Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perbankan syariah Sejak awal kelahirannya dilandasi dengan kehadiran dua

gerakan yakni, renaisance islam modern : neorevivalis dan modernis.1 Tujuan

utama dari pendirian lembaga keuangan berlandaskan etika ini adalah tiada lain

sebagai upaya dari akum muslimin untuk mendasari segenap aspek kehidupan

ekonominya berlandaskan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Upaya awal penerapan

sistem Profit dan Loss Sharing2 ini digunakan di Pakistan pada tahun 1940-an.

Kemudian Perbankan Islam lainnya muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-

embel Islam, karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan

melihatnya sebagai gerakan fundamentalis.3 Perintisnya adalah Ahmad El Najjar.

Sistem pertama yang dikembangkan adalah mengambil bentuk sebuah bank

simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba) pada tahun 1963.

Kemudian pada tahun 70-an, telah berdiri setidaknya 9 bank yang tidak

memungut maupun menerima bunga, sebagian besar berinvestasi pada usaha-

1
Abdullah Saeed, Islamic Banking and Interest, 1996. Dalam Buku Muhammad Syafi’i
Antonio, Islamic Banking Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, (Jakarta, Gema Insani, 2011), hlm.
18.
2
Profit and loss sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan. Dalam
kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Profit secara istilah adalah perbedaan yang timbul
ketika total pendapatan suatu perusahaan lebih besar dari biaya total. Dalam istilah lain profit
sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah
dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Lihat
Muhammad, Manajamen Bank Syariah, (Yogyakarta: UMP AMP YKPN, 2002), hlm. 101.
3
Menurut KBBI kata fundamental sebagai kata sifat yang memberikan pengertian bersifat
dasar (pokok) mendasar, diambil dari kata “fundament” yang berarti dasar, asas, alas, fondasi.
Dengan demikian fundamentalisme dapat diartikan dengan paham yang berusaha untuk
memperjuangkan atau menerapkan apa yang dianggap mendasar.
2

usaha perdagangan dan industri secara langsung dalam bentuk partnership dan

membagi keuntungan yang didapat dengan para penabung.4

Sejarah awal mula kegiatan Bank Syariah yang pertama sekali dilakukan di

Pakistan dan Malaysia pada sekitar tahun 1940-an. Kemudian di Mesir pada tahun

1936.5 Salah satu negara pelopor utama dalam melaksanakan sistem Perbankan

Syariah secara nasional adalah Pakistan. Pemerintah Pakistan mengkonversi

seluruh sistem perbankan di negaranya pada tahun 1985 menjadi sistem

Perbankan Syariah. Kehadiran bank yang berdasarkan syariah di Indonesia masih

relatif baru, yaitu baru pada awal tahun 1990-an, meskipun masyarakat Indonesia

merupakan masyarakat Muslim terbesar di dunia.6

Rintisan praktek perbankan Islam di Indonesia dimulai pada awal periode

1980-an, melalui diskusi-diskusi bertemakan bank Islam sebagai pilar ekonomi

Islam. Tokoh-tokoh yang terlibat dalam pengkajian tersebut, untuk menyebut

beberapa, di antaranya adalah Karnaen A Perwataatmadja, M Dawam Rahardjo,

AM Saefuddin, dan M Amien Azis. Sebagai uji coba, gagasan perbankan Islam

dipraktekkan dalam skala yang relatif terbatas di antaranya di Bandung (Bait At-

Tamwil Salman ITB) dan di Jakarta (Koperasi Ridho Gusti).7

4
Muhammad Syafi’i Antonio, Islamic Banking Bank Syariah Dari Teori ke Praktik,
(Jakarta: Gema Insani, 2001), hlm. 18.
5
Dr. Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada,
2012), hlm. 166.
6
Dr. Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. hlm. 167
7
Muhammad Syafi’i Antonio, Islamic Banking Bank Syariah Dari Teori ke Praktik,
(Jakarta: Gema Insani, 2001), hlm. 25.
3

Ide untuk mendirikan Bank yang menggunakan prinsip bagi hasil sudah

muncul sejak 1970-an. Gagasan ini dibicarakan pada seminar nasional hubungan

Indonesia dengan Timur Tengah pada 1974 dan dalam seminar internasional yang

dilaksanakan oleh Lembaga Studi Ilmu-Ilmu Kemasyarakatan (LSIK) dan

yayasan Bhineka Tunggal Ika pada 1976. Setelah diadakan penelitian yang

mendalam, usaha untuk mrdirikan bank syariah sedikit ada kendala, yaitu tidak

ada payung hukum yang mengatur tentang bank yang oprasionalnya yang

memakai prinsip bagi hasil. Kalau tetap dioprasikan bank syariah itu, maka

sejalan dengan undang-undang nomor 14 tahun 1967 tentang pokok-pokok

perbankan yang berlaku pada waktu itu. Selain hambatan ini lahirnya bank syariah

dianggap sementara oleh pihak ada keterkaitan dengan faktor ideologi yang

dianggapnya bagian dari konsep negara Islam.8

Pada periode 1990-2000, K.H. Hasan Basri terpilih sebagai ketua umum

Majelis Ulama Indonesia. Meski kondisi beliau sakit-sakitan, namun masih

banyak yang disumbangkan. Beliau turut berperan memberikan masukan kepada

pemerintah, khususnya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, untuk mengoreksi

dan meluruskan buku-buku pelajaran yang memuat materi yang menyimpang.

