Anda di halaman 1dari 12

A.

Pengertian pengawasan
Pengawasan Bank Syariah Pengawasan bank syariah (termasuk pula pengaturannya)
pada dasarnya memiliki dua sisim, yaitu pengawasan dari aspek: (i) kondisi keuangan,
kepatuhan pada ketentuan perbankan secara umum dan prinsip kehati-hatian bank,
dan (ii) pemenuhan prinsip syariah dalam kegiatan operasional bank. Berkaitan
dengan hal itu maka struktur pengawasan perbankan syariah lebih bersifat multilayer
yang secara ideal akan terdiri dari : (1) Sistem Pengawasan Internal, yang memiliki
unsur-unsur; RUPS, Dewan Komisaris, Dewan Audit, DPS, Direktur Kepatuhan,
SKAI – Internal Syariah Reviewer, dan (2) Sistem Pengawasan Eksternal, yang terdiri
dari unsur BI, Akuntan Publik (termasuk external syariah auditor), DSN dan
Stakeholder/Masyarakat Pengguna Jasa. Sistem pengawasan internal lebih bersifat
mengatur ke dalam dan dilakukan agar ada mekanisme dan sistem kontrol untuk
kepentingan manajemen. Sedangkan pengawasan eksternal pada dasarnya untuk
memenuhi kepentingan nasabah dan kepentingna publik secara umum yang dalam hal
ini dilakukan oleh BI dan DSN. Secara umum peran dan tanggung jawab BI lebih
kepada pengawasan aspek keuangan, sedangkan jaminan pemenuhan prinsip syariah
adalah tanggung jawab dan kewenangan DSN dengan DPS sebagai perpanjangan
tangannya. Dalam hal ini tentu saja kompetensi dan kemampuan pemahaman prinsip
syariah tetap wajib dimiliki oleh pengawas bank dari BI. Kerjasama antara BI dengan
DSN juga dilakukan dalam pengawasan terhadap produk bank syariah. Sedangkan
untuk pengawasan operasional bank syariah, BI bekerja sama dengan DSN yang
dalam hal ini dilakukan oleh DPS. Hal ini sejalan dengan fungsi dan peran DSN yang
dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia dengan Surat Keputusannya
No.Kep-98/MUI/III/2001 tentang Susunan Pengurus DSN MUI Masa Bhakti Th.
2000–2005. SK itu antara lain menyebutkan, DSN memberikan tugas kepada DPS
untuk (1) melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah, (2)
mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada pimpinan
lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN; (3) melaporkan perkembangan produk
dan operasional lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-
kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran; (4) merumuskan permasalahan yang
memerlukan pembahasan dengan DSN. Karena pengembangan perbankan syariah
masih dalam tahap awal, maka sistem dan mekanisme pengawasan perbankan syariah
masih belum lengkap dan perlu banyak penyempurnaan. Oleh karena itu, upaya
pengembangan pengawasan perbankan syariah oleh BI akan terus dilakukan secara
berkesinambungan dengan mengembangkan dan menyempurnakan tools dan sistem
pengawasan, serta meningkatkan kompetensi dan mengembangkan etika
pengawasan.Satu langkah penting yang telah dilakukan adalah dihasilkannya PSAK
No.59 tentang Standar Akuntansi Keuangan Perbankan Syariah yang akan diikuti
dengan penerbitan Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah (PAPSI) dan Pedoman
Audit Syariah, serta format pelaporan bank syariah. Secara teknis di BI juga
dikembangkan pedoman pengawasan dan pemeriksaan bank syariah dan ke depan
akan dilakukan kajian untuk implementasi sistem pengawasan berbasis risiko dan
penerapan real-time supervision. Bank Indonesia dalam melakukan pembinaan dan
pengawasan men-gusung misi mewujudkan iklim yang kondusif untuk pengembangan
perbankan yang sehat, dalam rangka mendorong pembangunan nasional. Sistem per-
bankan yang sehat ditandai dengan keberadaan lembaga-lembaga perbankan yang
mampu berfungsi efisien, sehat, berkembang secara wajar, mampu ber-saing secara
global, dan mampu melindungi secara baik dana titipan masyara-kat, serta
berkemampuan menyalurkannya ke masyarakat untuk usahausaha produktif.
