Anda di halaman 1dari 8

Fungsi dan Tujuan Hukum Acara Pidana

Fungsi dan Tujuan Hukum Pidana


Fungsi Hukum acara Pidana di bagi dua yaitu:
Fungsi Represif, yaitu Fungsi Hukum acara pidana adalah melaksanakan dan menegakkan hukum
pidana. artinya jika ada perbuatan yang tergolong sebagai perbuatan pidana maka perbuatan tersebut
harus diproses agar ketentuan-ketentuan yang terdapat didalam hukum pidana dapat diterapkan.
Fungsi Preventif: yaitu fungsi mencegah dan mengurangi tingkat kejahatan. fungsi ini dapat dilihat
ketika sistem peradilan pidan dapat berjalan dengan baik dan ada kepastian hukumnya, maka orang
kan berhitung atu berpikir kalau kan melakukan tindak pidana.
dengan demikian maka dapat ditunjukkan bahwa antara hukum acara pidana dan hukum pidana
adalah pasangan yang tidak dapat dipisahkan dan mempunyai hubungan yang sangat erat,
diibaratkan sebagai Dua sisi mata uang
Adapun yang menjadi tujuan hukum acara pidana dalam pedoman pelaksanaan KUHAP
menjelaskan sebagai berikut:
“ Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya
mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara
pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat, dengan tujuan
untuk mencari siapakah pelaku yang tepat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan
selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti
bahwa tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.”
jika memperhatikan rumusan diatas mak tujuan hukum pidana dapat dikatakan bhwa tujuan hukum
acara pidana meliputi tiga hal yaitu:
1. mencari dan mendapatkan kebenaran
2. melakukan penuntutan
3. melakukan pemeriksaan dan memberikan putusan
namun dari ketiga hal tersebut dapat pula ditambahkan yangkeempat yaitu melaksanakan
(Eksekusi) putusan hakim
menurut hukum acara pidana yang bertugas mencari dan menemukan kebenaran adalah pihak
kepolisian dalam hal ini adalah penyelidik dan penyidik. kebenaran yang dimaksudkan adalah
keseluruhan fakta-fakta yang terjadi yang ada hubungannya dengan perbuatan pidana yang terjadi.
adapun tujuan melakukan penuntutan adalah menjadi tugas dari kejaksaan yang dilakukan oleh
JPU. penuntutan harus dilakukan secermat mungkin sehinggapenuntutan itu merupakan penuntutan
yang tepat dan benar. sebab kesalahan penuntutan akan berakibat fatal yaitu gagalnya penuntutan
yang berakibat pelaku bebas.
mengenai tujuan ketiga yakni melakukan pemeriksaan dan membuat dan menemukan putusan
menjadi tugas hakim dipengadilan. pemeriksaan harus jujur dan tidak memihak dan putusannya pun
harus putusan yang adil bagi semua pihak.
tujuan teakhir dari HAP adalah melaksanakan eksekusi putusan hakim, yang secara administratif
dilakukan oleh jaksa akan tetapi secara operasionalnya dilakukan dan menjadi tugas lembaga
pemasyarakatan kalau putusan itu putusan pidana penjara, namun jika putusanya pidana mati maka
langsung dilakukan oleh regu tembak yang khusus disiapkan untuk itu.
Asas-asas dalam Hukum Acara Pidana
Dalam Hukum Acara Pidana terdapat 2 asas, yaitu asas yang bersifat umum dan bersifat Khusus.
yang bersifat umum berlaku pada seluruh kegiatan peradilan sedangkan yang bersifat khusus hanya
berlaku didalam persidangan saja.
1. Asas-asas umum
a. Asas Kebenaran Materiil
bahwa pada pemeriksaan perkara pidana lebih mementingkan kepada penemuan kebenaran materiil,
yakni kebenaran yang sungguh sungguh sesuai dengan kenyataan.
prinsip ini terlihat dalam proses persidangan, bahwa walaupun pelku sudah mengakui kesalahannya
namun belum cukup dijadikan alasan untuk menjatuhkan alasan. beda dengan di amerika.

b. Asas Peradilan Cepat, sederhana dan biaya murah.


peradilan cepat artinya. dalam melaksanakan peradilan diharapkan dapat diselenggarakann
sesederhana mungkin dan dalam waktu yang sesingkat-singktnya.
Sederhana mengandung arti bahwa agar dalam penyelenggaraan peradilan dilakukan dengan cara
simple singkat dan tidak berbelit-belit.
Biaya murah berarti, penyelenggaraan peradilan ditekan sedemikian rupaagar terjangkau bagi
pencari keadilan
hal ini ada didalam Undang-undang Nomor 4 tahun 2004 tentang kekuasaan Kehakiman pada pasal
4 ayat (2).

c. Asas Praduga Tak Bersalah (Presumtion of inocene)


Asas praduga tak bersalah ini menghendaki agar setiap orang yang terlibat dalam perkara pidana
harus dianggap belum bersalah sebelum adanya putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap. pada
semua tingkatan berlaku hal yang sama, implementasinya dapat ditunjukan ketika tersangka
dihdirkan disidang pengadilan dilakukan dengan tidak diborgol
prinsip ini dipatuhi karena telah tertunag dalam UU No. 4 tahun 2004 pasal 8 yang mengatkan “
setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan dituntut dn dihadapkan didepan pengadilan wjib
dianggap tidak bersalah sebelum ad putusan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.
Asas lain yang sungguh berbeda dengan asas ini adalah sas praduga bersalah (Presmtion of Qualty)
asas ini menjelaskan sebaliknya.

d. Asas Inquisitoir dan Accusatoir


asas Inquisitoir adalah asas yang menjelaskan bahwa setiap pemeriksan yang dilakukan harus
dengan cara rahasia dan tertutup. asas ini menempatkan tersangka sebagai obyek pemeriksaan tanpa
memperoleh hak sama sekali. seperti Bantuan hukum dan ketemu dengan keluarganya.
asas accusatoir menunjukkan bahwa seorang tersangka/tersangka yang diperiksa bukan menjadi
obyek tetapi sebagai subyek. asas ini memperlihatkan pemerinsaan dilakukan secara terbuka untuk
umum. dimana setiap orang dapat menghadirinya.
diIndonesia memakai asas Inquisatoir yang diperlunak atau dapat pula dikatakan Campuran. karena
terdakwa masih menjadi obyek pemeriksaan namun dapt dilakukan secr terbuka dan terdakwa dapat
berargumen untuk membela diri sepanjang tidak melanggar undang-undang, dan prinsip ini ada
pada asas accusatoir.
e. Asas Legalitas dan asas oportunitas
asas legalitas adalah asas yang menghendaki bahw penuntut umum wajib menuntut semua perkara
pidana yang terjadi tanpa memandang siapa dn bgimana keadaan pelakunya.
asas oportunitas adalh memberi wewenang pada penuntut umum untuk menuntut atau tidak
menuntut seorang pelaku dengan lasan kepentingan umum. inilah yang dianut Indonesia contohnya
seseorang yang memiliki keahlian khusus, dan hanya dia satu-satunya di negara itu maka dengan
alasan ini JPU boleh memilih untuk tidak menuntut.

2. Asas-asas Khusus
asas khusus ini hanya berlaku didalam persidangan saja. asas-asas yang dimaksud adalah:
a. Asas sidang terbuka untuk umum
maksud dari asas ini adlh bahwa dalam setiap persidangan harus dilakukan dengan terbuka untuk
umum artinya siapa saja bisa menyaksikan, namun dalam hal ini ada pengecualianyya yaitu dalam
hal kasus-kasus kesusilaan dan kasus yang terdakwanya adalah ank dibawah umur. dalam hl ini
dapat dilihat dalam pasal 153 (3 dan 4) KUHAP yang mengatakan “ untuk keperluan pemeriksaan
hakim ketua sidang membuka sidang dn menytakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara
mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak”.
“tidak dipenuhinya ketentuan ayat (2) dan ayat (3) mengakibatkan putusan batal demi hukum”.

b. Peradilan dilakukan oleh hakim oleh karena jabatannya.


asas ini menghendaki bahwa tidak ada sutu jabatan yang berhak untuk melakukan peradilanatau
pemeriksaan hingga mengambil putusan kecuali hanya diberikan pada hakim.

c. Asas Pemeriksaan langsung


Prinsip ini menghendaki agar pemeriksaan yang dilakukan itu harus menghadapkan terdakw
didepan sidang pengadilan, termasuk pula menghdapkan seluruh saksi-saksi yang ditunjuk.
langsung artinya hakim dan terdakwa ataupun para saksi berada dalam sidang yang tidak dibatasi
oleh suatu tabir apapun
A.    Pengertian Hukum Acara Pidana
     Hukum acara pidana adalah peraturan yang mengatur tentang bagaimana cara alat-alat
perlengkapan pemerintahan melaksanakan tuntunan, memperoleh keputusan pengadilan, oleh siapa
keputusan pengadilan itu harus dilaksanakan, jika ada seseorang atau kelompok orang yang
melakukan perbuatan pidana.
     Hukum acara pidana memberikan petunjuk kepada aparat penegak hukum bagaimana
prosedur untuk mempertahankan hukum pidana materiil, bila ada seseorang atau sekelompok orang
yang disangka atau dituduh melanggar hukum pidana.
     Hukum Acara Pidana disebut hukum Pidana Formil sedangkan Hukum Pidana disebut
sebagai Hukum Pidana Materiil. dari situ kita dapat mengetahui bahwa kedua hukum tersebut
mempunyai hubungan yang sangat erat. Hukum Acara Pidana mempunyai tugas untuk:
      1.   mencari dan mendapatkan kebenaran materiil
    2.  memperoleh keputusan oleh hakim tentang bersalah tidaknya seseorang atau sekelompok orang
yang yang disangka/didakwa melakukan perbuatan pidana
      3.   melaksanakan Keputusan Hakim

    B.     Tujuan dan Fungsi hukum Acara Pidana


   Tujuan Hukum Acara Pidana sangat erat hubungannya dengan tujuan hukum Pidana, yaitu
menciptakan ketertiban,n ketentraman, kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan masyarakat. Hukum
Pidana memuat tentang rincian perbuatan yang termasuk perbuatan pidana, pelaku perbuatan pidana
yang dapat dihukum, dan macam-macam hukuman yang dapat dijatuhkan kepada pelanggar hukum
pidana. Sebaliknya Hukum Acara Pidana mengatur bagaimana proses yang harus oleh aparat
penegak hukum dalam rangka mempertahankan hukum pidana materiil terhadap pelanggarnya.
     Oleh karena itu dapat diketahui bahwa kedua hukum tersebut saling melengkapi, karena
tanpa hukum pidana hukum acara pidana tidak dapat berungsi. Sebaliknya tanpa hukum acara
pidana, hukum pidana juga tidak dapat dijalankan.
   Fungsi darai hukum acara pidana adalah mendapatkan kebenaran materiil, putusan hakim dan
pelaksanaan putusan hakim.

     C.    Asas-Asas Hukum Acara Pidana


Hukum Acara pidana memeliki beberapa asas;

      1.      Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan


            Dalam pasal 50 KUHAP ditentukan bahwa tersangka dan terdakwa mempunyai hak-hak:
a. Segera diberitahukan dengan jelas tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu mulai
pemeriksaan (ayat(1);
b.      segera perkaranya diajukan ke pengadilan oleh penunutut umum (ayat(2);
c.       segera diadili oleh pengadilan (ayat(3).
Pasal 106, 107 ayat (3), 110, 138, dan 140 KUHAP menunjukkan juga keharusan tentang
cepatnya penyelesaian suatu perkara pidana.

       2.      Asas Praduga Tidak Bersalah


    Asas ini mempunyai makna bahwa setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut,
dan diahadapkan di muka siding pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan
pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap. asas ini termuat
dalam undang-undang nomor 14 tahun 1970 tentang pokok kekuasaan kehakiman (sekarang
terdapat dalam pasal 8 undang-undang nomor 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman dan
penjelasan umum butir 3c KUHAP.

        3.      Asas Oportunitas


    Asas oportunitas adalah asas hukum yang memberikan wewenang kepada penuntut umum
untuk menuntut atau tidak menuntut dengan atau tanpa syarat seseorang atau korporasi yang telah
mewujudkan perbuatan pidana demi kepentingan umum. asas ini diatur pada undang-undang nomor
5 tahun 1991.

         4.      Asas Pemeriksaan Pengadilan Terbuka untuk Umum


      Asas ini mempunyai kandungan arti bahwa pengadilan sifatnya terbuka untuk umum, karena
apabila putusan hakim diucapkan dalam sidang tertutup, putusan itu tidak akan berlaku karena
dianggap tidak sah. ketentuan ini diatur dalam pasal 18 undang-undang nomor 14 tahun 1970 (pasal
19 ayat (1) undang-undang nomor 4 tahun 2004) dan pasal 195 KUHAP. Pasal-pasal rersebut
menentukan bahwa: “semua putusan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan
dalam sidang terbuka untuk umum.

         5.      Asas Semua orang Diperlakukan Sama di Depan Hakim


      Maksud asas ini adalah bahwa didepan pengadilan kedudukan semua orang sama maka
mereka harus diperlakukan sama. ketentuan tentang asas tersebut terdapat dalam pasal 19 ayat (1)
undang-undang nomor 4 tahun 2004) menentukan bahwa Pengadilan mengadili menurut hukum
dengan tidak membeda-bedakan orang.

          6.      Asas Peradilan dilakukan oleh Hakim karena Jabatannya dan Tetap
       Asas ini menandaskan bahwa putusan tentang salah atau tidaknya perbuatan terdakwa
dilakukan oleh hakim karena jabatannya dan bersifat tetap. Maksudnya hakim-hakim itu diangkat
oleh kepala Negara sebagai hakim tetap.

          7.      Asas Tersangka dan Terdakwa berhak Mendapat bantuan Hukum


   Asas ini diatur dalam pasal 69-74 KUHAP. dalam pasal tersebut tersangka/terdakwa mendapat
kebebasan yang sangat luas misalnya:
      a.       bantuan hukum dapat diberikan sejak saat tersangka ditangkap atau ditahan;
      b.      bantuan hukum dapat diberikan pada semua tingkat pemeriksaan;
     c. penasehat hukum dapat menghubungi tersangka/terdakwa pada semua tingkat pemeriksaan setiap
waktu;
      d.      penasehat hukum berhak mengirim dan menerima surat dari tersangka/terdakwa.

           8.      Asas Akusator dan Inkisitor


     KUHAP secara tegas menganut asas akusator. hal ini dapat dilihat adanya kebebasan yang
diberikan kepada tersangka/terdakwa, khususnya untuk mendapat bantuan hukum. Dengan
diberinya bantuan hukum pada si tersangka/terdakwa pada semua tingkat pemerikasaan berarti
KUHAP tidak lagi membedakan status tersangka/terdakwa pada pemeriksaan pendahuluan dan di
depan sidang pengadilan.
Asas akusator memberikan kedudukan sama pada tersangka/terdakwa terhadap penyidik atau
penuntut umum ataupun hakim. lain halnya dengan asas inkisitor yang menjadikan si tersangka
objek dalam pemerikasaan pendahuluan, pada saat itu tersangka hanya dijadikan alat bukti, karena
biasanya diharapkan pengakuannya.

           9.      Asas Pemeriksaan Hakim yang Langsung dan dengan Lisan


Asas ini menandaskan bahwa pemeriksaan sidang pengadilan dilakukan oleh hakim secara lisan
dan langsung terhadap terdakwa maupun para saksi.

     D.    Pihak-Pihak dalam Hukum Acara Pidana


           1.      Tersangka dan Terdakwa
          Tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti
permulaan patut diduga sebagai pelaku perbuatan pidana (Pasal 1 butir 14 KUHAP). terdakwa
adalah seseorang yang dituntut, diperiksa, dan diadili di sidang pengadilan (Pasal 1 butir 15
KUHAP)
           2.      Penuntut Umum (Jaksa)
             Penuntut umum adalah lembaga yang baru ada setelah HIR berlaku. Sebelum itu belum
ada penuntut umum, yang ada adalah magistrate yang masih berada dibawah residen atau asisten
residen. Tetapi setelah HIR berlaku, penuntut umum ada dan berdiri sendiri dibawah procureur
general.
 3.      Penyidik dan Penyelidik
                 Penyidik adalah pejabat polisi atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi
wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan (butir 1 Pasal 1
KUHAP). Penyelidik adalah pejabat polisi yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk
melakukan penyelidikan (butir 4 pasal 1 KUHAP).
            4.      Penasihat Hukum
             Penasihat Hukum adalah seseorang yang membantu tersangka atau terdakwa sebagai
pendamping dalam pemeriksaan.

      E.     Proses Pelaksanaan Acara Pidana


1.      Pemeriksaan Pendahuluan
Adalah tindakan penyidikan terhadap seseorang atau sekelompok orang yang
disangka melakukan perbuatan pidana.

2.      Pemeriksaan dalam Sidang Pengadilan


Pemeriksaan dalam sidang pengadilan terjadi setelah ada penuntutan dari jaksa atau
penuntut umum.

3.      Putusan Hakim Pidana


Setelah pemeriksaan dalam sidang pengadilan selesai, hakim memutuskan perkara
yang diperiksa itu. Putusan pengadilan atau putusan hakim dapat berupa hal-hal berikut:
a.       Putusan bebas bagi terdakwa (pasal 191 ayat (1) KUHAP)
b.      Pelepasan terdakwa dari segala tuntunan (pasal 191 ayat (2) KUHAP).
c.       Penghukuman terdakwa (pasal 193 (1) KUHAP).
Putusan hakim harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum (pasal 195 KUHAP).
4.      Upaya Hukum
Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk menolak putusan
pengadilan, dengan tujuan untuk memperrbaiki kesalahan yang dibuat oleh instansi
sebelumnya atau untuk kesatuan dalam peradilan.

5.      Pelaksanaan Putusan Pengadilan


Menurut ketentuan pasal 14 huruf f KUHAP, penuntut umum berwenang untuk
melaksanakan putusan hakim. sejalan dengan ketentuan tersebut, pasal 270 KUHAP
menentukan bahwa jaksa atau penuntut umum adalah pelaksana putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

6.      Alat-alat bukti Perkara Pidana


Mengenai alat-alat bukti dalam perkara pidana diatur dalam pasal 184 KUHAP. pasal
tersebut menentukan bahwa alat-alat bukti dalam perkara pidana adalah;
a.       keterangan saksi
b.      keterangan ahli
c.       surat
d.      petunjuk
e.       keterangan terdakwa
f.       novum (bukti-bukti baru, dalam pengajuan PK, dan kasus aktual

Anda mungkin juga menyukai