Anda di halaman 1dari 22

KEBIJAKAN KRIMINAL DALAM PENANGGULANGAN TINDAK

PIDANA DAN KENAKALAN SISWA SMA : SUATU KAJIAN


TENTANG PENERAPAN TEORI KONTROL SOSIAL DAN
KEARIFAN LOKAL DI BALI

ABTSRAK
Kenakalan remaja merupakan gejala sosial dan telah menimbulkan keprihatinan di kalangan
orang tua pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Bentuk-bentuk perilaku tersebut
seperti kenakalan anak penyalahgunaan narkotika dan psikotropika, seks bebas, tawuran antar
remaja desa, balap jalanan, mulai menghiasi perubahan tatanan masyarakat Bali secara
bertahap. Gejala-gejala tersebut seolah-olah selalu muncul begitu saja sebagai masalah aktual
yang khas pada setiap periode waktu dan oleh karena itu menarik untuk diteliti. Struktur
masyarakat yang berubah akibat tekanan atau pilihan yang ditawarkan pada akhirnya menjadi
Bali yang plural dan multikultural. Penyelesaian masalah tersebut tentunya harus dikaitkan
dengan kearifan lokal Bali itu sendiri.
Rumusan masalah adalah: (l) mengapa teori kontrol sosial merupakan teori yang paling tepat
digunakan untuk mengatasi kenakalan anak di Bali?; (2) Bagaimana pola penanggulangan
kenakalan remaja di Bali dengan pemanfaatan kearifan lokal?
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan non doktrinal (sosio-legal
approach). Pada prinsipnya kajian sosio-hukum adalah kajian tentang hukum, berdasarkan
metodologi ilmu-ilmu sosial dalam arti luas. Penelitian ini termasuk dalam tradisi penelitian
agregat antara penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif yang sering dikenal dengan
penelitian campurannya, dengan pendekatan perspektif Kriminologi.
(l) teori kontrol sosial, dibandingkan dengan teori disorganisasi sosial teori perilaku
menyimpang dalam kriminologi, teori kontrol sosial paling tepat digunakan dalam
penanggulangan anak karena, sedangkan ikatan sosial yang kuat antara anak dengan teman
sebaya, kelompok sebaya, orang tua , guru sekolah, tokoh masyarakat, tokoh agama, anak-
anak niscaya tidak akan melakukan perilaku menyimpang. Walaupun teorinya tentang kontrol
sosial di Barat tetapi implementasinya terhadap anak di Bali lebih terfokus daripada teori-
teori lainnya, tentunya penambahan unsur-unsur yang terdapat dalam teori kontrol sosial,
seperti Attachment, Commitment, Involvement, dan Keyakinan, terkait dengan kearifan lokal
masyarakat Bali sangat mendukung penguatan teori kontrol sosial; (2) Pola penanggulangan
kenakalan remaja pada umumnya menggunakan model non penal dan penal. Pola non penal
dalam menanggulangi kenakalan anak melalui kearifan lokal seperti tri hita karana, tri kaya
parisudha, tri tat twam asi, dan lain-lain, pengendalian sosial masyarakat Bali dapat
mencegah atau menanggulangi seminimal mungkin kenakalan anak di Bali.

Kata kunci: kenakalan remaja, teori kontrol sosial, pola pencegahan, kearifan lokal Bali.

I. PENDAHULUAN bangun secara turun temurun, anak-anak


1. Latar Belakang Masalah sudah tidak terikat lagi pada orang tua,
Perilaku delinkuen anak terutama guru, dan lingkungannya. Elemen teori
pada anak-anak siswa sekolah menengah kontrol sosial oleh Travis Hirschi berupa
atas yang terjadi di Bali nampak attachment, commitment, involvement,
mengabaikan ikatan sosial yang telah di belief, telah diabaikan oleh anak-anak di
sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Selain penanggulangan melalui non-penal
Memperhatikan kondisi juga diupayakan melalui kearifan lokal
penanggulangan kenakalan anak lewat masyarakat Bali. Kearifan lokal masyarakat
jalur penal pada satu sisi dan tuntutan Bali dapat diklasifikasikan ke dalam konsep
masyarakat internasional tentang Tri hita karana, panca sradha, panca
perlindungan hak-hak anak delinkuen yadnya, karmaphala, tat twam asi, dan lain-
dalam proses peradilan anak pada pihak
lain.
lain, mendorong perlunya diperhatikan sisi
Melalui pemahaman kriminologi,
lain dari politik kriminal berupa kegiatan-
dapat diungkap kenakalan anak di Bali
kegiatan nonpenal (nonhukum pidana)
yang berbeda dengan kenakalan anak pada
dalam konteks penanggulangan perilaku
umumnya. Dari perilaku yang berbeda
delinkuen anak di masyarakat. Kegiatan
menyebabkan lemahnya ikatan sosial yang
nonpenal berupa pengurangan faktor-
berakibat terjadinya kenakalan anak, dan
faktor potensial kriminogen, maka sangat
kemudian dapat pula dikaji apakah dengan
mendukung bila dilakukan pemahaman
pemahaman teori kontrol sosial dapat
terhadap gejala sosial berupa perilaku
digunakan menanggulangi kenakalan anak.
delinkuen anak, termasuk faktor-faktor
Di samping itu, apa ada korelasional antara
korelasional yang melatarbelakanginya
elemen ikatan sosial terhadap kenakalan
yang tentunya mengarah pada pembahasan
anak, juga dianalisis ikatan sosial dalam
pada ilmu tentang kejahatan. Melalui telaah
teori kontrol terhadap kenakalan anak di
dan kajiaan kriminologi orang dapat
Bali. Membahas pula tentang pola
memperoleh pemahaman tentang gejala
penanggulangan kenakalan anak di Bali
sosial berupa kejahatan dan perilaku
3 dengan penggunaan kearifan lokal seperti
delinkuen anak .
filosofi dalam Tri Hita Karana.
3 Ilmu kriminologi mengenal adanya tiga aliran
pemikiran, aliran pemikiran klasik, terfokus pada
asumsi dasar bahwa manusia berkehendak bebas, studinya pada penology; aliran pemikiran positif,
perilaku manusia semata-mata dipengaruhi akal dan terfokus pada asusmsi bahwa manusia tidak
rasionya (indeterminisme), kriminologi mengarahkan berkehendak bebas, perilaku manusia dipengaruhi
faktor-faktor di luar kontrolnya – fisik, kejiwaan
serta lingkungan sosiokulturalnya (determinisme),
kriminologi mempelajari hubungan faktor-faktor
tersebut dengan terjadinya kejahatan, atau
mempelajari sebab-sebab terjadinya kejahatan
(etiologi criminal); aliran pemikiran kritis, terfokus
pada asumsi dasar bahwa perilaku manusia tidak
hanya ditentukan oleh peranan kondisi-kondisi sosial
akan tetapi juga peranan individu dalam menangani,
menafsirkan dan berinteraksi dengan kondisi-kondisi
bersangkutan, kriminologi mempelajari proses yang
mempengaruhi pembentukan undang-undang yakni
dijadikannya perbuatan tertentu sebagai kejahatan
dan proses bekerjanya hukum pidana yakni proses-
proses yang menjadikannya orang-orang tertentu
sebagai penjahat (sosiologi hukum pidana) (IS
Susanto, Kejahatan Korporasi, Semarang, Badan
Penerbit UNDIP, 1995: 6-13)