Karya besar dari K.H. Hasan Basri adalah prakarsa MUI untuk mendirikan Bank

Muamalat Indonesia (BMI), memprakarsai berdirinya Badan Arbitrase Majelis

Ulama Indonesia (BAMUI), memberikan rekomendasi untuk mendirikan Bank

8
Muhammad Syafi’i Antonio, Islamic Banking Bank Syariah Dari Teori ke Praktik,
(Jakarta: Gema Insani, 2001), hlm.25.
4

Perkreditan Rakyat (BPR) dan mendirikan Yayasan Dana Dakwah Pembangunan

untuk menunjang kegiatan dakwah Islamiyah.9

Kiprah yang terpenting dicatat cukup akseleratif pasca reformasi adalah

dalam membina pertumbuhan ekonomi syariah. Hal ini terutama pada awalnya

dipicu momentum pengesahan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang

di tandatangani Presiden BJ Habibie pada 10 November 1999. Sebenarnya, kiprah

MUI dalam mendorong Perbankan syariah telah di mulai sejak tahun 1990, jauh

sebelum UU 10/1998 lahir.10

Prakarsa lebih khusus mengenai pendirian Bank Islam di Indonesia

dilakukan tahun 1990. Ide mendirikn Bank Muamalat Indonesia tercetus dalam

sebuah lokakarya MUI bertema “Masalah Bunga Bank dan Perbankan” yang

diadakan pada tanggal 18-20 Agustus tahun tersebut, Majelis Ulama Indonesia

(MUI) menyelenggarakan lokakarya bunga bank dan perbankan di Cisarua,

Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut kemudian dibahas lebih mendalam

pada Musyawarah Nasional IV di Jakarta 22-25 Agustus 1990, yang

menghasilkan amanat bagi pembentukan kelompok kerja pendirian bank Islam di

Indonesia. Kelompok kerja dimaksud disebut Tim Perbankan MUI dengan diberi

tugas untuk melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak yang

terkait.11

9
Majelis Ulama Indonesia, 35 Tahun Majelis Ulama Indonesia, (Jakarta: Majelis Ulama
Indonesia, 2010), hlm. 23.
10
Majelis Ulama Indonesia, 35 Tahun Majelis Ulama Indonesia, (Jakarta: Majelis Ulama
Indonesia, 2010), hlm. 34.
11
Muhammad Syafi’i Antonio, Islamic Banking Bank Syariah Dari Teori ke Praktik,
(Jakarta: Gema Insani, 2001), hlm. 26.
5

Uniknya, saat itu belum tersedia UU yang memayungi beroperasinya Bank

dengan prinsip syariah. Maka meski BMI sudah didirikan belum bisa beroperasi.

Payung hukum perbankan syariah baru lahir pada 25 Maret 1992, berupa UU No

7 Tahun 1992 tentang Perbankan.12

Pada akhir 80-an dan awal 90-an di masa Orde Baru kegiatan keislaman

mulai menggeliat. Pemerintahan Orde Baru memiliki andil besar mengakomodasi

ekonomi keumatan. Bersama-sama sejumlah menteri, Soeharto merestui

beroperasinya Bank Islam, yakni Bank Muamalat Indonesia. Kemudian

mendapatkan legimitasi kuat setelah RUU Perbankan disahkan menjadi UU

Perbankan. UU Perbankan ini pula yang menjadi landasan hukum berdirinya

lembaga-lembaga keuangan Syariah.13

Sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut adalah berdirinya PT Bank

Muamalat Indonesia, yang sesuai akte pendiriannya, berdiri pada tanggal 1

November 1991. Sejak tanggal 1 Mei 1992, BMI resmi beroperasi dengan modal

awal sebesar Rp 106.126.382.000,-. Sampai bulan September 1999, Bank syariah

Indonesia pertama telah memiliki lebih dari 45 outlet yang tersebar di seluruh

wilayah Indonesia.14

12
Majelis Ulama Indonesia, 35 Tahun Majelis Ulama Indonesia, (Jakarta: Majelis Ulama
Indonesia, 2010), hlm. 34-35.
13
Eman Mulyatman ,” Ketika Soeharto Ijo Royo-royo”, Sabili, Edisi Khusus Juli 2004,
hlm. 52.
14
Majelis Ulama Indonesia, 35 Tahun Majelis Ulama Indonesia, (Jakarta: Majelis Ulama
Indonesia, 2010), hlm. 35.
6

Kelahiran Bank Islam di Indonesia relatif terlambat dibandingkan dengan

negara-negara lain sesama anggota OKI. Hal tersebut merupakan ironi, mengingat

pemerintah RI yang diwakili Menteri Keuangan Ali Wardana, dalam beberapa

kali sidang OKI cukup aktif memperjuangkan realisasi konsep bank Islam, namun

tidak diimplementasikan di dalam negeri. K.H. Hasan Basri, yang pada waktu itu

sebagai Ketua MUI memberikan jawaban bahwa kondisi keterlambatan pendirian

Bank Islam di Indonesia karena political-will belum mendukung.15

Ekonomi syariah digadang-gadang sebagai sistem ekonomi yang tidak

terguncang akibat krisis yang terjadi di dunia. Bahkan ekonomi syariah dipandang

sebagai sebuah alternatif dan solusi untuk menyelesikn permasalahan ekonomi

dunia. Dalam ajaran Islam, ekonomi merupakan salah satu hal yang dibahas dan

mempunyai aturan. Semua sistem dan aturan dalam ekonomi syariah ini mengacu

pada mayoritas penduduk Indonesia yang sebagian besar adalah beragama Islam

dan merupakan negara muslim terbesar di dunia juga turut andil dalam

perkembangan ekonomi syariah di Indonesia.16

Ide kongkrit Pendirian Bank Muamalat Indonesia berawal dari lokakarya

“Bunga Bank dan Perbankan” yang diselenggarakan Majelis Ulama Indonesia

(MUI) pada tanggal 18-20 Agustus 1990 di Cisarua. Ide ini kemudian lebih

dipertegas lagi dalam Musyawarah Nasional (MUNAS) ke IV di Hotel Sahid Jaya

Jakarta tanggal 22-25 Agustus 1990 yang mengamanahkan kepada Bapak K.H.