Mekanisme pengawasan dewan pengawas syariah, dewan pengawas syariah
mengadakan analisis operasional Bank Syariah dan mengadakan penilaian kegiatan
maupun produk dari bank tersebut yang pada akhirnya de-wan pengawas syariah
dapat memastikan bahwa kegiatan operasional Bank Syariah telah sesuai fatwa yang
dikeluarkan oleh dewan syariah nasional, mem-berikan opini dari aspek syariah
terhadap pelaksanaan operasional bank dan produk yang dikeluarkan secara
keseluruhan dalam laporan publikasi bank, mengkaji produk dan jasa baru yang
belum ada fatwa untuk dimintakan fatwa kepada dewan syariah nasional, yang
akhirnya menyampaikan laporan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya enam
bulan sekali kepada direksi, komisaris, dewan syariah nasional dan Bank Indonesia.
Dalam konsideran Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No-mor
KMA/080/SK/VII/2006 huruf (a) dise-butkan bahwa pengawasan merupakan salah
satu fungsi pokok manajemen untuk menjaga dan mengendalikan agar tugas-tugas
yang harus dilaksanakan dapat ber-jalan sebagaimana mestinya sesuai dengan rencana
dan aturan yang berlaku, maka terbitlah surat keputusan tersebut dimak-sudkan
sebagai Pedoman Pelaksanaan Pengawasan di Lingkungan Lembaga Peradilan.
Lahirnya Pedoman Pelaksanaan Pengawa-san tersebut dimaksudkan untuk: a.
Memperoleh informasi apakah penye-lenggaraan teknis peradilan pengelolaan
administrasi peradilaln, dan pelak-sanaan tugas umum peradilan telah di-laksanakan
telah sesuai dengan renca-naa dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. b.
Memperoleh umpan balik bagi kebijak-sanaan, perencanaan dan pelaksanaan tugas-
tugas peradilaan. c. Mencegah terjadinya penyimpangan, mal administrasi, dan
ketidakefisienan pen-yelenggaraan peradilan. d. Menilai kinerja. Pengawasan dalam
pandangan Islam dilakukan untuk meluruskan yang tidak lu-rus, mengoreksi yang
salah, dan membenar-kan yang hak. Pengawasan (control) dalam ajaran Islam (hukum
Syariah), paling tidak terbagi menjadi dua hal. Pertama, kontrol yang bersasal dari diri
sendiri yang bersum-ber dari tauhid dan keimanan kepada Allah SWT. Kedua sebuah
pengawasan akan lebih efektif jika sistem pengawasan itu dapat terdiri atas
mekanisme pengawasan dari pemimpin yang berkaitan dengan penyele-saian tugas
yang telah didelegasikan, kese-suaian antara penyelesaian tugas dan per-encanaan
tugas, dan lain-lain. Takwa tidak mengenal tempat. Takwa bukan sekedar di masjid,
bukan sekedar diatas sajadah, na-mun juga ketika beraktivitas, ketika di kan-tor,
ketika dimeja perundingan, dan ketika melakukan berbagai aktifitas. Takwa semacam
inilah yang mampu mejadi kontrol yang paling efektif. Takwa seperti ini hanya
mungkin tercapai jika para manager ber-sama-sama dengan karyawan melakukan
kegiatan-kegiatan ibadah secara intensif. Agar peraturan perudang-undangan yang
mengadopsi prinsip-prinsip dapat dijalankan dengan baik, maka DSN-MUI perlu
memben-tuk Dewan Pengawas Syariah (DPS) di setiap lembaga keuangan syariah.