Di sinilah lalu ada kebutuhan untuk melakukan pengujian teori tentang kejahatan dan
perilaku delinkuen anak (yang umumnya anak di Bali ? (b) Bagaimanakah peran
berasal dari ”barat”) dalam konteks kearifan lokal dalam penanggulangan tindak
masyarakat Bali. Masalahnya adalah : (a) pidana dan kenakalan anak di Bali ?
teori kriminologi manakah yang akan diuji?,
dan (b) mengapa masyarakat Bali yang II. METODE PENELITIAN
dijadikan uji penelitian?.
a. Metode Pendekatan
Masalah pertama dapat dijelaskan : Menjawab apa yang menjadi tujuan
teori kriminologi yang akan diuji adalah pengkajian penelitian ini, maka studi ini
teori kriminologi yang lahir dari kondisi menerapkan pendekatan kriminologis4.
masyarakat yang mengalami disorganisasi Terdapat tiga paradigma utama dalam
(disorganized society) yakni teori Kontrol kriminologimasing-masingmengembangkan
Sosial yang dikemukakan oleh Travis model analisa dan metode penelitian
Hirschi dikenal Ikatan Sosial (social bond). tentang gejala kejahatan. Ketiga paradigma
Masalah kedua dapat dijelaskan : tersebut adalah paradigma positivisme,
masyarakat Bali sejak dahulu dikenal interaksionisme, dan sosialis. Masing-
sebagai masyarakat yang ramah, rukun, dan masing paradigm tersebut berkembang
menerima masyarakat lain melalui perspektif masing-masing satu
– pengaruh pariwisata – ke dalam sama lain berbeda. Paradigma positivisme
kehidupan bermasyarakat. Pola hidup dilatarbelakangi oleh perspektif konsensus;
solidaritas amat tinggi, salunglung paradigma interaksionis dilatarbelakangi
sabayantaka, paras-paros sarpanaya, oleh perspektif pluralism; sedangkan
segilik seguluk, serta agawe suka nikang paradigma sosialis dilatarbelakangi oleh
rat, konsep bermasyarakat yang dijunjung perspektif konflik. Uraian mendalam
tinggi masyarakat Bali masih dipegang tentang ketiga paradigm dan perspektif
teguh dan tertuang dalam ajaran Tri Hita tersebut yang dipergunakan untuk
Karana , suatu konsep bermasyarakat yang mempelajari gejala kejahatan di masyarakat
dijunjung tinggi menjadikan Bali semakin dikaji lebih dalam oleh Michalowski
dikenal masyarakat luas. Ikatan sosial (1977)5.
masyarakat Bali satu sama lain saling
Paradigma-paradigma dalam
merasa sebagai bagian dari
kriminologi tersebut oleh Michalowski
masyarakatanya. Di dalam Tri Hita Karana
dijelaskan: paradigm positivism mempunyai
sudah terkandung Nilai-nilai, Norma, dan
ciri adanya kepercayaan bahwa metode
Pelembagaan, hal inilah yang sering disebut
sebagai kearifan lokal masyarakat Bali
4
Edwin H Sutherland (1995) mengklasifikasikan
2. Rumusan Masalah bagian-bagian pokok dari ilmu kriminologi adalah
(a) Bagaimanakah penerapan (a) penology, (b) Etiologi Kriminal, dan (c) Sosiologi
Hukum Pidana, dalam Principle of Criminology,
teori kontrol sosial dalam menjelaskan revised by Donald R Creseey, Philadelphia; JB
penanggulangan tindak pidana dan Lipincolt Co, 1995 : 80-83. Prof Soedarto, sering
mengemukakan bahwa Kriminologi sebagai
kenalalan empirisnya hukum pidana.
5
Muhammad Mustofa, Loc cit, hal. 25
ilmiah untuk memperoleh semua gejala haruslah dilihat sebagai hasil dari adanya
hubungan sebab akibat yang merupakan (a) keterikatan pada guru sekolah, (c)
hukum alam. Dalam mempelajari kejahatan, keterikatan pada teman sebaya,
positivisme menekankan pada sifat- Commitment (X2) diterjemahkan menjadi
sifat asasi dari manusia. Sementara itu, indikator yaitu
perspektif interaksionisme tidak melihat (a) perhitungan untung rugi (manfaat)
gejala kejahatan sebagai sifat asasi manusia keterlibatan seseorang dalam kenakalan
tetapi lebih merupakan suatu katagori yang anak, Involvement (X3) diterjemahkan ke
diberikan oleh orang lain. Berbagai tingkah dalam beberapa indikator, yaitu (a) apabila
laku dikatagorikan sebagai kejahatan karena disibukkan dalam berbagai
kita mendefinisikannya demikian. kegiatan/aktivitas konvensional, maka anak
Paradigma sosialis melihat kejahatan tidak akan pernah sempat berpikir apalagi
sebagai tingkah laku yang didefinisikan dan melibatkan diri dalam kejahatan, sementara
diperlakukan oleh kelompok yang Belief (X4) diukur dari aspek sikap dan
mempunyai kekuasaan dominan sebagai kepatuhannya pada nilai-nilai religious dan
tingkah laku yang membahayakan adat istiadat yang berhubungan dengan
6
kepentingannya . masalah kenakalan anak.
b. Identifikasi Variabel dan c. Penentuan Sample
Perlakuannya Data dikumpulkan tahun 2013
Penelitian ini mengkaji perilaku berdasarkan pengakuan diri responden (self
kenakalan anak sebagai gejala sosial report) yang populasinya sebanyak 300
dengan mengambil lokasi penelitian di Bali. orang siswa-siswi SMA kelas III di seluruh
Studi demikian memperlakukanh teori Bali dan ditentukan secara purposive
Kontrol Sosial dengan elemen-elemen masing-masing Kabupaten / Kota di Bali
Attachment yang diperlakukan sebagai berjumlah 9 kabupaten / Kota) dengan
Variabel Bebas (X1), Commitment yang demikian masing-masing Kabupaten / Kota
diperlakukan sebagai Variabel Bebas (X2), samplenya sebanyak 30 orang, yang terdiri
Involvement yang diperlakukan sebagai dari siswa/i SMA yang berada di tengah
Variabel Bebas (X3), dan Belief yang kota sebanyak 15 orang dan siswa/i SMA
diperlakukan sebagai Variabel Bebas (X4), yang berada di pedesaan sebanyak 15 orang
yang keberadaannya berkaitan erat dengan pula, kecuali kota Denpasar sebanyak 30
gejala kenakalan anak di Bali yang orang
diperlakukan sebagai Variabel Terikat d. Tempat dan Waktu Penelitian
(dengan simbol Y). Tempat dan waktu penelitian ini
Attachment (X1) selanjutnya dilakukan di SMA-SMA se Bali meliputi
diterjemahkan menjadi beberapa indikator wilayah-wilayah penelitian tersebut adalah
yaitu (a) keterikatan pada orang tua, di Kota Denpasar, Kabupaten Badung,
Kabupaten Gianyar, Kabupaten Klungkung,
6
Muhammad Mustofa, Loc cit, hal25 Kabupaten Bangli, Kabupaten Karangasem,
Kabupaten Buleleng, Kabupaten Tabanan,
dan Kabupaten Jembrana
e. Metode Pengumpulan Data dikatagorikan menjadi dua, maka kalau
Data penelitian ini terdiri atas data menguji korelasi dua variabel,
sekunder dan data primer. Data sekunder pengujiannya menggunakan Tabel empat
dikumpulkan dengan cara pemahaman sel, seperti di bawah ini :
bahan-bahan pustaka dan dokumen-
Tabel 2. KOTAK EMPAT SEL UNTUK
dokumen yang dianggap gayut dengan
PENGUJIAN DUA VARIABEL
permasalahan yang di bahas dalam studi ini.
Data primer dikumpulkan dengan cara Self Elemen Jenis Kenakalan
Kontrol Tindak Total
Report Studies (Studi Pengakuan Diri), Sosial Pidana
Kenakalan

yaitu suatu cara pengumpulan data yang Lemah A B ab


Kuat C d cd
dilakukan dengan cara mewawancarai
ab+cd =
Jumlah ac bd
sejumlah siswa SMA, berdasarkan ac+bd=N

