Anda di halaman 1dari 7

Peran dari Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Bank Indonesia (BI) dan Dewan

Syariah Nasional (DSN) dalam proses penyusunan akuntansi keuangan


syariah di Indonesia.

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)


IAI sebagai lembaga yang berwenang dalam menetapkan standar akuntansi
keuangan dan audit bagi berbagai industri merupakan elemen penting dalam
pengembangan perbankan syariah di Indonesia, di mana perekonomian syariah tidak dapat
berjalan dan berkembang dengan baik tanpa adanya standar akuntansi keuangan yang baik.
Standar akuntansi dan audit yang sesuai dengan prinsip syariah sangat dibutuhkan dalam
rangka mengakomodir perbedaan esensi antara operasional Syariah dengan praktek
perbankan yang telah ada (konvensional).
Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) merupakan badan di bawah IAI yang
dibentuk dan bertanggung jawab kepada Dewan Pengurus Nasional (DPN). DSAS
bertugas:

(1) Melakukan perumusan, pengembangan dan pengesahan:

a. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan;


b. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Syariah
c. Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan Syariah
d. Pernyataan Pencabutan Standar Akuntansi Keuangan Syariah;
e. Buletin Teknis; dan
f. Produk lain yang terkait dengan Standar Akuntansi Keuangan Syariah

(2) Menjawab pertanyaan dari pemerintah, otoritas, asosiasi dan lembaga luar negeri yang
terkait dengan Standar Akuntansi Syariah dalam hal ini dipandang perlu berdasarkan
pertimbangan DSAS.
Bank Indonesia (BI)
BI merupakan lembaga pemerintah yang bersifat independen yang salah satu
tugasnya sampai 31 Desember 2013 adalah mengatur dan mengawasi perbankan termasuk
Perbankan Syariah di Indonesia. Pasca terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tugas
BI sebagai bank sentral tidak lagi mencakup tugas pengaturan dan pengawasan perbankan.
BI hanya bertugas mengawal stabilitas moneter, stabilitas sistem pembayaran, dan
stabilitas sistem keuangan. Meskipun tugas pengawasan perbankan diambil alih OJK,
peran dan manfaat BI di masyarakat tidaklah berkurang. Tugas BI tidak lagi mengawasi
individual bank, tetapi aspek makroprudensial tetap berada di BI yakni pengawasan
terhadap risiko sistemik pada stabilitas sistem keuangan. Stabilitas sistem keuangan adalah
suatu kondisi yang memungkinkan sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan
efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal.
Sesuai amanat UU No. 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), OJK
melaksanakan fungsi, tugas dan kewenangan di sejumlah bidang, seperti pengaturan,
pengawasan, pemeriksaan, penyidikan dan perlindungan konsumen pada sektor jasa
keuangan perbankan, pasar modal serta industri keuangan non bank.
Dengan dibentuknya OJK ini, maka BI akan fokus pada kewenangannya hanya
dalam hal kebijakan moneter dan kekuatan BI yang tersisa mempunyai fungsi sebagai
lender of the last resort semata. Kebijakan moneter merupakan kebijakan untuk mencapai
dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang dilakukan antara lain melalui pengendalian
jumlah uang beredar dan/atau suku bunga. Peran ini mungkin nantinya akan terdapat
masalah ketika bank sentral yaitu BI tidak mendapat akses informasi secara luas mengenai
sektor pengawasan bank. Untuk mengantisipasi hal ini, maka koordinasi yang baik antara
OJK dan BI selalu dibutuhkan sehingga BI dapat memperoleh akses langsung ke sektor
perbankan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 8 Juni 2015 menyepakati perjanjian kerjasama
dengan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) selaku organisasi profesi yang menaungi akuntan
di seluruh Indonesia yang bertanggung jawab dalam penyusunan Standar Akuntansi
Keuangan dan pengembangan profesi akuntan di Indonesia. Maksud Nota Kesepahaman
ini adalah untuk digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kerjasama di bidang
pengembangan standar akuntansi keuangan dan profesi akuntan dalam mendukung sektor
jasa keuangan. Tujuan dari Nota Kesepahaman ini adalah terwujudnya kerjasama yang
baik dalam rangka pengembangan standar akuntansi keuangan dan profesi akuntan dalam
mendukung sektor jasa keuangan.
Ruang lingkup kerjasama ini meliputi kegiatan :
(1) Penyusunan dan pengembangan Standar dan Pedoman Akuntansi Keuangan di
sektor jasa keuangan;
(2) Sosialisasi, pendidikan, dan pelatihan untuk meningkatkan kualitas
pengetahuan dan kompetensi dibidang akuntansi bagi pegawai OJK dan/atau pelaku di
sektor jasa keuangan.
Pelaksanaan fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan syariah dari aspek
pelaksanaan prinsip kehati-hatian dan tata kelola yang baik dilaksanakan oleh OJK
sebagaimana halnya pada perbankan konvensional, tetapi dengan pengaturan dan sistem
pengawasan yang disesuaikan dengan kekhasan sistem operasional perbankan syariah.
Masalah pemenuhan prinsip syariah (sharia compliance) memang hal yang unik dari bank
syariah, karena hakikatnya bank syariah adalah bank yang menawarkan produk yang sesuai
dengan prinsip syariah. Kepatuhan pada prinsip syariah menjadi sangat fundamental
karena hal inilah yang menjadi alasan dasar eksistensi bank syariah. Selain itu, kepatuhan
pada prinsip syariah dipandang sebagai sisi kekuatan bank syariah. Dengan konsisten pada
norma dasar dan prinsip syariah maka kemaslhahatan berupa kestabilan sistem, keadilan
dalam berkontrak dan terwujudnya tata kelola yang baik dapat berwujud.
Sistem dan mekanisme untuk menjamin pemenuhan kepatuhan syariah (sharia
compliance) menjadi isu penting dalam pengaturan bank syariah. Dalam kaitan ini lembaga
yang memiliki peran penting adalah Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI. Undang-
undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah memberikan kewenangan kepada
MUI yang fungsinya dijalankan oleh organ khususnya yaitu DSN-MUI untuk menerbitkan
fatwa kesesuaian syariah suatu produk bank.

