Anda di halaman 1dari 14

A.

PENGERTIAN BANK SENTRAL BANK SYARIAH’ (Bank Umum Syariah, Unit


Usaha Syariah, BPRS )

Bank Sentral dapat didefinisikan sebagai sebuah badan keuangan, yang pada
umumnya dimiliki pemerintah, yang bertugas untuk mengatur kesetabilan badan-badan
keuangan, serta menjamin agar kegiatan badan-badan keuangan terseut dapat menciptakan
tingkat kegiatan ekonomi yang tinggi dan stabil.

Sedangkan bank syariah memiliki pengertian Berdasarkan UU No 21 Tahun 2008


Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah
dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah. Bank Umum Syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah Bank Syariah yang
dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Unit Usaha Syariah,
yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional
yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu bank yang
berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang
berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah.

B. PERKEMBANGAN BANK SYARIAH

Bank syariah pertama meskipan praktiknya telah dilaksanakan sejak masa awal Islam
diawali dengan berdirinya se-buah bank tabungan lokal yang beroperasi tanpa bunga di Desa
Mit Ghamir yang berlokasi tepi Sungai Nil pada tahun 1963 oleh Dr. Abdul Hamid an-
Naggar Meskipun beberapa tahun kemudian ditutup, namun telah mengilhami diadakannya
Konferensi Ekonomi Islam pertama di Mekkah pada tahun 1975. Sebagai tindak lanjut
rekomendasi dari konferensi tersebut, dua tahun kemudian lahirlah Islamic Development
Bank (IDB) yang kemudian diikuti dengan pembentukan lembaga-lembaga keuangan Islam
di berbagai Negara yang secara umum berbentuk bank Islam komersial dan lembaga
investasi. Sampai saat ini lebih dari 200 bank dan lembaga keuangan syariah beroperasi di 70
negara muslim dan nonmuslim yang total portofolionya sekitar $200 miliar.

Di Indonesia, perkembangan bank syariah dapat diuraikan sebagai berikut:

1980: Muncul ide dan gagasan konsep lembaga keuangan syariah, uji coba BMT
Salman di Bandung dan Koperasi Ridho Gusti
1990: Lokakarya MUI dimana para peserta sepakat mendirikan bank syariah di Indonesia

1992: Pada tanggal 1 Mei 1992 bank syariah pertama bernama bank Muamalah Indonesia
mulai beroperasi.

1992: Kemunculan BMI ini kemudian diikuti dengan lahirnya UU No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan yang mengakomodasi perbankan dengan prinsip bagi hasil baik bank
umum maupun BPRS.

1998: Keluar UU No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 tahun 1992 yang
mengakui keberadaan bank syariah dan bank konvensional serta memperkenankan
bank konvesional membuka kantor cabang syariah.

1999: Keluar UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang mengakomodasi
kebijakan moneter berdasarkan prinsip syariah dimana BI bertanggung jawab
terhadap pe ngaturan dan pengawasan bank komersial termasuk bank syariah. BI
dapat menetapkan kebijakan moneter dengan menggunakan prinsip syariah. Pada
tahun ini dibuka kantor cabang bank syariah untuk pertama kali

2000: Bl mengeluarkan regulasi operasional dan kelembagaan bank syariah dimana BI


menetapkan peraturan kelembagaan perbankan syariah. Pengembangan Pasar Uang
Antarbank Syariah (PUAS) dan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) sebagai
instrumen Pasar Uang Syariah.

2001: Pendirian unit kerja Biro Perbankan Syariah di Bank Indonesia untuk menangani
perbankan syariah.

2002: Peraturan BI No. 4/1/2002 mengenai pengenalan pembuktian bersih cabang syariah
yang merupakan penyempurnaan jaringan kantor cabang syariah

2004: Keluar UU No 3 Tahun 2004 tentang perubahan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia yang makin mempertegas penetapan kebijakan moneter dengan yang
dilakukan oleh Bl dapat dilakukan dengan prinsip syariah. Belakangan UU No. 23
tahun 1999 diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2008. Di samping itu, BI juga menyiapkan peraturan standardisasi akad,
tingkat kesehatan, dan Lembaga Penjamin Di tahun ini juga terjadi perubahan Biro
Perbankan Syariah menjadi Direktorat Perbankan Syariah di Bank Indonesia.
2005: Di era UU No. 10/1998 secara teknis mengenai produk mengacu pada PBI No.
7/46/PB1/2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi bank yang Me
laksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, yang kemudian sudah
diganti dengan PBI No. 9/19/ PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam
Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank
Syariah.

