Pengertian pengawasan
Pengawasan Bank Syariah Pengawasan bank syariah (termasuk pula pengaturannya)
pada dasarnya memiliki dua sisim, yaitu pengawasan dari aspek: (i) kondisi keuangan,
kepatuhan pada ketentuan perbankan secara umum dan prinsip kehati-hatian bank,
dan (ii) pemenuhan prinsip syariah dalam kegiatan operasional bank. Berkaitan
dengan hal itu maka struktur pengawasan perbankan syariah lebih bersifat multilayer
yang secara ideal akan terdiri dari : (1) Sistem Pengawasan Internal, yang memiliki
unsur-unsur; RUPS, Dewan Komisaris, Dewan Audit, DPS, Direktur Kepatuhan,
SKAI – Internal Syariah Reviewer, dan (2) Sistem Pengawasan Eksternal, yang terdiri
dari unsur BI, Akuntan Publik (termasuk external syariah auditor), DSN dan
Stakeholder/Masyarakat Pengguna Jasa. Sistem pengawasan internal lebih bersifat
mengatur ke dalam dan dilakukan agar ada mekanisme dan sistem kontrol untuk
kepentingan manajemen. Sedangkan pengawasan eksternal pada dasarnya untuk
memenuhi kepentingan nasabah dan kepentingna publik secara umum yang dalam hal
ini dilakukan oleh BI dan DSN. Secara umum peran dan tanggung jawab BI lebih
kepada pengawasan aspek keuangan, sedangkan jaminan pemenuhan prinsip syariah
adalah tanggung jawab dan kewenangan DSN dengan DPS sebagai perpanjangan
tangannya. Dalam hal ini tentu saja kompetensi dan kemampuan pemahaman prinsip
syariah tetap wajib dimiliki oleh pengawas bank dari BI. Kerjasama antara BI dengan
DSN juga dilakukan dalam pengawasan terhadap produk bank syariah. Sedangkan
untuk pengawasan operasional bank syariah, BI bekerja sama dengan DSN yang
dalam hal ini dilakukan oleh DPS. Hal ini sejalan dengan fungsi dan peran DSN yang
dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia dengan Surat Keputusannya
No.Kep-98/MUI/III/2001 tentang Susunan Pengurus DSN MUI Masa Bhakti Th.
2000–2005. SK itu antara lain menyebutkan, DSN memberikan tugas kepada DPS
untuk (1) melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah, (2)
mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada pimpinan
lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN; (3) melaporkan perkembangan produk
dan operasional lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-
kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran; (4) merumuskan permasalahan yang
memerlukan pembahasan dengan DSN. Karena pengembangan perbankan syariah
masih dalam tahap awal, maka sistem dan mekanisme pengawasan perbankan syariah
masih belum lengkap dan perlu banyak penyempurnaan. Oleh karena itu, upaya
pengembangan pengawasan perbankan syariah oleh BI akan terus dilakukan secara
berkesinambungan dengan mengembangkan dan menyempurnakan tools dan sistem
pengawasan, serta meningkatkan kompetensi dan mengembangkan etika
pengawasan.Satu langkah penting yang telah dilakukan adalah dihasilkannya PSAK
No.59 tentang Standar Akuntansi Keuangan Perbankan Syariah yang akan diikuti
dengan penerbitan Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah (PAPSI) dan Pedoman
Audit Syariah, serta format pelaporan bank syariah. Secara teknis di BI juga
dikembangkan pedoman pengawasan dan pemeriksaan bank syariah dan ke depan
akan dilakukan kajian untuk implementasi sistem pengawasan berbasis risiko dan
penerapan real-time supervision. Bank Indonesia dalam melakukan pembinaan dan
pengawasan men-gusung misi mewujudkan iklim yang kondusif untuk pengembangan
perbankan yang sehat, dalam rangka mendorong pembangunan nasional. Sistem per-
bankan yang sehat ditandai dengan keberadaan lembaga-lembaga perbankan yang
mampu berfungsi efisien, sehat, berkembang secara wajar, mampu ber-saing secara
global, dan mampu melindungi secara baik dana titipan masyara-kat, serta
berkemampuan menyalurkannya ke masyarakat untuk usahausaha produktif.
