Anda di halaman 1dari 9

Dalam dunia perbankan yang mendasarkan kegiatan operasional usahanya berdasarkan prinsip

syariah, kita mengenal dengan sebutan bank syariah, bank Islam (islamic banking), la riba bank, atau
sebutan lainnya. Sebenarnya upaya awal penerapan sistem profit and loss sharing sudah tercatat di
Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940-an, yaitu adanya upaya mengelola dana jamaah haji secara
non-konvensional. Namun demikian sejarah perbankan syariah pertama kali berlangsung di Kairo Mesir
dengan di dirikannnya Islamic Rural Bank di Desa Mit Ghamr pada tahun 1963. Pada tahun 1967 di masa
Presiden Gamal Abdul Naser terjadi pergolakan politik di Mesir, kemudian Mit Ghamr diambil alih oleh
negara dan menjalankan operasional usahanya secara konvensional. Baru kemudian pada tahun 1971 di
masa Presiden Anwar Sadat, ia kembali menjalankan kegiatan berdasarkan prinsip syariah dan di ubah
namanya menjadi Nasser Social Bank dan tujuannya lebih bersifat sosial daripada komersial.

Perkembangan bank syariah secara internasional dimulai dengan adanya Sidang Menteri Luar Negeri
pada tahun 1970 yang di selenggarakan oleh Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Karachi Pakistan. Mesir
mengajukan sebuah proposal pendirian bank syariah internasional untuk perdagangan dan
pembangunan (International Islamic Bank for Trade and Development), serta proposal pendirian
Federasi Bank Islam (Federation of Islamic Banks). Inti dari proposal tersebut adalah mengusulkan
bahwa sistem keuangan berdasarkan bunga harus digantikan dengan suatu sistem kerjasama dengan
skema bagi hasil atas keuntungan maupun kerugian. Setelah mendapatkan pembahasan dari delapan
belas negara Islam, akhirnya proposal itu diterima. Dalam Sidang Menteri Luar Negeri tersebut
menyetujui rencana mendirikan Bank Islam Internasional dan Federasi Bank Islam. Baru pada tahun
1975 Sidang Menteri Keuangan OKI di Jeddah, menyetujui pendirian Islamic Development Bank (IDB)
dengan modal awal 2 miliar dinar Islam atau equivalen 2 miliar SDR (Special Drawing Right). Semua
anggota OKI menjadi anggota IDB.

Untuk membantu mendirikan bank-bank Islam di berbagai negara, maka Islamic Development Bank
(IDB) mendirikan sebuah institut riset dan pelatihan untuk pengembangan penelitian dan pelatihan
ekonomi Islam, baik dalam perbankan maupun keuangan secara umum. Lembaga ini dikenal dengan
Islamic Research and Training Institute (IRTI). Perkembangan berikutnya adalah mulai meningkatnya
minat bank-bank konvensional barat untuk membuka layanan syariah melalui Islamic Window. Dengan
demikian, setelah melihat keunggulan dari sistem perbankan Islam dan besarnya prospek
perkembangan perbankan islam, mereka mulai menyediakan jasa keuangan syariah. Tercatat pada
tahun 2005, Deutsche Bank, HSBC, Citigroup dan BNP Paribas mendirikan unit layanan syariah. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa perkembangan perbankan syariah sampai saat ini menganut dua
pola, pertama pendirian bank Syariah yang cenderung bersifat bank syariah murni, artinya semua
produk yang diberikan oleh sebuah bank mendasarkan pada ketentuan syariah semata, dan tidak ada
satupun yang mendasarkan pada ketentuan yang ada di bank konvensional, hal ini biasa di terapkan di
Negara-negara Timur Tengah, walaupun tidak semua wilayah Timur Tengah menerapkan prinsip syariah
secara murni. Pola kedua, melalui apa yang disebut dual banking system, yaitu suatu bank membuka
unit usaha syariah melalui Islamic Window, di samping juga tetap menjalankan usaha bank yang bersifat
konvensional. Pola kedua dibenarkan secara yuridis, jika pengelolaan diantara keduanya terpisah untuk
mencegah bercampurnya harta kekayaan. Pola kedua ini yang kebanyakan digunakan oleh bank-bank di
negara-negara sekuler, seperti di negara-negara Eropa dan Amerika, termasuk di dalamnya negara
Indonesia.

