Peran Usaha Mikro Kecil dan Menengah atau lebih sering dikenal UMKM dalam
pertumbuhan perekonomian suatu negara sangat penting. Ketika terjadi krisis yang
melanda pada tahun 1998, usaha berskala kecil dan menengah yang relatif mampu
bertahan dibandingkan perusahaan besar. Alasannya karena mayoritas usaha berskala
kecil tidak terlalu tergantung pada modal besar atau pinjaman dari luar dalam kurs dollar.
Sehingga, ketika ada fluktuasi nilai tukar, perusahaan berskala besar yang secara umum
selalu berurusan dengan mata uang asing adalah yang paling berpotensi mengalami imbas
krisis. Beberapa penelitian terdahulu menyebutkan bahwa struktur modal UKM
khususnya diIndonesia, hampir sebagian besar berdasar pada investasi pribadi. Sangat
sedikit, mereka yang berhubungan dengan pihak ketiga untuk mendapatkan dana. Jika
mereka membutuhkan suntikan dana dari pihak luar, justru pihak- pihak penyedia dana
selain bank, yang sangat berperan. Misal bank-bank perkreditan rakyat atau malah
rentenir. Seperti yang kita ketahui pula, bunga yang dikenakan pada peminjam adalah
sangat tinggi dan mencekik leher. Jelas, kondisi seperti ini tidak akan terjadi untuk
perusahaan berskala besar.
Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) terbukti
merupakan penggerak utama sektor riil yang berpengaruh langsung terhadap
pertumbuhan ekonomi nasional. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah, jumlah UMKM pada tahun 2011 sebanyak 55,2 juta unit dengan
terbagi sebagai berikut 54.559.969 unit Usaha Mikro, 602.195 unit Usaha kecil dan
44.280 unit Usaha Menengah. Jumlah UMKM pada tahun 2011 adalah sekitar 99,99
persen dari jumlah total unit usaha yang ada,
Unit-unit tersebut diperkirakan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 97,24
persen. Namun demikian perkembangan UMKM umumnya masih mengalami berbagai
masalah dan belum sepenuhnya sesuai dengan yang diharapkan, Masalah yang hingga
kini masih menjadi kendala dalam pengembangan usaha UMKM adalah keterbatasan
modal yang dimiliki dan sulitnya UMKM mengakses sumber permodalan. Sebelum
diberlakukannya Undang-Undang tentang Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan UU No.3 Tahun 2004, kebijakan Bank Indonesia
dalam membantu pengembangan usaha kecil dan koperasi, Bank Indonesia dapat
memberikan bantuan keuangan kepada UMKM, yang dikenal dengan Kredit Likuiditas
Bank Indonesia (KLBI). Namun setelah undang undang tersebut di atas
ISU KEBIJAKAN
a. Kontribusi UMKM sebesar 57,48% terhadap PDB dan juga proporsi UMKM sebesar
99,99% (Kemenkop, 2013) dari jumlah pelaku usaha menunjukkan eksistensi
UMKM dalam menunjang perekonomian negara Indonesia.
b. UMKM sektor perdagangan menempati urutan kedua setelah sektor pertanian,
perkebunan, kehutanan dan perikanan. Berdasarkan kontribusi yang diberikan,
UMKM sektor perdagangan memberikan kontribusi terhadap PDB paling besar jika
dibandingkan dengan sektor lainnya. Meskipun demikian, dalam pengembangan
usahanya, UMKM sektor perdagangan menghadapi beberapa kendala terutama
masalah permodalan.
c. Berbagai kebijakan pemerintah terkait dengan pembiayaan bagi UMKM telah banyak
digulirkan antara lain program kredit usaha rakyat (KUR) yang merupakan
manifestasi dari MOU berbagai instansi dan juga program BI yaitu kewajiban bagi
bank untuk menggulirkan kredit usaha kecil sebesar 20% dari total kredit pada tahun
2018.
d. Program-program pembiayaan yang telah dicanangkan oleh pemerintah belum dapat
dimanfaatkan secara maksimal oleh seluruh UMKM yang ada.
Jumlah UMKM yang mendapat bantuan pembiayaan misalnya KUR baru menyentuh
9.417.349 UMKM atau 16,66% dari total pelaku UMKM (www.komite-kur.com).
UMKM yang tidak menggunakan fasilitas kredit tersebut menggunakan modal
sendiri dalam struktur pemodalannya. Hal ini disebabkan karena keterbatasan akses
dari UMKM dan sulitnya UMKM memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
e. Bagi UMKM yang telah mendapatkan pembiayaan juga menghadapi masalah baru
dalam hal pengelolaan keuangan. Keterbatasan pengetahuan mengenai pembukuan
dan tidak adanya pemisahan antara keuangan pribadi dan keuangan usaha membuat
kredit yang diterima tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Selain itu juga
kurangnya inovasi dan kreatifitas membuat UMKM sektor perdagangan kalah
bersaing dengan pasar modern.
a. Kebijakan pemerintah baik melalui nota kesepahaman dengan berbagai instansi yang
kemudian dikenal dengan program KUR atau melalui peraturan Bank Indonesia
No.14/22/PBI/2012 telah menunjukkan perhatian pemerintah untuk memberikan
solusi kepada UMKM terkait dengan masalah permodalan dengan menjalankan peran
lembaga pembiayaan sebagai alternatif sumber pembiayaan bagi UMKM
b. Namun kenyataannya, program inipun tidak mudah dilaksanakan baik oleh UMKM
maupun oleh lembaga pembiayaan. UMKM merasa kesulitan untuk memenuhi
persyaratan yang ditetapkan oleh lembaga pembiayaan terutama dalam hal
pembukuan dan agunan. Demikian juga lembaga pembiayaan menemukan kesulitan
UMKM yang feasible dan bankable untuk dibiayai untuk menghindari adanya
kredit bermasalah.
c. Saat ini akses pembiayaan UMKM lebih banyak diperoleh dari bank umum
dibandingkan dengan lembaga pembiayaan seperti koperasi dan lembaga pembiayaan
non bank. Persaingan antar lembaga pembiayaan menjadikan lembaga pembiayaan
non bank yang kurang populer mengalami penurunan jumlah debitur. Meskipun
demikian pangsa UMKM bagi lembaga pembiayaan masih besar.
d. Lembaga pembiayaan non bank menghadapi kendala untuk mendapatkan informasi
calon debitur. Hal ini berguna untuk menghindarkan pemberian
kredit/pinjaman yang tumpang tindih yang akan menyebabkan terjadinya kesulitan
pembayaran.
e. Dalam hal pembayaran kredit/pinjaman, lembaga pembiayaan telah melakukan
inovasi sistem penagihan. Lembaga pembiayaan saat ini lebih agresif mendekati
UMKM. Sistem penagihan yang semula bulanan diubah menjadi harian untuk sektor
perdagangan. Sistem penagihan “jemput bola” dalam arti mendatangi debitur one on
one, saat ini dilakukan oleh lembaga pembiayaan baik bank maupun non bank.
f. Sistem penagihan harian ini membantu UMKM menghemat waktu dan tenaga serta
juga menghindarkan UMKM dari potensi munculnya kredit bermasalah atau bahkan
kredit macet. Sistem ini juga memungkinkan lembaga pembiayaan melakukan close
monitoring usaha dan memberikan pembinaan secara personal mengenai cara
mengelola usaha dan keuangan.