Mekanisme pengawasan dewan pengawas syariah, dewan pengawas syariah
mengadakan analisis operasional Bank Syariah dan mengadakan penilaian kegiatan
maupun produk dari bank tersebut yang pada akhirnya de-wan pengawas syariah
dapat memastikan bahwa kegiatan operasional Bank Syariah telah sesuai fatwa yang
dikeluarkan oleh dewan syariah nasional, mem-berikan opini dari aspek syariah
terhadap pelaksanaan operasional bank dan produk yang dikeluarkan secara
keseluruhan dalam laporan publikasi bank, mengkaji produk dan jasa baru yang
belum ada fatwa untuk dimintakan fatwa kepada dewan syariah nasional, yang
akhirnya menyampaikan laporan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya enam
bulan sekali kepada direksi, komisaris, dewan syariah nasional dan Bank Indonesia.
Dalam konsideran Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No-mor
KMA/080/SK/VII/2006 huruf (a) dise-butkan bahwa pengawasan merupakan salah
satu fungsi pokok manajemen untuk menjaga dan mengendalikan agar tugas-tugas
yang harus dilaksanakan dapat ber-jalan sebagaimana mestinya sesuai dengan rencana
dan aturan yang berlaku, maka terbitlah surat keputusan tersebut dimak-sudkan
sebagai Pedoman Pelaksanaan Pengawasan di Lingkungan Lembaga Peradilan.
Lahirnya Pedoman Pelaksanaan Pengawa-san tersebut dimaksudkan untuk: a.
Memperoleh informasi apakah penye-lenggaraan teknis peradilan pengelolaan
administrasi peradilaln, dan pelak-sanaan tugas umum peradilan telah di-laksanakan
telah sesuai dengan renca-naa dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. b.
Memperoleh umpan balik bagi kebijak-sanaan, perencanaan dan pelaksanaan tugas-
tugas peradilaan. c. Mencegah terjadinya penyimpangan, mal administrasi, dan
ketidakefisienan pen-yelenggaraan peradilan. d. Menilai kinerja. Pengawasan dalam
pandangan Islam dilakukan untuk meluruskan yang tidak lu-rus, mengoreksi yang
salah, dan membenar-kan yang hak. Pengawasan (control) dalam ajaran Islam (hukum
Syariah), paling tidak terbagi menjadi dua hal. Pertama, kontrol yang bersasal dari diri
sendiri yang bersum-ber dari tauhid dan keimanan kepada Allah SWT. Kedua sebuah
pengawasan akan lebih efektif jika sistem pengawasan itu dapat terdiri atas
mekanisme pengawasan dari pemimpin yang berkaitan dengan penyele-saian tugas
yang telah didelegasikan, kese-suaian antara penyelesaian tugas dan per-encanaan
tugas, dan lain-lain. Takwa tidak mengenal tempat. Takwa bukan sekedar di masjid,
bukan sekedar diatas sajadah, na-mun juga ketika beraktivitas, ketika di kan-tor,
ketika dimeja perundingan, dan ketika melakukan berbagai aktifitas. Takwa semacam
inilah yang mampu mejadi kontrol yang paling efektif. Takwa seperti ini hanya
mungkin tercapai jika para manager ber-sama-sama dengan karyawan melakukan
kegiatan-kegiatan ibadah secara intensif. Agar peraturan perudang-undangan yang
mengadopsi prinsip-prinsip dapat dijalankan dengan baik, maka DSN-MUI perlu
memben-tuk Dewan Pengawas Syariah (DPS) di setiap lembaga keuangan syariah.