2006: Pemberian layanan syariah juga semakin dipermudah dengan diperkenalkannya konsep
office chaneling, yakni semacam counter layanan syariah yang tedapat di kantor
cabang/kantor cabang pembantu bank konvensional yang sudah memiliki UUS. Hal
demikian ditemukan dalam PBI No. 8/3/PB1/2006 tentang Perubahan Kegiatan Usa-
ha Bank Umum Konvensional Menjadi Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan
Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah dan Pembukaan Kantor Bank yang Melaksana-
kan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Umum Konvensional.
Produk bank syariah terdiri dari produk penghimpunan daria (finding), produk pe
nyaluran dana (leading), jasa (services), dan produk di bidang sosial.

2008: Pada tanggal 16 Juli 2008 UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah disahkan
yang memberikan landasan hukum industri perbankan syariah nasional dan
diharapkan mendorong perkembangan bank syariah yang selama lima tahun terakhir
asetnya tumbuh lebih dari 65% per tahun namun pasarnya (market share) secara
nasional masih di bawah 5%. Undang-undang ini mengatur

secara khusus mengenai perbankan syariah, baik secara kelembagaan maupun


kegiatan usaha. Beberapa lembaga hukum baru diperkenalkan dalam UU No. 21/2008, antara
lain yakni menyangkut pemisahan (spin-off) UUS baik secara sukarela maupun wajib dan
Komite Perbankan Syariah. Terdapat beberapa PBI yang diamanahkan oleh UU No. 21/2008.
Adapun PBI yang secara khusus merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan telah diundangkan hingga saat ini
antara lain:

1. PBI No. 10/16/PBI/2008 tentang Perubahan Atas PBI No. 9/19/PBI/2007 tentang
Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Pe-
nyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah.
2. PBI No. 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.
3. PBI No. 10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syariah.
4. PBI No. 10/23/PBI/2008 tentang Perubahan Ke- dua Atas PBI No. 6/21/PBI/2004
tentang Giro Wajib Minimum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum
yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
5. PBI No. 10/24/PBI/2008 tentang Perubahan Kedua Atas PBI No. 8/21/PBI/2006
tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan
Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
6. PBI No. 10/32/PBI/2008 tentang Komite Perbankan syariah.
7. PBI No. 11/9/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah.
C. KELEMBAGAAN BANK SYARIAH (Bank Umum, UUS, DAN BPRS)

Bank syariah bukan sekadar bank bebas bunga, tetapi juga memiliki orientasi pencapaian
kesejahteraan. Secara fundamental terdapat beberapa karakteristik bank syariah:

1. Penghapusan riba
2. Pelayanan kepada kepentingan publik dan merealisasikan sasaran sosio-ekonomi
Islam.
3. Bank syariah bersifat universal yang merupakan gabungan dari bank komersial
dan bank investasi.
4. Bank syariah akan melakukan evaluasi yang lebih berhati-hati terhadap
permohonan pembiayaan yang berorientasi kepada penyertaan modal, karena bank
komersial syariah menerapkan profit and loss sharing dalam konsinyasi, ventura,
bisnis, atau industri.
5. Bagi hasil cenderung mempererat hubungan antara bank syariah dan pengusaha.
6. Kerangka yang dibangun dalam membantu bank mengatasi kesulitan likuiditasnya
dengan memanfaatkan instrumen pasar uang antarbank syariah dan instrumen
bank sentral berbasis syariah.

