Anda di halaman 1dari 55

ANALISIS VINTAGE TERHADAP KREDIT USAHA

RAKYAT (KUR) DAN KREDIT UMUM PEDESAAAN


(KUPEDES) PT. BRI UNIT TINGKIR CABANG
SALATIGA

TESIS
Diajukan kepada
Program Pascasarjana Magister Manajemen
Untuk Memperoleh Gelar Magister Manajemen

Radite Astana Murti


912015001

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2018

I
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemerintah Indonesia telah lama menjalankan program pengurangan


kemiskinan, yaitu dengan memberikan bantuan sosial, baik secara langsung
melalui program cash transfer maupun tidak langsung melalui subsidi bagi
masyarakat miskin. Dalam hal program pemberdayaan masyarakat
berpenghasilan rendah khususnya bagi mereka yang mengelola unit usaha
pemerintah telah memberikan dukungan akses per modalan dengan biaya
rendah. Kredit program menjadi salah satu cara untuk memperluas akses
permodalan bagi para pengusaha kecil seperti petani, nelayan, pedagang
kecil, dan pekerja di sector informal. Melalui program tersebut calon debitur
dapat memperoleh keringanan, baik berupa suku bunga kredit yang lebih
rendah dari bunga pasar (skem subsidi bunga) maupun keringanan dalam
memenuhi persyaratan collateral/jaminan.

Pada awal tahun 1970-an pemerintah meluncurkan program kredit


bersubsidi yang diberi nama BIMAS dengan lembaga penyalur PT. Bank
Rakyat Indonesia (Persero), Tbk adalah yang merupakan bank komersial
milik negara yang menyediakan layanan perbankan ke sektor pertanian di
daerah pedesaan di Indonesia. BRI mendirikan 3.600 unit desa di awal tahun
1970-an untuk menyalurkan kredit bersubsidi BIMAS. Seiring dengan
berjalannya kredit bersubsidi BIMAS banyak hal yang membuat Kredit
bersubsidi BIMAS berisiko bahkan menimbulkan kerugian. Alasan yang
saling terkait menjelaskan kegagalan BIMAS: Tujuan program tidak sesuai,
suku bunga bersubsidi mencegah keberlangsungan kelembagaan, BRI tidak
diizinkan untuk memilih peminjamnya, Kredit dikaitkan dengan jenis dan

XV
jumlah input yang ditentukan sebelumnya yang sering tidak sesuai untuk
kondisi lingkungan lokal dan kadang-kadang merusak tanaman padi, di
banyak daerah subsidi kredit diberikan kepada penduduk desa yang lebih
kaya, di beberapa daerah peminjam dipilih untuk program oleh pejabat
pemerintah yang perlu memenuhi target - meskipun lahan peminjam tidak
sesuai untuk input yang disediakan, Dalam beberapa tahun, petani tidak
dapat membayar kembali pinjaman mereka karena kegagalan panen,
Kebijakan pemerintah untuk penjadwalan ulang pinjaman tidak direncanakan
dengan baik dan sering kali dilaksanakan secara korup, Struktur organisasi
BRI tidak memadai untuk pengawasan yang efektif terhadap unit desa, dan
staf unit kurang terlatih, kurang dibayar, tidak termotivasi, dan biasanya
diperlakukan sebagai paria oleh bagian lain BRI. (Robinson 2002)

Dan pada tahun 2008-2015, pemerintah telah menjalankan berbagai


jenis penyaluran kredit program seperti Kredit Ketahanan Pangan dan Energi
(KKP-E), Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan
(KPEN-RP), dan Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) untuk skema
subsidi bunga, serta Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk skema penjaminan.
Kedua jenis skema kredit tersebut disalurkan melalui bank yang berperan
sebagai executing agent dalam penyaluran kredit program. Kredit program
dengan skema subsidi bunga adalah kredit yang diberikan kepada para calon
debitur yang dianggap not feasible but bankable. Salah satu persyaratan
utama pada kredit program dengan skema subsidi bunga adalah penyediaan
jaminan dari calon debitur kepada bank pelaksana. Meskipun mampu
menyediakan jaminan, namun, usaha dari calon debitur tersebut dianggap
belum dapat menutupi kewajiban pembayaran bunga dan mengembalikan
seluruh hutang pokok kredit/pembiayaan dalam jangka waktu yang
disepakati antara bank pelaksana dengan debitur tersebut (Tim Pelaksana
Komite Kebijakan Penjaminan Kredit/Pembiayaan, 2012).

XVI
Sedangkan kredit program dengan skema penjaminan ditujukan
untuk para calon debitur yang mempunyai karakteristik not-bankable tetapi
sudah feasible. Kredit dengan skema tersebut diperuntukkan bagi calon
debitur yang belum memenuhi persyaratan perkreditan/pembiayaan dari
bank pelaksana dalam hal penyediaan agunan dan pemenuhan persyaratan
perkreditan/pembiayaan lainnya sesuai dengan ketentuan bank pelaksana.
Hal tersebut terjadi karena para calon debitur (khususnya petani) tidak
mempunyai dana untuk membiayai usahanya sendiri dan memiliki modal
yang cukup (Ashari 2009) meskipun pada dasarnya calon debitur tersebut
dianggap feasible.

Kredit Komersial, merupakan kredit yang oleh nasabahnya


(perorangan atau badan usaha) dipergunakan untuk membiayai kegiatan
usaha. Sumber pembayarannya berasal dari usaha yang dibiayai yaitu.
Beberapa kredit yang termasuk dalam jenis kredit komersial adalah

a) Kredit mikro, fasilitas kredit yang diberikan untuk membiayai


kegiatan usaha mikro;
b) Kredit usaha kecil, fasilitas kredit yang diberikan untuk membiayai
kegiatan usaha kecil;
c) Kredit usaha menengah, fasilitas kredit yang diberikan untuk
membiayai kegiatan usaha menengah;
d) Kredit korporasi, fasilitas kredit yang diberikan untuk membiayai
kegiatan usaha perusahaan/korporasi. Penentuan besar kecilnya kredit
mikro, kecil, dan menengah ditentukan oleh kebijakan masing-
masing bank. (www.upacaya.com)

XVII
PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk yang merupakan salah
satu bank BUMN memiliki kontribusi dalam penyaluran kredit mencapai
Rp.448,345 triliun sampai akhir tahun 2013. Angka ini naik sebesar, 23,7%
dibandingkan posisi Desember 2012 sebesar Rp.348,23 triliun. Tingkat Non
Performing Loan (NPL) Bank BRI turun dari 1.78% di akhir 2012 kemudian
3,4% di tahun 2013,dan 3,21% per desember 2014 jauh dibawah batasan
maksimum NPL BI yang sebesar 5%. Angka ini menunjukan bahwa kredit
yang disalurkan BRI mempunyai kualitas yang baik. Apabila besarnya NPL
tidak dikendalikan dengan baik maka bank akan mengalami kerugian
khususnya kerugian dari aktivitas perkreditan. Padahal pendapatan dari
aktivitas ini masih memberikan kontribusi terbesar pada pendapatan
oprasional bank (Kristijadi 2006).

Sejak awal didirikan, fokus usaha Bank BRI adalah pada segmen
usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), keberhasilan Bank BRI dalam
menyalurkan kredit kredit didukung dari produk –produk pinjamn yang
dihasilkan. PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk merupakan penyalur
KUR. Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan program prioritas
dalam mendukung kebijakan pemberian kredit/pembiayaan kepada sektor
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Total penyaluran KUR BRI tahun 2007
sampai dengan 2014 sebesar Rp. 178,85 Triliun dengan NPL sebesar 3,3%.
Pengukuran risiko kredit dapat diketahui dengan NPL (Non Performing
Loans) atau rasio kredit bermasalah. (kur.ekon.go.id)

Risiko kredit merupakan risiko yang paling sering menimpa suatu


bank dengan dampak yang paling besar (Masyhud, 2004). Bahwa porsi
kerugian yang ditimbulkan oleh risiko kredit ini merupakan unsur risiko
kerugian terbesar karena margin yang diterima bank dalam kegiatan lending

XVIII
relatif kecil. Sementara itu, kemungkinan risiko kerugian yang di derita bank
menyusul terjadinya risiko kredit sangatlah besar. Di Indonesia risiko kredit
merupakan risiko yang paling umum menyerang bank. Risiko kredit di
definisikan sebagai risiko dari kerugian yang berhubungan dengan
kemungkinan counterparty gagal melunasi kewajibannya; artinya ini adalah
risiko debitur tidak membayar utangnya. Dengan kata lain, risiko kredit
merupakan potensi kerugian bank yang disebabkan debitur gagal memenuhi
kewajibannya untuk membayar pokok dang bunga kredit. Risiko kredit perlu
mendapatkan penanganan yang tepat. Hal ini dikarenakan risiko kredit
merupakan risiko yang paling popular dan paling nyata sekaligus berdampak
besar bagi bank.

Untuk mengetahui risiko kredit secara dini bank harus melakukan


penetapan kolektibilitas kredit. Penetapan kolektibiltas kredit digunakan
untuk menetapkan tingkat cadangan potensi kerugian akibat kredit
bermasalah. Penetapan kualitas kredit mengacu pada ketentuan Bank
Indonesia, yaitu PBI No.14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset
Bank Umum san SE BI No.7/3/DPN tanggal 31 January 2005 perihal
Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum. Sesuai BI tersebut, kualitas kredit
dapat ditentukan berdasarkan tiga parameter. Yang pertama Prospek Usaha.
Penilaian terhadap prospek usaha meliputi penilaian terhadap komponen –
komponen : Potensi pertumbuhan usaha, Kondisi pasar dan posisi debitur
dalam persaingan, Kualitas manajemen dan permasalahan tenaga kerja,
Dukungan dari grup usaha, Upaya yang dilakukan debitur dalam rangka
memelihara lingkungan hidup. Yang kedua, Kinerja Debitur. Penilaian
terhadap kinerja (performance) debitur meliputi penilaian terhadap
komponen – komponen: Perolehan laba, Struktur permodalan, Arus kas,
Sensitivitas terhadap risiko pasar. Dan yang ketiga Kemampuan Membayar.

XIX
Penilaian terhadap kemampuan membayar meliputi penilaian terhadap
komponen – komponen : Ketepatan pembayaran pokok dan bunga,
Ketersediaan dan keakuratan informasi keuangan debitur, Kelengkapan
dokumentasi kredit, Kepatuhan terhadap perjanjian kredit, Kesesuaian
penggunaan dana, Kewajaran sumber pembayaran kewajiban.