Tujuan pembentukan DPS ialah untuk menjalankan fungsi pengawasan terhadap
aspek syariah yang ada dalam perbankan, meskipun secara tehnis pengawasan
perbankan syariah tetap menjadi kewenangan Bank Indonesia (BI). Untuk
memperkuat kewenangan seba-gai bank sentral yang mengurusi sistem keuangan
syariah dalam Negara Republik Indonesia, Bank Indonesia perlu menjalin kerja sama
dengan DSN-MUI yang memiliki otoritas di bidang hukum Syariah. Bentuk kerja
sama antara Bank Indonesia dengan DSN-MUI diwujudkan melalui nota kesepa-
haman MOU (Memorandum of Understand-ing) untuk menjalankan fungsi
pembinaan dan pengawasan terhadap perbankan syariah. Kepercayaan masyarakat
terhadap dunia perbankan akan terjaga apabila sektor perbankan itu sendiri
diselenggarakan dan dikelola dengan prinsip kehati-hatian sehingga selalu terpelihara
kondisi kese-hatannya. Untuk Bank Indonesia sebagai bank sentral yang mempunyai
peran pula dalam menentukan dan memberikan arah perkembangan perbankan serta
dapat melindungi masyarakat, maka Bank Indone-sia mempunyai kewenangan dan
kewajiban untuk membina serta melakukan pengawa-san terhadap seluruh
kelembagaan dan kegiatan perbankan. Kehadiran Bank Syariah di Indonesia sejak
tahun 1992 merupakan fenomena tersendiri yang telah menarik perhatian, karena
sebagai bank yang bebas bunga telah berhasil lolos dari badai negative spread dalam
krisis pada tahun 1997-1998. Karakteristik Bank Syariah telah menarik perhatian para
pelaku perbankan di Indone-sia. Setelah dikeluarkannya Undang-Undang nomor 10
tahun 1998, perkembangan Bank Syariah tumbuh dengan pesat, sehingga keberadaan
Bank Syariah di Indonesia telah memberikan warna baru bagi dunia per-bankan
Indonesia. Disamping itu, berkem-bang pula lembaga keuangan lainnya Peru-sahaan
Asuransi Syariah, Pegadaian Syariah, Reksadana Syariah dan lembaga Keuangan
Syariah non Bank lainnya yang jumlahnya senantiasa bertambah. Dengan
berkembangnya lembaga-lembaga syariah dengan basis ekonomi Islam, tidak
menutup kemungkinan akan muncul permasalahan antar para pelaku dalam lembaga
syariah. Secara umum, peranan Bank Sen-tral sangat penting dan strategis dalam
upaya menciptakan sistem perbankan yang sehat dan efisien. Perlu diwujudkannya
sis-tem perbankan yang sehat dan efisien itu karena dunia perbankan adalah salah satu
pilar utama dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Sedangkan secara khusus,
Bank Sentral mempunyai peranan yang penting dalam mencegah timbulnya resiko-
resiko kerugian yang diderita oleh bank itu sendiri, masyarakat penyimpan dana, dan
merugikan serta membahayakan kehidupan perekonomian. Ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam kaitan dengan penga-wasan, diantaranya adalah : 1. Proses
Pengawasan. a. Menentukan standar sebagai ukuran pengawasan Dalam kegiatan
pengawasan, yang pertama kali harus dilakukan adalah menentukan standar yang
menjadi ukuran dan pola untuk melaksana-kan suatu pekerjaan dan produk yang
dihasilkan. Standar itu harus jelas, wajar, obyektif sesuai dengan keadaan dan sumber
daya yang tersedia. Setiap bank mungkin mem-punyai sistem pengawasan yang ber-
beda-beda. Namun demikian harus tetap dapat diidentifikasikan adanya unsur-unsur
pengawasan yang lazim terdapat pada semua sistem yang baik. Standar itu dapat
ditetapkan dengan menggunakan dua cara yaitu didasarkan pada data periode
sebelumnya atau didasarkan atas tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Untuk
keperluan analisis standarstandar itu dapat ditetapkan dengan meng-gunakan rasio-
rasio. Misalnya tren hubungan antara penghasilan den-gan biaya yang dikeluarkan.
Hal ini lebih bermakna dari pada masing-masing item itu diukur secara sendiri-
sendiri. Misalnya kerugian investasi meningkat secara absolut, tetapi bila
dibandingkan dengan meningkatnya volume investasi rasionya lebih kecil. Maka
dapat dikatakan bahwa rasio kerugian itu membaik. Contoh lain adalah market share
(pangsa pasar). Boleh jadi perkembangan dana bank secara absolute meningkat, tetapi
bila dibandingkan dengan perkem-bangan danadana perbankan secara keseluruhan
ternyata share-nya menurun. Ini dapat berarti bahwa daya saing bank itu menurun. b.