g. Sistem penagihan harian juga membuat UMKM merasa cicilan dan bunga atau sistem
bagi hasil yang dikenakan oleh lembaga pembiayaan menjadi lebih ringan sehingga
UMKM tidak mengalami kesulitan dalam melakukan pembayaran. Kondisi ini
menyebabkan angka kredit bermasalah menjadi kecil.
h. Lembaga pembiayaan juga berperan melakukan pembinaan terhadap UMKM untuk
mengembangkan usaha antara lain membantu promosi dalam bentuk
mengikutsertakan UMKM ke dalam pameran, memberikan konsultansi mengenai
pengembangan usaha dan menfasilitasi keberadaan tempat usaha.
i. Pembinaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan seringkali mendapat penolakan
dari UMKM dengan alasan tidak ada waktu dan merepotkan. Terutama pembinaan
dalam hal keuangan, UMKM lebih menyukai untuk membuat pembukuan secara
mandiri meskipun seringkali terbengkalai.
j. UMKM yang mendapatkan pembiayaan ada yang mengalami perkembangan yang
pesat, yang dapat diukur dari adanya perluasan usaha, penambahan aset baik usaha
maupun pribadi dan gaya hidup. Tetapi ada juga UMKM yang tidak mengalami
perkembangan atau malah menurun.
k. Penurunan usaha UMKM disebabkan oleh dua hal akibat kesalahan pengelolaan
maupun kondisi ekonomi negara yang kurang kondusif. Penurunan usaha yang
disebabkan kesalahan pengelolaan yang banyak terjadi adalah terpakainya modal
untuk kebutuhan pribadi seperti naik haji, membiayai anak sekolah atau membeli aset
konsumtif.
l. Tiga kendala utama bagi lembaga pembiayaan untuk menjalankan peranannya dalam
pengembangan UMKM, yaitu (1) sulitnya menilai UMKM yang feasible dan
bankable yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam pemberian kredit; (2)
Animo UMKM yang rendah terhadap upaya pembinaan yang dilakukan oleh lembaga
pembiayaan dan (3) Sebagian besar UMKM belum melakukan pemisahan keuangan
antara keuangan pribadi dengan usaha.
REKOMENDASI KEBIJAKAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat serta hidayahNya, sehingga laporan
analisis “Peran Lembaga Pembiayaan dalam Pengembangan UMKM” dapat diselesaikan.
Analisis ini dilakukan berdasarkan Peran Usaha Mikro Kecil dan Menengah atau
lebih sering dikenal UMKM dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara sangat
penting. Ketika terjadi krisis yang melanda pada tahun 1998, usaha berskala kecil dan
menengah yang relatif mampu bertahan dibandingkan perusahaan besar. Sangat sedikit,
mereka yang berhubungan dengan pihak ketiga untuk mendapatkan dana. Jika mereka
membutuhkan suntikan dana dari pihak luar, justru pihak-pihak penyedia dana selain
bank, yang sangat
Analisis ini diselenggarakan secara swakelola oleh Pusat Kebijakan Perdagangan
Dalam Negeri . Disadari bahwa laporan ini masih terdapat berbagai kekurangan baik
ditinjau dari aspek substansi, analisa, maupun data- data yang sifatnya pendukung, oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Dalam
kesempatan ini tim peneliti mengucapkan terima kasih terhadap semua pihak yang
membantu terselesaikannya laporan ini. Sebagai akhir kata semoga penelitian ini dapat
menjadi bahan masukan bagi pimpinan dalam merumuskan kebijakan dibidang sarana
dan lembaga perdangangan.
Tabel 2.1 Realisasi dan NPL Penyaluran KUR Bank Nasional ………………. 9
Tabel 2.2 Realisasi dan NPL Penyaluran KUR BPD ………………………….. 10
Tabel 2.3 Realisasi dan NPL Penyaluran KUR ………………………………… 11
Tabel 2.4 Realisasi KUR Menurut Sektor Ekonomi ……………………………. 12
Tabel 2.5 Realisasi KUR Menurut Propinsi …………………………………….. 13
Tabel 2.6 Produk Domestko Bruto (PDB) UMKM dan UB Menurut Sektor 15
Ekonomi Tahun 2009 – 2011 …………………………………………
Tabel 2.7 Jumlah UMKM dan UB Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2009 – 17
2011 …………………………………………………………………….
Tabel 2.8 Penyerapan Tenaga Kerja UMKM dan UB Menurut Sektor 18
Ekonomi Tahun 2009 – 2011 …………………………………………
Tabel 2.9 Investasi UMKM dan Besar Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2009 19
– 2011 ( Juta rupiah) …………………………………………………..
Tabel 2.10 Kondisi Infrastruktur dan Kelembagaan Lembaga Pembiayaan 21
UMKM …………………………………………………………………...
Tabel 2.11 Potensi dan Permasalahan yang Dihadapi Lembaga Pembiayaan 22
UMKM …………………………………………………………………...
Tabel 3.1 Operasionalisasi Konsep ……………………………………………... 33
Tabel 4.1 Jenis Usaha Responden ……………………………………………… 48
Tabel 4.2 Membantu Pengurusan Izin Usaha ………………………………….. 66
Tabel 4.3 Membantu Pengurusan Kredit ……………………………………….. 67
Tabel 4.4 Pelatihan Pengelolaan SDM …………………………………………. 67
Tabel 4.5 Pelatihan Penggunaan IT …………………………………………….. 68
Tabel 4.6 Membuat Manajemen Usaha Lebih Bagus …………………………. 69
Tabel 4.7 Membantu Membuat Rencana Bisnis ……………………………….. 69
Tabel 4.8 Mencarikan Pelanggan Baru dan Mempromosikan Kepada Orang 71
Lain ……………………………………………………………………..
Tabel 4.9 Mengikutsertakan dalam pameran …………………………………... 72
Tabel 4.10 Menyediakan Tempat Usaha ………………………………………… 72
Tabel 4.11 Pendampingan Berinovasi ……………………………………………. 73
Tabel 4.12 Membantu Membuat Pembukuan dan Laporan Keuangan ………. 75
Tabel 4.13 Pelatihan dan Pendampingan ……………………………………….. 76
Tabel 4.14 Omzet Usaha Meningkat ……………………………………………… 77
DAFTAR GAMBAR
Peran Usaha Mikro Kecil dan Menengah atau lebih sering dikenal UMKM dalam
pertumbuhan perekonomian suatu negara sangat penting. Ketika terjadi krisis yang
melanda pada tahun 1998, usaha berskala kecil dan menengah yang relatif mampu
bertahan dibandingkan perusahaan besar. Alasannya karena mayoritas usaha berskala
kecil tidak terlalu tergantung pada modal besar atau pinjaman darI luar dalam kurs dollar.
Sehingga, ketika ada fluktuasi nilai tukar, perusahaan berskala besar yang secara umum
selalu berurusan dengan mata uang asing adalah yang paling berpotensi mengalami imbas
krisis. Beberapa penelitian terdahulu menyebutkan bahwa struktur modal UKM
khususnya di Indonesia, hampir sebagian besar berdasar pada investasi pribadi. Sangat
sedikit, mereka yang berhubungan dengan pihak ketiga untuk mendapatkan dana. Jika
mereka membutuhkan suntikan dana dari pihak luar, justru pihak- pihak penyedia dana
selain bank, yang sangat berperan. Misal bank-bank perkreditan rakyat atau malah
rentenir. Seperti yang kita ketahui pula, bunga yang dikenakan pada peminjam adalah
sangat-sangat tinggi dan mencekik leher. Jelas, kondisi seperti ini tidak akan terjadi untuk
perusahaan berskala besar.