pengalaman dan pengakuan pribadi. Berdasarkan metode Yulis’Q, hasil


f. Metode Pengolahan dan Analisis Data penghitungan ini diuji dengan kriteria
Data diperoleh dimulai dari pada Tabel Convensi Nilai-nilai Q, maka
memeriksa apabila hasilnya mendekati 1 (satu) di dapat
data (editing) yang terkumpul. Setelah hubungan yang positif, bilamana hasilnya
proses editing data selesai, selanjutnya mendekati –1 (min satu), maka terjadi
memberi kode (coding) lalu dipindahkan ke hubungan yang negatif, dan apabila
dalam matriks data (coding sheet), maka hasilnya
tahap berikutnya adalah melakukan tabulasi 0 (nol) ini berarti tidak terjadi hubungan
data, yang hasil selengkapnya disajikan sama sekali.
dalam bentuk tabel. Data penelitian yang
bersifat sosiologis makro, dianalisis dengan ( b x c) – ( a x d )
analisis kuantitatif statistik, selain itu
Q xy =
digunakan tehnik Pengujian Korelasi
Variabel (ada yang tunggal dan jamak) ---------------------
maka digunakan Pengujian Yulis’Q sebagai
(b x d) + (a x d)
tehnik pengujian korelasi yang mampu
menganalisis tidak saja korelasi tunggal
pada dua variabel tetapi sekaligus beberapa III. HASIL DAN PEMBAHASAN
korelasi dalam tiga, empat atau lebih 1. Teori Kontrol Sosial dalam
variabel. menanggulangi Kenakalan Anak Di
Di bawah ini dikemukakan rumus Bali
Yulis’Q sebagai berikut : a. Identifikasi responden yang
Keterangan : dikatagorisasikan melakukan
Q xy : Nilai Yulis’Q yang dicari Tindak Pidana dan Kenakalan
a, b, c, dan d : bilangan yang diperoleh Anak
dalam kotak a, b, c, d. Sebelum membahas permasalahan
Oleh karena variabel yang diujikan,
mengenai korelasi ikatan sosial (social bond)
dengan kenakalan anak di Bali, terlebih katagori ini dimaksudkan perilaku anak
dahulu akan disajikan pengkatagorisasian yang mengarah
usia responden antara umur 16 – 18 tahun
anak-anak SMA, kondisi atau keadaan
orang tua responden, dan jumlah saudara
responden. Hal ini dimaksudkan sebagai
tahap perkenalan terhadap anak-anak SMA
se Bali yang dijadikan responden untuk
mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan
ikatan sosial.
Responden anak-anak SMA se
Bali yang diteliti sebanyak 300 orang
yaitu anak-anak yang berada pada SMA.
Pengkatagorisasian ini hanyalah untuk
memudahkan pengklasifikasian usia
sehingga kelompok usia tersebut
menunjukkan responden berada di semua
kelas.
Selanjutnya tampilan Tabel- tabel
yang terkait anak yang melakukan Tindak
Pidana dan Kenakalan. Jadi kedua
perbuatan baik yang bertentangan dengan
hukum atau melawan hukum maupun
bertentangan dengan norma kehidupan
masyarakat.
Tabel 1. PERILAKU RESPONDEN
YANG MENGARAH KE
KATAGORISASI TINDAK PIDANA DAN
KENAKALAN (n=300)
FREKUENSI
NO KATAGORISASI KENAKALAN
n %
1 Tindak pidana 136 45
2 Kenakalan 164 55
JUMLAH 300 100

Katagorisasikan perilaku anak


menjadi dua yakni perilaku yang menjurus
ke Tindak Pidana dan perilaku anak yang
menjurus ke Kenakalan Anak. Pembagian
ke perbuatan tindak pidana adalah perbuatan 8 Narkotika / Psikotropika 2 1

yang telah diatur dan pengaturan tersebut JUMLAH 136 100

memberikan suatu larangan maupun sanksi


Responden berjumlah 300 orang
bagi siapa yang melanggarnya dan perbuatan
mengaku pernah melakukan perbuatan yang
tersebut dituangkan di dalam peraturan
dapat diklasifikasikan perbuatan pidana
perundang-undangan yang secara konvensional
sebanyak 136 orang, seperti pemerasan
diatur di dalam Kitab Undang undang Hukum
(bulying) 34 orang (25%), perjudian36
Pidana (KUHP).
orang (26%), penggelapan 20 orang (15
Tabel 2. PERILAKU RESPONDEN
%), penipuan 18 orang (13%), pencurian 15
YANG MENGARAH TINDAK PIDANA
orang (11%), penganiayaan 6 orang (4%),
FREKUENSI
NO kesusilaan 5 orang (4%), dan
JENIS TINDAK PIDANA n %
penyalahgunaan narkotika/psikotropika
1 Pencurian 15 11
2 Perjudian 36 26
sebanyak 2 orang atau 1%).
3 Penganiayaan 6 4 Selanjutnya dikemukakan tabel
4 Penipuan 18 13 responden yang mengarah ke katagorisasi
5 Penggelapan 20 15 kenakalan.
6 Kesusilaan 5 4 Tabel 3. PERILAKU RESPONDEN YANG
7 Pemerasan 34 25
MENGARAH KENAKALAN
orang (5%).
FREKUENSI
NO KATAGORISASI KENAKALAN
n % b. Korelasi antara Elemen-elemen Kontrol
1 Perkelahian 19 12 Sosial dengan Kenakalan Anak di Bali
2 Upload Porno 20 12
3 Tempat terlarang bagi anak-anak 8 5 Di bawah ini merupakan Katagorisasi
4 Merokok 41 25 Elemen-elemen Kontrol Sosial yang
5 Minuman beralkohol 25 15
6 Mabuk-mabukan 26 16 dikualifikasikan ke dalam Variabel X sebagai
7 Ngebut di jalanan 17 10 Variabel Bebas.
8 Bolos sekolah 8 5
JUMLAH 164 100 Tabel 4. HUBUNGAN ANTARA
KENAKALAN ANAK DENGAN
Anak dapat dikatagorisasikan
ATTACHMENT ORANG TUA
kedalam kenakalan terdiri dari responden
pernah merokok 41 orang (25%), mabuk- JENIS KENAKALAN
KETERIKATAN
mabukan PADA ORANG Tindak
Kenakalan
TOTAL
Q xy KK/CC
TUA Kriminal
26 orang (16 %), minum-minuman
berakohol LEMAH 74 (a) 32(b) 106 Hubungan
KUAT 62 (c) 132 (d) 194 -0,66236 negatif yang
26 orang (16%), meng-upload gambar Jumlah 136 164 300 mantap
porno
20 orang (12%), ngebut di jalanan 17 orang Q xy = Nilai Yulis’Q yang dicari
(10%), pernah berkelahi 19 orang (12%), KK/ CC = Koefisien Korelasi / Coeficient
mengunjungi tempat-tempat yang Correlation
seharusnya belum boleh dikunjungi anak-
anak, 8 orang (5%), dan bolos sekolah 8
Jika dikaitkan dengan Tabel JENIS KENAKALAN
KETERIKATAN
tentang Nilai Koefisien Korelasi PADA GURU Tindak Pid Kenakalan
TOTAL
Q xy KK/CC
(Coeficient of Correlation) maka
LEMAH 85 (a) 29 (b) 114 Hubungan
diperoleh hubungan negatif yang negatif
KUAT 51 (c) 135 (d) 186 -0,77165 yang
mantap, artinya bahwa anak-anak sangat
Jumlah 136 164 300
kuat
dalam perilakunya pernah melakukan
kenakalan tetapi masih mantap
keterikatannya dengan orang tuanya. Tabel di atas jika dikaitkan dengan
Asumsinya adalah bahwa semakin Tabel Nilai Koefisien Korelasi (Coeficient
tinggi (kuat-132) tingkat of Correlation) maka diperoleh hubungan
keterikatannya pada orang tua maka negatif yang sangat kuat, artinya bahwa
semakin rendah (lemah-32) anak siswa dalam perilakunya pernah melakukan
melakukan kenakalan. Namun kenakalan tetapi sangat kuat keterikatannya
sejatinya ikatan sosial (social bond) dengan para guru di sekolahnya.adlah
terhadap orang tua begitu besar. berbeda dengan keterikatan pada orang
tuanya, namun tidaklah demikian jauhnya
Tabel 5.
ikatan antara kedua attachment tersebut.
HUBUNGAN ANTARA
Bila diasumsikan dapat diperoleh semakin
KENAKALAN ANAK DENGAN
tinggi (kuat-135) tingkat keterikatannya
ATTACHMENT GURU
pada guru maka semakin rendah (lemah-29)
pulalah anak melakukan kenakalan. Namun negatif yang mantap, artinya bahwa
sejatinya ikatan sosial (social bond) siswa pernah melakukan kenakalan
terhadap guru di sekolah begitu sangat kuat. anak, tetapi keterikatannya dengan
kegiatan konvensional seperti upacara
Tabel 6. bendera, piket sekolah, perlombaan,
HUBUNGAN ANTARA KENAKALAN mengerjakan pekerjaan rumah (PR) baik
ANAK DENGAN ATTACHMENT secara berkelompok maupun individu
KEGIATAN KONVENSIONAL menunjukkan hubungan yang mantap di
sekolahnya. Bila diasumsikan dapat
JENIS KENAKALAN
KETERIKATAN dikatakan semakin tinggi (kuat-120)
Tindak TOTAL
PADA KEGIATAN Q xy KK/CC
KONVENSIONAL Kriminal
Kenakalan tingkat keterikatannya pada kegiatan
LEMAH 86 (a) 44 (b) 130 konvensional maka semakin rendah
Hubungan
KUAT 50 (c) 120 (d) 170
-0,64856
negatif (lemah-44) pulalah anak melakukan
yang
Jumlah 136 164 300 mantap kenakalan. Sejatinya ikatan sosial
(social bond) terhadap kegiatan
konvensional di sekolah begitu mantap.
Paparan tabel di atas dikaitkan dengan
Tabel Nilai Koefisien Korelasi (Coeficient
of Correlation) maka diperoleh hubungan
Tabel 7. semakin rendah (lemah-46) pula anak
HUBUNGAN ANTARA KENAKALAN melakukan kenakalan. Ikatan sosial (social
ANAK DENGAN ATTACHMENT PEER- bond) terhadap peer-group di sekolah biasa
GROUP (sedang) saja.
KETERIKATAN JENIS KENAKALAN
PADA PEER Tindak TOTAL
Tabel 8.
Kenakalan Q xy KK/CC
GROUP Kriminal HUBUNGAN ANTARA KENAKALAN
LEMAH 72 (a) 46 (b) 118 Hubungan
negatif
ANAK DENGAN ATTACHMENT
KUAT 64 (c) 118 (d) 182 -0,48531
yang TOKOH AGAMA
Jumlah 136 164 300 sedang