Oleh karena itu, maka secara struktural dan sistem pengawasan-nya berbeda dari bank
konvensional. Pengawasan perbankan Islam mencakup dua hal, yaitu pertama pengawasan
dari aspek keuangan, kepatuhan pada perbankan secara umum, dan prinsip kehati-hatian
bank. Kedua pengawasan prinsip syariah dalam kegiatan operasional bank. Secara struktural
kepengurusan bank syariah terdiri dari Dewan Komisaris dan Direksi dan wajib memiliki
Dewan Pengawas Syariah yang berfungsi mengawasi kegiatan bank syariah.
1. Kelembagaan Bank Umum Syariah
Aturan mengenai bank umum syariah pasca diterbitkannya UU No 21 tahun
2008 tentang Perbankan Syariah adalah PBI No. 11/5/PBI/2009 tentang Bank Umum
Syariah (BUS). Dalam PBI ini dijelaskan bahwa proses pendirian bank syariah
dilakukan melalui persetujuan prinsip, yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan
pendirian bank, dan izin usaha, yaitu izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan
usaha bank setelah persiapan pendirian bank pada persetujuan prinsip terpenuhi.
Modal yang disetor untuk mendirikan Bank Umum Syariah adalah sebesar Rp 1
triliun dan bagi pendirian yang melalui spin off dari Bank Umum yang memiliki UUS
sebesar Rp 500 miliar. BUS dapat didirikan oleh WNI dan/ atau badan hukum
Indonesia, WNI dan/atau badan hukum Indonesia yang bermitra dengan WNA atau
badan hukum asing, BUS dibentuk dengan badan hukum perseroan terbatas
Untuk mendirikan bank syariah, baik bank umum syariah maupun BPRS harus
mendapat persetujuan prinsip dan izin usaha yang diajukan oleh pendiri bank kepada
Bank Indonesia yang akan diproses oleh Dewan Gubernur BI UP Biro Perbankan
Syariah Agar izm usaha bank syariah diperoleh terlebih dahulu harus dipenuhi
persyaratan sekurang-kurangnya tentang susunan organisasi dan kepengurusan:
permodalan, kepemilikan, keahlian di bidang perbankan syariah dan kelayakan usaha
sebagaimana diatur dalam peraturan Bank Indonesia.
Dokumen yang wajib dilampirkan dalam permohonan persetujuan prinsip
adalah:
1. Rancangan akta pendirian badan hukum bank syariah termasuk rancingan
anggaran dasar
2. Data kepemilikan. Bagi badan hukum PT dan PD berupa daftar calon
pemegang saham berikut rincian besarnya masing-ma sing Sedangkan bagi
badan hukum koperasi berupa daftar calor anggota berikut rincian jumlah
simpanan pokok dan simpanan wajib serta daftar hibah.
3. Daftar calon anggota dewan komisaris, direksi dan dewan pengawas
syariah disertai dokumen yang dipersyaratkan berupa identitas diri,
riwayat hidup, surat pernyataan pribadi yang menyatakan tidak pernah
melakukan tindakan tercela di bidang perbankan, keuangan dan usaha lain
dan/atau tidak pernah di hukum karena terbukti melakukan tindak pidana
kejahatan
4. Rencana susunan organisasi
5. Rencana kerja untuk tahun pertama yang memuat:

a. Hasil penelaahan mengenai peluang pasar dan potensi ekonomi


b. Rencana kegiatan usaha yang mencakup penghimpunan dan
penyaluran dana;
c. Rencana kebutuhan pegawai
d. Proyeksi arus kas bulanan selama 12 bulan serta proyeksi neraca
dan perhitungan laba rugi,

6. Foto kopi bilyet deposito atas nama Dewan Gubernur Bank In- donesia qq
salah satu calon pemilik pendirian bank syariah dengan mencantumkan
keterangan bahwa percairannya hanya dapat dilakukan setelah mendapat
persetujuan tertulis dari Dewan Gubernur BI
7. Surat pernyataan dari calon pemegang saham/anggota tentang sumber
modal disetor.

