Anda di halaman 1dari 9

SHALAT JAMA’ DAN QASHAR

A. PENGERTIAN

1.  Shalat Jama'
Menurut bahasa shalat jama' artinya shalat yang dikumpulkan. Sedangkan
menurut syariat Islam ialah dua shalat fardhu yang dikerjakan dalam satu waktu
karena ada sebab-sebab tertentu.
a. Shalat yang Boleh Dijama' :

Shalat yang boleh dijama' adalah shalat zhuhur dengan shalat ashar, dan
shalat maghrib dengan shalat isya.
b. Shalat jama' ada dua macam, yakni :

Ø  Jama' Taqdim yaitu shalat zhuhur dan shalat ashar dikerjakan pada waktu
zhuhur, atau shalat maghrib dengan shalat isya dikerjakan pada waktu
maghrib.

Ø  Jama' Ta'khir yaitu shalat zhuhur dan shalat ashar dikerjakan pada waktu ashar
atau shalat maghrib dan isya dikerjakan pada waktu isya.

ulama berbeda pendapat perihal jarak konkretnya. Sebagian ulama mengatakan,


dua marhalah berjarak 80,64 km. Sebagian ulama mengatakan, dua marhalah
berjarak 88, 704 km. Ulama Hanafiyah menyebut jarak tempuh 96 km untuk dua
marhalah. Sementara mayoritas ulama mengatakan, dua marhalah berjarak 119,9
km. Kami menyarankan jamak shalat pada perjalanan kurang dari dua marhalah
ini tidak dibiasakan karena kebolehannya hanya bersifat pengecualian.

2.  Shalat Qashar
Shalat qashar menurut bahasa ialah shalat yang diringkas, yaitu meringkas
shalat yang jumlahnya 4 rakaat menjadi 2 rakaat. Dalam hal ini shalat yang dapat
diringkas adalah zhuhur, ashar dan isya.

B. DASAR HUKUM SHALAT JAMA' DAN QASHAR


1. Al-Qur’an

ْ‫صاَل ِة ِإن‬ ُ ‫ْس َع َل ْي ُك ْم ُج َنا ٌح َأنْ َت ْق‬


َّ ‫صرُوا م َِن ال‬ ِ ْ‫ض َر ْب ُت ْم فِي اَأْلر‬
َ ‫ض َف َلي‬ َ ‫َوِإ َذا‬
َ ‫ِخ ْف ُت ْم َأنْ َي ْف ِت َن ُك ُم الَّذ‬
َ ‫ِإنَّ ْال َكاف ِِر‬  ۚ ‫ِين َك َفرُوا‬
  .‫ين َكا ُنوا َل ُك ْم َع ُدوًّ ا م ُِبي ًنا‬

Artinya : Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, Maka tidaklah Mengapa kamu
men-qashar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir.
Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS. An-
Nisaa : 101).

2. Hadits
Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata: “Allah menentukan shalat
melalui lisan Nabimu Shalallahu ‘Alaihi Wassalam empat raka’at apabila hadhar
(mukim) dan dua raka’at apabila safar.” (HR. Muslim, Ibnu Majah, Abu Dawud dll).
Dari Umar radhiallahu ‘anhu berkata:”Shalat safar (musafir) adalah dua raka’at,
shalat Jum’at adalah dua raka’at dan shalat ‘Ied adalah dua raka’at.” (HR.Ibnu
Majah dan An Nasa’i dll dengan sanad dengan shahih).

C.      HUKUM SHALAT QASHAR MENURUT PENDAPAT ULAMA

Di kalangan ulama terdapat perbedaan pendapat, apakah mengqashar shalat dalam


perjalanan (safar) itu wajib, sunnah atau pilihan.

