Anda di halaman 1dari 8

ETIKA DAN KODE ETIK DEWAN PENGAWAS SYARIAH

Disusun guna memenuhi mata kuliah Etika Profesi Hukum

Di susun oleh : Indrayana (19.1132)

Fak/Prodi : FAI / AS

Semester : VII

Dosen Pengampu : Dr. Dina Irawati S.H., M.Si., M.H.

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURAKARTA


Jl Dr. Wahidin 5/VI, Penumping, Laweyan, Surakarta
A. Latar Belakang Masalah

Pengawasan merupakan salah satu tugas dasar manajemen dalam konsep


manajemen modern, yaitu memastikan bahwa segala sesuatu berada dalam keteraturan,
berjalan sesuai garis-garis yang ditentukan, teori yang ada, dan dasar-dasar yang bisa
dipercaya. Menurut Griffin fungsi-fungsi yang ada didalam manajemen diantaranya
adalah fungsi perencanaan (Planning), fungsi pengorganisasian (Organizing), fungsi
pelaksanaan (Actuating) dan fungsi pengawasan (Controlling). Keempat fungsi
manajemen tersebut harus dilaksanakan oleh seorang manajer secara berkesinambungan,
sehingga dapat merealisasikan tujuan organisasi. Pengawasan merupakan bagian dari
fungsi manajemen yang berupaya agar rencana yang sudah ditetapkan dapat tercapai
dengan efektif dan efisien. Pengawasan meliputi segala kegiatan penelitian, pengamatan
dan pengukuran terhadap jalannya operasi berdasarkan rencana yang telah ditetapkan,
penafsiran dan perbandingan hasil yang dicapai dengan standar yang diminta, melakukan
tindakan koreksi penyimpangan, dan perbandingan antara hasil (output) yang dicapai
dengan masukan (input) yang digunakan. Pengawasan dalam pandangan Islam dilakukan
untuk meluruskan yang tidak lurus, mengoreksi yang salah, dan membenarkan yang haq.1
Pengawasan (control) dalam ajaran Islam (hukum Syariah), terbagi menjadi dua
hal, yaitu:
1) Kontrol yang berasal dari diri sendiri yang bersumber dari tauhid dan keimanan
kepada Allah SWT,
2) Pengawasan dari pemimpin yang berkaitan dengan penyelesaian tugas yang
telah didelegasikan, kesesuaian antara penyelesaian tugas dan perencanaan tugas, dan
lain-lain. Pengawasan diklasifikasikan atas beberapa jenis, dengan tinjauan dari beberapa
segi, antara lain :
a) Pengawasan ditinjau dari segi waktu, dapat dilaksanakan secara preventif dan
secara represif.
b) Pengawasan dari segi obyek, berupa pengawasan terhadap produk keuangan,
aktivitas karyawan dan sebagainya dan bisa juga disebut pengawasan administrasi
dan pengawasan operatif.

1
LSP MUI Lembaga Sertifikasi Profesi MUI, https://www.lspmui.org/ (Diakses pada 23 November, 2022, 09.35
PM).
c) Pengawasan dari segi subjek, terdiri dari pengawasan eksteran dan internal.2

Adapun Tujuan Pengawasan adalah sebagai berikut :


a) Menghentikan atau meniadakan kesalahan, penyimpangan, penyelewengan,
pemborosan, dan hambatan.
b) Mencegah terulang kembalinya kesalahan, penyimpangan, pemborosan, dan
hambatan.
c) Meningkatkan kelancaran operasi perusahaan.
d) Melakukan tindakan koreksi terhadap kesalahan yang dilakukan dalam
pencapaian kerja yang baik.

B. Pengertian Dewan Pengawas Syariah


Sistem keuangan Islam merupakan salah satu bagian dari konsep luas tentang
ekonomi Islam dan bukan hanya sekedar transaksi komersial, tetapi juga merupakan
sebuah sistem yang mempunyai tujuan sosial untuk mendorong kesejahteraan masyarakat
serta sistem yang harus sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Aspek kesesuaian dengan
prinsip-prinsip syariah (shari’a compliance) merupakan aspek utama dan mendasar yang
membedakan antara Lembaga Keuangan Syariah dengan Lembaga Keuangan
Konvensional. Untuk menjaga dan memastikan agar Lembaga Keuangan Syariah dalam
implementasinya tidak menyimpang dan telah memenuhi prinsip-prinsip syariah, maka
dibentuklah Dewan Pengawas Syariah.
Dewan Pengawas Syariah itu sendiri merupakan suatu badan/lembaga independen
yang ditempatkan oleh Dewan Syariah Nasional pada lembaga keuangan syariah.
Anggota DPS harus terdiri dari para pakar di bidang syariah mu’amalah yang juga
memiliki pengetahuan umum dibidang perbankan.
Dewan Pengawas Syariah dalam lembaga keuangan syariah menduduki posisi
yang sangat kuat, menurut Pasal 109 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas, bahwa Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah selain mempunyai Dewan Komisaris wajib mempunyai Dewan Pengawas