Apabila tahap permohonan persetujuan prinsip diterima dilanjutkan dengan


permohonan izin usaha yang dilampiri

1. Akta pendirian bank syariah termasuk anggaran dasar yang telah disahkan
oleh instansi berwenang:
2. Daftar pemegang saham/anggota disertai dokumen yang di persyaratkan
berupa identitas diri, riwayat hidup, surat pernyataan pribadi yang
menyatakan tidak pernah melakukan tindakan tercela di bidang perbankan,
keuangan dan usaha lain dan/atau tidak pernah dihukum karena terbukti
melakukan tindak pidana kejahatan.
3. Daftar calon anggota dewan komisaris, direksi, dan dewan pe ngawas
syariah disertai dokumen yang dipersyaratkan beru- pa identitas diri,
riwayat hidup, surat pernyataan pribadi yang menyatakan tidak pernah
melakukan tindakan tercela di bidang perbankan, keuangan dan usaha lain
dan/atau tidak pernah di- hukum karena terbukti melakukan tindak pidana
kejahatan.
4. Susunan organisasi serta sistem dan prosedur termasuk susunan personalia.
5. Foto kopi bilyet deposito atas nama Dewan Gubernur Bank Indonesia qq
salah satu calon pemilik pendirian bank syariah dengan mencantumkan
keterangan bahwa pencairannya hanya dapat dilakukan setelah mendapat
persetujuan tertulis dari Dewan Gubernur BI.
6. Bukti kesiapan operasional berupa:
a. Daftar aktiva tetap dan inventaris.
b. Bukti penguasaan berupa bukti kepemilikan atau perjanjian sewa
menyewa gedung kantor;
c. Foto gedung kantor dan tata letak ruangan;
d. Contoh formulir/warkat yang akan digunakan untuk operasional bank
syariah;
e. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Tanda Daftar Perusahaan
(TDP).

7. Surat pernyataan dari pemegang saham/anggota tentang sumber modal


disetor.
8. Surat pernyataan dari anggota dewan komisaris mengenai tidak merangkap
jabatan melebihi ketentuan yang berlaku.
9. Surat pernyataan dari anggota direksi mengenai tidak merangkap jabatan
melebihi ketentuan yang berlaku.
10. Surat pernyataan dari anggota direksi mengenai tidak adanya hubungan
keluarga dengan anggota dewan komisaris dan anggota direksi lainnya.

2. Kelembagaan Unit Usaha syariah


Unit usaha syariah wajib dibentuk oleh bank yang akan melakukan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah di kantor pusat bank yang berfungsi sebagai kantor
induk dari cabang syariah dan/ atau unit syariah. Unit usaha syariah memiliki tugas
antara lain:
a. Mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan kantor cabang syariah dan/atau
unit syariah.
b. Menempatkan dan mengelola dana yang bersumber dari kantor cabang
syariah dan/atau unit syariah.
c. Menerima dan menatausahakan laporan keuangan dari kantor cabang
syariah dan/atau unit syariah.
d. Melakukan kegiatan lain sebagai kantor induk dari kantor cabang syariah
atau unit syariah.
Kantor cabang syariah dapat dibuka dengan seizin Gubernur BI oleh bank
yang telah membuka unit usaha syariah. Pembukaan kantor cabang dapat dilakukan
dengan:
a. Membuka kantor cabang syariah yang baru.
b. Mengubah kegiatan usaha kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha
secara konvensional menjadi kantor cabang syariah.
c. Meningkatkan status kantor di bawah kantor cabang menjadi kantor
cabang syariah.
Pemberian izin untuk ketiga poin di atas dilakukan dalam dua tahapan,
yaitu pertama persetujuan prinsip yang merupakan persetujuan untuk
melakukan persiapani pembukaan kantor cabang syariah, dan kedua izin
pembukaan kantor cabang syariah,
d. Mengubah kegiatan usaha kantor cabang yang sebelumnya te- lah
membuka unit syariah menjadi kantor cabang syariah.
e. Meningkatkan status kantor cabang pembantu yang sebelum- nya telah
membuka unit syariah.
f. Membuka kantor cabang syariah baru yang berasal dari unit syariah dari
kantor cabang dan/atau kantor cabang pembantu dimana unit usaha syariah
sebelumnya berada. izin mulai dari poin empat di atas dilakukan secara
langsung melalui izin pembukaan kantor cabang syariah.
D. KELEMAHAN DAN KEKUATAN PERBANKAN SYARIAH
1. Keunggulan
Di samping masih memiliki kelemahan dan masih membutuhkan
penyempurnaan, menurut penulis arbitarase Syariah ini memiliki kelebihan dan
keunggulannya yaitu antara lain:
a) Khusus untuk kepentingan Muamalat Islam dan transaksi melalui Bank
Indonesia maupun BPR Islam Arbitrase Muamalat akan memberi peluang
bagi berlakunya hukum Islam sebagai pedoman penyelesaian perkara
karena di dalam setiap kontrak terdapat klau sula diberlakukannya
penyelesaian melalui BAMUI
b) Para pihak menaruh kepercayaan yang besar kepada arbiter, karena
ditangani oleh orang-orang yang ahli di bidangnya (expertise).
c) Proses pengambilan putusannya cepat, dengan tidak melalui prosedur yang
berbelit-belit serta dengan biaya yang murah, karena terdapat putusan
arbitrase.
d) Di dalam proses arbitrase pada hakekatnya terkandung perdamaian dan
musyawarah. Sedangkah musyawarah dan perdamaian merupakan
keinginan nurani setiap orang
e) Para pihak menyerahkan penyelesaian persengketaannya secara sukarela
kepada orang-orang (badan) yang dipercaya, sehingga para pihak juga
secara sukarela akan melaksanakan putusan Arbiter sebagai konsekuensi
atas kesepakatan mereka mengangkat arbiter, karena hakikat kesepakatan
itu mengandung janj dan setiap janji itu harus ditepati
f) Arbitrase Muamalat memberikan kepercayaan kepada para pihak, karena
penyelesaiannya secara terhormat dan bertanggung jawab.
2. Kelemahan
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia selain memiliki kekuatan
namun ada pula beberapa kelemahan dan kendala yang dihadapi oleh perbankan
syariah di Indonesia:

a) Keterjangkauan jaringan yang masih rendah dan belum merata.


Hal ini merupakan salah satu hasil penelitian yang pernah dilakukan
oleh Bank Indonesia untuk melihat preferensi masyarakat terhadap bank
syariah Hasil penelitian dan permodelan potensi serta preferensi masyarakat
terhadap bank syariah yang dilakukan Bank Indonesia menunjukkan tingginya
minat masyarakat terhadap perbankan syariah. Namun, sebagian besar
responden mengeluhkan kualitas pelayanan, termasuk keterjangkauan jaringan
yang rendah.
b) Loyalitas Nasabah
Dalam perkembangan nasabah yang menggunakan jasa perbankan
syariah terbagi atas dua segmen nasabah, yaitu yang pertama adalah nasabah
yang loyal terhadap perbankan syariah, dimana ia menggunakan jasa
perbankan syariah karena semangatnya untuk menegakkan syariat Sehingga ia
tidak akan mempersoalkan berapa besaran persentase bagi hasil yang
diberikan oleh bank syariah jika dibandingkan dengan besaran tingkat suku
bunga yang ditawarkan oleh bank konvensional Jenis nasabah ini sering
dikatakan sebagai nasabah emosional, yaitu menggunakan jasa perbankan
syariah berdasarkan penerapan aturan syariat yang dilaksanakan.
Segmen nasabah yang kedua adalah nasabah yang tidak loyal kepada
perbankan syariah dimana mereka menabung di bank syariah dengan
mempertandingkan berapa besaran persentase bagi hasil di bank syariah
dengan tingkat suku bunga di bank konvensional. Dengan selisih sekitar dua
persen (dari tingkat bunga bank konvensional), segmen nasabah ini masih
loyal di bank syariah, tetapi lebih dari itu, segmen nasabah ini bisa berpindah
ke bank konvensional Jenis nasabah ini seringpula dikatakan sebagai nasabah
rasional yaitu bertransaksi dengan bank syariah berdasarkan keuntungan yang
didapat. Walaupun sebenarnya dikotomi antara nasabah emosional dan
nasabah rasional tidak sepenuhnya tepat, karena nasabah bank syariah yang
loyal justru sebenarnya mereka merupakan nasabah yang rasional yang
melihat segala sesuatu tidak hanya keuntungan jangka pendek semata akan
tetapi juga memperhitungkan keuntungan jangka panjang. Begitu pula pada
nasabah yang tidak loyal justru sebenarnya mereka merupakan nasabah yang
emosional yang hanya mengejar keuntungan jangka pendek semata.
c) Miniminya dana pemasaran dan promosi