KETERIKATAN JENIS KENAKALAN


Data di atas jika dikaitkan dengan Tabel PADA TOKOH Tindak TOTAL
Kenakalan Q xy KK/CC
AGAMA Kriminal
Nilai Koefisien Korelasi (Coeficient of
LEMAH 72 (a) 55 (b) 127 Hubungan
Correlation) diperoleh hubungan negatif KUAT 64 (c) 109 (d) 109 -0,38072
negatif
yang
yang sedang, artinya bahwa siswa dalam Jumlah 136 164 300 sedang
berperilaku pernah melakukan kenakalan tetapi
keterikatannya dengan peer-group sedang- Tabel Nilai Koefisien Korelasi
sedang saja di sekolahnya. Bila diasumsikan (Coeficient of Correlation) diperoleh
dapat diperoleh semakin tinggi (kuat-118) hubungan negatif yang sedang, artinya
tingkat keterikatannya pada peer- group maka bahwa siswa dalam berperilaku pernah
melakukan kenakalan tetapi keterikatannya
dengan tokoh agama nampaknya sedang- Jumlah 136 164 300
-0,49637
negatif yang
sedang
sedang saja di masyarakatnya di mana
mereka berada. Bila diasumsikan dapat Uraian di atas menunjukkan suatu
diperoleh semakin tinggi (kuat-109) tingkat keterikatan yang cukup signifikan. Hal ini secara
keterikatannya pada tokoh agama maka fisik disadari bahwa anak-anak yang berada di
semakin rendah (lemah-55) pulalah anak wilayah di mana ia bertempat tinggallebih sering
melakukan kenakalan. Maka ikatan sosial bertemu tokohmasyarakat dibandingkan dengan
(social bond) terhadap tokoh agama di tokoh agama. Tokoh agama pada umumnya hanya
masyarakat di mana sisiwa biasa melakukan bisa bertemu atau dalam suatu kegiatan hanyalah
aktivitasnya menunjukkan analisisnya yang dalam prosesi upacara keagamaan.
biasa (sedang) saja. Tokoh masyarakat seperti kelihan adat,
kelihan banjar, sesepuh yang disegani, dan tokoh
Tabel 9. masyarakat lainnya lebih bersentuhan dan secara
HUBUNGAN ANTARA KENAKALAN kontinyuitas lebih sering bertemu atau diberi
ANAK DENGAN ATTACHMENT wejangan- wejangan di mana kegiatan anak-anak
TOKOH MASYARAKAT seperti sekeha teruna-teruni, karang taruna,
KETERIKATAN JENIS KENAKALAN
PADA TOKOH Tindak TOTAL
Kenakalan Q xy KK/CC
MASYARAKAT Kriminal
LEMAH 74 (a) 47 (b) 121
Hubungan
KUAT 62 (c) 117 (d) 179
kelompok remaja lainnya, diberi mana siswa biasa melakukan aktivitasnya
arahan dan petunjuk oleh tokoh menunjukkan analisisnya yang biasa
masyarakat tersebut. Jadi kedekatan (sedang) saja.
anak-anak tersebut lebih sering jika Tabel 10.
dibandingkan dengan dengan HUBUNGAN ANTARA KENAKALAN
kedekatan terhadap tokoh agama. ANAK DENGAN COMMITMENT/
Dikaitkan dengan Tabel Nilai KETERTARIKAN KEGIATAN
Koefisien Korelasi (Coeficient of ORGANISASI SISWA INTRA
Correlation) diperoleh hubungan SEKOLAH (OSIS)
negatif yang sedang, artinya siswa
JENIS KENAKALAN
dalam berperilaku pernah melakukan KETERTARIKAN
Tindak TOTAL
kenakalan tetapi keterikatannya PADA
Kriminal
Kenakalan Q xy KK/CC
KEGIATAN OSIS
dengan tokoh masyarakat NEGATIF 76 (a) 32 (b) 108 Hubungan
nampaknya sedang- sedang saja di POSITIF 60 (c) 132 (d) 192 -0,67871 negatif yang
mana mereka berada. Bila Jumlah 136 164 300 mantap

diasumsikan dapat diperoleh


Paparan tabel di atas jika dikaitkan
semakin tinggi (kuat-117) tingkat
Tabel Nilai Koefisien Korelasi (Coeficient
keterikatannya pada tokoh
of Correlation) maka diperoleh hubungan
masyarakat maka semakin rendah
negatif yang mantap, artinya siswa pernah
(lemah-
melakukan kenakalan, tetapi
47) pulalah anak melakukan
ketertarikannya pada kegiatan OSIS. Bila
kenakalan. Ikatan sosial (social
diasumsikan
bond) terhadap tokoh masyarakat di
dapat diperoleh semakin tinggi (positif-132) KETERTARIKAN Tindak
Kenakalan TOTAL
PADA KEGIATAN Kriminal Q xy KK/CC
ketertarikanya pada kegiatan OSIS maka SEKEHA TERUNA

semakin rendah (negatif-32) pulalah anak NEGATIF 69 (a) 47 (b) 116


Hubungan
POSITIF 67 (c) 117 (d) 184 negatif
melakukan kenakalan. Elemen ikatan sosial -0,43878
yang
Jumlah 136 164 300 sedang
(social bond) terhadap kegiatan OSIS di
sekolah begitu mantap yang menyebabkan
anak tidak melakukan perbuatan
Paparan tabel di atas jika dikaitkan
menyimpang.
dengan Tabel Nilai Koefisien Korelasi
Tabel 11. H U B U N G A N
(Coeficient of Correlation) maka
ANTARA KENAKALAN ANAK
diperoleh hubungan negatif yang
DENGAN COMMITMENT /
sedang, artinya bahwa siswa pernah
KETERTARIKAN PADA KEGIATAN
melakukan kenakalan, tetapi
SEKEHA TERUNA
ketertarikannya pada kegiatan sekeha
Teruna juga tetap dilakukannya. Bila
diasumsikan dapat diperoleh semakin
JENIS KENAKALAN
tinggi (positif-117) ketertarikanya pada
kegiatan OSIS maka semakin rendah
(negatif-47) pulalah anak melakukan Tabel 12 .
kenakalan. Ikatan sosial (social bond) HUBUNGAN ANTARA KENAKALAN
terhadap ketertarikannya pada kegiatan ANAK DENGAN COMMITMENT
sekeha Teruna sedang-sedang saja yang / KETERTARIKANNYA PADA
menyebabkan anak tidak perlu melakukan KEGIATAN ORGANISASI KE-
kenakalan. MASYARAKATAN