Tujuan pembentukan DPS ialah untuk menjalankan fungsi pengawasan terhadap
aspek syariah yang ada dalam perbankan, meskipun secara tehnis pengawasan
perbankan syariah tetap menjadi kewenangan Bank Indonesia (BI). Untuk
memperkuat kewenangan seba-gai bank sentral yang mengurusi sistem keuangan
syariah dalam Negara Republik Indonesia, Bank Indonesia perlu menjalin kerja sama
dengan DSN-MUI yang memiliki otoritas di bidang hukum Syariah. Bentuk kerja
sama antara Bank Indonesia dengan DSN-MUI diwujudkan melalui nota kesepa-
haman MOU (Memorandum of Understand-ing) untuk menjalankan fungsi
pembinaan dan pengawasan terhadap perbankan syariah. Kepercayaan masyarakat
terhadap dunia perbankan akan terjaga apabila sektor perbankan itu sendiri
diselenggarakan dan dikelola dengan prinsip kehati-hatian sehingga selalu terpelihara
kondisi kese-hatannya. Untuk Bank Indonesia sebagai bank sentral yang mempunyai
peran pula dalam menentukan dan memberikan arah perkembangan perbankan serta
dapat melindungi masyarakat, maka Bank Indone-sia mempunyai kewenangan dan
kewajiban untuk membina serta melakukan pengawa-san terhadap seluruh
kelembagaan dan kegiatan perbankan. Kehadiran Bank Syariah di Indonesia sejak
tahun 1992 merupakan fenomena tersendiri yang telah menarik perhatian, karena
sebagai bank yang bebas bunga telah berhasil lolos dari badai negative spread dalam
krisis pada tahun 1997-1998. Karakteristik Bank Syariah telah menarik perhatian para
pelaku perbankan di Indone-sia. Setelah dikeluarkannya Undang-Undang nomor 10
tahun 1998, perkembangan Bank Syariah tumbuh dengan pesat, sehingga keberadaan
Bank Syariah di Indonesia telah memberikan warna baru bagi dunia per-bankan
Indonesia. Disamping itu, berkem-bang pula lembaga keuangan lainnya Peru-sahaan
Asuransi Syariah, Pegadaian Syariah, Reksadana Syariah dan lembaga Keuangan
Syariah non Bank lainnya yang jumlahnya senantiasa bertambah. Dengan
berkembangnya lembaga-lembaga syariah dengan basis ekonomi Islam, tidak
menutup kemungkinan akan muncul permasalahan antar para pelaku dalam lembaga
syariah. Secara umum, peranan Bank Sen-tral sangat penting dan strategis dalam
upaya menciptakan sistem perbankan yang sehat dan efisien. Perlu diwujudkannya
sis-tem perbankan yang sehat dan efisien itu karena dunia perbankan adalah salah satu
pilar utama dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Sedangkan secara khusus,
Bank Sentral mempunyai peranan yang penting dalam mencegah timbulnya resiko-
resiko kerugian yang diderita oleh bank itu sendiri, masyarakat penyimpan dana, dan
merugikan serta membahayakan kehidupan perekonomian. Ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam kaitan dengan penga-wasan, diantaranya adalah : 1. Proses
Pengawasan. a. Menentukan standar sebagai ukuran pengawasan Dalam kegiatan
pengawasan, yang pertama kali harus dilakukan adalah menentukan standar yang
menjadi ukuran dan pola untuk melaksana-kan suatu pekerjaan dan produk yang
dihasilkan. Standar itu harus jelas, wajar, obyektif sesuai dengan keadaan dan sumber
daya yang tersedia. Setiap bank mungkin mem-punyai sistem pengawasan yang ber-
beda-beda. Namun demikian harus tetap dapat diidentifikasikan adanya unsur-unsur
pengawasan yang lazim terdapat pada semua sistem yang baik. Standar itu dapat
ditetapkan dengan menggunakan dua cara yaitu didasarkan pada data periode
sebelumnya atau didasarkan atas tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Untuk
keperluan analisis standarstandar itu dapat ditetapkan dengan meng-gunakan rasio-
rasio. Misalnya tren hubungan antara penghasilan den-gan biaya yang dikeluarkan.
Hal ini lebih bermakna dari pada masing-masing item itu diukur secara sendiri-
sendiri. Misalnya kerugian investasi meningkat secara absolut, tetapi bila
dibandingkan dengan meningkatnya volume investasi rasionya lebih kecil. Maka
dapat dikatakan bahwa rasio kerugian itu membaik. Contoh lain adalah market share
(pangsa pasar). Boleh jadi perkembangan dana bank secara absolute meningkat, tetapi
bila dibandingkan dengan perkem-bangan danadana perbankan secara keseluruhan
ternyata share-nya menurun. Ini dapat berarti bahwa daya saing bank itu menurun. b.