Promosi yang dilakukan oleh dunia perbankan syariah masing sangat


kurang. sehingga masih banyak masyarakat yang tidak mengerti bagaimana
mengakses layanan perbankan syariah. Aspek pendanaan memang menjadi
kendala utama dalam melakukan promosi di bank syariah, minimnya anggaran
promosi yang dimiliki menyebabkan kurang gencarnya promosi yang
dilakukan oleh bank syariah. Sementara anggaran promosi di bank
konvensional relatif lebih besar dibandingkan dengan di bank syariah,
akhirnya menyebabkan gaung perbankan syariah masih kalah dibandingkan
dengan perbankan konvensional

d) Minimnya sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat

Bank Syariah kini tidak bisa lagi dipandang sebelah mata


Perkembangan perbankan Syariah yang pesat serta pelajaran yang diberikan
oleh krisis keuangan yang terjadi 1997, telah memunculkan harapan pada
sebahagian masyarakat bahwa pengembangan ekonom Syariah merupakan
suatu solusi bagi peningkatan ketahanan ekonomi nasional, juga sebagai
pelaksanaan kewajiban Syariat Islam Namun sosialisasi dan edukasi kepada
masyarakat dirasakan masih kurang, sehingga banyak masyarakat yang
berasumsi bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara bank syariah
dengan bank konvensional hanya sekedar menambahkan label syariah di
belakang nama banknya serta merubah istilah bunga menjadi bagi hasil.

e) Minimnya sumber daya manusia

Bank Syariah seolah-olah disibukan oleh jargon "how to Islamize our


banking system dan lupa akan wacana "how to Islamize the people involved in
the banking industry" Banyak masalah Bank Syariah disebabkan pemahaman
dan kesadaran para praktisi Bank Syariah akan prinsip-prinsip ekonomi Islam
(Bank Syariah) belum sepenuhnya dimengerti. Bank syarah saat ini masih
kekurangan sumber daya manusia yang menguasai aspek fiqh tentang
perbankan syariah dan pengetahuan manajemen perbankan praktis.

E. Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional Ada perbedaan konsep


mendasar antara bank syariah dengan bank konvensional Pada bank konvensional
terdapat dua perjanjian yang saling terpisah, yaitu: pertama, perjanjian antara pihak
bank dengan nasabah penabung, dimana penabung menaruh dananya di bank tersebut
dengan mendapat sejumlah persentase tertentu bunga dari pihak bank, kedua,
perjanjian antara pihak bank dengan nasabah peminjam dimana bank meminjamkan
dananya kepada nasabah peminjam dan berhak mendapatkan sejumlah persentase
tertentu bunga dari nasabah peminjam Keuntungan bank adalah dengan mengambil
selisih tingkat bunga dari yang ditawarkan kepada nasabah penabung dengan tingkat
bunga yang dikenakan kepada nasabah peminjam.
Sementara pada bank syariah terdapat kesatuan perjanjian antara bank dengan
nasabah penabung dan antara bank dengan nasabah pembiayaan. Nasabah penabung
menaruh dananya di bank syariah dengan mendapatkan sejumlah nisbah bagi hasil.
Kemudian dana tersebut digunakan untuk pembiayaan kepada nasabah pembiayaan,
dan bank mendapatkan sejumlah tertentu nisbah bagi hasil atas usaha yang dibiayai
tersebut. Sehingga bagi hasil yang akan didapatkan oleh nasabah penabung tergantung
kepada bagi hasil yang diterima bank syariah dari nasabah pembiayaannya.
Terdapat beberapa ciri-ciri bank syariah yang membedakan dengan bank
konvensional, yaitu:
1. Beban biaya yang disepakati bersama pada waktu akad perjanjian
diwujudkan dalam bentuk jumlah nominal yang besarnya tidak kaku dan
dapat dilakukan dengan kebebasan untuk tawar-menawar dalam batas
wajar. Beban biaya tersebut hanya dikenakan sampai batas waktu sesuai
dengan kesepakatan dalam kontrak
2. Penggunaan persentase dalam hal kewajiban untuk melakukan
pembayaran selalu dihindarı, karena persentase bersifat melekat pada sa
utang meskipun batas waktu perjanjian telah berakhir, sehingga yang
dipergunakan adalah nisbah bagi hasil.
3. Di dalam kontrak-kontrak pembiayaan proyek bank syariah tidak
menerapkan perhitungan berdasarkan keuntungan yang pasti yang
ditetapkan di muke, karena pada hakikatnya yang mengetahui tentang
ruginya suatu proyek yang dibiayai bank hanyalah Allah semata Tingkat
keuntungap yang dipergunakan adalah tingkat keuntungan aktual, apabila
tingkat keuangan aktual lebih kecil daripada tingkat keuntungan proyeksi
maka yang dipergunakan adalah tingkat keuntungan aktual tersebut.
4. Pengerahan dana masyarakat dalam bentuk deposito tabungan oleh
penyimpan dianggap sebagai titipan (al-wadi'ah) sedangkan bagi bank
dianggap sebagai titipan yang diamanatkan sebagai penyertaan dana pada
proyek-proyek yang dibiayai bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-
prinsip syariah sehingga pada penyimpan tidak dijanjikan imbalan yang
pasti
5. Terdapatnya Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam struktur organisan
bank syarah yang bertugas untuk mengawasi operasionalisasi bank dari
sadut syariahnya. Selain itu manajer dan pimpinan bank Islam harus
menguasa dasar-dasar muamalah Islam Unsur Dewan Pengawas Syariah
inilah hal utama yang membedakan struktur organsasi antara bank syariah
dan bank konvensional
6. Fungsi kelembagaan bank syarah selain menjembatani antara pihak
pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan dana juga mempunyai
fungsi khusus yaitu fungsi amanah, artinya berkewajiban menjaga dan
bertanggung jawab atas keamanan dana yang disimpan dan siap sewaktu
waktu apabila dana diambil pemiliknya.