2
Peni Nugraheni, “Kebutuhan dan Tantangan Audit Syariah dan Auditor Syariah”, Jurnal Ekonomi & Keuangan
Islam, Vol. 2 No. 1, 2012 hlm. 81
Syariah. (pasal 1), Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas seorang ahli syariah atau lebih yang diangkat oleh RUPS atas rekomendasi Majelis
Ulama Indonesia. (pasal 2), Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) bertugas memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan
Perseroan agar sesuai dengan prinsip syariah (pasal 3). Lembaga Keuangan Syariah
adalah badan usaha yang kegiatannya di bidang keuangan syariah dan asetnya berupa
aset-aset keuangan maupun non keuangan berdasarkan prinsip syariah. Dan ada yang
mengartikan sebagai berikut lembaga keuangan syariah adalah badan usaha yang
kekayaan utamanya berbentuk aset keuangan, memberikan kredit dan menanamkan
dananya dalam surat berharga. Serta menawarkan jasa keuangan lain seperti: simpanan,
asuransi, investasi, pembiayaan, dll.3
Keputusan Dewan Pimpinan MUI tentang susunan pengurus DSN - MUI, No :
Kep98/MUI/III/2001 “Dewan Pengawas Syariah adalah badan yang ada di Lembaga
Keuangan Syariah dan bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan Dewan Syariah
Nasional di lembaga keuangan syariah Dewan Pengawas Syariah adalah bagian dari
lembaga keuangan syariah yang bersangkutan, yang penempatannya atas persetujuan
Dewan Syariah Nasional.
Dewan pengawas syariah dalam struktur organisasi lembaga pembiyaan syariah
diletakkan pada posisi setingkat dengan Dewan Komisaris. Posisi yang demikian
bertujuan agar Dewan Pengawas Syariah lebih berwibawa dan mempunyai kebebasan
opini dalam memberikan bimbingan dan pengarahan kepada semua direksi di bank
tersebut dalam hal-hal yang berhubungan dengan aplikasi produk perbankan syariah.
Oleh sebab itu penetapan anggota Dewan Pengawas Syariah dilakukan oleh rapat
umum pemegang saham perseroan dari suatu lembaga keuangan syariah bukan bank
setelah nama-nama anggota Dewan Pengawas Syariah tersebut mendapat mengesahan
dari Dewan Syariah Nasional (DSN). Berdasarkan peraturan yang berlaku di negara
Indonesia, lembaga keuangan bank syariah dan lembaga keuangan syariah bukan bank
wajib memiliki dewan pengawas syariah yang berkedudukan di kantor pusat lembaga

3
Dani El Qori, “Mekanisme Pengawasan Dewan Pengawas Syariah Terhadap Bank Pembangunan Daerah
(BPD), MARAJI: Jurnal Studi Keislaman, Vol. 1 No. 1, 2014, hlm. 283
keuangan bank syariah dan lembaga keuangan syariah bukan bank. Persyaratan anggota
Dewan Pengawas Syariah diatur dan ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional.

C. Peran, Tugas dan Tanggung Jawab Dewan Pengawas Syariah


Perbankan syariah saat ini diawasi oleh lembaga keuangan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK), tetapi peran OJK akan pengawasan perbankan syariah terbatas dan
membutuhkan peran dari pengawas lainnya yaitu Dewan Pengawas Syariah (DPS).
DPS adalah lembaga pengawas syariah yang bertugas mengawasi operasional lembaga
keuangan syariah agar tetap konsisten dan berpegang teguh kepada prinsip syariah.
Pedoman Dasar Dewan Syariah Nasional (DSN) Bab II ayat (5) mengemukakan, Dewan
Pengawas Syariah adalah badan yang ada di lembaga keuangan syariah dan bertugas
mengawasi pelaksanaan keputusan Dewan Syariah Nasional di lembaga keuangan
syariah. Adapun untuk lebih mengefektifkan peran DSN pada perbankan syariah maka
dibentuk Dewan Pengawas Syariah (DPS) sebagai perwakilan DSN di setiap perbankan
syariah di Indonesia.
Sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 6/24/PBI/2004
DPS adalah dewan yang melakukan pengawasan terhadap prinsip syariah dalam kegiatan
usaha lembaga keuangan syariah. Pada Pedoman DSN tersbut, mekanisme kerja DPS
dijelaskan sebagai berikut:
a. Melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah yang
berada di bawah pengawasannya.
b. Berkewajiban menhgajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan
syariah kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada Dewan Syariah
Nasional.
c. Melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan syariah
yang diawasinya kepada Dewan Syariah Nasional sekurangkurangnya dua kali
dalam satu tahun anggaran.
d. Merumuskan permasalahan-permasalahan yang memerlukan pembahasan
Dewan Syariah Nasional.
Secara umum tugas dan tanggung jawab DPS adalah sebagai berikut:
a) Menilai dan memastikan pemenuhan prinsip syariah atas pedoman operasional
dan produk yang dikeluarkan bank;
b) Mengawasi proses pengembangan produk baru bank;
c) Meminta fatwa kepada Dewan Pengawas Syariah untuk produk bank yang
belum ada fatwanya;
d) Melakukan review secara berkala atas pemenuhan prinsip syariah terhadap
mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank;
e) Meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah dari satuan kerja bank
dalam pelaksanaan tugasnya.4
D. Dasar Hukum Dewan Pengawas Syariah
Dasar hukum Dewan Pengawas Syariah (DPS) terdapat dalam Pasal 32 Undang-
Undang nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah yang menjelaskan bahwa;
a) Dewan Pengawas Syariah wajib dibentuk di Bank Syariah dan Bank Umum
Konvensional yang memiliki UUS.
b) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh
Rapat Umum Pemegang Saham atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.
c) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas
memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan Bank
agar sesuai dengan Prinsip Syariah.
d) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Dewan Pengawas Syariah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.5
E. Etika dan Kode Etik Dewan Pengawas Syariah
a) Mematuhi Anggaran Dasar dan peraturan perundang-undangan serta prinsip-
prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas,
pertanggung jawaban, serta kewajaran.