Pengukuran dan pengamatan terhadap jalannya operasi berdasarkan rencana yang
telah ditetapkan. Pelaksanaan kegiatan operasional harus selalu diawasi dengan
cermat. Untuk keperluan tersebut harus pula dibuat catatan (record) sebagai lapo-ran
perkembangan proses mana-jemen. Berdasarkan catatan itu hen-daknya dilakukan
pengukuran pres-tasi, baik secara kwantitatif maupun kwalitatif. c. Penafsiran dan
perbandingan hasil yang dicapai dengan standar yang diminta. Prestasi pekerjaan
harus diberikan penilaian dengan memberikan penaf-siran apakah sesuai dengan
standar, sejauh mana terdapat penyimpangan dan apa saja faktor-faktor penyebab-nya.
d. Melakukan tindakan koreksi terha-dap penyimpangan. Tindakan koreksi, selain
untuk men-getahui adanya kesalahan, juga menerangkan apa yang menyebabkan
terjadinya penyimpangan dan memberikan cara bagaimana mem-perbaikinya agar
kembali kepada standar dan rencana yang seharus-nya. e. Perbandingan hasil akhir
(output) dengan masukan (input) yang digunakan Setelah proses pelaksanaan selesai
segera diberikan pengukuran dengan membandingkan hasil yang diperoleh dengan
sumber daya digunakan serta standar yang ditetapkan. Hasil pengu-kuran ini akan
memperlihatkan ting kat efisiensi kerja dan produktifitas sumber daya yang ada. 2.
Sistem Informasi Manajemen Laporan-laporan yang dihasilkan dari proses
pengawasan itu harus disusun dalam suatu format yang sistematis, agar dapat dengan
segera dan mudah digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan secara cepat dan
tepat. Ke-majuan tehnologi informasi telah me-mungkinkan sistem informasi mana-
jemen memiliki kesanggupan memberi-kan berbagai jenis informasi dengan ce-pat
dan akurat serta memberikan fleksi-bilitas dalam cara penyajiannya. Melalui laporan
ini para manajer dapat mem-peroleh informasi atau data yang tidak termuat dalam
laporan reguler, yang dibutuhkan untuk menghadapi keadaan tertentu. 3. Program
Audit Internal Audit adalah proses pemeriksaan yang dilakukan akuntan perusahaan
atau pi-hak ketiga atas validitas catatan-catatn akunting (dan atau manajemen) yang
dibuat perusahaan untuk menjamin ke-absahan catatan-catatan tersebut.

B. Mekanisme Pengawasan Bank Indonesia Terhadap Bank Syariah Pada pokoknya


Bank Indonesia se-bagai Bank Sentral mempunyai tiga bidang tugas, yaitu (1)
menetapkan dan melak-sanakan kebijakan moneter, (2) mengatur dan menjaga
kelancaran sistem pembayaran, dan (3) mengatur dan mengawasi bank. Dalam rangka
melaksanakan tugas mengatur dan mengawasi bank, menurut ketentuan Pasal 24
Undang- Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Bank Indonesia
menetapkan peraturan, memberi-kan dan mencabut izin atas kelembagaan dan
kegiatan usaha tertentu dari bank. Menurut ketentuan Pasal 29 ayat (1) Un-dang-
Undang Perbankan, kegiatan Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank
Indonesia. Pengertian yang dimaksud dengan pembinaan adalah upaya-upaya yang
dilakukan dengan cara menetapkan peraturan yang menyangkut aspek kelembagaan,
kepemilikan, pengurusan, kegiatan usaha, pelaporan serta aspek lain yang ber-
hubungan dengan kegiatan operasional bank. Dalam rangka melaksanakan penga-
wasan, Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas
kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu bank, melaksanakan pengawasan bank, serta
mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan peraturan perundangundan-gan
(Pasal 24). Disamping itu, bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-
ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehatihatian (Pasal 25), dimana prinsip ke-
hati-hatian tersebut bertujuan untuk mem-berikan rambu-rambu bagi penyelenggaraan
kegiatan usaha perbankan, guan mewujud-kan sistem perbankan yang sehat. Oleh
karena itu, peraturanperaturan di bidang perbankan yang ditetapkan oleh Bank Indo-
nesia harus didukung oleh penerapan sanksisanksi yang adil. Berkaitan dengan
kewenangan di bidang pengawasan, sesuai ketentuan Pasal 26 UndangUndang No. 23
Tahun 1999 tentang Perbankan. Pemeriksaan terhadap bank yang dilakukan oleh
Akuntan Publik tersebut me-rupakan pemeriksaan setempat sebagai pengejawantahan
dari pendelegasian wewe-nang Bank Indonesia selaku otoritas pem-bina dan
pengawas bank. Selaku otoritas pembina dan pengawas bank, maka Bank Indonesia
menjalankan upaya dengan cara menetapkan peraturan yang menyangkut aspek
kelembagaan, kepemilikan, kepengu-rusan, kegiatan usaha, pelaporan serta aspek lain
yang berhubungan dengan kegiatan operasional bank. Pelaksanaan tugas pengaturan
ditetapkan dalam bentuk produk Peraturan Bank Indonesia. Materi yang termuat
dalam Peraturan Bank Indone-sia tersebut pada dasarnya ketentuan-ketentuan
perbankan yang mengarahkan terlaksananya prinsip kehati-hatian dengan tujuan
untuk memberikan rambu-rambu bagi penyelenggara jasa perbankan dalam
menjalankan kegiatan usahanya, sehingga tercapai sistem perbankan yang sehat.
C. Peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Mengawasi Kegiatan Operasional
Perbankan Syariah
Fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan, termasuk perbankan syariah dan unit
usaha syariah pada awalnya berada dalam otoritas Bank Indonesia. Regulasi ini
melekat pada Bank Indonesia sebagai mana diatur dalam UndangUndang Nomor 23
Tahun 1999 sebagai mana telah diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 6
Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 23
Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang. Pengawasan terhadap
Bank Syariah dan Unit Usaha Syaria’ah juga dilakukan Bank Indonesia, sebagai mana
pada perbankan konvensional. Untuk melaksanakan kepentingan tersebut Bank
Indonesia, sebagaimana pada perbankan konvensional. Untuk melaksanakan
kepentingan tersebut Bank Indonesia telah dibentuk perbankan syariah. Depertement
ini terdiri dari 4 devisi yaitu Divisi Penelitian Pengembangan dan Pengaturan
Perbankan Syariah, Divisi Pengawasan Bank Syariah, Divisi Informasi Perbankan
Syariah dan Divisi Perijinan, Administrasi dan Dokumentasi Perbankan Syariah.2
Menurut Pasal 34 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Bank Indonesia
mengatur bahwa fungsi pengawasan tidak lagi berada di bawah otoritas Bank
Indonesia tetapi akan diserahkan kepada lembaga pengawasan sektor jasa keuangan
yang independen dan dibentuk dengan undang-undang. Ditetapkan Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan yang mengokohkan
kedudukan lembaga OJK sebagai lembaga keuangan yang independen dan bebas
campur tangan dari pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas dan wewenang
pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagai mana diatur dalam
undang-undang di maksud. Lembaga tersebut melaksanakan lembaga sektor
perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan
lembaga keuangan lainnya.3 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga
independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, tugas dan wewenang
pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan.4 Fungsi pengaturan dan pengawasan
tersebut tidaklah sepenuhnya diberikan kepada OJK. Akan tetapi OJK tetap
bekerjasama dengan BI dan memiliki kewenangannya masing-masing dalam
menjalankan fungsi pengaturan dan pengawasan. Pengaturan dan Pengawasan
kelembagaan, kesehatan, aspek kehatihatian, dan pemeriksa bank merupakan lingkup
microprudential yang menjadi tugas dan wewenang OJK. Adapun lingkup pengaturan
dan pengawasan macroprudential merupakan tugas dan wewenang BI. Dalam rangka
pengaturan dan pengawasan macroprudentia 5, OJK berkordinasi dengan BI untuk
melakukan himbauan moral (moral suasion) kepada perbankan.6 Adapun dalam
menjalankan tugas pengawasan bank, saat ini OJK melaksanakan sisitem
pengawasannya dengan mengadakan 2 pendekatan yaitu: 1. Pengawasan berdasarkan
kepatuhan (compliance Based Supervision/CBS), yaitu pemantauan kepatuhan bank
terhadap ketentuan-ketentuan yang terkait dengan operasi dan pengelolaan bank
dimasa lalu dengan tujuan untuk memastikan bahwa bank telah beroperasi dan
dikelola secara baik dan benar menurut prinsip-prinsip kehati-hatian. Pengawasan
terhadap pemenuhan aspek kepatuhan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
pelaksanaan pengawasan bank berdasarkan risiko. 2. Pengawasan berdasarkan risiko
(Risk Based Supervision/RBS) yaitu pengawasan bank yang menggunakan strategi
dan metologi berdasarkan risiko yang memungkinkan pengawas bank mendeteksi
risiko yang signifikan secara dini dan mengambil tindakan pengawasan yang sesuai
dan tepat waktu. Adapun tujuan OJK dibentuk adalah sebagai berikut: a.
Terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel b. Mampu mewujudkan
system keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, serta c. Mampu
melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Maka dengan tujuan tersebut
diharapkan OJK dapat menjalankan fungsinya dengan baik menjadi lembaga
keuangan yang memiliki peran penting meningkatkan perekonomian di Indonesia,
menjaga kepentingan nasional dan menjaga segala kegiatan sektor jasa keuangan
berjalan dengan baik dan sesuai aturan termasuk hubungan lembaga keuangan
termasuk perbankan syariah dengan nasabah. OJK diharapkan dapat menghindarkan
perbankan syariah dari perbuatan sewenang-wenang yang dapat merugikan nasabah
dalam hal ini penerapan kelausula eksonerasi atau pengalihan tanggung jawab pada
klausula baku yang dibuat oleh pihak perbankan syariah sebagai pelaku usaha yang
mana perbuatan tersebut jelas melanggar ketentuan yang berlaku. Terkait dengan
pengembangan sistem pengawasan perbankan syariah, telah dilakukan pengembangan
Sistem Informasi Perbankan (SIP) Modul Syariah untuk Bank Umum Syariah (BUS)
dan Unit Usaha Syariah (UUS), laporan bulanan BUS, Sistem Pengawasan Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), Rencana Bisnis Bank (RBB) untuk BPRS serta
sosialisasi dan pelatihan kepada pengawas bank syariah.7 Guna meningkatkan
efektifitas dan efisiensi pelaksanaan tugas OJK terkait pengawasan lembaga keuangan
syariah, termasuk perbankan syariah, Dewan Komisioner OJK telah menetapkan
pembentukan Komite Pengembangan Jasa Keuangan Syariah (KPJKS) dan Tim Kerja
Pengembangan Jasa Keuangan Syariah.8 Akan tetapi OJK masih dirasa kurang
berkompeten dalam mengawasi kegiatan operasional perbankan syariah ditandai
dengan masih banyaknya kasuskasus yang melibatkan perbankan syariah ditandai
dengan masih banyaknya kasuskasus yang melibatkan perbankan syariah sebagai
pelaku usaha yang melakukan pelanggaran dalam akadnya. OJK diharapkan menjadi
lembaga yang mampu melindungi segala kepentingan para pihak dalam sektor jasa
keuangan dan mampu menjalankan perannya dalam mengawasi terlaksananya
kegiatan operasional perbankan syariah dengan baik dan sesuai aturan yang berlaku
termasuk atas penyalahgunaan wewenang perbankan syariah sebagai pihak yang
memiliki kedudukan lebih tinggi dalam membuat perjanjian baku yang menerapkan
klausula eksonerasi atau pengalihan tanggung jawab yang merugikan nasabah.

D. Latar Belakang dan Dasar Pemikiran DSN Dewan Syariah Nasional (DSN),
didirikan pada tahun 1999 berdasarkan surat keputusan Majelis Ulama Indonesia
Nomor Kp-754/MUI/II/1999 tertanggal 10 Februari 1999, yang ditandatangani oleh
KH Ali Yafie dan Drs. H. Nazri Adlani masing-masing selaku ketua umum dan
sekretaris umum MUI. Pada bagian konsideran surat keputusan tersebut, antara lain
dinyatakan bahwa di antara hal yang melatarbelakangi pembentukan DSN ialah dalam
rangka mewujudkan aspirasi umat Islam mengenai masalah perekonomian dan
mendorong penerapan ajaran Islam dalam bidang perekonomian/keuangan yang
dilaksanakan sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Pendirian DSN ini tentu saja tidak
secara tiba-tiba dan terburu-buru, akan tetapi setelah lebih dahulu dilaksanakan
beberapa kali pertemuan yang dilakukan oleh MUI. Antara lain keputusan Lokakarya
Ulama pada tanggal 29-31 Juli 1997 di Jakarta, dan hasil rapat tim pembentukan DSN
tanggal 14 Oktober 1997. pengurus DSN yang dilantik oleh Menteri Agama RI (Prof.