Menurut M. Syafi'i Antonio ada beberapa perbedaan mendasar antara bank syariah
dengan bank konvensional, yaitu :

1. Akad dan aspek legalitas


Dalam bank syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan
ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam Seringkali
nasabah berani melanggar kesepakatan/perjanjian yang telah dilakukan bila
hukum itu hanya berdasarkan hukum positif belaka Setiap akad dalam perbankan
syariah haru memenuhi ketentuan akad, seperti berikut:
a. Rukun, seperti:
 Penjual
 Pembeli
 Barang
 Harga
 Akad/ijab qabul
b. Syarat, seperti:
 Barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan jasa
yang haram menjadi batal demi hukum syariah
 Harga barang dan jasa harus jelas
 Tempat penyerahan harus jelas karena akan berdampak pada biaya
transportasi
 Barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam kepemilikan
2. Lembaga penyelesai sengketa
Berbeda dengan perbankan konvensional, jika pada perbankan syarah terdapat
perbedaan atau perselisihan antara bank dan nasabahnya kedua pihak diarahkan
untuk tidak menyelesaikannya di peradilan negeri melainkan sesuai tata cara dan
hukum materi syariah. Lembaga yang mengatur hukum meteri dan atau
berdasarkan prinsip syariah di Indonesia dikenal dengan nama Badan Arbritase
Syariah Nasional atau Basyarnas
3. Struktur organisasi
Bank syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan bank konvensional.
misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi ada tambahan satu struktur lagi di
dalam struktur organisasi bank syariah, yaitu dengan masuknya unsur Dewan
Pengawas Syariah, yang bertugas untuk mengawasi operasionalisasi bank agar
produk-produknya sesuai dengan prinsip syariah
4. Bisnis dan usaha yang dibiayai Dalam bank Syariah, bisnis dan usaha yang
dilaksanakan tidak terlepas dari saringan syariah karena itu bank syariah tidak
akan mungkin membiayai usaha yang terkandung di dalamnya hal-hal yang
diharamkan
5. Lingkungan kerja dan corporate culture
Sebuah bank syariah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang sejalan dengan
syariah, baik dalam hal etika, profesionalitas, kapabilitas dan kepribadian

Anda mungkin juga menyukai