1. Wajib

Mazhab imam Abu Hanifah berpendapat, bahwa shalat qashar bagi orang yang


melakukan perjalanan hukumnya adalah wajib. Dalil yang mereka gunakan adalah
hadits Nabi berikut :

‫ي ع َْن عُرْ َوةَ ع َْن‬


ِّ ‫الز ْه ِر‬ ُ َ‫َح َّدثَنَا َع ْب ُد هَّللا ِ ب ُْن ُم َح َّم ٍد قَا َل َح َّدثَنَا ُس ْفي‬
ُّ ‫ان ع َْن‬

ْ ‫ت َر ْك َعتَي ِْن فَُأقِر‬


‫َّت‬ َ ‫صاَل ةُ َأ َّو ُل َما فُ ِر‬
ْ ‫ض‬ ْ َ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهَا قَال‬
َّ ‫ال‬ : ‫ت‬ ِ ‫عَاِئ َشةَ َر‬

َ ‫صاَل ةُ ْال َح‬


( 1028 : ‫ البخاري‬m‫(رواه‬.‫ض ِر‬ ْ ‫صاَل ةُ ال َّسفَ ِر َوُأتِ َّم‬
َ ‫ت‬ َ
Telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Muhammad], ia berkata :
Telah menceritakan kepada kami [Sufyan], dari [Az-Zuhri], dari [Urwah], dari
[‘Aisyah ra], ia berkata : Shalat pada awal mulanya diwajibkan 2 rakaat, kemudian
(ketentuan ini) ditetapkan sebagai shalat safar (2 rakaat) dan disempurnakan
(menjadi 4 rakaat) bagi shalat di temapat tinggal (mukim). (HR Bukhari : 1028 )

‫ َو َع ْب ُد الرَّحْ َم ِن قَااَل َح َّدثَنَا َأبُو َع َوانَةَ ع َْن بُ َكي ِْر ب ِْن‬ ‫َأ ْخبَ َرنَا َع ْمرُو ب ُْن َعلِ ٍّي قَا َل َح َّدثَنَا يَحْ يَى‬
‫صلَّى‬
َ  ‫صاَل ةُ َعلَى لِ َسا ِن النَّبِ ِّي‬ َ ‫فُ ِر‬ : ‫س قَا َل‬
ْ ‫ض‬
َّ ‫ت ال‬ ِ ‫اَأْل ْخن‬
ٍ ‫َس ع َْن ُم َجا ِه ٍد ع َْن ا ْب ِن َعبَّا‬
ِ ْ‫ض ِر َأرْ بَعًا َوفِي ال َّسفَ ِر َر ْك َعتَ ْي ِن َوفِي ْال َخو‬
) ‫(رواه النسائي‬ .ً‫ف َر ْك َعة‬ َ ‫فِي ْال َح‬ ‫هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
Telah mengabarkan kepada kami [Amr bin Ali], ia berkata : Telah menceritakan
kepada kami [Yahya] dan [Abdurrahman], mereka berdua berkata : Telah menceritakan
kepada kami [Abu ‘Awanah] dari [Bukair bin Al-Akhnas] dari [Mujahid] dari [Ibnu Abbas],
ia berkata : Shalat diwajibkan lewat lisan Nabi saw bagi yang tinggal di tempat (mukim) 4
rakaat, dalam keadaan bepergian 2 rakaat, dan dalam keadaan takut satu rakaat.(HR. An-
Nasai : 452 )

Dua hadits di atas memang tegas menyebut dengan kata `diwajibkan`, sehingga


dijadikan dalil oleh mazhab imam Hanafi untuk mewajibkan qashar shalat dalam perjalanan
(safar).

2. Sunnah

Mazhab imam Maliki berpendapat, bahwa shalat qashar bagi orang yang


melakukan perjalanan hukumnya adalah sunat muakkad. Dalilnya adalah tindakan
Rasulullah saw yang secara umum selalu mengqashar shalat dalam hampir semua
perjalanannya, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar :

‫ال‬َ َ‫اص ٍم ق‬
ِ ‫ص ْب ِن َع‬ ِ ‫َح َّدثَنَا ُم َس َّد ٌد قَا َل َح َّدثَنَا يَحْ يَى َع ْن ِعي َسى ب ِْن َح ْف‬
ُ ‫صلَّى هَّللا‬
َ ِ ‫ْت َرسُو َل هَّللا‬ َ  : ‫َح َّدثَنِي َأبِي َأنَّهُ َس ِم َع اب َْن ُع َم َر يَقُو ُل‬
ُ ‫ص ِحب‬
‫ان اَل يَ ِزي ُد فِي ال َّسفَ ِر َعلَى َر ْك َعتَي ِْن َوَأبَا بَ ْك ٍر َو ُع َم َر‬
َ ‫َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَ َك‬
(1038 : ‫(رواه البخاري‬.‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ ْم‬ ِ ‫ك َر‬ َ ِ‫ان َك َذل‬ َ ‫َو ُع ْث َم‬
Telah menceritakan kepada kami [Musaddad], ia berkata : Telah
menceritakan kepada kami [Yahya] dari [‘Isa bin Hafash bin ‘Ashim], ia berkata :
Telah menceritakan kepadaku [ayahku], bahwa ia pernah mendengar [Ibnu Umar]
berkata: Aku menemani Rasulullah saw, beliau tidak pernah menambah shalat lebih
dari 2 rakaat dalam safar (perjalanan), demikian pula Abu Bakar, Umar dan Utsman
ra. (HR.Bukhari :1038 )

3. Pilihan

Mazhab imam Syafi`i dan Hanbali berpendapat bahwa shalat qashar bagi


orang yang melakukan perjalanan hukumnya adalah ‘Jaiz’, yaitu boleh memilih antara
mengqashar shalat atau itmam (menyempurnakan 4 rakaat). Namun menurut mereka,
mengqashar itu tetap lebih utama daripada itmam, karena merupakan sedekah dari
Allah swt. Hadits Nabi :

Telah menceritakan kepada kami [Abu Bakar bin Abi Syaibah] dan [Abu
Kuraib] dan [Zuhair bin Harb] dan [Ishaq bin Ibrahim]. Ishaq berkata : “Telah
mengabarkan kepada kami”. Yang lain mengatakan : “Telah menceritakan kepada
kami”  [Abdullah bin Idris] dari [Ibnu Juraij] dari [Ibnu Abi Ammar] dari [Abdullah
bin Babaih], dari [Ya’la bin Umayyah], ia berkata : Aku berkata kepada [Umar bin
Khattab] tentang firman Allah yang artinya :“Dan apabila kamu bepergian di muka
bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-qashar shalat(mu), jika kamu takut
diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang
nyata bagimu”. (QS. An-Nisa : 101),-Sementara saat ini manusia dalam kondisi
aman (maksudnya tidak dalam kondisi perang). Umar menjawab : Sungguh aku juga
pernah penasaran seperti yang engkau juga penasaran tentang ayat itu, lalu aku
tenyakan kepada Rasulullah saw tentang ayat tersebut. Beliau saw menjawab : Itu
(mengqashar shalat) adalah sedekah yang Allah berikan kepada kalian, maka
terimalah sedekah-Nya. (HR.Muslim : 1108 )

Dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa Allah swt menyukai bila kita
menerima sedekah-Nya, yaitu berupa rukhshah (keringanan dari)Nya dilaksanakan.

Telah mengabarkan kepada kami [Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim] mantan
budak [Tsaqif], ia berkata : Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah bin Sa’id],
Ia berkata : telah menceritakan kepada kami [Abdul Aziz bin Muhammad] dari
[‘Ammar bin Ghaziyyah] dari [Harb bin Qais] dari [Nafi’] dari [Ibnu Umar] dari
Rasulullah saw, beliau bersabda : Sesungguhnya Allah suka jika rukhshah
(keringanan dari)Nya dilaksanakan sebagaimana Dia suka jika kewajiban-Nya
dijalankan. (HR. Ibnu Hibban : 3637 )

Telah menceritakan kepada kami [Ali bin Abdillah], telah menceritakan


kepada kami [Abdul Aziz bin Muhammad] dari [Ammar bin Ghaziyyah] dari [Harb
bin Qais] dari [Nafi’] dari [Ibnu Umar], ia berkata : Rasulullah saw,
bersabda :  Sesungguhnya Allah suka jika rukhshah (keringanan dari)Nya
dilaksanakan sebagaimana Dia benci jika kemaksiatan kepada-Nya
dilakukan. (HR.Ahmad : 5606 )
Selain dari keterangan di atas, Aisyah dan Rasulullah saw pernah mengadakan
perjalanan, dimana mereka saling berbeda dalam shalat, yang satu mengqashar dan
yang lain tidak mengqashar. Hadits Nabi :