Pengukuran dan pengamatan terhadap jalannya operasi berdasarkan rencana yang
telah ditetapkan. Pelaksanaan kegiatan operasional harus selalu diawasi dengan
cermat. Untuk keperluan tersebut harus pula dibuat catatan (record) sebagai lapo-ran
perkembangan proses mana-jemen. Berdasarkan catatan itu hen-daknya dilakukan
pengukuran pres-tasi, baik secara kwantitatif maupun kwalitatif. c. Penafsiran dan
perbandingan hasil yang dicapai dengan standar yang diminta. Prestasi pekerjaan
harus diberikan penilaian dengan memberikan penaf-siran apakah sesuai dengan
standar, sejauh mana terdapat penyimpangan dan apa saja faktor-faktor penyebab-nya.
d. Melakukan tindakan koreksi terha-dap penyimpangan. Tindakan koreksi, selain
untuk men-getahui adanya kesalahan, juga menerangkan apa yang menyebabkan
terjadinya penyimpangan dan memberikan cara bagaimana mem-perbaikinya agar
kembali kepada standar dan rencana yang seharus-nya. e. Perbandingan hasil akhir
(output) dengan masukan (input) yang digunakan Setelah proses pelaksanaan selesai
segera diberikan pengukuran dengan membandingkan hasil yang diperoleh dengan
sumber daya digunakan serta standar yang ditetapkan. Hasil pengu-kuran ini akan
memperlihatkan ting kat efisiensi kerja dan produktifitas sumber daya yang ada. 2.
Sistem Informasi Manajemen Laporan-laporan yang dihasilkan dari proses
pengawasan itu harus disusun dalam suatu format yang sistematis, agar dapat dengan
segera dan mudah digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan secara cepat dan
tepat. Ke-majuan tehnologi informasi telah me-mungkinkan sistem informasi mana-
jemen memiliki kesanggupan memberi-kan berbagai jenis informasi dengan ce-pat
dan akurat serta memberikan fleksi-bilitas dalam cara penyajiannya. Melalui laporan
ini para manajer dapat mem-peroleh informasi atau data yang tidak termuat dalam
laporan reguler, yang dibutuhkan untuk menghadapi keadaan tertentu. 3. Program
Audit Internal Audit adalah proses pemeriksaan yang dilakukan akuntan perusahaan
atau pi-hak ketiga atas validitas catatan-catatn akunting (dan atau manajemen) yang
dibuat perusahaan untuk menjamin ke-absahan catatan-catatan tersebut.
D. Latar Belakang dan Dasar Pemikiran DSN Dewan Syariah Nasional (DSN),
didirikan pada tahun 1999 berdasarkan surat keputusan Majelis Ulama Indonesia
Nomor Kp-754/MUI/II/1999 tertanggal 10 Februari 1999, yang ditandatangani oleh
KH Ali Yafie dan Drs. H. Nazri Adlani masing-masing selaku ketua umum dan
sekretaris umum MUI. Pada bagian konsideran surat keputusan tersebut, antara lain
dinyatakan bahwa di antara hal yang melatarbelakangi pembentukan DSN ialah dalam
rangka mewujudkan aspirasi umat Islam mengenai masalah perekonomian dan
mendorong penerapan ajaran Islam dalam bidang perekonomian/keuangan yang
dilaksanakan sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Pendirian DSN ini tentu saja tidak
secara tiba-tiba dan terburu-buru, akan tetapi setelah lebih dahulu dilaksanakan
beberapa kali pertemuan yang dilakukan oleh MUI. Antara lain keputusan Lokakarya
Ulama pada tanggal 29-31 Juli 1997 di Jakarta, dan hasil rapat tim pembentukan DSN
tanggal 14 Oktober 1997. pengurus DSN yang dilantik oleh Menteri Agama RI (Prof.
Malik Fadjar MSc) pada bulan Ramadhan 1421 H di Hotel Indonesia Jakarta Pusat,
terdiri atas DSN yang beranggotakan 16 orang waktu itu diketuai oleh Prof. KH Ali
Yafie denan Drs. HA. Nazri Adlani. Sedangkan ketua pelaksana dan sekretaris harian,
masingmasing dijabat oleh KH Makruf Amin dan Drs. H.M. Ichwan Sam (SK MUI
nomor Kep. 754/MUI/II/1999). Dan karena ketua dan sekretaris DSN secara ex
officio dijabat oleh ketua MUI, maka ketua dan sekretaris DSN sekarang masing-
masing adalah KH Sahal Mahfud dan Prof. Din Syamsudin. Ada beberapa hal yang
dijadikan dasar pemikiran para pendiri DSN, yang terpenting adalah bahwa seiring
dengan perkembangan lembaga-lembaga keuangan syariah di tanah air yang
didalamnya terdapat dewandewan pengawas syariah, dipandang perlu membentuk
dewan syariah yang bersifat nasional. Selain diharapkan dapat menjawab berbagai
persoalan keuangan dan perekonomian yang produktif, operasionalisasi dan
penyelesaiannya memerlukan keterlibatan hukum syariat, juga diharapkan ada
semacam kesamaan visi dan misi diantara sesama dewan pengawas syariah itu sendiri.