Melalui Analisis ini diharapkan akan terciptanya lembaga pembiayaan yang dapat
mendukung pengembangan UMKM di bidang perdagangan.
Sistematika laporan analisis ini terdiri dari 5 (lima) bab, yang berisi:
BAB I : PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan dan Keluaran Kajian
1.3. Ruang Lingkup
1.4. Sistematika Laporan
BAB II : TINJAUAN LITERATUR
2.1. Pengertian Lembaga Pembiayaan
2.2. Peran Lembaga Pembiayaan dalam Pengembangan
UMKM
2.3. Perkembangan Lembaga Pembiayaan UMKM
BAB III : METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran
3.2. Pendekatan Penelitian
3.3. Jenis Penelitian
3.4. Jenis Data dan Sumber Data
3.5. Teknik Pengumpulan Data
3.6. Populasi dan Sampel
3.7. Teknik Analisis Data
3.8. Operasionalisasi Konsep
BAB IV : ANALISIS PERAN LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM
PENGEMBANGAN UMKM
4.1. Program Pengembangan UMKM Melalui Lembaga
Pembiayaan
4.2. Perkembangan Pembiayaan UMKM
4.3. Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan
UMKM di Provinsi Jawa Barat dan DI Yogyakarta
BAB V : SIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1. Kesimpulan
5.2. Rekomendasi
BAB II
TINJAUAN LITERATUR
Bank Umum wajib memberikan Kredit atau Pembiayaan UMKM. Jumlah Kredit
atau Pembiayaan UMKM sebagaimana dimaksud pada ditetapkan paling rendah 20%
(dua puluh persen) yang dihitung berdasarkan rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM
terhadap total Kredit atau Pembiayaan. Pencapaian rasio pemberian Kredit atau
Pembiayaan UMKM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung pada setiap akhir
tahun. Pencapaian rasio pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM sebagaimana
dimaksud pada dilakukan secara bertahap, sebagai berikut:
1) Tahun 2013: rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit atau
Pembiayaan sesuai kemampuan Bank Umum yang dicantumkan dalam Rencana
Bisnis Bank;
2) Tahun 2014: rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit atau
Pembiayaan sesuai kemampuan Bank Umum yang dicantumkan dalam Rencana
Bisnis Bank;
3) Tahun 2015: rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit atau
Pembiayaan paling rendah 5% (lima persen);
4) Tahun 2016: rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit atau
Pembiayaan paling rendah 10% (sepuluh persen);
5) Tahun 2017: rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit atau
Pembiayaan paling rendah 15% (lima belas persen);
6) Tahun 2018 dan seterusnya: rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM terhadap total
Kredit atau Pembiayaan paling rendah 20% (dua puluh persen).
Tabel 2.1
Realisasi dan NPL Penyaluran KUR Bank Nasional
(31 Agustus 2013)
Dari tabel 2. Terlihat bahwa penyaluran KUR oleh BPD sampai bulan Agustus
2013 ini telah mencapai Rp. 12 triliun dengan jumlah UMKMK sebesar 151.704. Rata-
rata kredit yang diterima debitur sebesar Rp. 79,1 juta. Bank Jatim dan Bank Jabar Banten
merupakan BPD yang menyalurkan KUR terbesar sekitar Rp 3,7 triliun dan Rp 2,73
triliun. Untuk di luar pulau Jawa, Bank Nagari dan Bank
Kalbar merupakan Bank Pelaksana terbesar yang menyalurkan KUR masing- masing
sebesar Rp. 1,329 triliun dan Rp 332,740 miliar. Sampai bulan Agustus 2013 NPL yang
terbentuk dari penyaluran KUR oleh BPD adalah sebesar 7,9%, sehingga diperlukan
konsolidasi internal untuk memperbaiki tingkat NPL yang tinggi tersebut.
Tabel 2.2
Realisasi dan NPL Penyaluran KUR BPD
(31 Agustus 2013)
Secara nasional, sampai bulan Agustus 2013, dari tabel 3. di bawah ini terlihat
bahwa dari target yang ditetapkan sebesar Rp. 36 triliun KUR sudah mencapai Rp.
27,716 triliun atau 77%. Diharapkan 5 bulan yang tersisa di tahun
2013 Bank pelaksana dapat mencapai target yang telah ditetapkan dengan NPL masing-
masing dibawah 5%. Penambahan Bank Pelaksana diharapkan dapat mendorong
percepatan penyaluran KUR kepada UMKMK yang visible namun belum bankable.
Tabel 2.3
Realisasi dan NPL Penyaluran KUR
(31 Agustus 2013)
Dilihat dari sisi sektor ekonomi, penyaluran KUR oleh Bank Pelaksana masih
didominasi oleh sektor perdagangan. Penyaluran disektor ini mencapai Rp. 71,694 triliun
dengan jumlah debitur UMKMK sebesar 6,171 juta debitur. Sektor pertanian menjadi
sektor kedua yang terbesar menyerap KUR dari bank pelaksana yaitu sebesar Rp. 20,67
triliun dengan jumlah debitur mencapai 1,37 juta debitur. Sektor perdagangan menjadi
sektor yang paling banyak memanfaatkan dana KUR karena jumlah UMKM sektor
perdagangan jumlahnya cukup besar dan kemampuan untuk mengembalian pinjaman
pada UMKM sektor perdagangan inti juga sangat baik. Sektor pertanian juga menjadi
sektor yang cukup banyak mendapat dana KUR. Ini membuktikan bahwa kedua sektor
tersebut merupakan sektor ekonomi yang paling banyak digeluti oleh UMKM.