Berdasarkan parameter tersebut, kualitas kredit ditetapkan menjadi


lancar (kolektibilias 1), dalam perhatian khusus (kolektibilitas 2), kurang
lancar (kolektibilitas 3), diragukan (kolektibilitas 4), dan Macet (kolektibiltas
5). Penetapan kualitas kredit tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan
materialitas dan signifikansi dari faktor penilaian dari komponen, serta
relevansi dari faktor penilaian dan komponen tersebut terhadap karakteristik
debitur yang bersangkutan.

Dan untuk mengantisipasi risiko tersebut bank wajib membentuk dan


menyisihkan dana untuk menutup risiko kerugian terhadap kredit yang
diberikan kepada nasabah. Dalam acuan Perbankan Indonesia yang dibuat
berdasarkan PSAK 50 dan 55 untuk mengatasi kerugian risiko kredit yang
terjadi akibat kemungkinan lawan transaksi (counterparty) gagal memenuhi
kewajiban yang jatuh tempo, atau risiko kerugian akibat peminjam tidak
dapat membayar kembali seluruh atau sebagian utangnya maka bank harus
menentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). CKPN berfungsi
sebagai cadangan umum dan cadangan khusus untuk menutupi risiko yang
terjadi karena adanya kegiatan kredit dan untuk menjaga kestabilan
keuangan bank agar tetap likuid. Didalam CKPN pembentukan atau
penyisihan dana dinilai dari hasil evaluasi kredit debitur yang dilakukan oleh
masing – masing bank. Jika menurut suatu bank terdapat bukti objektif
bahwa kredit dari debitur itu mengalami penurunan (impairment), maka bank

XX
itu harus membentuk dana yang akan digunakan sebagai cadangan atas kredit
tersebut. Hasil evaluasi kredit debitur didasarkan pada putusan masing
masing bank, maka tiap – tiap bank memiliki kebijakan tersendiri dalam
membentuk cadangan dana untuk kreditnya. Walaupun begitu, kebijakan
bank harus sesuai dengan kriteria yang terdapat dalam PAPI. Ketentuan
pengukuran cadangan menurut CKPN berdasarkan PAPI revisi 2008.
a) Individual
Setiap bank dapat memilih perhitungan untuk mengukur nilai CKPN
individual dengan menggunakan metode (1) Dicounted Cash Flow,
estimasi arus kas masa akan datang (pembayaran pokok + bunga)
yang didiskontokan dengan suku bunga (2) Fair Value of Collateral,
memperhitungkan nilai arus kas tas jaminan atau agunan pada masa
yang akan datang. (3) Observable Market Price,ditentukan
berdasarkan harga pasar dari kredit tersebut.
b) Kolektif
Setiap bank dapat memilih beberapa ketentuan dalam menentukan
nilai CKPN pada kelompok kolektif ini. (1) Dlihat dari perhitungan
arus kas kontraktual kreditur di masa yang akan datang, (2) Dilihat
dari perhitungan tingkat kerugian historis dari kredit debitur setelah
dikurangi tingkat pegembalian kreditnya.

Dalam menetapkan tingkat kerugian kelompok kredit, bank


menggunakan pendekatan metode statistik (statistic model analysis) dengan
formula dan parameter sebagai berikut
𝐶𝐾𝑃𝑁 = 𝑃𝐷 𝑋 𝐿𝐺𝐷 𝑋 𝐸𝐷
Probability of default (PD), tingkat kemungkinan kegagalan debitur
memenuhi kewajiban, yang diukur berdasarkan vintage analisis. Pendekatan
ini dilakukan dengan menganalisis kredit pada setiap periode tunggakan

XXI
tingkat risiko (risk level) portofolio. Seperti yang telah ditulis diatas kualitas
kredit ditetapkan berdasarkan tingkat kolektibilitas. Loss given default
(LGD), besarnya tingkat kerugian yang diakibatkan kegagalan debitur
memenuhi kewajiban yang diukur berdasarkan pendekatan historical
recoveries atau recovery rate formula 𝐿𝐺𝐷 = 1 − 𝑟𝑒𝑐𝑜𝑣𝑒𝑟𝑦 𝑟𝑎𝑡𝑒 .
Exposure at default (ED), upaya untuk menentukan jumlah kredit yang akan
ada pada saat gagal bayar didasarkan pada karakteristik pinjaman, tujuan
pinjaman dan prilaku pinjaman.

Dari perhitungan pembentukan CKPN diatas, CKPN didasarkan pada


laporan - laporan portofolio pinjaman, kecenderungan dan isu – isu
portofolio pinjaman yang memperlihatkan risiko kredit, yang berguna bagi
bank untuk melakukan manajemen risiko kredit. Oleh karena faktor
penerapan diatas, manajemen risiko mencakup langkah – langkah logis
seperti menidentifikasi risiko, pengukuran risiko yang telah di identifikasi,
mencari dan mengevaluasi alternatif terbaik dan diukur dampaknya,
menerapkan program manajemen risiko itu sendiri dan yang terakhir adalah
memonitor hasil pelaksanaan manajemen risiko. Proses ini akan memimpin
bank terhadap pemahaman mengenai faktor – faktor yang berpotensi
memiliki dampak ke atas (upset), yaitu yang menguntungkan bank dan
dampak ke bawah (downset), yaitu yang merugikan bank. Hal ini akan
meningkatkan peluang untuk sukses dan mengurangi kemungkinan untuk
gagal maupun ketidakpastian dalam mencapai tujuan bank. (Tampubolon,
2004:34).

PT. Bank Rakyat Indonesisa (Persero) Tbk. atau yang lebih dikenal
dengan BRI merupakan salah satu bank dengan penerapan manajemen risiko
yang baik. BRI mempunyai fungsi dan sistim manajemen risiko yang

XXII
komprehensif serta menerepkan prinsip Basel Committee on Banking
Supervision seperti yang dituangkan dalam regulasi Bank Indonesia. Hal ini
berdampak positif pada tingkat performance BRI karena, dimana secara
agregat profil risiko kredit BRI mengalami trend membaik, walaupun masih
dalam kategori risiko low to moderat.

Oleh karena itu, objek penilitian yang dipilih adalah PT. Bank Rakyat
Indonesisa (Persero) Tbk. khususnya pada PT. Bank Rakyat Indonesisa
(Persero) Tbk. Kantor Unit Tingkir Cabang Salatiga karena memiliki
cakupan pasar kredit yang luas. Pasar kredit BRI Unit Tingkir berupa
kalangan pengusaha sampai dengan kalangan rakyat pedesaan, sehingga BRI
Unit Tingkir membutuhkan penerapan manajemen risiko yang efektif guna
meminimalisir risiko kredit berikut.

Tabel 1: Jumlah Kredit bermasalah PT. BRI Persero Tbk Unit Tingkir Cabang Salatiga.
(dalam rupiah)

REALISASI KOL 2 KOL 3 KOL 4 KOL 5

KUR 7.277.500.000 9.476.690.878 257.757.877 228.319.047 179.699.453

KUPEDES 13.515.000.000 9.299.248.455 58.036.632 73.109.596 88.341.464

LAINNYA 11.656.500.000 792.398.725


Sumber: PT. BRI Persero Tbk Unit Tingkir Cabang Salatiga, 2014.

Berdasarkan pada tabel 1 dapat diketahui bahwa penyaluran kredit


modal kerja Pada Bank Rakyat Indonesia Unit Tingkir Cabang Salatiga tidak
terlepas dari terjadinya kredit bermasalah. Walaupun jumlah kredit modal
kerja bermasalah masih jauh dari ketetapan Bank Indonesia, Namun bank

XXIII
perlu menerapkan manajemen risiko kredit agar dapat meminimalisir atau
bahkan menghilangkan kemungkinan terjadinya kredit bermasalah.
Seperti disebut diatas, unsur dari manajemen risiko kredit dalam
penelitian ini yaitu analisis tingkat risiko kredit, kredit yang disalurkan PT.
Bank Rakyat Indonesisa (Persero) Tbk. Kantor Unit Tingkir Cabang Salatiga
menggunakan Metode Vintage Analysis, salah satu dari Metode/alat analisis
yang populer dan sering digunakan Consumer Banker dalam proses dari
manajemen risiko kredit, bahkan metode ini direkomendasikan oleh
Experian Company, yang merupakan salah satu perusahaan konsultasi
terbesar di dunia yang mempunyai spesialisasi dalam proses manajemen
risiko. Selain kesederhannan dan kejelasan dalam interpretasi hasil analisis,
metode ini di pergunakan sebagai pengamatan secara terus menerus dari satu
tingkat risiko (risk level) portofolio, sehingga metode ini seringkali menjadi
metode wajib dalam melihat prilaku portofolio.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, tesis ini diharapkan dapat


menjawab bagaimana mengaplikasikan anilisis vintage terhadap Kredit
Usaha Rakyat (KUR) dan Kredit Umum Pedesaan (KUPEDES) PT. Bank
Rakyat Indonesia. (Presero) Tbk.

1.3 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah

Penulisan dalam tesis ini didasarkan pada perkembangan risk


management yang di fokuskan pada risiko portofolio kredit. Data yang
digunakan untuk menganalisis adalah data yang bersumber dari laporan
posisi kredit, realisasi, outstanding / baki debet Januari 2014 sampai dengan
Juni 2015. Data tersebut dipergunakan untuk mengidentifikasi timbulnya

XXIV
kredit bermasalah dengan kategori kolektibilitas dalam perhatian khusus,
kurang lancar, diragukan dan macet. Sumber informasi yang berasal dari data
primer diperoleh dari karyawan Bank BRI. Sedangkan data sekunder
informasi dan data tesis ini diperoleh dari sumber – sumber yang tersedia
pada data posisi pinjman Januari 2014 sampai dengan Juni 2015.

XXV
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Risiko
Dalam setiap kegiatan atau proses yang sedang berlangsung atau
kejadian yang akan datang akan selalu ada akibat, konsekuensi atau
bahaya yang dapat terjadi yang sering disebut dengan risiko. Risiko juga
dapat diarikan sebagai suatu keadaan ketidakpastian, dimana jika terjadi
suatu keadaan yang tidak di kehendaki dan dapat menimbulkan suatu
kerugian.