KETERTARIKAN JENIS KENAKALAN


PADA KEGIATAN
Tindak TOTAL
ORGANISASI Kenakalan Q xy KK/CC
Kriminal
KEMASYARAKATAN
NEGATIF 78 (a) 70 (b) 146 Hubungan
POSITIF 60 (c) 94 (d) 154 negatif
-0,27159
yang
Jumlah 136 164 300 rendah

Tabel 4 tentang Nilai Koefisien


Korelasi diperoleh hubungan negatif yang
rendah, artinya bahwa siswa melakukan
kenakalan tetapi ketertarikannya pada
kegiatan organisasi kemasyarakatan
tidaklah begitu anthusias. Bila diasumsikan
dapat diperoleh semakin tinggi (positif-
94) ketertarikanya pada kegiatan OSIS
semakin rendah (negatif-70) melakukan
kenakalan. Elemen ikatan sosial terhadap
kegiatan organisasi kemasyarakatan dapat
dikatakan rendah. artinya anak yang
melakukan perbuatan kenakalan tidak
demikian intens tertarik pada kegiatan
organisasi kemasyarakatan, karena waktu
yang responden miliki sudah cukup tersita
oleh kegiatan-kegiatan di sekolah.
Tabel 13. H U B U N G A N
ANTARA KENAKALAN ANAK
DENGAN INVOLVEMENT /
KETERLIBATAN PADA KEGIATAN
PRAMUKA
POSITIF 60 (c) 124 (d) 184
JENIS KENAKALAN -0,59405 Hubungan
KETERLIBATAN Jumlah 136 164 300 negatif
PADA yang
Tindak TOTAL
KEGIATAN Kenakalan Q xy KK/CC mantap
PRAMUKA Kriminal

NEGATIF 76 (a) 40 (b) 116 Paparan tabel di atas dikaitkan dengan Tabel
Nilai Koefisien Korelasi diperoleh Tidak jauh berbeda dengan kegiatan
hubungan negatif yang mantap, artinya kepramukaan pada uraian di atas, jika
bahwa siswa pernah melakukan kenakalan, dikaitkan dengan Tabel Nilai Koefisien
namun keterlibatannya pada kegiatan
Korelasi diperoleh hubungan negatif
organisasi kepramukaan begitu anthusias
yang mantap. Bila diasumsikan maka
dan mantap. Apalagi kegiatan kepramukaan
dapat diperoleh semakin tinggi (positif-117)
ada unsur “penilaian” dari guru sebagai
keterlibatannya pada kegiatan pencinta alam
aktivitas kegiatan sekolah. Bila
maka semakin rendah (negatif-47) pulalah
diasumsikan dapat diperoleh semakin tinggi
anak melakukan kenakalan. Bila dicermati
(positif-124) keterlibatannya pada kegiatan
ikatan sosial (social bond) terhadap
kepramukaan maka semakin rendah
kegiatan organisasi pencinta alam tersebut
(negatif-40) pulalah anak melakukan
dapat dikatakan mantap. artinya anak yang
kenakalan. bila dicermati ikatan sosial
terhadap kegiatan organisasi kepramukaan melakukan perbuatan kenakalan tersebut
dapat dikatakan mantap. Sebab pada tetap mantap pada kegiatan pencinta alam.
kegiatan kepramukaan manfaat untuk itu Sebab pada kegiatan pencinta alam manfaat
sangat besar sekali, banyak ajaran untuk itu sangat besar sekali, banyak ajaran
kebersamaan, keprihatinan, kerukunan, kebersamaan, keprihatinan, kerukunan,
dan budhi pekerti diajarkan pada kegiatan dan budhi pekerti diajarkan pada kegiatan
tersebut. tersebut.
Tabel 14. HUBUNGAN ANTARA Tabel 15.
KENAKALAN ANAK DENGAN HUBUNGAN ANTARA KENAKALAN
INVOLVEMENT / KETERLIBATAN ANAK DENGAN INVOLVEMENT
PADA KEGIATAN PENCINTA ALAM / KETERLIBATANNYA PADA
JENIS KENAKALAN
KEGIATAN KESENIAN
KETERLIBATAN
PADA KEGIATAN JENIS KENAKALAN
Tindak TOTAL
PENCINTA Kenakalan Q xy KK/CC
Kriminal KETERLIBATAN
ALAM
PADA KEGIATAN Tindak TOTAL
Kenakalan Q xy KK/CC
KESENIAN Kriminal
NEGATIF 80 (a) 47 (b) 127
Hubungan
POSITIF 56 (c) 117 (d) 173 -0,56104 negatif yang NEGATIF 78 (a) 32 (b) 120 Hubungan
Jumlah 136 164 300 mantap
POSITIF 58 (c) 132 (d) 180 -0,69454 negatif yang
Jumlah 136 164 300 sangat kuat

Tidak jauh berbeda dengan kegiatan


kepramukaan dan pencinta alam, pada
uraian di atas, maka diperoleh hubungan
negatif yang sangat kuat, artinya bahwa
siswa walaupun pernah melakukan
kenakalan, namun keterlibatannya pada
kegiatan kesenian begitu sangat kuat. Bila
diasumsikan maka dapat diperoleh semakin kegiatan kesenian maka semakin rendah
tinggi (positif-132) keterlibatannya pada (negatif-32) anak melakukan kenakalan
atau penyimpangan. Elemen ikatan sosial artinya anak yang melakukan perbuatan
(social bond) terhadap kegiatan kesenian kenakalan tetap rendah di dalam aktivitas
tersebut dapat dikatakan sangat kuat, artinya keterlibatannya pada olah raga.
walau anak melakukan perbuatan
Pada uraian di bawah ini akan di
penyimpangan atau kenakalan, korelasinya
bahas mengenai elemen ikatan sosial dari
anak sangat kuat di dalam kegiatan
Hirschi yang terakhir yakni Belief atau
kesenian, akan mengurangi bahkan
keyakinan pada norma adat dan norma
menghilangkan keinginan untuk melakukan
hukum. Sedangkan keyakinan pada (2)
kenakalan.
norma agama yang terurai pada keyakinan
bila terjadi pelanggaran adat maka para
Tabel 16.
pelanggarnya akan dikenakan sanksi adat,
HUBUNGAN ANTARA KENAKALAN
demikian pula bila terjadi pelanggaran
ANAK DENGAN INVOLVEMENT
hukum maka pelanggaranya dikenakan
/ KETERLIBATANNYA PADA
sanksi hukum.
KEGIATAN OLAH RAGA
Di bawah ini dikemukakan dan
JENIS KENAKALAN selanjutnya dianalisis mengenai korelasi
KETERLIBATAN
PADA KEGIATAN TOTAL
terhahap keyakinan pada ajaran norma adat
Tindak Q xy KK/CC
Kenakalan
OLAH RAGA Kriminal yang ada di Bali. Di mulai dari keyakinan
NEGATIF 74 (a) 70 (b) 144 akan ajaran Tri Hita Karana.
Hubungan
POSITIF 62 (c) 94 (d) 156 -0,23159 negatif yang Tabel 17. HUBUNGAN ANTARA
Jumlah 136 164 300 rendah
KENAKALAN ANAK DENGAN
BELIEF
Tabel di atas dihubungkan Tabel Nilai
/ KEYAKINAN PADA AJARAN TRI
Koefisien Korelasi maka diperoleh
HITA KARANA
hubungan negatif yang rendah, artinya
JENIS KENAKALAN
bahwa siswa pernah melakukan kenakalan KEYAKINANPADA
AJARAN TRI TOTAL
anak, namun keterlibatannya pada kegiatan HITA KARANA
Tindak
Kenakalan Q xy KK/CC
Kriminal
olah raga
LEMAH 71 (a) 22 (b) 930
Hubungan
KUAT 65 (c) 142 (d) 207 -0,75156 negatif yang
Jumlah 136 164 300 sangat kuat