15
Dr. K.H. Ma’aruf Amin, Pembaharuan Hukum Ekonomi Syariah Dalam Pengembangan
Produk Keuangan Kontemporer, (Banten: Yayasan An-Nawawi, 2013), hlm. 71.
16
Muhammad Syafi’i Antonio, Islamic Banking Bank Syariah Dari Teori ke Praktik,
(Jakarta: Gema Insani, 2001), hlm. 227.
7

Hasan Basri yang terpilih kembali sebagai Ketua Umum MUI, untuk

merealisasikan pendirian Bank Islam tersebut. Setelah itu, dibentuk suatu

Kelompok Kerja (POKJA) untuk mempersiapkan segala sesuatunya.17 Hal paling

utama dilakukan oleh Tim kelompok kerja ini di samping melakukan pendekatan-

pendekatan dan konsultasi dengan pihak-pihak terkait adalah menyelenggarakan

pelatihan calon staf melalui Management Development Program (MDP) di

Lembaga Pendidikan Perbankan Indonesia (LPPI), Jakarta yang dibuka pada

tanggal 29 Maret 1991 oleh Menteri Muda Keuangan, dan meyakinkan beberapa

pengusaha muslim untuk jadi pemegang saham pendiri. Untuk membantu

kelancaran tugas-tugasnya ini dibentuklah Tim Hukum Ikatan Cendekiawan

Muslim Indonesia (ICMI) yang di bawah Ketua Drs. Karnaen Perwaatmadja,

MPA. Tim ini bertugas untuk mempersiapkan segala sesuatu yang menyangkut

aspek hukum Bank Islam18.

Dari pembahasan diatas yang menarik dari Bank Muamalat Indonesia yaitu

peran K.H. Hasan Basri seorang pegagas Bank Muamalat Indonesia, dimana

beliau mendirikan Bank Muamalat ini melalui jalan yang cukup panjang. Ketua

Umum dan para anggota MUI menemui 17 Menteri untuk meminta persetujuan

utuk mendirikan Bank yang berbasis syariah, menariknya dari 17 Menteri itu tidak

ada satu pun yang menyetujui untuk mendirikan Bank syariah. 17 menteri itu

diantaranya menteri keungan yang saat itu menjabat pada pemerintahan presiden

17
Muhammad Syafi’i Antonio, Islamic Banking Bank Syariah Dari Teori ke Praktik,
(Jakarta: Gema Insani, 2001), hlm. 25.
18
M. Amin, Aziz, Mengembangkan Bank Islam Di Indonesia, dalam Muhammad Syafi’i
Antonio, Islamic Banking Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001), hlm.
25.
8

Soeharto memberi saran kepada K.H. Hasan Basri untuk menemui langsung

presiden Soeharto. Ketua Umum dan para anggota MUI langsung menemui

Presiden RI untuk membicarakan mengenai pendirian Bank Syariah dan Presiden

Soeharto menyetujui ide pendirian Bank berbasis Syariah dan memberi modal

sahamnya sebesar 3 milyar, dari salah satu yayasan yang di kendalikannya.

Maka dari itu penulis tertarik mengangkat judul “Pemikiran dan

Kontribusi K.H. Hasan Basri Terhadap Pendirian Bank

Muamalat Indonesia Tahun 1990-1994”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkana latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Pendirian Bank Muamalat Indonesia ?

2. Bagaimana Pemikiran dan Kontribusi K.H. Hasan Basri Terhadap Bank

Muamalat Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui hal-hal sebagai berikut:

1. Mengetahui Pendirian Bank Muamalat Indonesia

2. Mengetahui Pemikiran dan Kontribusi K.H. Hasan Basri Terhadap Bank

Muamalat Indonesia
9

D. Kajian Pustaka

Menghindari adanya plagiarisme dan menegaskan kebenaran penelitian

yang dilakukan, penulis melakukan kajian pustaka. Adapun kajian pustaka yang

penulis lakukan adalah dengan menelusuri hasil penelitian atau karya-karya yang

memiliki keterkaitan dengan penelitian yang akan penulis lakukan. Studi

terdahulu yang dimaksud adalah tulisan-tulisan secara kritis-analisis beberapa

aspek mengenai Kontribusi K.H. Hasan Basri terhadap berdirinya Bank Muamalat

Indonesia, atau dengan kata lain, tulisan-tulisan tersebut merupakan karya tulis

ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan yang penulis teliti. Diantaranya ialah

sebagai berikut :

1. DR. Hadariansyah AB, 2010. “K.H HASAN BASRI Kajian Biografis

Tokoh Majelis Ulama Indonesia 1920-1988 ”.

buku ini berasal dari sebuah disertasi yang diajukan oleh DR.