2.1.1 Pengertian Risiko

Vaughan sebagaimana yang dikutip oleh Herman Darmawi


tahun 2010 dalam bukunya Manajemen Risiko
mengemukakan beberapa definisi risiko sebagai berikut ini.
1. Risk is the chance of loss (risiko adalah kesempatan
terjadinya kerugian).Chance of loss berhubungan dengan
suatu exposure (keterbukaan) terhadap kemungkinan
kerugian. Dalam ilmu statistik, chance dipergunakan
untuk menunjukkan tingkat probabilitas akan munculnya
situasi tertentu. Sebagian penulis menolak definisi ini
karena terdapat perbedaan antara tingkat risiko dengan
tingkat kerugian. Dalam hal chance of loss 100%, berarti
kerugian adalah pasti sehingga risiko tidak ada.
2. Risk is the possibility of loss (risiko adalah kemungkinan
kerugian). Istilah possibility berarti bahwa probabilitas
sesuatu peristiwa berada di antara nol dan satu. Namun,

XXVI
definisi ini kurang cocok dipakai dalam analisis secara
kuantitatif.
3. Risk is uncertainty (risiko adalah
ketidakpastian).Uncertainty dapat bersifat subjektif dan
objektif. Subjective uncertainty merupakan penilaian
individu terhadap situasi risiko yang didasarkan pada
pengetahuan dan sikap individu yang bersangkutan.
4. Risk is the dispersion of actual from expected results
(risiko merupakan penyebaran hasil aktual dari hasil yang
diharapkan). Ahli statistic mendefinisikan risiko sebagai
derajat penyimpangan sesuatu nilai di sekitar suatu posisi
sentral atau di sekitar titik rata-rata.
5. Risk is the probability of any outcome different from the
one expected (risiko adalah probabilitas sesuatu outcome
berbeda dengan outcome yang diharapkan). Menurut
definisi tersebut, risiko bukan probabilitas dari suatu
kejadian tunggal, tetapi probabilitas dari beberapa
outcome yang berbeda dari yang diharapkan.

Dari berbagai definisi diatas, dapat di simpulkan resiko di


hubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk
(kerugian) yang tidak di inginkan atau tidak di duga. Dengan
kata lain, kemungakinan itu sudah menunjukan adanya
ketidakpastian. Resiko timbul karena adanya ketidakpastian
yang berarti ketidakpastian merupakan kondisi yang
menyebabkan tumbuhnya resiko. Karena mengakibatkan
keraguan-keraguan seseorang mengenai kemampuan untuk
meramalkan kemungkinan terhadap hasil-hasil yang akan

XXVII
terjadi dimasa mendatang, dimana kondisi yang tidak pasti itu
berbagai sebab: Tenggang waktu antara perencanaan suatu
kegiatan sampai kegiatan itu berakhir/ menghasilkan, dimana
makin panjang tenggang waktunya makin besar pula
ketidakpastiannya. Keterbatasan informasi yang tersedia yang
di perlukan dalam penyusunan rencana. Keterbatasan
pengetahuan / kemampuan / teknik pengambilan keputusan
dari perencanaan.

Secara garis besar ketidakpastian dapat di klasifikasikan ke


dalam :
1. Ketidakpastian ekonomi (Economic uncertainly), yaitu
kejadian-kejadian yang timbul sebagai akibat kondisi dan
perilaku dari pelaku ekonomi misalnya: perubahan sikap
konsumen, perubahan selera konsumen, perubahan harga,
perubahan teknologi, penemuan baru dan sebagainya.
2. Ketidakpastian alam (uncertainly of nature) yaitu
ketidakpastian yang di sebabkan oleh alam, misalnya
banjir, badai, gempa bumi, kebakaran dan sebagainya.
3. Ketidakpastian manusia(Human uncertanty) yaitu
ketidakpastian yang di sebabkan oleh prilaku manusia,
seperti: peperangan, pencurian, penggelapan, pembunuhan
dan sebagainya.

2.1.2 Macam – Macam Risiko


Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 11/25/PBI/2009,
tentang penerapan manajemen Risiko bagi Bank umum dan
Unit terdapat 8 jenis risiko yaitu risiko Kredir, Risiko Pasar,

XXVIII
Risiko Likuiditas, Risiko Oprasional, Risiko hokum, Risiko
Reputasi, Risiko Setrategi, Risiko Kepatuhan, dan Risiko
Investasi. Yang juga dihadapi oleh Bank Konvensional, jenis-
jenis risiko mencangkup ;
1. Risiko Kredit
Risiko Kredit adalah risiko akibat kegagalan debitur
dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada
Bank. Pada umumnya risiko kredit terdapat pada kinerja
pihak lawan (counterparty), penerbit (issuer), atau kinerja
peminjam dana (borrower). Penyebab lain dalam risiko
kredit adalah risiko kredit yang diakibatkan oleh
terkonsentrasinya penyediaan dana pada debitur, wilayah
geografis, produk, jenis pembiayaan, atau laangan usaha
tertentu. Risiko ini sering disebut dengan Risiko
Konsentrasi Kredit.

2. Risiko Pasar
Risiko Pasar adalah Risiko pada posisi neraca dan
rekening administrative termasuk transaksi derivatif,
akibat perubahan dari kondisi pasar, termasuk Risiko
perubahan harga option. Risiko pasar meliputi Risiko
suko bunga, Risiko nilai tukar, Risiko ekuitas, dan Risiko
komoditas. Risiko suku bunga dapat berasal dari posisi
trading book maupun posisi banking book. Penerapan
Manajemen Risiko untuk risiko ekuitas dan komoditas
wajib diterapkan oleh bank yang melakukan konsolidasi
dengan perusahaan anak. Cakupan posisi trading book dan
baking book mengacu pada ketentuan Bank Indonesia

XXIX
mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
dengan memperhitungkan Risiko Pasar.

3. Risiko Likuiditas
Risiko Likuiditas adalah Risiko akibat ketidakmampuan
bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari
sumber pendanaan arus kas, dan/atau dari asset likuid
berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa
mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan Bank. Risiko
ini disebut juga Risiko Likuiditas Pendanaan (funding
liquidity risk). Risiko likuiditas juga dapat disebabkan
oleh ketidak mampuan Bank melikuiditasi asset tanpa
terkena diskon yang material karena tidak adanya pasar
aktif atau adanya gangguan pasar (market disruption)
yang parah. Risiko ini disebut Risiko Likuiditas pasar
(market liquidity risk).

4. Risiko Oprasional
Risiko Oprasional adalah risiko akibat ketidakcukupan
dan/atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan
manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadian
eksternalyang mempengaruhi oprasional Bank.

5. Risiko Hukum
Risiko Hukum adalah Risiko yang timbul akibat tuntutan
hokum dan/atau kelemahan aspek yurudis. Risiko ini juga
dapat timbul karena ketiadaan peraturan perundang-
undangan yang mendasari atau kelemahan perikatan,

XXX
seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak atau
agunan yang tidak memadai.

6. Risiko Reputasi
Risiko Reputasi adalah Risiko akibat menurunnya tingkat
kepercayaan stakeholder yang bersumber dari presepsi
negative terhadap Bank. Salah satu pendekatan yang
digunakan dalam mengkategorikan sumber Risiko
Reputasi bersifat tidak langsung (below the line) dan
bersifat langsung (above the line).

7. Risiko Setratejik
Risiko Setratejik adalah Risiko akibat ketidaktepatan
Bank dalam mengambil keputusan dan/atau pelaksanaan
suatu keputusan setratejik seta kegagalan dalam
mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis. Sumber
Risiko Stratejik antara lain ditimbulkan dari kelemahan
dalam proses formulasi setratejik dan ketidaktepatan
dalam perumusan setratejik, ketidaktepatan dalam
implementasi setratejik, dan kegagalan mengantisipasi
perubahan ligkungan bisnis.

8. Risiko Kepatuhan
Risiko Kepatuhan adalah Risiko yang timbul akibat Bank
tidak memenuhi dan/atau melaksanakan peraturan
perundangan-undangan dan ketentuan yang berlaku.
Sumber Risiko Kepatuhan antara lain timbul karena

XXXI
kurangnya pemahaman atau kesadaran hukum terhadap
ketentuan atau standart bisnis yang berlaku.

2.2 Manajemen Risiko


Menurut Herman Darmawi tahun 2010 manajemen risiko adalah suatu
usaha untuk mengetahui, menganalisis serta mengendalikan risiko dalam
setiap kegiatan perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh efektifitas
dan efisiensi yang lebih tinggi. Atau suatu metode logis dan sistematik
dalam identifikasi, kuantifikasi, menentukan sikap, menetapkan solusi,
serta melakukan monitor dan pelaporan risiko yang berlangsung pada
setiap aktivitas atau proses.

Jadi dapat disimpulkan bahwa manajemen risiko adalah upaya untuk


mengendalikan risiko yang terjadi dengan menerapkan cara-cara
sistematik agar kerugian dapat dihindari atau diminimalisirkan.

2.2.1 Tujuan dan Manfaat Manajemen Risiko


a. Tujuan Manajemen Risiko
Secara umum manajemen risiko digunakan untuk dasar
agar bias memprediksikan bahaya yang akan dihadapai
dengan perhitungan yang akurat serta pertimbangan yang
matang dari berbagai informasi awal untuk menghidari
kerugian. Namun secara khusus tujuan dari manajemen
resiko adalah Menyediakan informasi tentang resiko
kepada pihak regulator, meminimalisasi kerugian dari
berbagai resiko yang bersifat uncontrolled (tidak dapat
diterima), mengalokasikan modan mebatasi resiko, agar
perusahaan tetap hidup dengan perkembangan yang

XXXII
berkesinambungan, memberikaan rasa aman, biaya risk
manajemen yang efisien dan efektif, agar pendapatan
perusahaan stabil dan wajar, memberikan kepuasan bagi
pemilik dan pihak lain.

b. Manfaat Manajemen Resiko


Manajemen risiko merupakan cara untuk melindungi
perusahaan atausuatu usaha dari setiap kemungkinan yang
merugikan. Adapun manfaat lain darimanajemen resiko
adalah Menjamin kelangsungan usaha dengan mengurangi
resiko dari setiapkegiatan yang mengandung bahaya,
menekan biaya untuk penanggulangan kejadian yang
tidak diinginkan, menimbulkan rasa aman dikalangan
pemegang saham mengenai kelangsungan dan keamanan
investasinya, meningkatkan pemahaman dan kesadaran
mengenai resiko operasi bagisetiap unsur dalam organisasi
/ perusahaan.