Telah menceritakan kepada kami [Abu Bakar An-Naisabury], telah


menceritakan kepada kami [Abdullah bin Muhammad bin Amr Al-Ghazzi], mereka
berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Yusuf Al-
Firyaby], telah menceritakan kepada kami [Al’Ala’ bin Zuhair] dari [Abdurrahman
bin Al-Aswad] dari ayahnya, dari ‘Aisayah, ia berkata : Aku pernah keluar
melakukan umrah bersama Rasullah saw di bulan Ramadhan, beliau saw berbuka
dan aku tetap berpuasa, beliau mengqashar shalat dan aku tidak. Maka aku berkata :
Wahai Rasulullah! Dengan ayah dan ibuku, anda berbuka dan aku berpuasa, anda
mengqashar dan aku tidak. Beliau menjawab : Kamu baik, wahai Aisyah. (HR. Ad-
Daruquthuny : 2317 )

D. SYARAT SAH SHALAT QASHAR

1. Niat shalat qashar

Shalat qashar harus dilakukan dengan niat qashar ketika takbiratul Ihram.
Mazhab imam Syafi’I dan Hanbali sepakat, bahwa “niat” qashar harus dilakukan
untuk setiap kali shalat. Mazhab imam Malik berpendapat bahwa “niat” qashar
cukup dilakukan di awal shalat yang diqashar dalam perjalanan itu, dan shalat
berikutnya tidak wajib memperbaharui niat qashar. Sedangkan mazhab imam Abu
Hanifa berpendapat bahwa yang wajib dilakukan adalah “niat safar”; dan bila niat
safar telah dilakukan, maka bagi sang musafir wajib mengqashar shalatnya
menjadi 2 rakaat.

2. Bukan perjalanan maksiat

Shalat qashar dapat dilakukan dengan syarat perjalanan itu mubah, bukan
perjalanan maksiat. Mazhab imam Syafi’I dan Hanbali sepakat, bahwa perjalanan
yang terlarang atau maksiat, tidak membolehkan untuk mengqashar shalat; dan
kalau shalatnya itu diqashar, maka shalat tersebut tidak sah. Sedangkan mazhab
imam Abu Hanifa dan Malik berpendapat bahwa mengqashar shalat tidak
disyaratkan perjalanan yang mubah. Bahkan menurut mazhab imam Abu
Hanifa wajib mengqashar shalatnya atas setiap orang yang melakukan perjalanan
(musafir), walaupun perjalanannya termasuk yang terlarang/diharamkan. Dan
menurut mazhab imam Malik, shalatnya sah walaupun dilakukan bersama
perbuatan dosa.

3. Shalat Adaa’ (tunai)

Shalat yang diqashar itu adalah shalat adaa’ (tunai), bukan shalat Qadha’.
Adapun shalat yang ketinggalan di waktu dalam perjalanan boleh diqashar bila
diqadha’ dalam perjalanan; tetapi shalat yang ketinggalan waktu mukim tidak
boleh diqadha’ dengan qashar sewaktu dalam perjalanan.

4. Perjalanan jarak jauh

Shalat Qashar dapat dilakukan bagi orang yang melakukan perjalanan


dengan jarak jauh, yaitu 16 farsakh. Jarak 16 Farsakh dalam kitab Fiqih empat
madzhab : 80,640 km. Sedangkan satu Farsakh menurut Sayyid Sabiq dalam kitab
Fiqhussunnah : 5541 m. jadi 16 x 5541 = 88,656 (16 Farsakh = 88,656 km).
Dalam suatu riwayat ditegaskan, bahwa Ibnu Umar dan Ibnu Abbas mengqashar
shalat setelah menempuh perjalanan dengan jarak 4 burud, yaitu 16 Farsakh :

Dan adalah Ibnu Umar dan Ibnu Abbas pernah mengqashar dan berbuka
dalam perjalanan 4 burud, yaitu 16 Farsakh. (HR.Buklhari)