Hubungan antara keyakinan pada


begitu rendah. Bila diasumsikan maka ajaran Tri Hita Karana dengan kenakalan
dapat diperoleh semakin tinggi (positif-94) anak diperoleh hubungan negatif yang
keterlibatannya pada kegiatan olah raga sangat kuat, artinya bahwa siswa walau
maka semakin rendah (negatif-70) anak pernah melakukan kenakalan anak,
melakukan kenakalan. Namun bila namun keyakinannya pada ajaran Tri
dicermati ikatan sosial (social bond) Hita Karana begitu sangat kuat. Hal ini
terhadap kegiatan olah raga tersebut dapat bila diasumsikan maka dapat diperoleh
dikatakan rendah, hipotesis bahwa semakin tinggi (kuat-142)
keyakinannya pada ajaran Tri Hita Karana, melakukan kenakalan.
maka semakin rendah (lemah-22) anak
melakukan kenakalan atau penyimpangan.
Bila dicermati ikatan sosial (social bond)
terhadap keyakinan melaksanakan ajaran
tri hita karana, dapat dikatakan mantap,
korelasinya adalah anak sangat kuat di
dalam keyakinan melaksanakan ajaran Tri
Hita Karana, dengan demikian akan
mengurangi bahkan menghilangkan
keinginan untuk melakukan kenakalan
anak.

Tabel 18. HUBUNGAN ANTARA


KENAKALAN ANAK DENGAN
BELIEF
/ KEYAKINAN PARA PELANGGAR
HUKUM DIKENAKAN

KEYAKINAN
PELANGGAR JENIS KENAKALAN
HUKUM
TOTAL
DIKENAKAN Tindak Q xy KK/CC
SANKSI Kenakalan
Kriminal
HUKUM
LEMAH 81 (a) 45 (b) 126
Hubungan
KUAT 55 (c) 109 (d) 164 -0,5621 negatif
yang
Jumlah 136 164 300
mantap

Hubungan antara keyakinan para


pelanggar hukum dikenakan sanksi hukum
dengan kenakalan anak diperoleh hubungan
negatif yang sangat kuat, artinya bahwa
siswa walau pernah melakukan
penyimpangan sosial atau kenakalan anak,
namun keyakinan bahwa para pelanggar
hukum dikenakan sanksi hukum begitu
mantap di kalangan responden siswa di
Bali. Hal ini bila diasumsikan maka dapat
diperoleh hipotesis bahwa semakin tinggi
(kuat-109) keyakinan para pelanggar
hukum dikenakan sanksi hukum, maka
semakin rendah (lemah-45) anak
Tabel 19. HUBUNGAN namun keyakinan bahwa para pelanggar
ANTARA adat dikenakan sanksi adat biasa saja
KENAKALAN ANAK DENGAN (sedang) di kalangan responden siswa di
BELIEF
Bali, artinya sanksi adat yang dimaksudkan
/ KEYAKINAN PARA
oleh responden belumlah nyata di lihat
PELANGGAR ADAT
pada kenyataannya. Bila diasumsikan maka
DIKENAKAN SANKSI ADAT
dapat diperoleh hipotesis bahwa semakin
KEYAKINAN
tinggi (kuat-102) keyakinan para pelanggar
JENIS KENAKALAN
PARA hukum dikenakan sanksi hukum, maka
PELANGGAR
ADAT
Tindak
TOTAL
Q xy KK/CC
semakin rendah (lemah-42) anak
DIKENAKAN Kenakalan
SANKSI
Kriminal melakukan kenakalan.
ADAT
c. Teori Kontrol Sosial dapat
LEMAH 75 (a) 42 (b) 127 Hubungan
KUAT 61 (c) 102 (d) 163 -0,49824 negatif yang digunakan sebagai landasan
Jumlah 136 164 300 sedang
kebijakan menanggulangi
Kenakalan Anak di Bali
Hubungan antara keyakinan Teori Kontrol Sosial berangkat dari
para pelanggar adat dikenakan suatu asumsi bahwa individu di masyarakat
sanksi adat dengan kenakalan anak mempunyai kecendrungan yang sama
diperoleh hubungan negatif yang kemungkinannya, menjadi “baik” atau
sedang, artinya bahwa siswa walau “jahat”. Baik jahatnya seseorang
pernah melakukan kenakalan anak, sepenuhnya

tergantung pada masyarakatnya. Ia menjadi patuh dan taat pada norma-norma


baik kalau saja masyarakatnya membuatnya masyarakat” atau “Mengapa kita tidak
demikian, dan menjadi jahat apabila melakukan penyimpangan?”. Pertanyaan
masyarakatnya membuatnya demikian7. dasar di atas mencerminkan suatu
Di samping perbedaan dalam menjelaskan pemikiran bahwa penyimpangan bukan
kejahatan namun secara hakiki teori kontrol merupakan problematika, yang
sosial tidak sama halnya dengan teori-teori dipandang sebagai persoalan pokok
kriminologi pada umumnya yang berangkat adalah ketaatan atau kepatuhan pada
dari pertanyaan dasar yang dilontarkan norma-norma kemasyarakatan.
paham ini berkaitan dengan unsur-unsur Menurut Travis Hirschi8, ada
pencegah yang mampu menangkal empat elemen ikatan sosial (social bond)
timbulnya perilaku delinkuen di kalangan yang terdapat dalam setiap masyarakat
anggota masyarakat, utamanya para remaja, yakni :
dri pertanyaan dasar “apa yang membuat Pertama, Attachment adalah
orang menjadi jahat”?, Teori kontrol sosial kemampuan manusia untuk melibatkan
berangkat dari pertanyaan dasar yang harus dirinya terhadap orang lain. Kalau
memperoleh kejelasan lewat teori itu, attachment
pertanyaan dasar itu adalah “Mengapa kita
7
John Hagan, Op.cit hlm 164
8
William III & McShane, opcit, hlm 113. Lihat Stuart ini sudah terbentuk, maka orang tersebut
H Traub and Craig B.Little, Theories of Devience, akan peka terhadap pikiran, perasaan, dan
Third Edition, State University of New York, 1985,
hlm.257. Lihat pula JE Sahetapy, Teori Kriminologi kehendak orang lain.
Suatu Pengantar, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1992,
Attachment sering diartikan secara
bebas dengan keterikatan. Ikatan pertama
yaitu keterikatan dengan orang tua,
keterikatan dengan sekolah (guru), dan
keterikatan dengan teman sebaya.
Menurut Hirschi, remaja yang sudah
cukup terikat dengan orang tua mampu
menahan diri untuk tidak melakukan
pelanggaran karena hal itu berakibat buruk
terhadap hubungan mereka. Jadi ikatan
kasih sayang antara orang tua dan anak
yang merupakan penghalang utama bagi
mereka untuk melakukan tindak kriminal.
Kekuatan keterikatan/hubungan itu
tergantung pada dalam dan kualitas
interaksi antara orang tua dan anak tersebut.
Ikatan orang tua-anak ini merupakan tempat
menyalurkan ide-ide konvensional maupun
harapan-harapan9.
Kedua, Commitment adalah
keterikatan seseorang pada sub sistem
konvensional seperti sekolah, pekerjaan,
organisasi, dan sebagainya. Komitmen
merupakan aspek rasional yang ada dalam
ikatan sosial. Segala kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang individu seperti
sekolah, pekerjaan, kegiatan dalam
organisasi akan mendatangkan manfaat bagi
orang tersebut. Manfaat tersebut dapat
berupa harta benda, reputasi, masa depan,
dan sebagainya. Terlebih lagi jika investasi
tersebut menghasilkan keuntungan-
keuntungan yang diharapkan. Tetapi jika
investasi tersebut tidak menghasilkan apa-
apa, maka orang akan mengkalkulasikan