Hadariansyah AB untuk meraih gelar doktor pada IAIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Disertasi ini berjudul “K.H. Hasan Basri (1920-

1988) : Kajian Biografis Tokoh Majelis Ulama Indoneia. Dalam disertasi

tersebut dibahas mengenai Biografi K.H. Hasan Basri dari tahun 1920-

1988. Diterbitakannya buku ini dimaksudkan untuk lebih memperkenalkan

bahwa K.H. Hasan Basri sesungguhnya adalah seorang tokoh berasal dari

regional Kalimantan yang mampu tampil dipentas nasional sebagai tokoh

ulama terkemuka dikalangan ulama pada Majelis Ulama Indonesia. Buku

ini pun hanya memfokuskan pada biografi K.H. Hasan Basri. Sedangkan
10

dalam penulisan ini penulis lebih memfokuskan pada pemikiran dan

kontribusinya K.H. Hasan Basri terhadap pendirian Bank Muamalat

Indonesia tahun 1990-1994.

2. Ahmad Abas Mustofa 2008. “Perkembangan Bank Muamalat

Indonesia 1990-2008”.

Dalam skripsi tersebut pembahasan lebih kepada sejarah dan

pengembangan Bank Muamalat Indonesia tahun 1990-2008. Sedangkan

dalam penulisan ini penulis lebih kepada pemikiran dan kontribusi K.H.

Hasan Basri

Buku-buku dan skripsi-skripsi hasil tinjauan pustaka di atas merupakan

pembanding terhadap kedudukan penelitian yang peneliti lakukan terkait

dengan judul penelitian yang peneliti angkat, yaitu “Pemikiran dan Kontribusi

K.H. Hasan Basri Terhadap Pendirian Bank Muamalat Indonesia Tahun 1990-

1994”. Perbedaan subjek pembahasan dari karya-karya sebelumnya dengan

penelitian yang peneliti lakukan terletak dalam beberapa hal. Pertama, sosok

K.H. Hasan Basri yang dalam karya tersebut di atas membahas biografi K.H.

Hasan Basri mulai dari latar belakang kehidupan hingga wafatnya yang

didasarkan pada sudut pandang pribadi penulisnya sehingga sangat subjektif.

Kedua, terkait dengan Perkembangan Bank Muamalat Indonesia menjadikan

fokus dalam karya tersebut di atas, bukan pada pemikiran dan kontribusi.

Sedangkan penelitian sejarah sebelumnya memfokuskan pada biografi K.H.

Hasan Basri. Dan pada penelitian yang lainnya pula memfokuskan pada

sejarah Perkembangan Bank Muamalat Indonesia.


11

E. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan

menggunakan metode historis yang merupakan metode penelitian sejarah yang

terdiri dari beberapa tahapan, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi

(penulisan).19 Adapun perincian metode yang digunakan tersebut adalah sebagai

berikut:

1. Heuristik

Heuristik adalah kegiatan mencari sumber untuk mendapatkan data-data

atau materi sejarah atau evidensi sejarah.20 Dalam metode penelitian sejarah,

tahapan heuristik merupakan tahapan pertama. Dalam penelusuran sumber

yang akan digunakan dalam penelitian menggunakan sumber-seumber yang

berupa sumber tertulis, sumber lisan dan sumber benda yang relevan dengan

judul penelitian. Sementara untuk lokasi sumber sendiri, peneliti mencarinya

ke berbagai tempat, diantaranya ke Sekretariat Majelis Ulama Indonesia

(MUI) di Jakarta Pusat, Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Masjid

Al-Azhar Keboyan Baru Jakarta, serta berbagai perpustakaan, seperti

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI), Bapusipda, Batu Api,

perpustakaan UIN SGD Bandung, dan perpustakaan Fakultas Adab dan

Humaniora. Penulis juga melakukan wawancara dengan saksi pada saat

pendirian MUI yang saat ini masih bekerja sebagai staff sekretariat MUI.

19
Sulasman, Metodologi Penelitian Sejarah, (Bandung: Pustaka Setia, 2014), hlm.90.
20
Sulasman, Metodologi Penelitian Sejarah, hlm. 90.
12

Adapun sumber-sumber yang didapatkan selama penelusuran sumber

tersebut diantaranya adalah:

a. Sumber Tertulis

1) Buku

a) “K.H. Hasan Basri 1920-1988: Kajian Biografis Tokoh Majelis

Ulama Indonesi” karya DR Hadariansyah AB tahun 2010. Buku ini

menjelasakan tentang Biografis K.H. Hasan Basri yang berasal dari

regional Kalimantan yang mampu tampil dipentas nasional sebagai

tokoh ulama terkemuka di kalangan ulama pada Majelis Ulama

Indonesia.

b) “K.H Hasan Basri 70 Tahun Fungsi Ulama dan Peranan Masjid”

karya H. Ramlan Mardjoned tahun 1990. Buku ini menjelaskan

tentang kehidupan seorang K.H Hasan Basri selama 70 tahun dan

kepemimpinannya di Majelis Ulama Indonesia (MUI).

c) “Ahlak dan Pembangunan tahun 1995” karya dari para anggota

MUI termasuk K.H Hasan Basri sendiri tahun 1995. Buku ini

menjelaskan kegiatan-kegiatan MUI yang pada waktu itu K.H Hasan

yang masih menjadi Pemimpin MUI.

d) “Ulama Indonesia di Mata Dunia”. Karya Isa Anshary tahun 1989.

Buku ini menjelaskan bagaimana ulama daerah yaitu K.H Hasan

Basri yang mendunia.


