Anda di halaman 1dari 12

Dr. KH. M. Cholil Nafis, Lc, M.A.

Jakarta| 7 September 2023


Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) merupakan
lembaga yang melaksanakan tugas MUI dalam menetapkan fatwa dan
mengawasi penerapannya melalui organ Dewan Pengawas Syariah (DPS) guna
menumbuh-kembangkan usaha bidang ekonomi, keuangan, dan bisnis syariah di
Indonesia untuk kesejahteraan umat dan bangsa.

Kewenangan penetapan fatwa dan produk yang diterbitkan DSN-MUI pada


awalnya didasarkan karena faktor historis dan sosiologis, kemudian menyusul
dari aspek yuridis dalam berbagai peraturan perundang-undangan.

2
Aspek Historis

Secara historis, MUI (pengurus-pengurusnya) merupakan pihak yang proaktif, pemrakarsa dan
yang berinisiatif melakukan pendirian Perbankan Syariah di Indonesia. Pada tanggal 18-20
Agustus 1990 menyelenggarakan Lokakarya Bunga Bank & Perbankan, di Cisarua Bogor, Jawa
Barat. Hasil Loka karya tersebut dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasonal IV MUI
yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, tanggal 22-25 Agustus 1990. Berdasarkan
Amanat Munas IV MUI tersebut dibentuk, Kelompok Kerja untuk mendirikian bank Islam (bank
syariah) di Indonesia. Maka kemudian lahirlah Bank Islam (Bank Syariah) Pertama di Indonesia
yaitu: PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tanggal 1 November 1991, yang kemudian
landasan operational Bank ini, sangat jelas tercermin dalam UU No.7 Tahun 1992 tentang
Perbankan, dengan Prinsip BAGI HASIL jo. Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1992 tentang
Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil.

3
Secara sosiologis

Secara sosiologis, di Indonesia terdapat banyak sekali organisasi


keagamaan Islam. Ada lebih dari 70 organisasi kemasyarakatan Islam yang
bergabung di MUI. Dari jumlah itu separuh di antaranya mempunyai
lembaga fatwa, dengan metode penyimpulan hukum (al-manhaj fi istinbath
al-hukmi) yang khas yang boleh jadi antara satu ormas Islam dengan lainnya
tidak sama, sehingga berpotensi adanya perbedaan dalam menetapkan
fatwa suatu kasus yang sama termasuk di bidang ekonomi, keuangan dan
bisnis syariah (mu`amalah maliyyah al-mashrafiyyah).

4
Secara sosiologis (lanjutan…)

Kondisi ini tentu saja bisa membuat bingung masyarakat awam dan juga
menimbulkan ketidakpastian. Selama ini lembaga yang merepresentasikan
ormas Islam di Indonesia dan diberi kewenangan untuk mengeluarkan fatwa
adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI). Majelis Ulama Indonesia, yang di
dalamnya terhimpun hampir semua komponen umat Islam di Indonesia.
Fatwa yang ditetapkan oleh Majelis Ulama Indonesia mempunyai daya
terima yang lebih tinggi di kalangan umat Islam Indonesia dibanding dengan
fatwa yang ditetapkan oleh ormas Islam lainnya. Karena ulama yang
tergabung dalam komisi fatwa MUI merupakan ulama yang berasal dari
hampir semua komponen umat Islam.

5
Secara sosiologis (lanjutan…)

Dengan demikian, MUI sebagai rumah besar umat Islam Indonesia dan merupakan
representasi dari ormas-ormas Islam di Indonesia, selama ini fatwa-fatwa yang
diterbitkannya diterima dengan sangat baik oleh masyarakat muslim Indonesia. Pilihan
kewenangan fatwa berada di MUI juga setidaknya didasarkan atas 3 (tiga) alasan utama:
pertama, bank syari’ah/LKS masih membutuhkan dukungan masyarakat muslim, kedua,
bank syari’ah/LKS masih harus berjuang keras untuk berkompetisi dengan
bank/keuangan konvensional, ketiga, bank syariah/LKS masih sangat membutuhkan
dukungan politis baik dari legislatif maupun eksekutif. Dalam konteks ini peran MUI
sangat strategis sebagai lembaga yang dapat menjembatani kepentingan di atas baik
hubungan antara Bank Syari’ah/LKS dengan masyarakat muslim maupun dengan
lembaga legislatif dan eksekutif.