Para ‘Ulama’ berbeda pendapat tentang jarak tempuh yang membolehkan


shalat qashar. Namun imam Malik, Syafi’I dan Ahmad sepakat, bahwa jarak
tempuh yang membolehkan shalat qashar adalah 4 burud, yaitu 16 Farshakh.
(80,640 km/88,656 km). Walaupun jarak itu dapat ditempuh dengan waktu yang
singkat, hanya satu jam perjalanan umpamanya, seperti naik pesawat terbang,
maka tetap dianggap telah memenuhi syarat untuk mengqashar shalat, karena
yang dijadikan dasar adalah jarak tempuh, bukan hari atau waktu tempuh.
Dalilnya adalah hadits Nabi :

Telah menceritakan kepada kami [Ahmad bin Muhammad bin Ziyad],


telah menceritakan kepada kami [Abu Isma’il At-Tirmidzi], telah menceritakan
kepada kami [Ibrahim bin Al-‘Ala’], telah menceritakan kepada kami [Isma’il bin
‘Ayyasy], dari [Abdul wahhab bin Mujahid] dari ayahnya, dan [‘Atha’ bin
rabah] dari [Ibnu Abbas ra], bahwa Rasulullah saw bersabda : Wahai penduduk
Mekkah, janganlah kalian mengqashar shalat bila kurang dari 4 burud, dari
Mekkah ke Usfan. (HR. Ad-Daruquthuny : 1463)

Mengqashar shalat dalam perjalanan sudah boleh dilakukan walaupun


belum mencapai jarak yang telah ditetapkan, dengan syarat sejak awal niatnya
memang akan menempuh jarak sejauh itu. Shalat qashar sudah bisa dimulai ketika
musafir itu sudah keluar dari kota atau wilayah tempat tinggal. Suatu ketika Anas
bin Malik mengqashar shalat bersama Nabi saw di Dzul Hulaifah atau sekarang
dikenal dengan Bir ‘Ali setelah melakukan perjalanan dari kota Madinah.
Sedangkan jarak antara Madinah–Bir ‘Ali (Dzul Hulaifaf) hanya 12 km. Hadits
Nabi :

Telah menceritakan kepada kami [Sa’id bin Manshgur], telah


menceritakan kepada kami [Muhammad bin Al-Muknkadir] dan [Ibrahim bin
maisarah] mereka berdua pernah mendengar [ Anas bin Malik ra] berkata : Aku
pernah shalat Zhuhur bersama Rasulullah SAW di Madinah 4 rakaat, dan shalat
Ashar bersama beliau di Dzil Hulaifah 2 rakaat. (HR.Muslim : 1115)

Ø  Batas Jarak Minimal

Jarak paling dekat untuk bolehnya mengqashar shalat menurut imam


Nawawi dan pengikutnya adalah 3 mil. Sedangkan satu mil menurut Sayyid Sabiq
dalam kitab Fiqhussunnah : 1748 m. (3 x 1748 = 5,238), jadi, 3 mil = 5,238 km.
Hadits Nabi :

Telah menceritakan kepada kami [Abu Bakar bin Abi Syaibah] dan
[Muhammad bin Basysyar] keduanya dari [Ghundzar], [Abu Bakar] berkata :
Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin ja’far] [Ghundar] dari
[Syu’bah] dari [Yahya bin Yazid Al-huna’i] ia berkata : Aku bertanya kepada
[Anas bin Malik] tentang shalat qashar, lalu ia menjawab : Rasulullah SAW jika
keluar menempuh jarak 3 mil atau 3 farsakh[Syu’bah ragu] beliau shalat 2
rakaat. (HR.Muslim : 1116)

Ø  Tanpa Batas Jarak

Menurut Ibnu Hazm Azh-Zhahiri, seorang musafir dapat mengqashar


shalatnyatanpa adanya batas minimal jarak yang harus ditempuh, yang penting
sudah termasuk dalam perjalanan (safar), berdasarkan umumnya firman Allah
surat An-Nisa ayat101 yang artinya : Dan apabila kamu bepergian di muka bumi,
maka tidaklah mengapa kamu men-qashar shalat(mu).