hlm.20. 9
Freda Adler, et all, Op.cit, hlm. 162
untung rugi dari perbuatan penyimpangan bila remaja-remaja tersebut sudah tidak
yang dilakukan. percaya lagi hukum itu sebagai alat untuk
Ketiga, Involvement, merupakan mendapatkankeadilan, keamanan,
aktivitas seseorang dalam subsistem. Jika ketertiban, dan kedamaian, maka ikatan
seseorang berperan aktif dalam organisasi mereka dengan masyarakat akan lemah, dan
maka kecil kecenderungannya untuk kemungkinan mereka untuk melakukan
melakukanpenyimpangan.Logikapengertian tindak kriminal meningkat11.
ini adalah bila orang aktif di segala kegiatan Pandangan Frank E. Hagan12, di
maka orang tersebut akan menghabiskan mana pada dasarnya menyatakan bahwa
waktu dan tenaganya dalam kegiatan delinkuen itu terjadi pada saat keterikatan
tersebut. Sehingga dia tidak sempat lagi seseorang dengan masyarakat melemah
memikirkan hal-hal yang bertentangan atau rusak. Seseorang mempertahankan
dengan hukum. Dengan demikian segala penyesuaian atas ketakutan akan kejahatan
aktivitas yang dapat memberi manfaat, akan yang berakibat memecah hubungan
mencegah orang itu untuk melakukan mereka dengan keluarga, teman, tetangga,
perbuatan yang bertentangan dengan pekerjaan, sekolah, dan sejenisnya. Pada
hukum. Orang yang sibuk dengan kegiatan intinya, seseorang menyesuaikan diri
konvensional akan memiliki lebih banyak bukanlah karena takut atas hukuman yang
waktu untuk tidak melakukan tindak telah ditetapkan dalam hukum pidana, tetapi
pelanggaran10. lebih banyak karena kepedulian terhadap
Keempat, Belief, merupakan aspek kejahatan, adat-istiadat, dan citra
moral yang terdapat dalam ikatan sosial, perorangan dari mereka yang memiliki
yang tentunya berbeda dengan ketiga aspek kelompok penting dalam masyarakat di
di atas. Beliefs, merupakan kepercayaan mana mereka menjadi anggotanya.
seseorang pada nilai-nilai moral yang ada. Keterikatan pada masyarakat itu terdiri atas
Kepercayaan seseorang terhadap norma- empat komponen : yakni attachment,
norma yang ada menimbulkan kepatuhan commitment, involvement, and belief.
terhadap norma tersebut. Kepatuhan Seperti halnya yang terjadi di Bali,
terhadap norma tersebut tentunya akan pelaku kenakalan anak yang diteliti di Bali
mengurangi hasrat untuk melanggar. Tetapi sebenarnya anak-anak sangat taat dan soleh,
bila orang tidak mematuhi norma-norma juga didukung dengan ikatan sosial yang
maka lebih besar kemungkinan melakukan kuat dengan aktivitas sosial yang tinggi,
pelanggaran. ditelusuri mengapa hal tersebut yang sudah
Menurut Freda Adler, Hirschi demikian erat ikatan sosialnya dapat
menyimpulkan hasil penelitiannya bahwa menjadi rapuh