13

e) “Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional”. Karya Tim penulis

Dewan Syariah Nasional MUI 2003. Buku ini menjelaskan tentang

Fatwa-fatwa ekonomi Syariah.

f) “Perbankan Syariah Tinjauan dan beberapa segi Hukum”. Karya

Adrian Sutedi tahun 2009. Buku ini menjelaskan Awal mula

Perbankan Islam dan Berdirinya Bank Muamalat Indonesia.

g) “Islamic Banking Bank Syariah Dari Teori ke Praktik” karya

Muhammad Syafi’i Antonio tahun 2001. Buku ini menjelaskan

tentang sejarah awal berdirinya Bank yang berbasis Syariah dan

eksistensi Bank Syariah di Indonesia.

h) “35 Tahun Majelis Ulama: Berkiprah Menjaga Integritas Bangsa”

yang diterbitkan oleh sekretariat MUI tahun 2010. Buku ini berisi

sejarah berdirinya MUI, kiprahnya selama 35 tahun, dan gaya

kepemimpinan dari masing-masing ketua MUI yang salah satunya

adalah K.H Hasan Basri.

i) “20 tahun Majelis Ulama Indonesia”, yang diterbitkan oleh Majelis

Ulama Indonesia. Buku ini berisi tentang fatwa-fatwa yang

dikeluarkan oleh MUI yang pada saat itu K.H Hasan Basri masih

menjadi ketua MUI.

j) “Pembaharuan Hukum Ekonomi Syariah”. Karya Dr. K.H Ma’aruf

Amin tahun 2013. Buku ini menjelaskan tentang ekonomi syariah

kontemporer di Indonesia.
14

k) “Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia” yang diterbitkan oleh

MUI tahun 2003. Buku ini berisi kumpulan fatwa dari sejak

berdirinya MUI hingga tahun 2000.

l) “Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya” karya Dr. Kasmir tahun

2012. Buku ini menjelaskan tentang Produk Bank Syariah dan

Pembiayaan bagi hasil.

2) Majalah

a) “Peningkatan Ukhuwah dan Dakwah Bilhal”, Mimbar Ulama No

201 th XIX Dzulqa’idah H./Maret-April 1995 M. Berisi berita

mengenai pembangunan nasional dan sejarah Islam..

b) “Amanat Presiden Soeharto kepada Majelis Ulama Indonesia”.

Mimbar Ulama No 205 th XX Rabi’ul Awwal 1415 H/Agustus

1994 M. Berisi tentang amanat presiden kepada Majelis Ulama

Indonesia untuk mempertahankan pembangunan nasional dan

mempertahankan perekonomian.

c) “Mengenal Lebih Dekat Dengan K.H Hasan Basri”, Mimbar Ulama

N0 205 th XX Rabi’ul Awwal 1415 H/Agustus 1994 M. Berisi berita

mengenai Biografi K.H Hasan Basri.

d) “Ketika Soeharto Ijo Royo-royo”, Sabili, Edisi Khusus Juli 2004.

Berisi berita mengenai orde baru merapat ke Islam.


15

2. Kritik

Tahapan kedua dari metode sejarah adalah tahapan kritik, yaitu proses

verifikasi sumber yang telah didapatkan untuk memperoleh otentisitas dan

kredibilitas dari sumber tersebut. Adapun tahapan kritik ini terbagai menjadi

dua, yaitu kritik eksternal yang berkaitan dengan otentisitas atau keaslian

sumber dan kritik internal yang berkaitan dengan kredibilitas sumber.21

a. Kritik Ekstern

Dalam hal kaitannya dengan kritik eksternal yang dilakukan untuk

menentukan otentisitas sumber yang diteliti, yaitu otentik atau tidaknya,

utuh atau tidaknya, ataupun asli atau palsu sumber tersebut. Peneliti

melakukan pengujian atas asli atau tidaknya sumber tersebut dengan

menyeleksi segi-segi fisik dari sumber yang ditemukan. Bila sumber itu

merupakan dokumen tertulis, maka harus diteliti kertasnya, tintanya, gaya

tulisannya, bahasanya, kalimatnya, ungkapannya, kata-katanya, hurufnya

dan segi penampilannya yang lain otentisitas itu minimal diuji berdasarkan

lima pertanyaan pokok, yaitu: 1) kapan sumber itu dibuat? 2) dimana

sumber itu dibuat? 3) siapa yang membuat? 4) dari bahan apa sumber itu

dibuat? 5) apakah sumber itu dalam bentuk asli?22

21
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, (Jakarta: Logos, 1999), hlm. 59-61.
22
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, hlm. 59-60.
16

1) Buku

a) “K.H. Hasan Basri 1920-1988: Kajian Biografis Tokoh Majelis

Ulama Indonesi” karya DR Hadariansyah AB tahun 2010. Buku

ini menjelasakan tentang Biografis K.H. Hasan Basri yang berasal

dari regional Kalimantan yang mampu tampil dipentas nasional

sebagai tokoh ulama terkemuka di kalangan ulama pada Majelis

Ulama Indonesia.

b) “K.H Hasan Basri 70 Tahun Fungsi Ulama dan Peranan Masjid”

karya H. Ramlan Mardjoned tahun 1990. Buku ini menjelaskan

tentang kehidupan seorang K.H Hasan Basri selama 70 tahun dan

kepemimpinannya di Majelis Ulama Indonesia (MUI).

c) “Ahlak dan Pembangunan tahun 1995” karya dari para anggota

MUI termasuk K.H Hasan Basri sendiri tahun 1995. Buku ini

menjelaskan kegiatan-kegiatan MUI yang pada waktu itu K.H

Hasan yang masih menjadi Pemimpin MUI.

d) “Ulama Indonesia di Mata Dunia”. Karya Isa Anshary tahun

1989. Buku ini menjelaskan bagaimana ulama daerah yaitu K.H

Hasan Basri yang mendunia.

e) “Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional”. Karya Tim penulis

Dewan Syariah Nasional MUI 2003. Buku ini menjelaskan

tentang Fatwa-fatwa ekonomi Syariah.


17

f) “Perbankan Syariah Tinjauan dan beberapa segi Hukum”. Karya

Adrian Sutedi tahun 2009. Buku ini menjelaskan Awal mula

Perbankan Islam dan Berdirinya Bank Muamalat Indonesia..

g) “Islamic Banking Bank Syariah Dari Teori ke Praktik” karya

Muhammad Syafi’i Antonio tahun 2001. Buku ini menjelaskan

tentang sejarah awal berdirinya Bank yang berbasis Syariah dan

eksistensi Bank Syariah di Indonesia.

h) “35 Tahun Majelis Ulama: Berkiprah Menjaga Integritas

Bangsa” yang diterbitkan oleh sekretariat MUI tahun 2010. Buku

ini berisi sejarah berdirinya MUI, kiprahnya selama 35 tahun, dan

gaya kepemimpinan dari masing-masing ketua MUI yang salah

satunya adalah K.H Hasan Basri.

i) “20 tahun Majelis Ulama Indonesia”, yang diterbitkan oleh

Majelis Ulama Indonesia. Buku ini berisi tentang fatwa-fatwa

yang dikeluarkan oleh MUI yang pada saat itu K.H Hasan Basri

masih menjadi ketua MUI.

j) “Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia” yang diterbitkan

oleh MUI tahun 2003. Buku ini berisi kumpulan fatwa dari sejak

berdirinya MUI hingga tahun 2000.

k) “Pembaharuan Hukum Ekonomi Syariah”. Karya Dr. K.H

Ma’aruf Amin tahun 2013. Buku ini menjelaskan tentang

ekonomi syariah kontemporer di Indonesia.


18

l) “Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya” karya Dr. Kasmir tahun

2012. Buku ini menjelaskan tentang Produk Bank Syariah dan

Pembiayaan bagi hasil.

2) Majalah

a) “Peningkatan Ukhuwah dan Dakwah Bilhal”, Mimbar Ulama No

201 th XIX Dzulqa’idah H./Maret-April 1995.

Majalah ini didapat di Kantor Pusat Majelis Ulama Indonesia

dalam bentuk asli yang kemudian penulis memotocopynya.

Dalam edisi yang terbit pada tanggal tersebut yang dipilih

mengenai pemberitaan yang sesuai dengan judul penelitian.

Beritia mengenai pembangunan nasional dan sejarah Islam.

b) “Amanat Presiden Soeharto kepada Majelis Ulama Indonesia”,

Mimbar Ulama No 205 th XX Rabi’ul Awwal 1415 H/Agustus

1994 M.

Berita ini berisi tentang amanat Soeharto kepada Majelis Ulama

Indonesia untuk mempertahankan pembangunan nasional dan

meningkatkan perekonomian.

c) “Mengenal Lebih Dekat Dengan K.H Hasan Basri”, Mimbar

Ulama N0 205 th XX Rabi’ul Awwal 1415 H/Agustus 1994 M.

Berisi berita mengenai Biografi K.H Hasan Basri.

Majalah ini didapat dari kantor pusat Majelis Ulama Indonesia

dalam bentuk asli yang kemudian penulis memotocopynya.

Dalam edisi ini memberitakan Biografi K.H Hasan Basri.


19

d) “Ketika Soeharto Ijo Royo-royo”, Sabili, Edisi Khusus Juli 2004.

Majalah ini didapat dari kakek yang mempunyai majalah ini sejak

dulu dalam bentuk asli. Isi berita dalam majal ini ialah bagaimana

Soeharto menyetujui pendiriannya Bank Muamalat Indonesia.

keputusan Mu’tamar masjid yang ditejemahkan ke dalam bahasa

Indonesia.

b. Kritik Intern

Sementara itu, dalam proses kritik internal yang dilakukan untuk

menentukan kredibilitas sumber dalam penulisan makalah ini, yaitu dengan

melakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1) meneliti sifat dari sumber

yang digunakan, apakah bersifat resmi atau tidak? 2) meneliti sumber

tersebut dari aspek mental penulisnya dan apakah penulis sumber tersebut

mau atau tidak dalam menyampaikan informasi yang dimilikinya? 3)

membandingkan dengan sumber yang lain, 4) melakukan korborasi atau

saling mendukung antar sumber yang tersedia.23 Dengan melakukan kritik

tersebut, penulis dapat menentukan shahih tidaknya bukti atau fakta sejarah

dari sumber yang didapatkan.

1) Buku

a) DR Hadariansyah AB, 2010. “K.H. Hasan Basri 1920-1988: Kajian

Biografis Tokoh Majelis Ulama Indonesi”

Buku ini menjelasakan tentang Biografis K.H. Hasan Basri yang

berasal dari regional Kalimantan yang mampu tampil dipentas

23
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, terj. Nugroho Notosusanto, (Jakarta: ,1973), hlm.
114.
20

nasional sebagai tokoh ulama terkemuka di kalangan ulama pada

Majelis Ulama Indonesia.

b) H. Ramlan Mardjoned, 1990. “K.H Hasan Basri 70 Tahun Fungsi

Ulama dan Peranan Masjid”.

Buku ini menjelaskan tentang kehidupan seorang K.H Hasan Basri

selama 70 tahun dan kepemimpinannya di Majelis Ulama Indonesia

(MUI).

c) Majelis Ulama Indonesia, 1995. “Ahlak dan Pembangunan tahun

1995”

Buku ini menjelaskan kegiatan-kegiatan MUI yang pada waktu itu

K.H Hasan Bari yang masih menjadi ketua MUI.

d) Isa Anshary, 1989. “Ulama Indonesia di Mata Dunia”.

Buku ini menjelaskan bagaimana ulama daerah yaitu K.H Hasan

Basri yang mendunia. Buku ini ditulis bagimana Hasan Basri Ulama

yang mendunia.

e) Tim Dewan Syariah Nasional MUI, 2003. “Himpunan Fatwa Dewan

Syariah Nasional”.

Himpunan fatwa yang terdapat dalam buku ini disusun bedasarkan

bidang bukan berdasarkan periode tahun dikeluarkannya fatwa

tersebut meskipun identitas tahun dikeluarkannya dapat

diidentifikasi.

f) Adrian Sutedi, 2009. “Perbankan Syariah Tinjauan dan beberapa

segi Hukum”.
21

Buku ini menjelaskan Awal mula Perbankan Islam dan Berdirinya

Bank Muamalat Indonesia. Buku ini merupakan buku yang ditulis

oleh Adrian Sutedi tahun 2009. Dilihat dari judulnya terlihat jelas

berkaitan dengan kemunculan Perbankan Syariah di Dunia dan

Indonesia.

g) Muhammad Syafi’i, 2001.“Islamic Banking Bank Syariah Dari

Teori ke Praktik”

Buku ini menjelaskan tentang sejarah awal berdirinya Bank yang

berbasis Syariah dan eksistensi Bank Syariah di Indonesia.

h) Majelis Ulama Indonesia. 2010. “35 tahun Majelis Ulama Indonesia.

Jakarta: Majelis Ulama Indonesia.

Buku yang disusun dalam rangka memperingati 35 tahun MUI ini

menjelaskan sepak terjang MUI sejauh ini. Dari sini akan terlihat

subjektivitas dari penyusunannya karena yang menyusun adalah

MUI sendiri. Dengan jargon “Berkiprah Menjaga Integritas Bangsa”,

dijelaskan bagaimana kiprah dan perjalanan MUI yang telah genap

berusia 35 tahun dalam menjaga integritas bangsa Indonesia dalam

perspektif MUI sendiri.

i) Majelis Ulama Indonesia .“20 tahun Majelis Ulama Indonesia”,

yang diterbitkan oleh Majelis Ulama Indonesia.

Buku ini yang disusun oleh para anggota MUI termasuk ketua MUI

pada saat itu K.H Hasan Basri. Buku ini berisi tentang fatwa-fatwa
22

yang dikeluarkan oleh MUI yang pada saat itu K.H Hasan Basri

masih menjadi ketua MUI.

j) Majelis Ulama Indonesia, 2003 .“Himpunan Fatwa Majelis Ulama

Indonesia”

Buku ini berisi kumpulan fatwa dari sejak berdirinya MUI hingga

tahun 2000.

k) Ma’aruf Amin, 2013.“Pembaharuan Hukum Ekonomi Syariah”.

Buku ini menjelaskan tentang ekonomi syariah kontemporer di

Indonesia. Buku ini ditulis oleh K.H Ma’aruf Amin yang saat ini

menjadi ketua Majelis Ulama Indonesia. Buku ini menjjelaskan

tentang transformas fikih muamalat dalam pengembangan ekonomi

syariah.

l) Kasmir, 2012. “Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya”.

Buku ini menjelaskan tentang Produk Bank Syariah dan Pembiayaan

bagi hasil. Buku yang di tulis oleh Kasmir ini berisi tentang produk-

produk Bank Syariah dan akad-akadnya atau pembiayaan bagi hasil.

2) Majalah

a) “Peningkatan Ukhuwah dan Dakwah Bihal”, Mimbar Ulama No 201

th XIX Dzulqa’idah H./Maret-April 1995.

Berita ini berisi adanya pembangunan dan bertambahnya tantangan

yang dihadapi juga terjadi perubahan sosial.


23

b) “ Amanat Presiden Soeharto kepada Majelis Ulama Indoesia”

Mimbar Ulama No 205 th XX Rabi’ul Awwal 1415 H/Agustus 1994

M.

Berita ini berisi tentang amanat dari Soeharto kepada Majelis Ulama

Undonesia untk mempertahankan pembangunan nasional dan

meningkatkan perekonomian.

c) “Mengenal Lebih Dekat Dengan K.H Hasan Basri”, Mimbar Ulama

No 205 th XX Rabi’ul Awwal 1415 H/Agustus 1994 M.

Berita ini merupakan biografi K.H Hasan Basri dan perjalan selama

menjadi ketua MUI.

d) “Ketika Soeharto Ijo Royo-royo”, Sabili, Edisi khusus Juli 2004.

Isi dari berita ini bagaimana Soeharto menyetujui berdirinya Bank

Muamalat Indonesia.

3. Interpretasi

Tahapan yang ketiga adalah interpretasi atau penafsiran, yaitu proses

penafisran sejarah dari sumber-sumber yang telah diverifikasi.24 Penafsiran

ini dapat berupa analisis atau menguraikan maupun sintesis atau menyatukan

berbagai fakta. Fakta-fakta yang didapat dari hasil kritik di atas, kemudian

penulis interpretasikan sehingga dalam memahami permasalahan yang akan

diangkat dalam penelitian ini dapat ditarik garis besarnya.

24
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (2008), hlm. 102.
24

Interpretasi atau penafsiran sejarah disebut juga analisis sejarah. Analisis

ini berarti menguraikan secara terminologis objek kajian yang sedang diteliti.