6
Aspek Yuridis

Secara yuridis, sejak tahun 2008, sebagaimana sudah ditetapkan dalam berbagai peraturan
perundang-undangan seperti dalam UU Perbankan, UU Perbankan Syariah, UU BI, UU SBSN, UU
Penjaminan, UU Asuransi, dll, bahwa lembaga yang diberikan kewenangan dalam penetapan
fatwa di bidang syariah adalah Majelis Ulama Indonesia.
Termasuk dalam UU Omnibuslaw ke-2 yaitu UU No.4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan
Penguatan Sektor Keuangan (UUP2SK). Berdasarkan Penjelasan Pasal 337 huruf h UU No 4
tahun 2003, yang dimaksud “ lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di
bidang syariah tersebut adalah Majelis Ulama Indonesia.” Kemudian, dalam pelaksanaan
tugasnya untuk menetapkan fatwa tentang ekonomi, bisnis, dan keuangan syariah, MUI
membentuk lembaga Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia, yang disingkat DSN-
MUI.

7
Alhamdulillah, sampai saat ini masih MUI yang diberikan kewanangan untuk
pembuatan fatwa, tetapi dalam perjalanan selama ini terdapat sebagian masyarakat
yang mempertanyakan kenapa kewenangan tersebut berada di MUI.
Pada tahun 2022 yang lalu, terdapat 2 pengujian undang-undang (yudisial review) di
Mahkamah Konstitusi, yaitu UU No 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Pasal 1
angka 12 dan Pasal 26 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)), dan UU No. 19 Tahun 2008
tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan Penjelasan (Pasal 25). Permohonan
yudisial review tersebut secara substansi sama yaitu mempertanyakan kedudukan
Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai lembaga yang memiliki kewenangan dalam
penetapan fatwa di bidang syariah. Pemohon berpandangan bahwa pengaturan norma
Prinsip Syariah oleh MUI bertentangan dengan UUD 1945.

8
Terhadap kedua permohonan yudisial review tersebut, Mahkamah Konstitusi dalam masing-
masing putusannya,
• Putusan Perkara Nomor 65/PUU-XIX/2021 diajukan pemohon terhadap ketentuan Pasal 1
angka 12 dan Pasal 26 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU No 21 tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah; dan
• Putusan Perkara Nomor 100/PUU-XX/2022 diajukan pemohon terhadap Pasal 25 UU No. 19
Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan Penjelasan,
menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya. Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangan
hukumnya antara lain mengemukakan bahwa kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang
syariah diserahkan kepada Majelis Ulama Indonesia karena memiliki landasan historis,
sosiologis dan yuridis, di samping adanya kesepakatan bersama antara pembuat undang-
undang yaitu pemerintah dan DPR dalam rangka terjadinya ketertiban dan kepastian hukum.

9
Dengan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, pada satu sisi meneguhkan
eksistensi kewenangan penetapan fatwa terkait perbankan syariah khususnya dan
juga ekonomi dan keuangan syariah pada umumnya, berada di MUI - dalam hal ini
DSN-MUI. Namun pada sisi lain, hal ini menjadi catatan kita semua untuk lembaga
atau ormas keIslamanan secara umum dan khususnya untuk MUI dan KBL (Komisi,
Badan dan Lembaga) yang ada di bawah MUI untuk terus menjaga kepercayaan dan
harapan masyarakat serta dapat mempertanggungjawabkan segala kegiatan yang
dilakukan secara transparan kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya. Sehingga
secara kultural, masyarakat menerima dan membutuhkan MUI termasuk KBL yang
ada di bawahnya.

10
Kegiatan Workshop Pra-Ijtima’ Sanawi ini akan berlangsung selama 7 hari.
Alhamdulillah, workshop hari ini adalah, hari keempat (Kamis, 7 September 2023),
untuk para DPS bidang IKNB Syariah, yaitu Perusahaan Pembiayaan, Modal Ventura,
Perdagaian dan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK) Syariah.

Kami atas nama MUI berharap bahwa melalui kegiatan Workshop Pra-Ijtima’ Sanawi
(Annual Meeting) DPS VIII Tahun 2023, Fatwa-fatwa DSN-MUI yang sudah disahkan
dapat diketahui dan dipahami dengan baik oleh para DPS Perusahaan Pembiayaan,
Modal Ventura, Perdagaian dan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK) Syariah
khususnya dan selanjutnya nanti menjadi bahan dalam melakukan pengawasan di
perusahaan yang diawasinya.

11
‫الحمد هلل رب العاملين‬
‫‪TERIMA KASIH‬‬

Anda mungkin juga menyukai