Sejarah perbankan syariah di Indonesia

Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia baru pada akhir-akhir abad ke 20 ini
memiliki bank-bank yang mendasarkan pengelolaannya pada prinsip syariah. Pada awal-awal berdirinya
negara Indonesia perbankan masih berpegang pada sistem konvensional atau sistem bunga bank
(interest system).

Secara kelembagaan bank syariah pertama kali yang berdiri di Indonesia adalah PT Bank Muamalat
Indonesia (BMI). Kemudian baru menyusul bank-bank lain yang membuka jendela syariah (Islamic
Window) dalam menjalankan kegiatan usahanya. Melalui Islamic Window ini, bank-bank konvensional
dapat memberikan jasa pembiayaan syariah kepada para nasabahnya melalui produk-produk yang
bebas dari unsur riba, gharar, dan maysir, dengan terlebih dahulu membentuk Unit Usaha Syariah (UUS).
UUS adalah unit kerja di kantor pusat bank umum konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari
cabang syariah dan atau unit syariah.

Dalam periode 1992 sampai dengan 1998 terdapat hanya satu bank umum syariah dan 78 bank
pembiayaan rakyat syariah (BPRS) yang telah beroperasi. Dengan di undangkannya UU No 10 Thn 1998
yang memberikan landasan hukum yang lebih kuat bagi keberadaan sistem perbankan syariah, serta
kemudian disusul oleh keluarnya UU No 23 Thn 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana yang telah
diubah dengan UU No 3 Thn 2004 yang memberikan kewenangan kepada Bank Indonesia untuk dapat
pula menjalankan tugasnya berdasarkan prinsip syariah, menyebabkan perbankan syariah di Indonesia
berkembang lebih pesat.

Bank Syariah di Indonesia secara konsisten telah menunjukkan perkembangannya dari waktu ke
waktu. Potensi pengembangan ke depan yang masih terbuka lebar adalah dorongan dari pemerintah
terutama kementerian BUMN terhadap pengembangan industri perbankan syariah di bawah lingkungan
pemerintah sendiri dan optimalisasi pelibatan peran perbankan syariah dalam pembangunan nasional
maupun daerah. Adapun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat berperan mengeluarkan kebijakan yang
lebih efektif mendorong pemilik bank syariah untuk meningkatkan permodalan dan mendorong
manajemen bank syariah meningkatkan kapasitasnya. Di samping itu, secara kultural pengenalan
terhadap bank syariah kepada masyarakat luas mesti terus dilakukan oleh semua pihak yang peduli pada
pengembangan perbankan syariah di tanah air.
Sejarah Bank BTN

PT Bank Tabungan Negara, (Persero),Tbk (Bank BTN) adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
bergerak dibidang Perbankan. Kami berkomitmen menjadi Bank yang melayani dan mendukung
pembiayaan sektor perumahan melalui tiga produk utama, perbankan perseorangan, bisnis dan syariah.

Kelahiran BTN Jaman Belanda

Bank BTN adalah Badan Usaha Milik Negara Indonesia yang berbentuk perseroan terbatas dan bergerak
di bidang jasa keuangan perbankan. Cikal bakal Bank BTN dimulai dengan didirikannya Postspaarbank di
Batavia pada tahun 1897, pada masa pemerintah Belanda.

Kelahiran Bank BTN Pada Masa Pemerintahan Jepang

Pada 1 April 1942 Postparbank diambil alih pemerintah Jepang dan diganti namanya menjadi Tyokin
Kyoku.

Kelahiran Bank BTN Pada Masa Kemerdekaan

Setelah kemerdekaan diproklamasikan, maka Tyokin Kyoku diambil alih oleh pemerintah Indonesia, dan
namanya diubah menjadi Kantor Tabungan Pos RI. Usai dikukuhkannya, Bank Tabungan Pos RI ini
sebagai satu-satunya lembaga tabungan di Indonesia. Pada tanggal 9 Februari 1950 pemerintah
mengganti namanya dengan nama Bank Tabungan Pos.

Kelahiran Bank BTN Pada Masa Diperalihan Zaman

Tanggal 9 Februari 1950 ditetapkan sebagai hari dan tanggal Bank BTN. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 4 tahun 1963 Lembaran Negara Republik Indonesia No. 62
tahun 1963 tanggal 22 Juni 1963, maka resmi sudah nama Bank Tabungan Pos diganti namanya menjadi
Bank Tabungan Negara. Dalam periode ini posisi Bank BTN telah berkembang dari sebuah unit menjadi
induk yang berdiri sendiri.