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI)


DSN adalah lembaga yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang
mempunyai fungsi melaksanakan tugas-tugas MUI dalam menangani masalah-masalah
yang berhubungan dengan aktivitas lembaga keuangan syariah.
Peraturan Bank Indonesia (sekarang POJK) menegaskan bahwa seluruh produk
perbankan syariah hanya boleh ditawarkan kepada masyarakat setelah bank mendapat
fatwa dari DSN-MUI dan memperoleh izin dari OJK. Pada tataran operasional di setiap
bank syariah, diwajibkan pula tiap bank syariah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS)
yang fungsinya ada dua, pertama fungsi pengawasan syariah dan kedua fungsi advisory
(penasihat) ketika bank dihadapkan pada pertanyaan mengenai apakah suatu aktivitasnya
sesuai syariah apa tidak, serta dalam proses melakukan pengembangan produk yang akan
disampaikan kepada DSN untuk memperoleh fatwa. Selain fungsi-fungsi itu, dalam
perbankan syariah juga diarahkan memiliki fungsi internal audit yang fokus pada
pemantauan kepatuhan syariah untuk membantu DPS, serta dalam pelaksanaan audit
eksternal yang digunakan bank syariah adalah auditor yang memiliki kualifikasi dan
kompetensi di bidang syariah.
Salah satu tugas pokok DSN adalah mengkaji, menggali, dan merumuskan nilai dan
prinsip-prinsip hukum Islam (Syariah) dalam bentuk fatwa untuk dijadikan pedoman dalam
kegiatan transaksi di Lembaga Keuangan Syariah. Melalui Dewan Pengawas Syariah
(DPS), DSN melakukan pengawasan terhadap penerapan prinsip Syariah dalam sistem dan
manajemen Lembaga Keuangan Syariah.
Fatwa-fatwa yang dihasilkan oleh DSN-MUI menjadi salah satu landasan penting
bagi penyusunan Standar Akuntansi dan Auditing bagi Bank dan Lembaga Keuangan
Syariah di Indonesia. Menurut kebiasaan, dalam proses penyusunan Standar Akuntansi
Keuangan bagi Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, IAI akan mengajukan draf PSAK
ke DSN-MUI agar dilakukan review terhadap substansi standar. Harapannya, PSAK yang
dikeluarkan memang sudah sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah. Hal ini telah dilakukan
oleh IAI pada penyusunan PSAK Nomor 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah dan
PSAK Syariah 2007 yang terdiri atas Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan
Keuangan Syariah dan PSAK 101 sampai dengan 106.
Keberadaan DSN-MUI merupakan representasi dari Shari’a Board, seperti yang
ada pada struktur Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions
(AAOIFI). Bedanya bahwa dalam struktur IAI tidak terdapat secara khusus fungsi Dewan
Syariah, namun eksistensi DSN-MUI merupakan wujud kebersamaan Dewan Pengawas
Syariah (DPS) dari beberapa Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, bahkan salah satu
tugas dari DSN-MUI adalah mengawasi DPS dalam menjalankan tugas pengawasannya
pada Bank dan Lembaga-lembaga Keuangan Syariah. DPS menjadi kepanjangan tangan
DSN-MUI dalam menjalankan pengawasan terhadap Bank dan Lembaga-lembaga
Keuangan Syariah di Indonesia.

Hubungan DSN MUI, DSAS IAI, dan OJK dalam Menyusun Standar Akuntansi Keuangan
Kepatuhan syariah yang diimplementasikan di perbankan syariah tidak terbatas
pada produk saja, tetapi juga menyangkut standar akuntansi keuangannya. DSAK (Dewan
Standar Akuntansi Keuangan) sekarang bernama DSAS (Dewan Standar Akuntansi
Syariah) sebagai bagian dari Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) adalah dewan yang
bertanggungjawab menyusun Standar Akuntansi Syariah di Indonesia. Untuk
mengimplementasikan prinsip syariah di dalam SAK, maka di dalam anggota DSAS
terdapat wakil unsur DSN selain dari unsur profesi akuntan dan unsur industri bank syariah
sebagai pengguna.
Meskipun di dalam penyusunan SAK telah terdapat unsur DSN, tetapi untuk
memastikan standar akuntansi yang disusun telah sesuai dengan prinsip syariah, DSAS
perlu mengajukan draft SAK kepada DSN MUI. DSN akan mereview draft SAK bersama
DSAS dan DSN akan memberi pernyataan bahwa PSAK tidak bertentangan dengan prinsip
syariah dan telah sesuai dengan fatwa DSN-MUI. Berdasarkan mekanisme penerbitan
SAK ini maka dapat dipastikan bahwa SAK akan senantiasa sejalan dengan prinsip syariah
dan sesuai dengan fatwa DSN.
Dalam kasus tertentu terdapat permintaan dari perbankan syariah kepada DSAS
untuk menyiapkan PSAK Syariah, namun karena substansi transaksi dinilai DSAS sama
dengan substansi transaksi konvensional, maka DSAS tidak berkenan membuatkan PSAK
yang berbeda, walaupun transaksi tersebut ada fatwa dsn yang membolehkannya. DSAS
berpendirian demikian karena akuntansi memiliki karakteristik “substansi menggungguli
bentuk”. Jadi apabila substansi transaksi sama dengan substansi transaksi konvensional,
maka PSAK yang digunakan adalah PSAK konvensional yang sudah ada.
Apabila terdapat perbedaan pandangan di antara lembaga yang menjadi referensi
bagi pengaturan perbankan syariah, maka yang berperan untuk memutuskan penerapannya
bagi perbankan syariah adalah pengaturan yang ditetapkan oleh otoritas, yaitu OJK.
Demikian pula apabila dalam pandangan OJK ada indikasi bahwa fatwa dimanfaatkan
untuk suatu transaksi yang akan berpengaruh buruk bagi sistem keuangan, maka OJK dapat
membuat peraturan-peraturan yang mengikat sebagai hukum positif untuk pengetatannya.

Gambar 1: Hubungan Kerja DSAS IAI, DSN MUI, dan OJK dalam Pembuatan PSAK Syariah
References
Bidari, A. S. (2014, Oktober 20). KEDUDUKAN BANK INDONESIA (BI) SETELAH TERBENTUKNYA OTORITAS
JASA KEUANGAN (OJK). Retrieved from https://media.neliti.com/media/publications/220784-
kedudukan-bank-indonesia-bi-setelah-terb.pdf

Ikatan Akuntan Indonesia. (n.d.). DEWAN STANDAR AKUNTANSI SYARIAH Ikatan Akuntan Indonesia.
Retrieved from Ikatan Akuntan Indonesia: http://iaiglobal.or.id/v03/tentang_iai/dsas

Muhammad, R. (2014). Akuntansi Keuangan Syariah. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Museum Bank Indonesia. (2014, Februari 24). Memahami Tugas BI Pasca Terbentuknya OJK, Mengerti
Kiat Pemanduan Museum. Retrieved from https://www.bi.go.id/id/tentang-
bi/museum/info/berita-khusus/Pages/Berita_ToT.aspx

Otoritas Jasa Keuangan. (2015, Juni 8). OJK JALIN KERJA SAMA DENGAN IKATAN AKUNTAN INDONESIA.
Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia: https://www.ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/siaran-
pers/Documents/Pages/OJK-Akuntant/siaran-pers-ojk-jalin-kerja-sama-dengan-ikatan-akuntan-
indonesia.pdf.

Otoritas Jasa Keuangan. (2017). Perbankan Syariah dan Kelembagaannya. Retrieved from Otoritas Jasa
Keuangan: https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/tentang-syariah/Pages/PBS-dan-
Kelembagaan.aspx

Siregar, S. (2015). ANALISIS KONSISTENSI PENERAPAN PRINSIP BAGI HASIL PADA AKUNTANSI BANK
SYARIAH. Retrieved from http://repository.uinsu.ac.id/285/7/Bab%20IV%20.pdf

Anda mungkin juga menyukai