Malik Fadjar MSc) pada bulan Ramadhan 1421 H di Hotel Indonesia Jakarta Pusat,
terdiri atas DSN yang beranggotakan 16 orang waktu itu diketuai oleh Prof. KH Ali
Yafie denan Drs. HA. Nazri Adlani. Sedangkan ketua pelaksana dan sekretaris harian,
masingmasing dijabat oleh KH Makruf Amin dan Drs. H.M. Ichwan Sam (SK MUI
nomor Kep. 754/MUI/II/1999). Dan karena ketua dan sekretaris DSN secara ex
officio dijabat oleh ketua MUI, maka ketua dan sekretaris DSN sekarang masing-
masing adalah KH Sahal Mahfud dan Prof. Din Syamsudin. Ada beberapa hal yang
dijadikan dasar pemikiran para pendiri DSN, yang terpenting adalah bahwa seiring
dengan perkembangan lembaga-lembaga keuangan syariah di tanah air yang
didalamnya terdapat dewandewan pengawas syariah, dipandang perlu membentuk
dewan syariah yang bersifat nasional. Selain diharapkan dapat menjawab berbagai
persoalan keuangan dan perekonomian yang produktif, operasionalisasi dan
penyelesaiannya memerlukan keterlibatan hukum syariat, juga diharapkan ada
semacam kesamaan visi dan misi diantara sesama dewan pengawas syariah itu sendiri.
Perlunya koordinasi untuk mendorong penerapan ajaran Islam dalam bidang
kehidupan ekonomi dan keuangan, juga merupakan dasar pemikiran lain yang
melatarbelakangi pendirian DSN. Tugas Dan Wewenang DSN Paling sedikit ada
empat hal yang menjadi tugas pokok DSN, yaitu: 1. Menumbuhkembangkan
penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan
keuangan pada khususnya 2. Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan
3. Mengeluarkakan fatwa atas produk keuangan syariah 4. Mengawasi penerapan
fatwa yang telah dikeluarkan Adapun wewenang yang diberikan MUI kepada DSN
adalah : - Mengeluarkan fatwa yang bersifat mengikat dewan pengawas syariah pada
masing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak
terkait. - Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan yang
dikeluarkan oleh instansi yang berwenang seperti Departemen Keuangan, Badan
Pengawas Pasar Modal dan Bank Indonesia - Memberikan rekomendasi dan atau
mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai dewan pengawas
syariah pada suatu lembaga keuangan syariah - Mengundang para ahli untuk
menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah,
termasuk otoritas moneter/lembaga keuangan dalam maupun luar negeri -
Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan
penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN - Mengusulkan kepada
pihak yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan
(Lampiran II SK MUI No. Kep. 754/II/1999). Meskipun secara internal maupun
eksternal dewan syariah masih mengalami beberapa kendala, namun lembaga ini
tampak tetap melaksanakan tugas pokoknya. Hingga dewasa ini, tidak kurang dari 16
fatwa telah dihasilkan oleh DSN. Perlu diingat, bahwa disamping DSN ada yang
disebut dengan Badan Pelaksana Harian DSN dan Dewan Pengawas Syariah. DSN
adalah dewan yang dibentuk oleh MUI untuk menangani masalah-masalah yang
berhubungan dengan aktivitas lembaga keuangan syariah, sedangkan badan pelaksana
DSN adalah badan yang sehari-hari melaksanakan tugas DSN. Adapun dewan
pengawas syariah adalah badan di lembagalembaga keuangan syariah yang bertugas
mengawasi pelaksanaan keputusan DSN di lembaga-lembaga keuangan syariah. Yang
dimaksud dengan lembaga keuangan syariah adalah lembaga keuangan yang
mengeluarkan produk keuangan berdasarkan sistem syariah dan yang mendapat izin
operasional sebaga lembaga keuangan syariah. Adapun yang dimaksud dengan
produk keuangan syariah ialah produk keuangan yang mengikuti sistem hukum
syariat Islam. Lembaga keuangan yang secara formal beroperasi menurut sistem
hukum syariat, di Indonesia dewasa ini masih relatif terbatas yakni baru pada bidang-
bidang perbankan, perasuransian, reksadana, dan BMT. Dalam perbankan relatif
masih sedikit bank-bank membuka divisi/unit syariah. Selain Bank Muamalat
Indonesia (BMI), tercatat nama-nama Bank Mandiri, Bank IFI, Bank BNI, (Bank
Jabar, Bank BRI, red.) dan BPR syariah lainnya. Dalam bidang asuransi, tercatat PT
Asuransi Takaful Indonesia dan Divisi Syariah pada MAA asuransi jiwa. Sedangkan
BMT, tersebar disejumlah wilayah/daerah terutama kota-kota besar semacam Jakarta,
Surabaya, Bandung, Semarang, dan lain-lain. Setiap lembaga keuangan syariah di
atas, dalam melaksanakan produk-produk keuangannya perlu mendapatkan nasehat
dan pengawasan dari dewan syariah seperti yang telah dikemukakan di atas. Dengan
demikian, maka dapat disimpulkan bahwa DSN memiliki kedudukan yang sangat
penting bagi pengembangan perekonomian Indonesia dan keuangan Islam di
Indonesia, dan sekaligus dalam pengawasannya apakah lembaga-lembaga
perekonomian dan keuangan yang mendapatkan izin DSN benarbenar beroperasi
sesuai dengan sistem hukum syariah atau tidak. Demikian informasi sekilas tentang
DSN. Semoga bermanfaat.