Mulai Berdirinya Bank BTN dari Sebuah Unit Menjadi Induk

Kemudian sejarah Bank BTN mulai diukir kembali dengan ditunjuknya oleh Pemerintah Indonesia pada
tanggal 29 Januari 1974 melalui Surat Menteri Keuangan RI No. B-49/MK/I/1974 sebagai wadah
pembiayaan proyek perumahan untuk rakyat. Sejalan dengan tugas tersebut, maka mulai 1976 mulailah
realisasi KPR (Kredit Pemilikan Rumah) pertama kalinya oleh Bank BTN di negeri ini. Waktu demi waktu
akhirnya terus mengantar Bank BTN sebagai satu-satunya bank yang mempunyai konsentrasi penuh
dalam pengembangan bisnis perumahan di Indonesia melalui dukungan KPR BTN.

Awal Mula Bank BTN Saat Ini

Sayap Bank BTN pun makin melebar pada tahun 1989 Bank BTN sudah mengeluarkan obligasi
pertamanya. Pada tahun 1992 status Bank BTN ini menjadi PT. Bank Tabungan Negara (Persero) karena
sukses Bank BTN dalam bisnis perumahan melalui fasilitas KPR tersebut. Status persero ini
memungkinkan Bank BTN bergerak lebih luas lagi dengan fungsinya sebagai bank umum (komersial).
Demi mendukung bisnis KPR tersebut, Bank BTN mulai mengembangkan produk-produk layanan
perbankan sebagaimana layaknya bank umum (komersial)

Perkembangan Pelayanan Bank BTN

Sukses Bank BTN dalam bisnis KPR juga telah meningkatkan status Bank BTN sebagai bank Konvensional
menjadi Bank Devisa pada tahun 1994. Layanan bank dalam bentuk penerbitan Letter of Credit (L/C),
pembiayaan usaha dalam bentuk Dollar, dan lain lain bisa diberikan Bank BTN dengan status tersebut.
Dengan status baru ini tidak membuat Bank BTN lupa akan fungsi utamanya sebagai penyedia KPR untuk
masyarakat menengah kebawah.Bank BTN pun makin melebar pada tahun 1989 Bank BTN sudah
mengeluarkan obligasi pertamanya. Pada tahun 1992 status Bank BTN ini menjadi PT. Bank Tabungan
Negara (Persero) karena sukses Bank BTN dalam bisnis perumahan melalui fasilitas KPR tersebut. Status
persero ini memungkinkan Bank BTN bergerak lebih luas lagi dengan fungsinya sebagai bank umum
(komersial). Demi mendukung bisnis KPR tersebut, Bank BTN mulai mengembangkan produk-produk
layanan perbankan sebagaimana layaknya bank umum (komersial).

Kepercayaan Pemerintah Terhadap Bank BTN

Berdasarkan kajian konsultan independent, Price Water House Coopers, Pemerintah melalui menteri
BUMN dalam surat No. 5 – 544/MMBU/2002 memutuskan Bank BTN sebagai Bank umum dengan fokus
bisnis pembiayaan perumahan tanpa subsidi.

Bank BTN Di Pasar Terbuka

Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) mengeluarkan pernyataan efektif
terhadap produk investasi baru berbasis sekuritisasi. Produk itu adalah EBA Danareksa Sarana Multigriya
Finansial I - Kredit Kepemilikan Rumah Bank Tabungan Negara (SMF I-KPR BTN). Di tahun yang sama juga
Bank BTN melakukan Penawaran Umum Saham Perdana (IPO) dan listing di Bursa Efek Indonesia

Bank BTN Sekarang

Kepercayaan masyarakat dan pemerintah terhadap Bank BTN telah mengantarkan kami mendapatkan
penghargaan dalam ajang Anugerah Perbankan Indonesia VI 2017 sebagai Peringkat 1 Bank Terbaik
Indonesia 2017. Dengan adanya penghargaan tersebut akan mengukuhkan optimisme perseroan untuk
mampu melanjutkan catatan kinerja positif dan mencapai target bisnis perseroan pada tahun tahun
berikutnya.