11
10
Freda Adler, Op.cit, hlm 163
Freda Adler, Op.cit, hlm 163 12
Frank E. Hagan, Op.cit, hlm. 450
dengan banyaknya kasus-kasus kenakalan anak, untuk itulah sangat wajar hal
tersebut dikaji menurut teori Kontrol Sosial. telah menguraikan suatu ikatan sosial yang
Walau disadari bahwa semula teori kontrol nampak jelas dari elemen-elemen kontrol
ini lebih banyak membahas masalah sosial seperti attachment, commitment,
kenakalan remaja bagi sebagian siswa-siswa involvement, dan belief. Keterikatan
sekolah tingkat atas di Amerika, namun terhadap anak remaja pada satu individu
perkembangan selanjutnya juga telah dengan individu lainnya, apakah itu peer-
diadakan penelitian di Bali. group, sekolah tokoh masyarakat, tokoh
Kajian kenakalan anak yang terjadi agama, kehidupan sehari-hari dan suatu
di Bali dicoba dianalisis dengan pendekatan organisasi kemasyaraklatan, dan manfaat
teori kriminologi yakni teori kontrol sosial yang sudah nyata dapat diterima dengan
yang dikemukakan oleh Travis Hirschi baik hasilnya, ditunjang dengan ketaatan
(1969) Guru Besar tetap Sosiologi di pada hukum dan agama, maka tak pelak
Univercity of Arizona. Penggunaan teori teori kontrol sosial ini dapat digunakan
kontrol sosial dalam penelitian ini sebagai landasan untuk menanggulangi
dilandaskan pada kenyataan bahwa kultur kenakalan anak. Apalagi teori ini dikaitkan
(budaya) masyarakat Indonesia (khususnya dengan budaya masyarakat Bali dengan
Bali) masih menjunjung tinggi norma kearifan lokalnya seperti Tri Hita Karana,
kesusilaan dan tata krama adat ketimuran. merupakan kearifan lokal dalam pola
Keempat elemen itu, berpengaruh pada erat penanggulangan kenakalan anak tersebut.
tidaknya ikatan sosial para anak-anak/
remaja pada masyarakat. Sejauh individu c. Upaya Penanggulangan Kenakalan
memperlihatkan ikatan sosial pada Anak melalui Kearifan Lokal Bali
masyarakat, pertanyaan yang muncul di Kearifan lokal adalah cara bersikap
kalangan pakar kriminologi adalah dan bertindak seseorang atau sekelompok
bagaimana ikatan-ikatan itu dapat melemah orang untuk merespon perubahan-
atau terputus yang pada akhirnya perubahan yang khas dalam lingkup
melahirkan perilaku delinkuen. Begitu salah lingkungan flsik maupun kultural. Kearifan
satu dari keempat unsur itu melemah atas lokal apabila dilihat dari fungsi dan
diri seseorang, maka seseorang itu akan wujudnya dapat dipahami sebagai usaha
“terbebas” dan kecenderungannya orang itu manusia dengan menggunakan akal budinya
untuk terlibat dalam perilaku delinkuen pun (kognisi) untuk bertindak dan bersikap
meningkat. terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang
Dari uraian di atas dapat disimpulkan terjadi dalam ruang tertentu. Pengertian di
bahwa teori kontrol sosial dapat digunakan atas, disusun secara etimologi, dimana
sebagai landasan untuk menanggulangi wisdom dipahami sebagai kemampuan
kenakalan anak, mengingat secara rinci seseorang dalam menggunakan akal
pikirannya dalam bertindak atau bersikap
sebagai hasil penilaian terhadap
sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi. Sebagai sebuah istilah wisdom sering diartikan
sebagai “kearifan/kebijakan”.13 institusi ini adalah replika dari konsep Tri
Sebagai falsafah hidup yang unik, Hita Karana dan masing-masing memiliki
Tri Hita Karana, yang berakar pada tempat ibadahnya; berupa pura, anggotanya
agama Hindu Bali mengajarkan nilai-nilai dan daerahnya yang mencerminkan ketiga
dan praktek universal untuk mencapai hubungan konsep tersebut dengar Tuhan
kemakmuran, kedamaian dan kebahagiaan (parhyangan), sesama manusia (pawongan)
melalui keseimbangan dan keharmonisan dan alam (palemahan).
antara dunia-dunia spiritual, sosial dan Dari pemaparan di atas jelaslah
natural. Setiap dunia ini memiliki suatu bahwa dengan filosofi Tri Hita Karana
rangkaian pengetahuan, kepercayaan dan yang diaplikasikan dalam berbagai kegiatan
tindak laku yang harus dipatuhi untuk seperti Panca Sradha, Panca Yadnya, Tat
mencapai keseimbangan dan keharmonisan twam Asi, ajaran Karmaphala, dapat
di antara dan di dalam dunia-dunia ini, digunakan untuk menanggulangi kenakalan
dengan dunia manusia berada di tengah- anak yang berbasis kearifan lokal
tengah keseimbangan ini. Keranjingan Bali masyarakat Bali.
terhadap keseimbangan dan keharmonisan
bukan saja merupakan konsep pasif, tetapi BAB V SIMPULAN DAN SARAN
merupakan falsafah yang menekankan A. SIMPULAN
keseimbangan yang dinamis (dynamic 1. Hal ini dapat dianalisis dari proposisi
equlibrium). Dalam hal terjadi kekuatan yang ada yang bahwa: preposisi
yang bertabrakan, di mana keseimbangan terhadap teori kontrol sosial dikaitkan
yang ada runtuh dan terjadi dengan kenakalan anak maka dapat
ketidakseimbangan, maka kekacauan yang diperoleh gambaran sebagai berikut :
menyusul akan mewujudkan keseimbangan 1. Semakin kuat keterikatan seorang
dan keharmonisan baru yang bahkan lebih anak dengan orang tua, guru, kegiatan
dinamis yang diharapkan mampu konvensional,peer-group,tokohagama
menunjang pemgganti sosial dari zaman maupun tokoh masyarakat, maka
yang berubah. semakin rendah kecenderungan anak
Konsep Tri Hita Karana tidak akan terlibat dalam perilaku menyimpang;
efektif dalam peranan pelestariannya tanpa 2. semakin positif ketertarikan anak
adanya dukungan penting dari institusi- terhadap organisasi siswa intra
institusi tradisional, yang terpenting sekolah, sekeha teruna, dan organisasi
adalah desa adat, banjar dan subak. Setiap kemasyarakatan lainnya, maka
semakin negatif kecenderungan anak
13
Ridwan, Nurma Ali. 2007. Landasan Keilmuan terlibat dalam perilaku delinkuen;
Kearifan Lokal, Jurnal Ibda Vol.5 No. I. P3M
STAIN. Purwokerto. 3. semakin positif keterlibatan anak
dengan kegiatan pramuka, pencinta
alam, kesenian, olah raga, maka
semakin negatif kecenderungan anak untuk terlibat dalam perilaku
delinkuen; Bali. Dalam konteks memahami
4. semakin kuat keyakinan/kepatuhan kontrol sosial berupa ikatan sosial
anak pada norma adat dan norma tesebut maka tidak dapat dilepaskan
hukum, maka semakin lemah/rendah dari konteks budaya masyarakat Bali.
anak terlibat dalam kenakalan anak. Ikatan sosial baik berupa attachment,
2. Dari pemaparan di atas jelaslah bahwa involvement, commitment, dan belief
dengan filosofi Tri Hita Karana yang dengan didukung oleh kearifan lokal
diaplikasikan dalam berbagai kegiatan masyarakat Bali seperti ajaran Tri
seperti Panca Sradha, Panca Yadnya, Hita Karana, Tri Kaya Parisudha,
Tat twam Asi, ajaran Karmaphala, Tat Twam Asi, Karmaphala, Catur
dapat digunakan untuk Guru dan sebagainya, sangat memberi
menanggulangi kenakalan anak yang pedoman di dalam bertingkah laku
berbasis kearifan lokal masyarakat dalam keseharian, sehingga bila
Bali. dikaitkan dengan elemen kontrol
sosial dari Travis Hirschi di mana
B. SARAN kehidupan remaja pada masyarakat di
a. Bahwa teori Barat tidak selama tepat Amerika Serikat, tentu akan berbeda
pula diterapkan pada masyarakat nilai kepatuhannya pada masyarakat
lainnya khususnya di Bali. Banyak hal berbudaya seperti pada masyarakat
yang tidak dilakukan Hirschi, namun Bali pada khususnya dan budaya
pada masyarakat Bali, keterikatan, Indonesia pada umumnya.
keterlibatan, dan keyakinan sesuatu
dalam ikatan sosial itu lebih banyak
bernuansa adat dan agama. Metode DAFTAR PUSTAKA
yang digunakan Travis Hirschi adalah
self report study yang selamanya A. Literatur / Buku
tidak tepat digunakan pada Alo Liliweri, 2006. Kearifan Lokal Sebagai
masyarakat yang menjunjung adat Kearifan Orang Miskin dalam
ketimuran, untuk itu metode self Keberagaman. Makalah disajikan
report study sangat dibantu dengan dalam dialog Budaya NTT pada
observasi maupun dengan wawancara; tanggal 26 September 2006.
b. Karena Hirschi telah mempopulerkan A. Syamsudin Meliala dan E. Sumarsono.
teori Kontrol Sosial dengan elemen 1985. Kejahatan Anak : Suatu
social bond nya akan lebih tepat Tinjauan dari Psikologi dan Hukum.
ditambahkan dengan Teori Kontrol Jogjakarta: Liberty.
Sosial berbasis Budaya yang Barda Nawawi Arief, 1996. Bunga Rampai
bersesuian dengan budaya masyarakat Kebijakan Hukum Pidana, Bandung,
Alumni.
Edwin H Sutherland, 1995. Principle of Criminology, revised by Donald R Creseey,
Philadelphia; JB Lipincolt Co, Hofnagels, G. Peter. 1973. The Other Side
Frank. E Hagan. 1987. Introduction to of Criminology, Kluwer Deventer,
Criminology, Theories, Methodes, Holland
and Criminal Behavior, Nelson-Hall Irma Setyowati Soeniitri,1990. Aspek
Chicago. Hukum Perlindungan Anak, Bumi
Frank E Hagan, 1989. Introduction to Aksara, Jakarta.
Criminology, Theories, Methodes, Jack E.Bynum and William E.Thomson,
and Criminal Behavior, Nelson-Hall 2007. Juvenile Delinquency: A
Chicago Sociological Approach. Published in
Fritjop Capra, 2002. Titik Balik Peradaban the United States of Amerika, Pearson
Sain, Masyarakat dan Kebangkitan Education, Inc.
Kebudayaan. Terjemahan oleh Kartini Kartono, 1992. Patologi Sosial (2)
M. Thoyibi, Bentang Budaya. Kenakalan Remaja, Jakarta, Rajawali
Yogyakarta. Pers.
Freda Adler; Gerhard O.W Mueller; ----------------------, 1995. Psikologi Anak
William S Laufer. 1995. (Psikologi Perkembangan) Bandung:
Criminology: The Shorter Version, Mandar Maju.
Second Edition, McGraw-Hill, Inc, Lexi Moleong, 1989. Metode Penelitian
USA . Kualitatif. Bandung, Penerbit
Geriya, IWayan. 2004. Kearifan Lokal Remaja.
Dalam Perspektif Kajian Budaya: Muhammad Mustofa, 2005. Metode
Pergulatan Teoritik dan Ranah Penelitian Kriminologi, Penerbit
Aplikatif. Program Magsiter Kajian Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Budaya. Universitas Udayana. Univ. Indonesia (FISIP – UI Press).
Denpasar. Muladi, 1995. Kapita Selekta Sistem
Hagan, John 1987. Modern Criminology, Peradilan Pidana, Penerbit
Crime, Criminal Behavior and its Universitas Diponegoro, Semarang
Control, Singapore, McGraw Hill PaulusHadisuprapto,2008.DelinkuensiAnak,
Book Com. Pemahaman dan
Hagan, Frank. E. 1989. Introduction to Penanggulangannya, Penerbit Bayu
Criminology, Theories, Methodes, Media Publishing.
and Criminal Behavior, Nelson-Hall Romli Atmasasmita, 1984. Problema
Chicago Kenakalan Anak dan Remaja,
Hirschi, Travis. 1969. Causes of Bandung, Armico,
Delinquency, Berkeley, University of Satjipto Rahardjo, 1974. Beberapa Segi dan
California, Press Studi tentang Hukum dan
Masyarakat, Hukum no. 1 Tahun I,
1974, Jakarta, Yayasan Penelitian dan
Pengembangan Hukum

Anda mungkin juga menyukai