Anda di halaman 1dari 13

OTORITAS DAN BADAN

PENGAWAS KEUANGAN
SYARIAH
KELOMPOK V
NURSAM ( 105721152918 )
DILAH SAFITRI LALA ( 105721113320 )
SITTI NUR AILSYA NABILA ( 105721113720 )
FEBI FEBRIANTI ( 105721114220 )
ANISA APRILIANI MALIK ( 105721114720 )
NUSUL FIKRAN ( 105721115420 )
BANK SENTRAL
A. DEFINISI BANK SENTRAL
Bank sentral adalah suatu institusi nasional yang bertanggung
jawab untuk menjaga stabilitas harga atau nilai suatu mata
uang yang berlaku di suatu negara. Di Indonesia sendiri, Bank
Sentral dikenal dengan nama Bank Indonesia (BI). Berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003
tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun
1999 tentang Bank Indonesia, Bank Indonesia adalah lembaga
negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya, bebas dari campur tangan pemerintah dan/atau
pihak lain.
PERAN BANK SENTRAL
1. Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain
melalui instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia
dituntut untuk mampu menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan
berimbang.
2. Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga
keuangan yang sehat, khususnya perbankan.
3. Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga
kelancaran sistem pembayaran. Bila terjadi gagal bayar (failure to settle)
pada salah satu peserta dalam sistem sistem pembayaran, maka akan timbul
risiko potensial yang cukup serius dan mengganggu kelancaran sistem
pembayaran
4. melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat
mengakses informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan
5. Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistim keuangan
melalui fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi
LoLR merupakan peran tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral
dalam mengelola krisis guna menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem
keuangan
OTORITAS JASA
KEUANGAN (OJK)

A. DEFINISI OTORITAS JASA KEUANGAN

OJK adalah lembaga yang berperan menyelenggarakan sistem


dan pengawasan terhadap seluruh kegiatan di sektor keuangan.
Kegiatan tersebut meliputi kegiatan yang ada di sektor
perbankan, pasar modal, hingga sektor jasa keuangan non bank
seperti asuransi, dana pensiun, lembaga pembiyaan, dan
lembaga jasa keuangan lainnya.
B. SEJARAH BERDIRINYA OTORITAS JASA KEUANGAN
Sejarah berdirinya OJK adalah berangkat dari upaya untuk
menghadirkan sistem pengaturan dan pengawasan pada kegiatan jasa
keuangan di Indonesia. OJK adalah terbentuk berdasarkan Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan. Sesuai
Pasal 4 dalam UU tersebut, Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan
tujuan agar semua sektor jasa keuangan terselenggara secara adil,
teratur, transparan dan akuntabel. Dengan adanya OJK, maka secara
otomatis mengambil alih fungsi regulator dan pengawasan pada
perbankan yang sebelumnya dijalankan oleh bank sentral dalam hal ini
Bank Indonesia (BI). Sementara untuk pengawasan lembaga keuangan
non-bank, OJK mengambil alih peran yang sebelumnya dijalankan oleh
Kementerian Keuangan dan Bapepam LK. Bapepam-LK sendiri
merupakan singkatan dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan. Lembaga ini sudah dibubarkan.
FUNGSI OJK
menyelenggarakan sistem pengaturan dan
pengawasan yang terintegrasi terhadap
keseluruhan kegiatan di sektor jasa
keuangan.
PERAN OJK
1. Terkait khusus pengawasan dan
pengaturan lembaga jasa keuangan
bank.
2. Terkait pengaturan lembaga jasa
keuangan (bank dan non bank)
3. Terkait pengawasan lembaga jasa
keuangan (bank dan non bank)
DEWAN PENGAWAS
SYARIAH (DPS)

A. DEFINISI DEWAN PENGAWAS SYARIAH


Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah badan yang mengawasi
aktivitas semua lembaga ekonomi yang menyediakan produk
dan jasa syariah agar sesuai dengan prinsip-prinsip kaidah
keislaman. Ada dua fungsi DPS, yang pertama adalah fungsi
penasihat. Fungsi ini untuk menjamin berbagai kebijakan bisnis
yang dilakukan agar tetap sesuai syariat. Fungsi DPS lainnya
adalah melakukan review secara berkala atas pemenuhan
prinsip syariah terhadap mekanisme penghimpunan dana dan
penyaluran dana serta pelayanan jasa bank.
B. TUGAS, WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB DPS

1. Memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasional bank


terhadap fatwa yang dikeluarkan oleh DSN.
2. Menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional dan produk yang
dikeluarkan bank.
3. Memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan operasional
bank secara keseluruhan dalam laporan publikasi bank.
4. Mengkaji jasa produk baru yang belum ada fatwa untuk dimintakan
fatwa kepada DSN.
5. Menyampaikan laporan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya
setiap enam bulan kepada direksi, komisaris, DSN, dan Bank Indonesia.
C. PERAN DAN PENTINGNYA DPS