2.2.2. Langkah-langkah Manajemen Risiko


Agar suatu proses dalam manajemen risiko menghasilkan
sesuau yang efektif, maka diperlukan adanya suatu kerangka
kerja. Basel Committee on Banking, Supervision (2000)
menjelaskan bahwa sebagai sebuah proses, kerangka kerja
manajemen risiko kredit pada dasarnya terbagi dalam 3 (tiga)
tahapan kerja, yaitu;

1. Identifikasi risiko kredit yang merupakan serangkaian


proses pengenalan yang seksama atas risiko kredit dan

XXXIII
komponen risiko kredit yang melekat pada suatu kegiatan
atau transaksi yang diarahkan kepada proses pengukuran
serta pengelolaan risiko kredit yang tepat. Sebagai suatu
rangkaian proses, identifikasi risiko kredit didasarkan pada
2 (dua) tolok ukur penting, yaitu;
(a) tujan (objective) yang digunakan unuk menetapkan
batas-batas risiko kredit yang dapat diterima, dan
(b) periode waktu (time horizon) yang digunakan di dalam
mengukur tingkat risiko kredit yang dihadapi. Pemahaman
yang benar atas kedua tolok ukur tersebut akan sangat
menentukan validitas dan efektifitas dari konsep
manajemen risiko kredit yang akan dibentuk

2. Pengukuran risiko kredit, yang merupakan serangkaian


proses yang dilakukan dengan tujuan untuk memahami
signifikansi dari akibat yang akan ditimbulkan suatu risiko,
baik secara individual maupun portofolio terhadap tingkat
kesehatan dan kelangsungan usaha, sehingga pemahaman
yang akurat tentang hal tersebut akan menjadi dasar bagi
pengelolaan risiko yang terarah dan efektif.

3. Pengelolaan risiko kredit, merupakan rangkaian proses


yang dilakukan untuk meminimalisasi tingkat risiko kredit
yang dihadapi sampai pada batas suatu risiko kredit
tersebut dapat diterima, dengan menerapkan langkah-
langkah yang diarahkan pada penurunan (secara lengkap)
hasil ukur yang diperoleh dari proses penilaian atau
pengukuran risiko kredit tersebut.

XXXIV
2.3 Pengawasan Risiko Kredit
Pengawasan risiko kredit sangat lah perlu dilakukan oleh
perbankan, sebelum melakukan pengawasan atau pemantauan terhadap
kredit yang berisiko, seperti yang dituliskan pamesela, husein dan nurdin
(2008) bank diharuskan berpedoman dalam Pedoman Pemberian Kredit
(PPK) demikian juga bagi bank BRI. Segala pemberian kredit yang ada
harus dilandaskan pada pedoman pemberian kredit tersebut, mengingat
PPK merupakan pedoman dan petunjuk untuk pemberian kredit.
Menindaklanjuti SK Dir No. 27/162/KEP/DIR tanggal 31maret 1995
yang menyebutkan bahwa Bank Umum wajib memiliki kebijakan
perkreditan bank secara tertulis yang disetujui oleh dewan komisaris
bank, maka BRI membuat Kebijakan Umum Perkreditan (KUP) selaku
dasar yang berlaku di BRI, dan PPK adalah pedoman yang lebih rinci
untuk pemberian kredit pada debitur. PPK yang ada pada bank BRI
secara umum mengatur mengenai hal-hal yang lebih terperinci dari apa
yang diatur di KUP, diantaranya adalah mengatur mengenai tugas dan
fungsi organ-organ yang terlibat dalam proses pemberian kredit.

Seperti yang telah diurai diatas, risiko suatu kredit menjadi kredit
bermasalah dalam pemberian kredit perbankan selalu ada dan
merupakan konsekuensi yang logis. Demikian halnya dengan bank BRI.
Dalam memberikan kreditnya, bank BRI juga dihadapkan pada potensi
timbulnya kredit bermasalah. Dan sebagai upaya pencegahan potensi
kredit bermasalah, bank BRI telah menerapkan pengawasan atau
pemantauan kredit dalam kegiatan perkreditan. Tujuan dari pemantauan
kredit pada bank BRI adalah
1. Untuk menjaga kualitas yang diberikan debitur,

XXXV
2. monitoring perkembangan usaha debitur,
3. Menjalankan prinsip kehati-hatian perbankan.

Adapun objek pengawasan yang dilakukan oleh bank BRI antara lain:

1. Usaha Debitur,
2. Pasokan Supplier (usaha) debitur, dan
3. Debitur itu sendiri.

Aspek-aspek pokok pengawasan kredit yang ada pada bank BRI antara
lain

1. Aspek Pengawasan kredit secara internal.


Adanya audit intern yang bertujuan untuk melihat apakah
pemberian kredit yang diberikan telah sesuai dengan aturan-aturan
yang ada.
2. Aspek pengawasan kredit secara hukum.
Aspek yang diperhatikan adalah aspek yuridis mengenai segala hal
yang berkaitan dengan pemberian kredit yang diberikan oleh bank
BRI.
3. Pengawasan kualitas kredit.
Menjaga kualitas kredit yang diberikan agar tetap baik.

Teknik pengawasan kredit yang ada pada bank BRI


1. Monitoring perkreditan
Bank mencari informasi yang lengkap melalui external
information dan internal information.
2. Control by expection
Menitikberatkan pada hal-hal yang masih lemah dari intern
maupun ekstern.
3. Verbal control
XXXVI
Pemeriksaan atas hal-hal yang saling berhubungan yang
dilakukan secara tersamar untuk menghindarkan kerugian dari
pihak / objek yang sedang diawasi.
4. Budgetary control
Membandingkan dan menganalisis rencana kerja yang telah
ditetapkan dalam anggaran dengan realisasinya.
5. Kunjungan kepada debitur (on the spot)
Untuk memeriksa langsung kebenaran seluruh keterangan
ataupun data serta laporan yang disampaikan nasabah atau
debitur.
6. Audit (pemeriksaan) perkreditan sekali dalam setahun
Untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan rencana kerja
dilakukan oleh BRI
7. Cara-cara lain
Meliputi break event point, credit audit, credit examination, dll

Mekanisme pengawasan kredit yang ada pada bank BRI telah dimulai
sejak permohonan kredit debitur diproses sampai kredit dilunasi. Yakni
sebagai berikut :

1. Tahapan perencanaan kredit.


a. Penelitian terhadap permohonan kredit debitur,
b. Penelitian mengenai informasi penting khusus menyangkut
calon nasabah.
c. Penelitian terhadap analisis kredit yang dilakukan account
officer,
d. Penelitian terhadap rekomendasi / persetujuan kredit.
2. Tahap pelaksanaan kredit.
3. Tahap evaluasi kredit.

XXXVII
Untuk membandingkan antara tahap perencanaan kredit dan tahap
pelaksanaan kredit tentang efektifitas pencapaian hasil.

Selain harus memiliki pengawasan terhadap kredit yang diberikan, bank


juga memiliki pengendali intern sebagai bentuk pengawasan kredit
didalam bank. Pengendalian intern pada bank BRI :

1. Separation of duties.
Adanya pemisahan fungsi-fungsi yang ada dalam setiap
jabatan yang berhubungan dengan pemberian kredit.
2. Rotasi dan mutasi account officer.
Untuk menjaga objektivitas bank dalam memberikan kredit.
3. Adanya audit regular1 kali dalam setahun.
Untuk melihat apakah proses dan pemberian kredit yang
dilakukan telah memenuhi ketentuan-ketentuan yang ada, baik
ketentuan internal maupun eksternal.
4. Adanya special audit.
Apabila telah terjadi kecurigaan / dugaan yang kuat bahwa
tlah terjadi pelanggaran prosedur dalam pemberian kredit
yang ada.

2.4 Indikator Risiko Kredit


Menurut (al adzani 2012) Faktor resiko kredit mencakup
berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan peminjam untuk
membayar kembali pinjaman secara penuh serta sebagai faktor-faktor
yang mempengaruhi Bank untuk menyelesaikan kredit bermasalah (Non
Performance Loan / NPL). Dimana sebagai hasil dari faktor-faktor ini,
sebenarnya kerugian menuju akhir proses pemulihan masalah utang juga

XXXVIII
dapat memepengaruhi kecukupan modala Bank.Dalam menelaah faktor-
faktor yang memepengaruhi resiko kredit pada suatu bank dapat dilihat
yaitu:

2.4.1 Lingkungan kredit


Lingkungan kredit yang kurang memadai akan mengakibatkan
semakin tingginya risiko kredit yang ditnggung oleh bank
tersebut, misalnya semakin tinggi suku bunga yang diterapkan
suatu bank terhadap kredit yang diberikan maka akan semakin
tinggi tingkat resiko yang dihadapi dengan kata lain akan
semakin tinggi tingkat counterparty dari nasabah bank tersebut.
Dalam lingkungan kredit ini, itikad baik serta kemampuan
pegawai/pejabat bank sangat mempengaruhi resiko kredit yang
dihadapi oleh suatu bank dimana jika pegawai/pejabat suatu bank
tidak memiliki itikad baik atau tidak memiliki kemampuan dalam
menanggulangi permasalah perkreditan maka tingkat resiko
kredit yang dihadapi bank tersebut akan semakin besar dan
begitu pula sebaliknya.

2.4.2 Kebijakan dan Prosedur Pemberian Kredit


Dalam hal kebijakan dan prosedur pemberian kredit terdapat
beberapa hal yang dapat mempengaruhi resiko kredit yaitu:
1. Perencanaan Kredit, jika suatu kredit yang akan diberikan
telah direncanakan dengan baik, maka resiko kredit yang
akan dihadapi bank akan semakin kecil, begitu pula
sebaliknya.
2. Persetujuan kredit, jika bank dalam memberikan persetujuan
kredit telah mempertimbangkan unsur-unsur 5C seperti yang

XXXIX
telah dijelaskan sebelumnya maka resiko kredit yang
dihadapi bank tersebut akan dapat ditekan.
3. Pengkajian ulang kredit, tujuan dari pengkajian ini adalah
untuk mengetahui kredit-kredit yang bermasalah kemudian
dicari permasalahannya untuk menemukan solusi atas kredit
tersebut. Jika hal ini dilakukan secara berkala maka bank
akan dapat menguragi tingkat kredit macet yang mungkin
akan terjadi.
4. Pengadministrasian file kredit, buruknya pengadministrasian
file kredit pada suatu bank akan menyebabkan bank
kesulitan untuk mengetahui secara dini terhadap kredit-
kredit yang bermasalah, sehingga tingkat resiko kredityang
dihadapi oleh bank tersebut akan semakin tinggi dan begitu
juga sebaliknya.