Sejarah Singkat BTN Syariah

Berawal dari adanya perubahan peraturan perundang-undangan

perbankan oleh pemerintah dari UU Perbankan No. 7 Tahun 1992 menjadi

Perbankan No. 10 Tahun 1998, dunia perbankan nasional menjadi marak

dengan boomingnya bank syariah. Persaingan dalam pasar perbankan pun

kian ketat. Belum lagi dengan dikeluarkannya PBI No. 4/1/PBI/2002 tentang

perubahan kegiatan usaha bank umum konvensional menjadi bank umum

berdasarkan prinsip syariah oleh bank umum konvensional, jumlah bank

syariah pun bertambah dengan banyaknya UUS (Unit Usaha Syariah). Maka

manajemen PT. Bank Tabungan Negara (Persero), melalui rapat komite

pengarah tim implementasi restrukturasi Bank BTN tanggal 12 Desember


2013, manajemen bank BTN menyusun rencana kerja dan perubahan

anggaran dasar untuk membuka UUS agar dapat bersaing di pasar perbankan

syariah.

Untuk mengantisipasi adanya kecenderungan tersebut, maka PT Bank

Tabungan Negara (Persero) pada Rapat Umum Pemegang Saham tanggal 16

Januari 2004 dan perubahan Anggaran Dasar dengan akta No. 29 tanggal 27

Oktober 2004 oleh Emi Sulistyowati, SH Notaris di Jakarta yang ditandai

dengan terbentuknya divisi syariah berdasarkan Ketetapan Direksi No.

14/DIR/DSYA/2004. Pembentukan Unit Usaha Syariah ini juga untuk

memperkokoh tekad ajaran Bank BTN untuk menjadikan kerja sebagai

bagian dari ibadah yang tidak terpisah dengan ibadah-ibadah lainnya.

Selanjutnya Bank BTN Unit Usaha Syariah disebut “BTN Syariah” dengan

motto “Maju dan Sejahtera Bersama”.


Dalam pelaksanaan kegiatannya, Unit Usaha Syariah didampingi oleh

Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertindak sebagai pengawas, penasehat

dan pemberi saran kepada Direksi, Pimpinan Devisi Syariah, dan Pimpinan

Kantor Cabang Syariah mengenai hal-hal yang terkait dengan prinsip syariah.

Pada bulan November 2004 dibentuklah struktur organisasi kantor cabang

syariah PT. BTN. Dimana setiap kantor cabang syariah dipimpin oleh satu

orang kepala cabang yang bertanggung jawab kepada kepala devisi syariah.

Yang pada saat bersamaan Dirut Bank BTN meminta rekomendasi

penunjukan DPS dan pada tanggal 3 Desember 2004, Dirut Bank BTN

menerima surat rekomendasi DSN/MUI tentang penunjukkan DPS bagi BTN

Syariah. Yang pada tanggal 18 Maret 2005 resmi ditunjuk oleh DSN/MUI

sebagai DPS bagi BTN Syariah, yaitu Drs. H. Ahmad Nazri Adlani, Drs. H

Mohammad Hidayat, MBA, MBL, dan Dr. H. Endy M. Astiwara, MA, AAIJ,
FIIS, CPLHI, ACS.

Pada tanggal 15 Desember 2004, Bank BTN menerima surat

persetujuan dari BI, Surat No. 6/1350/DPbs perihal persetujuan BI mengenai

prinsip KCS (Kantor Cabang Syariah) Bank BTN. Maka tanggal inilah yang

diperingati secara resmi sebagai hari lahirnya BTN Syariah. Yang secara

sinergi melalui persetujuan dari BI dan Direksi PT. BTN maka dibukalah

KCS Jakarta pada tanggal 14 Februari 2005. Diikuti pada tanggal 25 Februari

2005 dengan dibukanya KCS Bandung kemudian pada tanggal 17 Maret 2005

dibuka KCS Surabaya yang secara berturut-turut tanggal 4 dan tanggal 11

April 2005 KCS Yogyakarta dan KCS Makassar dan pada bulan Desember

2005 dibukanya KCS Malang dan Solo.

Pada tahun 2007, Bank BTN telah mengoperasikan 12 (dua belas)

Kantor Cabang Syariah dan 40 Kantor Layanan Syariah (Office Chanelling)


pada kantor-kantor cabang dan cabang pembantu Konvensional kantor

cabang Syariah tersebar dilokasi Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta,

Makasar, Malang, Solo, Medan, Batam, Tanggerang, Bogor, dan Bekasi.

Seluruh kantor cabang syariah ini dapat beroperasi secara ontime-realtime

berkat dukungan teknologi informasi yang cukup memadai.

Anda mungkin juga menyukai