Ø  Jarak 3 Hari Perjalanan

Sebagian Ulama’ berpendapat, bahwa bolehnya mengqashar shalat adalah


menggunakan ukuran hari atau waktu tempuh. Seperti mazhab imam Abu Hanifah
berpendapat, bahwa hari atau waktu yang harus tempuh adalah minimal
perjalanan 3 hari. Dan perjalanan itu cukup dilakukan sejak pagi hingga zawal di
siang hari. Dasar dari penggunaan masa waktu tiga hari ini adalah hadits Nabi
SAW, dimana dalam beberapa hadits beliau selalu menyebut perjalanan
dengan masa waktu tempuh tiga hari. Seperti hadits tentang mengusap sepatu,
disana dikatakan bahwa seorang boleh mengusap sepatu selama perjalanan 3 hari.

Telah menceritakan kepada kami [Al-Muhajir bin Makhlad Abu


Makhlad], dari [Abdurrahman bin Abi Bakrah] dari ayahnya, dari Nabi saw,
bahwa  sesungguhnya beliau memberikan keringanan (Rukhshah) kepada orang
yang bepergian (untuk mengusap sepatu)  dalam jangka waktu tiga hari tiga
malam. (HR. Ad-Daruqthny : 796)

Demikian juga ketika Rasulullah saw menyebutkan tentang larangan


Wanita bepergian tanpa mahram yang menyertainya, beliau menyebut perjalanan
selama 3 hari.

Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Raf’I’], telah


menceritakan kepada kami [Ibnu Abi Fudaik], telah mengabarkan kepada kami
[Adh-Dhahhak] dari [Nafi’] dari [Abdullah bin Umar] dari Nabi saw, beliau
bersabda : Tidak halal bagi wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir
bepergian sejauh 3 malam kecuali bersama mahram. (HR.Muslim : 2382)

Menurut mazhab imam Abu Al-Hanifah, penyebutan 3 hari perjalanan itu


pasti ada maksudnya, yaitu untuk menyebutkan bahwa minimal jarak perjalanan
yang membolehkan qashar adalah sejauh perjalanan 3 hari.

E.       BERAKHIRNYA KEBOLEHAN QASHAR

Pada waktu Rasulullah saw melaksanakan haji wada’ mukim di Makkah dan
sekitarnya selama 10 hari. Dan selama 10 hari mukim, beliau mengqashar shalatnya. Beliau
datang di Makkah pada hari ke 4 dan mukim di Makkah pada hari ke 5, 6 dan 7; dan pada
hari ke 8 keluar dari Makkah menuju Mina, hari ke 9 menuju Arafah, hari ke 10 kembali ke
Mina; dan mukim di Mina pada hari ke 11, 12 dan berangkan ke Makkah lagi pada hari ke13;
lalu kembali ke Madinah pada hari ke 14.

Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Yahya At-tamimy], telah mengabarkan
kepada kami [Husyaim] dari [Yahya bin Abi Ishaq] dari [Anas bin Malik] : kami berangkat
bersama Rasulullah saw dari Madinah ke Makkah, lalu beliau shalat 2 rakaat, 2 rakaat
hingga pulang. Aku bertanya : Berapa lama beliau mukim di Makkah? Dia menjawab :
Sepuluh hari. (HR.Muslim : 1118)

Telah menceritakan kepada kami [Abu Nu’aim], telah menceritakan kepada kami
[Sufyan], telah menceritakan kepada kami [Qabishah], telah menceritakan kepada kami
[Sufyan] dari [Yahya bin Abi Ishaq] dari [Anas ra], ia berkata : Kami bermukim bersama
Nabi saw 10 hari, dan sekian hari itu kami melakukan qashar.(HR.Buklhari : 3959)

Empat Mazhab Beda Pendapat :

1. Imam Malik dan Imam As-Syafi`i berpendapat bahwa masa berlakunya qashar bila

menetap disuatu tempat selama 4 hari.


2.   Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa masa berlakunya jama` dan qashar bila
menetap disuatu tempat selama 15 hari.
3.   Imam Ahmad bin Hanbal dan Daud berpendapat bahwa masa berlakunya qashar bila
menetap disuatu tempat lebih dari 4 hari.

Anda mungkin juga menyukai