2.4.3 Pertumbuhan Ekonomi


Pertumbuhan ekonomi suatu negara akan sangat berpengaruh
terhadap tingkat resiko kredityang dihadapi oleh bank, dimana
dengan menurunnya pertumbuhan ekonomi suatu negara akan
mengakibatkan penurunan pendapatan perusahaan yang menjadi
nasabah debitur. Dengan menurunnya tingkat pendapatan
tersebut akan menyebabkan nasabah tidak akan mampu
mengembalikan pinjaman yang diberikan bank. (Al adzani,
2012)

2.5 Indikator Risiko dalam Vintage Analysis


Sesuai dengan pertimbangan yang telah disebutkan di atas,
indikator tingkat resiko dalam analisis kuno adalah DPD/Hari Lewat

XL
Bayar.Sebuah indek yang ditetapkan untuk indikator resiko adalah
huruf “j”. Analisis risiko dasar adalah didasarkan pada
pengelompokan jumlah hari keterlambatan (DPD) seperti berikut :
1. Dari 30 sampai 60 hari;
2. Dari 61 sampai 90 hari;
3. Dari 91 sampai 180 hari;
4. Lebih dari 180 hari;

Untuk cerminan lengkap tentang tingkat resiko, kita juga dapat


menggunakan dua nilai ciri resiko berikutnya:

5. Klaim pinjaman KUR,


6. Daftar Hitam, Nilai pokok pinjaman yang sudah dihentikan
bunga pinjamannya.

Penyertaan kategori 5 Klaim Pinjaman, Klaim di peruntukan


pinjaman KUR dengan kolektibilas 4 dimana kredit sudah diragukan.
Klaim mengcover 70 % dari pokok pinjaman yang tersisa. Setelah
dilakukan proses pengiriman klaim ke Perusahaan Penjaminan Kredit,
pinjaman langsung dimacetkan atau dipindah ke kolektibilitas 5tanpa
menununggu usia tunggakan. Kemudian selang sebulan, pinjaman di
(masuk ke Daftar Hitam), tanpa menunggu usia tunggkan melewati usia
kolektibilitas 5.
Pernyataan 6 Daftar Hitam. Pinjaman yang sudah melewati usia
kolektibilitas 5 atau macet. Pinjaman dimasukan ke Daftar Hitam Bank
dimana Bunga pinjaman sudah di hentikan.
Dalam analisis vintage memungkinkan pandangan lebih luas pada
masalah tunggakan kredit. Menganalisis baris dari tabel yang dipilih ,

XLI
mengacu pada, contoh pinjaman yang diberikan pada tahun tertentu, kita
mendapat gambaran situasi secara penuh, dimana ada modal yang
dipinjamkan ke peminjam. Mempertimbangkan perhitungan hutang-
hutang yang sudah macet dan menjadi Daftar Hitam dalam analisis
vintage, kita akan mencapai tidak hanya untuk yang disebut “pinjaman
aktif”, tetapi juga untuk pinjaman yang tertinggal di buku bank. Hal ini
juga memungkinkan pengakuan situasi terkini untuk pinjaman yang
diberikan 100% yang dianalisa dengan mempertimbangkan resiko
kredit.

2.6 Menyusun Vintage Analysis


Analisis Vintage adalah sebagai sebuah alat yang memungkinkan
untuk melakukan perbandingan kinerja antara beberapa segmen
portofolio juga memungkinkan penciptaan tingkat risiko kredit dimasa
akan datang, dimana hal tersebut kedepan sangatlah pemting untuk
merancang sebuah gudang data dalam sistem perbankanyang
mempunyai data historis analisis Vintage yang baik dan atau dapat
merekonstruksi data di masa yang lalu dengan mudah.
Penggologan data didasarkan pada asal mula bulan (vintage) dan
diformat dalam model segitiga dengan Vintage dan Umur tunggakan
sebagai dua sumbu. Dalam analisis tersebut, portofolio seluruhnya
diuraikan menjadi vintage yang terpisah dan memungkinkan
pemantauan yang jelas atas semua yang independen dari bagian makro
portofolio.
Data pada ujung paling kanan dari setiap Vintage adalah data
secara keseluruhan sampai dengan posisi portofolio makro yang terkini.
Pemisahan segmen dilakukan untuk menunjukan aspek keprilakuan dan

XLII
kinerja keungan atas Vintage individu/ pribadi. Pengelompokan
portofolio ke dalam vintage yang terpisah dapat membantu untuk
mengetahui suatu trendan maksud dari sebuah alasan perubahan prilaku
portofolio yang berhubungan dengan kinerja keuangannya. Analisis
Vintage juga akan menyajikan dalam bentuk grafik, yang
menggambarkan sebagian besar umur tunggakan yang terjadi dalam 18
bulan dari besar baki debet (pokok pinjaman).

XLIII
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian


Semakin luas jaringan kegiatan usaha dan seiring meningkatnya
penyaluran kredit maka risiko kredit mempunyai peluang meningkat yang
cenderung akan membuat kondisi keuangan perusahaan mengalami kerugian,
bila risiko tersebut tidak dipantau dan dikendalikan dengan benar. Risiko
yang timbul dari suatu penyaluran kredit adalah risiko gagal bayar yang
menyebabkan terjadi permasalahan kredit macet. Untuk itu BANK perlu
menyelesaikan dan menanggani risiko tersebut se-efektif dan secepat
mungkin agar kerugian tidak semakin besar dan tentunya keuangan akan
semakin membaik.

Sebelum dilakukan suatu pengukuran risiko, Bank harus melakukan


identifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya risiko
kredit. Untuk menentukan prosedur penanganan risiko yang akan diterepkan
maka Bank wajib melakukan pengukuran risikoyang didasarkan pada 2
faktor yaitu faktor kualitas risiko yang terkait dengan berapa banyaknya
jumlah debituryang rentan terhadap risiko. Dalam hal ini risiko gagal
bayardan faktor kualitas risiko yang berhubungan dengan kemungkinan
suatu risiko itu akan muncul, sehingga semakin tinggi kemungkinan risiko
terjadi, semakin tinggi pula risikonya.

Data historis (vintage) merupakan sumber identifikasi risiko, namun


sekaligus menjadi sumber untuk mengukur besarnya risikoyang mungin akan
terjadi dimasa mendatang. Pengukuran risiko akan dilakukan dengan metode
Vintage Analysis.

XLIV
3.2 Objek Penelitian
Objek dari penelitan ini adalah kredit mikro yang disalurkan oleh PT
Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BRI) Unit Tingkir Cabang Salatiga,
sebagai bank dengan fokus bisnis pada segmen Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM), yaitu Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Kredit Umum
Pedesaan (Kupedes), sejak 1 January 2014 sampai dengan 31 Juny 2015.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian
deskriptif adalah “menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematis
sehingga dapat lebih mudah untuk difahami dan disimpulkan” (Azwar,
2013:6). Penelitian deskriptif menganalisa data suatu fenomena secara
berurutan dan menyajikannya untuk memberikan informasi yang berguna.

3.3 Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam peneitian ini diperoleh
melalui Pengumpulan data diperoleh secara langsung dari sumber, yaitu dari
hasil wawancara langsung pihak Bank dan dari data-data relevansi yang
diperoleh dari costumer Service, dalam hal ini data berupa data historis
(vintage) baki debet/pokok pinjaman seperti data umur tunggakan pinjaman
berdasarkan nilai kolektibilitas pinjaman KUR dan KUPEDES sejak 1
January 2014 sampai dengan 31 Juny 2015.

3.4 Teknik Pengolahan dan Analisis Data (Analisis Vintage)


Analisis Vintage mengacu pada pinjaman yang belum diselesaikan,
dan pada jenis kuantitatif, menganalisa angka dari pinjaman yang
direalisasi.Inti dari analisis ini adalah tingkatan resiko portofolio yang
diberikan dimana portofolio tersebut dikelompokkan dengan
mempertimbangkan dua karakteristik.Karakteristik yang pertamayang

XLV
disebut invarian, adalah ciri peminjam atau pinjaman, yang nilainya
diketahui pada saat pemberian sebuah pinjaman, dan yang tetap konstan di
sistem bank. Karakteristik kedua ditentukan oleh jumlah hari keterlambatan.
Ciri ini merupakan dasar dari pengelompokan pinjaman, di sekitar
pengaturan kolom dari tabel. Indikator-indikator resiko ditentukan ketika ada
ruang dua dimensi.
Tujuan utama dari analisis Vintage adalah perkembangan resiko
kredit dari portofolio yang diberikan untuk memungkinkan mengikuti jejak
kecenderungan perkembangannya dan antisipasi lebih jauh. Analisis ini tidak
hanya memberikan informasi terkini, namun juga sejarah, yang memberikan
perkiraan membangun berdasarkan contoh dari rangkaian waktu. Analisis
Vintage memungkinkan memperoleh informasi berharga, dengan
pertimbangan khusus untuk:

 perbandingan tingkat risiko dalam bulan/ tiga bulan/ tahun


tertentu,
 analisis pengaruh nilai karakter tertentu pada resiko kredit
 analisis pengaruh perubahan kebijakan resiko internal dalam
resiko portofolio,
 memperkirakan tingkat resiko di masa yang akan datang,
 pengawasan saat ini mengenai portofolio tingkat resiko.

Analisis Vintage fokus pada perkiraan serangkaian indikator resiko


yang ada dalam hasil bagi varian berharga dari modal pinjaman yang
terlambat dari kelompok yang diuji dengan pembayaran tertunda yang telah
ditentukandan pada nilai yang ditetapkan dari ciri invarian terhadap nilai
awalpinjaman yang diberikan pada ciri invarian yang sudah ditentukan.

XLVI
Hari Lewat Bayar
Nilai Awal
Pinjaman
31 - 60 61 - 90 91 – 271 271 – 540 Daftar Hitam
Yang
Diberikan

2014 - 01 K2014 - 01

2014 - 02 K2014 - 02

2014 - 03 K2014 - 03

Bulan -
Pemberian -
Pinjaman -

2015 - 04 K2015 - 04

2015 - 05 K2015 - 05

2015 - 06 K2015 - 06

Tabel 2. Contoh Tabel Vintage

Berdasarkan pada nilai Ki,j, ada kumpulan indikator Vi,jyang


menentukan pembagian pokok Ki,j yang tersisa pada nilai awal pinjaman
yang diberikan – pada nilai yang diberikan dari ciri invariant i dan pada
semua nilai ciri j yang mungkin.
𝐾𝑖,𝑗
Vi,j=
𝐾𝑖,.

dimana:

Ki, . – adalah sejumlah total dari modal yang dipinjamkan pada saat
pemberian sekelompok pinjaman dengan nilai ciri i yang diberikan;

Vi,j– indikator resiko pada varian berharga untuk nilai ciri invarian i
yang diberikan dan pada nilai ciri resiko j yang diberikan.

Pada varian kuantitatif, analisis diadakan dalam cara analog dengan


penggunaancatatan sebagai berikut:

XLVII
Li,j– jumlah pinjaman yang diberikan pada nilai yang ditetapkan dari
ciri invarian i dan ciri penggambaran resiko j.

𝐿𝑖,𝑗
Ni,j=
𝐿𝑖,.

dimana:

Ni,j– indikator resiko pada varian analisis kuantitatif untuk ciri


invarian i yang diberikan dan pada nilai ciri resiko j yang diberikan.
Li, .– jumlah pinjaman yang diberiakan pada nilai ciri invarian i yang
diberikan.

