NIM : 101120111454
Kelompok :4
Pengawasan Internal
Dewan Komisaris pada dasarnya merupakan wakil pemegang saham. Dalam
melakukan pengawasan lebih berorientasi pada pengarahan agar misi dan tujuan
utama pendirian lembaga tersebut dapat tercapai. Oleh sebab itu pengawasan yang
dilakukan mencakup aktivitas menejemen supaya sesuai dengan apa yang telah
ditetapkan dalam anggaran dasar serta ketentuan dari Undang-undang No 7 tahun
1992. Dengan demikan cakupan pengawasan yang dilakukan Dewan Komisaris
meliputi pelaksanaan program kerja, manajemen, kondisi keuangan dan kepatuhan
terhadap ketentuan umum yang berlaku dalam lingkungan perbankan.
Program kerja merupakan acuan dasar bagi manajemen dalam melaksanakan
tugas operasionalnya, yang di dalamnya mencakup rencana perluasan jaringan
kantor, rencana pengembangan sumber daya dan rencana ekstensifikasi layanan yg
akan diberikan kepada masyarakat. Pengawasan terhadap program kerja ini
dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana hasil-hasil telah diraih,
hambatan apa yang seringkali menganggu dan langkah strategi mana yang dipilih
untuk mengurangi hambatan tersebut.
Pengawasan terhadap manajemen bertujuan untuk memperoleh keyakinan
bahwa manajemen telah melaksanakan aktivitas sesuai dengan wewenang yang
diberikan, mentaati ketentuan yang berlaku dan semua keputusan yang dilahirkan
tidak akan membahayakan kelangsungan usaha. Di samping itu harus dipastikan
bahwa manajemen bank telah menyusun sistem kontrol internal yang memadai
sehingga aktivitas usahanya akan terlindungi dari kemungkinan terjadinya
penyimpangan.
Kondisi keuangan bank perlu dipantau secara periodik karena bidang inilah
yang senantiasa memberikan gambaran tentang meningkat tidaknya bidang usaha
yang sedang dijalankan. Pantauan terhadap bidang ini biasanya mencakup keadaan
permodalan, pengaturan likuiditas, keadaan rentabilitas, keadaan kualitas aktiva
produktif dan pembentukan cadangan aktiva produktif.
Kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku, sangat penting untuk diawasi agar
para pemilik dan atau manajemen harus senantiasa menjalankan kegiatan usaha
perbankan dengan tetap berpedoman pada prinsip kehati-hatian. Dalam kondisi
persaingan yang ketat ia dituntut untuk memiliki sistem pengawasan yang tepat dan
dapat bekerja secara efektif dan berfungsi sebagai pengaman atas transaksi yang
terjadi setiap saat. Di samping itu tumbuhnya jaringan kantor serta kompleksitas
produk yang ditawarkan bank, akan menimbulkan masalah tersendiri.
Rentang kendali yang cukup luas biasanya melahirkan kelemahan dalam
pengawasan, sehingga terbuka peluang bagi kemungkinan terjadinya
penyimpangan yang merugikan eksistensi bank yang bersangkutan. Apalagi bila
rentang kendali yang sangat luas ini tidak didukung oleh sistem informasi
manajemen yang memadai, sehingga apabila terjadi penyimpangan akan
mengalami kesulitan untuk melacaknya. Oleh sebab itu peran kontrol internal
menjadi angat penting dan harus memperoleh perhatian sungguh-sungguh dari
pemilik bank.
Kefektivan kontrol internal akan mempengaruhi pencapaian kondisi perbankan
yang sahat, Adanya penilaian sistem pengawasan internal, diharapkan dapat
menjadi masukan bagi bank Indonesia untuk mengetahui efektif tidaknya
penerapan ketentuan aturan main perbankan.
Pengawasan Eksternal
Bank Indonesia
Menurut Undang-undang No, 7 tahun 1992 pembinaan dan pengawasan
bank dilakukan oleh Bank Indonesia (Otoritas Pengawas Bank), dengan
tujuan menciptakan perbankan yang sehat. Dalam melaksanakan fungsinya
otoritas pengawasan memiliki empat kewenangan dasar antara lain :
Kewenangan dalam mengatur perizinan ( Power to license), Kewenangan
dalam membuat peraturan (Power to regulate), Kewenangan dalam
mengawasi (Power to Control) dan Kewenangan dalam menetapkan dan
mengenakan sanksi ( Power to impose sanction).
Kewenangan dalam mengatur perizinan merujuk kepada penetapan
ketentuan dan persyaratan pendirian suatu bank, kewenangan ini merupakan
seleksi paling awal terhadap kehadiran suatu bank, dengan menetapkan
tatacara perizinan dan prosedur pendirian sebuah bank, Pada umunya
persyaratan pendirian bank menyangkut tiga aspek yaitu aspek akhlak dan
moral calon pemilik/ pengurus bank, kemampuan menyediakan dana serta
kesanggupan dalam melakukan kegiatan usaha perbankan. Kewenangan
seperti ini memungkinkan otoritas pengawas bank mencegah pendirian bank
yang tidak didukung oleh kemampuan modal yang memadai, yang dapat
digunakan untuk kepentingan oknum pemilik dengan tidak mengindahkan
kepentingan masyarakat atau dikelola oleh indinidu yang kurang memahami
seluk beluk perbankan.