Perlunya koordinasi untuk mendorong penerapan ajaran Islam dalam bidang
kehidupan ekonomi dan keuangan, juga merupakan dasar pemikiran lain yang
melatarbelakangi pendirian DSN. Tugas Dan Wewenang DSN Paling sedikit ada
empat hal yang menjadi tugas pokok DSN, yaitu: 1. Menumbuhkembangkan
penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan
keuangan pada khususnya 2. Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan
3. Mengeluarkakan fatwa atas produk keuangan syariah 4. Mengawasi penerapan
fatwa yang telah dikeluarkan Adapun wewenang yang diberikan MUI kepada DSN
adalah : - Mengeluarkan fatwa yang bersifat mengikat dewan pengawas syariah pada
masing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak
terkait. - Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan yang
dikeluarkan oleh instansi yang berwenang seperti Departemen Keuangan, Badan
Pengawas Pasar Modal dan Bank Indonesia - Memberikan rekomendasi dan atau
mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai dewan pengawas
syariah pada suatu lembaga keuangan syariah - Mengundang para ahli untuk
menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah,
termasuk otoritas moneter/lembaga keuangan dalam maupun luar negeri -
Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan
penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN - Mengusulkan kepada
pihak yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan
(Lampiran II SK MUI No. Kep. 754/II/1999). Meskipun secara internal maupun
eksternal dewan syariah masih mengalami beberapa kendala, namun lembaga ini
tampak tetap melaksanakan tugas pokoknya. Hingga dewasa ini, tidak kurang dari 16
fatwa telah dihasilkan oleh DSN. Perlu diingat, bahwa disamping DSN ada yang
disebut dengan Badan Pelaksana Harian DSN dan Dewan Pengawas Syariah. DSN
adalah dewan yang dibentuk oleh MUI untuk menangani masalah-masalah yang
berhubungan dengan aktivitas lembaga keuangan syariah, sedangkan badan pelaksana
DSN adalah badan yang sehari-hari melaksanakan tugas DSN. Adapun dewan
pengawas syariah adalah badan di lembagalembaga keuangan syariah yang bertugas
mengawasi pelaksanaan keputusan DSN di lembaga-lembaga keuangan syariah. Yang
dimaksud dengan lembaga keuangan syariah adalah lembaga keuangan yang
mengeluarkan produk keuangan berdasarkan sistem syariah dan yang mendapat izin
operasional sebaga lembaga keuangan syariah. Adapun yang dimaksud dengan
produk keuangan syariah ialah produk keuangan yang mengikuti sistem hukum
syariat Islam. Lembaga keuangan yang secara formal beroperasi menurut sistem
hukum syariat, di Indonesia dewasa ini masih relatif terbatas yakni baru pada bidang-
bidang perbankan, perasuransian, reksadana, dan BMT. Dalam perbankan relatif
masih sedikit bank-bank membuka divisi/unit syariah. Selain Bank Muamalat
Indonesia (BMI), tercatat nama-nama Bank Mandiri, Bank IFI, Bank BNI, (Bank
Jabar, Bank BRI, red.) dan BPR syariah lainnya. Dalam bidang asuransi, tercatat PT
Asuransi Takaful Indonesia dan Divisi Syariah pada MAA asuransi jiwa. Sedangkan
BMT, tersebar disejumlah wilayah/daerah terutama kota-kota besar semacam Jakarta,
Surabaya, Bandung, Semarang, dan lain-lain. Setiap lembaga keuangan syariah di
atas, dalam melaksanakan produk-produk keuangannya perlu mendapatkan nasehat
dan pengawasan dari dewan syariah seperti yang telah dikemukakan di atas. Dengan
demikian, maka dapat disimpulkan bahwa DSN memiliki kedudukan yang sangat
penting bagi pengembangan perekonomian Indonesia dan keuangan Islam di
Indonesia, dan sekaligus dalam pengawasannya apakah lembaga-lembaga
perekonomian dan keuangan yang mendapatkan izin DSN benarbenar beroperasi
sesuai dengan sistem hukum syariah atau tidak. Demikian informasi sekilas tentang
DSN. Semoga bermanfaat.