XLVIII
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Profil Perusahaan


Bank Rakyat Indonesia (BRI) adalah salah satu bank milik
pemerintah yang terbesar di Indonesia. Pada awalnya Bank Rakyat
Indonesia (BRI) didirikan di Purwokerto, Jawa Tengah oleh Raden Bei
Aria Wirjaatmadja dengan nama De Poerwokertosche Hulp en Spaarbank
der Inlandsche Hoofden atau "Bank Bantuan dan Simpanan Milik Kaum
Priyayi Purwokerto", suatu lembaga keuangan yang melayani orang-
orang berkebangsaan Indonesia (pribumi). Lembaga tersebut berdiri
tanggal 16 Desember 1895, yang kemudian dijadikan sebagai hari
kelahiran BRI.
Pada periode setelah kemerdekaan RI, berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 1 tahun 1946 Pasal 1 disebutkan bahwa BRI adalah
sebagai Bank Pemerintah pertama di Republik Indonesia. Dalam masa
perang mempertahankan kemerdekaan pada tahun 1948, kegiatan BRI
sempat terhenti untuk sementara waktu dan baru mulai aktif kembali
setelah perjanjian Renville pada tahun 1949 dengan berubah nama
menjadi Bank Rakyat Indonesia Serikat.
Pada waktu itu melalui PERPU No. 41 tahun 1960 dibentuklah Bank
Koperasi Tani dan Nelayan (BKTN) yang merupakan peleburan dari
BRI, Bank Tani Nelayan dan Nederlandsche Maatschappij (NHM).
Kemudian berdasarkan Penetapan Presiden (Penpres) No. 9 tahun 1965,
BKTN diintegrasikan ke dalam Bank Indonesia dengan nama Bank
Indonesia Urusan Koperasi Tani dan Nelayan. Setelah berjalan selama
satu bulan, keluar Penpres No. 17 tahun 1965 tentang pembentukan bank

XLIX
tunggal dengan nama Bank Negara Indonesia. Dalam ketentuan baru itu,
Bank Indonesia Urusan Koperasi, Tani dan Nelayan (eks BKTN)
diintegrasikan dengan nama Bank Negara Indonesia unit II bidang Rural,
sedangkan NHM menjadi Bank Negara Indonesia unit II bidang Ekspor
Impor (Exim).
Sejak 1 Agustus 1992 berdasarkan Undang-Undang Perbankan No. 7
tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah RI No. 21 tahun 1992 status BRI
berubah menjadi perseroan terbatas. Kepemilikan BRI saat itu masih
100% di tangan Pemerintah Republik Indonesia. Pada tahun 2003,
Pemerintah Indonesia memutuskan untuk menjual 30% saham bank ini,
sehingga menjadi perusahaan publik dengan nama resmi PT. Bank
Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., yang masih digunakan sampai dengan
saat ini. (merdeka.com)

4.2 Visi dan Misi


Visi :
Menjadi The Most Valuable Bank di Asia Tenggara dan Home To
The Best Talent.
Misi :
1. Memberikan yang terbaik: Melakukan kegiatan perbankan yang
terbaik dengan mengutamakan pelayanan kepada segmen mikro,
kecil, dan menengah untuk menunjang peningkatan ekonomi
masyarakat.
2. Memberikan pelayanan prima: Memberikan pelayanan prima
dengan fokus kepada nasabah melalui sumber daya manusia yang
professional dan memiliki budaya berbasis kinerja (performance-
driven culture), teknologi informasi yang handal dan future ready,
dan jaringan kerja konvensional maupun digital yang produktif

L
dengan menerapkan prinsip operational dan risk management
excellence.
3. Bekerja optimal dan baik : memberikan keuntungan dan mafaat
yang optimal kepada pihak – pihak yang berkepentingan
(stakeholders) dengan memperhatikan prisip keuangan berkelanjutan
dan praktik Good Corporate Governance yang baik.
(Bristart.bri.co.id)

4.3 Produk Pinjaman BRI


Kredit Usaha Rakyat (KUR) KUR adalah skema kredit atau
pembiayaan modal kerja atau investasi yang khusus diperuntukan bagi
usaha mikro kecil menengah dan koprasi (UMKMK) di bidang usaha
produktif yang usahanya layak namun mempunyai keterbatasan dalam
pemenuhan persyartan yang ditetapka perbankan (belum bankable).
Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan program yang termasuk dalam
kelompok program penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan
Usaha Ekonomi Mikro dan Kecil yang bertujuan untuk meningkatkan
akses permodalan dan sumber daya lainya bagi usaha mikro dan kecil.
Kredit Usaha Rakyat atau disingkat dengan KUR merupakan jenis kredit
dari program pemerintah dengan suku bunga yang terbilang rendah yaitu 9%
setiap tahunnya atau setara dengan 0,4% setiapbulannya karena telah
mendapatkan subsidi dari pemerintah Indonesia.
Sebenarnya kredit ini tidak hanya disalurkan oleh satu bank saja melainkan
ada berbagai bank yang menyediakan jenis kredit seperti ini.Namun animo
masyarakat dalam mengajukan kredit KUR ini lebih banyak melalui BRI karena
mereka sangat percaya dengan pelayanan yang diberikan oleh BRI. (Aulia,
2017)
Karena saking percayanya masyarakat terhadap BRI, sehingga KUR Mikro
untuk tahun ini sudah habis terdistribusikan pada bulan April tahun 2015.

LI
Dengan demikian jika anda masih ingin mendapatkan kredit ini maka anda bisa
mengajukannya pada bank yang lain. Tidak perlu takut ataupun khawatir karena
semua bank pastinya mengutamakan kenyamanan untuk nasabahnya.
Kupedes adalah salah satu jenis kredit yang ditawarkan oleh Bank Rakyat
Indonesia (BRI) yang memberikan pelayanan dengan inovasi
terbaru.Sebenarnya layanan yang diberikan hampir mirip dengan KUR yakni
menyediakan layanan untuk bisnis kecil menengah.Jenis kredit ini sebenarnya
sebagai pengganti dari KUR karena pada waktu itu semua KUR telah habis
tersalurkan sehinggga untuk bisa memenuhi permintaan masyarakat maka pihak
bank mengambil kebijakan dengan memberikn KUPEDES ini.
Pengajukan kredit ini dengan nominal pinjaman mulai dari Rp 1.000.000
hingga Rp 100.000.000 yang nantinya bisa anda gunakan untuk pengembangan
usaha yang sudah berjalan kurang lebih 2 tahun.Jenis kredit ini terdapat
keunikan yakni anda bisa mendapatkan pinjaman uang untuk usaha yang belum
memiliki legalitas namun syaratnya anda haru menyertakan surat keterangan
usaha dari kepala desa atau lurah setempat.Jadi produk KUPEDES in adalah
solsui bagi anda apabila mengalami kendala dalam mengajukan KUR Mikro
dan KUR Ritel. (Investasi Indonesia)

4.4 Periode Pengamatan


Analisis ini melihat fenomena Kolektibilitas pinjaman pada tahun
2014, dimana cut off untuk data kinerja portofolio adalah juny 2015,
sehingga periode pengamatan yang akan dipergunakan adalah selama 18
bulan.Periode pengamatan menampilkan fenomena yang terbatas pada
tingkat risikodari Nilai kolektibilitas pinjaman pada tahun 2014 pada
pinjaman KUR dan pinjaman KUPEDES.

LII
4.5 Analisis Vintage Berdasarkan Kolektibilitas
Berdasarkan perhitungan analisis Vintage agregasi nilai tunggakan
ada kumpulan indikator kolektibilitas yang menentukan pembagian
pokok plafon pinjaman yang tersisa pada saat pinjaman masuk
kolektibilitas atau saat penarikan data setiap bulan. Disajikan dalam
perbandingan tiap kolektibilitas dan grafik berikut. Data yang disajikan
di grafik data untuk setiap kolektibilitas disajikan dalam bentuk
persentase dan di komulatif untuk setiap bulan agar dapat dilihat besar
jumlah pinjaman yang masuk dalam umur tunggakan (kolektibiltas) yang
menunjukan peningkatan supaya bank dapat menerapkan menejemn
risiko.
4.5.1 Analisis Vintage Kolektibilitas 2 “ Dalam Perhatian Khusus”

Perbandingan Kolektibilitas 2 Pinjaman KUR mikro dan


Pinjaman Kupedes diperlihatkan pada Grafik 1. Perbandingan
KUR dan KUPEDES Kolektibilitas 2.

1700%

1500%

1300%
KUR
1100% KUPEDES

900%

700%

500%

300%

100%

-100%
Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
KUR 0% 6% 20% 54% 102% 178% 262% 368% 463% 595% 763% 938% 1133% 1274% 1387% 1493% 1592%
KUPEDES 3% 10% 18% 29% 77% 140% 183% 235% 312% 425% 566% 758% 1007% 1127% 1238% 1308% 1397%

Grafik 1. Perbandingan KUR dan KUPEDES Kolektibilitas 2

LIII
Berdasarkan Grafik 1 kolektibiltas 2 dapat dilihat bahwa
setelah 17 bulan dari realisasi pinjaman, hingga bulan juni 2015
sebesar 15,92 % pinjaman KUR masuk dalam Kolektibiltas 2
(DPK) Dalam Perhatian Khusus. Dan bila di bandingkan dengan
realisasi pinjaman KUPEDES periode pengamatan 17 bulan
pinjaman yang masuk dalam Kolektibilitas 2 sebesar 13,97 %.
Dari hasil tersebut dapat dilihat besar nilai kolektibilitas yang
ada, melebihi 100 % karena pada setiap periode bulan
pengamatan untuk kolektibitas 2 sangatlah tinggi dan semakin
lama periode pengamatan semakin banyak pinjaman yang masuk
ke kolektibilitas 2 (dalam perhatian khusus) yang disebabkan
kolektibiltas 2 saat tahun 2014 sampai dengan 2015 tidak ada
batasan untuk besaran kolektibilitas 2 Dalam Perhatian Khusus,
sehingga nilai kolektibilitas 2 Dalam Perhatian Khusus sangat
tinggi dan itu digunakan para pekerja untuk menjaga target
Outstanding (target plafon pinjaman).