DPS berperan sebagai pengawas dari lembaga keuangan syariah


yang mengawasi setiap operasional kegiatan pebankan syariah
baik itu bank syariah, asuransi syariah, pasar modal syariah
dan lain-lain, sehingga semua lembaga keuangan syariah dapat
berjalan sesuai dengan tuntutan syariat Islam Anggota DPS
direkomendasikan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) yang
berada di bawah naungan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk
menjamin seluruh produk, layanan, dan operasional lembaga
keuangan syariah berdasarkan prinsip atau syariat Islam. Dari
segi hukum, anggota DPS diangkat berdasarkan Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) atas rekomendasi MUI. DPS wajib
dibentuk oleh lembaga keuangan yang memiliki unit usaha
Syariah.
DEWAN SYARIAH
NASIONAL (DSN)

A. DEFINISI DEWAN SYARIAH NASIONAL


Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)
dibentuk dalam rangka mewujudkan aspirasi umat Islam
mengenai masalah perekonomian dan mendorong penerapan
ajaran Islam dalam bidang perekonomian/keuangan yang
dilaksanakan sesuai dengan tuntunan syariat Islam.
B. TUGAS DEWAN SYARIAH NASIONAL

1. Menetapkan fatwa atas sistem, kegiatan, produk, dan jasa Lembaga Keuangan
Syariah (LKS), Lembaga Bisnis Syariah (LBS), dan Lembaga Perekonomian Syariah
(LPS) lainnya;[3]
2. Mengawasi penerapan fatwa melalui Dewan Pengawas Syariah (DPS) di LKS, LBS, dan
LPS lainnya;
3. Membuat Pedoman Implementasi Fatwa untuk lebih menjabarkan fatwa tertentu
agar tidak menimbulkan multi penafsiran pada saat diimplementasikan di LKS, LBS,
dan LPS lainnya;
4. Mengeluarkan Surat Edaran (Ta'limat) kepada LKS, LBS, dan LPS lainnya;
5. Memberikan rekomendasi calon anggota dan/atau mencabut rekomendasi anggota
DPS pada LKS, LBS, dan LPS lainnya;
6. Menerbitkan Pernyataan Kesesuaian Syariah atau Keselarasan Syariah bagi produk
dan ketentuan yang diterbitkan oleh Otoritas terkait;
7. Menerbitkan Pernyataan Kesesuaian Syariah atas sistem, kegiatan, produk, dan jasa
di LKS, LBS, dan LPS lainya;
8. Menerbitkan Sertifikat Kesesuaian Syariah bagi LBS dan LPS lainnya yang
memerlukan;
C. WEWENANG DEWAN SYARIAH NASIONAL
1. Memberikan peringatan kepada LKS, LBS, dan LPS lainnya untuk
menghentikan penyimpangan dari fatwa yang diterbitkan oleh DSN-MUI;
2. Merekomendasikan kepada pihak yang berwenang untuk mengambil
tindakan apabila peringatan tidak diindahkan;
3. Membekukan dan/atau membatalkan sertifikat Syariah bagi LKS, LBS, dan
LPS lainnya yang melakukan pelanggaran;
4. Menyetujui atau menolak permohonan LKS, LBS, dan LPS lainnya
mengenai usul pergantian dan/atau pemberhentikan DPS pada lembaga
yang bersangkutan
5. Merekomendasikan kepada pihak terkait untuk menumbuhkembangkan
usaha bidang keuangan, bisnis, dan ekonomi syariah;
6. Menjalin kemitraan dan kerja sama dengan berbagai pihak, baik dalam
maupun luar negeri untuk menumbuhkembangkan usaha bidang
keuangan, bisnis, dan ekonomi syariah
D. PERANAN PENTING DEWAN SYARIAH NASIONAL

DSN-MUI didirikan berawal dari lokakarya Ulama tentang Reksadana


Syariah pada tanggal 29-30 Juli 1997, yang merekomendasikan
perlunya sebuah lembaga untuk menangani masalah-masalah yang
berhubungan dengan aktivitas Lembaga Keuangan Syariah. Pada 14
Oktober 1997, Majelis Ulama Indonesia kemudian mengadakan rapat
Tim Pembentukan Dewan Syariah Nasional. Pembentukan DSN-MUI
dalam rangka untuk mewujudkan aspirasi Ummat Islam mengenai
masalah perekonomian dan mendorong penerapan ajaran Islam
dalam bidang perekonomian/keuangan yang dilaksanakan sesuai
dengan tuntunan syariat Islam. Selain itu, keberadaan DSN-MUI
merupakan langkah efisiensi dan koordinasi para ulama dalam
menanggapi isu-isu yang berhubungan dengna masalah
ekonomi/keuangan.

Anda mungkin juga menyukai