Menindaklanjuti hal tersebut, maka teori yang dapat digunakan untuk

menganalisis terkait dengan judul penelitian yang sesuai, dapat menggunakan

teori kepemimpinan, yaitu teori hubungan yang lebih dikenal dengan teori

transformasi. Teori ini terfokus pada hubungan yang terbentuk antara

pemimpin dan anggotanya. Pemimpin transformasional dan memotivasi

setiap anggota dan unsur yang terkandung di dalamnya untuk bekerja

berirama dengan anggota kelompok untuk mengembangkan potensi secara

maksimal. Hal ini sesuai dengan teori The Great Man yang dikemukakan oleh

Thomas Carlyle dan James A. Proude. Mereka berpendapat bahwa yang

menjadi faktor utama dalam perkembangan sejarah, yaitu tokoh-tokoh besar

seperti negarawan, kaisar, raja, panglima perang, dan lain-lain.25

Konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian skripsi ini, yaitu

menjelaskan istilah-istilah yang terkait dengan dengan judul yang diangkat,

“Pemikiran dan Kontribusi K.H. Hasan Basri terhadap pendirian Bank

Muamalat Indonesia tahun 1990-1994”, antara lain:

a. Pemikiran

Pemikiran K.H Hasan Basri terhadap ekonomi ummat Indonesia belum

sepenuhnya mampu mengerahkan dan memanfaatkan potensi sumber daya

sosial ekonominya untuk mendukung pembangunan nasional, terutama

karena belum tersedianya pranata kelembagaan sosial ekonomi yang selaras

25
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Pers, 1999), hlm. 264-
268.
25

dengan sistem perekonomian modern menjelang dan dalam era tinggal

landas. Dalam memantapkan dan melestarikan program pembangunan jangka

panjang tahap kedua diperlukan penyelarasan kelembagaan sosial ekonomi

masyarakat, khususnya ummat Islam. Beliau sangat prihatin melihat kondisi

perbankan yang marak dengan bunga riba, sehingga timbullah sebuah

gagasan untuk mendirikan perbankan syariah.

b. Kontribusi

Kontribusi K.H Hasan Basri setelah mencetuskan ide dalam mendirikan

bank tanpa bunga dengan menggelar seminar dan kemudian dibawanya ke

Munas Pada tahun 1988 melalui kerja sama dengan Menteri Keuangan. Di

Munas tersebut pun beliau dan anggota lainnya memutuskan mengambil

prakkarsa membuat bank tanpa bunga. Maka dibuatlah kelompok kerja yang

diketuai Sekjen MUI waktu itu HS Prodjokusumo. K.H. Hasan Basri

kemudian mencoba melobi Presiden Soeharto secara pribadi sehingga

Presiden setuju didirikannya Bank Muamalat. Dan bank tanpa bunga resmi di

dirikan pada tahun 1990. Bank Islam yang terbentuk disepakati bernama

Bank Muamalat Indonesia (BMI). “Muamalat” dalam istilah fiqih berarti

hukum yang mengatur hubungan antar manusia. Nama alternatif lain yang

muncul pada masa pembentukan itu adalah Bank Syariat Islam. Namun

mengingat pengalaman pemakaian kata syariat islam pada Piagam Jakarta,

akhirnya nama itu tidak dipilih. Nama lain yang diusulkan adalah Bank

Muamalat Islam Indonesia. Presiden Soeharto kemudian menyetujui nama

terkahir dengan menghilangkan kata Islam.


26

Terkait dengan konsep-konsep di atas, penelitian ini dimaksudkan untuk

menjelaskan bagaimana perekonomian syariah berdiri dan berkembang.

Untuk mendeskripsikan persoalan tersebut, pemikiran dan kontribusi K.H.

Hasan Basri sebagai ketua Umum Majelis Ulama Indonesia dapat

menjelasakan bagimana lahirnya perekonomian syariah dan perbankan

syariah di Indonesia.

Terkait dengan menganalisis kontribusi sebagai ketua Umum MUI ke-3.

Berkat hubungan baik dengan pemerintah , pada masa kepemimpinannya

beliau berhasil memelopori pendirian bank tanpa bunga pertama di Indonesia,

yaitu Bank Muamalat Indonesia.

4. Historiografi

Historiografi merupakan proses akhir yang dilakukan setelah melakukan

beberapa proses di atas, yang di mulai dari tahapan heuristik, lalu tahapan

kritik dan interpretasi. Pada tahapan ini, peneliti menggunakan penulisan

historis, jenis penulisan ini mengungkapkan fakta-fakta guna menjawab

pertanyaan dalam rumusan masalah. Sistematika penulisan ini

diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, yaitu: Bab I pendahuluan yang di

dalamnya menguraikan beberapa bagian mengenai latarbelakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, kajian pustaka, dan langkah-langkah

penelitian. Bab II menjelaskan tentang biografi K.H. Hasan Basri mulai dari

latar belakang keluarga, pendidikan, dan kepribadian, pengalaman organisasi,

aktivitas K.H. Hasan Basri hingga karya-karyanya, dan awal mula berdirinya

Bank Muamalat Indonesia. Bab III menjelaskan Pemikiran dan Kontribusi


27

K.H. Hasan Basri terhadap pendirian Bank Muamalat Indonesia tahun 1990-

1994, pemikiran politik K.H. Hasan Basri selama menjabat sebagai ketua

umum MUI, peran ulama dalam pengembangan dan sosialisasi perbankan

syariah. Bab IV berisi kesimpulan dari pembahasan bab-bab sebelumnya.

Pada bagian akhir, dilengkapi dengan daftar sumber dan lampiran-lampiran.

Anda mungkin juga menyukai