4.5.2 Analisis Vintage Kolektibilas 3“ Tidak Lancar”


Perbandingan Kolektibilitas 3 pinjaman KUR Mikro dengan
pinjaman KUPEDES, diperlihatkan pada Grafik 2.
60.0%
50.0%
40.0%
30.0%
KUR
20.0%
10.0%
0.0%
-10.0%
Juli Agust Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
KUR 0.0% 1.6% 2.6% 4.3% 5.0% 9.2% 14.9% 20.1% 27.8% 37.3% 42.1% 48.2%
KUPEDES 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 1.8% 3.1% 5.4% 5.4% 5.4% 6.3% 8.5%

Grafik 2. Perbandingan KUR dan KUPEDES Kolektibilitas 3

LIV
Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa setelah 17 bulan
dari realisasi pinjaman, hingga bulan juni 2015 sebesar 0,482 %
pinjaman KUR masuk dalam Kolektibiltas 3 (Kurang Lancar).
Dan bila di bandingkan dengan realisasi pinjaman KUPEDES
periode pengamatan 17 bulan pinjaman yang masuk dalam
Kolektibilitas 3 sebesar 0,085 %. Terjadi penurunan yang sangat
tinggi dari kolektibilitas 2 ke kolektibilitas 3 untuk setiap
pinjaman. Dan mengalami penurunan yang sangat drastis untuk
kolektibilitas pinjaman KUPEDES. Karena untuk pekerja
penyalur pinjaman KUPEDES adalah pekerja yang senior, dan
juga di pengaruhi oleh pemikiran masyarakat tentang pinjaman
bersubsidi dari pemerintah serta agunan yang di serahkan
nasabah kepada pihak BANK.

LV
4.5.3 Analisis Vintage Kolektibilas 4“ Diragukan”

Perbandingan Kolektibiltas 4 pinjaman KUR Mikro dengan


pinjaman KUPEDES, diperlihatkan pada Grafik 3.

45.0%

35.0%
KUR

25.0%

15.0%

5.0%

-5.0%
Agust Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
KUR 0.0% 1.6% 2.6% 4.3% 4.3% 7.8% 16.4% 20.3% 33.8% 40.2% 45.0%
KUPEDES 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 2.1% 4.5% 8.0% 11.3% 11.3% 12.0%

Grafik 3. Perbandingan KUR dan KUPEDES Kolektibilitas 4

Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa setelah 17 bulan


dari realisasi pinjaman, hingga bulan juni 2015 sebesar 0,45 %
pinjaman KUR masuk dalam Kolektibiltas 4 (Diragukan). Dan
bila di bandingkan dengan realisasi pinjaman KUPEDES periode
pengamatan 17 bulan pinjaman yang masuk dalam Kolektibilitas
4 pinjaman yang diragukan sebesar 0,12 %. Tingkat kolektibilitas
yang masih sama dengan kolektibilitas 3.

LVI
Dengan nilai kolektibiltas 4 untuk pinjaman KUR yang masih
cukup tinggi. Yang di karenakan pinjaman KUR yang masuk
kedalam Kolektibilitas 4 mendapat percepatan usia tunggakan,
jika pinjaman KUR pada bulan ini masuk ke kolektibiltas 4
BANK wajib membuat KLAIM pinjaman tersebut yang ditujukan
pada lembaga penjamin kredit untuk mendapat penggantian
(cover) dari lembaga penjamin kredit yang berkerja sama dengan
pemerintah yaitu sebesar 70 % dari pokok pinjaman (bakidebet).
Sedangkan untuk pinjaman KUPEDES usia tunggakan nya
berjalan secara normal.

4.5.4 Analisis Vintage Kolektibilas 5“ Macet”

Perbandingan Kolektibiltas 5 KUR Mikro dengan Kupedes.


Diperlihatkan pada Grafik 4.
40.0%
35.0%
30.0%
25.0%
KUR
20.0%
KUPEDES
15.0%
10.0%
5.0%
0.0%
-5.0%
Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
KUR 0.0% 1.6% 2.6% 4.3% 6.1% 7.8% 16.3% 18.1% 27.4% 33.4%
KUPEDES 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 1.2% 2.4% 7.0% 11.5%

Grafik 4. Perbandingan KUR dan KUPEDES Kolektibilitas 5

LVII
Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa setelah 17 bulan
dari realisasi pinjaman, sampai bukan juni sebesar 0,32 %
pinjaman KUR masuk dalam Kolektibiltas 5 (Macet). Dan bila di
bandingkan dengan realisasi pinjaman KUPEDES periode
pengamatan 17 bulan pinjaman yang masuk dalam Kolektibilitas
5 sebesar 0,11 %.

Dari analisis kolektibilitas pinjaman KUR mempunyai tingkat risiko


yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat risiko kredit KUPEDES.
Meningkatnya risikoini dipicu dengan meningkatnya jumlah debitur
peminat pinjaman KUR. Pada kolektibilitas 2 untuk pinjaman KUR dan
Kupedes baki debet tiap pinjaman masih cukup tinggi dan nilai nya
hampir sama KUR 15,92 % dan KUPEDES 13,97%. Pada kolektbilitas
3 / Kurang Lancar nilai persentase sudah mulai menurun untuk setiap
pinjaman KUR 48 % dan KUPEDES 0,85% disini sudah terlihat proses
management risiko sudah digunakan untuk setiap pinjaman, tetapi belum
optimal untuk pinjaman KUR. Kemudian di Kolektibitas 4 / Diragukan
persentase untuk pinjaman KUR masih sebesar 0,45 % dan untuk
KUPEDES 0,12 %. disini management risiko untuk setiap pinjaman
terlihat berbeda, karena untuk pinjaman KUR yang masuk Kolektibilas 4
/ Diragukan akan di diajukan penjaminan kredit yang menkover 70%
dari baki debet, kemudian dalam bulan yang sama pengajuan
penjaminan kredit KUR yang masuk kolektibilatas 4 akan langsung di
pindah ke kolektibiltas 5 (percepatan usia tunggakan) Sedangkan untuk
pinjaman KUPEDES akan tetap mengikuti usia tunggakan secara
normal. Yang terakhir kolektibilitas 5 / Macet untuk pinjaman KUR
persentase sebesar 0,32 % dan KUPEDES sebesar 0,11 %. Di
kolektibilitas 5 / Macet pinjaman KUR akan mengalami percepatan usia
tunggakan lagi sebulan setelah pinjaman KUR masuk Kolektibilas 5
LVIII
pinjaman KUR akan di hentikan Bunga nya / masuk Daftar Hitam,
Sedangkan untuk pinjaman KUPEDES akan tetap mengikuti usia
tunggakan secara normal.
Dari hasil analisa tersebut, dapat diramalkan bahwa jumlah akun
debitur yang menunggak akan semakin banyak. Untuk mengurangi
risiko agar debitur tidak menjadi nasabah macet maka perlu adanya
penanganan dari petugas bank.

LIX
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dalam penelitian ini maka penulis


dapat menyimpulkan PT. Bank Rakyat Indonesisa (Persero) Tbk. Kantor
Unit Tingkir Cabang Salatiga selama kurun waktu 18 bulan pengamatan.

Pertama, kualitas kredit berdasarkan hasil analisa data yang tergambar pada
grafik untuk setiap kolektibiltas menunjukan menejemen risiko PT. Bank
Rakyat Indonesisa (Persero) Tbk. Kantor Unit Tingkir Cabang Salatiga
dalam pengelolaan dan penyaluran kredit masih sangat baik. Hal tersebut
memberikan jawaban dan gambaran pada sebuah mekanisme dan proses
pemberian, pembinaan kredit tentang bagaimana menjaga kualitas kredit
yang disalurkan PT. Bank Rakyat Indonesisa (Persero) Tbk. Kantor Unit
Tingkir Cabang Salatiga.

Kedua, hasil analisis data yang tergambar pada grafik untuk setiap
kolektibiltasdapat ditunjukan bahwa kualitas jenis pinjaman merupakan
variable yang mempengaruhi terwujudnya minat masyarakat untuk
mengajukan pinjaman. Semakin mudahnya proses pengajuan dan persyaratan
pinjaman semakin menarik minat masyarakat untuk mengajukan pinjaman.
Kualitas jenis pinjaman yang sangat tinggi peminatnya merupakan sebuah
arahan yang tepat bagi PT. Bank Rakyat Indonesisa (Persero) Tbk. Kantor
Unit Tingkir Cabang Salatiga untuk meningkatkan laba unit tingkir yang di
imbangi dengan menejemen risiko yang baik. Begitu pentingnya menejemen
risiko didefinisikan sebagai elemen penting dalam penyaluran kredit untuk
memperlihatkan kualitas kredit yang baik PT. Bank Rakyat Indonesisa
(Persero) Tbk. Kantor Unit Tingkir Cabang Salatiga.

LX
5.2 Saran

Penerapan management risiko kredit yang sudah berjalan di PT. Bank


Rakyat Indonesisa (Persero) Tbk. Kantor Unit Tingkir Cabang Salatiga
diharapkan terus ditingkatkan kinerjanya pada periode yang akan datang
karena profil risiko kredit dan kerugian yang ditimbulkan dapat segera di
minimalisir. Untuk dapat mempertahakan kegiatan perkreditan yang sehat
pada PT. Bank Rakyat Indonesisa (Persero) Tbk. Kantor Unit Tingkir
Cabang Salatiga, maka terhadap kredit yang pada kolektibiltas 1 (kredit
lancar) agar tetap diusahakan lancar dengan melakukan monitoring yang
ketat, dan melaksanakan transaksi ulang terhadap jaminan secara periodik,
serta membina dan mempertahankan hubungan yang harmonis dengan
nasabah. Seharusnya management risiko pinjaman KUR tidak mangacu pada
lembaga penjamin pinjaman karena pinjaman KUPEDES bisa optimal dalam
proses management risiko kredit. PT Bank Rakyat Indonesisa (Persero)
Tbk. Kantor Unit Tingkir Cabang Salatiga harus lebih mendalami sektor
usaha produktif yang benar – benar feasible sesuai dengan situasi dan
keadaan ekonomi saat ini, dan untuk mengatasi tingkat risiko kredit pada PT.
Bank Rakyat Indonesisa (Persero) Tbk. Kantor Unit Tingkir Cabang Salatiga
dalam menyalurkan kredit pada debitur agar benar-benar memperhatikan
dan melaksanakan faktor faktor serta metode analisi dalam pemberian kredit.

LXI
DAFTAR PUSTAKA

Al adzani. 2012. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Resiko.