E.Mekanisme Pengawasan Dewan Pengawas Syariah (DPS) terhadap Bank Syariah


Fatwa Dewan Syariah Nasional Keberadaan ulama dalam struktur kepengurusan
perbankan merupakan keuni-kan tersendiri bagi perbankan syariah. Para ulama yang
berkompeten di bidang hukum syariah dan aplikasi perbankan memiliki fungsi dan
peranan yang amat besar dalam penetapan dan pengawasan pelaksanaan prinsip-
prinsip syariah dalam perbankan. Kewenangan ulama dalam menetapkan dan
mengawasi pelaksanaan hukum perbankan syariah berada dibawah koordinasi Dewan
Syari’ah Nasional Majlis Ulama Indonesia (DSN – MUI). Lembaga dewan syariah
na-sional bertugas mengawasi dan menga-rahkan lembaga-lembaga keuangan syariah
untuk mendorong penerapan prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan perekonomian.
Karena itu, keberadaan DSN diharapkan dapat berperan secara optimal dalam
pengembangan ekonomi syariah guna memenuhi tuntutan kebutuhan umat. Selain itu,
DSN juga memberikan teguran jika ada lembaga ekonomi tertentu yang menyim-pang
dari hukum yang telah ditetapkan. Jika lembaga yang bersangkutan tidak mengin-
dahkan teguran yang diberikan, maka DSN dapat mengajukan rekomendasi kepada
lembaga yang memiliki otoritas untuk mem-berikan sanksi hukum, seperti ke Bank
Indo-nesia (BI) jika berkaitan dengan perbankan atau Bapepam-LK jika berkaitan
dengan pasar modal, atau ke Departemen Keuan-gan, untuk memberikan sanksi agar
perusa-haan tersebut tidak mengembangkan lebih jauh tindakan-tindakannya yang
tidak se-suai dengan syariah. Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah badan
independen yang ditempat-kan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) pada perbankan
dan lembaga keuangan syariah. Anggota DPS harus terdiri atas para pakar di bidang
syariah muamalah yang juga memiliki pengetahuan di bidang eko-nomi perbankan.
Dalam hal ini Bank Syariah telah mengangkat anggota DPS, yang diang-kat
berdasarkan hasil rapat umum pe-megang saham dan direksi. Dalam pelaksanaan
tugas sehari-hari, DPS wajib mengikuti fatwa DSN yang merupakan otoritas tertinggi
dalam menge-luarkan fatwa mengenai kesesuaian produk dan jasa bank dengan
ketentuan dan prinsip syariah. Tugas utama DPS adalah men-gawasi kegiatan usaha
bank agar tidak menyimpang dari ketentuan dan prinsip syariah yang telah difatwakan
oleh DSN. Peranan DPS sangat strategis dalam penerapan prinsip syariah di lembaga
per-bankan syariah. Bank yang akan membentuk DPS dalam rangka perubahan
kegiatan usaha atau membuka kantor cabang syariah untuk pertama kalinya dapat
menyampaikan per-mohonan penempatan anggota DPS kepada DSN. Secara singkat
dapat dikatakan bahwa mekanisme pengawasan dewan pengawas syariah,
setidaktidaknya setiap enam bulan sekali dewan pengawas syariah menga-nalisa
operasional Bank Syariah dan menilai kegiatan maupun produk bank tersebut yang
pada akhirnya dewan pengawas syariah dapat memastikan bahwa kegiatan
operasioanl Bank Syariah telah sesuai fatwa yang dikeluarkan oleh dewan syariah
nasional kemudian menyampaikan hasil pengawasan tersebut kepada direksi, ko-
misaris, dewan syariah nasional dan Bank Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai