak kalah dengan bank konvensional.
Ketiga, nuansa Islami. Berbeda dengan bank konvensional, sebuah bank dengan
prinsip syariah akan selalu berbalut dengan nuansa Islami. Hal itu dikarenakan sejak
awal prinsip syariah dipilih, mau tidak mau harus menerapkan cara dan pelaksanaan
yang lebih Islami dalam setiap aktivitas perbankan. Baik yang dilakukan oleh semua
karyawan bank, serta prinsip perbankan yang dianut. Sebagai contoh, semua karyawati
bank syariah diharuskan untuk memakai jilbab sebagai penutup kepala. Otomatis semua
yang bekerja di bank syariah memang beragama Islam karena memang prinsip syariah
hanya diajarkan dalam agama Islam. Hal seperti ini bisa menjadi daya tarik bagi
nasabah untuk menyimpan dananya di bank syariah.

Anda mungkin juga menyukai