4
Aulia Putri oktaviani Justri dkk., “Bagaimana Dewan Pengawas Syariah Melakukan Pengawasan Operasional
Bank”, Jurnal BanqueSyar‟i, Vol. 6 No. 1, 2020, hlm. 43

5
https://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/regulasi/undang-undang/pages/undang-undang-nomor-21-
tahun-2008-tentang-perbankan-syariah.aspx (Diakses pada 23 November, 2022, 10.20 PM).
b) Beritikad baik, penuh kehati-hatian, dan bertanggung jawab dalam menjalankan
tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi untuk kepentiang
perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.
c) Apabila terdapat suatu benturan kepentingan, maka setiap anggota DPS yang
secara pribadi, baik secara langsung maupun tidak langsung mempunyai
kepentingan dalam suatu transaksi, kontak/kontrak yang diusulkan dalam nama
perseroan menjadi salah satu pihaknya, maka harus dinyatakan sifat
kepentingannya dalam suatu rapat DPS dan tidak berhak untuk ikut dalam
pengambilan suara atau pembuatan keputusan mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan transaksi atau kontrak tersebut.
d) Memberikan contoh keteladanan dengan mendorong terciptanya perilaku etis dan
menjunjung tinggi kode etik perseroan.
e) DPS dilarang melakukan rangkap jabatan sebagai anaggota Direksi atau Dewan
Komisaris pada perusahaan pembiayaan yang sama.6

F. Kompentensi Anggota Dewan Syariah Nasional


Anggota DSN merupakan individu-individu yang mempunyai kredibilitas dan
komitmen yang tinggi terhadap prinsip-prinsip syari’ah dan sangat independen, terutama
dalam merumuskan fatwa. DSN memiliki standar ilmu syari’ah yang komprehensif
dalam menetapkan fatwa-fatwa ekonomi syari’ah. Dari kekuatan DSN tersebut
menjadikan posisi DPS juga semakin kuat. DPS merupakan kepanjangan kebijakan DSN.
Kontrol kebijakan dan kinerja DPS harus seiring dan sejalan dengan garis besar DSN
yaitu untuk menciptakan lembaga bank syari’ah yang ideal dalam prinsip dan
operasional.7

KESIMPULAN
6
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/39965 (Diakses pada 23 November, 2022, 11.00 PM).
7
Jaih Mubarok, Perkembangan Fatwa Ekonomi Syariah, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), hlm. 17
Secara umum pengawasan bank syariah dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) sebagai
otoritas pembina dan pengawas bank yang saat ini kewenangan tersebut dialihkan kepada
Otoritas Jasa keuangan (OJK). Namun secara khusus dilakukan oleh Dewan Pengawas
Syariah (DPS). Jadi setiap perseroan yang menjalankan kegiatannya berdasarkan prinsip-
prinsip syariah wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS).
Adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS) ini merupakan salah satu hal pokok
yang membedakan antara bank konvennsional dengan bank syariah. Tugas utama DPS
adalah mengawasi pelaksanaan operasional bank dan produk-produknya supaya tidak
menyimpang dari aturan syariah. Apabila dalam pelaksanaan produk baru yang telah
ditawarkan ternyata tidak memenuhi prinsip syariah, maka dalam hal ini Dewan
Pengawas Syariah tidak memiliki wewenang untuk menghentikan produk tersebut karena
ini merupakan otoritas Bank Indonesia sebagai bank sentral yang menghentikan produk
yang di maksud.
Lembaga Otoritas Jasa Keuangan dan Dewan Pengawas Syariah diharapkan dapat
melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan baik dalam mengawasi sektor jasa keuangan
dalam hal ini perbankan syariah dari segala bentuk kegiatan yang mungkin saja terjadi
pelanggaran termasuk adanya penerapan klausula eksonerasi dalam perjanjian baku yang
dibuat oleh perbankan syariah kepada nasabah. OJK dan DPS diharapkan mampu
menjadi pengatur dan pengawas yang dapat menyelesaikan segala permasalahan terkait
adanya pelanggaran-pelanggaran dalam pelaksanaan kegiatan perbankan maupun dari
penerapan prinsip-prinsip yang dianut dan dipakai dalam melaksanakan segala kegiatan
perbankan syariah.

Anda mungkin juga menyukai