Ali, Mashud. 2004. Asset Liability Management: Menyiasati
Risiko Pasar dan Risiko Operasional. Jakarta: Gramedia.
Arthesa, Ade dan Edia Handiman. 2006. Bank & Lembanga
Keuangan Bukan Bank. Jakarta: Indeks Kelompok
Gramedia.
Ashari. (2009). Optimalisasi kebijakan kredit program sektor
pertanian di Indonesia. Analisis Kebijakan Ekonomi, 7 (1),
21-42.
Aulia, Elvera. 2017. Efektifitas Penyaluran Kredit Usaha Rakyat
dan Pengaruhnya Terhadap Peningkatan Kinerja Usaha
Mikro Kecil. Lampung : Universitas Lampung.
Azwar, Saifuddin. 2013. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar Offset.
Basel Commitee On Banking Supervision. 2000. Principles for
the management of credit risk.
Darmawi, Herman. 2010. Manajemen Risiko. Jakarta : Bumi
Aksara.
Ghozali, Imam. 2007. Manajemen Risiko Perbankan: Pendekatan
Kuantitatif Value at Risk (VaR). Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.

LXII
Pamesela, F. P., Husein, Yunus dan Nurdin, Rusyad. 2014.
Pengawasan Kredit Sebagai Upaya Pencegahan Potensi
Kredit Bermasalah Pada Bank BRI. Fakultas Hukum.
Universitas Indonesia.
Robinson, Marguerite S. 2002. The Micro Finance Revolution,
vol 2
Tampubolon. 2004. Manajemen Oprasional. Jakarta : Ghalia
Indonesia.

Bank Indonesia. 2006. ‘’Kualitas Aktiva Produktif Dan


Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif
Bank Perkreditan Rakyat. PBI No. 8/19/2006’’, diakses
pada tanggal 3 Januari 2018 dari
www.ojk.go.id/dl.php?i=1558
_____________. 2009. ‘’Penerapan Manajemen Risiko Bagi
Bank Umum. PBI No. 11/25/PBI/2009’’, diakses pada
tanggal 20 Januari 2018 dari
http://www.ojk.go.id/peraturan-bank-indonesia-nomor-11-
25-pbi-2009
_____________. 2010. ‘’Laporan Keuangan Publikasi Triwuland
Dan Bulanan Bank Umum Serta Laporan Tertentu Yang Di
Sampaikan Kepada Bank Indonesia. SE No.
12/11/DPNP/2010’’, diakses pada tanggal 20 Januari 2018
dari http://www.ojk.go.id/surat-edaran-bank-indonesia-
nomor-12-11-dpnp

LXIII
_____________. 2012. ‘’Peraturan Bank Indonesia Nomor
14/15/PBI/2012 Tentang Penilaian Kualitas Aset Bank
Umum’’, diakses pada tanggal 20 Januari 2018 dari
http://www.ojk.go.id/peraturan-bank-indonesia-nomor-11-
25-pbi-2009
_____________. 2005. ‘’Surat Edaran Bank Indonesia No.
7/3/DPND Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum’’,
diakses pada tanggal 20 Januari 2018 dari
http://www.ojk.go.id/peraturan-bank-indonesia-nomor-11-
25-pbi-2009
Tim Pelaksana Komite Kebijakan Penjaminan Kredit/Pembiayaan
Kepada Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koprasi.
(2012). Standart operasional dan prosedur pelaksanaan
Kredit Usaha Rakyat(SOP-KUR). Jakarta: Kementrian
Koordinator Bidang Perekonomian RI.
https://www.upacaya.com/berbagai-jenis-atau-penggolongan-
kredit/ diakses pada 25 januari 2018
https://www.investasi-indonesia.com/bank-bri/bank-bri-kupedes/
diakses pada 25 januari 2018
https://m.merdeka.com/bank-rakyat-indonesia/profil/ diakses pada
10 february 2018
https://bristart.bri.co.id/bristart/ diakses 10 february 2018.

LXIV
Kolektibilitas 2 Pinjaman KUR Mikro
Fe Mar Apri Agu Sep
b et l Mei Juni Juli st t Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Januar 0,01 0,04 0,13 0,10 0,12 0,12 0,10 0,10 0,15 0,13 0,14 0,14 0,08 0,07 0,08 0,05
y '14 76 36 11 71 15 53 91 60 50 29 71 32 45 98 22 43
februa 0,04 0,05 0,10 0,14 0,15 0,18 0,27 0,23 0,22 0,20 0,17 0,16 0,10 0,06 0,06 0,06
ry '14 10 74 88 27 68 75 79 97 65 94 51 48 34 17 17 39
Maret 0,04 0,10 0,06 0,19 0,12 0,10 0,13 0,15 0,16 0,19 0,13 0,13 0,12 0,11 0,09
'14 32 18 42 66 30 46 28 37 76 62 75 12 16 39 44
April 0,01 0,05 0,01 0,06 0,04 0,13 0,08 0,06 0,07 0,06 0,06 0,03 0,04
'14 43 00 83 14 65 49 41 73 29 95 53 63 65
Mei 0,14 0,17 0,18 0,21 0,15 0,21 0,25 0,27 0,21 0,17 0,15 0,10 0,13
'14 41 66 21 57 76 48 16 83 66 00 90 92 65
Juni 0,05 0,11 0,12 0,11 0,12 0,15 0,15 0,13 0,11 0,05 0,07 0,08
'14 64 75 58 63 71 86 77 23 95 40 01 10
0,09 0,11 0,08 0,12 0,16 0,15 0,20 0,15 0,13 0,12 0,11
Juli '14 36 87 51 09 48 03 45 01 26 60 93
Agustu 0,04 0,02 0,06 0,14 0,13 0,17 0,10 0,08 0,06 0,10
s '14 77 54 24 94 40 48 17 30 52 67
Septe
mber 0,03 0,01 0,11 0,13 0,20 0,15 0,09 0,10 0,05
'14 68 17 82 85 30 18 88 97 04
Oktob 0,11 0,16 0,16 0,26 0,11 0,13 0,06 0,06
er '14 49 86 48 25 86 79 19 61
Novem 0,07 0,09 0,17 0,14 0,11 0,15 0,12
ber '14 13 50 23 25 06 55 84
Desem 0,05 0,06 0,06 0,02 0,06 0,04
ber '14 26 06 87 68 58 43

LXV
Kolektibilitas 2 Pinjaman Kupedes
Mar Apri Agu Sep
Feb et l Mei Juni Juli st t Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Januar 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 0,0 0,1 0,1 0,0 0,1 0,0 0,1 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0
y 14 278 706 344 807 049 878 116 207 963 256 994 143 617 891 798 827 526
februa 0,0 0,1 0,0 0,0 0,0 0,1 0,0 0,0 0,1 0,1 0,1 0,0 0,0 0,0
ry 14 080 805 960 948 628 075 988 867 066 033 233 608 487 178
Maret 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0
'14 453 252 814 837 146 320 109 320 367 716 322 873 686 746 608
April 0,1 0,0 0,1 0,2 0,2 0,2 0,1 0,1 0,0 0,0 0,0 0,1
'14 495 481 104 001 001 456 563 201 838 852 703 300
Mei 0,1 0,1 0,0 0,0 0,0 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
'14 086 110 000 217 902 044 844 771 990 905 822 140 140
Juni 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 0,2 0,3 0,1 0,0 0,0 0,0
'14 008 678 712 853 788 306 543 231 074 811 683 636
0,0 0,1 0,1 0,3 0,3 0,1 0,0 0,0 0,0
Juli '14 555 690 777 697 697 488 729 696 651
Agustu 0,0 0,0 0,1 0,1 0,2 0,1 0,1 0,0 0,0
s '14 104 635 824 379 069 094 018 660 293
Septe
mber 0,0 0,1 0,1 0,1 0,1 0,0 0,1 0,0 0,1
'14 157 510 254 253 233 907 487 810 679
Oktob 0,0 0,2 0,3 0,1 0,1 0,0 0,0
er '14 958 008 490 502 206 147 690
Nove
mber 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
'14 469 186 595 335 450 809 295
Desem 0,1 0,2 0,0 0,0 0,1
ber '14 928 333 869 634 041
Januar 0,2 0,0 0,0
y '15 082 493 228
februa 0,0 0,0
ry '15 228 228
Maret 0,0
'15 478
April
'15
Mei 0,0
'15 482

3 Pinjaman KUR Mikro

Juli Agust Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
January
'14 kol 3 0,0161 0,0102 0,0021 0,0031 0,0081
february
'14 kol 3 0,0068 0,0065 0,0325 0,0116 0,0216 0,0451 0,0094

Maret '14 kol 3 0,0072 0,0349 0,0060 0,0195

April '14 kol 3 0,0108 0,0091 0,0237

Mei '14 kol 3 0,0100 0,0254 0,0200 0,0107

Juni '14 kol 3 0,0160

Juli '14 kol 3 0,0189 0,0063


Agustus
'14 kol 3 0,0022
September
'14 kol 3 0,0070 0,0107 0,0182
Oktober
'14 kol 3 0,0286 0,0149
Desember
'14 kol 3 0,0090

LXVI
Kolektibilitas 3 Pinjaman KUPEDES

Juli Agust Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
february kol
14 3 0,0062 0,0058
Maret kol
'14 3 0,0090 0,0219
kol
April '14 3 0,0063
kol
Juni '14 3 0,0122
Agustus kol
'14 3 0,0236

Kolektibilitas 4 Pinjaman KUR Mikro

Agust Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
January
'14 0,0161 0,0102 0,0031
february
'14 0,0065 0,0385 0,0116 0,0116 0,0243 0,0094
Maret '14 0,0072 0,0285 0,0285
April '14 0,0402 0,0091 0,0237
Mei '14 0,0100 0,0254 0,0454
Juni '14 0,0160
juli '14 0,0189 0,0063
Agustus
'14 0,0022 0,0022
September
'14 0,0070 0,0107
Oktober
'14 0,0286
Desember
'14 0,0090

LXVII
Kolektibilitas 4 Pinjaman KUPEDES

Agust Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
february '14 0,0053 0,0053 0,0037
Maret '14 0,0077
April '14 0,0063 0,0056 0,0056
Juni '14 0,0214 0,0122
Agustus '14 0,0236 0,0236

Kolektibilitas 5 Pinjaman KUR Mikro

Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
January '14 kol 5 0,0161 0,0102
february '14 kol 5 0,0380 0,0178 0,0116 0,0243
Maret '14 kol 5 0,0072 0,0072 0,0072 0,0285
April '14 kol 5 0,0091
Mei '14 kol 5 0,0100 0,0100 0,0100 0,0437
Juni '14 kol 5 0,0160
Juli '14 kol 5 0,0189
Agustus '14 kol 5 0,0022
September '14 kol 5 0,0070 0,0107
Oktober '14 kol 5 0,0286

Kolektibilitas 5 Pinjaman KUPEDES

Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
february 14 kol 5 0,0037 0,0037
April '14 kol 5 0,0056 0,0056
Juni '14 kol 5 0,0122 0,0122 0,0122 0,0122
Agustus '14 kol 5 0,0236 0,0236

LXVIII

Anda mungkin juga menyukai