Tabel 2.4
Realisasi KUR Menurut Sektor Ekonomi
(31 Agustus 2013)
TOTAL
NO SEKTOR EKONOMI Plafon Outstanding
(Rp juta) (Rp juta) Debitur
1 Pertanian 20,675,438 8,704,395 1,375,369
2 Perikanan 768,053 226,337 7,268
3 Pertambangan 106,296 50,751 2,673
4 Industri pengolahan 3,466,891 1,610,621 173,905
5 Listrik, gas dan air 64,715 33,384 1,677
6 Konstruksi 1,965,360 670,109 9,949
7 Perdagangan 71,694,808 26,291,876 6,171,144
8 Penyediaan akomodasi 826,287 288,909 31,542
9 Transportasi 1,711,559 976,110 38,706
10 Perantara keuangan 924,458 363,957 6,300
11 usaha persewaan 5,193,460 2,567,399 254,701
12 Adm. Pemerintahan 9,086 1,433 37
13 Jasa pendidikan 70,140 30,655 410
14 Jasa kesehatan 337,879 107,537 3,558
15 Jasa kemasyarakatan 3,123,861 1,224,790 104,153
16 Jasa perorangan 90,024 43,068 879
17 Badan internasional 75 - 1
18 Lainnya 14,339,308 2,686,070 1,082,654
Total 125,367,700 45,877,402 9,264,926
TOTAL
NO PROVINSI TOTAL Outstanding
(Rp juta) (Rp juta) Debitur
1 Nanggroe Aceh Darusalam 2,081,745 586,694 150,835
2 Sumatera Utara 6,327,140 2,490,227 380,389
3 Sumatera Barat 3,941,251 1,568,415 218,718
4 Riau 3,830,020 1,768,867 156,569
5 Jambi 2,226,226 907,752 129,556
6 Sumatera Selatan 4,463,741 1,761,048 171,743
7 Bengkulu 899,942 334,146 68,069
8 Lampung 2,716,215 989,084 215,504
9 Kepulauan Riau 906,819 354,212 30,794
10 Bangka Belitung 391,077 152,064 22,305
11 DKI Jakarta 5,737,216 2,317,045 222,155
12 Jawa Barat 16,016,509 5,501,041 1,309,104
13 Jawa Tengah 19,412,883 6,265,058 2,174,768
14 D.I. Yogyakarta 2,447,451 921,412 241,168
15 Jawa Timur 18,924,056 6,584,795 1,606,785
16 Banten 2,601,219 889,641 143,307
17 Bali 2,785,984 1,032,096 213,619
18 NTB 1,534,318 528,230 138,967
19 NTT 1,339,393 457,248 94,620
20 Kalimantan Barat 2,845,038 1,248,096 107,464
21 Kalimantan Tengah 1,900,006 899,630 86,721
22 Kalimantan Selatan 3,092,273 1,334,993 171,557
23 Kalimantan Timur 3,283,879 1,361,717 156,295
24 Sulawesi Utara 1,289,843 510,953 88,020
25 Sulawesi Tengah 1,519,952 611,866 117,506
26 Sulawesi Selatan 7,084,829 2,486,486 508,493
27 Sulawesi Tenggara 1,077,919 392,903 84,631
28 Gorontalo 621,647 174,656 58,211
29 Sulawesi Barat 668,853 206,872 47,150
30 Maluku 876,280 256,270 45,683
31 Maluku Utara 552,637 189,825 24,034
32 Papua Barat 671,636 276,869 22,026
33 Papua 1,299,705 517,195 58,160
TOTAL 125,367,700 45,877,402 9,264,926
Sementara itu, Lembaga penyaluran dana pinjaman yang dikelola oleh Kantor
Kementrian Koperasi dan UKM yang berada dibawah LPDB (Lembaga Penyalur Dana
Bergulir) – UMKM juga cukup banyak menyalurkan dana bergulir kepada UMKM
melalui koperasi-koperasi yang dibentuk oleh UMKM itu sendiri. LPDB-UMKM
merupakan satuan kerja Kementerian Koperasi dan UKM yang telah menyalurkan dana
bergulir pinjaman/pembiayaan kepada mitranya yakni
koperasi dan UKM sejak awal tahun 2008 hingga 24 Oktober 2013 sebesar Rp 3,9 triliun
kepada 501.427 UMKM melalui 2.671 mitra di seluruh Indonesia. Target penyaluran
dana bergulir tahun 2013 sebesar Rp 1,9 triliun kepada
109.157 UMKM melalui 768 mitra dan sampai dengan tanggal 24 Oktober 2013 telah
terealisasi sebesar Rp 1.2 triliun kepada 140.661 UMKM melalui 852 mitra, sementara
yang sedang dalam proses pencairan mencapai Rp 321 miliar.
Disisi lain, lembaga pembiayaan juga banyak dimanfaatkan oleh UMKM untuk
mengembangkan usahanya seperti Bank Perkreditan Rakyat (BPR), BMT, Modal
Ventura, dan lain sebagainya. Tapi pembiayaan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga
pembiayaan tersebut tidak terlalu besar. Pembiayaan UMKM masih banyak dilakukan
oleh Lembaga Keuangan Perbankan. Hampir 80 persen pembiayaan UMKM dilakukan
oleh lembaga keuangan perbankan. Dari hasil pengamatan di lokasi penelitan terlihat
bahwa perbankan seperti Bank BRI, Bank Mandiri, Bank BNI, Bank Danaman dan bank-
bank lainya bersaing dengan lembaga pembiayaan non bank untuk menarik nasabah
UMKM. Bahkan BPR yang dulu banyak nasabah yang antri untuk meminjam dana untuk
pengembangan usahanya, sekarang ini harus “jemput bola” karena persaingan untuk
menarik nasabah UMKM semakin kompetitf.
Sektor Ekonomi Atas Dasar Harga Berlaku Atas Dasar Harga Konstan Pangsa (%)
2009 2010 2011 2009 2010 2011 2009 2010 2011
1. Pertanian UMKM 821.49 962.05 1,010.34 283.94 292.11 310.89 15.51 15.85 13.60
UB 36.77 41.97 48.77 11.99 12.29 16.92 0.69 0.69 0.66
2. Pertambangan UMKM 89.94 102.88 128.47 23.16 24.57 30.5 1.70 1.70 1.73
UB 501.6 564.26 708 157.01 161.86 219.07 9.47 9.30 9.53
3. Industri UMKM 490.94 567.2 786.3 179.72 186.45 191.55 9.27 9.35 10.59
UB 989.96 1,129.12 1,412.85 390.06 408.86 375.54 18.70 18.61 19.02
4.LGA UMKM 3.29 3.78 6.71 1.27 1.35 2.69 0.06 0.06 0.09
UB 43.53 47.62 40.91 15.86 16.7 28.98 0.82 0.78 0.55
5. Bangunan UMKM 203.34 227.25 279.85 52.2 54.55 62.67 3.84 3.74 3.77
UB 351.64 397.61 358.72 88.07 95.51 130.98 6.64 6.55 4.83
6. Perdagangan UMKM 723 845.41 1,147.60 354.15 384.57 361.71 13.65 13.93 15.45
UB 27.6 30.63 39.32 14.41 16.03 29.41 0.52 0.50 0.53
7. Pengangkutan UMKM 166.06 189.74 220.28 73.82 79.39 99.68 3.14 3.13 2.97
UB 186.34 208.93 254.88 117.8 138 127.5 3.52 3.44 3.43
8. Keuangan UMKM 250.67 288.03 329.6 132.66 139.98 161.44 4.73 4.75 4.44
UB 153.45 170.41 239.15 76.18 80.66 73.02 2.90 2.81 3.22
9. Jasa - Jasa UMKM 244.42 280.05 394.42 111.67 119.58 148.21 4.62 4.61 5.31
UB 10.82 11.8 20.93 5.08 5.45 6.37 0.20 0.19 0.28
PDB UMKM 2,993.15 3,466.39 4,303.57 1,212.60 1,282.57 1,369.33 56.53 57.12 57.94
PDB UB 2,301.71 2,602.37 3,123.51 876.46 935.37 1,007.78 43.47 42.88 42.06
PDB NASIONAL 5,294.86 6,068.76 7,427.09 2,089.06 2,217.95 2,377.11 100.0000 100.00 100.00
Sumber : Kantor Kementrian Koperasi dan UMKM 2012
Kondisi seperti diatas bisa dilihat dari tabel 2.7 dibawah ini, bahwa jumlah
UMKM sektor pertanian paling banyak dibandingkan dengan UMKM sektor lainnya.
Hampir 50% UMKM yang ada merupakan UMKM sektor pertanian, sedangkan sektor
perdagangan sekitar 29 persen. Meskipun jumlah UMKM sektor pertanian jauh labih
banyak daripada sektor perdagangan, tapi dalam hal poenciptaan PDB, UMKM sektor
perdangan lebih banyak daripada sektor pertanian. Kondisi ini menunjukkan bahwa
UMKM sektor perdagangan mampu menciptakan nilai tambah yang lebih besar daripada
UMKM sektor pertanian.
Dari tabel 2.7 di bawah ini, hampir 99 persen usaha yang ada di Indonesia
merupakan UMKM, sedangkan hanya sekitar 1 persen merupakan usaha besar. Tapi jika
dilihat dari penciptaan PDB nya ternyata usaha besar relatife lebih besar daipada UMKM.
Ini bisa dilihat dengan hanya 1 persen, usaha besar mampun menciptakan PDB sekitar 42
persen, sedangkan UMKM yang jumlahnya hampir 99 persen hanya mampu
memberikan kontribusi PDB sekitar
58 persen. Ini menunjukkkan bahwa sebenarnya UMKM sendiri masih mempunyai
peluang dan potensi yang cukup besar untuk meningkatkan usahanya sehingga kontribusi
terhadap PDB juga akan semakin besar.
Tabel 2.7
Jumlah UMKM dan UB
Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2009 - 2011
Sektor
Ekonomi Unit Persentase
2009 2010 2011 2009 2010 2011
Jika dilihat dari penyerapan tenaga kerja, UMKM mampu menyerap tenaga kerja
jauh lebih besar daripada Usaha Besar. UMKM mampu menyerap tenaga kerja sekitar 97
persen dari tenaga kerja Indonesia sedang usaha besar hanya mamp;u menyerap tenaga
kerja 3 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa UMKM memberikan kontribusi yang
cukup besar dalam mengatasi pengangguran. Besarnya penyerapan tenaga kerja UMKM
tersebut tidak terlepas dari besarnya kontribusi UMKM sektor pertanian, perdagangan
dan industri yang merupakan tiga sektor utama dari UMKM di Indonesia. Sektor
pertanian menjadi sektor ekonomi yang paling banyak menyerap tenaga kerja yaitu
sekitar 41
persen pada tahun 2011, sedangkan sektor perdagangan menyerap tenaga kerja sekitar 21
persen, dan sektor industri menyerap tenaga kerja sekitar 11,3 persen.
Tabel 2.8
Penyerapan Tenaga Kerja UMKM dan UB
Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2009 - 2011
Tabel 2.9
Investasi UMKM dan Besar Menurut Sektor Ekonomi
Tahun 2009 – 2011 ( Juta rupiah)
Kondisi Infrastruktur
Lembaga
dan Kelembagaan
Bank Koperasi Pembiayaan
Lembaga Pembiayaan
UMKM Lainnya
UMKM
UU tentang UU tentang
Regulasi Tidak ada
Perbankan Koperasi
Menteri Koperasi
Regulator Bank Indonesia Tidak ada
& UKM
Menteri Koperasi
Pembinaan Bank Indonesia Tidak ada
& UKM
Penjaminan Pemerintah Tidak ada Tidak ada
Likuiditas Bank Indonesia Tidak ada Tidak ada
Bank Indonesia –
Menteri Koperasi &
Rating Tingkat Tidak ada
UKM
Kesehatan
Perbarindo – Induk Koperasi – PINBUK/Credit
Asosiasi
Asbisindo Pusat Koperasi Union
Sumber : Didin Wahyudin, Key Succes Factors In MicroFinancing, paper pada
Diskusi Panel Microfinance Revolution: “Future Perspective for
Indonesian Market”, Jakarta, 7 Desember 2004
Selain masalah eksternal di atas, LKM juga dihadapkan masalah internal yang
menyangkut aspek operasional dan pemberdayaan usaha. Masalah pertama menyangkut
kemampuan LKM dalam menghimpun dana, sebagian besar LKM masih terbatas
kemampuannya karena masih bergantung sedikit banyaknya anggota atau besaran modal
sendiri. Kemampuan SDM LKM dalam mengelola usaha sebagian besar masih terbatas,
sehingga dalam jangka panjang akan mempengaruhi perkembangan usaha LKM bahkan
dapat menghambat. Ringkasan permasalahan LKM disajikan pada tabel 2.11 di bawah
ini.
Tabel 2.11
Potensi dan Permasalahan yang Dihadapi Lembaga
Pembiayaan UMKM
Potensi dan
Permasalahan yang Lembaga
Dihadapi Lembaga Bank Koperasi Pembiayaan
Keuangan Mikro Lainnya
Aspek
Mengandalkan
Mengandalkan
Kemampuan tingkat suku bunga Mengandalkan
modal sendiri dan
menghimpun dana > rata-rata bank jumlah anggota
anggota
umum
Rasio Loan to Terbatas karena Terbatas karena
Kemampuan Deposit (LDR), kemampuan SDM kemampuan SDM
menyalurkan dana namun kualitasnya dan pengalaman dan pengalaman
perlu diperhatikan usaha usaha
Kemampuan Tergantung pada
Tergantung pada Tergantung pada
manajemen beberapa SDM
pengurus pengurus
operasional kunci
Relatif lebih baik
Tergantung dari Tergantung dari
Kemampuan dibandingkan bank
kemampuan dan kemampuan dan
menghasilkan laba umum (ROE dan
komitmen anggota komitmen anggota
ROA)
Kemampuan jaringan Fokus pada usaha
Masih terbatas Masih terbatas
dan akses pasar perdagangan
Masih beragam,
khususnya BPR
Kemampuan perencanaan yang mempunyai
dan modal terbatas dan Masih kurang Masih kurang
pelaporan yang
beroperasi di luar
Jawa dan Bali
Sumber : Didin Wahyudin, Key Succes Factors In MicroFinancing, paper pada
Diskusi Panel Microfinance Revolution: “Future Perspective for
Indonesian Market”, Jakarta, 7 Desember 2004
2.6. Kebijakan Pembiayaan UMKM
Modal merupakan salah satu kunci penting dalam melakukan kegiatan bisnis, tanpa
adanya modal yang cukup, maka bisnis tidak dapat berjalan dengan baik. Bahkan
terkadang kecukupan modal merupakan syarat mutlak bagi sebuah bisnis – baik bisnis
besar maupun kecil – agar dapat memperoleh hasil seperti yang diinginkan. Demikian
halnya dengan usaha kecil, menengah dan mikro (UMKM), untuk dapat membangun,
menjalankan dan mengembangkan usahanya, UMKM memerlukan modal tertentu.
Masalah permodalan memang merupakan masalah klasik bagi UMKM, tetapi masalah ini
kerapkali muncul bahkan menjadi salah satu penyebab kegagalan usaha yang dilakukan.
Untuk mencukupi modal yang dibutuhkan, pemerintah melalui program kerjanya
berupaya membantu dengan menetapkan berbagai kebijakan yang berpihak pada UMKM.
Kebijakan tersebut dibuat dengan tujuan memberi kesempatan kepada UMKM untuk
dapat bertahan dan mengembangkan usahanya. Pemberian modal melalui pemerintah
diberikan dalam bentuk pinjaman lunak (soft loan) bagi UMKM. Pemerintah bekerja
sama dengan seluruh instansi keuangan seperti lembaga keuangan bank, lembaga
keuangan non bank, perusahaan BUMN, lembaga swadaya masyarakat dan koperasi,
membuka kesempatan bagi UMKM untuk meminjam dengan bunga yang rendah. Wujud
dari keseriusan pemerintah menangani permasalahan ini adalah dengan mewajibkan
setiap bank umum untuk memberikan kredit modal kerja pada UMKM minimal sebesar
20% dari total pembiayaan bank tersebut. Program ini akan dijalan secara bertahap
hingga tahun 2018. Demikian halnya dengan perusahaan BUMN yang wajib
menganggarkan program pembinaan lingkungan minimal 2% dari laba bersih.
Program untuk membantu UMKM dalam hal permodalan tidak hanya dilakukan
oleh pemerintah tetapi juga oleh lembaga swadaya masyarakat seperti koperasi simpan
pinjam, LSM microfinance, dan sebagainya. Banyaknya lembaga yang memberikan
pembiayaan kepada UMKM seharusnya dapat menyelesaikan atau meminimalisir
permasalahan UMKM seputar permodalan atau pembiayaan. Tetapi, pembiayaan yang
diperoleh dari lembaga pembiayan tersebut, belum tentu dapat dipergunakan secara
optimal oleh UMKM untuk
menjalankan dan mengembangkan usahanya. Untuk itu tetap diperlukan peranan lembaga
pembiayaan selain sebagai sarana penyedia dana, juga sebagai fasilitator usaha misalnya
dalam bidang manajemen, pasar dan pemasaran serta keuangan. Peranan sebagai sarana
penyedia dana, akan lebih mudah dijalankan bila dibandingkan dengan peran sebagai
fasilitator bagi UMKM. Untuk itu kegiatan ini akan melihat bagaimana peran lembaga
pembiayaan dalam mengembangkan UMKM.
Neuman (2000) mengatakan jenis penelitian dapat dilihat dari tiga aspek yaitu
aspek tujuan, manfaat, dimensi waktu. Jika dilihat dari aspek tujuan, penelitian ini dapat
dikategorikan dalam penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif menyajikan gambaran
yang detil dari suatu situasi, fenomena sosial atau hubungan. Hasil yang diharapkan
dalam penelitian deskriptif adalah gambaran yang detil dari unit analisis.
Analisis ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai peran lembaga
pembiayaan dalam pengembangan UMKM. Selain itu, penelitian ini akan menguraikan
permasalahan yang timbul baik dari UMKM, lembaga pembiayaan dan pemerintah (dinas
dan pengelola tempat perdagangan) terkait dengan optimalisasi peran lembaga
pembiayaan.
Berdasarkan manfaatnya, penelitian ini merupakan penelitian terapan karena
mencoba menyelesaikan masalah tertentu secara spesifik. Penelitian terapan bertujuan
untuk dapat memecahkan masalah dan menghasilkan rekomendasi bagi masalah-masalah
tertentu (Neuman, 2000).
Berdasarkan dimensi waktu, penelitian yang dilakukan merupakan cross
sectional research, yaitu penelitian yang dilakukan pada suatu waktu tertentu dan hanya
mengambil satu bagian dari fenomena (gejala) sosial pada satu waktu tertentu (Neuman,
2000). Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2013 yang mengambil lokasi di Bandung
dan Yogyakarta. Peneliti tidak melakukan penelitian lain di waktu yang berbeda di
tempat yang berbeda untuk diperbandingkan.
b. Studi Lapangan
Studi lapangan digunakan untuk mengumpulkan data primer dengan cara:
1) Survei
Survei dalam penelitian ini digunakan untuk mendapatkan informasi dari
para UMKM yang telah mendapatkan bantuan pembiayaan dari lembaga
pembiayaan. Survei ini dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada
para UMKM di lokasi penelitian. Kuesioner yang diberikan
merupakan kuesioner tipe
self-administered questionnaires. Tipe kuesioner ini meminta
responden untuk menjawab sendiri kuesioner yang diberikan oleh
peneliti. Kuesioner terdiri dari empat bagian yang terdiri empat bagian.
Pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner merupakan urutan pertanyaan
yang berasal dari operasionalisasi konsep. Pertanyaan yang diberikan
adalah pertanyaan tertutup (close- ended question) dan pertanyaan
terbuka (open-ended question).
2) Wawancara Mendalam
Pengumpulan data primer juga dilakukan dengan menggunakan
wawancara mendalam. Teknik ini digunakan untuk mengeksplorasi
informasi yang terkait dengan peran lembaga pembiayaan dalam
pengembangan UMKM. Wawancara mendalam dilakukan pada
pemangku kepentingan dari instansi terkait. Informan yang akan
diwawancara adalah :
a) UMKM di bidang perdagangan yang telah menerima bantuan
pembiayaan
b) Pemerintah Daerah (Dinas dan Unit yang terkait dengan
bidang perdagangan)
c) Lembaga pembiayaan
Data primer dan sekunder yang sudah terkumpul, secara simultan akan dianalisis
sebagai berikut:
a. Salah satu instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.
Analisis data kuesioner dilakukan dengan:
1) Analisis statistik deskriptif
Analisis ini dilakukan untuk membuat kesimpulan berdasarkan data yang
telah terkumpul. Analisis data awal dilakukan dengan menggolongkan,
mengurutkan dan menyederhanakan data sehingga muda dibaca dan
diinterpretasikan. Bentuk intepretasi tersebut biasanya dapat berupa tabel
frekuensi, grafik dan teks. Dalam penelitian ini, analisis statistik deskriptif
akan memberikan uraian mengenai identitas responden dan bagaimana
penilaian responden terhadap peran lembaga pembiayaan sebagai sarana
penyedia dana dan fasilitator. Hasil analisis deskriptif dalam penelitian ini
dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1) rangkuman statistik yang
menunjukkan identitas atau karakteristik responden dan (2) rangkuman yang
menunjukkan ukuran pemusatan yang merupakan penilaian responden
terhadap pertanyaan yang diajukan.
2) Uji validitas dan realibilitas
Data primer yang diperoleh melalui kuesioner perlu dilakukan pengujian
(pre-test), karena seringkali data tersebut tidak sesuai dengan yang
diinginkan. Dari pengujian data ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas
data yang hendak diolah dan dianalisis. Pengujian yang dilakukan adalah uji
validitas dan uji reliabilitas. Melalui hasil pengujian tersebut, dapat
diketahui indikator-indikator
mana saja yang tidak signifikan, dan kemudian akan dihilangkan dari
pertanyaan dalam kuesioner. Uji validitas pada penelitian ini menggunakan
uji korelasi pearson dengan menggunakan nilai r min 0,500.
Reliabilitas berkaitan dengan konsistensi suatu indikator, sedangkan validitas
berkaitan dengan ketepatan penggunaan indikator untuk menjelaskan arti
variabel yang sedang diteliti. Suatu perangkat ukur dapat konsisten, namun
tidak tepat. Tatapi, agar sebuah perangkat ukur dapat dianggap tepat, ia selalu
harus konsisten. Kaitan antara validitas dan reliabilitas adalah: (1) perangkat
ukur yang reliabel belum tentu valid, (2) perangkat ukur yang valid sudah
tentu reliabel, dan (3) perangkat ukur yang tidak reliabel sudah tentu tidak
valid (Neuman, 2000). Uji realibilitas dalam penelitian ini menggunakan
pengukuran alpha cronbach dengan nilai minimum sebesar 0,600.
Tabel 3.1
Operasionalisasi Konsep
Fasilitator Fasilitator
1 Pengurusan Izin Usaha Interval
Manajemen
Variabel Pengertian No Indikator Skala
Fasilitator Pasar
1 Pencarian Pelanggan Interval
dan Pemasaran
adalah Lembaga
pembiayaan 2 Penyertaan dalam pameran Interval
Fasilitator mendampingi dan
Pasar dan membantu 3 Promosi pada pihak lain Interval
Pemasaran UMKM
memperluas 4 Penyediaan tempat usaha Interval
pasar dan
pemasaran
5 Pendampingan Inovasi Produk Interval
Produknya
Fasilitator
Keuangan adalah 1 Pembuatan Pembukuan Interval
Lembaga
Fasilitator pembiayaan 2 Pembuatan Laporan Keuangan Interval
membantu
Keuangan
UMKM dalam 3 Pelatihan Perpajakan Interval
mengelola
keuangan lebih Pendampingan pengelolaan Dana
4 Interval
efektif pinjaman
BAB IV
ANALISIS PERAN LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM
PENGEMBANGAN UMKM
Gambar 4.1
Kredit UMKM Berdasarkan Klasifikasi Usaha
Sumber : BI (2013)
Gambar 4.2
Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan
Sumber : BI (2013)
Sumber : BI (2013)
Sumber : BI (2013)
Menurut lokasi proyek, provinsi DKI Jakarta masih merupakan
provinsi dengan pemberian kredit UMKM terbesar (16,3%), diikuti Jawa
Barat (13,0%) dan Jawa Timur (13,0%)
Gambar 4.5
Kredit UMKM Menurut Lokasi Proyek
Sumber : BI (2013)
Gambar 4.7
Kredit UMKM di Jawa Barat Berdasarkan Jenis Penggunaan
Sumber : BI (2013)
Sumber : BI (2013)
Gambar 4.9
Kredit UMKM di Jawa Barat Menurut Sektor Ekonomi
Sumber : BI (2013)
Menurut lokasi proyek, Kota Bandung masih merupakan wilayah
dengan pemberian kredit UMKM terbesar (18%), diikuti Kabupaten Bekasi
(12%) dan Kota Bandung (13,0%)
Gambar 4.10
Kredit UMKM di Jawa Barat Menurut Lokasi Proyek
Sumber : BI (2013)
Gambar 4.12
Kredit UMKM di Yogyakarta Berdasarkan Jenis Penggunaan
Sumber : BI (2013)
Gambar 4.13
Kredit UMKM di Yogyakarta Menurut Kelompok Bank
Sumber : BI (2013)
Gambar 4.14
Kredit UMKM di Yogyakarta Menurut Sektor Ekonomi
Sumber : BI (2013)
Menurut lokasi proyek, Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman
merupakan wilayah dengan pemberian kredit UMKM terbesar masing-
masing 32%, diikuti Kabupaten Bantul (19%), Kabupaten Gunung Kidul
10% dan Kabupaten Kulon Progo 7%.
Gambar 4.15
Kredit UMKM di Yogyakarta Menurut Lokasi Proyek
Sumber : BI (2013)
Tabel 4.1
Jenis Usaha Responden
Kumulatif
Jenis Usaha Frekuensi Persentase
Persentase
Angkringan 1 1,7 1,7
ATK 1 1,7 3,3
Beras 1 1,7 5,0
Dagang 1 1,7 6,7
Futsal 1 1,7 8,3
Kelontong 3 5,0 13,3
Kue 1 1,7 15,0
Kuliner 6 10,0 25,0
Laundry 2 3,3 28,3
Makanan Beku 1 1,7 30,0
Makanan Kering 2 3,3 33,3
Makanan Ringan 2 3,3 36,7
Masakan Padang 1 1,7 38,3
Kumulatif
Jenis Usaha Frekuensi Persentase
Persentase
Minuman 1 1,7 40,0
Pakaian Jadi 5 8,3 48,3
Perakitan Komputer 1 1,7 50,0
Peralatan Rumah
3 5,0 55,0
Tangga
Peternakan 1 1,7 56,7
Plastik 1 1,7 58,3
Plastik & Bahan Kue 1 1,7 60,0
Rental Playstation 1 1,7 61,7
Salon 1 1,7 63,3
Sembako 7 11,7 75,0
Sepatu, Sendal dan
1 1,7 76,7
Tas
Sewa Alat Outdoor 1 1,7 78,3
Telor 2 3,3 81,7
Telor & Ikan Pindang 1 1,7 83,3
Warung Makan 10 16,7 100,0
Total 60 100,0
Sumber: Data Olahan, 2013
Banyaknya UMKM yang berjualan makanan dikarenakan jenis usaha ini adalah
usaha yang prospek dan paling cepat menghasilkan keuntungan, meskipun para
pedagang juga harus siap menghadapi kerugian apabila makanan yang dijual tidak laku.
Selain itu pedagang makanan tidak membutuhkan modal yang besar seperti halnya jenis
usaha lainnya misalnya jenis usaha kelontong.
Sebagian besar responden (55% responden) memiliki omzet di atas 5 juta per
bulan. Omzet ini 8,3% dimiliki oleh responden yang memiliki jenis usaha menjual
sembako. Rata-rata omzet yang bisa didapatkan oleh responden dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.
Gambar 4.16
Omzet Responden Per Bulan
Tidak hanya memiliki omzet yang lebih dari 10 juta rupiah per bulan, 68%
responden sudah berusaha lebih dari 6 tahun dan hanya 7% responden yang baru
memulai usahanya. Meskipun sebagian besar responden sudah menjalankan usahanya
lebih dari 6 tahun, bukan berarti responden memulai usaha dari awal. Beberapa
responden menjelaskan usaha yang dimilikinya sekarang adalah usaha lanjutan dari
orang tuanya. Selain usaha lanjutan, usaha yang dijalankan dapat juga merupakan
pengembangan dari usaha sebelumnya atau orang tua. Rincian lama usaha responden
dapat dilihat pada gambar di bawah.
Meskipun sudah memiliki usaha lebih dari 6 tahun, hampir 90% lebih responden
tidak memiliki pegawai dalam melakukan usahanya. Sebagian besar responden memilih
untuk menggunakan keluarga dalam menjalankan usaha. Selain lebih efisien,
penggunaan anggota keluarga juga menimbulkan rasa aman ketika responden
meninggalkan usahanya untuk keperluan lain. Sedangkan 10% responden memiliki
karyawan kurang dari 10 orang. Jenis usaha ini memang tidak memungkinkan
responden tidak memiliki karyawan, seperti penyewaan playstation, penyewaan futsal,
penyewaan alat-alat outdoor.
Gambar 4.17
Lama Usaha
Pada bagian ini akan dibahas peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan
UMKM. Peran lembaga pembuayaan dalam pengembangan UMKM pada analisis ini
terbagi menjadi dua bagian. Peran pertama yaitu sebagai lembaga pembiayaan sebagai
sumber alternatif pembiayaan. Sedangkan peran kedua yaitu lembaga pembiayaan
menampung dan menyalurkan aspirasi dan minat masyarakat untuk berperan aktif dalam
pembangunan khususnya di bidang ekonomi. Peran kedua yang dijalankan oleh lembaga
pembiayaan diterjemahkan menjadi pemberian bantuan teknis kepada UMKM untuk
mengembangkan usahanya. Bantuan teknis yang diberikan dalam aspek manajemen,
pemasaran dan pengelolaan keuangan.
Gambar 4.18
Jumlah Modal Yang Dibutuhkan
Gambar 4.19
Sumber Dana Usaha
Sebagaimana dapat dilihat pada gambar di atas, lembaga pembiayaan non bank
juga menjadi alternatif sumber pembiayaan. Responden memilih BMT sebagai sumber
pembiayaan. Sistem syariah yang diterapkan oleh BMT menjadi daya tarik bagi
UMKM untuk mendapatkan sumber pembiayaan dari lembaga ini dibandingkan dengan
sistem konvensional.
Selain itu, lembaga pembiayaan yang resmi, sumber alternatif pembiayaan
UMKM juga berasal dari perseorangan. Sumber pembiayaan perseorangan biasa disebut
juga dengan “bank keliling” yang ada di pasar- pasar. Sumber pembiayaan ini pernah
populer karena kemudahan pencairan dana yang ditawarkan. Selain itu sumber
pembiayaan ini tidak memerlukan agunan pada saat meminjam.
Pada saat melakukan pemilihan lembaga pembiayaan, terdapat beberapa hal
yang menjadi pertimbangan antara lain akses pinjaman, agunan, prosedur, suku
bunga/sistem bagi hasil, informasi, kepercayaan dan lainnya. Gambar di bawah
menunjukkan alasan pemilihan lembaga pembiayaan sebagai alternatif sumber
pembiayaan.
Gambar 4.21
Alasan Pemilihan Sumber Pembiayaan
Gambar 4.22
Agunan
Gambar 4.23
Bentuk Agunan Sebagai Jaminan
Alasan pemilihan yang lainnya adalah informasi yang diberikan oleh lembaga
pembiayaan banyak, adanya hubungan kekerabatan sehingga tercipta rasa percaya,
lembaga pembiayaan dapat dipercaya, sistem pembayaran dapat dilakukan harian, dapat
menerima pensiunan, lembaga pembiayaan memberikan plafon pinjaman besar.
Lembaga pembiayaan ada yang mengenakan bunga (untuk yang konvensional)
atau sistem bagi hasil (untuk sistem syariah) dalam pemberian pinjaman, ada juga yang
tidak mengenakan bunga atau sistem bagi hasil. Sebagian besar responden (87%)
menyatakan membayar bunga, sebagian lagi menyatakan membayar bagi hasil.
Membayar bunga kepada lembaga pembiayaan atau berbagi hasil dengan lembaga
pembiayaan bukan merupakan masalah bagi UMKM. Permasalahan terjadi ketika
bunga yang dibayarkan terlalu tinggi atau terlalu besar sehingga memberatkan UMKM.
Berdasarkan hasil penelitian, tingkat bunga atau sistem bagi hasil yang
dikenakan oleh lembaga pembiayaan 54% responden di atas 15% per tahun efektif.
Tingkat bunga ini cukup tinggi bila dibandingkan dengan program Kredit
Usaha Rakyat (KUR) dengan bunga 8,5% efektif per tahun. Terdapat 23% responden
yang menyatakan bahwa membayar bunga kurang dari 10% per tahun. Hal ini
menunjukkan terdapat variasi tingkat bunga yang ditawarkan dan diberikan kepada
UMKM, tergantung dari lembaga pembiayaan. Tingkat bunga secara lengkap dapat
dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 4.24
Tingkat Bunga atau Bagi hasil Per tahun
Gambar 4.25
Keberatan akan Tingkat Bunga/Bagi Hasil
Gambar 4.27
Pembayaran Pinjaman
Tabel 4.2
Membantu Pengurusan Izin Usaha
Jika melihat harapan UMKM terhadap peran ini, maka 36,8% UMKM
mengharapkan lembaga pembiayaan dapat membantu melakukan pengurusan izin
usaha. Pengurusan izin usaha yang dimaksud adalah pengurusan izin usaha dalam
rangka pengembangan misalnya ijin BPOM dan sertifikat halal untuk makanan.
Meskipun demikian 63,4% responden merasa tidak
memerlukan bantuan ini karena pengurusan izin usaha merupakan kepentingan masing-
masing UMKM. Selain itu juga terdapat UMKM yang senang mengurus izin usahanya
sendiri dibandingkan diurusi oleh pihak lain.
Hal yang sama juga terjadi pada peran lembaga pembiayaan dalam membantu
pengurusan kredit atau pinjaman. 66,1% responden menyatakan bahwa lembaga
pembiayaan cenderung tidak membantu dalam pengurusan kredit usaha. Sedangkan
33,9% lainnya menyatakan lembaga pembiayaan cukup membantu pengurusan kredit
melalui sales atau sejenisnya.
Tabel 4.3
Membantu Pengurusan Kredit
Tabel 4.5
Pelatihan Penggunaan IT
Tabel 4.6
Membuat Manajemen Usaha Lebih Bagus
Tabel 4.7
Membantu Membuat Rencana Bisnis
b. Fasilitator Pemasaran
Peran lembaga pembiayaan sebagai fasilitator pada aspek pemasaran sangat
merupakan peran yang dianggap penting oleh UMKM. Jaringan lembaga pembiayaan
yang luas serta variasi nasabah yang banyak memungkinkan lembaga pembiayaan
untuk menjadi fasilitator dalam aspek pemasaran. Berikut hal-hal yang ditanyakan
terkait dengan aspek pemasaran.
Aspek pemasaran pertama adalah lembaga pembiayaan mencarikan pelanggan
yang baru. Untuk pertanyaan ini 100% responden menjawab tidak pernah. Terdapat
responden yang menganggap bahwa hal ini bukan merupakan inti dari lembaga
pembiayaan, atau tidak ada hubungannya dengan lembaga pembiayaan. Sehingga
kondisi ini dimaklumi oleh para UMKM jika tidak terdapat pelanggan baru yang
direkomendasikan oleh lembaga pembiayaan, seperti yang terdapat pada tabel di bawah.
Tabel 4.8
Mencarikan Pelanggan Baru dan Mempromosikan Kepada Orang Lain
Tabel 4.10
Menyediakan Tempat Usaha
Tabel 4.11
Pendampingan Berinovasi
Peran lembaga pembiayaan dalam aspek pemasaran secara signifikan dapat dibagi
menjadi tiga bagian besar, yaitu:
a. Mengikutsertakan dalam ajang promosi seperti pameran
Pelanggan merupakan hal yang penting bagi setiap usaha apapun jenisnya.
Untuk itu lembaga pembiayaan dapat menfasilitasi UMKM untuk mendapatkan
pelanggan baru. Fasilitasi ini dapat berupa mengikutsertakan dalam ajang
promosi yang diselenggarakan seperti pameran.
b. Fasilitasi tempat usaha
Tempat usaha yang baik juga menjadi prioritas bagi UMKM di sektor
perdagangan. Letak yang strategis dan banyak pengunjungnya selalu menjadi
idola setiap pedagang. Dalam hal ini, lembaga pembiayaan diharapkan dapat
memfasilitasi pendirian atau penyediaan tempat usaha bagi UMKM.
c. Pendampingan Inovasi Usaha
Change or die merupakan slogan bagi siapapun untuk tetap melakukan
perubahan. Hal yang sama berlaku untuk UMKM di sektor perdagangan.
Inovasi harus tetap dilakukan agar usaha yang dijalankan tetap diminati oleh
pelanggan. Dalam upaya melakukan
inovasi ini, peran lembaga pembiayaan untuk melakukan pendampingan
inovasi usaha dibutuhkan oleh para UMKM. Jaringan yang luas memungkinkan
lembaga pembiayaan untuk memberikan saran bagi para UMKM dengan
memberikan contoh dari best practice yang sudah ada.
Tabel 4.13
Pelatihan dan Pendampingan
Tabel 4.14
Omzet Usaha Meningkat
5.1. Kesimpulan
5.2. Rekomendasi