Kewenangan dalam membuat peraturan, kewenangan mengatur
perbankan adalah untuk memberikan pedoman landasan kerja berdasarkan
azas-azas perbankan yang sehat dalam kegiatan operasional. Hal tersebut
memungkinkan otoritas pengawas bank menetapkan ketentuan yang
menyangkut aspek usaha bank dalam rangka menciptakan lingkungan yang
kondusif dan mampu memberikan pelayanan jasa bank sebagaimana yang
diinginkan masyarakat. Peraturan yang tercakup dalam kewenangan ini
meliputi pengaturan likuiditas, solvabiltas, jenis bidang jasa dan resiko yang
dapat ditangani perbankan. Kewenangan dalam mengawasi. Merupakan
kewenangan dasar yang dikendalikan otoritas pengawas bank melalui
pelaksanaan pengawasan secara tidak langsung dan pengawasan langsung.
Pengawasan tidak langsung biasanya dilakukan melalui alat pantau seperti
laporan keuangan berkala, laporan hasil pemeriksaan dan informasi lainnya.
Dengan data tersebut pengawas dapat menilai keadaan kesehatan usaha
perbankan, sedangkan pengawasan langsung pada dasarnya diarahkan
terhadap gambaran keadaan keuangan, tingkat kepatuhan terhadap
peraturan yang berlaku sekaligus untuk mengetahui praktek-praktek yang
membahayakan kelangsungan usaha bank.
Kewenangan dalam menetapkan dan mengenakan sanksi merupakan
kewenangan untuk menjatuhkan sanksi apabila bank tidak dapat memenuhi
ketentuan dan prosedur yang telah diatur dalam aturan main bank.
Pengenaan sanksi ini dimaksudkan agar bank dapat melakukan tindakan
perbaikan atas kelemahan dan atau penyimpangan yang terjadi. Sikap ini
merupakan unsur pembinaan sehingga bank dapat beroperasi sesuai dengan
azas perbankan yang sehat. Dengan kewenangan ini otoritas pengawas bank
dapat melakukan kegiatan berikut : a. Menjatuhkan sanksi atas pelanggaran
terhadap ketentuan yang berlaku seperti pengenaan denda, penurunan
tingkat kesehatan atau rating bank dan lainlain. b. Memaksa bank untuk
memperbaiki kebijaksanaannya, c. Memaksa bank untuk mengganti Dewan
Komisaris atau Direksi, d. Mencabut izin usaha, e. Mengambil tindakan lain
sesuai dengan peraturan perundang-undangan berlaku.
Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan bank yang tercakup dalam
empat aspek di atas, dilakukan sepenuhnya oleh bank Indonesia kecuali
aspek kewenangan dalam mengatur perizinan dimana wewenang Bank
Indonesia hanya bersifat memberikan rekomendasi kepada Menteri
Keuangan atas permohonan pendirian bank.
Auditor Eksternal
Pengawasan bank yang dilakukan oleh auditor eksternal sangat mungkin
dapat terjadi, karena pasal 34 UU no.7 tahun 1992 menjelaskan bahwa bank
secara periodic wajib menyampaikan laporan keuangan yang telah diaudit
akuntan publik. Dalam melaksanakan tugasnya akuntan publik mempunyai
tanggung jawab untuk meyakinkan bahwa bank telah melaksanakan
kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan memberitahukan
kepada Komisaris apabila akuntan publik menemukan tindakan
penyimpangan yang dapat mengganggu kenyamanan atau membahayakan
kesehatan bank.
Kendati ketiga lembaga di atas dapat menangani tugas dan tanggung
jawab berbeda dalam pengawasan, akan tetapi pengawasan bank pada
prinsipnya terbagi dalam dua bagian yaitu pengawasan dalam rangka
mendorong pertumbuhan ekonomi, kestabilan moneter (macro economics
supervision) dan pengawasan dalam upaya mendorong agar setiap
individual bank tetap sehat dan mempu memelihara kepentingan masyarakat
(prudential supervision).
Sasaran yang ingin dicapai dari macroeconomics supervision adalah
mendorong sekaligus mengawasi Manajemen Dana Bank bank untuk ikut
berperan dalam berbagai program ekonomi- moneter baik yang terkait
dengan kebijakan umum untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,
kemantapan neraca pembayaran, perluasan lapangan pekerjaan, kestablitan
moneter serta upaya yang dapat menunjang terciptanya pemerataan
pendapatan dan kesempatan berusaha. Oleh karena itu pengawasan
macroeconomics supervision ini dilakukan melalui penetapan seperangkat
kebijakan berkaitan dengan langkah-langkah untuk mendorong perbankan
ikut serta dalam pencapaian target di atas, termasuk kebijaksanaan
menciptakan iklim yang kondusif bagi terlaksananya program makro
ekonomi tersebut. Adapun tujuan pengawasan berdasarkan prudential
supervision adalah berupaya agar setiap bank secara individual harus tetap
sehat dan aman, sehingga industri perbankan secara keseluruhan menjadi
industri yang dapat memelihara kepercayaan masyarakat.
Dalam kaitannya dengan proses pengawasan bank, pembinaan terhadap
individual bank merupakan langkah lanjutan dari tugas mengendalikan
CAMEL bank (capital Asset Quality Management, Earning and Liquidity)
sehingga terpelihara pada suatu tingkat tertentu yang dianggap tidak
membahayakan kelangsungan usaha dan tidak mengganggu kestabilan
system perbankan nasional.